Semenjak saat itu, ketika berbincang dengan Bu Maya secara langsung, aku masih belum berani menggiring ke arah mesum. Aku hanya memanfaatkan celah ketika berkomunikasi via chat whatsapp, tetapi itu pun masih buntu. Aku belum dapat menemukan obrolan ataupun momen yang tepat untuk bisa 'menerobos' ke jantung pertahanan Bu Maya. Aku pun hampir menyerah, karena aku pikir obrolan mesra ataupun VCS dengan suami sendiri merupakan hal yang wajar. Nyaliku tidak seperti biasanya, karena yang aku hadapi adalah seorang guru, di mana aku pun segan ke beliau meskipun kami sendiri cukup akrab. Aku pun melupakan mimpi untuk bisa 'mendapatkan keuntungan' dari Bu Maya, meskipun aku tetap terbayang tubuh indah Bu Maya.
2 hari kemudian, di malam hari, Bu Maya mengantarkan makanan kepada kami (aku dan 2 orang temanku). Kami sempat mengobrol sebelum akhirnya Bu Maya pulang. Sebelum pulang, aku basa-basi untuk mengantarkan Bu Maya, tetapi Bu Maya menolaknya. Beberapa saat kemudian, aku mengucapkan terima kasih (lagi) melalui chat whatsapp kepada Bu Maya. Kami terlibat obrolan ringan, sebelum akhirnya aku menanyakan tentang suami Bu Maya. Kapan terakhir suaminya pulang, dan kapan rencana akan pulang. Ternyata suami Bu Maya terkahir pulang pada saat natal 2019, dan kembali ke Kalimantan di awal tahun baru 2020. Bu Maya tidak tahu kapan suaminya akan pulang lagi ke Jawa Timur. Di sinilah aku mulai membuka celah, aku tidak langsung frontal mengarah ke urusan seks atau bertanya lagi mengenai suaminya. Aku bertanya dengan soft/smooth, mulai dari berat atau tidak mengasuh Satria sendirian. Satria sering menanyakan ayahnya atau tidak. Dan beberapa pertanyaan seputar tanggung jawabnya sebagai ibu dan istri. Lalu aku memuji beliau, karena telah menjadi wanita yang tangguh. Treatment seperti ini memang biasanya aku pakai untuk mencari celah. Aku gali kehebatan, ketangguhan, atau kelebihan seorang wanita, setelah itu aku memujinya. Itu tidak akan terkesan gombal, dibandingkan kita hanya memuji fisiknya semata (tips dari ane). Wanita sangat suka ketika dipuji, tetapi perlu strategi juga bagaimana cara kita memujinya.
Setelah itu, aku kembali memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi yang aku miliki. Aku membuka topik tentang psikologi anak, bahwa anak yang dibesarkan tanpa ayah/ibu, perkembangannya akan terganggu. Tetapi aku bukan menjudge atau menggurui, lagi-lagi bagaimana cara kita menyampaikannya supaya terlihat elegan. Akhirnya kami berdiskusi cukup panjang sampai larut malam. Bu Maya juga sempat menyampaikan kalau beliau suka ketika aku bermain dengan Satria, karena Satria memang membutuhkan sosok ayah. Di sini aku mulai merasa ada titik terang untuk bisa melakukan 'serangan', tetapi secara perlahan dan terstruktur.