Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sepeda Milik Eboy - COPAS

thrilleverse

Suka Semprot
Daftar
23 Mar 2016
Post
10
Like diterima
4
Bimabet
Gan, ini cerita copas, cz gw blm bisa nulis sendiri,
jadi harap maklum kalo sementara ini gw sharing cerita-cerita copasan dulu ye..

Salken, para suhu..



SEPEDA MILIK EBOY
oleh : Riza Ramadhan Manalu

Eboy mendayung sepedanya. Betis kekarnya dengan gagah menggowes pedal yang makin lama makin terkikis karena dipakai setiap hari. Wajah Eboy pagi itu segar tapi berkeringat, memandang jalan raya aspal yang penuh kendaraan bermotor. Kemacetan membuat Eboy harus menggotong sepedanya melewati hiruk-pikuk kendaraan.

Setelah melihat jalan yang kosong, dia kembali menggowes pedal yang makin lama makin terkikis karena dipakai setiap hari itu. Wajahnya masih segar tapi berkeringat, seakan angin yang menerpa tubuhnya tidak cukup mendinginkan betis kekarnya yang terus bergerak. Pagi itu adalah pagi pertamanya bekerja dengan sebuah kantor surat kabar ternama di kota itu. Kantor ternama yang hampir bangkrut karena kehilangan banyak pekerja. Ia diterima sebagai pengantar koran yang baru.

Sambil menggowes, Eboy teringat cerita duka yang ia terima dari pegawai kantor. Herman, loper sebelum Eboy meninggal dunia karena kecelakaan dua hari yang lalu. Sepeda milik Herman meluncur indah dibawah truk kontainer. Ban-ban truk yang tak terkendali menganggap kepalanya hanya batu besar. Namun kepalanya tak sekuat batu di jalanan, Herman terpaku dengan wajah tak dikenali, Tulang belulangnya putih dan berdebu. Lalu kerumunan warga bergegas membawanya ke pinggir jalan, menutupinya dengan puluhan koran, koran yang dibawanya. Begitu cerita si pegawai kantor.

Sepintas bulu-bulu tengkuk Eboy berdiri ketika kata-kata pegawai kantor itu terngiang terus-menerus di telinganya. Wajahnya tak lagi segar namun masih berkeringat, keringat yang dingin. Eboy tak berharap mati dalam keadaan yang sama, dia hanya menganggap toh setiap pekerjaan memiliki resiko masing-masing. Eboy tiba di sebuah komplek perumahan, “Kring…kring” sapanya dengan bel sepeda kepada Satpam.

Komplek itu sangat luas. Rumah, toko, danau, kebun binatang kecil dan sebagainya ada di sana. Tangan legamnya melempar koran di rumah pertama demikian hingga rumah terakhir di sudut komplek. Wajahnya sudah masam dengan nafas yang terhela-hela. Matahari yang sudah naik seujung tombak hampir membuat pitam kepalanya.

Eboy melihat pohon trembesi muda dan hendak beristirahat dan meneduh sejenak. Sepeda diparkirkannya di pagar komplek yang agak berkarat yang jauh dari rumah-rumah. Pagar itu tampaknya tidak pernah dibuka. Terlihat dari rantai dan gembok yang sudah usang dan dililit rumput. Matanya menyipit memandang jauh ke dalam tempat itu. Tak ada apa-apa selain rerumputan lepat dan pohon trembesi tua di sekitarnya.

“Lantas mengapa harus dipagari?” batinnya.

Sosok anak muda yang baru lulus SMA seperti Eboy pasti sangat penasaran, tapi niat untuk masuk urung ia lakukan. Nafas Eboy kini sudah tak lagi terhela-hela, wajahnya sudah sedikit segar karena air mineral yang dibawanya dari rumah telah merendam tenggorakannya yang panas. Eboy mengambil sepeda dan memutuskan untuk pulang.

Sudah seminggu lebih Eboy menjadi Loper baru di kantor surat kabar ternama. Gaji 140.000 untuk seminggu seakan cukup baginya. Tambahan gaji yang ia dapat karena sepeda yang dibawanya bukan sepeda milik kantor. Sudah seminggu menjadi loper baru dan rasa penasaran Eboy terhadap sebuah tempat di komplek perumahan itu kembali. Seminggu ini Eboy selalu melirik tempat itu. Sambil betis kekarnya menggowes sepeda menuju komplek, ia terus berkhayal akan tempat itu. Tempat yang dilindungi oleh pagar yang berkarat dengan rantai dan gembok usang yang dililit rumput.

“Kring..kring” sapanya dengan bel sepeda kepada satpam

“Oh ya pak, boleh nanya ndak pak?”

“Oh ya silahkan dek”. jawab Satpam dengan sangkur dan tongkat yang melekat di pinggang.

“Bapak tahu tempat yang di ujung komplek, didekat danau yang pagarnya bekarat?”tanya Eboy penasaran

“Ya, saya tahu. Ada apa ya dek?”

“Nganu pak, itu tempat apa ya, kok dipagarin, padahal kan gak ada apa-apa?”

“Saya tidak yakin pasti. Tapi kata satpam lama disini, disitu ada sumur tua tempat pembantaian orang Vietnam. Ceritanya sih angker. Tapi ingat yo, aku tidak yakin pasti.”

“Oh gitu toh pak. Yo weslah, Seminggu ini saya penasaran terus pak. Kalau bapak ndak yakin, boleh ndak saya memeriksanya?”

“Yo, boleh, tapi mesti hati-hati toh.”

“Yo pak, saya minta kunci gemboknya yo”

Eboy ingin sekali menyudahi rasa penasaran yang ada dalam benaknya. Sepeda miliknya terus setia menemaninya di atas jalanan komplek. Kunci gembok di sakunya berbunyi-bunyi setiap kali sepedanya melintasi polisi tidur. Setelah sampai, sepedanya ia parkirkan di bawah pohon trembesi muda, yang ada di sisi kiri pagar.

Eboy terkejut saat gembok dan rantai usang itu tidak lagi dililit rumput. Berarti baru-baru ini ada orang yang telah membuka pagar itu. Keadaan ini semakin membuat Eboy membuka gembok pagar dan menyingkirkan rantai yang melingkarinya. Pagar itu mengeluarkan suara berisik saat ia mendorongnya pelan. Dengan perlahan ia berjalan sambil menatap ke depan. Semak belukar rerumputan yang menghalangi pandangan mata, ia pijak hingga dapat melihat apa yang ada dibaliknya. Dia kelilingi tempat yang dipagari itu. Pohon-pohon trembesi tua di sekitarnya membuat jalan yang ia tempuh begitu gelap. Dengan penuh hati-hati Eboy menginjakkan kakinya.

Kehati-hatiannya hilang saat melihat sebuah sumur tua yang berada 10 meter di depannya. Kakinya tersandung oleh tumpukan. Eboy terjatuh ke dalam sebuah kubangan lumpur yang dalam. Namun Eboy berdiri dan terus berjalan menuju sumur tua. Eboy terkejut ketika menatap apa yang dilihatnya.

Tubuhnya bergetar hebat saat melihat jasad Herman, tukang loper Koran sebelum ia, terbujur kaku dengan sangkur di lehernya. Kaki kaku Eboy berjalan mundur ke belakang dengan tatapan melotot seakan tidak percaya.

“Loper koran itu ternyata tidak mati karena dilindas truk. Ia mati disini!” batinnya dalam hati.

Kubangan lumpur yang dalam menghentikan langkah mundurnya. Eboy terjerembab dan jatuh. Ia berpaling dan melihat tumpukan koran-koran yang tadi menyandung kakinya. Ia berdiri dan berlari sekencang-kencangnya. Satpam tadi rupanya duduk disamping sepedanya sambil mengasah sangkur. Dengan nafas yang terhela-hela dia memberikan kunci gembok dan mengambil sepedanya.

“Udah gak penasaran lagi toh dek?” tanya satpam yang masih mengasah sangkur.

Tanpa menjawab, Eboy terburu-buru ingin pergi hingga koran-korannya berserakan dibawah pohon trembesi muda. Sepeda milik Eboy hari itu jadi saksi atas kematian seorang saksi.

TAMAT
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd