Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[KOMPILASI] FROM OFFICE AFFAIR (CopasEdit dari Tetangga)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita 124 – Erotic Zone

[Part 1] – Awal Mula..

DUKUN..?
Aku bukan dukun.. juga bukan ahli pengobatan alternatif.. apalagi paranormal.
Tapi masyarakat sekitar tempat tinggalku sering menyebutku sebagai salahsatu dari tiga sebutan di atas tadi.

Aku juga tak berusaha menolak sebutan itu atau meng-iya-kan.
Terserahlah mereka menyebutku sebagai apa aku tak keberatan.
Namaku jadi terkenal bahkan sampai ke luar kota.

Aku, pria usia 35 tahun.. kadang geli sendiri jika orang-orang ada yang memanggilku dengan ‘Mbah’.
Mungkin karena penampilanku waktu aku praktek menerima ‘pasien’.

Ya.. mungkin karena aku selalu mengenakan jubah serba hitam dan ikat kepala juga hitam.
–Hanya dua jenis pakaian inilah yang kukenakan sewaktu praktek.. tak ada pakaian dalam. Gerah..–

Kemudian ditambah kacamata minus.. serta jambang.. kumis dan jenggotku yang rada rimbun..
Membuat penampilanku jadi tampak lebih tua.
Padahal aku secara berkala merapikan ketiga macam bulu-bulu yang tumbuh di wajahku itu.

Apa sebenarnya keahlianku..? Keahlian yang biasa saja sebenarnya.
Keahlian yang bisa dipelajari dan dipraktekkan oleh siapa pun.. asal mau membaca buku..
Rajin mencari-cari informasi.. dan sering-sering mempraktikkan informasi yang diperoleh.

Hanya.. kalau ingin menjadi seperti aku, diperlukan modal ‘kenekatan’.
Sebab pekerjaanku ini penuh risiko. –Tapi mana ada sih pekerjaan yang tanpa risiko..? Ya nggak..!?–

Aku dikenal sebagai ‘dukun’.. –atau paranormal, atau ahli alternatif..–
‘penyembuh’ orang yang punya keluhan ‘dingin’ terhadap seks.. khususnya frigiditas.
Oleh sebab itu aku hanya menerima pasien wanita.

Pembaca.. anda tentu sering membaca iklan-iklan di media massa:
Jeng atau Mbak Anu.. yang mampu menyembuhkan impotensi pada lelaki.

Ahli pengobat ini biasanya perempuan usia sekitar 30-an. Plus Cantik..!! Dan ada juga yang seksi.
–Yang kadangkala memasang foto diri di iklannya.

Dan para lelaki.. entah yang memang punya keluhan pada ‘burung’nya atau yang masih ‘tok-cer’..
tertarik dan secara diam-diam mendatangi tempat praktek Si Jeng atau Mbak tadi.

Konon.. kebanyakan justru pria iseng yang datang.. ingin coba-coba.
Tak ada informasi apakah lelaki yang bermasalah tadi bisa pulih perkasa lagi setelah mengunjungi Si Mbak.

Kenapa hanya lelaki saja yang punya masalah seks..?
Sesungguhnya perempuan juga banyak yang punya masalah.
Dan umumnya para perempuan itu hanya ‘nrimo’ –terima nasib..– saja.. jarang yang berusaha untuk berobat.

Kalau pun ada yang ingin berobat ke dokter.. biasanya mereka tak telaten.
Karena dibutuhkan proses yang panjang untuk mengobati frigiditas.
Beberapa lagi memang pasrah.. biarlah dia tak bisa menikmati hubungan seks.. asalkan suaminya puas.

Banyak juga yang lalu berpura-pura nikmat.. biar suaminya bisa menikmati.
Tapi ada juga kelompok perempuan yang berusaha keras agar bisa merasakan nikmatnya hubungan seks.

Selama ini mereka hanya merasakan sakitnya saja.
Cuma.. mereka enggan ke dokter untuk menjalani proses penyembuhan yang makan waktu.
Mereka tak ingin suaminya tau. Mereka ingin pelayanan pengobatan yang personal dan confidential.

Nah, di ‘segmen customer inilah aku masuk..! –Pembaca.. silakan Anda yang berminat bisa masuk dalam bisnis ini.
Pasarnya lumayan besar.. dan ‘player’nya baru ada beberapa..–

Aku memang suka membaca dan punya minat pada masalah-masalah seks.
Jadi tak heran kalau di rak bukuku sebagian besar adalah buku-buku tentang seks.. dan umumnya terbitan luar.

Dari beberapa referensi itu aku jadi punya pengetahuan tentang metoda penyembuhan frigiditas.
Pada dasarnya metoda ini hanya terdiri dari beberapa langkah..

Yaitu: Membuat pasien rileks .. ‘Mengosongkan pikiran’ dari masalah apa pun;
Meminta pasien membayangkan hal-hal yang menyenangkan.

Lalu hal-hal yang erotis; Mencari titik-titik erotik pada tubuhnya;
Menstimulir titik-titik erotis tadi.. sambil mempelajari reaksinya.
Dan langkah terakhir bervariasi.. tergantung Sikon dan sikap pasien..

Langkah terakhir inilah yang membuat aku jadi ‘betah’ menjalani profesiku ini.
Sungguh suatu profesi yang amat menyenangkan..

Langkah ketiga dan keempat dibutuhkan kesabaran luar biasa.
Dan langkah keempat memerlukan kreativitas dan harus terus menerus dipraktikkan.
Dan.. semua langkah membutuhkan kerjasama intens dari pasien.

Mengapa aku sampai tertarik perihal frigiditas.. ada ceritanya sendiri.
Yaitu ketika aku pacaran sama –sebut saja..– Marni. Waktu itu umurku 24 tahun dan Marni 18 tahun.
-------oOo-------

Marni


Marni.. gadis berwajah manis.. kulit sawo matang, perawakan tubuh terkesan kurus, tapi keras dan kenyal.
Buah dadanya tumbuh wajar.. sesuai potongan tubuhnya, kecil tapi proporsional dan bulat.

Walau pun buah dadanya itu kecil.. tapi tegak menantang ke depan dan keras –tepatnya: sintal..–
Dengan putting yang kecil tapi amat keras bila dia terangsang.

Kalau dibandingkan dengan gadis-gadis pujaan masa kini yang umumnya berkulit putih, rambut lurus panjang..
buah dada besar.. wajah ke-indo-an.. Marni bukanlah gadis yang bisa menarik perhatian lelaki.

Sekilas biasa-biasa saja. Tapi kalau sudah kenal dengan dekat dengannya.. anda ingin memacarinya.
Bagaimana tidak.. dia sangat baik hati.. suka menolong, sulit berbohong, tak ada sifat ‘matre’ walau pun sedikit.
Sedia berkorban.. loyal dan setia.

Pada awal-awal kami pacaran, cara kami bermesraan memang hanya cium-cium dan raba-raba.
Bagi Marni, aku adalah pacar yang kedua.

Pacaran pertamanya dengan kawan sekelas di SMU.. juga hanya sampai cium-ciuman saja.
Sementara bagiku.. Marni adalah pacarku yang kesekian.. entah keberapa, malas aku menghitungnya.

Seiring berjalannya waktu.. Marni makin menaruh kepercayaan kepadaku..
Sehingga sewaktu bermesraan aku diberi izin untuk membuka bra-nya dan menciumi buah dadanya.

Waktu itu aku tak ambil pusing..
kenapa puting dadanya tak mengeras tanda terangsang, seperti pacar-pacarku sebelumnya.

Beberapa waktu kemudian.. ketika aku boleh menyusupkan telapak tanganku ke dalam cd-nya..
aku mendapati kenyataan bahwa vagina Marni tetap kering.

Tak ada kebasahan di situ. Mungkin aku kurang intens merangsangnya.
Tapi ketika hal itu berulang setiap aku mencumbunya.. aku mulai sedikit bertanya-tanya dalam hati.

Suatu saat ketika Marni dapat kesempatan menginap di kamar kost-ku.. puluhan menit kami bermesraan..
sejak aku menciumnya hingga kami berdua benar-benar bugil.

Aku sudah benar-benar terangsang tinggi.. sementara Marni sudah terlentang pasrah..
Dan sudah memutuskan akan menyerahkan ‘segala’nya kepadaku malam ini.. aku jadi urung penetrasi.

Kebasahan yang tak kunjung tiba pada kewanitaannya itulah yang mengurungkan niatku.
Kemudian ekspresi Marni yang menunjukkan kesakitan sangat ketika aku mencoba memaksakannya menekan.

“Lakukanlah Mas.. lakukan..!” Aku malah memindahkan kedua lututku dari tengah bentangan kedua paha Marni.
Lalu rebah di sampingnya. “Marni ikhlas, Mas..!” Kucium pipinya.. Marni memelukku.

Beberapa saat kami berdiam diri, nafsuku mulai mereda. “Kenapa engga jadi, Mas..?”
Aku diam. “Mas marah..?” Tanyanya lagi.

“Jujur saja ya Ni.. coba kamu bicara, tadi apa saja yang kamu rasakan..?” Dengan hati-hati bertanya.
“Rasa gimana, Mas..?” Tanyanya belum ngerti.
“Waktu kita bermesraan..” tambahku.
“Emm.. gimana ya..?” Marni seperti berpikir.

“Gini.. yang Mas rasakan waktu ciumin tubuhmu.. enak.. terangsang.
Marni lihat sendiri kan gimana tegangnya dia..?”

Tanganku meraih tangan Marni dan kuarahkan ke selangkanganku.
“Sebaliknya, apa yang Marni rasakan..?” Tambahku. Tak ada jawaban.

“Kamu rasakan enak, gak..?” Ulangku.
“Umm.. susah ngomongnya, Mas..” ujarnya lagi.. makin membuat aku penasaran.

Aku lalu terus mendesaknya, akhirnya.. “Sebenarnya Mas, rasanya biasa-biasa saja..”
”Kamu engga rasakan enak..?”
“Biasa aja Mas.. maafkan saya..”

“Trus, waktu Mas mau masuk tadi..?”
Marni diam.
“Apa yang kamu rasakan, Ni..?” Desakku.
“Sakit Mas.. ”

Sudah kuduga. Sudah kuduga memang. Marni memeluk tubuhku erat-erat.
Beberapa saat kemudian tubuhnya berguncang-guncang. Marni menangis.

“Tak ada yang perlu dimaafkan, sayang..” hiburku.
“Kenapa engga bilang..?” Tanyaku.
“Marni sayang banget ama Mas.. Marni takut Mas ninggalin..”

Lalu Marni cerita... waktu pertamakali pacaran, bagi dia berciuman itu tak ada rasanya.
Juga waktu bermesraan denganku.. dia tak merasakan nikmat, biasa-biasa saja.
Malah merasakan sakit ketika jariku menyelusup ke cd-nya dan menggosoki clit-nya.

“Tapi engga apa-apa Mas, asalkan Mas seneng aja..”
“Wah.. gak bisa Ni.. kita harus sama-sama merasakan nikmat..”
“Habis gimana..? Marni gak bisa merasakan..”

Aku tau Marni punya masalah dan aku penasaran ingin tau, kenapa.
Rasa penasaran ini yang mendorongku mencari-cari informasi tentang frigiditas.

Informasi dari mana saja. Bisa dari buku-buku, internet, atau dari para seksolog.
Pengetahuan yang kumiliki ini langsung aku praktikkan kepada Marni, pacarku.

Karena status sebagai pacar inilah aku bisa leluasa menjadikannya sebagai ‘kelinci percobaan’.
Dengan kesabaran yang luar biasa dariku, dan makan waktu lebih dari dua bulan..
Akhirnya aku bisa mengembalikan Marni menjadi wanita normal.

Untuk merayakan ‘kemenangan’ ini kuajak Marni berlibur ke Yogya dan menginap di hotel bintang 4.
Marni dengan senang hati menerima ajakanku.

Di hotel inilah.. pada malam ketiga.. Marni menyerahkan miliknya yang paling berharga kepadaku.
Kami benar-benar sedang melaksanakan bulan madu.

–Maaf Pembaca.. saya tak menceritakan persetubuhanku dengan Marni secara detil.
Sebab ML antara sepasang kekasih, atau suami-isteri tak akan menarik.
Saya yakin Pembaca akan lebih tertarik dengan hubungan seks yang terjadi karena perselingkuhan..
Yang banyak terjadi di bawah ini..–

Bagiku Yogya adalah kota yang paling berkesan dalam.
Kota di mana aku untuk pertamakalinya melakukan hubungan seks dengan seorang perawan.
Kota tempat aku berbulan madu, kota tempat kami merayakan kemenangan.

Kalau pun akhirnya aku dan Marni berpisah, bukan karena kesalahanku atau kesalahan Marni.
Orangtuanya telah memilihkan jodoh bagi Marni.
-------ooOoo-------

Setelah aku bisa membuktikan kemampuanku menyembuhkan Marni..
aku nekat buka praktek sebagai penyembuh frigiditas wanita.

Sebagaimana layaknya mulai suatu usaha.. pertama-tama memang sepi pasien.
Tapi.. lama-lama banyak orang yang tau kemampuanku. Perlahan aku mulai kebanjiran pasien.

Sudah banyak wanita yang berhasil kusembuhkan..
Dan sudah bermacam-macam pengalaman menarik yang kualami.

Menarik bukan karena penghasilannya. Aku tak banyak mendapatkan uang dari praktik ini..
Sebab aku tak menentukan tarif.. terserah berapa pasien rela memberi.

Menarik.. karena aku bisa memetik ‘keuntungan’ lain. Hehehe..
Beberapa pasien pada akhir proses terapi bersedia melakukan hubungan seks denganku.

Prinsipnya ‘mau sama mau’.. suka rela tanpa paksaan.. sehingga tak menimbulkan masalah di kemudian hari.
‘Mau’ juga dari pihakku.. mereka yang memang menarik perhatianku dan aku berhasrat.

Tentu saja tak semuanya bisa kuceritakan di sini.
Hanya yang pengalaman amat menarik yang akan kuceritakan pada anda.. pembaca.
Yaitu pengalaman dengan tiga pasien.. Siska.. Titin.. dan Tari.. –Sebut saja begitu..–

Pengalaman dengan Tari menarik.. karena justru dia sebenarnya tak punya masalah dengan kehidupan seks-nya.
Sedangkan dengan Siska, amat menarik.. karena dia memang benar-benar menarik.
Cantik dan seksi. Pendeknya ‘istimewa’..

Dengan Titin.. apa yang menarik..?
Wow.. ada ‘dua hal’ yang dimiliki oleh Titin yang amat jarang dimiliki oleh wanita lain..!
-----------------ooOoo-----------------

Titin


Perkenalanku dengan Titin terjadi setahun lalu.. saat dia memasuki ruang praktekku sebagai pasien.
Statusnya masih pengantin baru.. baru 3 bulan dia menikah. Umurnya 19 tahun.. masih sangat muda.

Keluhannya sama dengan dengan wanita pada umumnya yang mendatangiku.
Wajah dan tubuhnya biasa-biasa saja.. tak banyak menarik perhatian lelaki.

Perawakannya mirip dengan Marni.. langsing padat.
Perbedaanya hanya pinggul Titin lebih besar dan kulitnya lebih cerah. Dia cepat mengerti.. kaya’nya dia cerdas.

Sifat Titin yang menonjol adalah amat patuh.. pandai memegang teguh rahasia.. terbuka, dan periang.
Jeleknya.. dia kekanakan dan manja. Mungkin karena umurnya memang masih muda dan dia anak bungsu.

Proses penyembuhannya relatif lebih lama..
Walau pun dari pertemuan pertama dia bersedia membuka seluruh pakaiannya.
Aku harus sabar menelusuri seluruh tubuhnya dan berulang-ulang.. guna menemukan titik-titik erotisnya.

Kesabaran yang lebih dituntut dariku.
Aku berhasil menahan diri untuk tak coba-coba menyetubuhinya sebelum dia ‘sembuh’.

Padahal keinginanku sudah sampai di ubun-ubun.. setiap mengeksplore permukaan kewanitaannya.
Vagina yang bersih dan tak ada lubangnya. Maksudku.. liang vaginanya begitu kecil..
Sehingga nyaris tak terlihat. Jari-jariku merasakan kecilnya liang itu ketika merabanya.

Ternyata suaminya yang tak sabar. Proses penyembuhan belum tuntas dia sudah keburu dicerai.
Suatu saat.. kalau tak salah hari ketujuh proses terapinya.. aku kesulitan merangsangnya.

Titin masih adem-adem saja.. walau pun aku sudah menstimulir seluruh titik-titik erotis di tubuhnya.
Bahkan ketika mulutku pun ikut turun menjilati clit-nya.. reaksi Titin tak seperti yang kuharapkan.
Ini suatu kemunduran.. dibanding hari keenam lalu. Pasti ada sebabnya.

“Ada sesuatu yang membebani pikiranmu ya..?” Tanyaku.
Titin bangkit melepas penutup matanya.. dan mendadak dia memelukku kuat-kuat lalu menangis sesenggukan.

Kembali aku harus bersabar menjadi tumpahan kekesalannya.
“Ada apa Tin..?” Tanyaku setelah tangisnya reda.
“Kang Hadi menceraiku..” tangisnya meledak lagi.

Apa yang musti kubilang..? Tak perlu bilang apa-apa.. hanya perlu tindakan yang berkesan melindungi.
Dia butuh perlindungan. Aku ikut naik ke dipan dan terlentang..

Kupeluk Titin yang masih tak berpakaian dan kubiarkan dia menangis di dadaku.
Kubelai-belai rambutnya. Lama-kelamaan dia menjadi lebih tenang.

Sekitar setengah jam wajahnya sembunyi di balik dadaku.
“Saya jadi orang kok malang banget, ya Pak..?” Katanya pelan.
“Ah.. yang cerai kan bukan hanya kamu saja..”

“Kawin cuman nurutin orangtua.. belum sempat merasakan enaknya jadi isteri, udah dicerai..”
“Jangan terlalu dipikirin.. bentar lagi kamu jadi wanita normal, kok..” aku cuman bisa menghibur.
“Tapi.. tadi kok susah lagi..?” Keluhnya.

Tubuhnya bergeser.. sehingga buah dadanya terasa menyapu-nyapu dadaku.
Aku jadi membayangkan.. rasanya kami ini seperti sepasang suami isteri yang habis bersetubuh.

Dia telanjang bulat telungkup di atas tubuhku..
Sedangkan hanya selembar kain jubah ini saja yang melapisi tubuhku. Perlahan penisku mulai menggeliat lagi.

“Itu karena kamu engga konsentrasi.. engga mengosongkan pikiran..”
“Saya sekarang sendiri..” katanya. Lagi-lagi tubuhnya bergerak.

“Kamu masih muda, masih banyak kesempatan..” Ups.. perutnya menyenggol penisku yang telah tegang.
Menyadari ini.. Titin lalu menurunkan pinggulnya dari tubuhku..
Meski pun tubuh bagian atasnya masih nemplok di dadaku.

“Maaf.. Pak..”
“Engga apa-apa.. naik aja lagi. Sekalian berlatih.. kosongkan pikiran..”
“Okay Pak.. tapi saya mau pipis dulu.. entar engga konsen lagi..” Titin bangkit dan ke kamar kecil.

Aku sudah terbiasa melihat dia telanjang bulat.. tapi melihat dia berjalan bugil..
dengan buah dada bulat yang tak besar tapi tegak itu berguncang-guncang..
tetap saja membuatku berdesir dan dada berdebar-debar.

Lalu membayangkan waktu aku tadi merabai vaginanya yang ‘tak berlubang’..
Ahhh.. penisku jadi makin tegang saja.

Seandainya dia tadi sedang tidak punya masalah.. tentunya dia bisa konsentrasi pada terapi..
Dan sangat mungkin dia bisa meningkatkan rangsangannya.

Kemarin dia sudah mengalami kemajuan yang pesat.. sudah membasah.
Bila dia telah terangsang.. mungkin saja tadi aku bisa menyetubuhinya.

Sesuatu yang amat kuinginkan.. sejak terapi hari kedua di mana aku pertamakali menyentuh kewanitaannya.
Tapi siapa tau hari ini adalah waktunya. Akan kucoba untuk menggodanya.

Kulepas beberapa kancing jubah di bagian bawah perutku..
Lalu bagian yang terbuka itu kusembunyikan ke dalam lipatan.. supaya tak ketahuan disengaja.

Titin dari kamar mandi langsung naik ke dipan.
Seperti tadi dadanya memeluk dadaku tapi pinggulnya tetap di kasur.. tak naik ke tubuhku.

“Kosongkan pikiran..”
“Merem aja ya Pak.. engga usah pakai penutup mata..”
“Engga apa-apa.. tapi badan kamu lurus aja.. engga apa-apa naik sini aja..”

Kini seluruh tubuhnya telah telungkup menindih tubuhku.
Segera saja penis tegangku terjepit di antara tubuh kami.

“Hi hi..” Titin ketawa kecil.
“Kenapa ketawa..?”
“Punya Bapak.. nyendul-nyendul.. Bapak terangsang ya..?” Tanyanya polos.
“Iya.. atuh. Saya ‘kan laki-laki normal..”

“Terangsang oleh saya..?” Benar-benar anak ini polos.
“Siapa lagi..”
“Masa’ sih..?”
“Udahlah.. kita mulai.. konsen dan kosongkan isi kepalamu..”

Kubiarkan beberapa menit dia relaks.. lalu aku mulai merabai punggungnya.
Juga pinggang dan pantatnya. Nafasnya mulai memburu.
Denyut jantungnya meningkat.. terasa di dadaku.

Lalu mulutnya mulai mengerang-erang ketika tanganku menelusur dari belahan pantatnya..
Terus ke dalam menuju liang vaginanya. Aha..!! Dia mulai basah.

Kupegang kedua belah pantatnya.. kemudian kugoyang-goyang di atas tubuhku.. tepatnya di atas kelaminku.
Beberapa saat kemudian dia sendiri yang menggoyang-goyang pinggulnya.

Jubahku jadi teracak.. dan tentu saja penisku terbuka.
Bisa kurasakan penisku langsung menempel pada bulu kelaminnya, tak ada penghalang lagi.

Mendadak Titin menghentikan goyang pinggulnya dan bangkit..
kemudian turun dari tubuhku.. memeriksa bagian bawah tubuhku.

Di situ terpampang kontolku yang tegang nongol dari tengah kancing-kancing yang tadi kubuka.
“Bapak engga pakai celana ya.. huu.. nakal..!” Dadaku dicubitnya kuat-kuat.

“Sehari-hari saya emang begini, masa’ baru tau..?”
“Iyalah. Engga perhatiin dong..!” Jawabnya asal.

“Hi..hi..”
“Kenapa ketawa..?”
“Gede juga..”
“Ayolah.. terusin lagi..!”

Kubuka seluruh kancing jubahku.. kini kami sama-sama telanjang.
Kutarik tangannya hingga tubuhnya rebah ke tubuhku. Pantatnya kugoyang lagi seperti tadi.

Slepp.. slepp.. slepp.. slepp..!! Beberapakali penisku menggosoki selangkangannya.
Nafsuku sudah benar-benar memuncak, tapi aku harus menunggu responsnya dulu.

Kubalik tubuhnya.. sekarang gantian aku menindih tubuhnya.
Kuusap-usap bibirnya, salahsatu titik erotisnya. Matanya terpejam menikmati usapanku.

Aku nekat saja mencium bibirnya. Titin menyambut lumatanku dengan lumatan pula.
Tanganku turun meremasi buah dadanya.. uhhh.. putingnya telah keras.

Turun lagi tanganku menjangkau selangkangannya, wah.. dia telah lembab.
Kupegang pangkal penisku dan kusapu-sapukan ke permukaan vagina Titin.

Tubuhnya meliuk-liuk.. matanya terpejam.. mulutnya mendesis-desis.
Aku tak sanggup menahan lagi, harus kulakukan sekarang.

Maka ketika sapuan ujung penisku tepat di wilayah yang paling basah,
“Tin.. Bapak masuk.. yah..?” Kataku di sela-sela nafasku yang memburu. Titin mengangguk.

Slebbb..!! Aku menekan. Deg..!! Penisku seperti membentur dinding.
“Oohhh..!!” Serunya
“Kenapa Tin..?” Tak ada jawaban.
“Sakit..?” Tanyaku.
“Iyah..”

Kujelajahi lagi seputaran liangnya, kelentitnya juga.
“Coba.. lagi.. aja.. Pak..” dia juga terengah-engah.

Slebb.. Clebb..!! Aku menekan lagi dan mentok lagi.
Titin kulihat menggigit bibirnya, suatu ekspresi menahan rasa sakit.

Aku jadi tak tega untuk memaksa terus menekan.
Beberapakali kuulangi lagi coba menusuk, tapi tetap saja tak berhasil.

Paling-paling cuma kepala penisku yang masuk.. untuk menerobos lagi, seolah memang tak ada lubang.
Lagipula Titin kesakitan.

Apa boleh buat. aku lantas turun dari atas tubuhnya dan berbaring di sebelahnya.
“Maafkan saya Pak..”
“Engga apa-apa Tin, memang belum waktunya. Harus beberapakali dilatih lagi..”

“Tadi rasanya saya sudah siap.. tapi kenapa jadi begini..?”
“Bapak maklum Tin.. kamu ada beban pikiran..”

Titin lalu bangkit duduk dan mendekat ke bawah badanku.
Tangannya menjangkau kelaminku dan mengelusnya.

Aku merem menikmati elusannya. Kurasakan tubuhnya bergerak-gerak, kubuka mataku.
Ooh.. Titin sedang menunduk, lalu diciuminya penisku.

Digeser-geserkannya bibir itu di sepanjang batang kelaminku.
Wow.. nikmatnya, dibuatnya aku mendesis-desis.

Apalagi dia mulai memasukkan kepala penisku ke dalam mulutnya..
Lalu kepalanya bergerak naik-turun mengurut dan makin cepat.

Ketika dia menghentikan gerakannya –mungkin lelah– ganti lidahnya yang bermain..
menjilat-jilat di seputaran leher dan kepala penisku.

Kemudian dilahapnya batangku hanya sampai setengah..
Lalu kurasakan gerakan mengisap-isap di dalam mulutnya. Wuahhhh..!! Bukan main sedapnya.

Diulanginya lagi gerakan mengurut naik-turun. Rupanya gerakan inilah yang paling nikmat..
Bibirnya menjepit erat di batang kelaminku lalu digesernya naik-turun.

Dan selingan mengisap di dalam mulut makin membuat aku melayang-layang, seolah tak menapak bumi.
Makin erat dia mengisap semakin tinggi aku terbang..
Sehingga aku tak mampu lagi menahan arus yang mengalir melalu batang sampai ujung.

Aku bagai mengejan.. sejak terjadinya semprotan pertama.. Titin telah melepaskan kelaminku dari mulutnya.
Aku ditinggal sendirian ber-ejakulasi. Titin hanya menyaksikan penisku berkedut-kedut melepas cairan.

Beberapa menit kemudian Titin berpakaian dan pamitan.
“Sebentar, besok kamu ke sini lagi kan..?”
“Belum tau, Pak..”
“Kalau bisa usahakan ke sini, kita bisa latihan lagi..”
“Besok saya nelepon dulu..” katanya sambil beranjak keluar.

“Tin..”
“Apa Pak..?”
“Tadi kenapa kok tiba-tiba..” kataku sambil memperagakan oral sex.
“Habis.. kasian Bapak aja, dari tadi tegang terus..”
“Terimakasih kalau gitu..”
Ahhh.. anak ini benar-benar easy going.

Dia berlalu. Tinggal aku sendiri terbengong dan mikir.. jenis apa sih vagina anak ini..?
Perawan bukan.. tapi aku tak bisa menembusnya.
-------ooOoo-------

Besok paginya Titin memang benar-benar meneleponku.. hanya untuk bilang tak bisa datang.
“Kenapa..?” Terus terang aku kecewa. Tadi membayangkan milik Titin saja aku jadi terangsang.

“Saya mau selesaikan urusan saya dengan Kang Hadi dulu, Pak..”
“Baiklah. Kalau besok bisa kan..?”
“Belum tau juga..”
“Trus nanti latihannya gimana..? Jangan sampai terputus..”
Tak ada suara.

“Kalau bisa kamu latih sendiri ya ..”
“Saya usahakan Pak..”
“Trus.. Bapak sendirian dong..” kataku. Ketawanya meledak.

“Pasiennya kan banyak.. Bapak bisa nyoba bermacam-macam model.
Ada yang bahenol.. yang tinggi.. yang pendek.. kurus, gemuk ”

“Tapi engga ada yang bikin kangen seperti kamu..”
“Ha.. ha.. mulai pinter ngegombal ya..!?”

“Terserah mau bilang apa deh, yang jelas Bapak pengin kamu ke sini..”
“Okelah Pak.. entar kalau urusanku udah selesai, pasti saya ke sana..”
-------ooOoo------

Hari berikutnya aku masih mengharapkan Titin datang..
Walau pun aku tau kecil kemungkinannya dia akan datang. Sementara aku menerima pasien lain.

Hari berikutnya lagi dia belum datang juga. Titin semakin terlihat istimewa..
Tak ada pasien lain yang memiliki kewanitaan begitu kencang seperti milik Titin.

Entah berapa hari kemudian.. ketika aku sudah siap melupakan Titin, suatu pagi dia nongol.
Gembiranya aku bukan main. Kupeluk dia erat-erat.. kuciumi seluruh wajahnya.

CONTIECROTT..!!
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 
---------------------------------------------------------ooOoo---------------------------------------------------

Cerita 124 – Erotic Zone

[Part 2] – Belajar Praktik..!!

“Iiih.. Bapak nih..
kaya apa aja..!?”
“Habis .. Bapak kangen..” kurabai tubuh belakangnya.
“Bapak bisa aja..”

“Bener. Eh.. pinggul kamu makin bulet aja.. dada kamu makin gede..”
“Iya nih.. nambah 2 kilo, Titin makin gendut ya Pak..?”
“Justru makin bagus.. engga terkesan kurus. Apalagi kenceng gini..” kataku meremasi pantatnya.

Titin balas memelukku kenceng juga..
sehingga ketika penisku yang menempel di perutnya mulai mengembang, aku yakin dia mengetahuinya.

Dia tak berusaha menghindari ‘desakan’ penisku ini, seperti yang dia lakukan dulu.
Masih saja memelukku.

“Gimana latihannya.. sempet engga..?” Titin mengangguk.
“Lancar..?”
“Rasanya sih iya..”
“Bagus..” Kucium pipinya, lalu bibirnya.

Kami berpagutan saling mengisap bibir dan lidah. Nafasnya mulai sesak, memburu.
“Kita latihan lagi yuk..!?” Ajakku.

Titin senyum tipis dan mengangguk lalu menyeretku ke dipan.
Tapi aku ingin yang lain untuk wanita muda seperti Titin ini.

“Kita ke kamar Bapak aja..!” Kupeluk bahunya dan kubimbing dia ke belakang menuju kamarku.
Baru kali ini aku membawa pasien ke kamar pribadiku.

“Wow.. engga sangka, kamar dukun rapi juga..” komentarnya.
“Siapa yang dukun..?” Kucium lagi bibirnya.. kuremas-remas pantatnya.

Eh.. tangannya menyusup ke jubahku dan dielus-elusnya penisku yang menegang.
Kulepas jubahku dan aku langsung bugil. Titin melepas bajunya sendiri.

Kubantu dia sampai telanjang bulat.
Kugendong tubuhnya menuju ranjang.. seperti layaknya pengantin baru saja.

Titin memang banyak mengalami kemajuan. Aku berhasil penetrasi walau pun dengan susah payah.
Ughhh..!! Baru kali ini aku menjumpai vagina yang seperti ini.

Sudah susah masuknya, mau memompa pun tak lancar.
Rasanya di dalam sana ada yang menggenggam dan menahan penisku.

“Coba.. kamu santai dulu, jangan tegang..” kataku sambil terengah-engah.
Perlahan aku memompa lagi. tetap saja ‘banyak hambatan’.

Clebb.. clebb.. clebb.. crebb.. crebb.. crebb.. clebb.. clebb.. clebb..!! Erggghh.. Perreeettt..!!
Kadang aku berhenti, diam dalam posisi ‘nanggung’.. tak masuk seluruhnya.
Ambil nafas panjang, lalu tusuk dan tarik lagi.

Tapi lama-lama lancar juga. Dan nikmatnya.. tak bisa kugambarkan.
Ketika aku menarik pun susah. “Kamu apakan sih..?” Tanyaku. Titin hanya menggeleng.

“Jangan.. dikeluarin.. di .. dalam ..” bisiknya di tengah pompaanku yang makin cepat.
Aku menurut, kutumpahkan di atas perutnya. Luar biasa.

Nikmatnya pengalaman memompa di dalam liang vagina yang lekat erat begitu mengesankan.
“Luar biasa.. sedapnya, gila..!!” Kataku dengan nafas masih memburu.
Titin tak menjawab.. kepalanya masih tengadah.. nafasnya pun masih memburu.

“Tadi Bapak di luar semua kan..?”
“Iya..”
“Engga telat kan..?”
“Engga. Kenapa..?”
“Engga lucu dong, baru dicerai kok bunting..?” Benar juga.

“Gimana tadi Tin.. masih sakit..?”
“Sedikit ..”
“Kok engga bilang tadi..?”
“Cuma sedikit.. engga apa-apa kok Pak..”

“Punya kamu kok begitu..? Diapain sih tadi..?”
“Engga ngapa-ngapain kok, engga suka ya..?”
“Wow.. suka banget. Luar biasa nikmatnya. Kamu gimana..?”
“Enak juga..”

“Bener nih..? Katanya tadi sakit..!?”
“Mula-mula sih iya, tapi lama-lama enak. Saya suka Bapak bisa sabar..”
“Sabar..?”
“Iya, kalau Kang Hadi selalu maksa masuk..”
-------ooOoo--------

Meski pun Titin sudah beberapa jam lalu pergi.. aku masih saja mengingat-ingat..
betapa nikmatnya sensasi memompa liang vaginanya yang mencengkeram kuat.

Aku tadi menginginkan ‘second round’.. tapi dia begitu terburu waktu, khawatir dicari kakaknya.
Setelah urusan perceraian selesai.. sekarang dia tinggal di rumah kakaknya.

Bahkan yang mengejutkanku, dia tadi sekaligus pamitan mau pindah.
Setelah sendirian lagi.. dia ingin tinggal di kampungnya saja.

Ini berarti dalam waktu lama aku tak akan bertemu dengannya, sebab dia tak ada keperluan lagi di Jakarta.
Aku akan kehilangan dia, juga kehilangan kewanitaannya yang luar biasa sedapnya itu.

Ah..! Aku bisa saja berkunjung ke kampungnya, walau pun jauh.
Tapi tak akan ada kesempatan untuk berduaan di kamar.

“Aku akan nginap di hotel dan kamu bisa datang..” kataku.
“Engga ada hotel di kampungku, Pak..”
“Losmen, atau penginapan, atau apa pun namanya..”
“Ada penginapan memang.. tapi seluruh penghuni kampung bisa heboh kalau saya ke sana masuk kamar.
Kampung kecil Pak, semuanya kenal..”

Kembali aku ingat persetubuhanku dengannya di kamarku tadi.
Aku ingat persis bagaimana rasa sensasi gesekan dan ‘sedotan’ liangnya pada penisku.

Hanya dengan mengingat begini saja penisku menggeliat dan mengembang.
Makin diingat makin membuatku gelisah. Tiba-tiba aku melihat adanya celah jalan keluar bagi Titin dan Aku.

Kucari-cari kertas catatan nomor telepon kakaknya. Ketemu. aku segera meneleponnya.
“Kamu pulangnya kapan..?”
“Besok Pak..”
“Sebelum berangkat bisa ke sini dulu..?”
“Engga bisa Pak, pakai kereta paling pagi..”

“Sekarang ajalah ke sini..”
“Ada apa sih Pak..?”
“Kangen..”
“Ah, baru tadi ketemu..”

“Selain itu Bapak ada usulan buat kamu ..”
“Usulan apa Pak..?”
“Engga bisa bicara lewat telepon, kamu ke sini aja..”
“Emang apa sih Pak, kok gitu banget..”
“Penting bagi kamu..”

“Baiklah, entar agak sorean saya ke sana..” Cihuy..!!
“Jam berapa Tin..?”
“Jam empatan-lah..!” Berarti dua jam lagi.
“Okay, Bapak tunggu ya..!?”
“Tapi sebelum Maghrib saya harus sudah sampai di rumah..”

Begitu dia tiba, aku tanpa basa-basi lagi menyeretnya ke kamarku. Tak ada lagi proses terapi.
Yang ada hanyalah proses di mana seorang lelaki hendak menyetubuhi wanita pasangannya.

Mulai dari raba-raba dan cium-cium.. membuka pakaiannya satu per satu.. diselingi rabaan dan ciuman.
Sementara dia pun membantuku melepaskan pakaianku.. sesuatu yang baru kali ini dia lakukan.

Aku juga memberinya ‘aksi baru’.. kubentang pahanya lebar-lebar.. kujilati seluruh permukaan kewanitaannya.
Oh iya.. aku memang pernah melakukan seperti ini padanya.. hanya dulu itu ‘kan dalam rangka terapi.
Jelas berbeda dengan sekarang.. saat ini aku menikmatinya.

Juga menghantarnya meningkatkan rangsangan agar dia siap menerima pertautan kelamin dengan nikmat..
Sekaligus memberiku kenikmatan yang sangat di puncak nanti.

Benar.. beberapakali telah aku buktikan.
Titin.. wanita muda yang baru saja berstatus janda kembang, memiliki kewanitaan yang lain daripada yang lain.

Juga memiliki ketrampilan untuk ‘memainkannya’.. sehingga beberapakali punyaku serasa ‘terkunci’ di dalamnya.
Perpaduan antara pemberian alam dan skill yang amat jarang dimiliki oleh seorang wanita secara sekaligus.
Amat jarang.

Pada kelompok yang lebih banyak, umumnya memiliki salahsatu diantaranya.
Kelompok yang lebih besar lagi bahkan tidak memiliki dua-duanya.

Ketika aku masih menindih tubuh telanjangnya.. bahkan masih dengan ceceran mani di perutnya..
kukemukakan rencanaku untuk merekrutnya.

Daripada dia pulang kampung tak melakukan apa-apa, dia bisa kerja membantuku..
seperti layaknya suster di tempat-tempat praktek dokter.

Selain mendapatkan gaji bulanan.. aku juga menanggung biaya hidup dan menyediakan tempat tinggal.
Dia bisa memakai kamar sebelah yang selama ini memang kosong.

“Ah.. Bapak ini kaya’ yang bener aja..”
“Aku serius, Tin..”
“Kenapa Bapak mau sama saya yang orang kampung..?”
“Sudahlah.. Bapak hanya ingin jawaban mau atau tidak..”
“Mau dong..”
-------ooOoo-------

Titin urung pulang kampung. Keesokan harinya dia pindah ke rumahku dan mulai bekerja membantuku.
Sedangkan malam harinya.. dia jarang tidur di kamarnya. Lebih sering kuajak dia tidur di kamarku.

Aku benar-benar seperti sedang berbulan madu bersamanya. Tiap malam kami bersebadan.
Bahkan pagi harinya begitu bangun tidur, aku juga sering memintanya lagi.
Aku benar-benar puas, dan Titin sudah bisa menikmati enaknya bersenggama.

Inilah malam-malam indah.
Malam di mana aku menikmati sensasi cengkeraman dinding-dinding liang senggama Titin.
Malam di mana aku menikmati ‘genggaman’ otot-ototnya di dalam sana.

Kalau pun ada yang mengganjal.. dari sisiku aku tidak bisa ejakulasi di dalam rahimnya.
Sedangkan dari sisi Titin..
walau pun mampu merasakan nikmatnya bersenggama.. dia belum merasakan sampai puncaknya.

Tapi itu tidak lama.
Pada malam ketiga dia menginap.. di kamarku dia menangis setelah kami selesai bersetubuh.

Tangisan bahagia rupanya. Baru kali itu dia menemukan puncaknya nikmat hubungan seks.
Nikmatnya sangat berbeda, katanya.

“Seumur-umur, baru kali ini saya merasakannya..” tambahnya.
“Artinya, kamu sudah benar-benar menjadi wanita normal..” kataku.

Dia menurut saja ketika kukemukakan keinginanku untuk ejakulasi di dalam tubuhnya..
Dan aku memakai kondom.
Dia maklum aku belum pengin punya anak. Dia juga mengerti aku tak akan menikahinya.

Dan yang membuatku terharu.. dia tak keberatan bila ‘terjadi sesuatu’ antara aku dan pasien.
Dia bisa mengerti dalam proses terapi aku menjadi terangsang.

Dia cuma minta, kalau boleh ikut menontonnya.
Aku sih tak keberatan.. tapi jelas saja pasienku yang menolak.

Makanya aku buatkan suatu ruangan khusus di pojok yang kita sebut ‘Sudut’.
Suatu ruang kecil di mana dia bisa menyaksikan persetubuhanku dengan pasien.

Aku sendiri yang membuatnya, dia yang membantu, tanpa bantuan tukang.
Agar rahasia ruang ini tetap pada kami berdua.

Kalau kemudian dia juga memasak dan bersih-bersih rumah, itu atas inisiatifnya sendiri.
Aku tak meminta. Jadi dia benar-benar menjadi ‘asisten komplet’.
Membantuku dalam segala hal.. termasuk seks.

Rasanya, kualitas jepitannya tak berkurang walau pun sering ‘kupakai’.
Agar pembaca bisa ‘menghayati’ kekuatan otot-otot vaginanya, saya akan memberikan contoh:

Suatu malam sebelum aku penetrasi.. Titin bilang agar aku keluarkan saja di dalam tubuhnya..
Walau pun malam itu aku tak memakai kondom. Sebab malam itu menjelang mens-nya, jadi amanlah.

Maka bermainlah kami malam itu dengan bebasnya.. tanpa waswas untuk segera mencabut.
Nah.. ketika pompaanku makin cepat dan sedetik lagi menjelang orgasmeku..

Nyutt.. nyuttt.. nyutt.. nyuttt..!! Titin mengerahkan otot dalemnya menjepitku.
Maka ketika aku orgasme, spermaku masih tertahan di ujung.

Barulah ketika Titin mengendorkan ototnya.. crettt... crettt.. crett.. crett..!! Aku ejakulasi.
Naaahhh.. bisa Anda bayangkan kekuatannya yang mampu menahan pancaran maniku.

Ide oral seks pun datang dari dia.
Suatu malam.. ketika aku minta dan dia ternyata sedang berhalangan, dia lalu melahap penisku.

Ketika aku komplain kenapa sewaktu sampai di puncak malah ‘ditinggal’..
Esok paginya dia koreksi dengan membiarkan aku ejakulasi di dalam mulutnya.
Duhh..! Aku benar-benar berbahagia memiliki Titin.

Bersama Titin juga aku mengintrodusir gaya-gaya hubungan seks yang nikmat.
Salahsatu contohnya adalah:
Ketika suatu siang kami sedang di ruang praktek menunggu pasien yang tak jadi datang.

Bermula dari terbukanya sebuah kancing blus Titin.. sehingga belahan buah dadanya tampak.
Aku memanggilnya mendekat.. kemudian ‘iseng’ menyelipkan tanganku ke situ.

Kemudian merogoh dadanya.. lalu meremas-remas. Titin jadi terangsang dan kemudian aku juga.
Lalu kami melucuti pakaian masing-masing dan pindah ke dipan untuk ‘bergulat’.

Pada saatnya dia sudah terlentang dengan posisi kaki membuka lebar menantang dan aku siap penetrasi..
Tiba-tiba aku berubah pikiran. “Tin.. kamu miring ke kanan..” aku mengarahkan.

Lalu kulipat kaki kirinya ke atas sampai lututnya hampir menyentuh dadanya dan vaginanya terbuka.
Slebbb.. blessepp..!! Perlahan aku masuk dengan gaya ‘standar’.

Setelah beberapakali pompaan dan batang penisku sedang tenggelam seluruhnya..
kuminta dia meluruskan lagi kakinya yang tadi terlipat. Wuaah.. penisku rasanya dipilin.

Lalu kuminta dia menelungkupkan tubuh perlahan-lahan..
dengan aku mengikuti gerakan tubuhnya supaya penisku tak terlepas.

Setelah tubuhnya sempurna tengkurap.. tubuhku telungkup menindihnya dan perlahan mulai memompa.
WOW.. rasanya bukan main, susah digambarkan. Posisinya seperti gaya ‘doggie’ tapi dua-duanya tengkurap.

“Bapak nih.. macam-macam aja..” komentarnya setelah selesai.
“Tapi enak kan..?”
“Iya..” jawabnya sambil tersenyum.
–cobalah Pembaca, ditanggung..–

Pernah aku bilang.. bagaimana kalau aku menikahinya. Jawabannya di luar dugaanku.
Pikirkanlah dulu masak-masak.. jangan sampai menyesal di kemudian hari.
Hubungan seperti ini pun dia bahagia.

“Saya bukan jodoh Bapak..” katanya.
“Rasanya kita banyak cocoknya. Seks kita pun memuaskan..”
“Feeling saya, jodoh Bapak adalah seorang perawan, bukan janda seperti saya..”

Dan kami tak pernah mendiskusikan lagi tentang pernikahan.
“Jalani saja dulu apa adanya, Pak..” katanya.

Itulah sekelumit kisah hubunganku dengan Titin.
Hubungan komplet tak sekedar pekerja – pemberi kerja. Hubungan yang membuat keduanya bahagia.

Tapi.. kebahagian memang tak kekal.
Apalagi kebahagian yang ditimbulkan dari ‘perkeliruan’ seperti hubunganku dengan Titin.
------------------------ooOoo------------------------

Siska


“Bu Siska ya..? Tolong Ibu ceritakan dulu masalah yang Ibu hadapi..”
Kataku setelah nyonya muda dan cantik itu selesai mengisi form data pasien.
Usia 26 tahun.. masih muda. Usia pernikahan pun belum setahun. Belum punya anak.

“Eemm.. cerita gimana ya..?” Tanyanya masih belum ngerti.
“Cerita apa saja tentang masalah seksual yang Ibu alami, selengkap mungkin..” ujarku.

“Uumm.. susah.. mulai dari mana..?”
“Dari mana saja boleh terserah Ibu..”
Kulitnya putih, tubuhnya padat seksi, dadanya begitu ‘menjanjikan’.

“Saya perlu informasi lengkap dari Ibu dulu, agar saya bisa memberikan terapi yang tepat..”
Tambahku ketika si Ibu cantik ini tampak ragu-ragu.

“Baiklah Pak, saya malu sebenarnya..”
“Tak perlu malu, Bu.”

Akhirnya.. dengan terpatah-patah, loncat-loncat tak berurutan..
Yang kuselingi pula dengan pertanyaan-pertanyaanku untuk lebih menjelaskan maksudnya..
Siska menceritakan seluruh masalahnya.

Kuringkaskan saja untuk pembaca, begini: Siska.. sejak malam pertama sampai sekarang..
belum pernah merasakan nikmatnya hubungan seks, apalagi orgasme.
Yang dia rasakan hanyalah kesakitan.. apalagi waktu malam pertama.

Kebiasaan suaminya jika ‘main’ adalah langsung ‘naik’.. tanpa pemanasan yang cukup..
Sehingga harus dibantu dengan olesan cairan khusus pada penis dan vaginanya.

Gaya permainannya lebih sering missionaris.. tak ada variasi.
Tak pernah melakukan oral sex atau seks ‘aneh-aneh’ lainnya.

“Ibu sudah tau prosedur terapi yang saya lakukan..?” Wajah cantik itu tampak bingung, hanya sekilas.
Lalu bibir sensual itu –Mirip bentuk bibir Lola Amaria– mulai bergerak. “Belum..”

“Saya akan ceritakan sedikit cara pengobatan saya, kalau Ibu setuju kita bisa teruskan.
Kalau Ibu tidak berkenan.. Ibu bebas untuk membatalkannya dan kami tak mengenakan biaya apapun..” jelasku.

Mata perempuan cantik itu sedikit membelalak, oh.. mata yang indah.
Dia lalu mengangguk.

Aku menceritakan langkah-langkahku, tentu saja hanya 4 saja.
Langkah terakhir tak kusebut. aku menunggu reaksinya.

“Mengosongkan pikiran.. mungkin susah Pak bagi saya..” katanya.
“Saya akan bantu, Bu. Dan saya juga nanti minta kerjasama dari Ibu..”
“Kerjasama apa..?”

“Nanti saya akan sering nanya apa yang Ibu rasakan. Lebih baik lagi kalau Ibu yang memberitau saya..
apa yang sedang Ibu rasakan sewaktu dalam proses pengobatan nanti..”
“Ehm. Baik..”

“Sebelum Ibu memutuskan, ada satu hal penting yang akan saya sampaikan..”
“Apa itu, Pak..?”
“Dalam proses nanti Ibu harus bersedia buka baju..”

Sepasang mata indah itu membelalak lebih lebar dibanding yang tadi.
Ada rasa tak senang yang tertangkap di roman mukanya.

“Semuanya..!?” Nadanya agak tinggi.
“Tak harus semuanya.. tergantung kemajuan Ibu. Tahap pertama pakaian luar saja.. pakaian dalam engga..”

Tubuh seksi itu mematung. Kelihatan ada keraguan. “Lagian Titin selalu di sini membantu saya..”
Pandangan matanya beralih ke Titin yang siap berdiri di samping dipan periksa.
Titin mengangguk sambil senyum tipis.

“Silakan.. Ibu boleh pikir-pikir dulu di rumah. Saya memang harus sampaikan hal-hal ini lebih dulu sebelumnya..
Agar tercapai kerjasama antara saya dengan pasien.. sehingga proses penyembuhan menjadi lancar.
Juga untuk mencegah timbulnya masalah dan salah paham..” lanjutku.

“Baiklah Pak, saya akan pikir-pikir dulu..”
“Silakan Bu.. Ibu telepon lagi kalau sudah ada keputusan..” ujarku setelahnya.

Nyonya muda itu bangkit dari duduknya.. kemudian berjalan menuju pintu..
Meninggalkan sesuatu yang susah dilupakan .. Gerakan pinggul yang indah..! Ahhh..!!

Sepasang bongkahan pantat yang sedang besarnya..
Tapi bulat dan padat serta ‘membonceng’ bergerak-gerak bergantian yang indah bila pemiliknya berjalan.

Sayang memang.. membiarkan makhluk indah ini berlalu. Apa boleh buat.
Itu memang ‘prosedur kerja’ yang harus kulakukan untuk mencegah terjadinya masalah di kemudian hari.

Aku hanya bisa berharap semoga Bu Siska memutuskan untuk lanjut.
-------ooOoo-------

Rezeki memang tak ke mana. Suatu pagi dua hari kemudian Bu Siska menelepon.
“Saya bersedia Pak..”
Aku berusaha untuk tetap tenang, padahal dalam hatiku bersorak-ria.
“Baik Bu, saya catat dulu..”

“Kapan Pak mulainya..?”
Kalau menuruti kata hatiku sih jawabannya sekarang saja.
“Sebentar Bu, saya lihat jadwalnya dulu..”
Kutaruh gagang telepon dan aku pura-pura membuka-buka lembaran kertas.

“Pagi ini sampai sore sudah ada, malam.. ada juga. Hmm.. besok pagi aja gimana Bu..?”
Aku sengaja memberinya waktu pagi ada alasannya: Yaitu agar dia bisa santai tak keburu waktu..
Sementara suaminya ngantor, dan udara pagi masih lumayan sejuk.

Waktu paling ideal untuk pengobatan sebenarnya malam hari.
Tapi Bu Siska berobat tanpa sepengetahuan suaminya.. sehingga hanya bisa pada jam-jam kantor.

“Jam berapa..?”
“Pagi-pagi aja, Bu..”
“Berapa lama kira-kira Pak..?”
“Biasanya berkisar antara 2 sampai 3 jam.. tergantung kelancaran prosesnya..”

“Okay.. jam setengah sembilan saya sampai sana..”
“Saya tunggu ya, Bu..”
-------ooOoo-------

Bu Siska sudah sampai di ruang praktekku hanya terlambat 5 menit.
Aku sudah siap dengan pakaian ‘kebesaran’ku.. jubah dan ikat kepala hitam, tanpa pakaian dalam.

“Ibu tak ada acara lain siang ini, kan..?”
“Kenapa gitu..?”
“Supaya Ibu bisa konsentrasi dan akan memudahkan proses pengobatan..”
“Engga ada rencana lain..”

“Bagus kalau begitu. Kita mulai saja, Bu..? Titin, kamu siapin..!”
“Seperti yang saya bilang kemarin, Titin akan membantu saya di sini..”
“Silakan Bu.. maaf, buka dulu pakaian Ibu..” Titin melakukan tugasnya.

Agak ragu-ragu sambil memandang Titin.. Bu Siska mulai membuka kancing blus-nya.
Titin sibuk merapikan dipan.. tak mengacuhkan pandangan Bu Siska.

Uhhh..! Berdesir dadaku menyaksikan pemandangan ini.
Pemandangan yang sudah biasa sebetulnya, tapi kali ini lain.

Pasien kali ini adalah seorang ibu muda yang cantik dan sungguh seksi.
Bayangkan.. wanita berkulit putih dan seksi ini sedang membuka blus-nya di hadapanku.

Buah dada kencang bulat dan putih.. seakan ‘memberontak’ dari topangan bra warna krem.
Desiran di dada langsung ‘nyambung’ ke bawah.. batangku mulai mengembang.

Hanya.. aku tak berani terus-terusan menatapi wanita ini membuka pakaian.
Aku pura-pura sibuk memberesi kertas-kertas catatan di meja kerjaku. Sesekali saja aku melihatnya.

Bu Siska menarik rits rok-nya ke bawah.. dan srettt..! Rok itu meluncur.
Menampakkan celana dalam sewarna dengan bra.. dan sepasang paha putih dan mulus.

Uhhhhh..!! Benar-benar mulus.. tak ada guratan apapun.
Warna semburat kehitaman membayang pada bagian depan Celdam-nya.

“Silakan Ibu berbaring..” Aha.. suaraku.. jangan sampai serak-seraknya terdengar.
Aku membawa ‘kacamata’ mendekat ke dipan.

“Sekarang Ibu rileks, santai.. kosongkan pikiran, jangan mikir apapun..”
Aduuh.. sebagian bongkahan daging di dada Bu Siska membuat tegang.

Jelas saja ada yang menonjol di bagian bawah tubuhku.
Dia tak akan melihatnya karena letak dipan yang tinggi sepinggulku.

Paling-paling cuma Titin yang melihat tonjolan ini.
Dan itu bagi dia suatu pemandangan sehari-hari, sudah biasa. Sudah ngga anek lagi.

“Ini bisa membantu Ibu untuk bisa rileks, pakailah..” kataku sambil mengangsurkan penutup mata dari kain..
Seperti yang biasa dipakai orang kalau tidur di perjalanan.
Aku bantu Bu Siska memakai ‘kacamata’. Oh.. tangannya begitu halus.

Lalu seperti biasanya.. aku memberi tanda pada Titin untuk keluar ruangan..
dan langsung mengunci pintu dengan amat pelan.
Ini juga merupakan ‘prosedur’ praktek yang tak pernah diketahui oleh pasien.

Sambil menunggu proses relaksasi ini adalah merupakan peluang bagiku..
untuk mengamati tubuh Bu Siska dengan bebas tanpa sungkan-sungkan lagi..
Toh pemilik tubuh indah ini tak melihatnya.

Glekk..! Bulatan halus buah kembar yang turun-naik seirama embusan nafas memang menggairahkan.
–Aku harus menelan ludah..– Perut halus rata tanpa kerutan.

Beberapa helai bulu yang mencuat dari samping Celdam.
Sepasang paha putih halus bulat dan berbulu halus.. dan lonjoran kaki bersih.

Seluruhnya tak lepas dari pengamatanku.
Dan.. makin membuatku sesak nafas dan ketegangan maksimum dari penisku.
Sabar.. kelak akan tiba giliranku..!

Nafas Bu Siska mulai teratur dan normal.. kaki dan tangannya sudah tergeletak lemas.
Suatu tanda bahwa dia telah relaks. Langkah kedua dimulai.

“Coba, sekarang ibu membayangkan hal-hal yang erotis..”
“Membayangkan apa ya..?” Tanyanya dengan nada tenang.

“Umm.. misalnya.. sewaktu Ibu bersebadan dengan suami.. atau sewaktu Ibu pacaran dulu..
Lagi bermesraan.. atau lainnya. Pokoknya yang bisa membuat Ibu terangsang. Okay.. mulai Bu, ya..!?”

Beberapa menit berlalu.. aku mengamati tubuhnya.. tak ada perubahan yang berarti.
Nafasnya masih normal-normal saja. Tak ada gerak anggota tubuh yang menandakan rangsangan.

“Kita ulang lagi ya Bu.. bayangkan hal-hal yang erotis lainnya..” Tetap belum ada reaksi.
Justru aku yang berubah..! Aladalahh..!!

Begitu intensnya mengamati dada.. perut, dan paha.. rangsanganku bertambah.
Wahh..!! Tampaknya Ibu ini benar-benar ‘dingin’.

Langkah ketiga dimulai. “Bu, kita akan coba menemukan titik-titik erotik di tubuh Ibu.
Maaf.. saya harus menyentuh Ibu ya..!?” Bu Siska mengangguk.

Aku mulai dengan membelai-belai rambutnya. “Kerjasama Ibu saya harapkan.
Ibu nanti katakan di bagian mana yang Ibu rasakan enak.. nikmat.. geli.. atau perasaan-perasaan lainnya. Okay..?”

Dari rambut aku turun meraba ke kening, pipi, hidung, telinga, bibir, dan dagunya.
Belum ada reaksi yang signifikan.. embusan nafasnya pun masih normal.

Juga ketika aku merabai lehernya.
“Belum merasakan sesuatu, Bu..?”
“Belum. Biasa aja tuh..”
Aku harus dengan sabar mengulangi lagi meraba-raba seluruh wajahnya.

Rabaan yang lebih intens. Kadang mengelus, ganti rabaan mengambang, sesekali menekan-nekan.
Ulangan ini perlu.. agar tak ada titik erotis yang terlewat. Masih biasa-biasa saja. Tak ada reaksi.

Lalu aku turun ke dada. Rabaan ke dada yang tak tertutup bra..
Kemudian menyelipkan jari-jari ke belahannya.. mengelusi lereng bukit.

Setelah itu bergerak turun ke perut dan pusar. Masih belum. Kuulangi lagi mulai dari bahu.
Lengan atasnya sedikit bergerak ketika aku menyusup ke belahan dadanya.

“Gimana Bu..?” Tanyaku untuk konfirmasi.
“Belum ada..” jawabnya singkat.

Yaahh.. memang dibutuhkan kesabaran yang tinggi.
Suaminya pun engga pernah sampai intens mengelus begini, mana sabar.

CONTIECROTT..!!
---------------------------------------------------------ooOoo---------------------------------------------------
 
sip bang ceritanya
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd