Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dea, Your Lewdly Neighborhood [Season 2]

Untuk season berikutnya, enaknya gimana?


  • Total voters
    114
  • Poll closed .
Bimabet
Gilaa gilaa gilaaa memang suhu @nympherotica. Kayaknya baru pertama kali baca deh guru sama murid sama-sama perempuan, biasanya guru laki-laki sama perempuan atau kebalikannya. Sekali bikin cerita luar biasa sensual dan sexy. Feelnya, adegannya, chemistrynya semua dapet. Baca chapter ini kerasa kalau Dea dan Bu Siska bertukar peran, di sekolah Bu Siska jadi guru dan Dea muridnya, di Amaris, Dea jadi guru sex dan Bu Siska muridnya. Two thumbs up dah buat suhu @nympherotica
 
Chapter 6 — Extended Fun part 2





Setelah pergumulan panas penuh desah dan erangan selama berjam-jam, aku dan Bu Siska pun tumbang. Badan kami berdua merebah lemas di atas ranjang, yang selimut tebalnya sudah acak-acakan. Ditambah noda-noda cairan bening yang bercipratan ke segala bagiannya.

Seragamku dan seragam Bu Siska juga sudah berserakan di ranjang dan di lantai. Kepala kami berdua sudah lepas dari balutan hijab, menyisakan rambut yang acak-acakan dan lepek karena keringat. Badan telanjang kami pun saling berpelukan, paha saling mengapit, dan mukaku terbenam di antara belahan dada besar Bu Siska yang sedang naik-turun karena napasnya yang masih memburu.

"Dea... mmmhh, kamu wangi banget," katanya, sambil mengelus pipiku, yang kemungkinan penuh dengan bekas kecupan bibir bergincu miliknya.

"Perasaan tadi pagi aku mandinya ngasal, deh, Bu. Kok bisa wangi, sih? Apa Ibu salah ngendus, mungkin?"

"Ih, beneran. Kamu tuh wangi banget. Wanginya bikin Ibu pusing, jadi horny terus."

Aku senyum-senyum sendiri mendengarnya, lalu makin membenamkan mukaku lebih dalam di belahan dada Bu Siska.

"Padahal Ibu ga pernah punya orientasi seksual sama perempuan, loh. Baru sama kamu aja, Ibu jadi begini," tambahnya. Bu Siska lalu mengecup keningku, lembut.

Ih, aku seneng, deh. Jadi merasa disayang banget kalau diginiin sama Bu Siska. Siapa sangka, guruku ini yang memang terkenal lembut ke murid-murid di sekolah, bisa jadi lebih lembut dan intim begini saat lagi berdua denganku.

"Ibu tertarik secara seksual sama aku dari pas di UKS itu, ya?"

"Iya. Dari pas mergokin kamu lagi masturbasi itu. Kamu wangi banget pas lagi masturbasi sendirian itu. Terus Ibu jadi bingung karena habis ngendus wangi badan kamu, Ibu jadi terangsang."

Aku seketika menyadari sesuatu. Aku pun spontan ngelepasin diri dari pelukan Bu Siska, lalu mengambil posisi duduk bersila di ranjang, berhadapan dengannya yang masih tiduran menyamping ke arahku.

"Kenapa, Dea? Ada yang salah?"

"Bukan, Bu. Emmm... aku pikir, Ibu tuh terangsang sama aku karena liat aku masturbasi di depan Ibu, terus Ibu jadi ga tahan. Tapi ternyata karena wangi badan aku, ya? Nah, ini yang aku bingung." Aku langsung mengendus ketiakku sendiri, dan merasa keheranan setelahnya. "Aku ga bisa ngendus wangi badanku sendiri, Bu. Kalau menurut Ibu aku wangi, sedangkan aku merasa ga ada wangi apa-apa, jadi yang Ibu endus itu wangi apa?"

Bu Siska spontan ikut duduk. Rambut hitam lurus sebahunya bergerak lembut. Lalu dia ambil kacamatanya yang tergeletak di meja kecil, memakainya di hadapanku. Ih, makin cantik aja sih Bu, kalau pakai kacamata.

"Feromon...," katanya, menggumam sendiri.

"Feromon?" Aku mengernyitkan dahi.

"Kamu masih inget pelajaran Ibu soal isyarat kimiawi yang digunakan serangga, kan?"

"Nnggg... yang mana, ya, Bu?"

"Penelitiannya Jean-Henri Fabre, waktu mengamati ngengat jenis great peacock. Ring a bell?"

Ah... Bu, sejak otakku isinya hanya hal-hal mesum saja, kualitas otakku ini jadi ga secemerlang biasanya, Bu. Jadi, beri aku waktu beberapa detik untuk...

"Ih, lama kamu, mah!" Bu Siska, masih dengan tubuh telanjangnya, langsung sibuk melakukan presentasi darurat kepadaku. "Lewat banyak jurnal ilmiah dan penelitian, ilmuwan percaya kalau feromon adalah zat kimia yang berfungsi sebagai isyarat kimiawi, yang biasanya terjadi pada genus yang sama. Feromon bertugas untuk merangsang dan memiliki daya pikat seksual pada jantan maupun betina.

"Pada beberapa genus, katakanlah serangga, rangsangan ini biasa digunakan oleh serangga betina untuk menarik serangga jantan supaya membuahi betina tersebut. Nah, yang pertama meneliti soal feromon ini tuh Jean-Henri Fabre, tahun 1870. Waktu itu, awal penelitian Jean-Henri bermula saat dirinya kebingungan karena ngengat betina jenis great peacock yang baru aja keluar dari kepompong, lalu dia letakkan di kandang kawat di meja studinya itu dirubungi lusinan ngengat jantan yang entah datang darimana, dan tanpa dia tahu gimana bisa para ngengat jantan itu mengetahui posisi si ngengat betina.

"Tahun-tahun setelahnya, Jean-Henri Fabre berhasil membuktikan keterlibatan zat feromon sebagai faktor utama dalam proses pembuahan serangga. Lalu, penelitian Jean-Henri Fabre ini dikembangin oleh Adolph Butenandt, untuk melengkapi penelitian soal feromon, yang ternyata, ga cuma diproduksi pada serangga."

"Nggg... terus, Bu?" tanyaku, yang baru kusadari sedang mengelus-elus memekku sendiri sambil memperhatikan Bu Siska yang sedang presentasi. Beneran, deh. Bu Siska kelihatan seksi banget kalau presentasi soal Biologi dengan telanjang begini.

"Nah, penelitiannya Adolph Butenandt ini membuktikan, kalau feromon juga diproduksi pada manusia. Pusat produksinya ada di kelenjar endokrin. Bedanya dengan hormon, feromon tuh menyebar ke luar tubuh, dan ditangkap oleh manusia lain lewat organ vomeronasal di bagian dalam indera penciuman. Aslinya, feromon ini ga bisa dideteksi lewat bau-bauan, tapi deteksi lewat vomeronasal bikin si penangkap feromon jadi bisa membaui wewangian aneh dan khas yang mempengaruhi otak mereka, terutama pada bagian rangsangan seksual—kalau jumlah feromon di udara yang dideteksi si vomeronasal ini ada pada jumlah yang sangat banyak. Ini menjelaskan kenapa manusia bisa terangsang karena mencium bau-bauan yang khas dari manusia lain, terutama orang yang membuat mereka tertarik.

"Tapi... seharusnya feromon yang dihasilkan gender perempuan cuma bisa dideteksi sama testosteron, yang tentu aja, ada di laki-laki, dan sebaliknya, feromon yang dihasilkan gender laki-laki, hanya mempengaruhi estrogen. Tentu aja, ini juga dipengaruhi oleh kromosom X dan Y. Kalau rasio kromosomnya ga stabil, seseorang bisa terangsang saat mendeteksi feromon sesama gendernya.

"Jadi, dari penjelasan Ibu tadi, Ibu menarik hipotesis, kalau feromon yang kamu hasilkan, yang entah gimana caranya bisa sekuat itu, bahkan bisa mengacaukan rasio kromosom, dan mempengaruhi bahkan ke sesama gender. Tentu aja hipotesis ini masih prematur, karena Ibu belum punya banyak data untuk ngebuktiin bahwa feromon yang kamu produksi itu bisa mempengaruhi baik testosteron maupun estrogen," tutup Bu Siska, sambil mengatupkan kedua tangannya.

"Mmmm... jadi... Ibu tertarik sama aku?"

Bu Siska spontan kebingungan. Kayaknya, dia ga siap dengan pertanyaanku. "Kok kamu fokusnya malah kesitu, sih?"

"Ya sejauh yang aku tangkap dari penjelasan Ibu, untuk bisa terangsang berarti harus tertarik dulu ke orang tersebut, kan?"

"Atau, orang tersebut harus terpapar feromon dengan jumlah yang sangat banyak dan berlangsung dengan frekuensi yang lama." Bu Siska pun menunduk, menggigit bibirnya. "Ibu takut... ini karena pengaruh feromon, Dea. Ibu bahkan bingung, apa ini bisa dikategorikan suka atau apa..."

"Bu," aku tatap Bu Siska, lekat dan dalam, "aku suka cara Ibu kalau lagi presentasi, kalau lagi ngomong, kalau lagi jalan, kalau lagi ketawa dan senyum, kalau lagi perhatian sama aku. Aku suka Ibu. Aku ga tau ini pengaruh feromon atau bukan, tapi aku suka Ibu."

"Dea... jangan gitu, Ibu beneran bingung." Mata Bu Siska menghindari mataku.

Perlahan, aku pun merangkak menuju ke arahnya, sambil berkata, "aku mau cium Ibu, ya? Kalau Ibu ga suka aku, Ibu bisa nolak. Tapi selama Ibu diam aja, aku masih akan terus maju."

Dan sesuai dugaanku, Bu Siska masih diam ketika badanku sudah sampai di lututnya. Bahkan ketika aku sengaja menempelkan tetekku ke lututnya, Bu Siska masih tetap diam. Lalu kugapai dagunya, agar mukanya berhadapan dengan mukaku. Bibirku maju, mendekat. Pelan. Meski aku bisa melihat kebingungan di ekspresinya, tapi bibir Bu Siska justru membuka, seakan siap menyambut bibirku.

Hingga tinggal sedikit lagi bibirku mencapai bibirnya, Bu Siska berkata, "Dea... Ibu..."

Tapi ucapannya terhenti, saat bibirku mendarat mulus. Kukecup pelan bibirnya, dengan sebuah kecupan mesra. "Bu, aku suka Ibu," bisikku, sebelum kembali mengecup bibirnya.

"Dea... kamu bikin Ibu—"

Kukecup lagi bibirnya, disertai lumatan ringan. "Suka banget sama Ibu."

"Dea—"

Kukecup lagi. Kali ini sambil menjulurkan lidahku sedikit, mencapai ujung lidahnya.

"Mmmmhhh... DEA! GEMESIN BANGET, SIH!"

Oww, badanku spontan didorong Bu Siska hingga merebah di ranjang. Lalu Bu Siska menindih badanku, kemudian bertubi-tubi mendaratkan ciuman bibirnya di sekujur mukaku. Pipi, kening, hidung, mata, alis, dagu, dan bibir ga luput dari hujan ciumannya. "IBU JUGA SUKA SAMA KAMU! KAMU BIKIN IBU GILA, DEA!"

Iya, iya, aku bisa ngerasain, kok, Bu. Karena Bu Siska sekarang mulai merambat mencumbu leherku. Dia bahkan menyedotnya dan menggigit-gigit kecil di sekujur sisi kiri leherku. Aku tentu saja menikmati ini. Kupeluk erat saja Bu Siska, sambil membiarkannya melakukan apapun pada badanku.

"Jadi... mmmhhh... ini karena feromon atau... ngghhh... Bu Siska emang suka aku?"

"Atau keduanya? Ga tau, deh," balasnya. Cumbuan Bu Siska terus merambat turun hingga menyentuh tetekku.

Akhirnya, aku cuma bisa menikmati saat Bu Siska mulai mencumbu seluruh badanku lagi. Rasa geli dan enak yang aku rasain jadi meningkat berkali-kali lipat, karena didorong efek psikologis yang tercipta berkat racauan mesranya padaku. Kalaupun ini karena feromon, kayaknya aku ga terlalu peduli. Karena bagiku, perhatian dari Bu Siska dan perlakuannya atas badanku sudah lebih dari cukup untuk membuat hatiku berbunga-bunga saat ini.


———


Setelah banyak, banyaaaaak banget sesi seks kami yang penuh keringat, lendir, desahan dan orgasme, aku dan Bu Siska mutusin untuk check out pada jam tujuh malam lebih dua belas. Itu pun karena aku ditelpon sama Umi berkali-kali, karena ternyata aku lupa kabari Umi kalau mau pulang telat. Untungnya, Umi langsung percaya alasanku yang kehabisan battery saat ngerjain tugas tambahan dari Bu Siska, karena Bu Siska juga ikut bicara dengan Umi.

Saat kami keluar dari lobi hotel, bertepatan dengan berkumandangnya adzan Isya. Kami pun saling berpandangan, lalu saling merasa malu kepada dosa nikmat yang baru saja kami lakukan.

Duh, suasananya jadi awkward, kan.

"Dea, kamu beneran mau pulang naik gojek? Ga mau Ibu anter sampai rumah aja?" tanya Bu Siska, yang sedang temenin aku menunggu ojek online di pelataran hotel.

"Ih, Ibu. Kan arah rumah kita beda. Ibu langsung pulang aja, nanti kita ketemu di sekolah besok."

"Tapi ini udah malem, kan. Ibu khawatir kalau kamu pulang sendiri." Bu Siska tampak mengamati sekeliling, lalu sembunyi-sembunyi menggenggam tanganku.

Kupegang saja tangannya, erat. "Justru karena udah malem, aku yang khawatir sama Ibu. Aku ga apa-apa. Ibu kalau udah sampe duluan, bisa kabarin aku, kok. Aku juga gitu, nanti. Gimana?"

Bu Siska langsung ngelihatin aku, matanya penuh binar kagum. "Ih, beneran, deh! Kamu pengertian banget. Ibu ngerasa yang lebih muda disini." Bu Siska tampak sedikit menggigit bibirnya. "Jadi pengen cium."

"Besok ya, Bu? Di sekolah. Mau?" bisikku.

Bu Siska langsung mengangguk penuh semangat. Tepat setelahnya, jemputanku pun datang. Seorang bapak berperawakan tambun, berjaket ojek online dan mengendarai motor besarnya datang menghampiriku.

"Neng Andrea, ya?" tanya si bapak, sambil menunjukku. Kuperhatiin, sekilas lirikan matanya beralih ke Bu Siska dan tetek besarnya yang menonjol dari balik seragam gurunya.

"Iya, betul. Yuk, Pak," sahutku, lalu menyambar helm penumpang yang dia kasih.

Aku pun salim ke Bu Siska, ga lupa juga cium pipi kanan dan kiri, yang kelihatannya cuma sekedar nempel, padahal sih... kecupannya pakai lidah segala.

"Hati-hati di jalannya, ya. Kabarin Ibu kalau udah sampe," seru Bu Siska, sambil melambaikan tangan.

"Ibu juga kabarin aku, ya!"

Motor ojek onlineku pun meninggalkan area hotel. Kutengok Bu Siska yang sedang berjalan menuju parkiran, lalu kembali kulihat arah depan. Ketika area hotel sudah berada jauh dari motor, dudukku pun jadi lebih rileks. Karena jok motor ini tinggi, dudukku jadi gampang merosot ke depan. Tapi kali ini, sengaja aku biarin dudukku merosot, hingga tetekku pun berhimpitan dengan punggung si bapak ojol.

"Neng, abis ngapain tadi di hotel?" tanya si bapak ojol, membuka pembicaraan.

"Ah, Pak Jumadi, kepo, deh! Pokoknya sesuai sama yang Bapak bayangin, aja."

Pak Jumadi pun geleng-geleng kepala. Katanya, "baru ga ketemu berapa hari, Neng, udah makin liar aja."

Yap, penjemputku adalah Pak Jumadi. Bukannya aku ga sengaja dapat Pak Jumadi saat memesan ojek online. Aku memang sengaja menghubunginya lewat chat Whatsapp. Demi tumpangan gratis, dan ada perlu lain dengannya. Untungnya, Pak Jumadi ga keberatan, dan lagi dekat dengan lokasiku. Jadilah aku dijemput sama dia.

"Pak, tau bongkaran rumah yang di Krukut itu, ga?" tanyaku, tiba-tiba.

"Bongkaran kontrakan petakan yang adanya di sebelah kanan kalo dari arah kita, Neng? Yang setelah terowongan tol yang baru dibangun itu, kan?"

"Iya, bener. Mampir ke situ ya, nanti. Bentar aja, Pak."

Pak Jumadi diam sebentar. "Mau ngapain, Neng? Kan sepi itu kalo malem gini."

Ah, si bapak ini pura-pura ga tahu aja. Aku yakin dia tahu kok kemana arah pembicaraan ini.

"Justru saya lagi nyari tempat sepi, Pak. Cuma di situ yang kepikiran. Soalnya saya mau minta diewe, Pak. Memek saya udah gatel banget minta disodok dari kemarin. Tapi ga mungkin ngelakuinnya di rumah saya. Orang tua saya lagi ada di rumah, soalnya," jawabku, tanpa basa-basi.

"Kangen kontol saya, ya, Neng? Sampe ngebet banget minta diewe di bongkaran rumah."

Aku ga merespon pertanyaan Pak Jumadi dengan kata-kata. Sebaliknya, tangan kiriku yang langsung merayap cepat ke selangkangannya yang masih tertutup celana bahan. Meski dari luar, tapi aku bisa ngerasain kalau kontol si bapak sudah mulai menegang, dan dengan gemasnya langsung kuremas-remas saja. Baru megang saja, memekku sudah berdenyut-denyut seakan ga sabar ingin dimasukin sama kontol gemuk Pak Jumadi.

Melihat kelakuanku, Pak Jumadi kembali geleng-geleng kepala. Dia pun mempercepat laju motornya. Membelah jalanan yang tumben sekali terasa lengang malam ini.





Nympherotica♡
 
Thank you sist, the best deh update nya. tambah liar aja Dea nya jadi bikin penasaran update selanjutnya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd