Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Mari saya perkenalkan apa itu: PKI

Annihalor

Suka Semprot
Daftar
18 Jun 2014
Post
19
Like diterima
89
Bimabet
Di bawah ini adalah sebuah percakapan antara Sejarawan asal Australia (SA) dan Sejarawan asal Indonesia (SI) yang saya kutip di salah satu warung kopi di kampung Sukagoblok. Sebenarnya Sejarawan Australia sedang berbicara dengan pemilik warung, namun tiba-tiba Sejarawan Indonesia yang sedang duduk di sampingnya memotong pembicaraan mereka.

SA: “PKI sebenarnya adalah akronim dari Partai Komunis Indonesia. Namun semenjak Jenderal Soeharto berhasil mengkudeta Soekarno melalui sebuah kudeta merangkak, PKI menjadi idiom atas segala kejahatan, baik internal maupun eksternal.

SI: “Tau apa Anda? Belagu Anda! Saya menyaksikan sendiri apa yang telah mereka lalukan di negara ini!”

SA: ( Bingung) “Maaf, Bung. Apa yang hendak Anda sampaikan?”

SI: “Coba, coba jelaskan apa yang Anda tahu tentang PKI, silahken!”

SA:”Baik, saya teruskan. Pada tahun 1917, Henk Sneevlit, seseorang yang nantinya hendak dibuatkan patungnya di depan Monas oleh Bung Karno, di…”

SI: (Memotong) “Langsung saja ke intinya, Bung!”

SA:(Bingung) “Intinya dimana? Bagaimana kita bisa mengenal Tuhan Jesus jika kita tak tahu bagaimana ia dilahirkan oleh Maria? baga…”

SI:
(Memotong) “Tak perlu juga aku mengenal Tuhan Jesusmu!”

SA: “Baiklah. Bagaimana kita hendak mempelajari Islam jika kita tak tahu saat-saat Muhammad menerima wahyu pertamanya? baga…”

SI: (Memotong) “Anda mau cari gara-gara ya, Bung? kenapa mesti bawa-bawa agamaku segala?”

SA: (Bingung)

SI: “Sini biar saya kasi tahu apa itu PKI. Dengar baik-baik!”

SA: (Bingung, berbisik pada si penjaga warung) “Dia siapa, Mas?”

SI: “Husy! Dengarkan. PKI itu memberontak tiga kali terhadap pemerintahan Indonesia yang syah! Pertama di tahun 1926, kedua di Madiun 1948, dan terakhir di tahun ‘65.”

SA: “Tahun 1926 bukannya masih pemerintahan Hindia Belanda? Kalau itu disebut pemberontakan terhadap pemerintahan, apa pula kabarnya Pangeran Diponegoro dan pahlawan lainnya? Bukankah dengan perlawanan, saya menyebut itu perlawanan bukan pemberontakan, harusnya mereka disamakan dengan Diponegoro dan lain-lain? dianugerahkan juga gelar pahlawan? Ratusan ribu anggotanya dibuang dan mati di Tanah Merah, bukan?

SI: “Tahu apa, kamu? Memangnya saat itu kamu sudah lahir?”

SA: (Bingung)

SI: “Baik. Di pemberontakan Madiun, PKI membantai ratusan umat islam dan kaum nasionalis di Jawa Timur dan Jawa Tengah. mereka menanam mayat para korban di sumur-sumur. di Marx house, kabarnya darah para korban mengapung hingga mata kaki.”

SA: “Ya, itu patut disesalkan. Di masa baru merdeka seperti itu banyak kekuatan-kekuatan yang merasa berhak menentukan jalannya revolusi, dan mungkin itulah cara PKI. Tapi menurut data yang kredibel dan bisa dipertanggung jawabkan, bahkan diakui oleh pemerintah, korban dari pihak PKI dan FDR mencapai ribuan orang.”

SI: “Tahu apa kamu? Mana datanya? Kok saya tidak tahu?

SA: (Bingung)

SI: “Saya lanjutkan. Di tahun 1965, PKI berencana merebut kekuasaan negara dengan cara membunuh ke tujuh Jenderal teras dari MBAD. Mereka dibantai dan mayatnya di tanam di sumur Lubang Buaya. keji sekali pemberontakan yang satu ini.”

SA: “Jika hendak berontak, kenapa bukan Soekarno dan barisan para mentri yang menguasai kabinet yang ditangkap? Saya tak pernah tahu ada kudeta yang tidak menangkap presiden. Malahan, bukannya Soeharto yang menangkapi para menteri dan me”rumah”kan presiden?”

SI: “Ah, itu ‘kan kelicikannya PKI. Tahu apa kamu? Apa kamu ada di Indonesia saat kejadian itu berlangsung?”

SA: (Bingung)

SI: “Jelas, dengan kelakuan seperti itu, yang selalu ingin memberontak, PKI dilarang. Wajib itu!”

SA: “Setahu saya Masjumi juga memberontak, tapi kelak, namanya dibersihkan. dan Darul Islam jelas-jelas melakukan pemberontakan di Jawa Barat.”

SI: “Jangan menduga hal-hal yang masih belum dipastikan!”

SA: (Bingung)

SI: Komunisme itu licik. Bikinan orang Yahudi. dibiayai sama keluarga Rosthchild, Pasti kamu tak tahu, ‘kan?

SA: “Itu kan spekulasi. Bukannya kamu bilang barusan, jangan menduga hal-hal yang masih belum dipastikan?”

SI: “Ah, Kalau itu jelas! Bisa dipercaya!”

SA: “Datanya?”

SI: “Cari saja sendiri, kenapa mesti saya yang tunjukkan? Kamu hendak belajar dari saya?

SA: (Bingung)

Tiba-tiba Sejarawan Indonesia berdiri dan pergi begitu saja. Ia bahkan lupa membayar minumannya. Tak berapa lama ia kembali datang sambil ngos-ngosan. Besok kita lanjutkan!
 
Harusnya, hari ini Sejarawan Indonesia yang kita cintai itu pergi ke desa Sukagoblok, tepatnya di warung kopi milik Pak Tidakgoblok, untuk melanjutkan debat dengan Sejarawan Australia yang tertunda akibat perut yang tak bisa diajak berkompromi kemarin siang. Namun sayang, tadi malam, saat ia mengobrak-abrik perpustakaan mini di dalam kamar untuk menambah amunisinya, sebuah bisul sebesar guli muncul tanpa diundang tepat di atas jidatnya. Ia meradang seharian. Wajahnya nyut-nyut seperti dicubiti seorang wanita gembrot. Ia berpikir, jika ia tak datang apa kata dunia? Ini bukan hanya membawa kepentingan pribadi, melainkan harga diri bangsanya. Pikirannya yang bersih dan selalu sehat entah kenapa menjadi sedikit kuatir pagi ini: si Sejarawan Australia akan pulang ke negerinya dan mengabarkan kepada teman-temannya bahwa seorang Sejarawan Indonesia kabur dari perdebatan, sangat tidak beradab!

Ia memutuskan untuk menulis surat saja. Dengan pikiran yang tidak utuh, ia menulis. kira-kira begini isinya:

“PKI itu tak pernah taubat! Tahun 1967-68, Oloan Hutapea, Sumarni dari Gerwani, Ir.Surachman Dari PNI-ASU, Dsb, mempersiapkan gerilya yang sangat berbahaya di Blitar Selatan! Mereka setiap hari memancing di laut sambil menunggu kapal-kapal perang RRT! Chou-En-Lai akan mengirimkan ribuan pucuk senapan Tjung, Stengun, Granat tangan, bahkan Wong-Fei-Hung, bahkan Biksu Tom-Sam-Cong untuk membantu perjuangan mereka! Jahat betul orang-orang komunis itu!

Bisa kau bayangkan bagaimana jika mereka memberontak? PKI-Madiun yang hanya memiliki ratusan ribu peserta–gabungan antara militan komunis dan pasukan Pesindo–saja sudah menimbulkan korban yang mengerikan di pihak kita. Nah! Bayangkan dengan kekuatan mereka sekarang! Aidit pernah bilang mereka punya 3 juta kader dan 7 juta simpatisan. Rewang bahkan pernah menyebut seluruh anggotanya berjumlah 27 juta jiwa! Bayangkan! Coba bayangkan! Ratusan ribu anggota sudah menciptakan kerusakan yang begitu parahnya, bagaimana bila 27 juta!

Tapi, tenang saja. itulah bodohnya mereka. Buktinya, 1 hari saja pemberontakan mereka sudah bisa kita musnahkan. karena apa? karena kita dibantu Tuhan, mereka tidak. Si botak lenin sudah lama mati, Stalin juga sudah membusuk di kuburan. Oleh karena itulah Oloan cs di Blitar juga gampang buat dimusnahkan! Haha!

Jujur saja, aku senang saat melihat ratusan orang komunis di Bali dibariskan berjejer lalu ditembaki satu persatu tengkuknya. Biar nyahok! Apa-apaan Upacara Puputan segala? Ga guna!

Aku juga menyaksikan langsung saat Njoto, tokoh PKI yang sok intelek dan sok filosofis itu di dor di RTM Cimahi. Yah, walau terkadang sayang juga sih. Aku ingat saat sahabatku, si Iwan Simatupang itu, yang nulis novel Ziarah itu, berkata padaku; “Genialitas dan Brilyansi itu kini hanya ada di kalangan PKI. Ini Fakta lho! Sekiranyalah Aidit dan Njoto bukan di PKI, tapi misalnya di NU atau PNI, ya Allah: sejarah tanah air kita akan berbeda, sangat berbeda…..”

Hei! Jangan kau marah sama si Iwan. Dia itu anti-PKI, lho dia kan gerombolan manikebu juga kok. Mungkin waktu ia berbicara begitu, ia sedang mabuk. ya, pasti sedang mabuk. Yang pasti, biar aku paparkan segala macam kejadian yang ditimbulkan PKI, setelah tragedi 65. Biar kau tahu, buka kupingmu lebar-lebar!

PKI itu menghasut orang-orang Islam di Tanjung Priok! Jadi jangan salahkan kami terpaksa menembaki orang-orang muslim tersebut. Kalau tidak dibinasakan, mereka bakal menjadi PKI baru!

PKI juga menghasut kerusuhan Santa-Cruz di Dili. Ini benar! Orang Timor yang menikam seorang polisi RI di arak-arakan pemakaman itu adalah Hantunya Aidit! maksudku begini, Orang Timor itu kemasukan hantu si Aidit, makanya dia berani menikam polisi. Nah, ya terpaksa lagi kami bantai itu orang-orang di kuburan Santa Cruz, kalau tidak, semua hantu PKI bisa memasuki tubuh mereka!

Reformasi 98! Biar kamu tahu saja, ya. Budiman Sujatmiko dan kawan-kawannya itu sudah berniat menggulingkan pemerintah sejak tahun 91-92! Tak perlu diterangkan lagi, jelas PKI yang mengajari mereka apa itu marxisme-leninisme. kalau tidak, tahu darimana mereka?!

Nah, ini yang paling mengerikan. kamu tahu Tsunami 2004 yang menerpa Aceh? Ya! Itu juga kerjaan PKI! Mereka hendak menciptakan chaos seperti cara-cara mereka. Yang aku tahu, mereka meledakkan nuklir di Samudera Hindia. Lempengan yang hancur merosok kedalam itulah yang menimbulkan Tsunami. Kamu pasti tanya, darimana mereka punya nuklir? Tentu saja dari keluarga Rostchild! Baru tahu kamu kan?

Nah, Sekian dulu. Aku tak begitu senang bila tak berdebat langsung denganmu. Aku ingin melihat dengan mata-kepalaku sendiri saat kamu menyatakan bahwa akulah yang benar. Tahu apa kamu!

Baik, minggu depan, aku yakin bisul ini sudah pecah, kita lanjutkan debat kita di warung kopi Pak TidakGoblok!

Wassalam….


Catatan:

-Pembantaian Tanjung Priok terjadi pada tanggal 12, bulan September, tahun 1984. Ratusan umat muslim tewas tertembak oleh pasukan ABRI dalam peristiwa ini.

-Pembantaian Santa Cruz terjadi pada 12 November 1991, di Dili, Timor-Timur (sekarang=Timor Leste). Arak-arakan masyarakat dan mahasiswa dalam mengantar jenazah Sebastiao Gomez–mati ditembak militer RI–di hadang pasukan ABRI. Ratusan orang mati tertembak, di luar dan di dalam lokasi pemakaman Santa Cruz. Setelah Timor Leste merdeka, 12 November diperingati sebagai Hari Pemuda
 
PAGI ini, Sejarawan Indonesia yang kita cintai melenggang kangkung menuju ke warung kopi Pak Tidakgoblok. Diiringi oleh orkestra klakson truk, becak, tukang roti, dan segala bunyi-bunyian dari dalam perut para pengemis di sepanjang jalan, Sejarawan Indonesia kita tersenyum-senyum dengan penuh bangga.

Kendala bisul yang membuat ia membatalkan perdebatan dengan Sejarawan Australia kemarin hari, harus dituntaskan hari ini. Dengan perut yang berjalan lebih dahulu dari langkah kaki dan peci nasionalis yang menempel erat—tak pernah lepas—di kepalanya, sang Sejarawan sampai di warung kopi tepat pukul sembilan pagi. Air mukanya yang sejak tadi ceria berubah menjadi keruh tatkala ia tak menemukan keberadaan Sejarawan Australia di sana. Yang ada hanyalah seorang pemuda berkaca-mata, Pak Tidakgoblok, tiga orang tukang becak pemalas, dan sembilan orang kere yang berjongkok-jongkok di bawah pohon mangga—sebelah warung.

Nantinya Sejarawan Indonesia kita ini akan berbicara dengan si pemuda yang ternyata adalah seorang sarjana ilmu sejarah, sekaligus murid Sejarawan Australia. Kita singkat saja dia dengan SMI (Sarjana Muda Indonesia).

SI: “Mana si Londo? Asu! Pengecut! Takut dia? (Tertawa)

SMI: “Mr.Ben sedang observasi lapangan ke Blitar Selatan, Pak.”

SI: (Tertawa) Alasan! Asu! Kowe muridnya? Belajar kok sama bule! Tak berjiwa nasionalis!” (Memandang dengan tatapan merendahkan)

SMI: (Geram) Sudah, kita mulai saja perdebatan kita, Pak!”

SI: (Tertawa) Berani? PKI dibumihanguskan, ente pun belum lahir! Tahu apa kamu? Mau coba-coba ngarang? Mau kayak orang PKI yang hobi memutarbalikkan sejarah?” (Tertawa berguling-guling)

SMI: (Santai) Begini saja. Bagaimana kalau anda menjawab semua pertanyaan saya saja, jadi saya tak perlu menguraikan analisis saya? Berani?”

SI: (Sinis) Mau curi ilmu?”

SMI: (Emosi)

SI: (Tertawa) Baik, baik! Anak kecil! (Tertawa lagi)

Para kere dan tukang becak mulai merubungi mereka. Hal ini membuat sejarawan yang kita cintai semakin bersemangat. Ia bahkan memesan 20 pisang goreng dan 20 kopi untuk para pendengar.

SMI: “Ini semua soal G/30/S saja ya.”

SI: “G/30/S/PKI!”

SMI: “Terserah deh. Pertanyaan pertama. Siapa yang menculik para jenderal? Maksud saya secara implisit ya, yang bertugas di lapangan.”

SI: (Tertawa) “Pertanyaan para amatiran!”

SMI: (Jengkel) “Jawab sajalah.”

SI: “Baik! Dengarkan. Para penculik berada dalam kesatuan Pasopati yang dipimpin oleh Letnan Satu Dul Arif dan Letnan Dua Siman.”

SMI: “Komposisi pasukannya?”

SI: ”Satu kompi Batlyon pasukan Kawal Kehormatan 1 Resimen Tjakrabirawa, Batalyon Para 454, Batalyon Para 530, dan dua peleton Brigade Infantri 1 Kodam Jaya. Asu! Pertanyaan amatiran!”

SMI: (Senyum) “Mana PKI-nya?”

SI: “PKI yang merancang, ****** kowe!”

SMI: “Mereka mengakuinya?”

SI: “Ya, mana mungkin ada maling ngaku dirinya maling!”

SMI: “Lalu darimana taunya mereka yang merancang?”

SI: “Mahmilub! Pengadilannya si Sjam atau Tjugito.”

SMI: “Sjam itu siapa? Anggota CC? Politbiro? CDB Jakarta Raya?”

SI: (Tertawa) Tak tahu? Bego, Pantes sih. Belajarnya sama bule. Sjam itu anggota BC, Biro Chusus PKI.”

SMI: “Hemm, contoh BC di partai jaman sekarang?”

SI: “Engga ada! Itu Cuma ada di partai licik kayak PKI!”

SMI:”Lantas, kenapa mesti percaya dengan omongan seorang BC? Bukankah BC itu singkatan dari Banyak Cerita? (Tertawa). Maaf, maaf. Lalu, lalu?”

SI: “Lalu apa?”

SMI: “Yang ditembak mati waktu dipenjemputan siapa saja?”

SI: (Kesal) “Jenderal Yani. Jenderal Panjaitan. Jenderal Haryono.”

SI: “Hemmm, bisa dijabarkan komposisi pasukan para penjemput yang menyebabkan tewasnya jenderal-jenderal itu?”

SMI: “Mau ngetes daya ingatku, ya?! Asu kowe! Anak kecil mau main-main!”

SI: “Lho? Kan tadi sejak awal saya bilang saya Cuma bertanya? Ya bapak tinggal jawab saja, kan?”

SI: (Kesal) Baik! Yang menculik Jenderal Yani dari kesatuan Brigade 1. Hemmm (berpikir) bersama satu regu masing-masing dari Para 454 dan 530 Jateng. Dipimpin oleh Peltu Jahuruh. Yang menjemput Jenderal Panjaitan itu regu dari 454 dan Brigif 1 juga, dipimpin Serma Sukardjo. Jenderal Haryono dijemput oleh Serka Bungkus bersama tiga regu bentukan sendiri.”


SMI: “Wah! Kenapa ya? Dimana pasukan 454 dan 530 serta Brigif 1 bertugas pasti menimbulkan korban? Pasukan Tjakrabirawa jemput siapa, Pak?”

SI: (Berpikir) “Mereka jemput Suprapto, S.Parman, Pak Nas, dan Pak Toyo.”

SMI: “Wah! Kalau yang jemput pasukan Tjakra ga pada mati ya?”

SI: (Kesal) “Maksudmu apa?”

SMI: “Cuma nanya kok.” (Senyum). Pasukan 454 dan 530 yang hobi nembakin Jenderal itu darimana sih? Maksudku, itu pasukan apa?”

SI: “Pasukan dari Jawa tengah dan Jawa Timur.” (Malas)

SMI: “Lho? Kok bisa ada di Jakarta? Siapa yang datangin?”

SI: “Di datangin sama Pangkostrad, Mayjend Soeharto untuk ikut Showforce 5 Oktober. HUT ABRI.”

SMI: (Tertawa) Ngeri amat pasukannya Soeharto itu? Eh, eh, Lettu Dul Arif ketangkep ngga? Setahu saya dia hilang bak ditelan bumi, ya? Padahal dia kan tokoh kunci, Pak?”

SI: “Apanya? Tokoh kunci ya jelas Letkol Untung!”

SMI: “Begitu ya? Jadi dia beneran hilang? (Senyum). Baiklah. Yang memerintahkan membunuh tiga Jenderal dan satu perwira yang tersisa siapa? Lettu Dul arif? Soalnya setahu saya, dalam sidang Mahmilub, Letkol Untung pun kaget karena matinya para jenderal, benar?”

SI: “Tahu apa kamu?! Ya jelas si Sjam lah!”

SMI: “Apa hubungannya? Kan yang menculik tadi orang militer semua, Pak?”

SI: “Kamu itu terlalu banyak terpengaruh sama si Sejarawan Australia, jadinya subjektif memandang ini. ****** kowe!”

SMI: (Tertawa sinis) Baiklah. Mungkin ya, Pak. (Senyum). Lanjut deh.”

SI: “Apalagi yang mau kamu tanya? Sadar! Sadar! Komunis itu tak beragama! Atheis!”

SMI: “Nanti saja soal itu, Pak. Saya penasaran sama si Lettu Dul Arif. Bisa bapak jelaskan dia siapa?”

SI: “Dul Arif itu mantan anggota Banteng Raiders waktu memerangi pemberontakan DI di Jawa Barat, Dia…”

SMI: “Banteng Raiders? Berarti bawahannya Ali Moertopo?”

SI: “Benar!”

SMI: “Dia orang Madura ya, Pak?”

SI: (Bingung) “Benar!”

SMI: “Ali Moertopo juga?”

SI: (Bingung) Iya…”

SMI: “Ali Moertopo itu spesial intelligen, kan, Pak? Bekerja untuk siapa dia?”

SI: “Oh! Kamu mau menuduh Pak Harto yang merancang Gestapu, kan? Jujur saja!”

SMI: “Lho? Kan saya engga ada bilang gitu, Pak? Saya kan Cuma nanya sih?”

SI: “Ah! Ini tidak sehat! Kamu menggiring saya, supaya saya menuduh Pak Harto, kan? Kelakuanmu benar-benar mirip PKI!”

SMI: (Tertawa sinis)

SI: “Ini sudah tidak sehat! Apa-apaan ini! Kamu bukan lawan berdebat yang pantas! Tak punya sopan pada orang tua!”

SMI: “Saya tidak mendebat Anda kok, kan saya cuma nanya-nanya aja.” (Senyum)

Sejarawan Indonesia yang kita cintai bangkit dari kursinya, berjalan pergi—lupa bayar lagi—menuju ke arah matahari yang mulai meninggi. Semakin lama semakin menghilang, bayangannya mati ditelan persimpangan jalan…
 
Suhu Annihalor, apakah akan ada kelanjutannya? Hmmm,,,
Untuk sementara, karena ga ada momodnya, maka cendol sent dari saya. Salam KPK :kopi:
 
Boleh di lanjut, tapi ane saran dikir aja, sejarawan indonesia nya boleh di ganti dong kata gantinya, misalnya menjadi sejarawan orba atau abri.

Kenapa? Banyak sejarawan indonesia yg ga se naif dan se obscurantis begitu kok. Kalau ingin menyebut nama: Asvi, hilmar dan kawan sangat menentang pola pikir Nugroho noto yang memang khusus sejarawan militer karena pernah di tentara pelaja.

Koreksi dikit:
Pelda Djahurup

Sedikit Info:
Djahurup dan Bungkus bekas anggota brigade yang sama (ben anderson: the world of sersan mayor bungkus)

Dul Arief dan beberapa anggota raiders tertangkap di cirebon, anggota pasukan di bawa kembali ke jakarta. Dul di "bon" oleh Ali Moertopo

Info menarik:
Saat itu Pra-kejadian-paska terdapat dua pemegang bintang sakti (penghargaan keberanian tertinggi di ABRI) satu menjadi pimpinan penculik (Untung) yang satu menjadi salah satu penumpas (Beny) yang terakhir ini terlibat pembantaian Priok dan pimpinan satgas seroja saat aneksasi Timor Leste :)

Keduanya anak buah Soeharto di Operasi Rebut irian barat, untung memimpin pasukan serigala dan benny pasukan naga.

Salam,
Rastamansuganja
 
oke, saya lanjutkan..

Saat pertama kali mendengar siaran RRI 1 Oktober, Soeharto dalam buku: “Pikiran, ucapan, dan tidakan saya” berkata: “Deg, saya segera mendapatkan firasat. Lagipula saya tahu siapa itu Letkol Untung. Saya ingat, dia dekat dengan PKI, malahan pernah jadi anak didik tokoh PKI, Alimin.” Ia hendak menyatakan: telah menduga bahwa PKI lah yang mengorganisir G/30/S bahkan saat para Jenderal yang masih hidup belum dieksekusi mati. Waw! Betapa maha-hebatnya firasat sang Jenderal yang satu ini!

Saat berkumpul di markas Kostrad, pagi hari 1 Oktober, beberapa perwira masih ragu dengan pernyataan Soeharto tadi. Namun, Yoga Sugama mendukung pernyataan Soeharto dan bersiap untuk mencari bukti-buktinya. Betapa kompaknya kedua orang ini. Kelak, dalam memoarnya, Yoga Sugama menyombongkan diri sebagai orang pertama yang meyakinkan Soeharto bahwa PKI bersalah sehingga merubah firasat Soeharto menjadi keyakinan yang tak tergoyahkan. Penuturan Sugama itu memberi kesan bahwa ia dan Soeharto sudah menengarai sang dalang G/30/S bahkan sebelum mendapatkan satu pun bukti yang pasti.

Besoknya, Brigjend Sucipto membentuk organisasi sipil dengan nama Kesatuan Aksi Pengganyangan G/30/S (KAP-Gestapu) yang dipimpin oleh Subchan Z.E. dari NU. Lelaki yang terakhir dikenal sangat dekat dengan militer anti-PKI bahkan sebelum G/30/S meletus.

Pada tanggal 5 oktober (HUT ABRI) Angkatan Darat menerbitkan buku setebal 130 halaman yang disusun cepat, berisi catatan rangkaian kejadian dan dengan sangat percaya diri menuduh PKI sebagai dalang. Padahal sampai saat itu, tak ada satupun bukti yang bisa menguatkan. Tuduhan-tuduhan di dalam buku hanya semata-mata analisis tanpa bukti yang bisa dikategorikan sebagai fitnah.

Melalui corong radio, Mayjend Soeharto mengerahkan atau menganjurkan massa sipil sambil menyebarkan propaganda anti-PKI melalui pers (yang seluruhnya sudah di bawah kendali Angkatan Darat sejak akhir pekan pertama Oktober). Sebuah kisah sensasional melukiskan bagaimana Pemuda Rakjat dan Gerwani menyiksa, menyayat-nyayat, sampai memotong kemaluan para jenderal. Dua hari kemudian, massa seperti merespon berita ‘pesta lubang buaya’ dengan kemarahan yang membludak: membakar habis gedung CC-PKI di Jalan Kramat Raya Jakarta.

Bahkan setelah pembantaian kaum komunis mulai dilaksanakan (akhir 1965 dan awal 1966), masyarakat belum memperoleh bukti yang shahih bahwa PKI mendalangi G/30/S.

PKI memang mendukung G/30/S, sebagaimana terlihat dalam editorial Harian Rakjat pada 2 Oktober 1965, yang memuji G/30/S sebagai aksi patriotik dan revolusioner. Tapi bagaimanapun, koran itu tidak memberikan bukti apapun bahwa PKI lah yang mengorganisir G/30/S, terutama karena harian itu menyatakan bahwa: “G/30/S adalah masalah intern dalam Angkatan Darat.”

Pusat Penerangan angkatan Darat menerbitkan tiga jilid seri buku dari Oktober sampai Desember 1965, dengan maksud hendak membuktikan bahwa PKI adalah dalang G/30/S. bukti-bukti dalam buku ini tidak substansial dan handal. Bukti utama adalah pengakuan Letkol Untung (yang tertangkap di Jawa Tengah, 13 Oktober) dan Kolonel Latief (tertangkap 11 Oktober di Jakarta), bahwa mereka adalah antek-antek PKI. Namun, pada sidang pembelaannya dua tahun kemudian, Latief mengatakan waktu itu ia berada dalam kondisi setengah sadar akibat luka di kaki yang membusuk karena tusukan bayonet. Dalam mahkam pengadilan di belahan dunia manapun, kesakisan yang diperoleh di bawah tekanan dan dengan siksaan tidak dapat diterima. Dalam sidang Mahmilub kemudian, Untung dan Latief menyangkal hasil interogasi pada Oktober 1965, dan bersikeras bahwa mereka lah yang memimpin G/30/S. PKI, mereka menegaskan, diajak ikut serta hanya sebagai tenaga bantuan.

Kita harus curiga ketika tuduhan sebagian didasarkan atas propaganda palsu (penyiksaan para jenderal) dan sebagian lagi atas kesaksian yang diperoleh melalui siksaan. Pengakuan dua tokoh PKI (Njono dan Aidit) yang diterbitkan oleh pers Angkatan Darat pada akhir 1965 merupakan pemalsuan yang bersifat pemaksaan untuk mendukung propaganda mereka (itu sebabnya pengakuan Aidit tersebut tak pernah lagi menjadi acuan dalam penulisan sejarah G/30/S).

Mungkin, satu-satunya bukti dari Angkatan Darat yang layak diperdebatkan adalah pengakuan seorang agen Biro Chusus PKI yang bernama Sjam atau Kamaruzaman atau Tjugito. Namun lagi-lagi di sini Angkatan Darat menjadi hiperbola dengan melebih-lebihkan pernyataan Sjam. Sjam menyatakan bahwa hanya Aidit melalui Biro Chusus memerintahkannya untuk mengorganisasi G/30/S, namun Angkatan Darat menyiarkan bahwa Commite Central PKI lah yang mengorganisir gerakan. Sjam melukiskan bahwa G/30/S adalah pembersihan jenderal-jenderal sayap kanan yang bekerja untuk kekuatan pihak asing, sementara Angkatan Darat meyakinkan hal itu adalah suatu kudeta, awal dari niat PKI untuk melaksanakan revolusi sosial. AD harus menunjuk CC-PKI sebagai otak untuk membenarkan kehebatan penindasan mereka terhadap massa komunis di seluruh negeri. Pada akhirnya, satu-satunya bukti bahwa PKI memimpin G/30/S adalah karena Angkatan Darat menyatakan demikian.

Satu cacat kasat mata dalam narasi rezim Soeharto pasca-1967 tentang Biro-Chusus adalah satu-satunya bukti mereka yang handal adalah kesaksian seseorang yang mengakui bahwa: menipu adalah pekerjaanya. Sjam, seorang tokoh tak dikenal, tak pernah muncul sebagai pemimpin PKI. Ia mengaku bahwa dirinya sangat dipercaya oleh Aidit sehingga ditugasi untuk masuk ke dalam tubuh Angkatan Darat. Seorang agen intelligen yang harus menipu dalam pekerjaannya menjadi satu-satunya bukti handal!

Jika rezim Soeharto bersungguh-sungguh dalam pengumpulan bukti tentang keterlibatan PKI, ia tak akan bergegas-gegas mengeksekusi empat pimpinan pucak PKI. DN Aidit , justru tokoh yang rezim Soeharto dinyatakan sebagai dalang, ditembak mati di sebuah tempat rahasian di Jawa Tengah pada 22 November 1965. Hal ini membuat kita tergelitik untuk bertanya: apakah pengadilan pura-pura yang di selenggarakan Soeharto begitu takutnya bila Aidit ‘mengamuk’ di dalam persidangan seperti yang pernah ia lakukan dahulu saat diajukan ke pengadilan oleh Muhammad Hatta karena kasus Madiun affair? (di situ Aidit dinyatakan tidak bersalah dan Hatta terpaksa mencabut tuntutannya)

Jadi apa buktinya PKI sebagai instansi adalah otak dalam G/30/S? Seperti yang dinyatakan oleh John Roosa: ”Pada akhirnya, satu-satunya bukti bahwa PKI memimpin G/30/S adalah karena Angkatan Darat menyatakan demikian.“

Sumber:

Suharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.

Sugama, Memori Jenderal Yoga.

Pusat Penerangan Angkatan Darat, Fakta-fakta Persoalan Sekitar “Gerakan 30 September.” Penerbitan chusus no. 1, 5 Oktober 1965.

CIA Report No,22 from U.S Embassy in Jakarta to White House, 8 Oktober 1965.

“Berita Atjara Pemeriksaan,” Laporan interogasi Latief, 25 Oktober 1965. Interogator Kapten Hasan.

Anderson, Ben, “How Did the Generals Die?“

“Gerakan 30 September” Dihadapan Mahmilub, Perkara Untung.

Hughes, “End of Sukarno”

Brackman, “Communist Collapse in Indonesia: The Gestapu Affair”

Aidit, “Menggugat Peristiwa Madiun”

Roosa, John, “Pretect for Mass Murder”
 
Menarik sekali paparan TS.. Apakah sudah pernah ada yg mengadakan penelitian tentang kasus ini suhu? awal mula dan akar kehancuran Indonesia
 
Menarik sekali paparan TS.. Apakah sudah pernah ada yg mengadakan penelitian tentang kasus ini suhu? awal mula dan akar kehancuran Indonesia

Sudah banyak suhu yang melakukan penelitian ini... Namun kebanyakan sejarahwan asing yang melakukan atau orang keturunan Indonesia yang tidak dapat kembali diera orba karena dicap keluarga PKI. Namun sayangnya seperti Suhu TS coba ceritakan diawal threadnya yang intinya sudah mendarah daging jadi susah untuk dirubah dan ditelusuri ulang...
 
terlalu mendarah daging, tentang pki di indonesia tercinta ini !
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd