Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

This is for Conchita [LKTCP 2015]

john robert

Senpai Semprot
Daftar
24 Nov 2013
Post
915
Like diterima
701
Bimabet
Yth, Para Sesepuh Forum, Panitia Penyelenggara LKTCP 2015, Dewan Juri LKTCP 2015, Para Pembaca Budiman, Para Kontestan LKTCP 2015, Para Legenda, Para Maestro, Para Suhu, Para Agan, Para Silent Reader hingga para pembaca yang tidak bisa ane sebutkan satu per satu.

Pertama-tama dengan penuh kerendahan hati, ane mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memperkenankan ane mengikuti Event LKTCP 2015. Sebagai penulis pemula dengan karya unyu-unyu seperti ane diberi kesempatan mengikuti perlombaan akbar merupakan sebuah kehormatan besar.

Perlu juga kiranya ane menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pemeran dalam kisah ane ini yang 98 persen diantaranya merupakan tokoh nyata. Maafkanlah ane bila karya ini dianggap menyinggung para Publik Figure terkenal dari dunia nyata disekitar kita.

Selanjutnya, ane juga mengucapkan permohonan maaf bila karya ane ini dirasakan jauh dari sebuah karya tulis yang layak dibaca oleh para pembaca sekalian. Sejak awal niat ane menulis karya ini hanyalah untuk mengalahkan diri ane sendiri. Bukan pada tempatnya karya ini bisa bersaing dengan karya Para Maestro Legendaris yang telah menelurkan karya bersejarah pada situs kita tercinta ini. Tapi karya ini merupakan keberhasilan ane mengatasi rintangan dari dalam diri sendiri kemudian berhasil menyelesaikan sebuah cerita tepat pada waktunya.

Apabila terdapat kesamaan tokoh, alur, maupun adegan dengan Para Kontestan sekalian ane mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Yang pasti karya ini dibuat bukan untuk menyinggung siapa-siapa, hanya sebuah karya sederhana yang ditulis dari lubuk hati ane yang paling dalam.

Akhirnya ane mengucapakan banyak terima kasih kepada Para Pembaca yang berkenan mampir meluangkan waktu untuk membaca karya sederhana ane ini. Semoga kita semua dapat mendapatkan manfaat yang terbaik dari penyelenggaraan even LKTCP 2015.

Salam Hormat

John Robert



“ Hanya Dengan Hati Orang Bisa Melihat Secara Benar Yang Esensial Tak Terlihat Oleh Mata”

Conchita Caroline

THIS IS FOR CONCHITA

BAB 1

5 JULI 2016, Norwich - Inggris

“ Mitra Sepak bola, Pencabutan sanksi FIFA bagi Tim Nasional Indonesia dilakukan kemarin malam oleh Sekjen FIFA Sep Blater di Jenewa. Kabar baik ini tentu langsung disambut dengan suka cita oleh seluruh penggemar sepak bola tanah air, apalagi pada bulan November mendatang akan diselenggarakan perhelatan turnamen sepak bola terbesar Asia Tenggara yaitu Piala AFF di Myanmar dan Filipina…..”

Presenter olah raga di televisi lokal Indonesia sedang membacakan sebuah berita baik. Sanksi FIFA bagi Sepak Bola Nasional akhirnya berakhir. Ratusan juta penggemar bola di tanah air dapat kembali menyaksikan penampilan Kesebelasan Nasional kebanggaan mereka.

Masih terngiang jelas dalam ingatanku, peristiwa pada tanggal 29 desember 2010 silam. Saat itu usiaku baru menginjak 14 tahun. Kedua orang tuaku mengajak seluruh anggota keluarga menyaksikan pertandingan final kedua Piala Suzuki AFF 2010. Bukan Final yang ideal bagi Indonesia, kami sudah ketinggalan 3-0 saat bertanding di Stadion Bukit Jalil. Kebetulan akhir tahun merupakan saat libur bagi para pesepak bola di Akademi Inggris, aku dapat pulang ke tanah air khusus hanya untuk menyaksikan perhelatan akbar Piala AFF.

“ Indonesia pasti bisa membalikkan keadaan! KITA AKAN MENANG 5-0,” teriak semangat ayah di tengah ribuan orang supporter yang tengah antre tiket memasuki Stadion Bung Karno.

“ HIDUP INDONESIA,” ribuan orang bersamaan berteriak menyambut teriakan ayah.

GARUDA DI DADAKU
GARUDA KEBANGGAANKU
KU YAKIN HARI INI PASTI MENANG

Lautan manusia menyanyikan bait lagu yang sama. Begitu selanjutnya, berulang-ulang, terus menerus. Kami semua bagai tersihir dengan irama penuh semangat, perpaduan harapan bertahun-tahun menjadi juara.

Irama lagu Garuda Di Dadaku terus kami nyanyikan hingga memasuki Stadion. Kami tidak berhenti bernyanyi hingga suara seorang pembawa acara mengumumkan akan dinyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Tanpa harus dikomando kami semua berdiri penuh hormat bersiap mendengarkan Lagu Sakral yang sebentar lagi berkumandang. Layar raksaksa di salah satu sudut stadion mulai menampilkan wajah-wajah pemain Timnas kebanggaan kami.

INDONESIA TANAH AIRKU
TANAH TUMPAH DARAHKU
DISANALAH AKU BERDIRI
JADI PANDU IBUKU

Aku tidak pernah menyaksikan Ayah menangis saat menyaksikan lagu Indonesia raya, tapi saat itu Beliau mencucurkan air mata. Kami sekeluarga menjadi saksi, bagaimana para supporter Timnas sangat mencintai Tim nasional. Mereka rela berkorban apa saja demi bisa datang ke Stadion Utama Gelora Bung Karno dan mereka siap menantikan momen bersejarah yang akan tiba sebentar lagi.

“ KUYAKIN HARI INI PASTI MENANG…..PASTI MENANG!.”

Yel-yel supporter terus berkumandang hingga peluit panjang berbunyi tanda pertandingan dimulai.

Timnas Indonesia langsung memperagakan sepak bola menyerang.

Optimisme kami semakin meninggi seiring pertandingan berlangsung. Menit demi menit berlalu, Timnas terus menekan Malaysia. Pemain kita berhasil membuat mereka menderita dengan sepak bola menyerang. Firman Utina, Irfan Bachdim, Octo Maniani, Cristian Gonzales hingga Muhammad Nasuha mengejar bola di setiap jengkal lapangan.

Mereka mengejar bola seperti tidak ada lagi hari esok. Ketika berhasil merebut bola, mereka langsung memborbardir pertahanan Malaysia. Kiper Malaysia, Khairul Fahmi benar-benar dibuat jatuh bangun oleh serangan Timnas.

Kondisi tribun penonton makin riuh. Kami makin lantang meneriakkan Yel-yel. Tidak sedetik pun, kala itu, kami meragukan lirik lagu yang dengan optimis mengatakan ; HARI INI, KITA PASTI MENANG.

“ MENANG PAK…KITA MENANG….KITA DAPAT PENALTI!.”

Aku berteriak menarik baju Ayah yang terus berjingkrak-jingkrak kegirangan. Indonesia mendapat tendangan penalti. Seorang pemain Malaysia melakukan hands ball di dalam kotak penalti. Seluruh stadion bergemuruh.

Lebih dari 88.000 orang memenuhi kapasitas Stadion Utama Gelora Bung Karno. Kami semua memiliki kesamaan pikiran ; sekarang satu gol, habis ini kita bikin lagi, lalu lagi dan lagi.

“ Nak, kamu lihat cara Firman nendang! nanti kamu terapkan dalam latihanmu di Norwich,” ujar ayah keras.

Firman Utina maju sebagai eksekutor.

Tatapan wajah Firman di layar raksaksa menampilkan raut percaya diri.

Pada saat itu, di kaki Firman Utinalah, aku, beserta semua orang Indonesia menggantungkan harapan. Seluruh isi stadion bahkan sama-sama menarik nafas panjang kala Firman mulai maju melakukan penalti.

Ayah sudah menaikkan tangannya ke udara bersiap merayakan gol bahkan sebelum Firman menendang bola.

“ Pemirsa kita doakan bersama semoga Firman Utina dapat menyelesaikan tendangan penalti….,” seorang penonton menyalakan radio yang menyiarkan secara langsung pertandingan dari aplikasi ponsel.

“ FIRMAN UTINA…..,” pekik penyiar radio mengiringi loncatan kami semua dari bangku Stadion. Kami sangat yakin penalti ini pasti masuk.

“ AAAAAAAAAAAAAAAH GAGAL……..”

“HHHAAAAAAGHHHHH……”

Kami semua diam. Banyak makian terdengar. Firman Utina gagal.

Tangan Ayah mengepal di udara, Beliau tetap bersiap merayakan gol tapi wajah pucat Beliau menunjukkan gol yang dinantinya tak akan tiba. Wajah optimisnya telah kehilangan harapan. Sebenarnya kami belum kalah, namun kegagalan penalti Firman secara perlahan mengantarkan kami kalah lebih cepat.

“ MALAYSIA MENYERANG…..SAFEEE SALI GOLLLLLLLLLLLLLLLLL!.”

Kesedihan kami menjadi. Ayah menutup wajah kala Malaysia akhirnya membuat Gol lebih dulu. Seluruh harapannya menyaksikan sebuah gelar bagi Timnas Indonesia pupus sudah.

“ Nak….,” katanya sambil memegang lenganku “ Ayah salah!Kamu tidak usah belajar dari mereka! Mereka payah! Berusahalah keras berlatih di tanah Inggris, lalu bawa kemari ilmunya untuk memenangkan Timnas Indonesia!,” pesannya berurai air mata.

Momen menyedihkan bagi kehidupan keluarga kami tiba-tiba hadir kembali kala penyiar berita cantik di televisi membacakan berita. Apakah dengan pencabutan sanksi berarti prestasi bagi Sepak Bola Nasional??.

“ Pelatih Indera Syafrie…..,” presenter melanjutkan “… yang kini ditunjuk menjadi pelatih Timnas Senior menyatakan akan fokus menggunakan potensi pemain muda Indonesia. Mantan pelatih Timnas U-19 yang sebelumnya melatih Bali United ini juga menegaskan akan memanggil kembali bakat-bakat asli Indonesia yang kini tengah berlatih di Klub-Klub luar negeri.”

“ Biiing Binggg Binggg….,” Bunyi ponsel mengalihkan perhatianku dari layar televisi. Sebuah nama tertera di layar ponsel.

COACH ABDURRAHMAN

Nama pelatih waktu kami berlaga di Liga Danone U-10 tahun. Pasti ada yang penting dari telponnya sekarang. Apalagi Beliau sampai rela menelpon mantan anak didiknya yang sekarang tengah berada di luar negeri.

“ Halo Coach apa kabar lama tak jumpa??.”

“ Budi ini Coach Indera Syafrie menggunakan nomernya Coach Abdurrahman, Beliau sekarang bertindak sebagai Asistenku di Timnas.”

Mendengar nama Coach Indera membuatku mengalami déjà vu. Baru saja aku mendengarnya dari siaran televisi, sekarang Beliau sudah menelpon.

“ Iya…Coach Indera…sangat mengejutkan Coach ..ada yang bisa saya bantu??.”

“ Kamu, sama Alfred saya panggil masuk Timnas! bersiaplah kalian akan berlaga di Piala AFF!.”

“ Iya Coach, siap! kami siap membela Timnas Indonesia.”

Tanganku masih bergetar saat telpon ditutup. Mendengar panggilan masuk ke Tim Nasional membuat sebagian jiwa ini begitu tersentuh. Baru kemarin rasanya kami sekeluarga menyaksikan langsung perjuangan Timnas di Stadion GBK, sekarang tampaknya telah tiba giliranku untuk membela Tim Garuda. Mengenakan Simbol Garuda di dada.

Namun sebagian lagi bagian jiwa ini merasa perih karena baru sekarang Negara memperhatikan nasib kami, para putra-putra terbaiknya yang berusaha menjadi pemain bola di luar negeri. Begitu berat perjuangan kami guna beradaptasi dengan kultur sepak bola, bahasa, budaya hingga makanan Negara asing. Kemana mereka semua kala kami kesulitan beradaptasi?? apakah ketika kami berhasil menjadi pemain bola mereka baru datang?? serta merta menawari kami kostum tim Nasional??.

“ Kreeeeekk,” pintu kamar dibuka.

“ Kakak kenapa diam saja??? ada berita apakah???.”

Kedatangan Alfred teman sekamarku membuatku sedikit terkejut.

“ Alfred kamu masuk kamar tidak bisa ketuk pintu lagi kah????.”

Tubuh Alfred begitu tinggi, mencapai 188 cm begitu ideal bagi seorang gelandang bertahan. Berpostur tinggi seperti itu di lapangan Ia begitu kuat. Alfred memiliki kulit hitam khas Papua, di lapangan ia bisa langsung dikenali sebagai bakat sepak bola terbaik Indonesia. Anak Papua akhirnya bisa berbicara di pentas dunia.

“ Ah Kaka kamu yang melamun baru kamu salahkan saya lagi….,” candanya “ada berita apakah Kaka??.”

Senyum di wajahku selalu mengembang bila bicara dengan Alfred. Dia selalu ramah bahkan dalam situasi terburuk sekalipun. Pergulatan batinku tadi bisa disapu dengan ucapan polosnya.

“ Alfred, Coach Tim Nasional Indonesia baru saja telpon. Kita berdua masuk Tim Nasional.”

“ Ah yang benar Kaka??.”

“ Kau senangkah tidak??.”

“ Gimana Alfred tidak senang Kaka??, Alfred bisa main sama Kak Boaz, Kak Manu Wanggai, Kak Tibo, orang-orang andalan semua. Pasti to nanti orang-orang kampong liat Alfred main bola di televisi. Mereka pasti bangga sekali Kaka,” raut muka Alfred menggambarkan harapan tapi juga masih meninggalkan rasa cemas “Tapi masalahnya Kaka.., gimana cara kita ijin ke Coach Neill???.”

Aku memahami kecemasannya. Sepak bola Inggris masih kurang ramah bagi pesepak bola Asia. Walau hingga kini para pemain Asia telah banyak bermain di EPL, media Inggris hanya menganggap satu nama yang pernah bermain secara benar di Liga Mereka. Orang itu bernama Park Ji Sung. Mantan pemain Korea Selatan yang telah memenangkan hampir semua gelar bergengsi bersama Manchester United.

Menghadapi kerasnya perlakuan sepak bola Inggris terhadap pemain Asia, tersebutlah nama Coach Alex Neil pelatih klub Norwich City. Pelatih muda dengan pikiran revolusioner dalam rangka merubah Norwich City, sebuah klub kecil agar bisa bertahan selama mungkin di Liga Utama. Barangkali karena melihat postur tubuh kami yang tinggi kekar, lagi memiliki teknik tinggi, Coach Neill memberi kami kesempatan promosi dari Tim Akademi Junior ke Tim Senior.

Berada di Tim Senior menandakan kesempatan bermain di Liga Utama Inggris tinggal menghitung hari.

“ Besok kita bilang ke Coach di tempat latihan!,” jawabku singkat.

BAB 2

6 JULI 2016 STADION CARROW ROAD - MARKAS NORWICH CITY


“ FUCK OFF!….LOOK YOUR PASSING!…YOU CANNOT GIVE A PASS WITHOUT AWARE OF YOUR TEAMMATE POSITITION!.”

Teriakan pelatih botak berusia muda menggema di seluruh sudut stadion. Alex Neill masih berusia 37 tahun, bagi seorang pelatih di Premier League, ia masih begitu muda. Pada tangan pelatih muda ini, Tim Norwich City berhasil promosi kembali ke kasta tertinggi sepakbola Inggris setelah pada tahun 2014 terdegradasi secara menyakitkan.

“ BUDI, USE YOUR BODY STRENGTH TO KEEP THE BALL..THIS IS ENGLISH PREMIER LEAGUE! WE USE SPEED AND POWER EVERY TIME!.”

Dia meneriakiku begitu lantang memberi intruksi. Aku dan Alfred harus banyak bersyukur. Kami berdua berasal dari Akedemi Junior Sepak Bola Norwich, Coach Neilllah yang mempromosikan kami naik ke Tim Senior untuk bisa mencicipi panasnya persaingan Liga Utama, meski pun kami masih harus dilatih kembali selama tiga bulan ke depan agar bisa mengerti benar sistem permainan Tim Senior.

Tim Senior Norwich City memiliki tiga lapis tim cadangan di Liga Utama. Masing-masing lapis harus bermain sebaik-baiknya agar mengerti sistem permainan. Tak akan ada lagi waktu belajar sistem permainan bila Liga Inggris resmi melakukan Kick Off pertengahan bulan Agustus mendatang.

“ PRIIIITTTTTTTTTT….,” Peluit berbunyi “ OK, TAKE A BREAK!.”

Seluruh pemain berhamburan menyerbu tempat air di pinggir lapangan. Aku Menahan Alfred agar jangan dulu istirahat minum, kami harus segera menemui Coach Alex Neill sebelum ia kembali sibuk berteriak memaki anggota tim atas permainan, yang menurutnya, sangat amburadul.

“ Coach…can we talk to your for a second??.”

Coach Neil memiliki kapala botak dengan kulit putih khas bule Britania. Ia memang berasal dari Scotlandia sehingga sangat fasih dengan budaya Inggris berikut kultur sepakbolanya.

“ Catch your breath first! Budi, Alfred,” jawabnya mempersilahkan kami memulihkan nafas.

“ Thank you….huuhh….huhhhh,” sayangnya meski diberi kesempatan aku memang selalu ngos-ngosan bila tegang menghadapi situasi tertentu “ Mmm Coach.. mmm our National Team called us to joined them to face Asean Footbaal Tournamen in November until Desember.”

Pandangan Coach Neill mendelik. Ia seakan tak percaya.

“ Indonesian National Team?? After all this time???.”

Pertanyaannya membuat kami tertunduk. Hanya Beliau sebagai manajer utama Tim yang tau benar keadaan kami selama ini. Sebagian besar pendanaan kami ketika berlatih ditanggung oleh Akademi Sepak Bola Norwich. Tidak ada sedikit pun perhatian dari Negara selama kami menuntut ilmu sepak bola. Apalagi PSSI mereka bahkan sama sekali tidak tau kalo kami ada.

“ They never care about both of you, ” Coach Neill berkata kesal “ I give opportunity, because I saw potention,” Coach Neill menggunakan telunjuknya menuding wajah kami berdua. Kadang dia tidak suka dengan budaya timur kami yang suka menunduk saat diajak bicara. Tapi dia menghormati budaya itu. Hanya saja Coach Neill akan menudingkan telunjuknya di wajah kami agar kami mengangkat kepala memandangnya saat bicara.

“ And I see both of you want to give work hard for this team,” sekarang ia menepuk punggung kami seperti seorang bapak menepuk punggung anaknya.

“ Two week….,” Coach Neill mengangkat kedua jarinya “ I Just Give two week before the tournament started!, before that, two of you still under my command. I just give you a little time because I want my mildfield formation filled with both of you on januari. Until then, just try hard to understand the game we playing for!”

“ Thank You Coach…terima kasih banyak Bapak…,” Alfred menjawab dengan bahasa Inggris campur Indonesia. Dia memang sering begitu.

“ You’re welcome! Terima kasih kembali!,”Coach Neill menjawab balik dengan bahasa Indonesia kacau beraksen Inggris. Meski keras saat melatih, dia memang memiliki selera humor bagus.

Hanya dua minggu sebelum turnamen.

Itulah waktu kami bergabung dengan Tim Nasional. Bagi kami berdua, masa bodoh dengan sifat apatis pemerintah maupun PSSI. Yang lebih penting adalah Bangsa Indonesia memerlukan kebangaan di Sepak Bola. Ayahku berpesan ; “Kamu tidak usah belajar dari mereka! mereka payah! Berusahalah keras berlatih di tanah Inggris, lalu bawa kemari ilmunya untuk memenangkan Timnas Indonesia!.”

Apa pun perlakuan buruk yang harus kami terima akibat ketidak pedulian Negara kepada kami tidak akan menyurutkan tekad kami membanggakan Sepak bola Nasional.

BAB 3

1 NOVEMBER 2016 - Studio Kompas TV.


“ Chita kamu sudah tau belum ada dua pemain Indonesia yang sekarang sedang bermain di Liga Utama Inggris??.”

Seorang kameramen mendatangiku sambil membawa dua lembar amplop berwarna coklat. Sudah jam 9 malam sekarang, tayangan live Sportainment yang akan kubawakan masih tiga jam lagi. Daripada bosan menunggu, kubuka amplop yang di serahkan kameramen. Lagi pula mendengar dua orang pemain bola Indonesia bermain di Liga Utama Inggris sangatlah menarik.

Masalahnya informasi tentang mereka begitu minim. Sebagai presenter sepak bola yang sangat mengetahui berita bola baik dalam dan luar negeri aku belum pernah sekalipun mendengar tentang mereka.

“ Mmm Norwich City ; sebuah tim kecil di Liga Inggris,” batinku saat membaca profil mereka.

Yang satu bernama Budi, tinggi badan 183 cm ,umur 20 tahun kelahiran 1996 , satu tahun dibawahku. Asli dari Indonesia campuran Ayah Jawa Tengah dan Ibu Jawa Barat, bukan pemain Indo apalagi naturalisasi. Masuk Akademi Sepak Bola Norwich sejak umur 10 tahun. Dilirik pemandu bakat Norwich saat Turnamen Liga Danone U-10 tahun .

Satunya lagi bernama Alfred. Asli Papua. Lagi-lagi bukan pemain Indo apalagi naturalisasi. Tinggi badan 188 cm. Umur 19 tahun kelahiran 1997. Masuk akademi yang sama saat berusia 9 tahun. Sama-sama dilirik pemandu bakat saat Turnamen Liga Danone U-10.

Padahal Timnas sedang kebanjiran pemain naturalisasi, kenapa PSSI tidak pernah melirik mereka sebelumnya??. Padahal saat Evan Dimas dkk sedang Berjaya di U-19 mereka bisa saja diikutsertakan dalam tim sebagai alternative permainan.

“ Ok I’m interest!,” jawabku singkat.

“ Maksudnya loe mau wawancara mereka berdua??,” kameramen begitu antusias.

“ Iya gue mau….bring them to me!.”

“ YESSS!.”

“ Kenapa sih loe antusias banget sama mereka??,” melihat tingkah kemeramen membuatku bingung.

“ Otak loe masih lempeng sih Chit!,” usil dia menunjuk dahiku “ ini peluang buat Kompas TV, asal loe tau ya, dua orang ini memang belum pernah main di Premier League. Tapi sebentar lagi gue yakin.. mereka akan dapat kesempatan.. dan saat itu tiba gue yakin Kompas TV gak bakalan lagi bisa ngundang mereka berdua.”

Membayangkan dua orang asli Indonesia bermain di Liga Utama Inggris saja telah membuat bulu kudukku berdiri. Benar kata Jodi, si kameramen, mereka berdua punya potensi menggegerkan sepak bola tanah air. Hebatnya, publikasi tentang mereka hampir tidak ada.

“ Masalahnya mau gak mereka hadir jam 24 dini hari di acara gue Jod?? gue kan hanya dapat slot malam??.”

“ Beres urusan itu Chit…Agen mereka udah gue hubungi. Besok mereka tiba di Bandara Soetta. Gue sendiri yang bakal jemput lalu bawa mereka bertekuk lutut di hadapan loe!.”

Optimis!. Sifat Ini yang paling aku suka dari Jodi. Dia tidak pernah mengeluh hanya mendapat slot tengah malam saat siaran. Alih-alih mengeluh dia selalu optimis. Baginya besok selalu merupakan hari petualangan baru yang harus dihadapi dengan pikiran terbuka serta penuh rasa riang gembira.

***

21. 30 - 2 NOVEMBER 2016 – TOL DALAM KOTA JAKARTA

Lalu lintas Jakarta macet. Perjalananku dari Karawaci menuju Studio Kompas Tv terasa menjadi perjalanan paling lama di dunia. Barusan aku harus memandu acara pengundian hadiah sebuah Bank Swasta di Super Mall Karawaci. Sekarang, terjebak lalu lintas Ibu Kota aku harus kembali ke Kompas Tv. Jadwal wawancara live tengah malam dengan dua orang pemain Timnas menjadi agenda yang kusambut dengan antusias. Kami seumuran. Anak-anak yang lahir pada periode sama pertengahan tahun 90 an. Bicara dengan anak seumuran pasti seru. Apalagi bila topiknya sepak bola. My favourite.

“ Chit dimana loe sampe sekarang belum sampe studio??,” Jodi menelpon terdengar gelisah.

“ Kejebak macet Jod! lagi pula masih jam setengah sepuluh.”

“ Mereka udah dateng Chit.”

“ Ah seriusan loe Jod??? kenapa loe bawa cepet-cepet mereka ke studio??.”

“ Maunya mereka Chit! katanya supaya persiapannya mateng.”

“ Persiapan apa maksudnya??.”

“ Loe jangan lupa! bisa aja umur mereka masih dibawah loe tapi udah sepuluh tahunan mereka tinggal di Inggris. Mereka disiplin banget Chit! cepatlah loe datang. Jangan bikin gue malu!.”

“ Iya iya! don’t worry bentar lagi juga gue nyampe.”

Dua pria muda dengan usia muda tapi sudah memiliki disiplin begitu tinggi. Prospek wawancara ini terlihat semakin menarik.

***

23.00 STUDIO KOMPAS TV

“ Halo apa kabar?? saya Conchita Caroline host acara malam ini,” sapaku ramah saat akhirnya bisa menemui narasumber. Lalu lintas Jakarta malam ini benar-benar parah. Aku terjebak di tol lebih dari 2 jam.

“ HALO KAKA,” mereka berdua berdiri menjawab bersamaan.

“ Kalian kompakan ya???,” candaku berusaha mencairkan suasana.

“ Iya Kaka…kami sudah tinggal berdua 10 tahun jadi kami sudah satu hati,” yang menjawab pertanyaan adalah pemain tinggi dari Papua. Ia betul-betul tinggi juga tampak begitu kokoh. Lini tengah Indonesia pasti kuat sekali bila ia berada di dalamnya.

“ Kamu Yaya Toure dari Papua ya??,” sapaku bercanda sambil mendangak saat membuka pembicaraan sekalian menjabat tangannya.

“ Ah Kaka salah sekali… saya bukan Yaya Toure! nama saya Alfred. Nama ini Ibu saya yang kasih , Kaka tidak boleh ganti-ganti nama sembarangan….. kalo Kaka ganti-ganti nama terus, saya bisa marah toh..nanti kalo saya marah saya bisa jadi ganas sekali!.”

Wajahku menjadi pucat. Jangan-jangan perkataanku tadi telah menyinggungnya.

“ Bercanda Kak…bercanda….jangan pucat begitu!,” temannya satu lagi yang berkulit putih menepuk bahu Alfred.

“ HA HA HA KAKA KAMU KENA TOH…..HA HA HA…..KAMU PUCAT SAMPE,” Alfred tertawa begitu keras. Dasar! bisa-bisanya mereka mengerjaiku sejak dari pertemuan pertama.

“ Alfred kamu jangan bikin Kaka stress ...kamu minta maaf dulu.. Kak Conchita atas nama Alfred saya minta maaf…..maksudnya kami berdua minta maaf bila kurang sopan.”

Memandang dua orang ini seketika membuatku merasa senang. Malah begitu senang berbalut optimisme tinggi. Teman Alfred yang telah kupelajari bernama Budi ini juga tak kalah gagah dengan tubuh tinggi atletis. Aku sudah mewawancara ratusan pemain bola tapi belum pernah melihat sosok dengan fisik sebagus ini. Lebih jauh lagi belum pernah kulihat pemain bola memiliki wibawa sebesar Budi.

Perasaanku mengatakan Timnas Indonesia bisa betul-betul menjadi kuat dengan kehadiran mereka berdua. Yang lebih membanggakan mereka berdua asli produk dalam negeri.

“ Kamu Budi?? ya kan?,” sapaku kepadanya.

“ Betul Kaka Conchita Caroline…ini Kaka Budi ganteng..masih single….dan Kaka ganteng ini ngefans berat sama Kaka..isi lokernya di Stadion Carrow Road itu Kaka aduuuhh foto Kaka semua…sampe sampe kalo Kaka ini ngigau tuh dia sebut nama Conchita,” Alfred mendahului menjawab pertanyaan.

Duuuuugggg. Budi menyikut temannya keras.

“ Kamu stop tipu Alfred!,” muka Budi bersemu merah.

“ O ya??,” dibuat penasaran nih aku jadinya “ Dapat fotoku dari mana?? emang di Norwich ada yang jual???.”

Budi terdiam sejenak. “ Kak Conchita, sejak melihatmu pertama kali di televisi, kami kan juga punya saluran di Inggris sana yang tayangkan siaran dalam negeri, wajahmu selalu terbayang di hati!.” begitu percaya diri ia merangkai setiap kata dalam kalimatnya hingga membuatku sempat terpana.

“ Ah Kaka sekarang kamu yang stop tipu! kamu madu Kaka ini lagi,” Alfred balas menyikutnya membuat konsentrasi Budi beralih.

Mereka berdua kembali bercanda begitu riuh. Hubungan diantara mereka berdua memang terlihat sudah terjalin begitu erat. Pasti sudah banyak suka duka perjalanan hidup yang telah mereka alami. Sering aku merasa, mewawancarai seorang atlet sama dengan mewawancarai orang yang dipaksa menjadi lebih tua dari usianya.

Aku sempat terpana lalu tersenyum mendengar gombalannya yang meski terdengar murahan tapi menyelipkan ketulusan. Apa benar dia ngefans pada diriku??. Benarkah lemarinya dipenuhi fotoku??. Kami sebagai wanita paling senang mendengar ada pria yang mengagungkan kami seperti itu. Apalagi bila pria itu berwajah tampan dengan wibawa sebesar Budi.

***

24. 15 STUDIO KOMPAS TV

“ Baik pemirsa, perbincangan kita dengan dua pemain Timnas Indonesia masih akan berlanjut setelah pesan-pesan berikut ini..tetap di Sportainment Kompas TV,” ujarku dengan intonasi khas yang telah dikenal banyak pemirsa televisi.

Kedua nara sumber tampak menarik nafas panjang. Mereka tampak tegang. Sekarang giliranku yang harus menertawakan kegugupan mereka yang berbanding terbalik dengan sifat usil saat di ruang tunggu tadi.

“ HAYOOOOO PADA TEGANG YA???????,” ujarku keras berusaha mengagetkan mereka.

Budi tampak paling kaget. Dia bahkan hampir terjatuh dari kursi bila tidak dipegangi Alfred. Aku tertawa terbahak di dalam hati melihat reaksinya.

“ Ah Kak Chita, Kaka bikin kaget saja….,” ujarnya malu.

“ Iyo Kaka, kau usil sekali….,” Alfred menimpali.

“ Ah kalian berdua yang usil duluan baru kalian tegur saya lagi, kalian berdua stop baku tipu sudah!” tanpa kusadari keluar jawaban begitu lucu dari bibirku yang lucunya mengikuti logat bicara mereka berdua.

Budi dan Alfred saling memandang terkejut. Kemudian meraka bersamaan melihat kepadaku, lalu … “ HA HA HA HA,” kami tertawa bersamaan. Perutku sampai sakit terpingkal-pingkal tak sadar bisa-bisanya terbawa oleh narasumberku sendiri. Memang enak berbicara dengan orang seumuran . Kami seperti tersambungkan dengan sebuah koneksi waktu.

***

02.15 STUDIO KOMPAS TV

Acara sudah berakhir satu jam lalu. Tapi kami bertiga masih duduk di ruang siaran. Perbincangan ringan penuh canda tawa selalu mengisi obrolan kami. Belum pernah kurasakan bisa selepas ini dengan narasumber. Sikap ramah mereka benar-benar membuatku nyaman.

“ Alfred???.”

“ Jangan diganggu Kak Chita! dia sudah tidur,” Budi melihat temannya yang tampak duduk dalam posisi menunduk.

“ Sambil duduk??.”

“ Iya Kak, kami habis perjalanan jauh langsung dibawa kemari. Alfred pasti kelelahan.”

Aku baru menyadari mereka berdua, baru saja menempuh perjalanan London – Jakarta lantas lanjut siaran di studio kami. Pasti sangat melelahkan.

“ Maafkan aku ya, sangat asyik ngobrol dengan kalian, aku jadi lupa waktu.”

“ Ah gak apa Kak, aku sendiri sangat senang bisa ngobrol dengan Kak Chita, rasanya seperti mimpi yang jadi kenyataan.”

Perkataannya membuatku kembali tersanjung. Mudah mudahan Budi tak bisa melihat ekspresi wajahku yang tersipu-sipu mendengar perkataannya.

“ Gimana peluang kita di Piala AFF??,” berusaha menyembunyikan wajah, kualihkan topik pembicaraan.

“ Kita akan menang Kak! kujamin!.”

Optimis sekali dia. Jawaban seorang pemimpin di lapangan.

“ Yakin kamu Budi?? Kita gak punya kekuatan lho buat ngalahin Thailand-nya Kiatisuk Senamuang, bahkan buat ngalahin tuan rumah Myanmar aja kayaknya gak akan sanggup,” timpalku mendadak kembali bersemangat. Ekspresi tersipuku tadi mudah mudahan sudah hilang.

“ Ahhh Kak Chita terlalu pesimis,” jawabnya santai.

“ Eit aku gak pesimis Budi, coba kamu jawab, apa bisa hanya dengan memanggil kalian berdua bisa melahirkan perubahan bagi permainan Timnas secara keseluruhan???. Apakah ini bukan cara instan PSSI lainnya dalam menghadapi sebuah turnamen???,” kadang aku mudah terlalu bersemangat saat bicara sepak bola “ Just try to think! it’s to instant right?? I mean the way PSSI to solve the problem?? football isn’t matter of a player but is’t matter of a team.”

Budi menegakkan duduknya tampak tersengat dengan omonganku barusan “ Its true, football is about team play but great player always can change the game.”

“ NTAR..NTAR..NTAR….,” tanpa disadari aku pun tersengat dengan jawabannya “ who is the great player now! you??? they even not know about you???,” tahan Chita kamu sudah kelewatan.

“ Relax! I will made them know me!,” jawab Budi sekarang terdengar lebih santai.

“ How??”

Budi menarik nafas panjang tampak mempersiapkan jawaban “ How???,” kukejar terus dia.

“ With your smile,” jawabnya sambil tersenyum langsung menghentikan detak jantungku.

“ What??,” Jawabannya membuatku detak jantungku begitu berdebar-debar.

“ I will became a great football player in the world with your smile Conchita.”

Si Budi ini benar-benar memiliki pesona luar biasa yang bisa membuat setiap wanita jatuh cinta.

BAB 4

STADION AUNG SAN - PEMBUKAAN PIALA AFF - INDONESIA VS TUAN RUMAH MYANMAR 14 NOVEMBER 2016

“ HIDUPLAH INDONESIA RAYA…….”

Berbeda dengan tahun 2010, Lagu Indonesia Raya hanya dinyanyikan segelintir orang. Tertelan oleh suara puluhan ribu pendukung Timnas Myanmar sebagai tuan rumah. Myanmar adalah kekuatan baru sepak bola Asia Tenggara. Hingga awal tahun 2000, Indonesia selalu mampu mengalahkan mereka dengan angka telak. Sekarang tidak lagi. Kami selalu kalah bila melawan Myanmar.

“ GOOOOOOLLLLL.” Betul kan lagi-lagi kami kesulitan mengalahkan mereka bahkan kebobolan lebih dulu.

1-0 Myanmar. Penyerang Than Paing yang masih berusia 19 tahun mencetak gol cantik membuat seluruh stadion bergemuruh.

“ Budi…Alfred!,” Coach Indera Syafrie berjalan menghampiri kami yang masih duduk santai di bangku cadangan. Kami bukan pemain inti dalam pertandingan ini. Terlihat dari ekspresi wajahnya, Coach Indera menginginkan respon cepat Timnas saat tertinggal gol.

“ Siap-siap kalian turun sebentar lagi!.”

Kami bangkit dari bangku cadangan. Sepatu yang masih terikat longgar segera kukencangkan.

“ Kaka..kamu sudah siap kah??,” Alfred bertanya sambil melakukan perenggangan.

“ Aku sudah siap sejak tahun 2010 lalu Alfred. kau sudah siap??”

Alfred mengepalkan tangannya di udara. Sepuluh tahun kami berlatih setiap hari di Negeri Orang. Setiap hari memakan materi yang itu-itu saja. Tak mungkin kami tidak siap menghadapi hari ini.

***
 
Terakhir diubah:
Kami berdua memasuki lapangan pada menit ke 40. Tak tanggung-tanggung Coach Indera melakukan double substitution bahkan sebelum babak pertama berakhir.

“ Kalian berdua hentikan kecepatan mereka!,” begitu intruksinya. Kecepatan pemain-pemain Myanmar memang membuat lini pertahanan kami morat-marit.

Seperti biasa Alfred memainkan posisi gelandang bertahan. Posisi favoritnya. Sedangkan aku memainkan posisi Playmaker menggantikan Evan Dimas. Seniorku itu terlihat sudah kepayahan mengimbangi kecapatan gelandang-gelandang Myanmar.

Keputusan Coach Indera tepat melakukan pergantian ini. Dengan kemampuan tinggi yang belum pernah dilihat orang, kami membuat permainan Myanmar secara perlahan hancur lebur. Serangan mereka tidak lagi terpola. Pelatih Alex Neill pernah berucap, “lini tengah memenangkan pertandingan.” Aku sangat sependapat dengannya.

“ GUSSRRRAAAAKKKK.”

Alfred melakukan tekel bersih menjatuhkan pemain Myanmar di menit 65. Ia berhassil merebut bola tanpa membuat pelanggaran. “ KAKAK LARI!,” dia menahan bola sebentar, langsung melakukan direct passing ke arahku.

“ SYUUUUUUUT,” bola meluncur deras.

Sebelum bola tiba di kakiku, aku telah melihat keseluruhan lapangan pertandingan. Sebuah naluri dasar seorang gelandang serang. Sebagian besar pemain Myanmar tengah berada di daerah pertahanan Indonesia, mereka hanya menyisakan dua orang menghadapi dua striker timnas di depan. Ada Kak Boaz dan Bang Ferdinand Sinaga di depan. Melalui perhitungan matang, aku mengukur sudut kosong di lapangan yang dapat dikejar oleh kecepatan tinggi Kak Boaz .

Bang Ferdinand sebaliknya, sudah begitu terlatih melakukan gerakan tanpa bola menarik pertahanan lawan mengikutinya. Sekarang tinggal bagaimana seni menempatkan bola ke sisi yang ditinggalkan pertahanan lawan akibat gerakan lari Bang Ferdinand, hingga Kak Boaz Salossa tinggal menyelesaikannya.

“ DUUUUGGG.”

Tanpa mengontrol, bola kutendang menggunakan tumit belakang. Pertahanan Myanmar terkejut dengan teknik tendangan tumit, mereka terlambat bereaksi dua detik dari penyerang terbaik Indonesia. Dua detik terlambat mengejar seorang Boaz Salossa berarti bencana bagi pertahanan tim mana saja.

Striker idolaku itu berlari vertical meninggalkan bek yang mengawalnya. Mengimbangi kecepatan luncuran bola, Kak Boaz berlari sprint cepat mendahului bola kemudian menjejak kaki kanannya di tanah lalu menendang bola melintir dengan kaki kirinya.

“ DUUGG….WUUUUUUSSSSS,” bola melintir begitu indah sejak area kotak penalti.

“ GOOOLLLLLLLL.”

Seluruh pemain Timnas Indonesia berteriak kegirangan. Begitu kontras dengan reaksi puluhan ribu penonton di Stadion Aung San yang langsung terdiam membisu. Tuan rumah kini menyadari siapa sebenarnya Timnas Indonesia. Kumpulan bakat-bakat terbaik sepak bola Nasional. Kehadiran kami berdua merubah secara total permainan Timnas. Kami bermain lebih bersemangat dan memenangkan pertandingan 2-1.

Sebuah kemenangan yang melambungkan rasa percaya diri seluruh anggota tim. Pertandingan selanjutnya terasa begitu mudah. Kami menghancurkan Laos serta Timor Leste 5-0 , lalu membalaskan dendam kekalahan tahun lalu dari Malaysia 3-0.

Tiga gol sekarang menjadi milikku sepanjang turnamen dan Alfred berhasil menceploskan dua gol. Kerja sama diantara kami berdua selalu menjadi perbincangan headline media baik Nasional maupun Internasional. Coach Alex Neill bahkan mengucapkan selamat atas kemajuan kami dan menjanjikan akan memainkan kami dalam laga Premier League saat turnamen AFF berakhir.

Sebuah kabar gembira bagi karir sepak bola kami, juga kabar baik bagi sepak bola Nasional. Saat ini sebagian besar dari peristiwa 2010 kembali terulang. Seluruh media Nasional mulai memperlakukan para pesepak bola sebagai anak emas. Bukan lagi anak pinggiran seperti sebelumnya. Liputan tentang perjalanan Tim Nasional menjadi headline news hampir tiap hari. Sekarang banyak sekali wanita cantik yang tiba-tiba mendekati kami baik dari kalangan selebritis maupun fans penggemar biasa. Alfred saja bahkan sudah gembar gembor berhasil mendapat pacar seorang selebriti. Katanya dia berhasil memacari Luna Maya. Entah benar atau tidak yang dikatakannya itu.

Bagiku sendiri, yang ada di kepala hanya Conchita Caroline. Mungkin ini namanya cinta pada pandangan pertama. Sebenarnya bukan pertama kali aku melihatnya karena telah berulang kali melihatnya di televisi. Tapi bertemu secara langsung lalu berbicara dengannya baru kualami kemarin. Meski baru kemarin bertemu tapi sudah terasa begitu lama. Aku tak sanggup melupakan kecantikan wajah serta senyumnya yang begitu indah. Pertemuan kami di Studio TV yang hanya berlangsung beberapa jam telah membuatku memimpikannya setiap malam.

“ I will became a great football player in the world with your smile Conchita.”

Demikian janjiku kepadanya, dan aku berjanji pada diriku sendiri akan mendatangi studio Kompas Tv saat kami bisa melewati semi final khusus hanya ingin bertemu dengan Conchita Caroline. Akan kubawakan padanya bola pertandingan semi final untuk membuktikan kepadanya bahwa kami bisa masuk final. Dan nanti saat pertandingan Final akan kuundang dia agar menyaksikan perjuangan kami secara langsung di tribun utama.

BAB 5

22.30 - STUDIO KOMPAS TV- 11 DESEMBER 2016

Timnas Indonesia berhasil masuk Final. Mereka berhasil mengalahkan Singapura dengan agregat 4-2.

Budi dan Alfred benar-benar berhasil menjadi pemain hebat Indonesia. Hingga sekarang banyak pemirsa yang ingin menyaksikan kembali tayangan ulang sportainment yang menayangkan wawancara mereka berdua. Aku sendiri bahkan sudah berkali-kali menonton ulang tayangan tersebut. Bagaimana pun pertemuan pertamaku dengan mereka berdua telah meninggalkan kesan di hatiku. Apalagi dengan Budi. Si ganteng dengan wibawa begitu besar.

Pertanyaannya sekarang ialah apakah kami bisa mengundang mereka berdua kembali ke studio Kompas TV??. Jodi benar saat mengatakan, kalau mereka berdua mendapat kesempatan bermain, Kompas TV tak akan lagi sanggup mengundang mereka. Padahal aku sangat merindukan candaan mereka apalagi gombalan-gombalan mereka yang bisa membuatku tersipu-sipu.

Memang popularitas Timnas sekarang meroket luar biasa. Semua stasiun televisi swasta nasional berebut mewawancara atau membuat profil tentang mereka. Bukan hanya itu, para selebriti papan atas juga mulai mendekati para pemain Timnas berusaha menarik perhatian.

Sekaranglah pembuktian apa yang kamu katakan kemarin Budi. Kemarin kamu mengatakan akan menjadi pemain terbaik di dunia dengan senyumanku. Masihkah kamu akan mengatakan kalimat yang sama saat para artis cantik mulai berebut mengejarmu??. Saat kita bertemu lagi kelak apakah kamu masih mengingat perkataanmu sendiri?? saat itu tiba nanti mungkin dirimu sudah menjadi pemain terkenal dan tak akan lagi mengingatku.

“ Ayo Cinta kita pulang! jangan melamun saja.”

Sebuah suara membuyarkan lamunanku. Sesosok pria yang tingginya lebih tinggi dariku berdiri sambil memegang sebuah bingkisan.

Tersenyum sambil mengangguk aku menyambut perkataannya “ Iya Mas…Chita siap-siap dulu.”

Laki-laki ini tunanganku. Aku tak pernah menyangka bertunangan dalam usia semuda ini bisa terasa begitu menyiksa. Naluri masa mudaku ingin berteriak menentang perjodohan yang terlalu cepat. Aku ingin bebas. Mencari laki-laki yang sesuai dengan hati nurani.

Memang laki-laki di hadapanku mempunyai semuanya ; pamor, harta, status, tahta, pokoknya segala sesuatu yang bisa membuatku hidup bagai seorang tuan putri. Tapi apakah dia bisa memberiku kekuatan cinta yang dapat meruntuhkan segala tantangan kehidupan?.

“ Ayo semuanya Chita pulang dulu ya!.”

Semua kru Kompas Tv kusapa ramah saat menuruni tangga menuju lobi. Tunanganku berdiri disampingku asyik menggenggam tanganku. Barangkali dia merasakan rasa bangga bisa memegang tanganku, entahlah aku tak mengerti dunia laki-laki.

“ Chita, Mas barusan dari Paris beliin ini buat kamu,” demikian katanya saat kami tiba di depan pintu lobi.

“ Wah..apa nih Mas??,” kataku terkejut.

“ Kalung berlian, spesial buat kamu sayang.”

Tunanganku mengalungkan kalung berlian di leher. Suasana pelataran lobi sekarang relatif sepi, tapi masih banyak orang berseliweran sibuk dengan kerjaannya masing-masing.

“ Cuuuuupppp,” tiba-tiba ia berusaha mencium bibirku.

“ MMMMmmas……..apaa….apaaaaaan sihhh……..,” aku berusaha melawan. Tak senang dengan tindakannya yang berusaha menciumku di depan orang banyak. Emangnya dia tidak tau konsekuensi tindakan serampangan seperti ini bagi karierku sebagai public figure??.

“ Ayolah…..akukan tunanganmu…udah jauh-jauh belikan ini buat……,” kini ia berusaha menarik pinggangku.

“ EHEEEEEEEEEEMMM,” sebuah suara batuk keras menghentikannya.

“ YA?? ADA PERLU APA??,” tunanganku terlihat tidak senang dengan laki-laki tinggi yang berdiri tepat di dekat kami.

“ Budi???? ngapain kamu disini???.”

Begitu terkejut aku melihat siapa yang datang. Rasanya sudah begitu rindu aku ingin bertemu dengannya, rindu dengan candaannya juga rindu dengan wibawanya yang besar di dalam dan luar lapangan. Kini dia datang berdiri tegak sambil memegang sebuah bola. Wibawanya sama sekali tak berkurang.

“ Kamu kenal dia Chita???,” tunanganku menarik tanganku agar jangan mendekati Budi.

“ Iya Mas diakan……”

“ Conchita gak mau kamu cium!,” Budi berucap sambil menudingkan tangannya ke arah tunanganku.

“ APA?? EMANG APA URUSAN LOE??? DIA KAN TUNANGAN GUE!”

“ GREEEEEEBB”

Tanpa basa-basi, Budi menarik kerah baju tunanganku lalu menariknya sampai jatuh.

“ GUSSSSSSSSSRAAAAKKKKK”

“ Belajar dulu kamu cara memperlakukan wanita!,” tudingnya saat tunanganku terjatuh di pelataran lobi. “ Dia gak mau kamu cium! dan kamu…***K PANTES CIUM DIA….”

Keributan tak terelakkan. Tunanganku segera bangkit dari jatuhnya serta merta berusaha menarik baju laki-laki pemain bola di hadapannya.

“ HEII……HEI APA-APAAN INI…..”

Mereka sempat saling dorong sebelum petugas security datang berusaha memisahkan mereka.

“ Conchita bawa tunanganmu ke dalam!,” perintah satpam berusaha menghentikan aksi saling dorong mereka.

Satpam kemudian berusaha mengerubungi Budi. Tampak berusaha menangkapnya.

“ PAK!,” mulutku berucap refleks “ JANGAN GANGGU DIA! DIA PEMAIN TIM NASIONAL INDONESIA”

Mendengar teriakanku, satpam berhenti lantas melihat baik-baik sosok laki-laki tinggi yang sebelumnya berusaha mereka ringkus. Melihat benar ia merupakan pemain Timnas yang kini tengah menjadi buah bibir, satpam mulai memperlakukannya dengan baik.

Budi menatap ke arahku. Tatapannya lembut berbeda dengan keganasan yang ditampilkannya barusan.

“ With your smile Conchita…..,” ujarnya lembut sambil memperlihatkan bola yang belum sempat diserahkannya kepadaku.

BAB 6

14 DESEMBER 2016 - 20.30- STUDIO KOMPAS TV ACARA NONTON BARENG LEG PERTAMA FINAL PIALA AFF THAILAND VS INDONESIA YANG DIMAINKAN DI STADION RAJA MANGGALA THAILAND.


“ HANCUR KITA CHIT, HANCUR PARAHH……………”

“ HUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU.”

Jodi beserta seluruh peserta nonton bareng berteriak penuh kekecewaan. Thailand sudah menjebol gawang I Ketut Wiryawan tiga kali. Pekik cemoohan terdengar jelas.

“ ITU SI BUDI MAIN MACAM ORANG BARU BELAJAR MAIN BOLA SAJA!.”

Hujatan penonton tertuju secara telak kepada Budi. Kasian dia. Sangat tidak sependapat diriku dengan hujatan para penonton. Sepak bola merupakan permainan tim. Bukan permainan individu. Sangat tidak adil menimpakan kekalahan pada seorang pemain.

“ HAJAR AJA FERDINAND BODOH KALI DIA.”

Tanganku refleks menutup mulut saat melihat drama keributan antar pemain kita sendiri terjadi di lapangan. Ferdinand Sinaga penyerang Timnas, mendorong rekannya sendiri sambil memaki-maki. Lagi-lagi si Budi korbannya. Para peserta nonton bareng terlihat amat puas melihatnya diperlakukan demikian.

“ PERMAINAN TERBURUK TIMNAS SEPANJANG TURNAMEN KENAPA HARUS SELALU DATANG DI PARTAI PUNCAK BRENGSEK!.”

Aku memandang sedih ke layar lebar. Betul kata mereka permainan Timnas benar-benar buruk. Salah umpan, kalah cepat, hingga emosi antar pemain mewarnai kehancuran Timnas.

“ Kenapa bisa begini sih Chita???,” tanya Jodi. “Si Budi terutama, kenapa dia??? apa betul gosip beredar, kalo dia ribut sama tunanganmu di lobby??.”

Aku hanya bisa menggeleng cuek “ No comment,” jawabku.

“ Wah bener dugaan gue masalah cinta anak muda nih biangnya…HAAHHH PARAH……,” Jodi beranjak menendang botol air mineral. Kami semua kesal. Kenapa pada tiap pertandingan final, kesialan selalu menimpa Timnas Indonesia.

BAB 7

17.00 20 DESEMBER 2016 STADION UTAMA GELORA BUNG KARNO-SATU HARI JELANG PERTANDINGAN LEG KEDUA INDONESIA VS THAILAND


“ Kaka! tengok dulu siapa yang datang itu!, ”Alfred datang tak diundang seperti biasa.

Semua lamunanku buyar. Padahal aku baru saja menguatkan tekad minta jangan diturunkan saat pertandingan final ke dua berlangsung. Tak ada lagi gunanya kehadiranku disini.

“ KAU MAIN MACAM TAI BRENGSEK,” teriakan Bang Ferdinand padaku di lapangan Raja Manggala masih terdengar jelas. Memang benar perkataanya, permainanku bagai kotoran. Begitu jelek sampai-sampai tim sendiri merasa jijik karenanya.

“ Ah malas Alfred!.”

“ Kaka kau lihat dolo,” Alfred memitingku memaksaku berbalik.

“ Alfred……kamu……..,” aku berontak. Sekarang bukan saat bercanda. Moodku sedang hancur.

“ Lihatlah dulu Kaka,” tenaga Alfred lebih besar. Ia berhasil memutar posisi tubuhku. “ ada cewe manis itu mau ketemu.”

Alfred benar. Ternyata Conchita sedang berdiri disana. Mengenakan baju Tim Nasional.

Seperti biasa ia sangat cantik, namun mengenakan kostum Tim Nasional membuatnya makin cantik.

“ Kaka, Alfred tidak bohong kan??” kata Alfred “ itu si manis yang buat permainan Kaka kemarin hancur sekali.”

Kusikut Alfred keras. “ Bukan karena Kak Chita Alfred! tapi salahku sendiri,” jawabku penuh perasaan galau.

“ Kaka lari dulu cepat sana, Coach Indera udah mau tiup peluit itu!”

Kesadaranku kembali. Betul kata Alfred, kami sedang latihan. Tak mungkin ada banyak waktu buatku berbincang dengan Conchita. Padahal banyak sekali kata yang ingin kurangkai dihadapannya.

Terburu-buru meninggalkan Alfred, aku berlari begitu kencang.

“ HA HA KAKA KAMU LARI MACAM DIKEJAR MACAN SAJA…,” Alfred berteriak “ COBA KAKA LARI BEGITUKAH KEMARIN, KITA GAK BAKAL KALAH!.”

Alfred benar. Kemana kecepatan kakiku saat melawan Thiland????. Menghilang ditelan kegundahan rasa patah hati. Ya, melihat Conchita telah memiliki tunangan membuat hatiku hancur. Tak ada lagi keinginan menang. Padahal profesiku pemain bola professional. Harusnya tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal non teknis. Tapi bila menyangkut masalah hati?? pemain bola juga seorang manusia.

“ UHHHUUUUYYYYYYY ADA YANG SEMANGAT KAYAKNYA NIH….DIKUNJUNGI PACARNYA,” para pemain Timnas senior ikut-ikutan berteriak.

“ COBA KAU KEMARIN SEMANGAT BEGINI BUDI! GAK BAKAL KUMAKI-MAKI KAU…….,” Bang Ferdinand Sinaga ikut berteriak. Inilah enaknya menjadi pemain bola. Kami hidup dikelilingi orang-orang sportif. Ribut atau beda pendapat hanya terjadi di lapangan. Tidak boleh berkepanjangan apalagi menjadi konflik pribadi.

“ HE HE JANGAN IRI GUYS!,” Conchita balas berteriak membelaku. Ia membalas ledekan para senior “ DON’T WORRY I LOVE TIMNAS INDONESIA!.”

“ HIDUP CONCHITA! CONCHITA! CONCHITA!,” tepuk tangan meriah berganti yel-yel menyebut namanya, secara bersamaan dilakukan seluruh pemain Timnas.

Conchita mengangkat kedua tangannya merespon yel-yel yang diberikan tanpa dikomando itu.“ THANK YOU GUYS!,” teriaknya.

“ Haiii,” ia tersenyum begitu manis melihatku datang.

“ Hai Kak Chita…,” melihatnya begitu cantik membuatku salah tingkah. Apalagi senior-seniorku terus saja mengganggu.

“ Jalan yuk! kapan lagi aku bisa ngerasaiin jalan-jalan di pinggir lapangan Stadion Utama Gelora Bung Karno,” ia menyentuh tanganku. Perasaanku makin bahagia bisa bersentuhan dengan kulitnya yang begitu mulus. Kehadirannya menghilangkan seluruh kegundahan, termasuk kebingungan akan kehadiran tiba-tibanya di tengah latihan tertutup Timnas yang seharusnya tidak boleh dihadiri siapa pun. Jangan-jangan Coach Indera sendiri dalang di balik semua ini. Ia menggunakan Kak Chita buat mengembalikan permainanku.

Kami berjalan berdua di pinggir lapangan ditemani hijaunya rumput Stadion Bung Karno. Romantis sekali. Dua puluh tahun waktu hidupku lebih dari setengahnya dihabiskan di lapangan bola. Sangat senang rasanya berjalan bersama wanita yang kucintai pada tempat dimana cucuran keringat perjuangan selalu tertumpah.

“ Kacau sekali ya kemarin??,” Conchita membuka pembicaraan.

“ Sangat…,” ujarku “ khususnya…”

“ Football isn’t matter of a player but is’t matter of a team,” sebuah pemotongan kalimat yang sangat bijaksana “ don’t worry! we can change it tomorrow, right??,” kerlingan matanya meminta jiwaku bangkit.

“ We will Kak…,” untuk pertama kali sejak melihat Conchita bersama tunangannya, api semangat dalam hatiku kembali berkobar.

“ Kita pasti menang Budi! semangat donk! lihat nih! aku sudah mengenakan kostum Tim Nasional. Siap memberi dukungan buat kalian.”

Mendengar ucapannya membuatku tersentak menyadari janji membawanya ke stadion saat pertandingan final “ Datanglah besok Kak! Berikanlah dukungan langsung ke stadion! dukunglah kami!.”

“ Di Stadion?? aku hanya dapet tugas liputan di luar Stadion Budi, tidak dapat akses ke dalam.”

“ Please Kak!, dukunglah kami! don’t worry aku punya lima tiket di Tribun Utama, sudah kupesan sejak hari pertama.”

“ Hari pertama turnamen???,” Conchita terkejut “ Berarti kamu optimis banget ya kita bisa masuk Final?.”

“ I must optimist so ia can see your smile Conchita,” kataku dengan suara bergetar, berusaha kumengendalikan diri “ datanglah… please! ajak aja tunanganmu .***k apa.”

“ PRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIITTTTTTTTTTTTT,” Coach Indera telah meniupkan peluit. Kami harus kembali berlatih.

“ Peluit sudah berbunyi kami harus berlatih kembali,” aku menarik nafas panjang “Gimana Kak???.”

“ Ok Budi, aku akan datang. Tapi…”

“ Tapi???.”

“ Mau gak kamu ikut kami nanti malam liputan khusus di kawasan Stadion GBK. Gak lama kok paling hanya setengah jam..paling lama juga….”

“ I will come Kak Chita,” jawabku dengan mata berlinang sangat bahagia mendengarnya bersedia datang.

“ Thanks ya Budi!,” ujarnya tersenyum.

“ Aku yang terima kasih banyak Kak Chita. You don’t know what it’s mean to my confidence. Akan kuantar tiketnya buat Kaka nanti malam!.”

BAB 8

20 DESEMBER 2016- 21.00- KAWASAN GELORA BUNG KARNO DAN HOTEL CENTURY

“ Jadi Budi optimis kita akan memenangkan pertandingan Final???.”

Berkat hubungan dekat kami berdua, aku berhasil meminta Budi menjadi nara sumber dalam liputan khusus Kompas TV pertandingan Final piala AFF. Sehabis latihan, kuajak dia menyapa ribuan supporter Timnas yang telah mulai berada di kawasan Stadion. Naluri presenterku mengatakan, mengajak Budi ke tengah supporter akan mengembalikan kepercayaan diri sekaligus memulihkan perasaan supporter kepadanya. Untunglah Jodi memiliki koneksi ke jajaran pelatih hingga Budi dapat kuculik sebentar.

“ Saya optimis berkat dukungan supporter yang begitu besar kami pasti menang! maafkanlah saya para supporter atas permainan begitu buruk kemarin. Tapi besok, Indonesia akan melihat Budi yang berbeda dan Budi pada pertandingan Final esok akan membawa INDONESIA MENJADI JUARA! KUYAKIN KITA PASTI MENANG!.”

Suporter berteriak begitu bersemangaat saat mendengar jawabannya. “ BUDI…BUDI…BUDIIIII.”

Untunglah supporter Timnas cepat memaafkannya. Tak terdengar lagi hujatan seperti saat nonton bareng. Para penonton malah begitu mengelu-elukannya tak lelah melantunkan namanya dalam yel-yel. Persis perlakuan pemain Timnas padaku di lapangan.

Budi juga sangat ramah pada penonton. Ia melayani setiap pertanyaan, permintaan tanda tangan hingga ajakan foto bareng. Berjalan bersamanya di kawasan GBK membuatku merasa berjalan bersama seorang selebritis. Seandainya saja, Jodi tidak membawa teman-teman security dari Kompas TV pastilah kami tak akan bisa kembali ke hotel. Suporter Timnas rupanya menggantungkan harapan begitu tinggi di pundak Budi dan Alfred. Bagi mereka, melihat pemain Timnas mampu bermain di tanah Inggris merupakaan kebanggaan besar.

Permainan Budi sepanjang Turnamen AFF juga sangatlah bagus. Tiga gol, lima assist, total dihasilkannya untuk membantu Timnas hingga tiba di Final kedua. Inilah sebabnya para penonton terus mengerumuni kami hingga tiba di depan lobby hotel. Belum pernah kurasakan sebelumnya bisa berjalan bersama seorang pemain bola yang memiliki karisma sedemikian besar di mata para penonton.

“ Ini kak, lima tiket…special for you,” Budi menyerahkan padaku tiket tribun utama saat mengantarku ke depan kamar. Kompas TV memberiku fasilitas kamar di Hotel Century untuk memudahkan membuat liputan kondisi di sekitaran GBK menjelang partai final dimulai. Ia sangat gentleman mengantarku hingga di depan pintu.

“ Masuklah dulu Budi, liat nih pemberitaan tentang kalian ada di semua televisi,” aku mengajaknya masuk ke kamar. Berdua kami duduk di tepi ranjang melihat siaran tv yang menyiarkan kesiapan Timnas menghadapi partai final.

“ Thank you for tonight,” kataku sambil menggenggam tangan playmaker kebanggan Tim Nasional. Tanpa sadar kusandarkan kepalaku di bahunya. Rasa terima kasih akan kebaikan hatinya membuatku merasa begitu nyaman.

“ Aku yang terima kasih Kak…hampir saja seluruh harapanku hilang saat melihatmu bersama tunanganmu di Studio Kompas Tv tempo hari.”

“ Harapan??.”

“ Iya,” Budi mempererat genggaman di tanganku “ harapanku-kan ada pada senyumanmu.”

“ Melihatku bersama tunanganku membuatmu merasa akan kehilangan itu??,” aku kembali menyandarkan kepala. Rasa nyaman semakin menyelimuti.

“ Ya….,” ujarnya malu sambil menundukkkan wajah. Sisi manusiawinya akhirnya keluar. Bukan lagi Budi penuh wibawa atau pun percaya diri. Rupanya ia bisa merasa kehilangan harapan akan seorang tempatnya menggantungkan asa.

“ Nanti,” kugenggam tangannnya berusaha menghilangkan rasa gundah “ kalo kamu bisa main di Premier Legue…”

“ Amin Kak,” Budi memotong.

“ Lalu Norwich City melawan Manchester United, kamu masih yakin masih bisa menang?? seperti kemarin kamu kemarin yakin Indonesia akan menang di AFF??”

Pertanyaanku membuatnya terdiam sejenak.

“ Kami akan menang Kak! kujamin,” senyumnya kembali mengembang. Diulanginya lagi jawaban penuh keyakinan yang pernah diutarakannya tempo hari.

“ Why???,” kepalaku tanpa kusadari bergerak semakin dekat ke bibir Budi.

“ With your smile,” jawaban percaya diri membuatnya makin terlihat ganteng.

“ They have Rooney, De Gea, Mata, Depay and another top player in the world…,” berusaha kugoyahkan jawabannya.

“ But I have you…and I will become the great football player in the world because of you Conchita.”

Kami saling bertatapan dalam posisi begitu dekat.

“ Cuuppp”

Dan terjadilah.
Semuanya berlangsung begitu cepat.
Mengalahkan lintasan pikiran, nafsu bangkit berbentuk gairah .
Tak sanggup kami berdua, masih sama-sama muda, membendung luapan hasrat.

Barangkali semua terjadi karena aku terbawa suasana.
Bisa juga Karena Budi terobati luka hatinya yang tergores.
Saat harapan melihat senyum kekasihnya hendak sirna.
Lalu kembali lagi memberinya harapan manis.

Rasa manis yang sama sekarang kurasakan di bibir saat datang cumbuannya.
Kala kedua bibir kami saling berpadu, berbagi rasa kegelisahan.
Kami saling menghisap bibir masing-masing, mencoba melenyapkan rasa duka.
Saling berbagi, saling memberi, saling menerima berbagai persoalan kehidupan.

Kehidupan senantiasa meninggalkan luka di seluruh tubuh.
Budi menggunakan tangannya menggenggam tanganku erat.
“ Serahkan padaku segala permasalahmu sayang”, bisiknya lirih.
Kulit kami bersentuhan mencoba memulihkan kembali perasaan indah yang terkubur.

Ia memelukku semakin erat, tanpa mencoba melepas ciuman atau pun genggaman tangannya.
Tubuh kami merapat dalam kehangatan yang terus terbangun dalam pelukan cinta.
Yang ada sekarang hanyalah sebuah rasa.
Akan cinta dua anak muda berlainan jenis, namun memiliki satu cita.

Kini ia membaringkanku di ranjang
Menatapku lama tanpa berusaha menyentuh, kami hanya saling memandang.
“Betapa cantik, betapa indah serta baik hatimu sayang.”
Begitu katanya terus memandang membawa sanubariku terbang.

Kami wanita sangat ingin disanjung.
Dikagumi kecantikan fisik yang terlihat dan hati yang tersembunyi.
Mendengar pujian dilontarkan pria setampan dirinya membuatku merinding.
Terdengar indah pujiannya di telinga, terasa begitu nyaman di hati.

Terus menyanjung ia berusaha melolosi seluruh pakaian yang menempel di badan.
Sempat perlawanan datang dalam diriku.
Kutolak tangannya dengan rasa malu tak percaya diri dengan bentuk tubuh penuh kelemahan.
“ You’re perfect Conchita!,” bisiknya membesarkan hatiku.

Wanita menginginkan kesempurnaan.
Secantik apa pun, seindah apa pun tubuh kami, wanita selalu merasa kurang.
Budi tidak mengharapkanku sempuna. Ia menerima kelebihanku serta mensyukuri kelemahan.
Apa pun adanya diri ini, ia menerima dengan perasaan senang.

Lembut, ia lolosi baju bagian atas serta rok pendek di bawah.
Pakaian dalamku juga dicopotnya perlahan sambil menikmati setiap detik yang terjadi.
Tatapan laki-laki ini selalu bisa membawa hatiku luluh.
Hanya ada sorot kekaguman darinya melihat setiap kulit tubuh yang jauh dari sempurna ini.

Ia pun menyusul menelanjangi diri lantas berdiri menghadapku bagai seorang pejantan.
Otot tubuhnya kekar, proporsional menggoda birahi dalam diriku.
Wajahnya ganteng, aroma tubuhnya wangi, tanpa menyentuh memulai rangsangan.
Sebentar lagi aku akan memberinya ijin, menjalankan tugasnya memberikan kenikmatan.

“Cuuuup,” ciumannya datang sambil dirinya menindihku.
Kami telah sama-sama telanjang bulat merasakan deru angin sejuk disekitar.
Bukan hanya angin, ketelanjangan kami mengantar seluruh elemen syahwat datang menyerbu.
“ Mmmmmm,” desahanku perlahan keluar, Budi mulai meletakkan tangannya melingkar.

Ujung jarinya disentuhkan ke seluruh tubuhku mencoba mencari rasa kelembutan.
Indera penciumannya tak henti menghirup aroma wangi kulit tubuhku.
Matanya terus memuja wajahku yang katanya bagai dewi kecantikan.
Indera pengecap Budi kini asyik menjelajah seluruh titik kenikmatan.

Mulai dari mulut, indera pengecapnya menuju leher menciumi mesra seluruh pori-pori.
Bergeser sedikit, ia menyusuri leher hingga tengkuk mencoba menghadirkan sensasi.
“ Ssssssss,” aku mendesah saat tanganku diangkat lalu lidahnya masuk ke ketiakku sebelah kiri.
Lidahnya menari-nari di ketiakku menghadirkan rasa geli.
“ Aaaaahh,” Budi tak mau berhenti, puas di ketiak kiri, ia bergeser ke kanan, rasa geli menjadi.

Geli menjadi-jadi berubah menjadi perasaan nikmat tak terkira.
Lidahnya terasa begitu lembut menjilati ketiak lantas bergeser ke payudara.
“ Uuuuhhhh,” dijilatinya sekeliling puting kecoklatan, lalu dihisapnya.
Tak tahan kujambak rambut sebagai penyaluran rasa.
Serangannya tak berhenti, selain lidah, giginya juga kini bekerja.
“ Srreeegg,” digigitnya kini puting payudara. Rasanya seluruh tubuhku melayang ke udara.

Diiringi lonjakan dan getaran tubuh aku merasakan klimaks hampir tiba.
Tinggal menunggu sebentar lagi.
Indera pengecap Budi terus turun mencoba merasakan rasa berbeda.
Turun lagi ia mencoba membuka pertahananku terakhir yang dihalangi kedua kaki.

Tangannya menyibak kedua kaki.
Aku memasrahkan diri.
Selangkangan tanpa bulu segera terhampar.
Melihat keindahan bibir mungil berwarna kemerahan ia makin berani.
Pada bibir mungil lidahnya mulai menari-nari.

“ AAAAAAAAAA………………..”
Mataku nanar kehilangan fokus.
Pikiran hilang dalam ruang hampa misterius.
Tanganku berusaha mencengkram bantal, mengendalikan cairan yang mengalir deras.
Perlahan ekstase, keadaan ke luar dari dalam diri, mulai muncul membuka sekat pembatas.

Wajahku naik melihat aktifitasnya di bibir mungil, kenapa bisa begitu nikmat??.
Kulihat ia tengah beraksi, matanya begitu menikmatinya.
“ lepaskan sayang,” terdengar suaranya berkata memintaku tak lagi menahan desakan syahwat.
Kukembali rebah, kini tertengadah dengan mulut terbuka.

“ AAAAAA………..”
Suaraku menghilang saat akhirnya ekstase tiba.
Masih mencengkram bantal tubuhku terlunjak-lunjak tak terkendali.
Rasanya dari bawah ledakan begitu keras terasa.
Kemudian menyebar bagai aliran darah berkecapatan tinggi mengalir ke seluruh pori-pori.

Seluruh tubuh meningkat sensitifitasnya.
Payudara, bibir, tengkuk, leher, semua mengalami klimaks sempurna.
Telah tiba ekstase puncak kenikmatan membuka batas seluruh indera.
Kesadaranku hilang musnah berganti mati rasa.

“ Huuuugggghh huuuhhhhh huuuhhhhhh”

Hanya tersisa rintihan tak jelas.
Diiringi lonjakan-lonjakan tubuh bagai tersengat aliran listrik.

Dalam kondisi terangsang hebat sembari terus mengeluarkan cairan.
Budi bangkit, mengarahkan kejantanannya masuk.
“ SLEEEEEEEEEPPPPPPPP”
“ AAAAAAAAAAAAA………..”

Persatuan diantara kami terjadilah.
Bibir mungilku hangat, basah dan menyerah.
Kejantanannya sempurna, panjang, tegak, dan kokoh.
Senjata memasuki sarungnya begitu indah.


“ Sleeeeep…sleeeeeep”
Lembut irama penetrasi terdengar.
Penetrasi masuk membawa rasa kasih menyebar ke seluruh tubuh bagian atas.
Penetrasi keluar mengantarkan rasa sayang turun ke tubuh bagian bawah.
Kedua penetrasi membawa rasa kasih sayang bergantian.
Menyelimutiku dalam keagungan cinta.
Semua terjadi memicu ekstase dalam waktu begitu lama.

Akhirnya dengan keagungan cinta pulalah kami mencapai klimaks.
Sebuah persatuan jasmani antara dua insan manusia berlainan jenis.
Bersama kami memasuki dimensi luas tanpa batas.
Persatuan jasmani membuka sekat-sekat pembatas.

Membebaskan diri kami berdua dari kungkungan keterbatasan fisik.
Memasuki sebuah dimensi di luar ruang dan waktu.

Kucengkram punggungnya.
Budi mencium bibirku.

Beragam ekspresi nikmat kami tunjukkan dalam momen ekstase klimaks.
Rasa resah menghilang.
rasa takut menyembunyikan diri.
Datanglah rasa bahagia.
Datanglah rasa senang.

“ Mmmmmmmmm”
Kami berpelukan sambil berciuman.
Merasakan badai klimaks akhirnya berangsur hilang.
Tapi rasa bahagia dan senang terus bertahan.
Untuk sesaat kami hanya tidur terlentang memejamkan mata.
Tak mempercayai pengalaman yang baru saja terjadi.

“ I love you Kak Chita,” bisiknya sambil memeluk.
Aku tak menjawab.
Belum mau menjawabnya.
Sekarang aku hanya ingin memejamkan mata.
menikmati segala rasa nikmat, bahagia, dan senang yang menyelimuti.

Merasakan diselimuti oleh keagungan cinta membuat kami berdua saling terhubung.
Kami saling membawa rasa indah ke dalam pikiran.
Berharap segala kecemasan dan ketakutan yang senantiasa datang bisa menghilang.

Tapi pikiran sedang bersembunyi.
Tak sanggup menghadapi derasnya gelombang kenikmatan.
Kami biarkan pikiran tertidur.
Kami tak ingin membangunkannya.

“ Cuuupppp,” ia kembali menciumku.
Kami kembali berpelukan menyusul pikiran yang tertidur akibat dahsyatnya kekuatan cinta.
 
Terakhir diubah:
BAB 9

18.00 7 DESEMBER 2016 - HARI PERTANDINGAN- STADION BUNG KARNO


INDONESIA RAYA
MERDEKA MERDEKA
TANAHKU NEGERIKU YANG KUCINTA

INDONESIA RAYA
MERDEKA MERDEKA
HIDUPLAH INDONESIA RAYA

HIDUUUP INDONESIAA…DISINI KITA PASTI MENANG!...TOOTTT..TOOTTT.TTOOOOTTTT

Lagu Indonesia Raya telah berkumandang. Kapasitas tribun Stadion GBK 88.000 orang terisi penuh. Tidak ada warna biru Timnas Thailand di tribun. Hanya ada warna merah putih. Lautan merah putih bergemuruh meneriakkan satu kata ; menang. Sangat berbeda dengan tahun 2010. Sekarang terdengar lebih riuh. Penonton terasa begitu optimis.

Conchita belum hadir. Lima bangku tribun utama masih kosong. Tidak apa-apa. Kedatangannya kemarin beserta percintaan kami nan begitu indah terasa sudah sangat cukup. Tidak akan ada lagi tragedi seperti yang terjadi di stadion Rajamanggala. Tidak akan ada lagi.

“ HEI BOCAH!,” Bang Ferdinand Sinaga menarik kerah bajuku “ KAU MAIN YANG BENAR SEKARANG! JANGAN KAYAK KEMARIN!,” bentaknya.

“ SIAP BANG!,” jawabku “ DISINI KITA PASTI MENANG!,” teriakku.

“ PRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIITTTTTTTT”

Peluit berbunyi. Pertandingan dimulai.

***

Awal pertandingan tidak berjalan mudah bagi kami.

Thailand memeragakan permainan power football. Kecepatan pemainnya di atas rata-rata para pemain Timnas. Aku dan Alfred harus pontang panting mengamankan lini pertahanan. Bukan hanya pontang panting, kami juga harus bergerak lebih cepat membangun serangan demi menghasilkan peluang.

Kaki para pemain Thailand juga sangat keras. Kami membuktikannya sendiri. Walau sudah terbiasa menghadapi kerasnya latihan sepak bola Inggris, menghadapi spirit bertanding serta kekuatan fisik mereka benar-benar membuat kami kelabakan.

Sudah menit 40 sekarang. Penonton terus berteriak memberi semangat tapi kami belum juga dapat memperkecil ketertinggalan.

“ PRIIIITTTTTT, CORNER CICK THAILAND!”

Kiper I Gede Wiryawan menepis bola tendangan salah seorang pemain Thailand. Kami bahkan sudah tak tau lagi siapa yang menendang bola saking derasnya mereka menyerang. Thailand menunjukkan permainan sebagai Juara Bertahan.

Menghadapi tendangan sudut, aku berdiri dekat kiper, menempel Teerasil Dangda penyerang terbaik mereka. Ini salah satu kelebihanku di Norwich. Merespon tendangan sudut tim lawan. Thailand boleh punya tim kuat dengan kemampuan skill jauh di atas rata-rata pemain kami. Tapi mereka belum tau kemampuanku.

Gelandang Thailand Lahsoh bersiap mengambil tendangan sudut. Ia mengangkat tangannya memberi isyarat. Belajar dari tendangan sudut sebelumnya, feelingku mengatakan secara jelas ke arah mana Lahsoh hendak menendang.

“ ALFRED LARI KE KIRI LUAR!,” teriakku tepat saat dia hendak menendang bola. Alfred menurutiku, ditinggalkannya man to man marking pada salah seorang pemain Thailand lalu ia berlari sendirian.

Tepat seperti dugaanku, Lahsoh mengincar sisi dekat gawang. Melalui keunggulan otot serta tinggi badan aku dengan mudah mengalahkan Dangda dalam perebutan bola.

“ GUSSSSSSSRAAAK SEEEP,” Berhasil merebut bola , lekas kukirim bola luncur ke Alfred yang berlari ke kiri luar lapangan. Para pemain Thailand menumpuk di kotak penalti kami, mereka tidak siap dengan sebuah serangan balik.

“ FERDINAND LARI VERTICAL!,” teriak Kak Boaz.

Kondisi 2 lawan 2 terjadi di setengah lapangan ; dua penyerang Timnas lawan dua penyerang Thailand.

Alfred memegang bola. Kami telah berlatih situasi yang sama di Norwich. Tidak ada dalam kepala Alfred niatan mengoper bola kepada dua orang striker timnas. Mereka hanya penarik perhatian. Alfred akan mengembalikan bola kepadaku saat pertahanan Thailand tertarik mundur.

“ KAKA…….,” bola kembali kepadaku yang terus berlari kencang. Para pemain Thailand gagal mengejarku.

Sekarang kondisi 3 lawan 2. Kehadiranku yang coming from behind membuat pertahanan Thailand, untuk pertama kalinya, kocar-kacir.

“ GUUUSRAAAAAKKKKK,” seorang pemain Tahiland melakukan sliding tekel berusaha menjatuhkanku. Tekelnya tepat mengenai pergelangan kaki.

“ UUUHHHHHGGGGG,” rasa sakit menjalar. Keseimbangan lari hampir hilang. Tapi bila aku jatuh sekarang, serangan ini berakhir.

Berusaha keras, aku menumpu kaki kanan penuh lalu kaki kiri menyusul lantas berusaha menggerakkan punggung menjaga keseimbangan. Berhasil aku masih berdiri. Sekarang tinggal lanjut berlari sprint ke dalam kotak penalti.

Kak Boaz maupun Bang Ferdinand telah berhasil lolos dari penjagaan. Pergerakan kami membuat Thailand kehilangan konsentrasi.

“TEEEEEPPPP,” bola kulepas

“ SUUUTTT TEEEEPPPP,” Kak Boaz begitu cerdik saat bola mendatanginya bersamaan dengan seorang pemain belakang Thailand, dia mengoper bola balik.

“ TEEEEEEEP,” permainan segi tiga terjadi. Posisiku lowong.

Tidak kusia-siakan ruang kosong ini. Bola kutendang di sudut yang tepat jauh dari jangkauan penjaga gawang.

“ SYUUUUUTTT PLOSSSSS GOOOLLL.”

1-0 INDONESIA.

Akhirnya GOL. Kami bisa memperkecil ketertinggalan.

“ PRRRRRRRRRRRIIIIIIIIIIIIIIIIITTTTT, “ peluit panjang akhir babak pertama berbunyi.

Kak Chita belum datang. Kemarin ia bilang mau liputan di luar Stadion. Mudah-mudahan nanti dia bisa masuk melihat kami.

SKOR 1-3 – harapan kami makin ada.

***

BABAK KE DUA MENIT 75

Kami menyerang terus dengan penguasaan bola. Kuhitung sudah lebih dari dua puluh sentuhan antar pemain kami lakukan sebelum tiba di kotak penalti Thailand. Nyeri di kakiku semakin menjadi. Berusaha meringsek masuk ke kotak penalti, aku memainkan permainan segi tiga lagi dengan Bang Ferdinand. Pertahanan Thailand terlalu terfokus dengan kedatanganku dari sayap kanan mereka gagal mendeteksi kecepatan Abang satu ini.

“ BUD PASS!,” teriaknya.

“ DUUUGGG,” bola kulepas. “ SUUUUTTTTT,” lanjut berlari kencang.

“ TRAAAAAPPPP”

Tumit Bang Ferdinand mengembalikan bola kepadaku yang telah berlari mendahului dua pemain Thailand. Tinggal satu lawan satu melawan kiper.

Aku bersiap menyarangkan bola.

“ SSSEEETTT BLETAAAAKKKKKK,” sebuah tekel keras bersih menyapu bola dari samping.

“ GUSSSSRAAAAAKKKKKKK,” terguling-guling aku terjatuh mendapat tekel demikian keras.

“ PRIIIIIIIIIIIIIIIIIITTTT CORNER KICK INDONESIA!,” wasit berteriak.

Masih terjatuh dalam posisi telungkup rasa sakit makin menjadi. Perjuangan dari babak kualifikasi hingga babak final tampaknya harus berakhir sekarang. Kakiku benar-benar tidak dapat lagi berkompromi.

“ COACH…COAAACHHH…,” aku meringis berusaha berdiri. Sakitnya benar-benar nyeri. Tanganku mengangkat tinggi sebagai isyarat minta diganti. Tapi, saat tanganku terangkat, di tribun utama kulihat Kak Chita sudah hadir. Berbaju merah putih ia mengangkat kedua tangannya kepadaku.

Conchita melambai kepadaku dengan kedua tangan mengepal tinggi. Dari bahasa tubuhnya ia terlihat memintaku agar terus berjuang. Kehadiranmu sangat tepat waktu Kak Chita. Saat kaki ini tak mampu lagi melangkah, semoga kedatanganmu dapat memberiku kekuatan.

“ HEI BUDI! KAMU NGAPAIN ANGKAT TANGAN???,” Coach Indera berteriak menuding ke arahku “ ADA APA????,” dia terlihat emosi. Pertandingan memang sedang memasuki fase krusial.

“ AKU MAU AMBIL TENDANGAN SUDUT INI COACH!,” teriakku. Padahal sebelumnya aku sangat ingin diganti tapi kedatangan Kak Chita telah merubah sakit menjadi semangat.

“ AMBILLAH CEPAT!,” Coach Indera berteriak gusar.

Bola kuambil lalu kuletakkan di titik sudut lapangan. Rasanya tak percaya Conchita ada di lapangan. Si cantik kini, kulihat ikut melompat-lompat meneriakkan yel-yel bersama 88.000 orang penonton di Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Berlari kecil, kudekati titik sudut bersiap mengambil tendangan ini. Para pemain Timnas Indonesia tengah berjibaku beradu otot dengan pemain Thailand di dalam kotak penalti.

“ DUUG,” bola ditendang “ SYYUUUUTTTT,” lalu melintir di udara.

Tendangan sudut merupakan sebuah teknik dasar yang wajib dikuasai pemain professional. Tendangan sudutku menukik begitu tajam dengan lintasan parabola panjang. Saking tajamnya tukikan bola,semula kulihat bola akan keluar meninggalkan kotak penalti.

Kiper Thailand Kawin Thammasatchanan telah maju jauh dari gawangnya mengira aku akan memberi bola untuk disundul para pemain Timnas. Seperempat luncuran bola dari titik tendang memang memberi kesan demikian, tapi ketika bola memasuki setengah luncuran, ,masih terbang di udara, bola menukik tajam begitu cepat menuju gawang.

Para pemain Thailand berteriak lantang. Tak ada dari kami yang memahami bahasa mereka tapi kami tau mereka berteriak karena tukikan bola bersiap memasuki gawang mereka.

“ SYYYYYYYYYYIIIIIIIIIIT,” bola terus menukik sedangkan kiper telah maju begitu jauh “ PLOOOOOOOOOOSSSSSSSSSSS GOOOOOOOOOOOOOLLLLLLLLLL”

Para pemain Timnas Indonesia sempat terdiam melihat keindahan bola menukik lalu masuk ke jala gawang.

Teriakan penonton meledak di Gelora Bung Karno.

Aku bahkan merasa mendengar suara bom saking kerasnya suara penonton.

SKOR 2-3- satu gol lagi Indonesia.

***

MENIT 88 BABAK KEDUA

Pemain Thailand mulai memeragakan strategi parkir bus. Tiga lapis pemain dari bek hingga striker menumpuk di area pertahanan membentuk pertahanan grendel. Suporter makin riuh meneriakkan yel-yel agar Timnas bisa menembus pertahanan grendel mereka. waktu tinggal sedikit. Seluruh variasi serangan Tim Nasional sudah dikeluarkan tapi membentur tembok tebal.

Satu-satunya harapan terletak pada latihan rutinku bersama Alfred. Kami selalu berlatih latihan menendang di Akademi Sepak Bola Norwich. Tendangan jarak jauh merupakan senjata rahasia para gelandang. Saking seringnya berlatih aku dan Alfred tak perlu bahasa verbal guna menunjukkan kapan senjata rahasia kami harus dikeluarkan.

Sejak babak kedua dimulai tadi, pertahanan Thailand berhasil kubuat pontang panting menghadapi penetrasiku yang berlari acak kadang di sisi kiri lapangan lalu berganti menyusuri sisi kanan.

Selain terus kubombardir, kubuat pikiran mereka terbiasa menghadapi gerakan passing kepada para penyerang. Berulang-ulang pertahanan Thailang melihatku mengirim umpan crossing baik menyusur tanah mengarah menuju Kak Boaz, Kak Tibo atau Bang Ferdinand.

Naluriku kembali mengatakan ; pikiran mereka telah terbiasa hingga mengira serangan kami sekarang akan diakhiri seperti itu. Tapi mereka tidak akan mendapat serangan yang mereka harapkan. Sambil terus berlari kencang melewati penyerang Kraisorn yang kini harus turun membantu pertahanan, aku berhadapan dengan dua pemain Thailand yang lain di sisi kiri pertahanan. Mereka melakukan pengawalan ganda guna menghentikan laju akselerasiku.

“ SEEETTT DUAAAG DUAAAAGGG SEETTTTTTTT”

Berhasil !. Penguasaan bolaku sempurna. Dipepet dua orang, keseimbangan tubuh tetap dapat kujaga sambil meliuk-liuk melewati dua orang lanjut berlari menuju kotak penalti. Melihatku berhasil menerobos masuk, pertahanan Thailand panik. Formasi mereka tertarik. Terlihat ada lubang menganga besar tempat Kak Boaz berdiri. Bagi pemain amatir lowongnya pertahanan Thailand merupakan sebuah peluang emas. Tapi bagiku, ini adalah jebakan murahan. Mereka hendak menjebakku mengoper bola pada Kak Boaz, lantas mengambil bolanya dan memperlambat waktu. Tidak akan kubiarkan.

Alih-alih masuk perangkap mereka, ” DUUUGGGGGGGG,” kutendang bola luncur ke belakang. Sedikit di luar kotak penalti.

Tidak seperti biasanya, bola tidak kuantar masuk ke dalam kotak, tapi kudorong keluar hanya beberapa centi dari kotak penalti. Pertahanan Thailand terbuka lebar. Mereka tertarik ke sisi kiri tempatku melakukan penetrasi. Saat bola kuluncurkan ke tengah, benteng pertahanan mereka sudah terbuka lebar.

“ DUUUUUUUUUUUUUUUUUAAAAAAAAAAAAAAGGGGGG,” Alfred menyepak bola keras.

Alfred, bakat sepak bola asli terbaik dari Papua bertinggi tubuh 188 cm melakukan keahliannya mengesksusi tendangan jarak jauh. Bola volley sepakan Alfred begitu kuat, menggelegar menusuk menuju gawang.

“ SSSSSSYYYYYYYUUT,” Kiper Thailand Kawin Thammasatchanan melompat berusaha menghalau bola. Ia terlalu jauh dan bola begitu kencang. “ PLLLLLLLOSSSSSSSSSSSS GOOOOOOOOOOLLLLLLLLLLLLLLLL”

Barangkali ini adalah gol terindah sepanjang turnamen dan gol ini milik Alfred sahabat baikku. Tiga sama , kami berhasil menyamakan kedudukan.

***

SKOR 3-3 PERTANDINGAN MEMASUKI INJURY TIME 4 MENIT DARI 5 MENIT YANG DITENTUKAN.

“ PRRRRRRRRRRRRRIIIIIIIIIT FREE KICK FOR INDONESIA”

Wasit berteriak lantang saat pemain Thailand kembali menebasku hanya beberapa centi di depan kotak penalti. Tadinya pergerakanku begitu terbatas setelah nyeri di kaki mulai di rasakan. Tapi saat Kak Chita datang nyeri di kaki seolah menghilang. Teriakan dukungannya tentu tak akan terdengar ditelan teriakan puluhan ribu penonton tapi teriakan hatinya yang bersatu dengan ratusan juta hati orang Indonesia terdengar jelas ditelingaku.

Conchita ingin kami menang. Ratusan juta rakyat Indonesia ingin kami menang. Sekarang bola ada padaku yang ditunjuk sebagai eksekutor tendangan bebas. Kak Boaz berdoa khusyuk agar bola tendangan bebasku bisa masuk. Kami sangat menghindari perpanjangan waktu apalagi tendangan penalti. Bahkan andai saja pertandingan memasuki perpanjangan waktu, aku pasti tak sanggup lagi bertahan. Barangkali tubuhku masih sanggup, tapi rekomendasi dokter tak akan memperbolehkanku melanjutkan pertandingan.

“ PRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIITTTTTTTTTTTT,” wasit meniup peluit agar bola segera ditendang.

Kuhirup nafas panjang bersamaan dengan sunyinya keriuhan penonton. Sama seperti tahun 2010 dimana orang tuaku menahan nafas panjang saat tendangan penalti dilakukan oleh Firman Utina, sekarang pun penonton secara bersama-sama menarik nafas panjang. Pemandangan tubuh pemain Thailand dengan keringat bercucuran dan raut wajah tegang tergambar jelas di hadapan. Pasti mereka tak menyangka Timnas Indonesia bisa mengimbangi Tim Nasional mereka.

Perlu lebih dari tenaga maupun kerja sama Tim guna mengalahkan Thailand. Perlu keyakinan ekstra besar serta cinta di luar nalar manusia untuk mengalahkan mereka. Aku melangkah perlahan besiap menendang bola. Semua perhatian terpusat pada tendanganku ini.

Kata pemain bola legendaris, perbedaan pemain bola hebat dengan pemain bola biasa terletak pada kemampuan mereka menggunakan feeling saat menghadapi situasi sulit. Perasaan para pemain bola hebat akan irama pertandingan akan menuntun mereka membuat sejarah besar.

Aku mengikuti benar tuntunan hati saat menendang bola. Aura percaya diri serta keyakinan tergambar jelas dari raut wajah serta tampilanku. . Pemain Thailand begitu ketakutan melihatku menendang penuh keyakinan. Sepak terjangku selama 90 menit pertandingan khususnya lima belas menit terakhir pasti telah membuat nyali mereka ciut.

“ HAAAAAP,” Hampir semua tembok pertahanan tendangan bebas Thailand melompat naik mengira bola tendanganku akan diarahkan melengkung naik.

Sayangnya mereka salah. Ini adalah pertandingan bola. Pemain yang bisa membuat sesuatu tak terduga pasti bisa membuat gol menentukan. Bergerak di luar perkiraan mereka, aku menendang bola keras menyusur tanah.

“ DUUUUUUAAAAAAAAAAG,” bola tendanganku menyusur deras melewati pemain Thailand yang sudah terlanjur melompat. “TRAAAAAAAAAAAAAAANGGGGGGGGG,” Kiper Kawin Thammasatchanan mati langkah. Ia bahkan tak bisa bergerak. “PLOOOOOOOOOSSSSSSSSSSSS”

HENING SEJENAK.

GOL.

Tak ada yang bisa mempercayainya.

Kemenangan akhirnya jadi milik Indonesia.

Ayah..Ibu..Kakak dan Adik-adikku serta Kak Conchita..kita menang.

Percayakah kalian kita bisa menang??.

Bahkan semua penonton terdiam.

Stadion Utama gelora Bung Karno terdiam tak percaya Timnas bisa menjadi juara lagi setelah tahun 1991.

“ Kuyakin hari ini, kita pasti menang,” jerit batinku sambil berlari lebih dulu meninggalkan Para Pemain Timnas yang masih terbisu..

“ GOOOOOOOOOOOOOOOLLLLLLLLLLLLLLLL DUEEEEEEEEEEEEEEEEEEEERRRRRR”

Akhirnya penonton sadar. ledakan kegembiraan bergemuruh di Stadion Utama Gelora Bung Karno.

BAB 10

TRIBUN UTAMA STADION UTAMA GELORA BUNG KARNO


Aku datang terlambat kedalam Stadion. Tapi menjadi saksi sebuah antusiasme di luar nalar manusia terjadi sejak dari luar hingga dalam Stadion..

Tidak ada diantara kami yang bisa duduk bahkan di bangku senyaman apa pun di Stadion Utama GBK. Kami semua berdiri, melompat-lompat meneriakkan yel-yel bagi Tim Nasional kebanggaan seluruh rakyat Indonesia.

Saat tendangan penjuru Budi menghujam gawang Thailand kami semua makin histeris.

Pertandingan masih panjang. Timnas masih tertinggal tapi kami tiba-tiba memiliki harapan. Kami semua berteriak makin keras. Saling menyemangati dan melompat-lompat. Aku tak percaya dapat merasakan atmosfer yang begini luar biasa. Atmosfir yang bisa membikin merinding siapa saja.

Kegilaan kami semakin menjadi saat Alfred menyamakan kedudukan. Rasanya saat itu dengan semua perbedaan yang ada diantara kami, semuanya melebur berpadu dalam satu suka cita. Harapan kami selangkah lagi menjadi kenyataan.

Aku ikut membisu. Menarik napas panjang kala Budi mengambil tendangan bebas pada masa injury time. Deru nafas berbalut doa yang sungguh-sungguh diucapkan mengharap pertolongan Sang Pencipta pada kaki Budi dipanjatkan ratusan juta orang .

“ PLOOSSSSSSSSSSSSS”

Tanganku terkepal. Jantungku berhenti bersama luncuran bola. Saat melihat jelas bola berhasil memasuki gawang, air mataku tumpah. Tanpa alasan jelas aku menangis. Bukan hanya diriku, kulihat ribuan penonton ikut menangis. Kami semua merasakan ekstase yang sama di lapangan sepak bola.

Kami menang.

Adakah yang bisa percaya?? Indonesia bisa menjadi juara??.

Ditengah segala carut marut kisruh sepak bola Nasional. Sempat terkubur akibat ketidak becusan pengurusan sepak bola nasional. Tuhan mengirimkan dua orang pemain ini kepada kami.

Budi dan Alfred. Terima kasih banyak. Hanya itu yang bisa kami ucapkan.

Kami tak ada saat kalian bermandikan keringat di Inggris. Kami alpa saat kalian kelaparan karena Negara tidak mempedulikan sepak terjang kalian di luar negeri. Tapi sekarang kami semua hanya bisa menyampaikan rasa terima kasih yang tulus. Terima kasih karena telah membawa kami menjadi juara.

“ JGEEEEEEEEEEEEEEER GOOOOOOOOOOOOOOOOOOLLLLLLLLLLLLLLL”

Stadion meledak saat kami semua sadar Budi berhasil mencetak gol.

Waktu sudah habis.

Kami menang.

Budi berlari pertama kali menuju tempatku berada. Ia membuka kaos Timnasnya, dari jauh Budi menunjuk-nunjuk tulisan di kaos putih yang dikenakan di balik baju Tim Nasional. Aku tak sanggup membaca. Tulisan itu begitu kecil.

Budi terus menunjuk-nunjuk agar aku melihat tulisan di kaosnya. Meski sudah cukup dekat aku belum bisa membacanya. Menyadari kesulitanku, Budi berlari menuju Video kamera Stadion lalu menunjuk-nunjuk kaosnya.

Apa Budi?? apa yang hendak kau katakan?? maafkan aku tapi tulisan itu begitu kecil.

Pemain Timnas yang lain berhasil mengejar Budi. Mereka segara berguling-guling merayakan kemenangan.

“ CONCHITA!….CONCHITA!…CONCHITA!…CONCHITA…!”

“ CONCHITA!…CONCHITA!…CONCHITA!…CONCHITA!…”

Tiba-tiba puluhan ribu supporter meneriakkan namaku.

Aku bingung apa maksud penonton???.

Kenapa bukan para pemain Timnas yang mereka elu-elukan??. Kenapa justru namaku??.

“ Chit…,” Jodi menarik bajuku. Dia juga terlihat menangis gembira. “ LIhatlah layar lebar!.”

Aku melihat layar lebar dan langsung terdiam.

Layar lebar menampilkan gerakan lambat beserta zoom in dari adegan Budi yang tadi mengangkat kaos serta menunjuk-nunjuk tulisan di dada. Tulisan itu tergambar jelas kini dalam ukuran besar.

Pertahananku runtuh. Mataku berkaca-kaca ditengah pekik penonton yang terus meneriakkan namaku. Kamera Stadion telah berhasil mendapatkan posisiku lantas menyorotnya lalu mengangkatnya ke layar lebar. Sekarang seluruh penonton di stadion dan di rumah bisa menyaksikan wajah Conchita Caroline yang di zoom in sedang bercucuran air mata akibat rasa haru bercampur bahagia.

“ CONCHITA!..CONCHITA!…CONCHITA.!.,” wajahku yang terpampang layar lebar membuat penonton makin nyaring berteriak dalam suka cita.

Berusaha keras aku agar tetap sadar. Seluruh tubuh termasuk kakiku rasanya nyaris pingsan melihat tulisan di kaos Budi yang ditunjukkannya dihadapan kami semua barusan.

“ I love u too Budi,” akhirnya aku bisa menguatkan hati menjawab pernyataan cintanya kemarin. Meski ia tak bisa mendengar semoga hatinya bisa merasakan aku membalas cintanya.

Wanita mana yang sanggup menerima persembahan sedemikan indah dari seorang laki-laki??.

Wanita mana yang tidak menangis haru saat membaca kata-kata tulus yang dipersembahkan kepada seorang wanita yang dicintainya di hadapan 88.000 pasang mata di Stadion GBK dan ratusan juta orang lainnya yang menonton di televisi??.

Wanita mana yang bisa bertahan tak membalas pernyataan cinta yang pernah diutarakannya saat melihat tulisan di kaos Budi yang merupakan persembahan golnya, persembahan kemenangannya, dan persembahan seluruh perjuangannya selama ini. Tulisan dikaosnya yang membuatku merinding terselimuti oleh keindahan keagungan cinta dan disorot oleh seluruh mata orang Indonesia berbunyi ;

“ THIS IS FOR CONCHITA.”

***

END
 
Terakhir diubah:
Melawan mitos!

Yup, Karya Pertama bukanlah tdk memiliki kesempatan menjd Juara (Berapapun).

:cendol: Sent, Bro JR.
 
keren suhu udah posting cerita yang menarik, ane sendiri masih bingung mikir judulnya hehe.
Selamat suhu
 
Yeahh hari pertama, start terdepan..
Masang patok dulu, bacanya bentar malam supaya konsentrasi full. :cendol: sudah terkirim ya!
 
good luck suhu JR
ane matok lapak dulu ya..
blom sempet :baca:
betewe :cendol: send..
 
huaaanjjj....... amazing!

benar2 bakal menghapus mitos cerita pertama gak bakal jd juara..

cerita pembuka even kali ini benar2 nendang banget dah.

om jhon benar2 pinter ngangkat tema cerita, feel ceritanya dapet banget dah.

kesan awal yg top..


:cendol: 5 Sloki terkirim Om Jhonn


:beer:
 
keren bro,
pembukaannya sudah ajib. Ane yakin setelahnya juga bakal lebih baik. :pandajahat:
Klo pertama dibuka dengan yang bertema gore rasanya nggak enak juga.

Mending yang lain dulu. Karena tema ane Misteri. :D
:Peace:
 
Mantap kak cerita tentang timnasnya, andai budi dan alfred beneran ada dan main buat indonesia :) . SS nya soft & minimalis, mengingatkan SS cerita2nya kak ether. ada 1 typo kak, yg tulisan ganteng jadi genteng :)
 
Melawan mitos!

Yup, Karya Pertama bukanlah tdk memiliki kesempatan menjd Juara (Berapapun).

:cendol: Sent, Bro JR.

Terima kasih banyak Agan Suhu Besar Heddot telah memberikan apresiasi begitu besar terhadap karya ane ini. Kehadiran Agan Suhu Besar selalu membuat ane bahagia.

Nice 1st post
dapet prewi LKTCP :cendol:
Terima kasih banyak Agan secretADMIRER telah memberikan apresiasi kepada karya ane. Dukungan Agan amat berarti buat ane.

keren suhu udah posting cerita yang menarik, ane sendiri masih bingung mikir judulnya hehe.
Selamat suhu
Terima kasih Agan Saja keren sudah berkenan membaca karya ane. Semoga sukses ya Gan dengan ceritanya.
 
Bimabet
Yeahh hari pertama, start terdepan..
Masang patok dulu, bacanya bentar malam supaya konsentrasi full. :cendol: sudah terkirim ya!
Terima kasih ya Agan Suhu Chapista atas apresiasinya. Semoga Agan Suhu berkenan dengan cerita ane.

good luck suhu JR
ane matok lapak dulu ya..
blom sempet :baca:
betewe :cendol: send..
Terima kasih banyak Agan Q-we atas apresiasinya. Semoga setelah membaca Agan terhibur dengan karya ane ini.
huaaanjjj....... amazing!

benar2 bakal menghapus mitos cerita pertama gak bakal jd juara..

cerita pembuka even kali ini benar2 nendang banget dah.

om jhon benar2 pinter ngangkat tema cerita, feel ceritanya dapet banget dah.

kesan awal yg top..


:cendol: 5 Sloki terkirim Om Jhonn


:beer:

Agan BaDaBik terima kasih atas apresiasi yang begitu banyak dan pujian yang begitu besar dari Agan. Terima kasih banyak ya Gan. Semoga Agan terhibur dengan karya ane ini.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd