Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TUJUH (Kolaborasi Enam Penulis)

Tujuh bidadari, tujuh cerita. Yang mana favorit anda?

  • Nisa

  • Amy

  • Shinta

  • Intan

  • Aida

  • Ayu

  • Reva

  • Maya


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
BAGIAN 8
DATANG BEGITU SAJA



Entah bagaimana caranya,
Desa-lah masa depan kita.
Keyakinan ini datang begitu saja,
karena aku tak mau celaka.

Desa adalah kenyataan,
kota adalah pertumbuhan.
Desa dan kota tak terpisahkan.
Tapi desa harus diutamakan
.”

“Desa”, Iwan Fals




Ayu semakin panik karena saat ini ada dua orang yang secara terang-terangan meremas-remas buah dadanya. Mbah Jo sebagai salah satu pelaku terlihat bingung, namun bingungnya seperti senang. Bagaimana tidak senang kalau tiba-tiba saja di tengah hari bolong seperti ini, dia bisa meremas-remas payudara seorang dara yang tidak hanya jelita, tetapi juga memiliki buah dada ranum yang ternyata sangat menggemaskan. Ukuran dada Ayu memang cukup sentosa.

“Ahhhhmmm... Ahhh...” Ayu menggigit bibir bawahnya.

Dia sebenarnya ingin berontak dan menolak pelecehan seperti ini. Secara logika normal dia akan mengamuk apabila diperlakukan seperti ini oleh orang yang bahkan tidak dia kenal. Tapi pertama sekali, dia butuh melakukan KKP di tempat ini dan tidak ingin membuat masalah. Kedua... Ganep bukanlah pemuda normal. Setiap saat dia bisa kambuh dan mengamuk tiba-tiba.

Kalau dia sudah mengamuk, siapa yang akan bisa menghentikannya?

Aduh... bagaimana ini? Dada kiri diremas Ganep dengan kasar, dada kanan diremas Mbah Jo yang cengengesan. Ayu mulai meneteskan air mata. Dia bingung dan tak kuasa harus apa.

Bagaimana ini? Tidak ada yang menolongnya.

Mana sih mas Erik?

Kenapa dia tidak segera datang?

“Ihihihik... Ayuu... Ihihihik... Susu Ayu bulat-bulat” tawa Ganep cengengesan saat tangannya dengan nakal terus meremas-remas payudara mahasiswi cantik itu.

“Sudaaahh... aaahhh… hentikaann.... Jangaannn diremaasss terusss... Aaahhhh... Aaaaahhhhh...” desahan Ayu makin kencang. Bukannya kasian, suara manjanya justru membuat mbah Jo mengeraskan remasannnya.

Mimpi apa dia semalam? Mungkin setelah ini, dirinya harus mentraktir keponakannya itu nasi warteg favoritnya karena telah membuatnya mampu meremas dada bulat milik Ayu, sang dara muda yang sedang mereka lecehkan secara sadar.

“Maaaf mbaakk. Saya gak bisa menolaknya. Saya harus melakukan ini terus demi keponakan saya. Mbak tahu sendiri bagaimana nanti kalau dia sudah mengamuk,” ujar Mbah Jo yang dalam hati tersenyum menikmati tonjolan indah milik sang gadis muda.

“Tappiii Paakkk… cukuuuup… toloonggg sayaaaa... Mmpphhhh. Jangan diremas terusss. Aaahhhhh. Aaahhhh. Aahhh paaakk. Aaaahhhhh” Desahan Ayu semakin keras. Tubuhnya bahkan sampai menggeliat saat dilecehkan secara terus menerus oleh keluarga ODGJ tersebut.

“Ihihihik. Ayu yang ayu. Ihihihik.” Ganep tak henti-hentinya cengengesan. Pemuda sableng itu terus memainkan payudara Ayu selayaknya mainan favoritnya.

Ayu pun terus saja mendesah. Ia merasa tak kuat. Ia rasanya ingin menjerit keras lalu mendorong kedua orang dari keluarga bejat itu menjauh darinya.

“Bapaaakkk. Stopppp. Stoopppp. Uuhhhhhh. Sudaahh yaaa. Sudaahhhh. Mbak gak kuat. Mbaaakk… tidak bisaaa… Aaaaaahhhhh.” Ayu menjerit saat pentil susunya dicubit lalu ditarik oleh Ganep.

“Ihihihik. Susu Ayu ditarik-tarik. Tarik-tarik.” Ganep terus saja bertingkah. Ia memainkan susu dara ayu itu sesukanya.

Susu Ayu diremasnya. Lalu ditarik pentilnya. Kadang ditekan. Kadang dicubit. Kadang dipelintir. Mata Ayu sampai berkaca-kaca. Ia ingin menangis. Ia ingin menjerit. Ia tak bisa melakukan apa-apa selain pasrah. Ia hanya mampu membiarkan pemuda sableng itu bertindak sesukanya sampai puas.

Di saat bocah sableng dan om-nya yang gendeng itu terus menerus meremasi payudara Ayu. Tiba-tiba menggelindinglah bola bulat yang sebenarnya, masuk ke dalam rumah Ganep melalui pintu yang terbuka.

“Eh bola!! Bola bulat. Bola bulat.” Ganep langsung teralihkan pada bola sepak tersebut. Ia melepaskan payudara Ayu lalu beranjak menuju bola bulat tersebut.

Ayu merasa lega. Mbah Jo otomatis ikut berhenti setelah keponakan sablengnya itu juga berhenti meremasi payudara Ayu. Dalam hati Mbah Jo menyayangkan hal tersebut. Namun ia menahannya dengan memasang wajah datarnya.

Sedangkan Ayu merasa lega sejenak. Ia menangis. Ia menyeka air matanya yang jatuh membasahi wajah ayunya.

Disela tangisannya, Ayu menatap Ganep yang tengah duduk menggelindingkan bola sepak itu di lantai dari tangan kiri ke tangan kanan. Begitu pula sebaliknya. Ia terlihat seperti seekor kucing yang tengah bermain bola.



MBOK GIYEM & GANEP



MBAH JO

“Ma-maafkan kami, mbak Ayu. Bukan maksud kami untuk…” Ucap Mbah Jo terpotong.

“Sudah. Tidak perlu dibahas, Pak. Tidak apa-apa. Saya paham.” Jawab Ayu sesegara mungkin sambil mengambil tisu untuk menyeka air matanya itu.

“Anu… mbak Ayu. Mumpung ponakan saya lagi teralihkan. Mungkin mbak bisa pergi sekarang. Untuk masalah yang mbak tanyakan tadi, nanti biar saya tanyakan ke pak RT saja,” saran mbok Giyem.

“Baik, Bu. Terima kasih. Tolong nanti berikan kabar ke saya melalui nomor ini ya, Bu.” Balas Ayu sambil menyerahkan secarik kertas yang berisi nomor teleponnya. Mbok Giyem pun menerimanya. Entah kenapa wajah Mbah Jo menoleh-noleh seolah ingin menyimpan nomor cantik milik dara cantik itu ke dalam ingatannya.

Setelahnya, Ayu lekas mengucapkan terima kasih kepada keluarga aneh tersebut sebelum buru-buru pergi secara diam-diam tanpa sepengetahuan bocah sableng itu.

Akhirnya Ayu bisa keluar dari rumah yang memberikan kesan buruk itu. Dengan wajah bersungut-sungut ia lekas mengeluarkan hapenya dari dalam tas. Ia kembali menoleh ke belakang untuk memastikan pemuda pengidap ODGJ itu tidak mengikutinya. Dengan perasaan kesal ia segera memencet nomor untuk menghubungi seseorang yang ia nanti-nanti sedari tadi.

Tuttt. Tuttt. Tuttt.

“Beb, ayo dong. Kamu kemana aja sih? Kenapa kamu tega ninggalin aku!” gerutu Ayu dengan kesal, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, mencoba mencari sang kekasih dan mobilnya yang tidak kunjung terlihat.

Beruntung panggilan segera tersambung.

Halo? Ay?” Erik membuka percakapan.

Ayu pun langsung menyerocos untuk menanyakan keberadaan pacarnya itu. “Ih nyebelin!! Beb, kamu lagi di mana sih?! Kamu kemana aja?! Kamu pergi ya? Kok lama banget? Katanya tadi mau ambil mobil sebentar, tapi kenapa sampe sekarang belum keliatan? Beb, kamu ada di mana? Nyebelin banget sih! Tau gak sih, kalau tadi aku sampai harus…”

Ayu terhenti karena ragu untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Ay, maafin banget. Sumpah, aku tadi niatnya juga langsung mau kesana. Tapi tiba-tiba ban mobil bocor. Kalau tidak segera dibenerin, bakal bahaya kita di perjalanan pulang. Ini lagi di bengkel buat ngurusin ban,” Erik mencoba mengklarifikasi.

“Ihhhh kenapa sampai bocor siihhh?! Nyebelin deh.” Balas Ayu sambil terisak-isak.

Menyadari suara isak tangis Ayu diseberang, Erik yang peka pun mulai bertanya. “Ay, kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan? Apa yang terjadi?

Mendapati pacarnya bertanya seperti itu, justru membuat tangisan Ayu makin kencang. Ia makin menangis. Tapi ia menahan suara tangisannya agar tak didengar oleh kekasihnya. Cukup lama suasana menjadi hening karena Ayu tak buru-buru menjawab panggilan telepon itu.

“Aku gapapa. Ya udah aku tunggu di tepi jalan deket kandang ayam yang tadi ya,” Ayu buru-buru mematikan sambungan telepon itu.

Ia pun berjalan sambil menyimpan kenangan buruk di ingatan. Ia tak mau kekasihnya tahu kalau dirinya baru saja dilecehkan oleh pemuda desa yang memiliki gangguan jiwa. Ia tak mau andai kekasihnya tahu, lalu memiliki rasa malu karena kekasihnya itu memiliki kekasih seperti dirinya - yang sudah kotor terkena tangan-tangan mesum dari oknum warga desa Bawukan, yang tak lagi sempurna sebagai wanita yang pantas untuknya.



.:: SEMENTARA ITU



“Siapa tadi, Mas?”

“Biasa, temen kuliah.” Jawab Erik sambil tersenyum.

“Beneran temen? Bukan pacar kamu, Mas?”

“Pacar? Aku kan udah bilang ke kamu, kalau aku tuh masih jomblo, Mbak. Kecuali kalau Mbak mau jadi pacar aku, nanti status aku gak jadi jomblo lagi loh.” Goda Erik kepada perempuan cantik yang ada di sebelahnya.

“Hihihihi dasar, gombal.”

“Gombal? Ini tuh namanya usaha, Mbak.”

“Usaha. Usaha. Usaha apanya?” Jawab kembang desa itu sambil tersenyum.



.::..::..::..::..::.



.:: BEBERAPA JAM KEMUDIAN




Sebuah mobil berhenti di depan salah satu kos-kosan yang letaknya berada di dekat salah satu kampus terkenal di pusat kota. Tak lama kemudian, seorang gadis cantik yang memiliki tinggi semampai turun sambil membawa berkas-berkas yang rencananya akan ia serahkan ke ketua RT setempat di desa Bawukan.

“Ay, kamu beneran gapapa?” Tanya seorang pria tampan dari dalam mobil.

“Aku gapapa kok, Beb. Beneran.” Jawab Ayu sambil memaksakan senyum. Ia terlihat kaku dan kikuk.

Erik terdiam sejenak sambil menatap wajah ayu kekasihnya itu dari kursi kemudi. Kedua tangannya menggenggam erat setir mobilnya. Entah kenapa, Erik merasa ada yang berbeda dari kekasihnya semenjak kepulangannya dari rumah pak RT desa Bawukan.

Tak biasanya Ayu terdiam seperti ini. Selama perjalanan pulang dari desa Bawukan ke kamar kosnya. Tak satupun kata keluar dari mulut dara cantik itu. Sesekali ketika Erik mencoba untuk mengajaknya mengobrol, Ayu tak menggubrisnya. Bahkan tatapannya kosong seperti sedang memikirkan sesuatu. Erik menjadi khawatir. Namun ia tak bisa memaksa Ayu untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya disana.

“Hm ya udah, hubungi aku ya, Ay. Kalau butuh apa-apa. Aku pulang dulu.” Ucap Erik sambil tersenyum pada kekasihnya itu.

“Iya Beb, makasih.”

Mobil pun berjalan, meninggalkan gadis itu sendirian di tepi jalan.

Ayu lekas berjalan masuk ke rumah kosnya. Langkahnya lemas. Pandangannya menunduk ke bawah. Lagi-lagi ia teringat bagaimana payudaranya diremas-remas oleh kedua keluarga sableng tersebut.

Ayu bahkan sampai merinding. Ia memeluk tubuh rampingnya sendiri. Hawa dingin yang berhembus di malam itu sudah cukup untuk membuatnya kedinginan. Ia pun akhirnya masuk ke dalam kamarnya.

Ia lekas membaringkan badan. Berkas-berkas yang tadi dibawanya ia geletakkan sembarangan di meja belajarnya. Tubuhnya merasa lelah. Rasanya ia ingin memejamkan mata untuk menutup hari-harinya yang dirasa buruk.

“Kenapa aku harus mengalami kejadian ini? Kenapa?” lirih Ayu sambil meneteskan air mata.

Dadanya terasa sesak. Kejadian di sore tadi benar-benar menganggu pikirannya. Ia masih shock. Ia masih terkejut. Ia masih tak menyangka kalau dirinya akan dilecehkan di kunjungan pertamanya untuk melaksanakan KKP di desa tersebut.

Okey dia paham kalau kejadian seperti tadi bisa disebut sebagai kecelakaan. Ia tak bisa mengelak. Bahkan keluarga dari pemuda ODGJ tersebut juga tak bisa melakukan apa-apa kalau sudah kambuh seperti tadi. Baik dirinya dan keluarga Ganep hanya bisa pasrah.

Tapi…

Kenapa dia yang harus berkorban dengan membiarkan payudaranya dimainkan semena-mena? Itu kan pelecehan namanya. Air mata sang dara jelita semakin deras. Sprei kasurnya makin basah terkena lelehan air matanya yang kian membanjir.

“Maafin aku Beb. Aku udah gak suci lagi. Aku udah ternoda. Aku merasa hina. Aku tidak pantas menjadi kekasihmu,” Lirih Ayu menyesali perbuatan tadi.

Sebagai gadis normal yang tak pernah aneh-aneh ketika pacaran. Ketika payudaranya diremas saja, apalagi oleh orang yang tak ia kenal. Ia merasa sudah seperti perempuan yang terhina. Ia merasa tubuhnya kotor. Ia menyesal karena tak bisa menyerahkan tubuhnya kepada suaminya kelak dalam keadaan yang suci, yang tak pernah disentuh oleh laki-laki manapun selain keluarga kandungnya.

Di tengah tangisannya yang semakin deras. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh getaran yang berasal dari hapenya. Ayu lekas mengambil hapenya yang ia simpan di saku celananya. Rupanya ada beberapa pesan whatsapp yang masuk sekaligus yang berasal dari teman-temannya.

Ayu pun mulai membuka pesan itu satu persatu. Ayu membacanya. Entah kenapa ia tak bisa tertawa saat membaca pesan dari teman-temannya itu.

Ay, gimana tadi? Kita udah dapet tempat belum? Oh ya, masih inget pak Rahmat gak? Dia dari tadi minta nomormu terus ke aku loh.” tanya Vina sang ketua melalui pesan chat-nya.

Ay, kita udah dapet tempatnya kan? Gimana pak RT-nya? Kegoda gak kayak pak Rahmat tadi? Pasti kegoda lah ya? Wkwkwkwk.” balas Eva, sang dara cantik yang wajahnya mirip penyanyi Marion Jola yang hobinya merebut pacar orang.

Saayyyy. Gimana tadi? Duh seneng yah abis jalan berduaan sama mamas Erik. Ay jadi iri deh. Kapan yah, Ay punya pacar yang ganteng banget kayak mamas Erik. Kalau sudah bosen sama Mamas Erik, bilang-bilang yaaaah,” lanjut Dedi, sang cowok jijay yang agak gimana gitu.

Ayu tak tertawa. Wajahnya datar. Ia pun hanya membacanya tanpa membalas pesan dari teman-temannya.

Aku mau mandi. Badanku sudah terlanjur kotor gara-gara tadi,” batin Ayu dalam hati yang meski sudah ngantuk, namun ia tak mau membiarkan tubuhnya yang kotor itu ia bawa tidur. Ia ingin membersihkan semuanya.

Dengan langkah lemas ia berusaha bangkit dari ranjang tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi kos. Langkahnya gontai. Ia juga belum makan malam gara-gara tidak ada nafsu makan sama sekali.

Sesampainya ia di dalam kamar mandi yang berada di dalam kamar kosnya. Ia mulai menanggalkan satu demi satu pakaiannya. Ia memulainya dari hijab. Hijab yang menyembunyikan keindahan rambutnya yang panjang sepunggung itu mulai terlepas dari kepala mungilnya. Ia lekas meletakkan hijabnya itu ke dalam ember yang berisikan pakaian-pakaian kotor yang belum ia cuci dari pagi. Setelahnya ia melepas ikatan di rambutnya lalu ia gerai begitu saja ke belakang. Rasa gerah yang sedari tadi melanda hilang seketika dikala ia melepas hijab yang melilit kepalanya sedari pagi.

Setelah itu, ia mulai mengangkat naik kaus berwarna putih yang membungkus tubuh rampingnya. Pusarnya yang selama ini bersembunyi dibalik kausnya itu mulai terlihat. Kulitnya yang putih mulus itu juga mulai terlihat. Bahkan gundukan indah yang masih tersembunyi dibalik bra ketat berukuran 34B itu juga mulai terlihat meski baru sebagiannya saja.

Ayu memang dikenal tidak hanya karena kecantikan wajahnya saja yang kearab-araban serta kulitnya yang putih bersinar, gadis berparas ayu itu juga dikenal memiliki keindahan tubuh yang di atas rata-rata gadis seusianya. Tingginya yang mencapai 170 sentimeter dilengkapi dengan dua payudara indah yang ukurannya jauh melebihi genggaman tangan laki-laki dewasa. Kakinya yang jenjang pun menambah keindahan yang dimiliki olehnya.

Tak heran kalau followers instagramnya saja puluhan ribu. Bahkan followers tiktoknya hampir mencapai lima ratus ribu. Ayu memang suka membagikan foto imutnya di Instagram. Ia juga suka melakukan dance ala-ala di tiktoknya yang membuat para kaum lelaki gerah tiap kali melihat gerakan tariannya yang merangsang gairah.

Tiap kali lekukannya digoyangkan. Banyak sekali kaum lelaki yang berkeinginan untuk memasukkan batang kemaluannya ke dalam goa kenikmatannya. Ayu tidak hanya ayu. Tapi juga merangsang nafsu.

Berikutnya, kait bra yang berada di punggungnya pun dilepas. Bra berukuran 34B itupun terjun bebas, yang mengakibatkan dua pegunungan kembar meloncat keluar membuatnya terlihat seperti bergetar.

Tak lupa, ia turut menurunkan celana jeans yang membungkus kaki jenjangnya. Ia kemudian melepas celana dalam berwarna putih yang membuatnya kini bertelanjang bulat di dalam kamar mandi kosnya.

Ayu pun berjalan menuju cermin besar yang sengaja ia beli lalu ia tempel di dekat pintu kamar mandi. Terlihat penampakkan tubuhnya dari atas hingga ke bawah. Keseluruhan tubuhnya kini terlihat. Betapa indah tubuh yang dimilikinya. Andai ada seorang lelaki yang melihatnya. Pasti, laki-laki itu tidak akan tahan dan langsung akan memperkosanya.

Lihat saja dua bola bulat yang melekat erat di dadanya. Payudara itu sungguh bulat dan tidak jatuh ke bawah. Putingnya yang berwarna pink serta areolanya yang juga berwarna pink menambah keseksian yang dimiliki olehnya. Pinggangnya yang ramping membuat siapapun ingin memeluknya dari belakang. Dua bokong indahnya yang montok bahenol membuat siapapun ingin menamparnya lalu meremasnya. Serta tentunya, serabi lempitnya yang masih rapat karena belum dimasuki oleh benda apapun menjadi nilai plus bagi dirinya.

Sungguh, bagaimana bisa ada bidadari yang menyamar menjadi mahasiswi yang tinggal di kosan ini? Sungguh, bagaimana bisa ada pemuda pengidap ODGJ serta pria tua berpenampilan acak-acakan dengan bebasnya bisa memainkan dan meremas-remas kedua payudaranya secara bersamaan di waktu yang sama?

Ayu menggelengkan kepala. Ia merasa malu. Ia lekas menyalakan keran shower untuk membasuh keseluruhan tubuhnya yang dirasa kotor itu. Satu demi satu butiran air itu membasahi tubuh indahnya. Wajahnya ia angkat naik, menghadap ke arah keran shower itu. Cucurannya pun jatuh mengenai wajahnya yang sangat cantik itu. Rasanya, rasanya cukup untuk menghapus rasa lelah yang selama ini menghantam dirinya.

Wajahnya ia geleng-gelengkan. Rambutnya pun ia kibas-kibaskan. Tak lupa ia menuangkan sabun cair beraroma melati ke telapak tangannya yang sangat mulus. Ia kemudian mengusap-ngusapnya ke telapak tangan satunya hingga busa mulai keluar. Lalu setelahnya, ia oleskan ke seluruh tubuhnya dari atas ke bawah.

Mulanya ia mengusap kedua payudaranya yang dirasa paling kotor itu oleh sabun. Ayu menggosok-gosok payudaranya. Kedua tangannya bergerak naik turun. Ia membasuh payudaranya secara menyeluruh mulai dari pangkalnya hingga ke ujung putingnya. Ia juga meremasnya bahkan memilin putingnya hingga tak ada lagi noda yang tertinggal disana. Setelah itu, ia pun membasuh perutnya hingga ke paha mulusnya. Lalu ia membasuh lengan kanannya hingga ke pergelangan tangannya. Ia juga melakukan hal yang sama untuk lengan kirinya.

Setelah semua sabun berhasil ia basuhkan ke seluruh tubuhnya. Ia lalu mengambil jaring mandinya lalu menggosok-gosokkannya ke seluruh tubuhnya. Rasanya sungguh nyaman, ketika rasa gatal akibat cuaca panas yang mendera selama perjalanannya menuju desa Bawukan ia garuk-garukkan menggunakan jaring mandinya.

Ia pun kembali membasuh tubuhnya menggunakan shower hingga perlahan cairan sabun itu mulai jatuh mengalir mengikuti basuhan air shower tersebut. Lalu ia juga membasuh rambutnya menggunakan sampo favoritnya. Bahkan ia juga menggunakan cairan khusus yang ia oleskan ke dalam vagina sempitnya.

Ayu tak hanya ayu. Ayu juga pandai dalam merawat tubuhnya. Pantas saja, banyak lelaki yang kesengsem padanya mulai dari kakak senior di kampusnya hingga petugas kelurahan yang berada di kampung desa Bawukan.

Setelah selesai, ia membasuh tubuhnya menggunakan handuk lalu melilitnya sebelum keluar dari dalam kamar mandi. Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk melilitkan tubuhnya menggunakan handuk setelah mandi membersihkan tubuhnya. Ia juga tak langsung berpakaian. Melainkan duduk di tepian ranjangnya untuk memainkan hapenya.

Cuaca terik yang selama ini menerjang kota menjadi alasan baginya untuk tidak langsung berpakaian. Apalagi, hujan sudah tidak lama turun membasahi bumi. Ia pun mulai membalas satu demi satu pesan dari teman-temannya yang tadi cuma ia baca. Ia mengabarkan kalau tadi dirinya belum sempat bertemu pak RT karena sedang tidak ada di rumahnya.

Drrrttt. Drrrttt. Drrrtttt.

Seketika hapenya bergetar. Nada dering yang berbunyi yang berasal dari lagu korea itu menandakan adanya panggilan telepon yang masuk melalui hapenya tersebut.

Eh ini nomor siapa? Kok ada nomor asing yang menelpon aku?

Ayu merasa aneh.

Padahal tak banyak orang yang tahu nomor teleponnya kecuali teman-teman kuliah dan beberapa dosen yang mengajar di kampusnya. Selain itu ada juga teman-teman main dan tentunya sanak keluarga. Ayu jarang memberikan nomor teleponnya ke sembarang orang. Lantas siapa orang asing yang hendak menelponnya ini?

Jangan-jangan?

Ayu teringat seseorang. Nada dering masih belum terhenti.

“Iya, halooo. Assalamualaikum,” Ayu memutuskan menerima panggilan telepon tersebut.

Walaikumsalam. Apa benar ini dengan nomornya mbak Ayu?

Terdengar suara seorang wanita paruh baya yang membuat Ayu semakin yakin kalau sumber suara itu berasal dari Mbok Giyem. Istri dari pria tua yang menjadi salah satu pelaku pelecehan yang dialaminya tadi sore.

“Iya betul bu, ini Ibu Giyem ya?” Tanya balik Ayu untuk memastikan.

Iyya mbak betul. Maaf mbak. Ganggu waktunya tidak ya?

“Oh engga-engga bu. Gimana? Ada apa?” Ayu menjadi was-was. Ia pun mengharapkan adanya kabar baik yang bisa ia terima.

Ini, tadi pak RT memberikan kabar kalau besok, jadwal pak RT kosong. Jadi bisa menemui mbak di rumahnya.” Entah kenapa kabar itu membuat Ayu tersenyum lega.

“Syukurlah kalau gitu bu. Terima kasih ya untuk kabarnya. Baik, besok saya akan ke rumah beliau untuk menemuinya.” Balas Ayu dengan senyuman.

Iyya mbak sama-sama. Sudah ya, wassalamualaikum.”

“Walaikumsalam bu.”

Telpon ditutup.

Entah kenapa senyum akhirnya mengembang di wajah gadis manis itu. Ia merasa bersyukur. Setidaknya amanat yang teman-temannya amanahkan bakal terselesaikan segera. Ia hanya perlu bersabar. Untuk menunggu hingga esok hari tiba.

Eh, tunggu dulu, bukannya itu berarti. Aku harus ke rumah mereka lagi?

Ayu teringat dua pelaku yang telah memainkan kedua payudaranya sore tadi.

Seketika Ayu mendadak lemas kembali. Rasa lelahnya pun kembali. Dengan hanya mengenakan lilitan handuk di tubuhnya, Ayu berbaring. Rasanya, ia tak memiliki tenaga lagi untuk bangkit, bahkan hanya demi mengenakan pakaian yang pantas untuknya di malam ini pun ia sudah tidak sanggup.

Sebodo amat lah, aku sudah capek. Aku mau tidur aja.”

Ayu memejamkan mata di atas ranjang tidurnya.



.::..::..::..::..::.



“Ihhihihik. Ihihihik.”

Dalam posisi setengah sadar saat dirinya tertidur. Samar-samar Ayu mendengar suara tawa yang begitu khas ditelinganya. Tak hanya itu, entah kenapa perutnya terasa berat. Rasanya seperti ada seseorang yang menindihnya. Apakah dirinya sedang ketindihan? Atau ada seseorang yang benar-benar menindihnya?

“Ihhiikk. Ayuu. Ihihihik Ayu yang ayu.”

Suara itu terdengar semakin jelas. Namun masalahnya, tubuh Ayu tak bisa bergerak. Meski ia ingin bangkit. Berulang kali ia mencoba. Ia masih tak dapat menggerakkan tubuhnya. Apa yang salah? Apa yang sebenarnya terjadi?

Eh?

Mata Ayu setengah terbuka. Ia mendapati tubuh seseorang benar-benar ada diatasnya. Ada seseorang yang benar-benar mendudukinya. Bahkan ia merasa orang itu tengah menarik lilitan handuk yang ada di tubuhnya.

“Ihihihik... Susu Ayu yang bulat... Susu Ayu bulat-bulat”

Suara itu makin menjadi. Suara yang tak asing itu terus bergema menggelitik telinganya. Hembusan angin malam yang begitu dingin turut menggigilkan tubuhnya yang terbuka tanpa tertutupi apa-apa. Samar-samar, sesosok tangan mulai datang mengelus permukaan payudara Ayu yang ranum. Tangan itu datang menyentuh perut ratanya. Lalu tangan itu mulai naik meraba gundukan indah dengan puncak berwarna pink yang menjadi impian para lelaki untuk menyentuhnya.

Mmmpphhhhh.

Tubuh Ayu menggeliat. Punggungnya terangkat. Remasan yang awalnya pelan itu lama-lama berubah menjadi kuat. Tanpa sadar mulut Ayu terbuka dengan sendirinya. Tanpa sadar kedua tangan Ayu mencengkram sprei ranjang dengan sendirinya.

“Ihihihik... Ihihihik...”

Sosok itu tertawa terbahak-bahak saat menikmati keindahan tubuh Ayu dari atas. Kedua tangannya itu pun turun dari puncak gunung kembar itu setelah menikmati keindahannya di atas. Lalu, sedetik kemudian kembali naik. Kedua tangan itu kembali meraba gunung kembarnya. Permukaannya yang begitu mulus dan halus membuat tangan nakal itu tak pernah bosan dalam menikmati keindahannya.

Aaaahhhhh. Mmmppphhhhh.

Kedua tangan nakal itu turun lagi untuk mengelus perut ratanya. Kini tangan itu berada di kanan kiri pinggangnya. Ia pun menggerakkan tangannya pelan-pelan naik menuju dada bulatnya lagi. Lalu ia menggerakkan tangannya pelan-pelan untuk turun menuju pinggang rampingnya lagi. Tangannya itu kembali naik, tangannya itu kembali naik untuk mendekap gunung kembar itu dengan lembut.

“Ihihihik.... Ihihihik... Susu Ayu yang bulat... Ihihihik.”

Secara berulang. Tangan itu naik turun mengusap payudara Ayu dengan penuh nafsu. Payudara itu diremasnya. Payudara itu dicengkramnya. Payudara itu dielusnya menggunakan permukaan tangannya yang kasar. Lama-lama mata Ayu terbuka. Lama-lama ia mulai mengenali sesosok makhluk yang sedaritadi melecehkan tubuhnya itu.

Ganeeeppp? Apa yaangg? Loh, kok aku gak bisa bergerak? Kenapa? Mmmpphhh. Hentikan. Jangaann lagiii. Jangaann lagiiiiii.

Meski kini, Ayu dapat melihat dengan jelas sesosok pria berkulit hitam terbakar matahari yang tengah menduduki perutnya itu. Namun tangannya masih terdiam tak mampu ia gerakkan.

Rasanya seperti pasrah. Ia membiarkan pemuda berkelainan itu meremas-remas payudaranya.

“Ihihihik susu Ayu yang bulat. Ihihihi Ayu yang ayu dah bangun.”

Menyadari bidadari bertubuh ramping itu sudah terbangun. Bukannya panik atau takut karena aksinya baru saja ketahuan. Justru, pemuda berambut pitak itu malah makin menjadi. Kedua tangannya berada diatas gundukan indah milik sang dara muda. Lalu kedua tangan itu mengusap payudara Ayu secara terang-terangan. Ia merabanya secara memutar. Ia melakukannya seperti seorang DJ yang sedang memainkan piringan hitam.

Aaahhhhh maaasss... Sudaahh yaaa... Sudaaahhh... Sudaahhh mmmppphhhh.

Remasan itu terus berlanjut. Kedua tangan nista itu mencengkram dua payudara Ayu kuat-kuat. Lalu, dengan tega jemari-jemari itu menjepit puncak berwarna pinknya. Tak hanya itu, pemuda ODGJ itu bahkan menariknya. Pentil Ayu ditariknya kuat-kuat hingga tubuh langsing Ayu kembali terangkat.

Aaaahhhhhh. Aaaaahhhhhhh.

“Ihihihik Ayu yang ayu... Ihihihik.”

Seolah belum puas dalam memainkan tubuh indah Ayu. Pemuda sableng itu lekas membaringkan tubuhnya diatas tubuh bidadari itu. Wajahnya tersenyum puas. Kedua tangannya pun mencengkram kesepuluh jemarinya lalu merentangkannya lebar-lebar ke kanan kiri.

Wajahnya pun kini berada tepat diatas buah dada Ayu yang sangat ranum itu. Ayu sendiri merinding gila. Ia merinding mendapati ada pria asing yang baru dikenalnya kemarin itu tengah menatap mesum ke arah payudaranya sesukanya.

Apalagi saat wajah burik itu kian mendekat ke arah dadanya. Mulut itu pun terbuka. Lalu menjepit salah satu dari gunung kembar yang menjadi tujuh keindahan dunia.

Aaaaahhhhhh maaassssss.

Rasa hangat dan lembap yang berasal dari seruputan mulut Ganep itu benar-benar merangsang birahinya. Apalagi saat lidah pemuda itu mulai bergerak menjilat-jilat puting yang berada di payudara kirinya. Puting Ayu terus dijilat. Puting Ayu terus dilumat. Menggunakan lidahnya yang bau rokok cokelat.

Mmmmpphhhh maasss. Mmppphhhhh. Aaahhhhhhhh.

Gadis cantik itu hanya bisa merintih di alam bawah sadarnya. Tubuhnya masih tak bisa bergerak. Pemuda sableng itu pun dengan bebas mennjilat, meraba dan bahkan melakukan apa saja pada bidadari cantik yang sudah ternodai bau jigong pemuda itu.

“Ihihihik susu Ayu manis. Susu Ayu enak. Ihihihik.”

Puas dengan payudara kiri Ayu. Si Ganep berpindah ke payudara satunya. Sama halnya dengan apa yang sudah ia lakukan pada payudara kiri Ayu. Ia juga melakukan hal yang sama pada payudara kanan Ayu.

Ganep mencium putingnya. Ganep juga meremas susu bulatnya. Ia juga melahapnya bahkan sampai memasukan susu bulat itu sebisanya ke dalam rongga mulutnya.

Ayu pun sampai merem melek dibuatnya. Mulutnya selalu terbuka. Tubuhnya selalu menggeliat tidak bisa diam. Apalagi saat tangan kanan Ganep yang menganggur sedari tadi mulai meraba paha mulus Ayu.

“Ihihihik Ayu yang cantik. Ayu yang seksi.”

Diluar dugaan, Ganep berhenti memainkan payudara Ayu. Ia juga berhenti menindihi tubuh mulus Ayu lalu berdiri diatas ranjang empuk Ayu.

Dalam posisi tiduran di atas ranjang. Mata Ayu terbuka lebar saat mendapati pemuda sableng itu mulai melucuti satu demi satu pakaiannya. Mulanya Ganep mengangkat kaos oblong yang sedaritadi dikenakannya hingga tubuhnya yang gelap dan sedikit kekar itu nampak dihadapan Ayu.

Tak cukup disitu. Ganep juga melepas sarung bermotif kotak-kotak yang sedaritadi menutupi tubuh bagian bawahnya. Sarung itu melorot. Tak lama kemudian, sesuatu yang besar, panjang, keras dan mengacung tegak itu muncul membuat Ayu terdiam seribu bahasa.

Be-besar bangeett. Itu beneran segitu ukurannya?

Ayu terkejut bukan main. Ia tak menyangka kalau ada manusia yang ukuran penisnya hampir seukuran lengan tangan dirinya. Mana warnanya sangat pekat dengan guratan syaraf yang menonjol di sekelilingnya. Jujur, ukuran penis Erik saja tidak sampai setengahnya. Ia pernah diperlihatkan oleh Erik disaat pacarnya itu sange lalu mengocok dihadapannya.

Seketika, Ayu reflek menenggak ludahnya lalu berteriak.

Aaaaaaaa. Tolloonngggg. Tollooonggggg. Tolongg akuuu.

Ia tak memperdulikan lagi kalau pemuda yang memilili kelainan mental itu akan ngamuk. Ia sangat ketakutan. Ia takut kalau dirinya akan kehilangan keperawanannya sebentar lagi.

Tubuhnya yang sedaritadi kaku ia gerak-gerakkan sebisanya. Ia mencoba berontak. Ia terus mencoba meski sedaritadi hasilnya sama saja.

“Ihihihik Ayu yang ayu.” Tawa Ganep sambil duduk berlutut dihadapan selangkangan Ayu.

Jangaaannn. Jangaann tolonggg. Jangaann lakukan mas. Aku akan melakukan apa aja tapi jangan iniii.

“Ihihihihik. Ayu yang ayu. Ayu yang harum. Ayu yang seksi. Bikin aku ereksi.” Ujarnya sambil cekikikan lalu mengelus-ngelus penisnya yang semakin keras.

Jangaannn. Jangaaannn. Kenapa ini? Ada apa ini? Kenapa aku tak bisa bergerak? Apa ini mimpi? Kalau iya tolong bangunkan. Kalau ini nyata tolong gerakkan tubuhku agar aku bisa pergi menjauh darinya!!!!

Jerit Ayu sebisanya.

Namun suaranya tak terdengar. Bahkan Ganep sudah memegang paha Ayu lalu membukanya lebar-lebar. Sambil cekikikan, mata Ganep berbinar menatap liang senggama Ayu yang masih begitu sempit. Bahkan sekilas terlihat rapat.

Liur mulai jatuh membasahi sprei Ayu tatkala pemuda itu kian bernafsu untuk melesatkan penis raksasanya ke dalam lubang birahi Ayu. Tangan kotor Ganep mulai mengelus paha mulus Ayu. untuk mengundang syahwat Ayu agar sama-sama bernafsu disaat lubang kelamin mereka nanti beradu.

Ujung gundulnya sudah ditempelkan di tepi bibir bawah Ayu. Ayu mendesah. Rasanya begitu nyata. Seketika Ayu merasa bahwa ini adalah nyata bukan mimpi belaka. Rasa panik kian mendera. Ia begitu ketakutan kalau penis hitam itu akan masuk menusuk rahim perawannya.

Jangaaannnn. Jangaaannn maasss. Sudaahh ya. Sudaahhh. Tolonggg jangaann dimasukinnn.

Ayu meratap. Ayu memohon dengan sangat. Ia begitu pasrah tapi tak ingin merelakan keperawanannya pada pemuda ODGJ tersebut.

“Ihihihik.... Ayu yang ayu.... Ihihihik.”

Ganep terus cekikikan. Ia bahkan mendekap penisnya lalu menghantam-hantamkannya ke serabi lempit Ayu. Sakit? Tentu tidak. Justru rasanya begitu nikmat. Rasanya begitu nikmat dikala bibir vaginanya dilecehi sedemikian rupa oleh pemuda sableng tersebut.

Tetapi, apakah Ayu akan pasrah dan membiarkan Ganep menjebol keperawanannya? Tentu tidak. Ada harga diri yang sedang Ayu bela. Ada mentalitas moral yang sedang ia jaga. Ada keengganan kalau orang pertama yang akan merenggut keperawanannya adalah pemuda tidak jelas yang bahkan tidak memiliki kewarasan.

“Ihihihik akhirnyaaa. Masuk. Masuk. Masuk ke dalem Ayu. Ihihihik.” Tawa Ganep yang membuat Ayu semakin was-was.

Jangaann. Tolonggg mmpphhhh. Jangaann maass. Jangaann.

Mohon Ayu hingga berkaca-kaca.

Berulang kali ujung gundul Ganep mengetuk-ngetuk pintu masuk rahim Ayu. Ayu kelabakan. Apalagi saat lubang vaginanya terbuka membiarkan ujung gundul itu mulai masuk seperempatnya.

Aaaaahhhhhh. Jangaaannn. Toloonggg. Tolooonggg.

Ganep tentu tak peduli. Rasa nikmat di kala ujung gundulnya bersentuhan dengan dinding vagina Ayu yang begitu rapat dan hangat membuat matanya merem melek keenakan. Hal itu membuat nafsu Ganep menggila. Ia semakin barbar. Ia mulai mendorong-dorong pinggulnya secara kasar agar keseluruhan penis segera masuk di dalam.

Massuukkkk. Masssuukkkkkk!!!!

Ayu panik. Tiba-tiba kepribadian Ganep berubah. Awalnya yang masih cekikikan tiba-tiba berubah menggila dalam sekejap. Suara Ganep meninggi. Tangannya mencengkram kuat bahkan juga mencakar paha mulus Ayu.

Masss sudaaahh.... Iyaaa masuukk.... Tapi pellaann pellll... Aaaaahhhhhh...

Ayu terpaksa mengalah. Demi pemuda ODGJ itu agar tidak mengamuk. Lebih baik ia pasrah saja karena khawatir dirinya akan kehilangan nyawanya kalau terus menolak keinginannya.

Namun cara kasar yang Ganep lakukan membuat Ayu kesulitan. Ia terus berteriak. Ia menjerit hebat. Ketika penis hitam itu didorongnya dengan paksa dan sekuat tenaga demi menjebok liang kewanitaannya.

Aaaahhhhhh maaaasss... Pelaaannn... Pelaannn ajaaa... Gapapa massukk tapi peellaaaa.... Aaaaaahhhhhh....

Lagi-lagi Ayu berteriak dibawah alam sadarnya. Air matanya terus menetes. Ia ketakutan. Ia terheran-heran. Kenapa tubuhnya masih tidak bisa ia gerakkan. Kalau mimpi pun, kenapa rasa gesekan penis Ganep begitu terasa di vaginanya?

“Rrrrrrrr... Rrrrr maassuuukkkkk... Massssuukkkkk” jerit Ganep sekuat tenaga sambil berusaha terus untuk menjebol vagina Ayu.

Aaaaahhhhh saakkiitttt.... Aaaaaahhhhhh... Aaaaahhhhh...

Tak terduga, setengah dari penis Ganep sudah masuk menembus vaginanya. Bahkan ujung gundul penis itu sudah bertemu dengan selaput lendir keperawanannya. Satu hentakan lagi. Niscaya Ayu akan kehilangan keperawanannya.

“Rrrrrr kenapaaa? Kenapaaa gak mau masukkkk? Rrrrrrrrrr!!!!”

Jengah dengan usahanya yang selalu gagal. Ganep pun semakin kasar. Ia terus menghentak-hentakkan pinggulnya. Maju mundur maju mundur demi membobol sang gerbang perawan. Liang senggama Ayu pun semakin banjir. Akibatnya rasa nikmat yang Ganep rasakan semakin mengalir. Ia pun semakin menggila. Ia bahkan menarik penisnya mundur sejauh-jauhnya hingga menyisakan lubang kencingnya yang hampir terlepas dari bibir vagina Ayu.

Jangaaannnnn. Jangaaannn maass. Toloooong.

Ayu menggelengkan kepala seolah paham apa yang akan Ganep lakukan padanya. Pemuda itu akan mengeluarkan jurus ultimate-nya kepadanya. Sebuah hentakan kuat yang dialiri oleh power up berlapis haki nan keras yang tentunya akan membuat perawannya jebol tak tersisa.

Ayu makin menangis. Air matanya jatuh bak air terjun niagara yang membasahi wajahnya.

Maassss... Maaaasssss....

Rintih Ayu pasrah.

“Rrrrrrrr... Rrrrrrr kenapaaa gak massuukkk? Sekaraang harus masukkk. Heennkkgghhhh!!!”

Terlambat, Ganep sudah mengeluarkan jurus andalannya. Pinggulnya sudah dihentakkan sekuat-kuatnya. Penis itu pun melesat masuk bak peluru yang terlepas dari pistolnya. Kecepatannya bak torpedo yang sudah ditembakkan oleh pemiliknya. Dengan kecepatan dan kekuatan penuh, penis itu masuk menggesek dinding vagina Ayu dengan tega. Penis itu terus melesat masuk hingga tak lama kemudian tiba di depan dinding keperawanan Ayu.

Aaaahhhhhhh.... Jangaaaaaannnn.... Mmpppphhhh....

“Rrrrrrr maassssyuuukkkkk!!!”

Jleeebbbb!!!!

“Aaaaahhhh maaaaaasssssss” jerit Ayu sekuat-kuatnya!!

Mata Ayu terbuka, tubuh telanjangnya pun terangkat.

“Hah… hah... hah... hah…” Ayu terengah-engah. Tatapannya terpaku menatap langit-langit kosannya. Sekujur tubuhnya berkeringat. Terlihat jelas di wajahnya kalau dirinya sangat kebingungan dengan apa yang terjadi padanya barusan.

A-Apa ini!? Tadi itu…? Mimpi kan?

Ayu lekas bangkit ke posisi duduknya. Tubuhnya sudah telanjang. Lilitan handuk yang semalam ia kenakan sudah berserakan di lantai. Menyadari kalau kejadian tadi hanyalah mimpi. Ia lekas bersyukur lalu menyisir rambutnya yang berantakan ke belakang.

Seolah ingin memastikan lagi, jemarinya pun bergerak menuju liang sempitnya.

“Eh apa ini? Kok, basah?”

Jemarinya menemukan cairan lengket berwarna bening yang ada di sekitar kemaluannya. Ayu jelas shock. Rupanya semalam tidak hanya mimpi biasa. Tapi juga mimpi basah sekaligus ketindihan. Pantas saja ada Ganep yang tiba-tiba ada di kosan tempat tinggalnya. Bagaimana caranya Ganep ada di kosannya?

Lalu, siapa yang hampir memperkosaku semalam? Apa jangan-jangan… itu jin khodamnya si Ganep?” pikiran Ayu melanglangbuana kemana-mana. Sejenak kemudian ia mengibaskan kepala, “Haish, apa-apaan sih kamu, Yu!? Malah berpikiran yang aneh.”

Entah apa yang sebenarnya terjadi, tapi Ayu bersyukur keperawanannya masih terjaga. Ia pun lekas turun dari ranjangnya dalam keadaan bertelanjang bulat. Dengan langkah yang gontai ia mencoba membuka tirai di jendela kamarnya. Cahaya mentari langsung menusuk pandangannya.

Ayu memejam lalu menutupi sinar itu menggunakan telapak tangannya.

“Aw silau!” Jerit Ayu dengan manja.

Dengan lemas ia segera memeriksa hapenya untuk mengetahui waktu terkini. Rupanya sudah jam setengah delapan pagi. Ia telat bangun. Bahkan ia sampai melewatkan waktu shubuh.

Lagi-lagi ia membaca satu demi satu pesan yang dikirim oleh teman-temannya. Ayu memasang wajah datar. Mimpi semalam cukup untuk mengguncang psikologinya. Ia pun masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sekaligus melakukan ritual mandi wajib untuk mensucikan dirinya kembali.

Air shower pun menyala. Sambil berdiri dibawahnya, ia membiarkan air shower itu membasuh tubuh indahnya.

Mana hari ini, aku harus ke desa Bawukan lagi, hrmph. Jadi males banget,” Ayu kepikiran mimpi semalam, “Semoga itu bukan pertanda buruk.”



.::..::..::..::..::.



.:: BEBERAPA JAM KEMUDIAN




Sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di pinggiran jalan yang cukup sepi. Maklum, beberapa orang sedang bekerja di ladang mereka untuk menyiram, merawat serta memanen padi yang menjadi mayoritas mata pencaharian mereka disini.



Ketika pintu mobil terbuka, sesosok gadis cantik yang mengenakan kemeja putih serta celana jeans ketat berwarna biru turun dari mobil hitam itu. Hijabnya yang berwarna abu-abu menambah kecantikan yang dimiliki oleh gadis cantik itu. Posturnya yang tinggi jenjang membuatnya sempat dikira sebagai model terkenal. Padahal dirinya hanyalah mahasiswi muda yang sedang mencari tempat untuk proyek KKP kampusnya.

“Ay, aku tinggal dulu ya.” Ucap Erik tiba-tiba mengejutkan Ayu.

“Loh, kok ditinggal? Kamu mau kemana, Beb? Kok gak ikut sih? Aku pikir kamu bakal stay nemenin aku kali ini.”

“Hm, iyah. Maaf aku lupa ngabarin. Pagi ini aku harus revisi skripsi ke dosen pembimbing aku. Mumpung beliau lagi di kampus. Tau kan? Gimana sibuknya pak Jamal belakangan ini?” ucap Erik yang tentunya membuat Ayu merasa kesal. Wajah pemuda itu bahkan terlihat flat tanpa menunjukkan rasa bersalah.

“Tapi... tapi Beb, kenapa baru ngabarin sekarang? Aku kira kamu bakalan nemenin aku ke rumahnya pak RT?” rengek Ayu manja.

“Ya, harus gimana lagi ya? Baru pagi tadi pak Jamal ngasih kabar. Biasalah, dosen kan apa-apa suka mendadak. Aku sendiri lupa ngabarin ke kamu karena aku kepikiran apa-apa aja yang sudah dan belum direvisi. Jadi setelah ini aku harus buru-buru balik ke kota buat cek skripsi, edit bentar, baru ketemu beliau. Hehe, gapapa kan ya aku tinggal sendiri?”

Ayu terdiam. Ia tahu betul gimana sibuknya pak Jamal yang harus sering keluar negeri demi meraih jenjang pendidikannya yang S3 di Inggris. Ia juga tidak enak kalau harus memaksa kekasihnya untuk terus menemaninya saat menemui pak RT, apalagi kalau harus edit skripsi dulu.

Di sisi lain, ia juga tidak mau kalau kejadian kemarin bakal terulang lagi padanya. Ia takut. Ia sangat takut. Bahkan karena saking takutnya, kejadian itu sampai terbawa mimpi olehnya semalam.

Ayu bingung. Ia tak tahu harus bagaimana setelah ini. Apa yang harus ia putuskan, haruskah ia tetap menemui pak RT? Ataukah harus menunda pertemuannya besok?

“Ay, kamu kenapa? Kok kayak bingung?” tanya Erik yang menyadari kalau sang kekasih terdiam tanpa kata, “apa tetep mau ditemenin dulu?”

Ayu yang tak ingin menyulitkan orang lain langsung memaksa senyum. Sedetik kemudian, mulutnya terbuka untuk menenangkan Erik, “Gak. Gapapa kok Beb. Bebeb harus bimbingan kan? Ya udah bimbingan aja. Aku gapapa kok sendirian.” Jawab Ayu seketika tanpa berfikir.

“Hm beneran? Tapi . . . Aku mau nanya satu hal boleh?” Erik pun memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan yang tertunda. Ia sebenarnya ingin menanyakan hal ini sejak kemarin. Tapi ia belum berani untuk melakukannya.

“Apa beb? Kenapa?” Tanya Ayu kebingungan karena tak bisa menebak apa yang hendak kekasihnya itu tanyakan.

“Sebenarnya kemarin kamu kenapa? Kok pas aku anter pulang, kamu diem terus. Bahkan kayak ngelamun. Apa ada kejadian yang membuat kamu kepikiran waktu ketemu mbah Jo sama mbok Giyem kemarin?” Tanya Erik yang hanya tau sekilas kejadian kemarin karena Ayu enggan menceritakan semuanya, kepadanya.

“Engga. Hehe. Gapapa kok Beb. Ya udah aku duluan ya. Aku gak mau nunda kamu ketemu sama dosen pembimbingmu. Aku juga harus buru-buru menemui pak RT, siapa tahu pak RT juga lagi nungguin aku. Udah yah. Aku duluan. Makasih udah nganter aku sampai sini. Dadaah Beb,” ucap Ayu sambil berpura-pura ceria.

Ayu pun pergi meninggalkan Erik yang masih duduk di dalam mobil. Erik terdiam menatap punggung Ayu yang makin lama makin jauh darinya. Erik terus memandangnya. Firasatnya mengatakan kalau ada sesuatu yang Ayu sembunyikan darinya. Firasatnya juga berkata kalau ia harus menemani gadisnya itu sekarang. Seketika dering telponnya berdering. Rupanya itu dari pak Jamal, yang merupakan dosen pembimbingnya.

“Haloo pak? Oh iya, iya. Baik saya segera kesana. Maaf, Pak. Hehehehe. Ada sedikit urusan ke lereng Gunung Mandiri dulu sebentar. Baik saya akan kesana, Pak.”

Telepon dimatikan. Mobil pun lekas meluncur meninggalkan desa Bawukan.

Mendengar suara mesin mobil, Ayu lekas menoleh ke belakang. Ia tak menyangka kalau kekasihnya itu benar-benar meninggalkannya. Ya namanya juga wanita, meski lisannya berkata tak ingin ditemani. Tapi sebenarnya ia sangat ingin ditemani olehnya. Terlebih ada sesosok makhluk yang tidak memiliki kewarasan pada umumnya, yang kalau tidak dituruti kemauannya bakal mengamuk sebuas-buasnya.

“Hm, aku harus gimana dong? Oh ya, Mbok Giyem.” Lirih Ayu teringat seseorang yang menelponnya semalam.

Ia lekas mengambil hapenya yang ia taruh di tas jinjingnya. Ia memencet sebuah nomor. Tanpa menunggu lama, suara sambungan telepon pun berbunyi. Dengan gelisah Ayu bergerak mondar-mandir menanti wanita paruh baya itu untuk menjawab teleponnya. Ayu terus mondar-mandir. Ia berharap Mbok Giyem segera menjawab panggilan teleponnya.

“Ayo dong, Bu, jawab telepon aku. Mana udah jam 9 lagi?! Duh kemana sih ibu, kok gak ngangkat telepon aku?” Ayu kian gelisah.

Klk. Panggilan tersambung.

Assalamualaikum. Haloo, Ibu? Ini Ayu. Saya sudah ada di dekat rumah Ibu. Apa pak RT ada di rumah?” Tanya Ayu sesegera mungkin untuk memastikan.

Walaikumsalam. Oh iya mbak. Pak RT ada kok. Dari tadi sudah nunggu mbak di rumahnya,” jawaban Mbok Giyem membuat Ayu merasa tidak enak karena justru dia yang ditunggu kehadirannya oleh sang pimpinan RT.

Eh daritadi? Duh dah lama dong nungguinnya?

“Eh iya Bu. Maaf. Maaf. Saya akan langsung kesana. Terima kasih ya Bu.”

Iya gapapa mbak. Sama-sama.

Beberapa saat ketika panggilan telepon hendak ditutup. Ayu tiba-tiba kembali bertanya yang membuat mbok Giyem urung mematikan panggilan teleponnya.

“Maaf Bu. Saya mau bertanya hal lain boleh?” tanya Ayu sambil tersenyum garing.

Oh boleh kok mbak. Ada apa ya?” tanya Mbok Giyem penasaran.

“Maaf, tapi… anu…” Ayu sempat ragu. Ia sempat berfikir sejenak. Haruskah ia mengajukan pertanyaan ini kepadanya?

Iya gimana mbak?” Ucap mbok Giyem menanti pertanyaan Ayu.

“Itu hehe. Anu apa Mbah Jo sama Mas Ganep ada di rumah?” Ayu tak yakin. Tepatkah ia menanyakan hal ini kepadanya? Ia khawatir kalau pertanyaannya akan membuat Mbok Giyem merasa tak enak setelah kejadian yang terjadi kemarin.

Oalah. Ihihihik. Tenang aja cah ayu. Mereka di jam segini lagi di sawah kok. Rumah aman. Gak usah khawatir tentang kejadian kemarin ya, Mbak.

Diluar dugaan, Mbok Giyem malah menanggapi pertanyaan Ayu dengan santai. Sepertinya wanita paruh baya itupun tahu perasaannya. Sebagai sesama perempuan, mungkin Mbok Giyem tahu kalau kejadian kemarin bisa membuatnya tidak nyaman.

“Hehehe. Nggih bu. Terima kasih. Saya akan meluncur kesana sekarang.”

Panggilan telepon ditutup. Ayu merasa lega sejenak. Setidaknya di hari ini, ia tak perlu lagi bertemu pria-pria beruntung yang telah melecehkannya kemarin. Ia bisa fokus pada tugasnya sekarang. Ia bisa fokus pada tanggung jawab yang teman-temannya amanatkan padanya.

“Oh iya temen-temen.” Ayu lupa sejenak. Setidaknya, sebelum menemui pak RT. Ia ingin meminta doa teman-temannya agar perizinan nanti bisa didapatkannya dengan mudah tanpa dipersulit oleh sang ketua RT.

Entah kenapa Ayu merasa bahwa pak RT akan meminta macam-macam darinya. Mungkin di pikirannya, pria-pria yang ada di desa Bawukan sama. Gak ada bedanya dari pak Rahmat, Mbah Jo bahkan Ganep sekalipun. Semuanya mesum. Ia pun mencoba berhati-hati. Ia tidak mau kejadian kemarin kembali terjadi pada dirinya saat ini.

“Temen-temen nanti Ayu minta doanya ya biar dipermudah perizinan sama pak RT.” Ketik Ayu di grup whatsapp bernama The Clover Gang.

Iyaaa Ayuuuuu. Semangaaatt. Jangan lupa kalau pak RT tiba-tiba mempersulit kamu, kedipin mata aja deh. Dijamin meleyot tuh pak RT. Mana ada cowok yang bisa tahan sama kedipan mata kamu,” Eva dengan kata-kata semangatnya menyemangati Ayu agar lancar dalam urusan perizinan nanti.

Santai aja Bestie. Pokoknya kita mah percaya aja sama Ayu. Inget, bapak-bapak kelurahan aja sampe takluk sama Ayu. Apalagi ketua RT doang? Bisa-bisa dijadiin istri kedua kali. Hihihihi.” Entah kenapa balasan dari Vina membuat Ayu tersenyum kali ini. Bukan karena senang. Melainkan lucu saja menurutnya. Yakali juga dirinya mau jadi istri kedua sang ketua RT.

Inget ya Yu. Kalau nanti pak RT tiba-tiba mempersulit Ayu. Coba deh Ayu nanti kalau ngomong pake nada yang agak sedikit mendesah. Pura-pura aja kaki terkilir biar pak RT nepsong pengen mijitin kaki Ayu. Dan inget senjata terakhir, Yu. Goyang-goyang pantat atau dada biar pak RT makin termlongoh-mlongoh sama kamu, Yu.” Dedi si pria paling slay itu membalas pesan Ayu dengan bar-bar.

Tanpa peduli kalau Ayu adalah mahasiswi berhijab dan yang terlihat paling alim di The Gang Clover. Si banci kaleng ini tetap saja mengirim pesan seperti itu.

Untungnya persahabatan mereka sudah terjalin cukup lama. Ayu pun tidak tersinggung dengan kata-kata mereka. Ayu bahkan tertawa. Bahkan sampai ngakak dengan jawaban-jawaban dari teman sefrekuensinya.

Memang ya kalau sudah sefrekuensi. Apa-apa jadi hepi. Liat chat mereka di grup saja sudah membuat Ayu hepi. Setidaknya hal itu bisa mengurangi ketegangannya saat ini dan melupakan Erik yang meninggalkannya.

Hal itu membuat Ayu tak perlu lagi ragu untuk menemui pak RT. Toh tak ada Ganep serta Mbah Jo juga. Semoga hari ini urusan bakal lancar-lancar saja. Semoga mimpinya semalam hanyalah mimpi biasa yang dikarenakan dirinya kelelahan dan banyaknya pikiran dan cobaan. Bukan karena adanya petanda buruk.

Beberapa langkah kaki kemudian.

Dengan senyum malu, Ayu melangkah mendekati wanita paruh baya yang rupanya sudah menunggunya di halaman rumah.

“Mbak Ayu, selamat datang. Loh, datang sendirian lagi? Ihihihik.”

Ayu hanya tersenyum canggung. Entah kenapa nada tawanya mengingatkannya pada seseorang yang nyaris memperkosanya di alam mimpinya.

“Hehe iya bu. Oh ya pak RT-nya ada di dalam ya?” Tanya Ayu yang tidak menemukan orang lain kecuali mbok Giyem dihadapan matanya.

“Iya mbak. Tapi bukan di rumah ini ya. Ini rumah saya. Rumah pak RT ada di belakang rumah saya. Mbak bisa liat sendiri kan,” Mbok Giyem menunjuk barisan rumah di samping dan belakang rumahnya, membentuk barisan ruman kecil dalam satu komplek, “ini rumah anak-anak saya. Di sebelah kanan saya ada rumah anak saya yang pertama, namanya Sukirno. Dulu dia bekerja menggarap kebun serta merawat kolam yang ada di depan rumahnya. Tapi setelah menikah, dia ikut keluarga istrinya di Kampung Growol, ada di seberang sana. Lalu di belakang rumah saya ada rumah anak saya yang kedua, namanya Sukirman. Nah, dia itu ketua RT di daerah sini. Pak Sukirman ini yang saat ini Mbak cari. Sedangkan di sebelahnya lagi ada rumah si Sukirlan, yang sehari-harinya berjualan buah.”

Ayu hanya mengangguk-ngangguk saja saat dirinya dijelaskan oleh Mbok Giyem. Selain karena dirinya tidak begitu paham. Dirinya juga tidak tertarik pada sisilah keluarga yang uniknya, memiliki nama depan sukir semua.

“Jadi rumah pak RT dibelakang rumah Ibu, di sebelah situ ya bu?” Tanya Ayu memastikan.

“Iya mbak. Silahkan kesana saja. Tadi pak RT juga sudah menunggu mbak di teras depan rumahnya.” Jawab Mbok Giyem memberi penjelasan.

“Oh begitu. Kalau gitu, saya kesana dulu ya Bu. Permisi Bu.” Ucap Ayu pamit untuk menemui putra kedua keluarga mbok Giyem.

Entah kenapa rasanya jadi deg-degan. Ayu pun menarik nafas untuk menenangkan detak jantungnya. Ia pun membuka isi tasnya untuk melihat kelengkapan berkas perizinannya.

Setelah dirasa lengkap, ia mulai bergegas. Agar dirinya bisa segera kembali ke kosannya untuk beristirahat. Ia berjanji dirinya tak boleh berlama-lama di desa Bawukan. Ia tak mau menetap lama-lama di sebuah tempat yang menjadi lokasi ia dilecehkan.

Dari kejauhan, sesosok pria berkulit hitam, berbadan gemuk, berkumis kotak, berkacamata serta berambut jarang tersenyum menatap sesosok gadis muda nan cantik lagi jelita datang mendekat.

Laksana mesin scanner, matanya dengan segera memindai keindahan tubuh mahasiswi muda itu dalam sekejap. Mulanya memandang wajahnya yang anggun, lalu turun menuju bulatan indah yang menonjol di dada sang dara, tak lama kemudian matanya turun untuk melihat bentuk pinggang rampingnya. Sepasang kakinya yang jenjang menjadi penutup keindahan yang membuat pria tua itu terkagum-kagum pada tubuh indah yang dimiliki oleh sang dara.

Sekejap ia bergumam di dalam hati.

Boleh juga nih cewek. Jadi ini ya yang namanya Ayu? Gak cuma namanya yang Ayu. Tapi wajahnya juga ayu, tubuhnya pun ayu. Jadi penasaran, apakah dalemannya juga ayu? Wahahaha.

“Selamat pagi bapak. Apa benar dengan pak RT…?” Belum selesai Ayu bertanya, tiba-tiba pak Sukirman langsung memotong ucapannya.

“Dengan mbak Ayu ya? Wahahaha. Ya benar, saya Sukirman. Ketua RT di daerah sini. Silahkan duduk dulu.” ucap pak RT ramah yang dibalas senyum canggung oleh dara cantik itu. Setelah Ayu duduk, ketua RT itu kembali bertanya kepadanya. “Ada keperluan apa kemari, Mbak Cantik?”

“Jadi begini, Pak. Mohon maaf sebelumnya karena telah mengganggu waktu Bapak pagi ini, saya tahu Bapak pasti sibuk sekali. Pertama perkenalkan saya Mutia Ayu sebagai perwakilan dari Universitas Langit Biru ingin meminta izin ke bapak untuk mengadakan penelitian di desa ini demi melengkapi tugas kuliah kerja praktek kami. Nah, disini saya juga ingin meminta arahan ke bapak terkait tempat atau lokasi penempatan kami. Kira-kira apa boleh kami melaksanakan penelitian di desa ini, pak?” Ucap Ayu dengan berhati-hati dan sopan. Tentu, ia tak mau meninggalkan kesan yang kurang berkenan di pertemuan pertamanya dengan sang ketua RT setempat.

Namun sayangnya, pak Sukirman sedari tadi tidak mendengarkan apa yang gadis cantik itu bicarakan. Ia malah hanyut oleh suara lembut yang Ayu ucapkan. Sedangkan matanya terpaku pada tonjolan indah yang masih tersembunyi dibalik kemeja putih yang dara cantik itu kenakan.

“Oh iya iyaa. Izin ya? Tentu boleh, pasti boleh. Silahkan mbak boleh melakukan penelitian dimana saja. Mau di balai desa? Boleh. Mau di kantor kelurahan? Boleh. Bahkan di rumah saya juga boleh. Wahahha. Becanda kok mbak. Becanda.” Tawa sang pria tua dengan lelucon garing yang diucapkannya.

“Hehehe.” Tentu, Ayu hanya bisa memaksakan diri untuk tertawa demi menghormati jokes yang sudah pria itu keluarkan. Beruntung, Ayu teringat sesuatu. “Oh iya, ini berkas-berkas yang saya bawa dari kampus pak. Silahkan bisa dilihat dulu.”

Ayu mengeluarkan semua berkas itu dari dalam tasnya. Pak Sukirman pun hanya memandangnya sambil manggut-manggut karena dirinya gak begitu tertarik pada berkas yang dibawa oleh gadis cantik itu. Ia lebih tertarik pada keindahan yang ada di hadapannya. Ia lebih tertarik, pada isian yang ada pada gadis cantik dihadapannya.

“Jadi ini Kuliah Kerja Praktek ya, Mbak?”

“Betul, Pak. Kalau disingkat KKP.”

“Apa bedanya dengan KKN?”

“Kalau KKN kami akan tinggal beberapa bulan dan mengerjakan berbagai macam kegiatan untuk pengabdian pada masyarakat. Sedangkan untuk KKP kami hanya akan melakukan penelitian dan mengumpulkan data untuk menyelesaikan berbagai kasus dan masalah yang bisa kami temukan di desa ini dan sekitarnya, Pak. Jadi seandainya diijinkan, kami mungkin memohon ijin pada Bapak untuk menumpang di Balai Desa ataupun dimanapun diijinkan. Ada sekali dua kali kami mungkin harus tinggal semalam dua malam di sini.”

“Oh begitu,” Pak RT manggut-manggut. Ia semakin membuat Ayu gugup, “Oh iya, maaf. Sebentar, Mbak.”

“Iya pak, kenapa?”

“Ini lho, demi melengkapi persyaratan perizinan desa sini. Saya boleh minta fotokopi kartu KTP mbak gak? Juga sama temen-temen mbak. Gak perlu hardfile kok. Softfilenya pun boleh. Nanti bisa dikirim ke no WA saya. Ini nomor WA saya.” Ucap pak Sukirman sambil menuliskan nomornya di selembar berkas yang Ayu tadi berikan.

“Oh fotokopi KTP pak?” Tanya Ayu memastikan. Sekilas ia merasa ribet dengan pengurusan perizinan di desa ini. Tapi mau bagaimana lagi? Ia harus mematuhinya juga harus menghormati aturan yang ada di desa ini.

“Iyya mbak. Betul. Jangan lupa harus jelas ya. Apalagi foto mbak. Biar saya bisa mengenali mbak di foto tersebut nanti. Wahahaha.” Tawa pak Sukirman lagi yang lama-lama membuat Ayu merasa risih.

“Baik pak. Nanti saya siapkan. Tapi maaf, untuk fotokopiannya bisa nanti kan ya? Saya perlu mengabari teman-teman saya dulu soalnya.” Ucap Ayu meminta izin.

“Oh boleh. Boleh kok boleh. Santai saja. Tenang untuk itu mah. Bisa diatur.”

“Hehehe makasih pak. Jadi…?” tanya Ayu ragu untuk mengucapkan.

“Jadi apa, Mbak?”

“Kami diizinkan kan pak? Apa bapak ada saran tempat yang nantinya bakal menjadi tempat tinggal kami sementara ketika disini? Hehe.” Tanya Ayu dengan nada sopan meski hatinya jengkel karena pria tua itu tidak segera memahami maksud yang diinginkannya.

“Oh itu. Wahahahha. Maaf saya jadi gak fokus gara-gara mbak.” Tawa pak RT cengengesan. “Cantik banget sih, Mbak. Bikin saya tidak bisa fokus.”

Lah? Gimana sih? Agak-agak bapak satu ini.

Ayu pun mulai berhati-hati. Ia tak mau kejadian kemarin kembali terulang di hari ini.

“Untuk sementara, Mbak bisa tinggal di Balai Desa yang letaknya ada di pusat desa Bawukan sini. Letaknya agak jauh sih dari rumah saya kalau jalan kaki. Nanti saya juga coba carikan rumah warga, siapa tau ada yang bersedia untuk meminjamkan rumahnya ke kelompok Mbak.” Ucap pak RT melegakan Ayu sejenak. “Jadi selain Balai Desa untuk pusat penelitian, Mbak dan teman-teman juga bisa bermalam di kampung ini jika dibutuhkan.”

“Wah, makasih banget pak. Kalau gitu, apa saya boleh tahu. Dimana lokasi balai desanya pak?” Tanya Ayu yang buru-buru ingin pergi meninggalkan tempat ini.

“Oh tinggal ikuti jalan utama yang di depan rumah ini. Lokasinya agak ditengah-tengah sawah. Tapi maaf saya gak bisa antar karena ada urusan lain. Mbak bisa kan kesana sendiri?” tanya pak RT sambil berdiri lalu mengarahkan jalan yang ia maksud.

Kebeneneran. Bisa banget lah pak.

“Gapapa kok pak. Gapapa hehe.” Ayu cengengesan. Namun dalam hati ia kegirangan.

“Ya sudah. Syukur kalau gitu. Wahahaha.” Tawa pak RT.

Sial, kalau saja hari ini saya gak ada urusan dengan mbak Amy sayang. Saya pasti bisa mengantarmu ke balai desa, Cantiik. Ah bodymu mantep banget sih. Bener-bener 11-12 dengan mbak Amy. Moga aja nanti pas mbak ngirim fotokopiannya ke hape saya, bisa mirip kejadiannya kayak mbak Amy ya. Wahahahah.

Pak RT tersenyum-senyum sendiri. Hal itu membuat Ayu makin merasa tak nyaman dan ingin segera pergi dari tempat ini.

“Yasudah kalau gitu, biar gak kesiangan. Saya izin pamit ke balai desa ya pak. Mau survey tempat dulu.” Ucap Ayu dengan sopan.

“Oh njih. Monggo mbak. Silahkan.” Jawab pak RT sambil tersenyum.

Ayu pun lekas berdiri. Ia lalu pergi meninggalkan pak RT yang masih tersenyum menatap sisi punggung gadis cantik itu.

Cekreeekk. Cekreeekk.

Pak RT diam-diam memotret sisi belakang gadis cantik itu. Entah kenapa gara-gara mbak Amy. Ia jadi hobi memotret terutama yang ada hubungannya dengan keindahan seorang wanita.

“Dari belakang aja cantik, apalagi dari depan? Masih pake baju aja keliatan seksi? Apalagi gak pake baju sama sekali?” Lirih pak RT tersenyum puas.

Entah kenapa nafsunya kian bangkit setelah bertemu dengan Ayu yang sangat indah itu. Ia ingin mengeksploitasinya. Ia ingin menelanjanginya. Ia ingin menyimpan semua lekuk keindahan tubuh Ayu melalui foto kamera.

Wahaha. Sepertinya, kita bakal punya proyek baru lagi nih.

Batin pak RT tersenyum.




BAGIAN 8 SELESAI.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 9
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd