Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TUJUH (Kolaborasi Enam Penulis)

Tujuh bidadari, tujuh cerita. Yang mana favorit anda?

  • Nisa

  • Amy

  • Shinta

  • Intan

  • Aida

  • Ayu

  • Reva

  • Maya


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
BAGIAN 11-A
HITAMKU




“Masih adakah separuh hatiku,
yang kuberikan hanya untukmu.
Kuharap engkau masih menyimpannya.
Jangan kau pernah melupakannya.

Maafkan kata yang telah terucap.
Akanku hapus jikaku mampu.
Andaiku dapat meyakinkanmu.
Ku hapus hitamku.”

Hitamku, Andra and the Backbone








.:: MALAM SEBELUMNYA



Dinginnya udara malam perkampungan yang terletak di lereng Gunung Mandiri tak mampu meredam panasnya darah Shinta yang tengah mendidih. Seluruh urat-urat di tubuhnya menegang menahan amarah yang membara. Bagaimana tidak, baru saja dia melihat perempuan yang selama ini selalu membuat dirinya cemburu pulang kerja bersama dengan suaminya, bercakap-cakap dengan senyum di wajah mereka.

Kurang ajar! Berani-beraninya dia!

Ini tidak bisa dibiarkan lagi! Perempuan gatel itu harus diberi pelajaran! Enak saja berangkat kerja pulang kerja bareng suamiku. Memangnya suamiku supir taksi? Mending kalau dibayar. Kamu pasti nyari yang gratisan kan? Dasar perempuan gatel. Awas saja kalau kamu sampai berani godain Bang Ardian. Tak sumpahin kamu tidak bisa punya anak lagi!


Sumpah serapah dan makian keluar dari dalam hati Shinta yang marah bukan kepalang dan cemburu berat. Dia harus menghubungi Bang Ardian! Tangannya menggapai kantong, mencari-cari.

Hape mana hape?

Shinta lantas merogoh saku yang ada di bajunya. Sayangnya berkali-kali dia merogoh saku baju dan celananya, telepon genggam yang dia cari tak kunjung ketemu. Lho? Mana hapenya ya? Satu kenyataan menghantam benak Shinta. Ia baru saja menyadari sesuatu, ia sejak tadi tidak memegang ponselnya.

Ce-Celaka!! Gawat! Bagaimana ini? Terakhir kali di mana kuletakkan ponselnya?

AAHHH!!

Jangan-jangan hapeku ketinggalan di rumah Pak Hasbi? Aduuuuuh bodohnya kamu, Shin! Shinta bodoh banget sih!!

Kalau aku balik ke sana, sama saja mengumpankan diri ke kandang buaya. Tapi kalau tidak diambil, bisa gawat kalau nanti Bang Ardian sudah sampai rumah dan tahu rumah kosong, pasti dia akan meneleponku. Akan lebih gawat lagi kalau sampai Bang Ardian telepon dan yang jawab si tua bangka keriput itu.

Sial! Sial! Sial!


Shinta menepuk dahinya sendiri. Aah! Bodoh banget sih!

Tidak ada pilihan lain bagi Shinta. Dengan wajah ketakutan dan langkah yang gemetar, Shinta berbalik dan berjalan perlahan untuk kembali menuju rumah Pak Hasbi. Sambil berjalan dia memastikan tidak ada satupun bagian dari baju yang dia kenakan terbuka atau terlihat seksi.

Mudah-mudahan apa-apa yang aki-aki itu lakukan tadi hanya khilaf semata.

Dengan naifnya Shinta masih mengharapkan keajaiban.

Tidak sampai lima menit, Shinta sudah tiba kembali di depan rumah Pak Hasbi. Untungnya tangisan Arga sudah berhenti. Paling tidak keberadaannya saat ini tidak mencolok dan menjadi pusat perhatian seandainya ada tetangga atau orang yang berada di sekitar rumah Pak Hasbi tersebut. Shinta terus melangkahkan kakinya hingga tiba juga di teras rumah tua itu.

Setelah tiba di depan pintu, yang sengaja tidak ditutup oleh si pemilik, Shinta melotot mendapati apa yang sedang terjadi di dalam. Hampir saja dia kelepasan untuk berteriak sebelum dia membungkam mulut mungilnya dengan tangan sendiri.

Apa yang diharapkannya tadi benar-benar hanyalah sebuah kenaifan semata. Pak Hasbi ternyata memang benar-benar jahat kepadanya.

Dengan matanya sendiri, Shinta melihat Pak Hasbi sedang duduk bersandar di salah satu kursi yang ada di ruang tamu rumah tuanya. Posisinya memang biasa saja, tapi yang membuat Shinta hampir menjerit adalah bahwa kondisi Pak Hasbi saat yang setengah telanjang. Pria tua yang kulitnya sudah mulai keriput itu hanya mengenakan kaos saja tanpa celana.

Satu hal lagi yang tentunya membuat mata Shinta terbelalak adalah pentungan milik Pak Hasbi yang sebesar lengan mungilnya itu sedang diurut-urut oleh sang pemilik. Lebih celakanya lagi, tangan Pak Hasbi yang satunya lagi tengah memegang telepon miliknya dan terlihat berulang-kali men-scroll layar sentuhnya naik turun.

Tidak perlu jadi orang jenius untuk tahu apa yang bandot tua itu lakukan. Dia pasti sedang membuka-buka galeri gambarnya!

Shinta memeluk Arga, melindunginya dari kenyataan bahwa foto-foto ibunya sedang digunakan untuk coli oleh seorang laki-laki tua yang menjijikkan. Tertatih ibu muda jelita itu saat melangkah ke depan.

Baru saja Shinta hendak membuka mulutnya, tiba-tiba Pak Hasbi mengangkat kepalanya seolah tahu keberadaan sang ibu muda. Seolah tahu cepat atau lambat dirinya akan kembali datang. Pria tua itu menatap Shinta dengan pandangan tajam dan bibir tersungging senang.

Yang membuat Shinta bergidik - tentu saja selain pentungan berurat yang besar itu - adalah seringai mesum yang penuh intimidasi dari Pak Hasbi. Shinta seolah sudah mati sebelum berperang, menyerah kalah sebelum lawan datang. Tubuhnya lemas dan kepalanya sangat pusing, tapi jiwanya kaku tidak tahu harus berbuat apa. Berteriak-teriak minta tolong pun sepertinya malah akan membuat masalah semakin runyam. Orang-orang akan menyalahkannya yang malam-malam datang ke rumah Pak Hasbi.

“Pa-pak…?” suara Shinta terdengar parau karena tercekat.

“Hehehe, selamat datang kembali, cah ayu. Senang melihatmu kembali ke gubukku yang kotor ini.”

Pak Hasbi masih terus mengurut-urut rudal jumbonya itu tanpa memperdulikan keberadaan Shinta. Dia mengocok penisnya dengan vulgar di hadapan sang ibu muda.

“Ke-kembalikan hape saya, Pak!” pinta Shinta dengan bodohnya berharap Pak Hasbi mau dengan senang hati mengembalikan telepon tersebut.

“Lho kok bisa? Enak saja. Apa untungnya buatku mengembalikan hape ini? Kamu tadi meninggalkannya di rumahku dan aku sudah menemukannya. Jadi seharusnya hape ini sudah menjadi hak milikku, kan? Lagipula, aku rasa sayang banget sih kalau ponsel yang isinya penuh dengan foto-fotomu yang menggoda ini aku kembalikan. Berani bayar pakai apa kamu?”

“Sa-saya bayar berapapun uang yang bapak minta, saya bisa memberikan uang untuk Bapak secara bulanan,” balas Shinta masih dengan gugup. Dia mengatakan apapun yang bisa dia katakan untuk menenangkan. Sialnya kegugupannya itu malah membuatnya beberapa kali melirik ke arah pentungan yang berada di selangkangan Pak Hasbi.

“Pertanyaanku tadi itu bayar pakai apa, cah Ayu. Bukan bayar berapa. Kamu itu jangan ngece lho, walaupun sudah tua begini tapi aku masih giat bekerja, masih sangggup. Tidak pernah aku meminta-minta, apalagi ngemis, pantang bagi seorang Hasbi minta-minta duit, jangan sembarangan kamu. Sak penake dewe. Padakkan. Trembelane.”

Tiba-tiba Pak Hasbi berubah menjadi galak. Hal tersebut membuat Shinta semakin takut.

“Ma-maaf Pak, ta-tapi kan saya hanya ingin hape saya kembali, pas saya mau pulang tadi saya lihat Bang Ardian sudah pulang, saya takut kalau Bang Ardian telepon lalu saya ga angkat,” balas Shinta yang hampir menangis dan meneteskan air mata.

“Loh? Yo ga apa-apa toh? Itu kan urusanmu. Kalau nanti suamimu telepon ya biarin saja aku yang jawab teleponnya.”

“Pak… Jangan, Pak, saya mohon…”

“Kenapa to cah Ayu? takut suamimu itu curiga ya?”

Shinta mengangguk pelan.

“Biarin aja curiga, kalau perlu biarin aja suamimu itu datang kemari, terus nemuin istrinya yang Ayu ini sedang lihatin pria tua seperti aku ini sedang ngocok peli, hehehe.”

“Pak saya mohon jangan…”

“Makanya sudah aku tanya to tadi, berani bayar pakai apa kamu? Jarak rumahmu ke sini ga jauh lho, suamimu pasti sudah sampai rumah, sebentar lagi dia pasti akan telepon. Huehuehue… mesakno nasibmu, cah Ayu. Hueueheu…”

Shinta gemetar di hadapan sang pria tua yang sudah mulai kurang ajar itu. Apa dia tidak ingat tadi Shinta sudah berbaik hati memasak untuknya?

Pak Hasbi toh tidak peduli, “Tinggal pilih saja kamu berani bayar pakai apa? atau aku akan angkat telepon suamimu, dan yah…mungkin dengan sedikit sandiwara, ucapan dari pria tua sepertiku ini pasti akan sangat mudah dipercaya. Tidak terbayang sih bakal seperti apa marahnya suamimu itu mendapati istrinya yang cantik ini ternyata…”

“Bapak benar-benar kurang ajar! Selama ini saya tahan-tahan loh atas kekurang-ajaran bapak. Bapak pikir saya tidak sadar semua perlakuan mesum bapak selama ini? Pandangan mesum bapak, curi-curi kesempatan bapak, diam-diam mencolek dada dan pantat saya? Semuanya saya tahu! Tapi saya mencoba berpikiran positif dan saya masih punya niat baik buat masakin bapak malam ini. Kenapa bapak perlakukan saya seperti ini?”

“Mungkin itu sudah menjadi nasib mu nduk, cah Ayu, punya wajah kok cantik banget, parasmu itu loh, nggemesin, apalagi tubuh rampingmu itu, pasti akan sangat nikmat kalau tubuhmu itu bisa aku bolak-balik depan belakang, lalu kusodok-sodokkan kontol kudaku ini di selangkanganmu yang sempit itu! Hmmm, pasti akan sangat nikmat, dijamin bibir memekmu itu pasti akan jadi akan dower karena rudalku ini, hahaha.”

“Bapak! Cukup! Tolong kembalikan hape saya cepat! Atau saya…”

“Atau apa, cah Ayu? Weladalah, kamu masih coba menggertak aku? Ya gak bakal mempan. Berani taruhan, jika ada yang melihat posisi kita sekarang, siapa yang akan disangka macam-macam? Ini rumah, ya rumahku sendiri. Aku ngocok peli, ya peliku sendiri. Ga mau aku ngocokin peli orang laen lah! Nah sekarang, ngapain coba ibu muda cantik sepertimu nyamperin ke sini kalau tidak karena pengen aku entotin?”

“Kurang ajar!! Bapak!!” Shinta hampir memekik dan menjerit – kalau saja dia tidak ingat tengah menggendong Arga sang putra.

Shinta makin kebingungan, ia meremas-remas ujung pakaiannya. Ia tidak ingin Arga juga menjadi terpengaruh oleh masalah yang sedang ia hadapi ini. Edan! Apakah ia harus menyerah? Tapi bagaimana lagi caranya bebas dari masalah yang sedang ia hadapi?

Waktu terus berjalan, detik yang berdetak bagaikan jarum yang menusuk perasaan. Tak ada jalan keluar.

Pak Hasbi menyeringai, “Cepat! Sebutkan saja, kira-kira apa yang menurutmu bisa membuatku mengembalikan hape ini? hehehe. Tidak ada peringatan kedua loh, begitu telepon ini nyala dan dari suamimu, langsung akan aku angkat.”

“Jangan!!”

“Heheheh. Jadi bagaimana?”

Shinta menundukkan kepala, ia merasa seperti sedang memanggul Gunung Mandiri sebagai beban di pundaknya, masa dia harus luruh pada aturan si aki-aki bangsat ini? Tapi bagaimana lagi? Waktu tidak ada di pihaknya.

“Ba-baik kalau itu yang bapak mau.”

“Baik apa sayangku, cah Ayu? Kamu kan tahu apa yang aku inginkan pada tubuhmu yang molek itu. Kamu itu menggemaskan dan mempesona, membuat aku pengen melakukan banyak hal demi membuatmu merasakan nikmat yang utuh.”

Shinta menundukkan kepala, ia benar-benar sudah kalah, “Ba-baik. Saya ijinkan Bapak melakukan apa saja terhadap saya, tapi hanya satu kali, dan jangan malam ini, saya mau pulang. Bang Ardian pasti sudah menunggu, saya mohon…”

“Hahaha, nah begitu dong, tidak apa-apa, sekali saja juga pasti sudah cukup untuk membuatmu ketagihan minta disodok-sodok lagi. Heheheh. Nih, kalau mau ambil sendiri hapemu.”

Pak Hasbi meletakkan ponsel milik Shinta di atas pangkal batang kejantanannya. Shinta bergidik ngeri membayangkan dalam waktu dekat ini dia bakalan merasakan penis sebesar itu akan mengobrak-abrik liang senggamanya.

“Ayo cepetan mrene, sini ambil sendiri teleponmu ini,” perintah sekali lagi dari Pak Hasbi.

Shinta yang seperti sudah tidak ada pilihan lain lalu menguatkan hati dan melangkahkan kakinya. Pikirnya, yang penting dia selamat dulu malam ini. Bagaimana besok dia bisa melarikan diri dari pria tua mesum ini, dipikir nanti saja.

Shinta terus menguatkan diri hingga tak sadar dia sudah berdiri tepat di depan Pak Hasbi. Pikirannya was-was kalau-kalau tiba-tiba pria tua ini langsung menerkamnya.

Untungnya tidak. Shinta baru saja hendak bernapas lega, akan tetapi…

Akan tetapi… pada saat ingin mengambil ponselnya, Pak Hasbi dengan cekatan terlebih dulu mengambilnya. Alhasil telapak tangan Shinta justru malah menggenggam batang kejantanan Pak Hasbi dengan sempurna.

ASTAGA!!

Jerit hati Shinta. Seringai penuh kemenangan pun kembali terpancar dari wajah tua Pak Hasbi. Setelah tangan mungilnya menggenggam kemaluan Pak Hasbi, sekarang giliran Pak Hasbi sendiri yang menggenggam tangan pergelangan tangan Shinta dan memaksanya untuk tetap menggenggam kemaluannya. Lebih parahnya lagi, Pak Hasbi memaksa jari-jari lentik itu untuk bergerak maju mundur membuat sebuah gerakan mengocok pada batang kenikmatannya.

Shinta memejamkan mata.

Ini membuatnya terhina. Sangat terhina.



.::..::..::..::..::.



.:: HARI INI



Shinta membuka matanya.

Ibu muda itu menangkupkan tangan di dahinya.

Ugh. Dia benci dirinya sendiri. Ingin rasanya menampar dirinya berulang kali. Kenapa lagi-lagi dia mengulang kejadian yang membuat ia sangat trauma itu dalam tidurnya? Tidak cukupkah kengerian itu hadir di dunia nyata sampai-sampai kejadian itu juga menjajah mimpinya?

Shinta menengok ke samping, menatap Arga yang sedang tertidur lelap. Napas bocah kecil itu terasa di wajah Shinta.

“Maafkan Mama, Arga. Maafkan Mama…” bisik Shinta yang merasa bersalah karena kejadian semalam.

Ibu muda itu mengecup dahi sang putra dan bangkit dari tidurnya.

Shinta berjalan mengendap-endap keluar dari kamar anaknya. Gerak-geriknya saat ini layaknya seorang maling yang sedang menjarah barang berharga di rumah orang kaya, tidak ingin disadari oleh siapapun. Begitu juga dengan dirinya yang tidak ingin anaknya terbangun kembali setelah usaha dan jerih payahnya selama hampir satu jam terakhir ini guna menidurkan sang buah hati – yang bahkan sampai membuat dirinya tidur dan bermimpi buruk.

Bukan. Bukan mimpi buruk, tapi teringat kejadian yang benar-benar terjadi dan ia sesali. Lupakan, Shin! Lupakan! Ingat kalau kamu istri Ardian dan Ibu Arga! Bukan mainan Pak Hasbi yang kurang ajar itu!

Untuk memperbaiki mood, malam ini dia sudah berencana untuk menghabiskan waktu bersama suaminya. Berdua-duaan. Bermanja-manjaan. Cuddling. Dan mungkin, bila diakhiri dengan satu ronde bercinta dengan sang suami akan menjadi malam yang indah baginya, dan sang suami tercinta tentunya. Bayang-bayang kemesraan antara dirinya dan sang suami membuatnya beberapa kali tersenyum. Dia ingin menghapus kenangan buruk dengan memperbanyak kenangan indah.

Duh, kok jadi deg-degan kayak pas pertama kali pacaran yah? Pokoknya setelah ini aku mau dandan yang paling cantik dan yang paling seksi demi Bang Ardian. Ga apa-apa dong ya sekali-kali jadi ‘pelacur-nya’ Bang Ardian.

Shinta yang sedang resah mulai memiliki harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja, semua akan berjalan dengan baik asal mereka hadapi bersama. Sebentar lagi suaminya itu pulang, siap-siap ah!

Setelah berada di luar kamar dan menutup rapat pintu kamar anaknya, Shinta berjalan seperti biasa menuju kamarnya. Dia langsung membuka lemari pakaiannya lebar-lebar. Ada beberapa pasang set lingerie di dalam lemari itu yang memang sengaja dia koleksi untuk keperluan dinas malamnya. Yah meskipun dalam kesehariannya Shinta merupakan wanita terhormat dan taat agama, namun bila sudah urusan ranjang dengan suami, maka pakaian wanita panggilan pun bisa kalah.

Hmm, yang mana yah?

Shinta lalu mengambil satu pasang yang menurutnya paling seksi dan hot. Sebuah lingerie dengan bahan yang sangat tipis dan sedikit menerawang. Lingerie tersebut memiliki belahan dada yang rendah. Meskipun buah dada Shinta tidak terlalu besar, proporsional dengan bentuk tubuhnya, namun dengan lingerie tersebut pasti akan mampu membuat fokus pasang mata siapapun yang melihatnya langsung tertuju pada belahan dada indah miliknya. Lingerie yang kebetulan jadi favorit Ardian.

Apalagi di balik lingerie tipis itu dia tidak mengenakan BH lagi, hal tersebut membuat puting payudaranya yang masih mengeluarkan asi terlihat menerawang dengan sangat indah. Sementara untuk bawahan, Shinta hanya mengenakan celana dalam mini dan super tipis untuk menutup area kewanitaannya. Celana dalam itu terlihat sangat menantang mengingat lingerie yang dikenakan Shinta tersebut panjangnya hanya beberapa senti saja dari pangkal pahanya.

Tak lupa Shinta merias wajahnya dengan make up tipis yang natural. Terakhir, parfum khas wanita yang harum dan menggoda disemprotkannya ke beberapa bagian tubuhnya. Usai itu semua, Shinta berlenggak-lenggok di depan kaca. Menyaksikan tubuhnya yang mungil terbalut lingerie seksi yang memperlihatkan keindahan tubuhnya.

Sempurna! Masa iya sih udah dandan secantik ini Bang Ardian masih fokus ke Intan mulu?

Tidak lama berdandan, Shinta mendengar suara mesin mobil yang parkir di carport rumah kecilnya. Shinta tersenyum senang.

Pas banget!

Ternyata dia tidak harus menunggu lama untuk sang suami tercinta tiba di rumah. Wanita muda yang berpakaian seksi itu pun lalu bangkit dari depan meja riasnya dan hendak bergegas ke ruang tamu untuk menyambut sang suami. Dia berjalan dengan amat riang benar-benar seperti kawula muda yang sedang kasmaran.

Setelah sampai di belakang pintu, tanpa menunggu lama Shinta lalu membuka kunci. Entah bagaimana dan datang dari mana, jantung Shinta tiba-tiba berdebar kencang. Dengan ini, semua masalah yang ia hadapi, semua kejadian yang membuatnya trauma, akan hilang.

Shinta yakin dan sangat pasti. Tubuh dan cintanya hanya untuk Bang Ardian.

Ibu muda jelita itu menarik napas panjang.

Tentu saja ini bukan pertama kalinya dia berpakaian seksi di depan suami. Jangankan berpakaian seksi, telanjang bulat tentunya sudah biasa. Dia juga bukan pengantin baru lagi, meskipun baru beranak satu. Tapi entah kenapa tiba-tiba datang sensasi yang begitu beda dari biasanya. Dia ingin bermain cinta dengan Ardian. Sangat ingin bermain cinta dengan suaminya. Ingin sekali.

Cklek!

Pintu itu pun terbuka.

Tidak terbuka lebar-lebar tapi cukup untuk membuat seluruh tubuh indah dan seksi Shinta terlihat dari luar.

Sayangnya, ternyata saat itu bukan hanya Ardian yang berada di depan pintu rumahnya.

Suaminya itu tidak sendiri, melainkan ada satu orang lagi yang bersamanya. Seorang pria tua yang buruk rupa. Pria tua yang kulitnya sudah mulai keriput. Pria tua yang tersenyum mesum dan menjijikkan. Pria tua yang semalam hampir memperkosanya.

Shinta kaget bukan main melihat di sebelah Ardian ada Pak Hasbi.

Aaaaaaaaaaaaaaaah!!

Shinta yang terkejut berteriak cukup kencang. Saking kencangnya membuat Ardian panik dan langsung membekap mulut istrinya tersebut. Kalau sampai membuat tetangga kiri kanan penasaran kan repot.

Emph…!! Emph…!!

Tentu saja Shinta berontak mendapatkan perlakuan seperti itu. Bukan karena bekapan dari sang suami yang membuatnya tak nyaman, melainkan karena sebenarnya dia ingin segera masuk ke kamar dan sembunyi. Karena ada tamu, tentunya dia ingin mengganti baju dengan yang lebih sopan.

Kalau kemarin saja saat dia mengenakan pakaian yang sopan dan tertutup dia masih dilecehkan sedemikian rupa hingga hampir diperkosa, bagaimana kalau dia berpenampilan seperti ini?

Pak Hasbi pasti akan berpikiran yang macam-macam! Tidak salah memang, di benak pria tua itu langsung membanjir pikiran mesum terkait keindahan tubuh sang ibu muda.

Ternyata Shinta semakin menggiurkan kalau berpenampilan seksi seperti ini!! Nakal juga kamu kalau di rumah!!

Shinta benar-benar marah. Aki-aki bejat satu ini ngapain sih malam-malam datang ke rumah bareng Bang Ardian?! Maksudnya apa sih? Mana Bang Ardian tidak kasih kabar pula!

Emph…!! Emph…!!

Di sela-sela meronta, Shinta masih sempat mengumpat dan bertanya-tanya tentang keberadaan si aki tua cabul ini. Masalahnya, Ardian yang sekarang berada di belakangnya itu justru semakin kencang membekap mulutnya. Mulut Shinta dibekap dengan tangan kanan Ardian. Sedangkan tangan kiri Ardian, ya ampun, tangan itu mengunci kedua tangan Shinta di perutnya. Kuncian tangan itu semakin lama semakin mendekat ke arah buah dada Shinta yang menggoda. Hingga pada akhirnya tangan Ardian sesekali menyenggol buah dada Shinta.

Yang menjadi masalah adalah bukan karena tangan Ardian menyenggol payudara istrinya sendiri, akan tetapi, karena senggolan tersebut membuat kain lingerie yang dikenakan oleh Shinta semakin lama semakin tersingkap di sekitaran belahan dadanya. Bahkan, bagian areolanya yang agak kecoklatan itu sudah mengintip keluar. Mungkin hanya tinggal satu senti lagi maka puting payudara Shinta akan ikut terlihat juga.

Pergumulan suami istri yang tak patut itu jelas membahagiakan penonton yang tak berhak. Mata tua Pak Hasbi semakin jelalatan memandangi bagian tubuh Shinta yang indah tersebut.

Yak, ayo sedikit lagi, duh itu pentil enak banget kayaknya kalau dikenyot, hehehe.

“Ma, tenang Ma. Jangan panik. Ini aku, ga usah berontak begitu,” bisik Ardian.

Emph…!! Emph…!!” Shinta masih terus meronta.

“Ma, tenang Ma,” ucap Ardian sedikit lebih keras. Shinta akhirnya menganggukkan kepalanya. Ardian pun mulai merenggangkan bekapan tangannya. Namun ada satu hal yang tidak disadari baik oleh Pak Hasbi maupun oleh Istrinya sendiri.

Tanpa diketahui mereka berdua, Ardian sangat menikmati momen seperti ini. Tanpa disadari oleh mereka berdua, di balik celana bahan yang dikenakan Ardian ada kemaluan yang mulai mengeras. Ya, fetish yang dimiliki oleh Ardian mendadak muncul saat mendapati istrinya yang menyambut dirinya dan Pak Hasbi dengan baju seksi seperti ini.

Hal tersebut tentu tidak ingin disia-siakan oleh Ardian.

Dia tidak ingin momen langka seperti ini berlalu begitu saja. Dia tidak ingin momen berharga seperti ini lewat begitu saja tanpa dia bisa menyalurkan fantasi gilanya selama ini. Ardian memang suami edan!!

Karena takut Shinta kabur masuk ke dalam kamar, Ardian masih terus memegangi kedua pergelangan tangan Shinta.

“Bang! Kamu itu apa-apaan sih!? Malam-malam begini mengajak Pak Hasbi ke rumah? Ga bilang-bilang lagi! Aku kan jadi malu, Bang! Mana lagi pakai baju kayak gini lagi! Udah! Lepasin! Aku mau ganti baju dulu!” protes Shinta sambil berbisik pada Ardian.

“Tenang, Ma. Tenang. Iya… jadi tadi waktu aku lewat Kampung Bawukan, kebetulan ketemu Pak Hasbi di jalan. Nah, aku inget tempo hari kan beliau ini sempat sakit ya, jadi tadi aku turun dulu terus ngobrol-ngobrol sebentar. Pas ngobrol-ngobrol ternyata Pak Hasbi ini mau main ke rumah, mau nganterin minuman herbal karena katanya kemarin Mama sudah sempat main ke rumah beliau. Katanya Mama abis minum minuman herbal itu badannya jadi enakan, tapi Mama ga sempat bawa pulang. Kok Mama ga bilang sih kalau pernah main ke rumah Pak Hasbi?” cecar Ardian.

“Eh, emh…itu…anu, Bang…itu… Mama…” Shinta bingung harus menjawab apa. Ia mulai keringatan.

Apa yang ditakutkan Shinta kejadian juga. Ardian tahu lebih dulu dari orang lain tentang dirinya yang semalam ke pergi ke rumah Pak Hasbi.

Duh, gimana nih? Bandot tua itu cerita macem-macem ga ya?

“Kenapa, sayang? Kamu kok jadi gugup gitu? Beneran semalam Mama main ke rumah Pak Hasbi? Kok ga ijin atau cerita sih?”

“Emh… I-iya. Aku semalam main ke rumah Pak Hasbi sama Arga. Rencananya mau masakin Pak Hasbi makanan karena kasihan. Rencananya tadi pagi aku mau cerita ke Abang tapi kan tahu sendiri pagi-pagi Abang udah dapat telepon dari Intan. Jadi lupa deh mau cerita,” jawab Intan.

Dia bernafas lega setelah bisa mencari alasan yang tepat sekaligus membalikkan keadaan dengan menyebut satu nama yang menjadi kelemahan Ardian yaitu Intan.

Semoga bang Ardian ga mikir macem-macem.

Ardian meneguk ludah, ketika nama Intan disebut dia langsung berusaha mengalihkan perhatian, “Oh gitu ceritanyaaa. Ya ga apa-apa sih, Ma, Cuma penasaran aja tumben-tumbenan Mama ga cerita.”

“Iya. Maaf aku lupa belum sempat cerita.”

“He’em. Oh iya… nah ini Pak Hasbi datang ke sini mau main catur sama aku sekalian mau nganterin minuman herbalnya, katanya semalam mau bawain tapi lupa. Mama temenin Pak Hasbi dulu ya, aku mau mandi dulu.”

“I-iya, tapi mama mau ganti baju dulu ya, malu pakai baju seperti ini,” ucap Shinta sambil berusaha membetulkan sisi lingerie di bagian dadanya yang semakin tersingkap. Tapi percuma, posisinya kembali lagi kembali lagi membuat ujung puting payudaranya hampir mengintip keluar.

“Udah terlanjur. Ga apa-apa deh, pakai kimono aja. Ga enak sama Pak Hasbi kalau ditinggal dulu, beliau kan udah repot-repot mau nganterin minuman itu.”

“HAAH!? Maksud Abang aku harus melayani dia dengan pakaian begini!?” Shinta jelas kesal dengan sikap suaminya.

Bang Ardian ini belagak bloon, asli ga paham, atau bagaimana sih? Bisa-bisanya nyuruh istrinya nemenin laki-laki seperti ini dengan baju yang terbuka? Biar kata Pak Hasbi udah tua renta bau tanah, tapi kan dia tetap laki-laki normal.

Ardian berlari kecil untuk masuk ke dalam rumah, mengambil kimono yang digantung di dekat kamar mandi dan mengantarkannya untuk dipakai Shinta, “Udah pakai ini aja. ga apa-apa sebentar saja kok. Dia itu sudah sepuh, Ma. Orang tua seperti dia bisa apa sih? Didorong juga jatuh! Nggak usah parno ah! Dia tidak berbahaya kok. Percaya deh. Jangan suka negative thinking.”

Duuuuh, seandainya saja bang Ardian tahu apa yang terjadi semalam!

“Bang! Kamu ini…!”

Kalimat Shinta terhenti, tidak mungkin dia bisa menceritakan apa yang terjadi semalam. Bagaimana bisa ia cerita pada sang suami kalau semalam pria tua di hadapan mereka ini sudah melecehkan tubuhnya? Shinta menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Apa-apaan sih ini? Kenapa ini semua terjadi begitu cepat dan membuatnya tersudut tanpa ia bisa pergi untuk berlari?

Karena paksaan dari sang suami, Shinta hanya bisa pasrah.

“Baiklah…”

Ardian tersenyum senang dan mengangkat jempolnya.

Tidak lama setelah itu Ardian masuk ke dalam rumah terlebih dahulu untuk mandi. Meninggalkan Shinta dengan sang predator tua.

“Hehehe, Mbak Shinta, apa kabar, cah ayu?”

“Si-silahkan duduk, Pak.”

Pak Hasbi pun dipersilahkan masuk ke ruang tamu.

Pria tua itu lalu duduk di salah satu sofa yang ada. Sedangkan Shinta ikut duduk di salah satu sofa yang lain. Setelah Ardian hilang dari pandangan, mata tua Pak Hasbi yang mesum itu tidak sungkan lagi memandangi tubuh molek Shinta yang setengah telanjang. Meski sudah mengenakan kimono untuk membatasi pandangan Pak Hasbi, tetap saja sebagian tubuh mulusnya terlihat karena kimononya sangat pendek dan gagal membungkus tubuhnya.

Apalagi saat duduk di sofa, ujung bawah lingerie yang dikenakan Shinta tertarik ke atas. Hal tersebut tentu membuat paha indah Shinta yang putih mulus terpampang dengan jelas.

Kimono yang dikenakan Shinta gagal total, karena selain kekecilan juga tidak ada ikatnya. Gimana sih ini Bang Ardian? Shinta mengutuk sang suami yang tidak peka sama sekali.

Di depan Shinta, Pak Hasbi bagaikan seekor serigala liar yang mengeluarkan liur dan menjulurkan lidah karena tengah mengincar mangsanya. Air liurnya benar-benar hampir menetes melihat keseksian tubuh Shinta. Matanya menyeringai siap menerkam tubuh indah ibu muda itu kapan saja.

“Gimana, cantik? Bener kan kata-kataku semalam? Cepat atau lambat kamu pasti akan jatuh ke pangkuanku. Hehehe.”

Cuih! Kalau bukan karena terpaksa, aku tidak sudi melakukan ini. Awas saja kalau Bapak sampai memperdaya Bang Ardian!”

“Hahahahaa! Terpaksa tidak terpaksa aku tidak peduli, yang aku mau hanya tubuh indahmu! Persetan dengan hatimu, hahaha.”

“Kurang ajar! Tua-tua mesum! Aku benar-benar tidak menyangka! Orang seperti Pak Hasbi itu sudah bau tanah tapi masih tetap saja bejat!”

“Nah, sekarang sudah menyangka kan? Hahaha. Ya wes, nunggu opo meneh? Tunggu apalagi? Justru mumpung suamimu yang bodoh sedang mandi, sini cah ayu! Duduk di pangkuanku!!”

“Hah!? Se-sekarang!? Yang benar saja! Kalau Bang Ardian tiba-tiba keluar gimana? Jangan ngawur, Pak!”

“Halah! Justru kalau kamu belibet, suamimu itu bakal lihat! Makanya cepetan!”

“Pak! Aku sudah mau menuruti permintaan bapak, tapi tidak begini juga caranya!!”

Kakehan cangkem! Kamu yang kesini atau aku yang kesitu?” Pak Hasbi sedikit membentak dan membuat Shinta ketakutan.

Ibu muda itu sudah seperti di skakmat. Langkahnya di papan catur sudah mati.

Tidak ada pilihan lain baginya. Berontak pun percuma, suaminya bahkan tidak percaya dengannya sedangkan bajingan tua di depannya itu punya kartu As miliknya. Ia bergetar dan gemetar ketakutan. A-apa yang harus dilakukan? Ada bulir air mata yang berkumpul di penghujung matanya.

Ibu muda jelita itu menghela napas panjang dan mengumpulkan keberanian yang mulai terkikis. Kenapa dia selemah ini? Kenapa sebodoh ini? Dia terjebak dan tak ada jalan memutar. Dia harus menjalaninya dan berharap yang terbaik.

Shinta pun akhirnya bangkit dan mendekat. Dengan langkah gemetar dia menghampiri sang pria tua.

“Nah gitu dong. Sini, cah ayu.”

Pak Hasbi lalu mengangkangkan kakinya. Shinta lalu memposisikan diri di kedua paha Pak Hasbi sebelum membalikkan badan.

Shinta memejamkan mata.

Emhh…

Sekali lagi Shinta merasakan batang raksasa itu. Kali ini pantat bulatnya yang dibuat takjub dengan ukuran benda tersebut. Meskipun tidak terima dengan perlakuan tidak senonoh yang dia terima, tapi Shinta hanyalah wanita biasa. Ada kalanya sisi lain dari jiwanya membayangkan bagaimana rasanya jika benda sebesar itu masuk dan mengobrak-abrik liang cintanya.

Belum lagi dia juga teringat dengan obrolannya dengan Sabrina siang tadi. Tentang ukuran dan kenikmatan. Tentang…

Bodoh! Apa yang kamu pikirkan! Aku tidak boleh menyerah begitu saja. Aku wanita terhormat. Benda semacam ini tidak boleh membuat pendirianku goyah.

Shinta gemetar menahan semua rasa yang bergejolak di dalam dada.

Ta-tapi…ini benar-benar besar banget. Ya Tuhan…

Kimono yang dikenakan Shinta dilepas oleh Pak Hasbi dan dilempar ke samping.

Tangan pria tua itu bergerak dengan jahanam, menyusuri keindahan tubuh si mungil dengan bebasnya, “Mulus sekali pahamu, cah ayu. Semulus lenganmu, dan tentunya semulus susumu. Bagaimana rasanya kontolku? Sebentar lagi tubuh indahmu ini akan jadi milikku seutuhnya, sebentar lagi kontol perkasaku ini akan menyodok-nyodok memek sempitmu itu. Sudah berasa kan ini di pantatmu? Hehehe.”

“Paaaak! Sudah ya? Bang Ardian pasti sebentar lagi selesai mandinya, nanti kalau…aww! Lh-Lho kok malah diremaaas!? Tolong lepasin, Pak! Ja-jangan di remas!”

“Hehehe, susumu ini sekel banget loh, kenceng banget,” tangan sang pria tua sudah tak sabar lagi menjelajah buah dada sang ibu muda, “oh ya ya aku tahu, ini pasti karena kamu masih menyusui! Kira-kira kalau aku remas-remas seperti ini bakalan muncrat ga ya ASInya?”

“Ja-jangan pak, jangan di remas, na-nanti terlihat di…”

“Halah!! Ya ga apa-apa itu!! Kalau perlu biar banjir sekalian! Pria tua seperti aku ini butuh asupan susu biar sehat dan panjang umur! Kamu nggak keberatan kan kalau nyusuin bayi tua seperti aku ini? Hehehe.”

“Pak…! To-tolong jangan begini, Pak! Mmmhhh…! Aaaahh! Ahhh! A-aku mohon lepasin aku, Pak! Aku janji nurutin semua yang bapak inginkan, tapi ga begini juga caranya! Paaaak! Sebentar lagi Bang Ardian keluar dari kamar mandi!! Aaaaah… ahhh… Paaak!! Udaaah, Pak! Udaaaah! Dadakuu sakit!!”

“Hlah? Masa sih mau udahan? Memangnya kamu beneran ga penasaran sama yang ngganjel-ngganjel di pantatmu ini? Memang kamu ga tertarik ya buat secelup dua celup? Hahahahhaha.”

“Paaaaak! Su-sudah dong! Kalau seperti ini terus saya tidak bisaaa…” ucap Shinta yang hampir menangis. Matanya sudah memerah. Namun di saat ketakutan luar biasa yang dia rasakan, hal yang ia takutkan malah benar-benar terjadi.

“Lho? Mama? Pak Hasbi? Kalian sedang ngapain? Apa-apaan ini!?”

Tiba-tiba Ardian muncul dari dalam.

Tentu saja dirinya kaget dan marah tentunya melihat sang istri ada di atas pangkuan Pak Hasbi.

Dari sudut pandang baik Shinta maupun Pak Hasbi pria tersebut menatap mereka berdua seperti hendak menghampiri. Mungkin akan menghajar Pak Hasbi tentunya sebelum Pak Hasbi sempat membalas ucapan Ardian tadi. Shinta benar-benar ketakutan melihat suaminya, bibirnya gemetar hebat.

“Ba-Bang! Ini tidak seperti yang…”

“Tenang Mas Ardian, tadi itu tiba-tiba ada kecoa di dekat mbak Shinta. Makanya mbak Shinta ketakutan dan lari ke saya seperti ini. Maaf lho Mas, kalau saat ini terlihat agak gimana gitu. Sungguh saya tidak bermaksud kurang ajar atau tidak sopan terhadap Mbak Shinta, semua terjadi secara spontan. Bukan begitu, Mbak?” balas Pak Hasbi sambil memberikan kode kepada Shinta dengan elusan ringan di lengan istri Ardian yang jelita itu.

“I-iya, Bang, Ma-maafin Mama ya. Tadi takut soalnya a-ada kecoa di situ…” Shinta menunjuk arah di dekat kaki Ardian, “Mana kecoanya bisa terbang lagi! Mama takut…”

“Oalaaaaah, begitu, di mana kecoaknya?”

Ardian yang tadinya mau marah tiba-tiba langsung bisa mengendalikan emosinya. Dia lalu melihat dan mencari-cari kecoa di area yang ditunjuk oleh Shinta.

“Tadi saya juga sempat melihat, Mas, kayaknya sih tadi lari ke pojokan di belakang Sofa,” ucap Pak Hasbi ikut menjawab.

Ardian lalu melanjutkan usaha pencariannya ke sisi pojok ruang tamu tersebut. Matanya terus mencari-cari kemana kecoa sialan itu berada.

Tapi…

Tanpa disadari oleh Shinta ataupun Pak Hasbi, mata Ardian sebenarnya sesekali juga melirik ke arah dua orang yang sedang berpangkuan tersebut. Kemaluan Ardian langsung tegang sejadi-jadinya melihat momen langka seperti ini.

Sial! Sial! Sial! Shinta terlihat hot banget dipangku Pak Hasbi seperti itu! Apalagi pahamu yang mulus itu, sayang! Kelihatan kemana-mana!! Anjing!! Gila!! Ngebayangin kulit mulus Shinta bergesekan langsung dengan kulit kasar dan keriput bandot tua itu, rasanya udah kaya mau muncrat aja.

Untuk beberapa saat Ardian masih jongkok dan atau kadang merangkak di belakang sofa yang berseberangan dengan yang diduduki oleh Pak Hasbi dan Shinta. Sementara itu Pak Hasbi semakin berani saja memanfaatkan suasana ada.

Hmm…si Ardian ini emang bego atau punya kelainan ya? Sudah jelas-jelas istrinya aku pangku seperti ini tapi dia berlaku seolah tidak terjadi apa-apa. Orang aneh. Masa dia percaya bualanku? Jangan-jangan dia memang sengaja sok bego? Ah masa sih? Tapi anak muda jaman sekarang memang aneh-aneh. Kebanyakan nonton film porno kali ya? Fantasinya jadi aneh-aneh. Zaman memang sudah gila. Edan!!

Batin Pak Hasbi yang lantas mendapatkan sebuah ide gila. Sangat gila tentunya bagi Shinta.

“Kamu dengarkan aku baik-baik. Aku tidak suka bermain kasar, tapi jangan pernah meremehkan aku. Biar kata sudah tua begini aku masih berani kalau hanya untuk berduel dengan bocah lembek seperti suamimu itu,” bisik Pak Hasbi di telinga mungil Shinta.

“Ba-bapak jangan menyakiti suami saya!”

“Hahaha, kamu masih cinta sama dia? Bocah lembek yang bolak balik nganterin istri orang itu masih saja dibelain? Hahahaha. Pokoknya kamu harus menuruti permintaanku! Kalau kamu berontak, aku tidak akan segan-segan meskipun di sini ada suamimu.”

“Bapak benar-benar sudah gila! Nyebut Pak! Nyebut!”

“Jangan ngajarin aku harus bagaimana! Kalimat mujarabku itu begini: ‘ayo cah ayu, goyang pinggulmu lebih kenceng lagi’ gitu, huehehe.”

“Gila!”

“Jadi, sekarang kamu berdiri sedikit, lalu lepas celana dalam mu pelan-pelan.”

“Bapak!!”

“Terserah kamu mau nurut atau mau buat ribut satu komplek?”

Shinta pun bergidik ngeri. Membuat kegaduhan jelas bukan ide yang bagus. Nama baiknya dan Ardian pasti akan tercoreng. Belum lagi Pak Hasbi sudah dengan lantang tidak takut bila harus berduel dengan suaminya. Meskipun sudah tua, tapi Shinta tidak yakin juga suaminya yang hanya terbiasa melakukan pekerjaan kantoran itu bisa menang mudah melawan Pak Hasbi yang terbiasa melakukan pekerjaan kasar.

Bang Ardian juga ngapain sih malah sibuk nyari kecoa kaya orang bego gitu? Bukannya kesini dulu narik istrinya dari si tua bangka.

Tidak ada pilihan lain bagi Shinta. Ibu muda cantik itu lalu setengah berdiri sambil memperhatikan gerak-gerik suaminya. Saat suaminya sedang melihat ke arah lain, dengan cepat dia memelorotkan celana dalamnya dan menyembunyikannya di sela-sela dudukan dan sandaran sofa.

Tanpa disadari Shinta, ternyata Pak Hasbi juga melakukan hal yang sama, hanya saja pria tua tersebut hanya memelorotkan celana kolor yang dia kenakan sebatas kemaluannya bisa keluar. Dan akhirnya kemaluan dari kedua insan berlainan jenis dan berbeda usia yang sangat jauh itu bertemu secara langsung.

“Aahh…” dengan spontan Shinta melenguh pelan, dia langsung menggigit bibir nya sendiri agar lenguhannya tidak semakin panjang.

Ahh…besar sekali…terasa banget ngegganjel di antara paha. Ya-yang seperti ini pasti tidak mungkin bisa masuk ke… ke… punya aku…

Seluruh tubuh Shinta merinding membayang sekali lagi bagaimana besarnya kemaluan Pak Hasbi yang sudah tegang tersebut. Tegang, besar, keras, dan panjang.

“Sekarang kamu berdiri lagi sedikit, lalu arahkan kontolku ke lubang memekmu ya cantik.”

“Haaaaah!? A-aku mohon sudah…” ada getaran di suara Shinta, seperti menahan tangis.

“Kamu pikir aku main-main?”

Lagi-lagi Shinta kena mental dengan ancaman si bandot tua. Dia lalu mengangkat tubuhnya dan mencoba memperhatikan suaminya yang seperti orang bego itu. Saat sang suami sedang tidak memperhatikan dirinya, ibu muda menggenggam batang penis raksasa milik Pak Hasbi dan mengarahkannya arah bibir vaginanya.

A-astaga! Besar sekali! Bahkan tidak bisa aku genggam penuh! Tidak mungkin! Tidak mungkin yang segini bisa masuk. Kalau miss vku sudah basah saja belum tentu bisa masuk, ini masih kering kaya gini disuruh masukin, pasti ga bisa.

“Tidak mungkin bisa masuk pak, punya bapak terlalu besar, punya aku juga belum basah, pasti sakit…” bisik Shinta ketakutan.

“Digesek-gesek saja dulu kalau gitu, nanti lama-lama juga becek, hehehe.”

“Nanti bang Ardian curiga…”

“Ya biarin aja, biarin dia mengira kalau sebenarnya kamu ini hanya pura-pura takut, padahal sejatinya memang ingin nyobain keperkasaan kontolku.”

“Bapak!”

“Hehehe, sudah cepetan! Pelan-pelan saja makanya.”

Shinta pun mengalah, karena sepertinya percuma juga untuk berdebat dengan bangkotan tua ini. Shinta mulai menggerakkan tubuhnya naik turun dengan perlahan. Hal tersebut membuat sisi atas penis Pak Hasbi menggesek-gesek bibir kemaluannya.

“Ahh…”

Shinta melenguh. Namun lenguhan kali ini lebih kencang dan panjang. Hal tersebut tentu membuat Ardian mengangkat kepalanya dari balik kursi dan menatap ke arah Shinta di pangkuan Pak Hasbi.

“Mama? Kenapa, Ma? Kok badannya gerak-gerak gitu?”

“Eh, i-ini Bang, emhh… ka-kaki aku kesemutan! Ta-tapi aku masih takut kalau harus duduk sendiri,” balas Shinta sambil menarik ujung lingerie depannya ke bawah. Dia tentu tidak mau suaminya melihat apa yang sedang terjadi di bawah sana – gesekan kemaluan antara Shinta dan Pak Hasbi.

“Hahaha, Mama ini ada-ada aja, lagian sama kecoa kecil aja pakai takut, yaudah untuk sementara Mama dipangku sama Pak Hasbi saja dulu ga apa-apa. Ini nyariin kecoanya belum dapet-dapet nih, mana sih dia?” balas Ardian dengan girang sambil mencari kesana-sini.

Tentu saja ucapan Ardian itu terdengar aneh baik oleh Shinta maupun Pak Hasbi.

Gimana sih!? Bang Ardian sudah gila?! Tolongin aku dulu kenapa sih? Jadi suami kok dodol banget. Huh! Apa jangan-jangan kamu sudah tidak peduli lagi sama aku? Betul, yang kamu pedulikan sekarang pasti hanya Intan kan? Makanya kamu cuek saja istrimu ini dpangku sama bandot tua cabul begini? Bener-bener keterlaluan si Intan! Awas ya kamu. Ini sudah tidak bisa didiamkan. Gara-gara kamu suamiku jadi cuek begini. Awas saja. Tunggu pembalasanku nanti. Akan aku buat hidupmu sengsara. Lihat saja nanti.

Shinta terus memaki dalam hati. Kodratnya wanita adalah memang mudah cemburu. Dan kalau sudah cemburu, entah siapa yang mulai duluan, yang salah tetaplah si pelakor.

“Bagus. Kamu memang pintar, cah ayu. Sudah pintar cari alesan, hehehe… ayo anak pintar, dicoba lagi, sepertinya memek kamu sudah becek,” bisik Pak Hasbi dengan suara yang parau karena menahan birahi yang sudah sampai di pucuknya.

Air mata Shinta menetes. Gabungan antara penyesalan, rasa bersalah, rasa marah, rasa benci, dendam, dan kebencian tertangkup dalam satu kepasrahan yang mewujud.

Shinta yang semakin lama semakin kesal dengan sikap suaminya seolah jadi mengiyakan saja perintah Pak Hasbi. Dia arahkan kembali ujung kepala jamur raksasa milik Pak Hasbi ke bibir vaginanya lalu menekan tubuhnya sendiri ke bawah, namun tetap saja masih susah masuk. Memang luar biasa besarnya kemaluan Pak Hasbi ini.

“Su-susah pak… sshhh…” keluh Shinta.

“Apanya yang susah, Ma?”

Tanpa Shinta duga, justru Ardian yang masih saja berpura-pura mencari kecoa itu membalas ucapannya.

“Eh, i-itu… emmhhh… susah banget kayaknyahh yaahhshhh…? Nya-nyari kecoaknyaaa?”

“Iya nih, ga ketemu-ketemu,” balas Ardian pura-pura acuh.

Sebenarnya suami Shinta itu sudah mulai mencurigai gelagat buruk istrinya dengan Pak Hasbi. Tapi karena memang Ardian bukanlah suami yang normal, hal tersebut justru membuat jantungnya semakin berdebar.

Itu Shinta lagi ngapain ya? Mana ngomongnya mendesah-desah gitu? Hot banget kampret! Ga sabar pengen coli. Tapi gimana ya caranya? Gila, lihat tubuh Shinta yang seksi itu di pangkuan si bandot tua! Ugh!

Ardian berpikir dan berpikir. Dan terus berpikir. Lalu…

“Ma, ini kayaknya ga bisa dibiarin nih,” ucap Ardian.

“A-apanya?”

“Kecoanya lah. Takutnya nyelip kemana gitu, belum lagi kalo bawa rombongan temennya.”

“Te-Terusshh?”

“Aku ke warung depan dulu ya, mau beli semprotan serangga.”

“Haaah!? Ma-mau ngapain? Terusshh aku gi-gimana…? Ahh… aaaahhhmm… aduuuh… ehhmm… aaah…”

“Mama ga usah takut, kan ada Pak Hasbi.” Ardian bangkit dan berjalan melewati sang istri yang menatapnya dengan air mata menetes, “Pak Hasbi, minta tolong titip jagain istri saya dulu ya, ga apa-apa kan? Soalnya takut kalau ga disemprot, bisa-bisa masuk kamar.”

“Nah betul itu, Mas Ardian. Betul harus disemprot supaya tidak kabur, kalau perlu nanti saya bantuin nyemprot ya Mas, hehehe,” balas Pak Hasbi girang sembari menyeringai.

Agak lain memang suami si Shinta ini.

Shinta melotot tak percaya melihat suaminya justru pergi meninggalkan ia dengan sang bandot tua sendirian. Mana ada suami seperti ini!? Ardian kepalanya kepentok apa? Tega banget ninggalin Shinta seperti ini?

Ya ampuuuun, kamu tuh kenapa sih, Bang? Sampai segitunya kamu teralihkan oleh Intan? Secuek itu kamu sama aku? Tega ya kamu ninggalin aku berdua saja sama aki-aki ini?

“Ta-tapi… hkkkkghhh…!” protes Shinta sambil menahan rasa, bibirnya bergetar menahan tangis yang sudah ada di ujung mata.

Ujung kepala penis raksasa si bandot tua itu sudah membelah bibir vaginanya namun masih saja tetap sulit untuk menerobos masuk. Dia pun pasrah dengan keadaan. Setelah Ardian pergi, dengan rakus Pak Hasbi menjilati tengkuk Shinta hingga ke daun telinganya.

“Sudah waktunya bagimu untuk bisa kusetubuhi malam ini, sayang.”

“Ahhhh… ja-jangaaan, Pak! Eshhhh…”

“Suamimu sudah pergi. Ayo cepat masukan lebih dalam lagi!”

“Susahhh Paak! Aahhh… ga muaaaaaaath!”

“Ternyata sesempit itu ya memek mu, hehehe. Kamu berdirilah dulu, cah ayu.”

Shinta pun berdiri, namun karena mentalnya sudah terpukul dengan perilaku Ardian, ia seperti lemas tak berdaya bagaikan sapi yang dicocok hidungnya, mau saja melakukan perintah Pak Hasbi. Sirna udah keinginannya untuk kabur.

Bang Ardian… Bang Ardian… Bang Ardian… kamu pergi meninggalkan aku, Bang… kamu memilih pergi… kamu memilih Intan… kamu memilih Intan, Bang. Aku sama siapa, Bang? Aku sama siapa? Kenapa kamu pergi?

“Kamu tahu kan harus apa biar kontolku jadi licin?” tanya Pak Hasbi. Shinta hanya bisa mengangguk. Dia lalu berlutut dan mendekatkan kepalanya ke kepala penis sang pria tua. Shinta lalu mengumpulkan air liur sebanyak-banyaknya sebelum meludahkannya ke ujung kepala jamur si bandot.

Juuhj!!

Shinta meludah. Lalu meratakannya ke seluruh permukaan penis Pak Hasbi.

Juuhh!!

Shinta meludah lagi dan meratakannya kembali. Dia lalu mengocok pelan batang berurat itu. Air matanya meleleh deras, tapi dia tidak sesunggukan. Dia dendam dan marah besar. Persetan dengan suaminya. Toh saat ini yang ada di pikiran suaminya hanya Intan saja bukan? Lalu ngapain dia harus menjaga harga diri kalau begitu? Ngapain dia harus menjaga kesucian pagar ayu?

Senyum penuh kemenangan tersungging dari wajah Pak hasbi.

Mimpi apa aku semalam? Ternyata semudah ini mendapatkan si molek. Tahu begini sudah dari dulu aku dekati si Shinta yang cantik imut-imut ini. Tangannya mulus banget lagi, kocokannya enak banget. Asli bisa ketagihan main ke rumah ini aku.

“Nah, gitu dong, ndak usah malu-malu lagi ya, cah ayu. Kalau nurut gitu kan ga perlu dipaksa, jadinya kan sama-sama enak, hehehe.”

Bangsat! Kalau bukan karena syebel sama si Intan itu, mana mungkin aku mau ngelakuin ini semua!? Dasar bandot tua mesum!

“Kok diem aja sih cantik? sudah siap dengan menu utama malam ini?”







BAGIAN 11-A SELESAI.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 11-B



TOMORROW : Shinta Part 2!
NEXT WEEK : Time for Maya!
 
Di bawah mungkin, tapi sedikit ingin bertanya part 18 kapan di uploaddd sis Fathimahh

Baru 2,000 kata ... Nanti kalau selesai pasti langsung upload
Tahu lah, aku tuh paling butuh waktu kalau bikin scene ekse, ehh
 
Gillak tiap Minggu update sekarang, saya sebagai pembaca setia dan sebagai penghormatan atas karya masterpiece ini harus bertanggung jawab dengan membaca dengan seksama dan melakukan review terhadap cerita ini, jujur agak kewalahan bahkan 2 bagian cerita yaitu cerita bagian 10 dan 11 belum saya sempat baca dan dalami, konsep cerita ini berubah dari yang awalnya murni dari suhu @killertomato menjadi collabs dari 4 penulis hehehe, sesuatu hal yang baru di dunia cerita panas ini karena biasanya collabs itu 2 orang sekarang malah menjadi 4, tantangannya adalah bagaimana membuat ke-4 penulis ini selalu mood menulis dan menyelesaikan cerita, saya harap semua penulis yang ada dalam cerita ini selalu dalam mood mupeng dan semangat menulis agar jalannya cerita dan lancarnya update selalu terjaga

Ok, It's review time hehehe

Dengan cerita Nisa di Bagian 9 lengkaplah semua karakter diceritakan di fase ke 3 cerita Tujuh ini, mungkin apabila diberi sinopsis singkat maka fase pertama ada pada bagian 1 s/d sebagian bagian 3 adalah perkenalan baik karakter dan potensi konflik untuk fase selanjutnya, fase kedua ada pada sebagian bagian 3 s/d 4 menceritakan tentang eksplorasi awalan dari konflik, fase ketiga dari bagian 5 s/d 8 adalah lanjutan dari konflik itu sendiri, yang menceritakan lebih dalam dan mendetail masing-masing karakter, bagian 5 dan 6 barangkali sudah dibahas banyak orang termasuk saya sendiri, izinkan saya membahas bagian 7 dan 8 dimana tokoh Reva, Intan, Ayu dan Nisa mendapatkan giliran ceritanya

Bagian 7

Bagian 7 di cerita 7 yang masih menggunakan format a dan b, menampilkan tokoh favorit saya dan banyak pembaca yang saya amati di comment ini (voting sengaja gak dilihat karena banyak sillent reader di dalamnya hehehe), Reva Dwi Adinda harus rela "hampir" diperkosa oleh Sadikin di chapter ini, Sukirlan yang datang sebagai superhero padahal dia adalah Mastermind di belakang tragedi tersebut datang, pada cerita ini kelihatan sekali Sukirlan ingin dilihat sebagai pahlawan di mata Reva, yang membuat Reva menjadi bergantung kepada Sukirlan dengan harapan cinta tulus Reva akan berpindah dari Prima ke mas Lan hehehe, tentunya kejadian penyelamatan tersebut mungkin tidak sekali dua kali dan harus sering agar persepsi Reva yang sudah kuat kepada Sukirlan bisa berubah, masalahnya waktu Reva di kampung Growol itu bukan waktu yang lama, yang menjadi tantangan adalah bagaimana merubah persepsi Reva kepada Sukirlan yang awalnya benci menjadi cinta di tengah keterbatasan waktu tersebut, sebenarnya ada potensi Reva juga bakal di eskploitasi Sukirlan di chapter selanjutnya, karena Reva akan berkunjung ke Lapak Sukirlan untuk mengambil buah dan teh untuk calon mertuanya, bisa jadi Reva akan disuguhi teh yang sudah dicampur RSVP oleh Sukirlan untuk menikmati tubuh Reva, tapi teori yang kedua itu kok kayaknya tidak semasuk akal teori pertama, kalau Sukirlan memang mau menikmati tubuh Reva dengan paksaan kenapa tidak lanjut memperkosa Reva waktu Sadikin sudah melumpuhkan dan membuat tidak berdaya Reva, Sukirlan ingin tubuh dan hari Reva karena itu adalah jalan ninja pecinta sejati seperti Sukirlan hehehe, perihal Sadikin yang dendam ke Sukirlan dan ingin membuat Reva dilecehkan oleh orang lain apakah kisah ini akan mengingatkan kita dengan kisah Annisa dan kebrutalan pak Bejo and Geng di Episode RYT 11C, atau justru dengan kebrutalan tersebut justru Sukirlan akan menjadi pahlawan yang sebenarnya dan mendapati hati Reva dengan menyelamatkan dan mau menikahi si Reva meskipun sudah dipakai oleh orang banyak karena rasa bersalahnya Reva diperkosa ramai-ramai oleh Sadikin and The Geng, sebagai pembaca setia kita tunggu saja kelanjutannya, yang jelas jalan cerita Reva pasti akan panjang hehehe, btw sepertinya perlu dipertegas di chapter selanjutnya suhu mengenai ukuran buah dada Reva soalnya Sukirlan mengganggap besar tapi Sadikin mengganggap tidak terlalu besar, apa ini tentang perspektif yang berbeda-beda tiap manusia hehehe

Bagian 7B adalah bagian dari Intan yang ditulis juragan Empang suhu @Balanewpati Intan yang akhirnya takluk dengan keadaan dan akhirnya menyerahkan kehormatannya kepada Pak Wing bosnya untuk menjadi lady escort papan atas harus mendapati dilema sepertinya tubuhnya akan dinikmati oleh Ayah Mertua, klient-klient pak Wing dan Bisa jadi juga adik Iparnya sendiri hehehe, jujur sebenarnya prediksi saya orang yang mendapatkan sex scene pertama adalah Intan ini dan di fase ketiga ini, tapi ternyata prediksinya agak meleset meskipun saya masih keukeuh memprediksi sex scene pertama di cerita ini tetap akan terjadi pada Intan atau Sinta hehehe, sebenarnya ada hal yang mengganjal kenapa pak Wing hanya meminta Blowjob pada saat Intan sudah mau menyerahkan seluruh tubuhnya sebagai tanda jadi? Kenapa harus diantarkan pulang ke rumah kalau opsi hotel melati banyak? Mungkin akan ada jawaban di chapter selanjutnya, btw dalam cerita ini ada bonus scene dari Shinta yang ada alur meloncat dari cerita di bagian ini yaitu scene menggambil HP Shinta di rumah pak Hasbi yang terjadi malam sebelumnya belum diceritakan dan apabila sudah diceritakan apakah scene tersebut akan menjadi sex scene perdana di cerita ini let's see di fase keempat cerita ini yang mungkin temanya adalah penaklukan awal si beauty yang penuh sex scene kecuali si Maya hahaha (Review ini ditulis sebelum cerita Shinta muncul dan saya putuskan untuk belum membaca cerita Shinta dulu agar ada element sureprise hehehe)

Bagian 8

Pada bagian ini berfokus pada Ayu yang jujur belum mendapatkan porsi pengenalan karakter dan konflik yang mendalam di fase 1 dan 2, seingat saya Ayu baru mendapatkan 1 scene waktu awal bertemu dengan Genep, menjadi tantangan dan keuntungan sendiri bagi suhu @Augustus dalam mengembangkan cerita kedepannya karena karakter dan jalan cerita bisa dibuat dengan patern yang disukai oleh penulis karena belum ada cerita detail yang membatasi penulis untuk menulis sesuai gayanya, karena masih pendalaman karakter juga masih belum banyak yang bisa diexplore dari cerita ini, kecuali ada kecurigaan bahwa Ayu ini ada yang "mengerjai" waktu dia tidur dibuktikan dengan handuk yang sudah tidak menempel pada tubuhnya dan cairan vaginanya yang basah, kalau bener Ayu dikerjain Apakah ada tokoh Beast di luar Cluster, kampung Growol atau Desa Bawukan?, ada Tokoh pak RT juga di cerita ini tapi sepertinya tokoh pak RT ini hanya untuk Amy bukan untuk Ayu, jatah Ayu cukup Ganep dan Mbah Jo hahaha, oh iya btw sex scene di cerita ini gak dihitung ya hu hehehe, karena sebenarnya sudah diprediksi sebelumnya kalau si Ayu itu hanya mimpi hehehe, dan lagi cerita pemerkosaan yang dialami dalam dunia mimpi juga pernah ditulis oleh suhu @august pada saat scene Nayla dan pak Benny hehehe, karena sex scene di chapter ini cuma mimpi jadi masih ditunggu nih sex scene pertama akan didapat oleh siapa, btw si Erick ini sepertinya pria hidung belang ya, apakah nantinya Erick akan menjadi awal malapetaka yang menimpa Ayu ini? Btw kenapa si Kembang Desa gak diexplore suhu? Atau jangan-jangan si Kembang Desa sudah jatah dari si Sukirlan hahaha, oh iya ukuran 34B itu sebenarnya kecil Lo suhu @Augustus kalau di perspektif saya, tidak sampai sepenangkupan tangan, mungkin yang cocok dengan ukuran tersebut itu si Nisa, Ayu yang sedari awal digambarkan dengan buah dada yang sentosa sepertinya tidak diukuran tersebut, mungkin kalau saya bayangkan ukurannya di 34 D atau 36 D hehehe (Btw suhu Agustus a.k.a Topi Jerami di banned ya? Kok tidak bisa di tag)

Bagian 9

Cerita dimulai saat Nisa dan suaminya Haris sedang telpon yang mengabarkan tentang keterlambatan kepulangan si Haris, masih seperti prediksi sebelumnya yang mana kemungkinan si Haris ini akan menjadi korban kecelakaan pesawat dengan beberapa tanda-tanda sebelumnya ada salah satu kalimat unik dari dirinya untung sang istri di Bagian 9 ini "Lagian selain Yuna, Ummi kan sudah punya teman baru disana sebagai pengganti Abi" yang oleh suhu @killertomato diarahkan kepada sosok mang Juki di cerita ini, Nisa ini begitu istimewa hampir semua pria dalam cerita ingin memperkosa dan menikmatinya kecuali si Juki yang entah bagaimana ingin menjaga wanita pujaannya itu, meskipun Juki sudah memiliki Yura namun sepertinya hatinya tetap miliki Nisa hehehe, ingat Juki maka kok jadi ingat tokoh Paidi dalam Ranjang yang Ternoda, terlebih Paidi dan Alya yang sudah terkenal di serial cerita Ranjang Yang Ternoda juga muncul sebagai cameo di cerita ini bersama juga dengan Amanda, Astari, Jodi dan Raharjo di cerita Tak Seindah Kisah Cinta di dalam Novelnya suhu @fathimah juga Ada Ustadzah Rachel di Ada Cerita di Pesantrennya Topi Jerami dan Roy dan Sherly di Juragan Empangnya @Balanewpati, kehadiran cameo tersebut seperti membuat sah kolaborasi keempat penulis dan menempatkan cerita-cerita mereka dalam universe yang sama hehehe
Apabila tokoh Juki akan menjadi superhero yang menjaga Nisa, lalu pertanyaan selanjutnya siapa yang mengirimkan foto penis dan menelpon serta mengganggu Nisa dan akan berjanji untuk menikmati tubuh Nisa? Kalau asumsi saya tokoh yang paling masuk akal melakukan hal tersebut adalah pak Tarun, kenapa tidak pak Juki? Karena sudah dijelaskan bahwa penis di foto itu lebih besar dari pak Juki, dan kenapa tidak Uwak Sobri? Yaaahhh jawabannya akan dijawab di pertanyaan selanjutnya di cerita ini
Mungkin Pertanyaan yang paling menjadi besar dalam cerita ini adalah, apakah Uwak Sobri akan menodai Nisa? Maka asumsi saya mengatakan tidak hehehe, kenapa? Karena disana ada Juki sang penyelamat, lagian sepertinya bukan gaya suhu @killertomato memotong scene exe di tengah-tengah hahaha
Sampai saat ini hanya ada 3 tokoh Beast potensial dalam alur cerita Nisa yaitu Uwak Sobri, Juki dan Pak Tarun, tapi ada satu tokoh lagi yang dikenalkan di cerita ini yaitu Eyang Wiryo, pertanyaannya Siapa Eyang Wiryo? Dan siapa cucunya yang menjadi model itu? Bukannya semua tokoh sudah diperkenalkan di cerita ini dan tidak ada gadis muda yang menjadi model, biar waktu dan suhu @killertomato yang menjawab heheheh
 
Gillak tiap Minggu update sekarang, saya sebagai pembaca setia dan sebagai penghormatan atas karya masterpiece ini harus bertanggung jawab dengan membaca dengan seksama dan melakukan review terhadap cerita ini, jujur agak kewalahan bahkan 2 bagian cerita yaitu cerita bagian 10 dan 11 belum saya sempat baca dan dalami, konsep cerita ini berubah dari yang awalnya murni dari suhu @killertomato menjadi collabs dari 4 penulis hehehe, sesuatu hal yang baru di dunia cerita panas ini karena biasanya collabs itu 2 orang sekarang malah menjadi 4, tantangannya adalah bagaimana membuat ke-4 penulis ini selalu mood menulis dan menyelesaikan cerita, saya harap semua penulis yang ada dalam cerita ini selalu dalam mood mupeng dan semangat menulis agar jalannya cerita dan lancarnya update selalu terjaga

Ditunggu reviewnya untuk cerita Amy dan Maya ya hu, hee

Yg lewat ternyata bukan simbah2, tapi kecoa

Jadi beneran lewat nggak sih? Kok suaminya Shinta kayak serius banget gitu nyarinya?
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd