Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA My Only Sunshine - TAMAT

Wah, akhirnya Pucchi diekse lagi...
Dan Season 1 pun berakhir happy ending!

Btw, untuk Season 2 nya boleh request cast nya ngga nih, hu?
Hehe
 
Aduuuhh MOS ikut tamat juga :(

Selamat suhu! Bagus ceritanya. Alurnya enak buat diikutin. Cerita favorit juga disini. Sehat" terus yak! Hehe. Ditunggu Season 2nya :jempol:
 
Ini kenapa banyak yang tiba-tiba tamat sih :kbocor:

Btw, kalo boleh nanya, ini judulnya kan 'My Only Sunshine', kok perumpamaan nya pake 'Hujan' dan 'Bumi'?

Alias

Selamat tamat, Tama (kok agak aneh ya, 'tamat, Tama' :pandaketawa: )
Dan ditunggu season 2 nya suhu :Peace::Peace::ampun::ampun:

Judulnya ada sunshinenya kirain feni gataunya bukan
Pengambilan judul "Sunshine" ini sebenernya diambil dari cerita saya yang sempet di post di Tumblr kak, diawal penulisan sempet mikir judul yang lain, eh terlintaslah judul My Only Sunshine hehehe :3


Wah adeknya boleh buat ane gak gan wkwkkss
wuaduh, nda bole kak, masih menggemaskan :Peace:

Wah, akhirnya Pucchi diekse lagi...
Dan Season 1 pun berakhir happy ending!

Btw, untuk Season 2 nya boleh request cast nya ngga nih, hu?
Hehe
Tadinya mau sad ending, tapi kok dibaca ulang gak dapet feelnya wkwkw. terimakasih sudah membaca suhu.
Masalah cast nya, mungkin setelah part 1 s2 rilis deh ya hu :goyang:

Selamat suhu sudah menamatkan ceritanya
:ampun::mantap::ampun::mantap::ampun:
Terima kasih sudah meluangkan waktunya.
Btw taun depan tu kurang 7 hari lagi lo :papi:
Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca juga, kak~

Yaa, gak pas tanggal 1 nya juga sih, mungkin antara pertengahan atau akhir januari hehehe~
awal tahun saya masih harus berkutat menghadapi kewajiban soalnya :pusing::pusing:

Aduuuhh MOS ikut tamat juga :(

Selamat suhu! Bagus ceritanya. Alurnya enak buat diikutin. Cerita favorit juga disini. Sehat" terus yak! Hehe. Ditunggu Season 2nya :jempol:
Wah, halo kak Dimas~
Terimakasih sudah sempatkan membaca~ Semoga sama-sama sehat ya kak:horey:


Kampreeet ada zeee jugaaaaaa ampun dhhh

Nice apded huu
Huehehehehehe, tapi yaa zee perannya sebagai adik beneran adik aja hu :3

Wah ini bakal Bye Anin! apa Bye Anin?
hmm, enaknya gimana ya kak? huehehehe:pandajahat:

Wahh gila si ada momo juga..

Waduu kok merambah kedunia korya korya:pandaketawa:
Mari kita lihat mbak momo dari tuwiceu ini mau ngapain ke indo di season 2:pandapeace::pandapeace:



Terimakasih semuanya yang sudah membaca cerita saya ini:panlok4::panlok4::panlok4:
 
Terakhir diubah:
40434402_294796417782356_7779926427128122794_n.jpg


Hai, halo semua! Pooch! Disini~~

Berhubung kak Tama nya sedang sibuk menghadapi sesuatu untuk masa depannya, jadi aku ambil alih cerita ini deh hehehe~

Sebenernya, penulisan season 2 nya kak Tam udah sampe 3 part, cuman katanya pingin liburan dulu, jadi tertunda deh~


Pucchi kasih teaser aja deh ya hehe~~
Selamat membaca~~

************************************


tumblr_nx3hg2iiSP1uk0bjso2_500.png

“Aku rindu.” Momo berlari kearahku lalu memelukku. Aku yang baru saja membuka helm kaget dengan kehadirannya disini.

“Heh! Dapet kunci aku darimana?” aku sedikit meninggikan nada suaraku. Momo masih menangis di pundakku. Aku mencoba meresapi kejadian ini.



Wangi parfumnya.

Shampoonya.

Bahkan kalungnya.

Tidak berubah.

Ini... perasaan ini...



Aku meletakkan helmku, lalu membalas pelukannya.

“Aku juga merindukanmu disini.”

Momo mengecup pipi kananku lalu melingkarkan tangannya di leherku.

“Sekarang, hanya kita berdua.”



---

43985413_496073594232581_8666576996322802704_n.jpg



“ABANGGG!” Zee berlari kencang kearahku sesaat setelah aku membuka pintu rumah. Tubuhnya yang cukup bongsor itu menabrak tubuhku dan memeluk tubuhku erat. Pundakku sedikit basah karena tangisannya.

“Azizi kangen. Lama gak ketemu.” Zee berusaha berbicara ditengah tangisannya. Puci yang berdiri di sebelahku mengelus punggungku.

“Kalo kangen, ketemu Pucchi di teater kan cukup.” Aku tertawa. Zee melepas pelukannya dan menunjukan wajah kesalnya. Lucu sekali adikku ini. Zee lalu berlari kearah pucchi dan memeluknya.



----


“TAM!” seseorang memanggilku saat aku baru saja tiba di lapangan basket kampusku.

“Iya?”

“Lu mau ngehukum maba gak?” tanya temanku tadi. Namanya Jovian, bagian kedisiplinan. Lalu, apa hubungan nya denganku?

“Boleh deh.” Aku segera mengenakan jas almamaterku dan memakai nametag panitia yang di kolom jabatan nya tertulis “Ketua Pelaksana.”

Aku langsung masuk ke sebuah ruangan yang berada di ujung lantai 3. Ruangan yang dari sepatunya saja terlihat hanya di huni oleh para pantia. Tanpa mengetuk, Jovian langsung membuka pintu kelas itu. Aku melirik kedalam, terlihat beberapa maba laki-laki dan perempuan sedang tertunduk.

“Mampus lu pada, yang ngehukum lu bukan Komdis, tapi Ketua pelaksana!” Jovian berapi-api. Aku melangkah masuk.

“Semua jangan ada yang nunduk. Lihat lurus kedepan pandangannya.” Aku berbicara dengan nada dingin, namun tidak dengan nada suara tinggi. Cenderung tegas dan dalam. Semua mendongakkan kepalanya. Seorang maba perempuan dengan poni dan mata yang sedikit sipit kaget saat melihatku, pun aku yang juga ikut kaget melihatnya.






“Loh, Lala?”
46860667_1203652526470723_1266744919492696198_n.jpg
 
Bimabet
---season 2---


=======================================================================================================



Part 1 – Seoul-Jakarta


Matahari bersinar terik. Siang ini panas sekali, tipikal cuaca Jakarta pada umumnya. Aku berusaha menembus kerumunan mahasiswa baru yang sedang melaksanakan masa orientasi kampus. Beberapa maba yang aku tabrak tadi berteriak kearahku.


Lu belum tau gue siapa.


Langakhku berhenti di depan ruang dosen. Aku merapihkan bajuku sebentar, lalu mengetuk pintunya.

“Ya, silahkan masuk.” Terdengar suara dari dalam sana. Aku bernafas lega, itu suara dosen pembimbing ku.

“Permisi pak.” Kepalaku melongok kedalam.

“Masuk aja, Tama.” Beliau melihatku dengan wajah cerah hari ini. Mungkin baru menerima gaji? Entahlah.

“Pak, maaf. Ini laporan magang yang bapak minta dari saya. Silahkan diperiksa dulu pak.” Aku menyerahkan sebundel dokumen yang aku jepit dengan dua buah penjepit berwarna hitam itu. Beliau mengambil lalu membuka beberapa lembar. Ia langsung mengambil pulpen berwarna biru dari tempat alat tulisnya, dan meletakan laporanku diatas meja.

“Yang in saya rasa tidak perlu ditambahkan. Karena pada dasarnya, konsentrasi Rekayasa perangkat lunak dan data yang kamu ambil.....”

Kami berdiskusi ringan di dalam ruangan itu. Aku selalu mencatat poin-poin utama beliau di sebuah catatan kecil yang selalu aku bawa kemana-mana. Beliau bukan dosen yang killer, namun beliau tidak akan segan memberi nilai E jika mahasiswanya kurang ajar.

Selang 20 menit, diskusi kami itu selesai. Beliau memberikan aku beberapa lembar yang harus dikoreksi saja. Alasannya? Karena beliau tidak ingin aku mencetak lembar yang sudah benar lagi. Buang-buang kertas. Sayang. Katanya.

Saat ini, aku sudah menginjak semester 7. Targetku untuk lulus 3,5 Tahun mungkin akan tercapai. Aku sengaja mengambil magang pada semester 6, agar dapat bersamaan mengerjakan skripsi dan laporan magang.



Saya suka revisi.


Setelah keluar dari ruang dosen tadi, aku langsung memakai almamaterku dan berjalan menuju auditorium di lantai 7.

“Tam!” seorang wanita memanggilku dari belakang. Aku berhenti lalu berbalik. Wanita itu berlari kearahku.

“Ayo cepet! Ditungguin pak Yogi di 7!” ia langsung menarik tanganku menuju eskalator.

“Eh, sabar kali Put! Aku baru kelar bimbingan nih.” Ya, wanita yang menarikku tadi adalah Pucchi. Kami bergegas menuju lantai 7 dan langsung masuk ke auditorium.


“Dan inilah salah satu mahasiswa berprestasi kita, dari angkatan 2015, beri tepuk tangan yang meriah untuk Tama Arnes Andhika!”


Aku yang baru tiba langsung mendapat tepuk tangan yang meriah dan didorong oleh teman-teman panitia ospek yang lain untuk naik ke atas panggung. Mau tidak mau, aku akhirnya naik ke atas panggung. Beberapa mahasiswi dibarisan depan memasang mata kearahku.


“Selamat siang semua!” aku memulai sharing session kali ini.

“Perkenalkan, saya Tama Andhika, biasa dipanggil Tama.”


“HAI KAK TAMA!”

“AAHH KAK TAMA!”


Beberapa mahasiswi langsung berteriak histeris, sementara mahasiswa yang ada hanya terheran-heran. Aku hanya tertawa.

“Saya mahasiswa semester 7, dari Prodi Sarjana Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer.”

Semua antusias mendengarkan pemaparanku tentang menjadi mahasiswa berprestasi tanpa perlu embel-embel organisasi. Bukan tidak penting, namun aku berpendapat bahwa organisasi bukan sebuah hal wajib di kampus. Jika memang mahasiswa itu tidak ikut organisasi, tapi memiliki lingkup perkenalan luas, kenapa tidak bukan?

Aku memperhatikan audience. Waktu yang diberikan cukup panjang, sekitar 1 jam. Setelah sekitar 15 menit berbicara, audience yang ada terutama mahasiswanya terlihat kurang memperhatikan.

“Kayaknya kalo cuman saya sendiri gak asik nih. Gimana kalo kita panggil satu orang lagi?” audience menyambut dengan antusias.

“Baiklah, kita undang peraih IPK sempurna, mahasiswi Prodi Desain Komunikasi Visual semester 3, Puti Nadhira Azalia!”

Benar saja. Para mahasiswa yang tadi kurang semangat, langsung berbinar begitu mendengar nama wanita yang disebut. Puci menatapku dengan mata melotot, sementara aku hanya tertawa. Teman-teman panitia yang lain juga hanya tertawa melihat aku dan Puci diatas panggung ini.

“Hai semua~!” Puci menyapa dengan riang.

“Kenalin, nama aku Puti Nadhira. Kalian bisa panggil aku Puci.”


“KAK PUCI AKU PADAMU!”

“KAK PUCI, KAMU SEMPURNA!!”


Seluruh audience tertawa.

“Sempurna itu hanya milik Tuhan, dek.” Puci berbicara dengan nada mengejek yang diiringi tawa seluruh peserta.

“Tadi, ya. Aku sekarang menjalani semester 3 di Program Studi Sarjana Desain Komunikasi Visual. Dan, Alhamdulillah, semester 1 dan 2 kemarin, IP ku meraih nilai 4.” Puci sedikit membungkuk yang diiringi tepuk tangan meriah seluruh peserta. Kami melanjutkan sharing session ini berdua. Sebenarnya, terlepas dari semester, kami berdua ini cukup unik jika dilihat. Aku dan Puci memiliki kegiatan berbeda di kampus. Jika aku adalah mahasiswa kupu-kupu, maka Puci adalah mahasiswi kura-kura, alias anak organisasi.


Sesi kami berlangsung meriah. Kami bisa mengimbangi candaan satu sama lain. Hingga tiba saatnya untuk tanya jawab.

“Silahkan, yang mau bertanya.” Puci membuka sesi tanya jawab ini. Pertanyaan pertama berhasil membuat kami tertawa, tak terkecuali beberapa dosen yang mengawasi acara ini.

Pertanyaan nya?


Kak Puci udah punya pacar belum?!

Teriak seseorang dibelakang.


Kami berdua hanya saling tatap lalu tertawa. Sebelum menjawab, dosbing ku yang kebetulan juga menjadi pengawas, memotongku.

“Hei, yang kalian lihat didepan ini pasangan berprestasi. Jadi, gak usah ngarep buat jadian sama salah satunya.” Beliau berbicara dengan nada mengejek para maba, diiringi dengan nada kecewa seluruh peserta.

“Gapapa kok, kalian masih bisa berteman dengan kami.

Eh, tapi...

Put, yang depan cantik nih put!” aku menimpali dengan candaan yang bisa Puci mengerti. Ia membalasku.

“Yaudah, kamu sama dia, aku sama yang ini ya!” Puci langsung turun merangkul seorang laki-laki dibawah. Semua tertawa.

“Iya gapapa, nanti pulang kan bareng, aku buang kamu di Muara Angke ya?”

Tawa pecah didalam ruangan yang dingin itu. Ya begitulah kami. Setelah selesai, Puci berpegangan kepada tangan kananku lalu kami berdua membungkuk dan turun dari panggung.


---


“Huft, revisi lagi~” aku segera melempar beberapa kertas dari laporanku yang harus aku revisi keatas meja komputer. Puci langsung mengganti pakaiannya dengan tanktop dan celana pendek katun. Aku yang kelelahan langsung melemparkan diri keatas kasur. Puci berbaring disebelahku.


“Momo udah dapet apartemen?” tanyaku kepada Puci yang rupanya sedang menarik selimut menutupi seluruh badannya. Iya hanya mengangguk lemah. Matanya menutup perlahan. Aku menerawang keluar. Rasanya aneh bertemu Momo lagi di Indonesia, terlebih lagi di Jakarta.


***


6 minggu yang lalu.


“Kak, kenalin, ini temen aku.” Ucap Puci. Aku yang baru saja terbunuh di permainan, mendongakan kepalaku ke atas.

“Annyeonghaseyo, jeoneun momoibnida. Mannaseo bangabseub...”

Teman lama Puci yang berusaha berkenalan denganku tadi menghentikan kalimatnya. Aku kaget melihat gadis itu.

“Tam....”



“HIRAI MOMO?!”


Momo terlihat kaget lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia langsung berlari kearahku lalu memelukku. Kopernya ia tinggalkan bersama dengan kebingungan Puci.

Pelukan Momo erat sekali. Parfumnya memberikan semerbak yang sangat aku kenal wanginya. Bahkan tanpa make up tebal, Momo tetap terlihat cantik.

“Kenapa pake Hangul sih?” tanyaku sembari mencoba melepaskan pelukannya.

“Ya aku kan orang Korea.” Momo berbicara dengan logat khas nya, sembari mengelap tangisnya dengan lengan bajunya. Puci masih diam ditempat dilanda kebingungan.

“Oh, Momo ini temen aku waktu dulu dia di Indonesia.” Aku menghampiri Puci lalu menarik tangannya menuju parkiran. Momo mengekorku sembari menggeret kopernya.

“Kok?” Puci masih melihatku dengan heran.

“Iya, bisnis antar orangtua kami.” Aku mengambil kunci mobil lalu menekan tombol bergambar gembok yang terbuka. Puci masuk dan langsung duduk di belakang. Puci tersenyum lebar kearahku.

“Dasar bocah.”

Momo duduk di sebelahnya. Kami berdua melaju melewati jalanan ibu kota menuju tempat Momo menginap.


--

“Dah sayang! Makasih ya, selamat macet-macetan!” Puci turun dari mobilku di depan fx. Aku hanya tertawa lalu kembali memacu mobilku pulang ke apartemen. Setibanya di unitku, aku segera menghempaskan diri keatas kasur dan memutuskan untuk memejamkan mata sejenak. Namun, tak berapa lama, perutku bergemuruh. Lapar. Terlalu rajin untuk delivery order, aku memutuskan untuk membawa motorku keluar sebentar mencari makan sore menjelang malam ini. Restoran cepat saji dengan ikon M nya yang khas ini menjadi tujuanku.


Tengah asik-asiknya makan, aku melihat sesosok gadis yang sepertinya aku kenali. Gadis itu tengah tertawa bersama seorang laki-laki di depannya. Mata gadis itu menangkap pandanganku. Ia langsung terkejut, diiringi dengan tolehan sang laki-laki. Laki-laki itu galak sekali memandangku. Ia berdiri dan berusaha berjalan kearahku, namun tangan gadis tadi menahan langkahnya. Ia segera duduk kembali, dan aku tetap melanjutkan makanku. Selesai makan, aku melempar selembar uang 5 ribuan untuk tips pelayan, dan bergegas pulang. Kulihat laki-laki tadi berusaha mengejarku. Aku yang baru saja menaiki motorku menoleh kearahnya.

“MAKSUD LO APA NGELIATIN CEWEK GUE KAYAK GITU?!” laki-laki tersebut berapi-api. Kakinya menendang motorku dan juga tulang keringku. Aku yang tersulut emosi bergegas turun, lalu melepaskan bogem mentah kearah pipi kanan bagian bawahnya.


BUGH!


Kulihat ada dua gigi yang terlepas. Laki-laki tersebut terjungkal ketanah, menahan pipinya yang sudah berlumuran darah. Security berusaha menahan tubuhku, namun aku segera melepaskan diriku.

“Tanya cewek lu, kenapa harus kaget liat gue.” Aku berbisik dengan nada dingin di telinganya. Ia berlutut di depanku.

“Ampun bang, gue cuman gasuka aja ada yang macem-macem sama cewek gue. Ampunnn.”


Selemah itu cowoknya Anin?


Anin berlari kearah kami, dan langsung memeluk laki-laki itu tadi.

“Bilang sama cowok lu, kalo gamau ada masalah sama gue, gausah sok-sokan nantang.” Aku mengambil dompet, melipat beberapa lembar 100 ribuan, dan menaruh uang itu di kantong kemeja laki-laki tadi. Anin hanya melongo memandangku. Mungkin ia kaget bahwa aku juga punya sisi berandal dalam diriku.

“Buat berobat, terserah mau lu laporin ke polisi apa enggak.” Aku langsung berlalu. Rupanya tindakanku tadi menjadi hiburan bagi beberapa orang dan pengendara jalan.

“Gausah direkam. Gak pantes ditonton orang.” Aku mengambil handphone salah satu driver ojek online yang sedang merekam, lalu segera menghapus videonya. Motorku kupacu kembali ke apartemen.


Setibanya kembali aku di apartemen, aku kaget karena ada seseorang yang sedang menungguku didalam. Seorang dengan rambut pirang yang sangat ku kenali sejak dulu.

“Aku rindu.” Momo berlari kearahku lalu memelukku. Aku yang baru saja membuka helm kaget dengan kehadirannya disini.

“Heh! Dapet kunci aku darimana?” aku sedikit meninggikan nada suaraku. Momo masih menangis di pundakku. Aku mencoba meresapi kejadian ini.

Wangi parfumnya.

Shampoonya.

Bahkan kalungnya.

Tidak berubah.

Ini... perasaan ini...


Aku meletakkan helmku, lalu membalas pelukannya.

“Aku juga merindukanmu disini.”

Momo mengecup pipi kananku lalu melingkarkan tangannya di leherku.

“Sekarang, hanya kita berdua.”

Ia langsung menyambar bibirku. Aku kaget dan berusaha melepaskannya. Momo terlihat sedikit kesal.

“Kamu gak inget janji kita?” aku melepas tangannya yang masih melingkar di leherku. Momo tertunduk lalu mengangguk pelan.

Dasi mannaseo gippeo..” aku berbisik lembut di telinganya. Ia tersenyum sebentar.

“Tapi tolong.. bukan ini yang aku harapkan dari pertemuan kita.” Ia mengangguk pelan. Momo lalu berjalan ke komputerku, membuka Spotify dan menggulung layarnya. Hal yang sama seperti yang dilakukan Puci waktu itu. Aku hanya duduk di kursi dapur, memperhatikan Momo dari belakang.



Aku memang rindu, tapi kita sudah berjanji saat itu...


Momo berhenti menggulung layar. Sebuah notifikasi muncul. Notifikasi yang membuat Momo menitkan air matanya.



Spotify is now playing : Stargazing by Kygo, Selena Gomez on hiMOMO-PC



“Kenapa....

Belum diganti?...” Momo mengusap air matanya lalu menoleh kearahku.

Aku hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaanya.

“Kenapa balik ke Indo?” aku bertanya kepadanya yang masih sesenggukan itu.

“Aku...

..lanjut kuliah disini..”


“HAH?!”


---break---
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd