Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kumpulan cerita seru:

noveldewasa

Suka Semprot
Daftar
28 Jan 2012
Post
1
Like diterima
1
Bimabet
SEKS BUBARAN TOKO


Sudah lama aku mendengar mendengar mengenai pekerjaan sampingan para pramuniaga toko yang tetap membuka ”warung” meskipun jam toko sudah tutup. Fenomena itu dikenal sebagai Seks Burtok atau Bubaran Toko. Jika berada dalam waktu kerja mereka menjajakan barang di etalasenya, maka pada saat jam bubaran, mereka menjajakan barang di tubuhnya, terutama buah melon dan kue apem yang selalu dibawanya.
Pada saat mengambil cuti tahunan, aku mengambil kesempatan itu untuk memuaskan rasa penasaranku akan fenomena Seks Burtok itu. Berdasarkan informasi yang aku terima, setidaknya ada tiga tempat pertokoan yang menjadi papan atas fenomena Burtok, yaitu Mal Taman Anggrek, Atrium Senen dan Plaza Gajah Mada. Aku mengambil Atrium Senen sebagai sasaran pertama karena lokasinya tidak jauh dari tempat tinggalku.
Sampai di Atrium Senen aku menemukan satu-satunya Departemen Store adalah ”M” Dept. Store. Pada saat itu jam 10 pagi, toko baru saja dibuka dan pengunjung masih belum ramai. Aku langsung mencoba masuk ke ”M” Dept. Store untuk melihat situasi.
Ternyata pemandangan di ”M” Dept. Store Atrium memang agak berbeda dengan ”M” Dept. Store di tempat lainnya. Perbedaan mencolok adalah pada pakaian seragam yang dikenakan para pramuniaga wanitanya. Jika di tempat lain kutahu pakaian seragam yang seksi dikenakan oleh para Beauty Advisor (BA) saja, namun di Atrium, hampir semua pramuniaga wanita mengenakan seragam seksi, terutama roknya yang sangat pendek, bahkan demikian pendeknya sampai ujung stoking yang dikenakan ada yang terlihat. Tidak cuma pendek saja, namun juga ketat sehingga jika memandang dari belakang akan terlihat cetakan celana dalamnya di rok warna abu-abu tua tersebut. Karuan saja aku langsung betah berkeliling di sana. Sekali-kali aku melihat pramuniaga yang sedang nungging membereskan pakaian di lemari sehingga hampir terlihat pangkal pahanya yang mulus dan montok.
Beberapa pramuniaga memberikan senyum manisnya dan mengajakku untuk melihat pakaian dan aksesoris yang dipajang. Aku membalas senyum mereka sambil melakukan seleksi wajah dan body. Sebagai pria berpengalaman, aku tahu tipe wanita yang genit dan tipe wanita yang benar-benar bisa diajak. Setelah sekitar setengah jam berkeliling, setidaknya aku menemukan tiga pramuniaga yang menurut dugaanku masuk kategori ”bispak”. Namun peringkat pertamanya jatuh pada pramuniaga yang menjaga stand pakaian dalam alias ”under wear”. Seorang wanita berambut sebahu dengan wajah manis dan bibir sensual. Body-nya masuk kategori ”TOGE PASAR” alias toket gede dan pantat besar. Pakaian seragamnya seakan kekecilan sehingga semua tonjolan tubuhnya seakan mau berontak keluar. Mengapa ia masuk kategoriku sebagai cewek ”bispak” bisa dilihat dari senyumnya yang mengajak dan selera pakaiannya. Dari tipis bajunya kulihat ia mengenakan bra merah marun yang biasanya hanya digemari oleh wanita dengan gairah seks tinggi. Rok seragam berwarna abu-abu yang dikenakannya juga cukup memberikan informasi kemulusan dan kemontokan pahanya yang sebagian ditutupi stoking hitam transparan.
”Cari underwear Mas...”, sapanya ramah dengan senyum manis menghiasi bibir sensualnya.
”Mona...”, aku membaca nama yang menempel di dadanya.
”Iya nih...lagi cari underwear cewek”, lanjutku.
”Buat siapa? Isteri apa pacar?”, tanyanya dengan senyum makin manis.
”Buat Mona...”, kataku sambil menatap wajah manisnya. Seperti dugaanku, ia balas menatap diriku. Ya... wajahku memang cukup membuat menarik buat seorang wanita.
”Mau merek apa Mas?” tanyanya” Yang lagu diskon merek Wacoal nih”.
”Terserah Mona, mau merek apa”, kataku sambil menatap tonjolan dadanya yang seakan ingin berontak itu.
”Ihh... beneran nih?”, seru Mona lirih”Nanti aku pilih yang mahal lho...”
”Enggak apa, memang kamu pantas pakai yang mahal”, tantangku.
”Ih... kok gitu?”, tanyanya.
”Iyalah, dengan isi yang seindah punya kamu, pantas jika dibungkus yang mahal”, kataku seraya memandang dadanya yang membusung.
”Ih... nakal juga ya...” katanya sambil mendorong lenganku.
”Tapi mau kan dibelikan?” tanyaku terus mencari peluang.
”Beneran? Nanti saya pilih yang mahal lho...” ia menatapku dengan semakin berani.
”Yang itu sepertinya pantas buat kamu” aku menunjuk sepasang underwear yang sangat seksi. Warnanya hijau muda, branya biasa namun celana dalamnya semi G-String.
”Ih... enggak lah...” tangan Mona yang berkuku panjang kembali mendorong lenganku dengan pelan.
”Kenapa? Kan bagus...” kataku.
”Nanti bulunya ke mana-mana doong” jawabnya mulai berani.
”Oh... gondrong ya?” candaku yang dibalas dengan tawa kecil Mona.
”Gimana kalau yang ini” Mona menunjuk sepasang bra warna biru muda yang cukup sensual.
”Boleh, asal ada ukurannya” kataku makin menantang”Kan besar tuh...”
”Ih... Mas makin nakal ya...” entah sudah berapa kali Mona mendorong lenganku dengan manja.
”Kalau dua boleh enggak, hi3x....” Mona cekikikan.
”Boleh, tapi ada syaratnya” jawabku”Harus ditukar dengan yang bekas”
”Maksudnya..?”
”Saya belikan kamu dua pasang, kamu beri saya underwear yang sekarang kamu pakai”, terangku.
”Ih... buat apaan, mau diguna-guna ya.. hi3x...”
”Emang bisa apa diguna-guna? Cuma buat kenang-kenangan aja, buat dicium-cium... ha3x...” kini aku yang tertawa.
”Dicium-cium? Kan bau ...”
”Bau yang itu sih saya suka”
”Ih.... jorok!” kini ia justru mencubit lenganku.
”Enggak ada ruginya lah... kan dapat yang baru” kataku” Sudah ambil dua pasang, saya bayar, tapi kasihnya nanti sore aja pas jam pulang kamu, saya jemput kamu”
”Jemput? Emang tahu rumah saya? Jauh tahu!” jawab Mona makin manja.
”Enggak masalah, biar rumah kamu di Bogor saya antar kok” jawabku.
Mona melempar senyum genit yang penuh arti, ia mengambil dua pasang underwear yang ia sukai dan memberikannya padaku. Kemudian aku membayarnya di kasir. Lumayan, total harganya 200 ribu, maklum merek terkenal.
Kemudian aku kembali menghampiri Mona dan menanyakan nomor HP-nya. Kami bertukar nomor dan berjanji akan bertemu lagi sore harinya.
Rasanya tak sabar menunggu sore untuk bertemu lagi dengan Mona, sang pramuniaga bahenol itu. Tepat pukul 4 sore aku sudah berada kembali di Atrium Senen dan berkeliling mencari tempat makan yang cocok untuk menjadi tempat bertemu Mona. Akhirnya kuputuskan untuk bertemu di sebuah restoran Jepang dan aku segera menelpon Mona.
”Hai...” jawab Mona dengan suara sensualnya.
”Aku sudah ada di Atrium, kutunggu kamu di Restoran X di basement” jawabku” Kita makan dulu lah”
”Oke deh... sebentar lagi aku ke sana, tunggu ya...”
Sekitar lima belas menit kemudian Mona muncul masih dengan pakaian seragam kerjanya, namun sudah tidak menggunakan stoking lagi. Hal ini tentu semakin memperlihatkan keunggulan pahanya yang mulus dan montok itu.
”Hai...”, sapanya dengan senyum manja.
”Hai... mau pesan apa” tanyaku sambil menyodorkan daftar menu.
Setelah asyik makan dan ngobrol ini dan itu akhirnya kuputuskan untuk langsung to the point, karena aku tak mau lebih banyak mengeluarkan uang jika ternyata Mona bukan tipe wanita bispak yang aku cari.
”Mona, ini underwear yang aku beli tadi, tapi aku juga tagih janji kamu juga” kataku sambil menyerahkan bungkusan underwear pada Mona.
”Ih... beneran ya...” seru Mona. Ia menatapku dengan semakin genit.
”Iya dong, beneran” kataku,”Terus terang aku kagum pada kamu”
”Oh ya...” Mona menjulurkan tangannya dan memegang tanganku,”Saya tahu apa yang Mas mau kok, tapi saya ingin Mas mengucapkannya”
”He3x... malu nih Mon” kataku jengah.
”Emang baru sekali ini apa, pasti udah sering kan?” Mona terus memancingku.
”Enggak, dulu pernah, tapi sudah lama sekali” jawabku. Kini aku mulai berani membalas remasan tangan Mona yang halus dan membelai jari-jarinya yang lentik dengan kuku yang panjang dan berkutek warna merah marun.
”Terus terang saya suka juga dengan Mas, selain Mas masih muda dan lumayan ganteng, Mas juga suka bercanda dan menghargai wanita” Mona mulai menjelaskan”Tapi... ya saya kan bukan pacar Mas, jadi boleh dong saya minta lebih dari sekedar underwear ini”
”Oh iya lah, ini kan cuma sekedar pembuka perkenalan kita” kataku dengan hati gembira karena Mona ternyata memang cewek bispak”Berapa kalau boleh saya tahu, tapi maaf lho bukan berarti saya menganggap Mona bisa dihargai dengan uang”
”Ih... saya suka sekali dengan kata-kata Mas yang... yah... jarang diucapkan oleh laki-laki kepada saya” jawab Mona,”Saya jadi malu juga nih”
”Bagaimana kalau kita bicara di mobil saja” Aku berdiri dan mengajak Mona pergi.
Sesampainya di mobil Mona tampak lebih santai. Ia dengan seenaknya duduk tanpa memperdulikan paha mulusnya yang terpampang di depanku. Tentu saja aku terpesona dan memandangnya dengan bergairah.
”Mobilnya bagus lo...”, katanya senang.
”Pahanya juga bagus”, kataku tanpa segan-segan menempelkan tanganku di atas pahanya yang montok dan mulus.
”Ih... nakal!” Mona mencubit lenganku manja namun membiarkan tanganku meraba pahanya yang hangat.
”Mas pasti banyak pacarnya ya...” katanya sambil menatap wajahku.
”Kok gitu...”
”Iya lah...udah ganteng, mobil bagus, siapa cewek yang enggak mau” katanya manja. Dengan nakal ia menghimpit tanganku di antara dua pahanya.
”Jadi kamu mau jadi pacar saya?’ tanyaku,”Nanti gratis lho.. ha3x...”
”Enak aja...”, ia memukulku manja dan kepalanya yang agak condong ke arahku kumanfaatkan untuk mengecup bibirnya yang sensual.
”Crup...” ciumanku bersambut, Mona membalasnya dengan hangat bahkan cenderung panas. Kami berciuman sesaat sebelum sadar bahwa kami masih di tempat parkir.
”Jadi berapa nih Mon” tanyaku penasaran.
”Hmm... gini aja deh, saya sih sebenarnya suka juga sama Mas, dan Mas udah keluar uang juga buat saya, dari underwear sampai makan tadi”
”Sama hotelnya tentu saja”, potongku.
”Iya... emang mau di hotel mana?” tanyanya.
”Kalau kamu ada ide, kasih tahu”
”Bagaimana kalau Hotel X di Cempaka Putih, tempatnya bagus dan yang penting aman”, jelasnya. Aku sebenarnya ingin bertanya ’berapa kali kamu main di sana’, tapi tentu saja itu akan mengganggunya.
”Boleh aja, harganya bagaimana?”
”150 ribu quick dan 200 ribu semalam”
”Mahal juga”, kataku.
”Begini aja deh... kalau Mas mau di hotel itu saya siap enggak dibayar, asalkan ada dua syaratnya”
”Apa itu?” tanyaku penasaran.
”Pertama... saya mau Mas pakai kondom, kedua... saya lihat dulu ukuran penis Mas... hi3x...” Mona tertawa,”Kalau besar... oke lah...”
Mona dengan terampil membuka ritsleting dan memegang batang penisku yang sudah mengeras. Dengan sedikit menggeser celana dalamku batang penisku mengacung ke arah wajahnya.
”Wow... mantap!” Mona tampak senang melihat batang penisku yang besar, panjang dan agak melengkung ke atas. Dengan mesra ia mengecup kepala penisku dan kemudian mengemutnya sekali.
”Oh... penuh nih...” Ia memandangku,”Oke Mas... untuk kali ini saya gratiskan”
”Gratis memekmu, aku sudah keluar uang 400 ribu, belum untuk hotel nanti”, pikirku dalam hati. Namun aku tetap senang mengingat keindahan tubuh Mona dan kenikmatan yang akan diberikannya.
Aku segera melajukan mobilku menuju hotel yang tampaknya sudah dikenal dengan baik oleh Mona. Sepanjang jalan aku selalu menyempatkan mengelus pahanya dan sekali-kali menjangkau selangkangannya yang hangat.
Sampai di hotel, Mona bertindak sangat profesional. Ia berkomunikasi sangat baik dengan resepsionisnya sehingga mendapatkan diskon 20% dan tanpa pertanyaan yang bertele-tele.
Kami berdua segera masuk ke kamar hotel yang cukup nyaman dengan tempat tidur ukuran besar. Kutengok kamar mandinya juga memiliki bathtub dan shower. Ya.. lumayan juga.
Setelah yakin pintu terkunci kami berpelukan dan bericuman. Tanganku meraba-raba ke segala penjuru tubuhnya yang bahenol namun padat itu. Sedikit demi sedikit rok abu-abunya kutarik ke atas sehingga dapat kulihat celana dalam warna merah marun yang membungkus pantat bahenolnya.
”Saya bau enggak Mas... maklum habis kerja seharian” Mona berkata di sela-sela kuluman kami.
”Ah... kamu harum sekali Mon” kataku terbakar nafsu.
”Hi3x... dasar, kalau sudah nafsu ya begitu...” Mona membiarkan diriku mempreteli pakaian seragam pramuniaganya. Kini tubuh montoknya hanya dibungkus bra dan celana dalam warna merah marun yang sensual. Betapa montok dan menggairahkannya tubuh Mona yang berdada dan berpantat besar. Aku ingin sekali segera meniduri tubuh itu.
”Eh... tunggu dulu Mas...” Mona mencegahku,”Biar saya cuci dulu deh memek saya, pasti bau keringat soalnya”
”Ah... tidak usah Mona, sini saya yang bersihkan”, aku mendorong Mona ke tempat tidur. Ia duduk di tepinya dan aku memeloroti celana dalamnya sehingga kini bukit kemaluannya yang ditumbuhi rambut hitam terpampang indah dihadapanku. Aku segera membuka kedua paha itu.
”Ih... mau diapain nih?’ seru Mona jengah.
”Katanya mau dibersihkan, sini...” aku menenggelamkan wajahku di antara paha putihnya yang montok. Kusibak rambut-rambut kemaluannya sampai kutemukan bibir surgawinya yang coklat kemerahan. Tanpa basa-basi kujulurkan lidahku ke arahnya.
”Ih.... gila... jorok banget sih...diapain nih memek saya” jerit Mona seraya menggelinjang menerima rangsanganku. Lidahku menari-nari dari ujung klitorisnya hingga daerah ”selat sempit” di antara vagina dan anusnya. Bagaikan anjing rakus aku terus menjilati bagian paling sensitif dan vital dari Mona. Nafsu birahi yang membakar membuat semua aroma dan rasa aneh dari vagina Mona menjadi enak dan nikmat di kepalaku.
”Okh... ah... enghhh...lumat Mas... lumat memek saya” karuan saja Mona semakin terangsang dengan oral seksku. Cairan vaginanya mengalir membasahi labium minoranya yang juga basah oleh liurku. Ketika vagina Mona semakin becek, aku kemudian mengecupnya bagai mengecup bibir atasnya dan menyedot liang vaginanya dengan penuh nafsu.
”Okhhhhh.... gila....memek saya enggak tahan!” Mona menjerit keenakan. Dengan penuh rasa kemenangan, aku menambah kenikmatan yang dirasakan Mona dengan memasukkan dua jariku ke dalam liang surganya yang hangat dan becek. Kuraba dan kutekan bagian g-spot di atas liang itu.
”Okhhhhh.... curang!...gila.... enak....saya keluar ya...” Mona menjerit keras tatkala sentuhanku pada g-spotnya menjadi puncak rangsangan pada vaginanya. Ia tak mampu lagi menahan letusan birahi yang memuncak di pembuluh darahnya. Suara erangan dan jeritan keenakan dari mulutnya memenuhi dinding kamar hotel disertai lejatan-lejatan tubuhnya.
Mona menarik nafas dalam-dalam setelah luapan orgasmenya mereda. Ia kemudian mencopot satu-satunya busana tersisa di tubuhnya, yakni bra yang menutupi buah melon kembar di dadanya. Buah dada yang begitu besar dan montok itu karuan saja membuat diriku yang sudah bernafsu semakin menggila. Buah besar nan montok itu aku remas-remas dan putingnya aku pilin-pilin dengan jariku. Kemudian dengan rakus aku mengulum puting susunya yang besar dan coklat serta memainkannya di antara gigi-gigiku. Permainan itu ternyata ampuh untuk membangkitkan kembali birahi Mona yang baru saja meraih orgasmenya.
”Gila... profesional banget sih Mas ini, tadi katanya jarang main, tapi permainannya kaya’ udah pengalaman aja” Mona memuji permainan ’warming up’ dariku.
Setelah asyik menikmati buah dada Mona yang besar dan montok, aku kembali menikmati vaginanya. Namun rangsanganku lebih kutekankan pada remasan pada pantatnya sambil sesekali menjilat klitorisnya. Strategi itu cukup ampuh membuat Mona kembali mengerang keenakan. Kini aku bersiap diri dengan menelanjangi diriku. Melihat batang penisku yang sudah mengacung ke atas, maka Mona semakin bernafsu.
”Wow... mau dooong... kontolnya” pintanya seraya membuka lebar-lebar kedua pahanya.
Aku menjawab permintaannya dengan menempelkan ujung penisku di labium vaginanya dan perlahan tapi pasti penisku menelusup masuk ke dalam kehangatan liang surgawi itu.
”Oh... pas banget nih kontolnya sama memek saya Mas...” Mona melenguh menahan dorongan penisku yang memenuhi dinding vaginanya.
”Kocok ya...” tanyaku.
”Hmm... boleh, tapi pelan-pelan ya Mas...” Mona memejamkan matanya,”Yang lembut, belai memek saya...dengan kontol Mas...”
Kata-kata jorok yang mengalir dari mulut Mona dan wajahnya yang super ngeseks membuat kocokanku tidak dapat kutahan dengan lembut.
”Oh... kaya’nya pingin cepet nih ya...” Mona memahamiku, ia kemudian sedikit menutup pahanya sehingga penisku agak terjepit dan kemudian dia mengatur nafasnya. Dahsyat sekali, ternyata ia ahli mempermainkan otot vaginanya sehingga terasa seperti memijat-mijat penisku. Permainan seks ini membuatku semakin mendekati puncaknya.
”Okh... asyikkk”, kini giliranku berteriak melepas orgasmeku diiringi muncratan sperma ke dalam vagina Mona.
”Wow... banyak nih muncratnya...” seru Mona menerima aliran sperma ke dalam rahimnya.
”Hebat, kamu hebat, memek kamu bisa mijat-mijat seperti itu” pujiku setelah kami berdua duduk istirahat.
”Enak ya...itu yang namanya diempot, harus rajin senam memek” Mona tersenyum bangga,”Mas juga hebat, liar dan hot”
Kami berciuman dan kemudian sepakat untuk pergi ke kamar mandi.
 
Beres dari kamar mandi ngapain Gan ?
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd