Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Teh Euis (TAMAT)

Bimabet
menarik ceritanya
 
Akhirnya kita mulai menyadari kalo yang pertama bakal asep garap pasti the euis dulu heheheh tapi kalo bisa dapetin enok ma anya pasti lebih mantabbbb


Makasih updetnye om @AjatSurajati2


Masih menunggu nih kisah pertampuran antra asep dan hansip hahahah
Terimakasih tanggapan positifnya atas cerita saya yang negatif, suhu @reg2

Anah udah ada yg ngincer hehehe.
Kira kira siapa ya ?:p

Tunggu sambungan kisahnya pada forum Kesayangan anda :beer:
 
Terakhir diubah:
Menjawab pertanyaan @reg2

Halimun Bajra pada dasarnya adalah fenomena alam yang kadang terjadi di pegunungan yang tinggi. Efek dinginnya bisa menghasilkan Ibun Bajra (embun kristal es) seperti yg sering terjadi di dataran tinggi Dieng.

Seperti segala sesuatu di alam raya, semua tergantung cara memanfaatkannya. Bisa hibernasi menidurkan orang seperti beruang di musim dingin, atau membuat tanaman menjadi mati.

Kita lihat nanti apa yg bisa dilakukan si Asep dengan kemampuan yg baru dimilikinya itu.
 
Bonus : Legenda Curug Panganten
(Sebuah kisah yang dipercayai masyarakat sekitar)

443 Tahun Silam

(443 tahun silam terhitung dari 2022)

Gagak Handaru bersimbah keringat di sekujur tubuhnya, tetapi dia terus mengayunkan golok panjang untuk menebas belukar. Di belakangnya, Nyai Ratna Puspita mengikuti dengan langkah terseok-seok dengan baret-baret pada betisnya yang seumur hidupnya tak pernah bersentuh tanah. Di paling belakang, si Kundang menggendong buntelan kain berisi perbekalan makanan yang makin menipis.

"Aka..... istirahat dulu...." Gumam Ratna sembari menjatuhkan pantatnya ke tanah yang basah. Yang dipanggil olehnya langsung menghentikan gerakan sabetan goloknya. Keringat Gagak Handaru bercampur dengan darah yang mengucur dari dada yang terluka.

(Aka adalah panggilan pendek untuk Raka, artinya kakak laki-laki. Panggilan jaman kuno di Tatar Sunda)

"Jangan Nyai...... kita harus terus melanjutkan perjalanan, sesuai pesan ayahmu." Nafas Gagak Handaru mendengus kepayahan, tetapi ia pantang menyerah mengeluarkan segala sisa tenaga yang dimiliknya.

"Rama pasti menunggu kita, Aka." Ratna masih berharap sang ayah bersabar menunggu.

"Musuh sedang mengejar kita, Nyai. Mereka bisa menyusul kita kapan saja. Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan." Gagak Handaru membujuk Ratna agar menguatkan diri melanjutkan perjalanan.

"Nyai tak kuat lagi, Aka." Gumamnya sambil menitikkan air mata.

Gagak Handaru menarik nafas, lalu mengalah.

"Iya nyai, kita istirahat sebentar kalau begitu."

Dalam hatinya, Gagak Handari mengutuk salah satu pengawal istana yang berkhianat membuka pintu gerbang dari dalam.

"Ki Jongjo dasar manusia durjana !" Geram Gagak Handaru. Si Kundang yang mendengar geraman majikannya ikut berkomentar.

"Ki Jongjo sudah terpengaruh musuh, juragan." Katanya.

Gagak Handaru menyimpan dendam kesumat pada Ki Jongjo yang berkhianat. Pada hari dimana serangan musuh terjadi, sebetulnya adalah hari dimana dia menikah dengan Nyai Ratna Puspita, salah satu kerabat istana sepertinya. Dirinya sendiri adalah salah satu senapati muda yang baru diresmikan beberapa bulan sebelumnya.

Jika ditelusuri silsilah dan asal-usul, sebenarnya mereka berdua masih terikat darah. Mereka berdua sama-sama putra sang rama dari selir yang berbeda. Pada zaman itu seorang penguasa memiliki begitu banyak selir sehingga terkadang tanpa sengaja keturunannya menikahi satu sama lain. Namun hal demikian masih dapat dimaklumi pada saat itu kare ketidak-tahuan.

Saat istana jebol, para prajurit melawan dengan gagah berani untuk memberi waktu pada semua warga istana agar menyelamatkan diri ke arah Laut Kidul. Gagak Handaru berusaha menyelamatkan Nyai Ratna Puspita dari musuh yang hendak menangkapnya untuk dibawa sebagai rampasan perang. Pertempuran sengit dilaluinya dengan berhasil mengalahkan tiga prajurit yang tengah menyeret Nyai Ratna.

"Aka.... haus..." Kata Ratna.

"Kundang... masih ada air minum ?" Gagak Handaru meminta si Kundang memberikan air pada Nyi Ratna.

"Aduh gan.... sudah habis dari tadi."

Tak ada yang berbicara lagi, semua diam setelah mengetahui bahwa keadaan mereka tak memberi harapan.

Di tengah keheningan hutan, telinga Gagak Handaru yang tajam mendengar samar-samar suara air mengalir di kejauhan.

"Kundang.... kamu dengar suara air ?"

Mereka semua hening, berusaha menangkap suara air. Tapi tak ada yang mendengarnya kecuali Gagak Handaru.

"Nyai... ayo kita jalan kesana, Aka mendengar suara air di sebelah sana." Ajak Gagak Handaru pada Ratna.

"Aku tidak kuat lagi berjalan, Aka." Kata Nyai Ratna setelah mencoba berdiri namun jatuh lagi karena kakinya sudah begitu lemah tak bertenaga.

Gagak Handaru lantas berjongkok di hadapan Nyai Ratna. Dengan kedua tangannya yang berotot, dia meraih tubuh Ratna dan dinaikan di pundaknya yang lebar. Dadanya yang telanjang naik turun menarik nafas, lalu bangkit dan berjalan memasuki semak-semak menuju suara air berasal. Si Kundang dengan patuh mengikuti dari belakang.


Sepeminuman teh kemudian (mengambil istilah dari cerita karya Bastian Tito), mereka tiba di sebuah jurang yang dalam. Sebuah sungai mengalir bercabang dua ke jurang tersebut sehingga membentuk dua buar air terjun yang begitu deras.

"Curug apa ini, Kundang ?" Tanya Gagak Handaru.

"Tidak tahu, juragan. Tak pernah ada manusia datang kemari." Jawab si Kundang.

Mereka turun perlahan ke sungai dan melepaskan rasa haus dengan minum air yang jernih dan segar. Bertiga, mereka turun mencebur ke sungai itu untuk menyegarkan tubuh. Di sekeliling sungai terdapat beberapa pohon hutan yang berbuah.

"Nyai... sepertinya kamu tak mungkin meneruskan perjalanan sekarang. Lebih baik kita beristirahat disini. Tempat ini cukup tersembunyi dan banyak buah yang bisa mengganjal perut kita." Ujar Gagak Handaru.

Nyai Ratna menarik nafas lega, ia bisa beristirahat dengan sang suami yang belum lagi punya kesempatan untuk bermesraan di hari pernikahan mereka.

Malam jatuh dengan cepat, Si Kundang membuat api unggun sebagai penghangat. Namun demikian, dua pengantin baru itu memisahkan diri agak jauh. Si Kundang penuh pengertian, memberikan mereka waktu dan tempat untuk memadu kasih. Dia terkekeh membayangkan apa yang sedang terjadi dengan mereka.

"Nyai..." Suara Gagak Handaru bergetar.

"Aka..." Nyai Ratna tersipu malu. Kalau saja hari ini terang, dia akan lebih malu lagi.

"Ini bisa jadi hari terakhir kita." Bisik Gagak di telinga Ratna. Nafasnya berhembus tepat ke leher Ratna yang jenjang.

Baik Gagak maupun Ratna, sama-sama menyadari bahwa musuh masih mengejar mereka. Mereka tak tahu, kapan ajal akan terjadi. Seperti sebuah kesepakatan yang sama-sama dipahami, malam ini di tempat yang darurat ini, adalah waktu yang tersisa buat mereka untuk memenuhi nikmatnya sebuah pernikahan.

Ratna pasrah ketika Gagak mencumbunya dengan penuh kasih. Bibir mereka berpagutan saling mengecup dan mengecap. Decak lidah saling bertautan serta berpagutan. Ratna terengah-engah saat kecupan Gagak mendarat di pucuk payudaranya. Kain kemben penutup payudara telah terlepas di tangan Gagak.

Tubuh mereka saling melilit, samar-samar diterangi cahaya api unggun yang keemasan dari kejauhan. Bayangannya bergoyang-goyang jatuh pada pepohonan. Si Kundang mesem-mesem memperhatikan siluet yang saling bertindihan.

"Nyai.... hampura Aka...." (Nyai maafkan kakak).

Gagak Handaru merasa sedih tak terkira bahwa nasib mereka begitu sengsara. Sang istri yang teramat dicintainya terpaksa melaksanakan malam pertama di hutan pada kaki gunung yang perawan.

"Hampura nyai oge, Aka." (Maafkan aku juga, kak).

Mereka bergelut menuntaskan rasa kasih yang belum tertuntaskan. Tubuh nyai yang putih nan mulus memberikan kehangatan pada sang lelaki perkasa.

Tak lama, kedua insan yang dimabuk asmara itu mengerang bersamaan. Bayangan di pohon semakin bergoyang. Si Kundang memalingkan wajah, tak kuasa untuk melihat junjunannya beradu cinta.

Slep !

"Hkkkkkkkkkkkk" Si kundang memegangi lehernya.

Hangat terasa di telapak tangan.

Slep !

Si Kundang melotot ketika anak panah berikutnya menjebol dada kurusnya yang telanjang. Tubuhnya bungkuk menahan rasa sakit.

Slep !

Panah ketiga tepat di jantungnya, mengantar jiwanya menjadi penghuni hutan. Tetapi pada ujung nyawa-nya, si Kundang sempat berteriak.

"Juragan..... Musuuuuuuuuuh......."

Gagak Handaru dan Ratna Puspita segera melepaskan pelukan masing-masing. Gagak langsung mengambil golok dan bersiap memasang kuda-kuda tanpa sempat lagi mengenakan celana pangsi hitamnya yang selutut. Dia hanya sempat menyampirkan sebuah kain batik pada pinggangnya.

Slep ! Krak !

Gagak Handaru berhasil mematahkan serangan sebuah anak panah yang terpotong menjadi dua.

Slep ! Krak !

Anak panah berikutnya yang menuju Ratna Puspita berhasil pula dipatahkannya.

"Jangan pengecut ! Sini bawa parangmu bertarung di hadapanku. Jangan main panah !"

Slep ! Krak !

Betapa marahnya Gagak Handaru ternyata masih saja menggunakan panah untuk menyerang perempuan.
Dia langsung berlari dan loncat ke sebuah semak. Tiga orang lelaki langsung berloncatan keluar menghindari serangan.

"Cepat tangkap yang perempuan. Lumayan buat disetor ke juragan kita." Kata salah seorang dari mereka.

Dengan cepat, Gagak Handaru loncat kembali ke dekat Ratna sang kekasih. Dua parang beradu.

Trang trang trang trang.

Dalam cahaya api unggun, Gagak Handaru bertarung menyabetkan parangnya ke arah lawan. Tapi lawan cukup piawai dalam menangkis semua serangan. Malahan parang lawan kini bergerak secepat kilat ke arah tenggorokannya.

"Aaaahh." Nyai Ratna berteriak terkejut.

Trang !

Gagak Handaru berhasil menangkis tusukan parang di lehernya dengan satu gerakan "Kocet" yang luar biasa cepat. Musuhnya melotot karena rasa sakit ketika parang Gagak Handaru memutuskan pergelangan tangannya.

Slep !

Parang Gagak Handaru berbalik arah, tepat mengenai leher musuhnya.

"Hekkkkkkkkkkkk." Hanya itu yang keluar dari mulutnya ketika kepalanya terlepas dan jatuh di tanah.

Jleng ! Gagak Handaru loncat dengan gerakan "Ajag Ciliwung" tepat ke arah salah satu musuh yang terbengong. Parangnya tepat bersarang di dada.

"Uwooooookkkk...." Musuhnya muntah darah.

SLEBBBBBB !!!!!!

Suara apa itu ?
Gagak Handaru melihat ke dadanya. Sebatang Anak panah bersarang disana.

SlEBBBBBB !!!!

"AAaaaaaaaaaaaaa" Nyai Ratna menjerit. Sebatang anak panah juga mendarat di dadanya.

"Pengecuttttttt.... !!!" Gagak Handaru tak menghiraukan panah yang menancap di dadanya, loncat ke arah Nyai Ratna yang meregang nyawa.

SLEBBBB !!!
SLEBBBB !!!

Masing-masing dari mereka mendapatkan anak panah lagi di dada.

"Nyaiiii !"

"Akaa...... pileuleuyan...." (Kaka.... selamat tinggal).

Dengan dendam membara, Gagak Handaru berkomat kamit membaca sebuah jampe simpanan.

"Nyaii... ikuti Aka." Bisiknya.

Dengan nafas terakhir, keduanya menamatkan mantra jampi pamungkas.

Seorang lelaki muncul dari balik pepohonan.

Tanpa belas kasih, dia mementangkan lagi busurnya.

Dua anak panah melesat berbarengan.

Krak !
Krak !

Dengan satu sabetan, parang Gagak Handaru masih mampu mematahkan dua anak panah itu.

Pun, sapun
Ka batara nu di girang
Ka batari nu di leuwi
Ka nyai Sri Pohaci
Ka karuhun nu di luhur
Ka baraya nu di handap
Ka nu di kidul
Ka nu di wetan
Ka nu di kaler
Ka nu di kulon
Kula deuk nyusul
Ka alam marakayang

Pun !

Dengan satu tenaga terakhir, Gagak Handaru melompat ke sungai membawa Ratna di pelukannnya.
Sang prajurit musuh mengikuti lompatan mereka dengan pandangannya.
Dua tubuh mencebur ke sungai yang bercabang dua, membentuk dua air terjun.
Dengan berlari, sang prajurit memandang kebawah untuk memastikan bahwa dua tubuh musuh yang dikejarnya berhari-hari telah mati.

Tetapi tak ada dua tubuh mengambang disana.

Air sungai yang terjun kebawah kini berselimut kabut tipis.
Seekor serirgala melompat keluar dari air, berselimutkan halimun yang kian menebal.
Serigala itu menggeram menatap keatas, kearah sang prajurit.

Sang prajurit segera mementangkan busurnya, satu anak panah pun melesat ke tubuh serigala itu.

Sang serigala melompat menjauh ke dalam hutan, diikuti kabut yang menebal menutupi seluruh pandangan seakan-akan berusaha melindungi sang Serigala.

"Dasar pemuja setan." Gumamnya mengutuk dua musuhnya yang telah berubah bentuk.


Begitulah kisah tentang Curug Panganten.
Maaf kalau tidak berkenan.

Bersambung lagi ke masa depan di posting berikutnya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd