Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Teh Euis (TAMAT)

Demi juragan @sigitnoi baiklah saya akan posting update cerita di pagi ini.


6. Terindah

Menjelang hari dibukanya Camping Ground, Asep nyaris tak bisa tidur di malam hari. Walaupun dia sering kemping bersama regu Pramuka-nya tetapi mengelola Camping Ground itu jauh lebih sulit.

Urusannya lebih banyak, bukan sekedar mengurus perbekalan dan rencana perjalanan satu regu seperti yang biasa dikelolanya. Dua minggu terakhir ini dia intens berurusan dengan para tetua kampung, para remaja karang taruna, para warga yang membuka warung di area Camping Ground, dan lain-lain. Dirinya cemas dan takut ada sesuatu yang luput dari perhatiannya dan mengecewakan semua pihak.

Belum lagi dia harus berurusan dengan Hansip Ajum yang menjadi penjaga wilayah Camping Ground. Dirinya terus diteror oleh Hansip Ajum yang ketakutan anaknya dipacari olehnya. Selain oleh Hansip Ajum, Asep juga merasa diterror oleh anaknya yaitu Anah yang setiap hari minta pergi dan pulang sekolah bareng. Asep sudah menolak dengan berbagai alasan, tetapi Anah semakin gencar mendekatinya. Bahkan Anah mulai sangat membuka diri terhadapnya, seolah-olah ingin ditembak.

Pusing... pusing... pusing...

"Ahhhhhhhh......." Asep menarik nafas sedalam-dalamnya untuk menghilangkan kepusingan di fikirannya. Tubuhnya berbalik ke kiri dan ke kanan tanpa dapat tidur dengan tenang walaupun matanya terpejam.

"Ahhhh.... hik... hik...." Kuping Asep menangkap suara.

"Hik... hik....." Suara itu berasal dari kamar Teh Euis. Kok seperti menangis ?

"Huuuu......" Benar, Teh Euis menangis di kamarnya.

Apa yang membuat dia menangis malam-malam begini ? Asep duduk di kasur busa tipisnya. Menimbang-nimbang.

"Teh....." Panggilnya pelan, dari tempatnya tidur.

Tak ada jawaban, tak ada tangisan.

"Teh Euis...." Panggilnya lagi.

Sejenak sepi, lalu "Iya Sep...." Suara jawaban Teh Euis di kamar begitu lemah. Asep merasa khawatir.

"Teteh kenapa ?" Tanya-nya.

Tak ada jawaban, melainkan hanya suara tangisan lagi yang terdengar.

"Huuuu......."

Mau tidak mau Asep bangkit dari tidurnya lalu dengan hati-hati dibukanya gordeng yang menjadi penutup kusen pintu. Tak ada pintu di kamar Teh Euis, melainkan hanya ditutupi oleh gordeng saja. Kepala Asep melongok kedalam kamar.

"Teteh kenapa ?" Tanyanya lagi.

Dilihatnya Teh Euis sedang duduk di ranjang besi. Asep tak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena gelap. Tetapi Asep bisa menduga bahwa Teh Euis memang sedang menangis, jika dilihat dari gestur tubuhnya.

"Huuuu......"

Benar, itu memang suara tangisan.

Asep menyelinap masuk ke balik gordeng dan berdiri mematung di depan ranjang Teh Euis. Adang, bocah kecil dua tahun itu tengah lelap tertidur di samping Teh Euis yang sedang duduk memeluk lutut.

"Teteh sakit ?" tanya Asep lagi. Samar terlihat didalam gelap Teh Euis menggelengkan kepala.

"Sep, tadi Adang sebelum tidur nanyain bapaknya."

Dan tangisan Teh Euis makin kencang.

Ya Ampuuuun.... Asep juga baru ingat bahwa sudah beberapa bulan ini Kang Oman ngga pulang-pulang sejak meninggalkan kampung. Tuh orang apa ngga ingat sama anak istrinya ?

Asep merasa kasihan sama Teh Euis. Selama ini abah dan emaklah yang memberikan uang pada Teh Euis agar dapurnya tetap ngebul. Bijaksananya abah dan emak adalah mereka tidak pernah memberi uang pada Teh Euis sebagai bantuan ekonomi, tetapi selalu beralasan 'uang buat ngeganti makan si Asep'.

Asep menghampiri Teh Euis yang sedang tergugu. Dia duduk di pinggir ranjang tepat di depan Teh Euis.

Gusti.....

Asep langsung menyesali dirinya yang masuk kamar menghampiri Teh Euis.

Teh Euis mengenakan daster putih pendek berbahan polyester yang halus. Kedua lututnya yang diangkat dan dipeluk oleh kedua lengannya menjadikan bagian bawah Teh Euis terbuka karena dasternya terangkat sampai ke pangkal paha yang terlipat.

Walaupun didalam kamar yang gelap, Asep dapat cukup jelas melihat betapa putihnya kulit Teh Euis terutama di.... iya... di pangkal paha dan pantatnya yang terbuka. Celana dalamnya mengintip tak terlalu jelas karena berwarna gelap, mungkin hitam. Tapi dari bentuknya, Asep bisa menyimpulkan bahwa yang ada di balik celana dalam Teh Euis itu menggunduk dan nampak empuk.

"Asep...... Teteh harus gimana ?" Teh Euis mengangkat muka dari lututnya.

Dari sejak Asep lahir, baru sekarang ini Asep percaya apa yang dibilang oleh semua orang bahwa Teh Euis itu cantik. Kesedihan yang sedang dirasakan tidak mengurangi sedikitpun kecantikannya. Teh Yati, Neng Enok, apalagi si Anah, lewat semua.

"Teteh udah ngehubungin Kang Oman di sms ?" Tanya Asep sambil berjuang mengalihkan pandangan dari bagian bawah Teh Euis yang terbuka. Teh Euis mengangguk.

"Dibalas ?" Tanya Asep lagi.

"Tadinya dibalas, tapi udah seminggu ini sms teteh nggak sampai." Jawab Teh Euis sambil menangis lagi.

Asep berfikir, mungkin hape Kang Oman rusak.

"Mungkin hape Kang Oman rusak." Asep mengungkapkan isi fikirannya.

"Mungkin Kang Oman punya istri baru disana." Teh Euis mengungkapkan kecurigaannya, dan tangisnya makin menjadi-jadi.

"Teteh positif thinking aja." Asep menyarankan.

"Gitu ya Sep ?" Tangisan Teh Euis seketika berhenti.

"Mungkin juga ya Sep." Lanjut Teh Euis.

Asep hanya menganggukkan kepala, entah terlihat oleh Teh Euis atau tidak. Tapi yang jelas tangisan Teh Euis sekarang berhenti.

"Teteh tunggu aja beberapa hari, mungkin Kang Oman sedang service hape sekarang." Jelas Asep yang sebetulnya hanya menduga-duga saja, tetapi kalau itu bisa menenangkan fikiran Teh Euis kenapa tidak ?

"Iya ya Sep, mendingan teteh tunggu aja. Masa Kang Oman kawin lagi ya." Ada secercah kepercayaan seorang istri yang setia disana.

"Iya teh."

Akhirnya kami ngalor ngidul ngobrol malam itu hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 2 pagi.

"Teh.... Asep mau tidur dulu." Asep yang sudah merasa lelah dengan mendengar unek-unek Teh Euis selama lebih dari dua jam akhirnya ngantuk juga.

"Iiih.... teteh masih mau ngobrol."

Teh Euis manja sekali. Belum pernah Asep melihat Teh Euis seperti ini. Manjanya Teh Euis sungguh mempesona, terlebih lagi dari tadi Teh Euis tidak menyadari kalau bagian bawahnya terbuka dan menyuguhkan pemandangan yang mendebarkan hati Asep.

"Asep ngantuk teh, besok kan hari Sabtu dan Asep harus ngurus rombongan yang kemping." Bukannya tidak mau untuk terus melihat pemandangan mendebarkan itu, tetapi Asep sungguh tak kuat lagi menahan gejolak yang menggelegak. Sesuatu di balik celana Asep sudah dari tadi tegang sampai sakit dan pegal. Lebih baik dibawa tidur aja.

"Yaudah.... Asep tidur ya, tapi disini aja tidurnya nemenin teteh."

Teh Euis mengalah dengan menggeser duduknya lebih ke tengah, menyisakan ruang untung Asep tidur di bagian paling pinggir.

Waktu Teh Euis menggeser pantatnya ke tengah ranjang, dasternya lebih tersingkap lagi.

Putiiiiiih banget.

Muluuuuuus sekali.

Asep jadi ragu-ragu untuk tidur disitu.

"Ayo atuuuuuuuh Asep tidur disini ajaaaaaaa."

Teh Euis mengucapkan itu sambil menendang-nendangkan telapak kakinya ke kasur dan badan bergoyang-goyang dengan wajah memohon. Persis seperti anak kecil meminta dibeliin permen.

Ya sudah, Asep mengalah. Mungkin Teh Euis sedang butuh teman untuk menenangkan hatinya yang sedang galau. Asep rebah di ranjang paling pinggir.

"Nih bantalnya." Kata Teh Euis.

Asep mengangkat kepalanya dan Teh Euis menyelipkan bantal.

"Nuhun nya Sep..... kamu sekarang udah gede... bisa jadi temen curhat teteh." Kata Teh Euis. Asep tak menjawab.

"Berapa taun umur kamu teh ?"

"Tiga bulan lagi Asep 17 tahun Teh."

"Oooh.... gitu... udah punya pacar ?"

"Belum."

Kapan tidurnya kalau Teh Euis terus ngajak berbicara ?

Tetapi ternyata rasa kantuk mengalahkan semuanya. Teh Euis masih terus bercerita curhat tentang berbagai hal sewaktu Asep jatuh tertidur.

Asep hanya samar-samar mengingat bahwa Teh Euis juga akhirnya rebah di sampingnya. Asep yang hanya bercelana pendek merasa sesuatu yang hangat dan teramat mulus menempel di pahanya.

Paha Teh Euis.


Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd