Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kegagahan Ayah Mertua

Semakin Nakal

“Rin,” sapa ayah saat aku sedang sendiri di dapur.

“Iya, yah?” jawabku.

“Soal permintaan ayah kemarin, kamu belum yakin ya?”

“Bukan gitu, yah. Beberapa hari ini Mas Iwan mengeluh kecapean. Jadi dia selalu tidur lebih dulu.”

“Ayah kira kamu ngga yakin sama permintaan ayah kemarin.”

“Ngga kok, yah,” jawabku. “Nanti coba aku ajak deh Mas Iwan.”

“Iya, rin. Makasih ya.”

Aku sudah benar-benar termakan hasrat pada ayah mertuaku sendiri sampai aku rela menuruti permintaan anehnya itu. Entahlah. Aku juga tidak tahu kenapa bisa begini. Padahal secara kebutuhan biologis, aku masih tercukupi. Kenapa aku masih mencari kepuasan yang lain? Parahnya dari ayah mertuaku sendiri. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku.

Malam harinya, aku coba mengajak suamiku untuk bercinta. Aku tidak memintanya secara langsung. Pertama aku tutup pintu kamar. Setelah itu aku membuka dasterku dan seluruh pakaian yang menempel di tubuhku. Jadilah aku telanjang bulat. Selanjutnya aku menghampiri suamiku dengan posisi sudah telanjang. Pada saat itu suamiku sedang mengenakan sarung. Tanganku langsung masuk ke dalam dan meraih selangkangannya.

Suamiku langsung paham dengan maksudku. Ia membuka sarung yang ia kenakan. Sementara aku terus memainkan kontolnya. Kurasakan kontolnya mulai mengeras. Suamiku tidak tinggal diam. Tangannya meraih payudaraku yang sedang menganggur.

Puas bermain dengan kontolnya, aku meminta suamiku membuka pakaiannya. Ia pun juga sama-sama telanjang denganku. Kami kembali memulai dengan ciuman. Suamiku langsung melumat bibirku. Aku pun membalasnya. Tangannya juga kembali bergerilya di payudaraku. Meremas keduanya secara bergantian.

Pikiranku langsung tertuju pada ayah yang kemungkinan besar sudah mengintip. Entah kenapa membayangkan ada sepasang mata ayah di balik gedek membuatku makin bernafsu. Aku ingin menunjukkan kebinalanku padanya.

Aku menghentikan ciuman dengan suami. Kini aku memposisikan diri di depan selangkangan Mas Iwan dan langsung kuraih kontolnya. Perlahan kumulai menjilati batangnya. Dari ujung hingga pangkal. Berlanjut ke arah buah zakarnya yang menggantung.

“Ahhh….” Kudengar suamiku mendesah pelan.

Tidak ada bagian dari kontolnya yang kulewatkan. Langsung saja aku masukkan ke dalam mulutku dan langsung aku kulum.

“Mpphhh….” bunyi suara yang dihasilkan.

Kurasa Mas Iwan merasa aneh kenapa aku mau melakukan oral seks. Sebab sebenarnya aku jarang sekali mau melakukan hal ini. Tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin menunjukkan pada ayah mertuaku. Ya, aku sudah benar-benar gila.

Kulumanku makin cepat. Entah karena takut muncrat lebih dulu, kini Mas Iwan merebahkanku dan ia langsung menindihku. Tangan kirinya menyentuh memekku yang ternyata sudah basah. Perlahan ia mencari bagian klitoris dan ia mainkan dengan jarinya.

Sementara badannya menunduk melahap payudaraku. Lidahnya mulai memainkan puting susuku dan itu makin membuatku tak karuan.

“Ahhh…mass…” aku makin mendesah. Tak kuat merasakan kenikmatan yang diberikan.

Suamiku terus melakukan aktivitasnya. Tanganku otomatis membelai kepala suamiku. Tapi makin lama aku makin tidak tahan.

“Mas…aa..yoo…” pintaku pada suamiku agar segera memasukiku.

Suamiku menuruti permintaanku. Ia mengangkat tubuhnya dan mulai melakukan penetrasi. Tanpa banyak basa-basi, kontolnya menyeruak dan membelah bibir vaginaku. Tak butuh waktu lama kepalanya sudah masuk. Mas Iwan terus saja mendorong perlahan hingga akhirnya semua batangnya tertelan oleh memekku.

“Ahhh….” desahku merasakan ada sebuah kontol yang masuk.

Mas Iwan mulai melalukan gerakan maju mundur. Perlahan kontolnya mulai keluar masuk di memekku. Aku hanya bisa memejamkan mata sebagai tanda kenikmatan yang kurasakan. Tak luput juga, ingatan soal ayah mertua yang mengintip juga ada di pikiranku. Pasti ayah sedang mengocok kontolnya. Ah, kontol itu. Kontol yang sangat ingin aku rasakan. Tiba-tiba saja kubayangkan yang saat ini menindihku adalah ayah. Kontolnya yang perkasa itu sedang keluar masuk di memekku. Aku jadi makin merasa bernafsu. Aku mulai melakukan gerakan pinggulku.

Kubayangkan pula ayah mertua mencium bagian dadaku dengan ganas. Mulutnya melumat kedua puting susuku secara bergantian. Lidahnya juga berputar-putar di ujung puting sambil sesekali melakukan gigitan kecil. Aku memeluk tubuh ayah dengan erat. Sementara kakiku melingkar di pinggangnya agar ia semakin erat menindihku.

“Aaahh….ahh….” desahku keenakan.

Dalam bayanganku kontol ayah masuk dan menyentuh dinding rahimku. Aku jadi makin tidak keruan melakukan goyangan pinggulku. Pinggul jadi makin naik seakan menjemput kontolnya yang menghujam memekku.

Semoga saja suamiku tidak curiga dengan permainanku yang jadi lebih panas. Suamiku sendiri mulai mempercepat hujamannya. Sementara aku tetap membayangkan bahwa yang ada di atasku adalah ayah mertuaku. Sampai akhirnya, aku merasakan kontol Mas Iwan makin kuat keluar masuk dan aku juga semakin meresponnya hingga aku sampai pada puncakku. Tak lama Mas Iwan juga menyusul dengan menyemburkan spermanya ke dalam rahimku.

“Hahhh…” desah Mas Iwan merasa kelelahan.

Dia langsung terkapar lemas di sampingku. Sementara aku dengan posisi mengangkangku memperlihatkan memekku yang dipenuhi dengan pejuh Mas Iwan. Posisiku menghadap ke gedek samping rumah. Ayahku pasti sedang mengintip dari sana. Ia pasti melihat posisiku. Sengaja aku bertahan lama dengan posisi ini agar ayahku makin tidak tahan.

Oh ya, aku membiarkan posisiku memuntahkan pejuhnya karena aku sedang tidak di masa suburku. Biasanya jika di masa subur, aku mewanti-wanti Mas Iwan untuk tidak keluar di dalam.

Pagi harinya, saat suamiku sudah berangkat, ayah datang padaku dan menghampiriku.

“Rin, makasih ya untuk semalem,” kata ayah. “Semalem mainmu ganas banget kayanya.”

Sebenarnya aku tidak tahu harus menjawab apa. Rasanya aneh kalua aku menjawab ‘sama-sama’. Bukannya ini hal yang salah? Itu sama saja aku membenarkan hal ini. Akhirnya aku hanya tersenyum saja pada ayah. Ayah membalas senyumku.

“Kalau mau main lagi,” lanjut ayah. “Kabarin ayah ya?”

“Sebenernya aku malu sama ayah,”

“Ga usah malu, Nak,” jawab ayah. “Hitung-hitung kamu bantu ayah.”

“Bantu apa yah?”

“Ya ngasih ayah cara pelampiasan.”

Aku tidak menjawab dan hanya tersenyum saja.

“Kalau kamu mau, sekali-kali coba main di luar kamar, Rin.”

“Ah, ngga yah. Masa mau main di luar kamar?”

“Biar tambah bergairah.”

“Ah, ayah ada-ada aja.”

“Dicoba aja,” kata ayah. “Pasti suamimu tambah seneng. Percaya aja sama ayah. Dan ayah juga lebih puas lihatnya.”

Entah kenapa aku yang semula menolak ide aneh ayah kini jadi penasaran. Benarkah? Aku coba mengutarakan pada suamiku, tapi malah suamiku malah merasa aneh.

“Kamu aneh-aneh aja,” kata suamiku. “Kita kan tinggal sama ayah. Kalo tiba-tiba ketahuan ayah gimana?”

Aku tidak bisa menjawab. Ah, suamiku tidak tahu bahwa ayah sudah tahu semuanya. Bahkan ide gila ini juga darinya.

~~~​

Suatu siang, aku kembali mengantar makanan ke ayah di sawah. Pada saat di sana, kami banyak mengobrol termasuk soal kebiasaan mengintip ayah. Perlahan ayah mulai mengaku.

“Sebenarnya ayah sudah lama mengintip kamu waktu main sama Iwan,” ucap ayah.

“Kenapa ayah melakukan itu?”

“Kamu kan tau sendiri, ayah ini duda. Tapi ayah juga butuh pelampiasan. Satu-satunya cara ya dengan mengocok. Untuk merangsangnya, ya ayah diam-diam ngintipin kamu sama Iwan. Maafin ayah ya?”

“Kan udah terjadi, yah,” jawabku. “Ayah ngintip sambil ngocok?”

“Iya, Rin,” kata ayah. “Bahkan kadang ayah juga muncrat ke gedek kalo sudah tidak kuat. Kalo kuat ya buru-buru ke kamar mandi.”

“Yah, aku boleh tanya?”

“Boleh. Tanya apa?”

“Eh…ayah pernah ngintip aku waktu mandi ngga?”

Ayah terdiam sejenak. “Jujur iya, Rin.”

Aku terdiam sejenak sebelum akhirnya aku juga mengaku, “Jujur, Yah, aku juga pernah tidak sengaja lihat ayah lagi mandi.”

Ayah langsung menoleh padaku seperti terkejut. Tapi tampak raut wajah yang senang pada dirinya.

Sesampainya di rumah, aku penasaran dengan ucapan ayah.Aku pergi ke arah tempat ayah mengintip. Aku mencari bekas sperma ayahnya. Ternyata benar. Ada bekas seperti muncratan yang sudah mengering. Aku langsung terbayang sosok ayah yang sedang mengocok. Itu membuatku tidak tahan dan aku memilih bermasturbasi di kamar mandi.

~~~​

Semakin hari, aku dan ayah makin terbuka soal seks. Hampir tidak ada rasa malu lagi di antara kami. Bahkan satu per satu, kami saling mengaku apa yang kami rahasiakan masing-masing.

“Rin, ayah mau tanya sesuatu?” kata ayah.

“Tanya apa, Yah?”

“Pernah gak kamu bayangin ayah?”

“Ehmm…bayangin gimana, Yah?”

“Ya ngebayangin yang nakal-nakal soal ayah.”

Apakah aku harus berkata jujur? Ataukah aku harus berbohong? Kenapa tiba-tiba ayah bertanya seperti ini? Apakah ini sengaja dilakukan oleh ayah? Tapi aku tidak mungkin menyimpan ini terus menerus. Aku juga ingin ayah tahu apa yang aku rasakan.

Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala.

“Ga usah malu, Rin,” sahut ayah. “Ayah juga sering bayangin kamu kok. Ayah sering bayangin tubuh kamu sambil ngocok.”

Mulutku seolah terkunci. Aku tak bisa berkata apa-apa. Di satu sisi aku merasa malu, tapi di sisi lain aku merasa senang menjadi objek imajinasi ayah.

“Boleh ngga ayah ngocok sambil lihat kamu telanjang?”

Aku langsung melihat pada ayah. Permintaan apa lagi ini? Semakin lama ayah semakin membuat perminataan yang nakal. Apakah ini strategi ayah? Aku bingung harus mengiyakan atau tidak. Tapi aku tak bisa memungkiri bahwa aku ingin menuruti permintaan ayah itu.

“Boleh,” jawabku. Akhirnya aku tidak bisa berbohong tentang apa yang aku rasakan.

Pertama kali aku melakukan permintaannya itu pagi hari saat suamiku baru berangkat kerja. Awalnya ayah yang datang padaku saat aku sedang menyapu lantai dapur.

“Rin,” kata ayah.

“Iya, Yah.”

“Gimana soal permintaan ayah kapan hari itu?”

Aku jadi bingung. Sebelumnya aku tidak melakukan persiapan apa-apa. Maksudku, meskipun aku setuju, tapi semuanya serba mendadak.

“Sekarang?” tanyaku.

“Mumpung suamimu sudah berangkat,”

“Eh…yaudah sekalian aku mau mandi, Yah.”

“Iya. Ayah tunggu di kamar ayah yah ya?”

Aku menyelesaikan menyapu. Setelah itu aku mengambil handuk dan segera ke kamar ayah. Rupanya ayah sudah duduk di pinggir ranjang.

“Buka baju di sini aja, Rin,” kata ayah.

Aku bagai hewan ternaknya yang langsung menurut apa yang diperintahkannya. Perlahan aku membuka dasterku. Terlihatlah bagian dalam tubuhku yang masih tertutup BH dan celana dalam. Kulihat ayah mulai menyingkap sarungnya. Lalu tampaklah kontolnya yang mulai mengeras. Perlahan ia mulai melakukan kocokan pada batang gagahnya itu. Aku melepas BH-ku dan kini dilanjutkan dengan CD-ku. Jadilah aku berdiri telanjang di depan mertuaku.

“Mainkan susumu dong, Rin.” ucap ayah.

Aku lagi-lagi menurut pada ayah. Aku mulai meremas-remas sendiri payudaraku. Sementara aku melihat ayah sedang mengocok. Pemandangan itu juga membuatku bernafsu. Aku jadi semakin semangat memainkan payudaraku sendiri. Aku juga tidak lupa memainkan puting susu dengan jariku. Kulihat kontol ayah sudah mengeras. Ah, aku ingin diriku yang mengocok kontol itu. Bisakah?

“Duduk di kursi, Rin,” kata ayah. “Aku pengin lihat memek kamu.”

Aku di kursi menghadap ke arah ayah. Tak lupa aku menampakkan memekku ke ayah sebagaimana permintaan ayah.

“Coba kamu sentuh pake jarimu sendiri,” suruh ayah. Aku sudah tidak bisa menolak lagi permintaannya. Aku mulai menyentuh memekku dengan jariku. Kurasakan sudah mulai basah. Sementara tanganku yang lain tetap bermain di payudara.

Ayah semakin cepat melakukan kocokan pada kontolnya. Kudengar juga deru nafasnya yang semakin berat.

“Ayah suka memekmu, Rin,” kata ayah di sela mengocoknya. “Jembutnya juga lebat. Ayah makin nafsu.”

Aku hanya diam saja tidak menjawab. Aku terus memainkan memek dan susuku. Ini kulakukan sebagai pelampiasan atas nafsuku melihat kontol ayah mertua. Apalagi kontol itu sedang dikocok oleh ayah sendiri.

Cukup lama kami melakukan itu. Aku sampai pada puncakku lebih dulu. Kurasa ayah menyadari itu. Sementara ayah sendiri juga berhasil memuncratkan spermanya. Banyak sekali sperma yang muncrat ke lantai. Setelah itu aku langsung ke kamar mandi.

Kami cukup sering melakukan hal itu. Biasanya kami lakukan pada saat rumah sedang sepi. Tapi pernah juga suatu kali, kami cukup nekat. Pada saat itu, sore hari, aku akan pergi mandi. Suamiku berada di teras depan. Saat aku menuju kamar mandi, tiba-tiba ayah memaksa ikut ke dalam. Katanya ia pengin ngocok sambil lihat aku mandi. Ayah benar-benar nekat. Aku tidak bisa mencegahnya. Ia akhirnya ikut masuk dan melihatku sedang mandi. Meski sangat berisiko ketahuan, tapi itu satu sensasi baru bagiku.

Anehnya, meskipun sering melakukan hal seperti itu, ayah masih saja kuat menahan hasratnya untuk melangkah lebih jauh. Atau sebenarnya ia takut melakukannya? Sementara aku sendiri sudah sangat berharap. Bisa saja aku melakukan Tindakan yang agresif, tapi aku belum cukup berani. Bagaimana kalau nanti ayah menolak? Aku pasti akan sangat malu sekali.

Atau ayah sengaja melakukan ini agar aku lebih dulu yang meminta padanya?

Bersambung~
nakaal yaaa
 
Kontol Kuda Ayah Mertua

Enaknya hidup di desa, setiap bangun pagi kita bisa menghirup udara yang masih segar. Masih banyak pepohonan di sekitar tempat kami tinggal. Kesibukan khas warga desa juga masih sangat terasa. Tidak jauh-jauh, ayah mertuaku yang tiap pagi mengurus dan memberi makan kudanya.

Ayah mertua memang memelihara kuda dan sapi. Katanya, kudanya itu bekas ia menarik delman dulu. Sekarang ia pakai untuk membawa kayu dari atas gunung. Pernah suatu kali, Ririn tidak sengaja melihat kontol kuda secara langsung. Ternyata sangat besar dan panjang. Ayah mertuaku, entah kenapa, sangat menyayangi sekali kudanya itu. Bahkan kadang anakku suka ikut ke gunung untuk mengambil kayu dengan menaiki kuda itu. Keberadaan kuda itu sebenarnya cukup membantu kami.

~~~​

Suatu pagi, aku baru selesai mandi dan segera mengenakan pakaian. Saat sudah selesai, aku hendak mengikat rambutnya. Ternyata aku baru ingat kalau aku melupakan ikat rambutku di kamar mandi. Terpaksa aku harus kembali ke kamar mandi untuk mengambilnya.

Saat tiba di depan kamar mandi, aku mendengar ada seseorang yang sedang mandi. Aku berpikir siapa yang sedang mandi. Padahal suaminya sudah berangkat pagi-pagi sekali untuk mengantar kerupuk. Sementara ayahnya juga sudah berangkat ke sawah. Lalu siapa? Sementara anaknya sedang main di rumah tetangganya.

Karena penasaran, aku coba mengintip lewat celah-celah gedek. Kamar mandi kami memang terbuat dari gedek dan letaknya ada di luar rumah. Maklum kami tinggal di desa. Saat kulihat ke dalam, ternyata itu ayah mertuku. Astaga. Aku terkejut saat melihat ayah mertuaku sedang bertelanjang buat dan menggosokkan sabun ke badannya.

Yang paling membuatku kaget adalah bagian selangkangannya. Ternyata meskipun umurnya sudah lanjut tapi ukuran kontolnya masih besar. Bahkan aku yakin kalo milik suamiku kalah dibanding milik ayahnya sendiri. Rasanya itu kontol paling besar yang pernah aku lihat.

Sejak kejadian itu, aku sering terbayang-bayang dengan kontol ayah mertua. Jujur, aku termasuk orang yang hypersex. Aku membayangkan bagaimana jika kontol itu sedang dalam kondisi ‘bangun’. Pasti jauh lebih besar. Bahkan parahnya, pernah suatu kali aku membayangkan kontol ayah mertuaku saat sedang bercinta dengan Iwan, suamiku.

~~~​

Aku menceritakan saat hal ini pada sahabatku, Vita. Aku memang selalu terbuka soal apapun padanya. Termasuk soal seks. Dia tahu kalo aku orangnya cukup hypersex. Kami pernah melewati masa-masa nakal bersama.

“Hah? Beneran?” tanya Vita lewat WA.

“Iya. Gila. Gede banget, say.” jawabku.

“Boleh juga tuh,”

“Gila kamu. Dia mertuaku sendiri.”

“Ya sekali-kali lah. Hahaha.” katanya. “Coba dong fotoin.”

“Ih, ya ga mungkin lah.”

“Kamu ga pernah berfantasi soal itu kan?” tanyanya.

“Ehhh,” jawabku ragu.

“Jujur aja gapapa.”

“Pernah, Say.”

Lalu disambut tawa oleh Vita. “Ya gapapa lah. Wajar kok. Kalo aku di posisimu, mungkin juga bakal ngelakuin hal yang sama.”

Mungkin karena perkataan dari Vita juga, aku makin sering terbayang-bayang kontol ayah mertuaku. Bahkan tiap kali bertemu ayah, pasti yang terbayang olehku adalah kontolnya.

~~~​

Sebenarnya aku cukup dekat dengan ayah mertua. Dekat dalam artian tidak serba canggung dalam beberapa hal. Aku juga sudah menganggapnya seperti ayahku sendiri. Apalagi ayahku tidak pernah berlaku kurang ajar padaku. Padahal aku tahu, kondisiku sebenarnya banyak mengundang pria nakal untuk bertinda kurang ajar. Meski wajahku tidak cantik, tapi aku ditopang dengan kulit putih dan badan yang montok. Payudara dan pinggulku cukup besar.

Suatu siang, anakku, Rizal, diajak mandi di sungai oleh ayah. Sepulang dari sana, tiba-tiba anakku bilang sesuatu yang mengejutkan padauk.

“Ma, tadi waktu mandi di sungai, Rizal kelihatan burung kakek. Besar, Ma.” Katanya. Aku langsung terdiam karena ayah mertuaku masih ada di sana. Aku merasa malu sendiri. Aku segera mencari cara agar suasana kembali cair.

“Eh, ayo cepet ganti baju dulu biar tidak dingin.”

Aku melihat sekilas ke arah ayah mertua dan langsung mengantar anakku ke kamar. Entah kenapa aku jadi malu dengan ayah mertuaku gara-gara omongan anakku itu. Hal itu makin membuatku sering berfantasi soal ayah mertuaku.

Pernah suatu kali, aku hendak memanggil ayah mertuaku untuk makan. Aku pergi ke kamarnya. Sampai di sana, aku panggil-panggil tidak kunjung menyahut. Kuberanikan untuk membuka pintunya. Tidak dikunci. Rupanya ayah mertuaku sedang tertidur dan sesutau yang membuatku kaget adalah selangkangannya.

Ayah tidur dengan posisi sarung yang ia kenakan tersingkap ke atas dan memperlihatkan kontolnya yang juga sedang tertidur. Aku sempat tertegun karena melihat kontolnya itu. Kontol yang selama ini membuatku berfantasi. Tiba-tiba aku punya ide untuk memfotonya. Aku segera mengambil HP dan kufoto selangkangannya itu.

Foto itu langsung aku kirim ke Vita. Vita shock melihat foto yang kukirim itu.

“Wah, gede banget, Say.” kata Vita. “Lumayan tuh buat cuci mata.”

Dengan adanya foto itu, aku makin sering membayangkan kontol ayah mertua. Pernah suatu malam, aku sedang ingin disentuh. Tetapi suamiku menolak karena alasan sedang capek. Karena sudah tidak tahan, aku melakukan masturbasi di kamar mandi sambil membayangkan kontol kuda ayah mertua.

Bersambung~
just imagine
 
Perkenalkan namaku Ririn. Aku adalah seorang istri dari laki-laki bernama Iwan. Kami memiliki seorang anak yang baru berumur lima tahun. Iwan, suamiku, bekerja sebagai tukang kerupuk yang menjajakan ke warung-warung. Aku sendiri hanya sebagai ibu rumah tangga biasa.

Sebelum ini, kami tinggal di kota. Tapi karena suamiku terkena PHK, akhirnya kami memutuskan untuk pulang ke desa suamiku. Kami menumpang di rumah orang tua suami. Di rumah itu masih tinggal ayah mertuaku, Ratno.

Sebenarnya, pekerjaan menjual kerupuk hanya untuk menambah penghasilan saja. Sebab sehari-hari suamiku membantu ayahnya bekerja di sawah. Ayah mertuaku memang masih memiliki sawah meskipun tidak banyak.

Dengan kepulangan Iwan ke desa, ayah mertuaku merasa senang karena ada yang membantunya mengurus sawah. Sebab pada akhirnya nanti sawah itu juga akan diwariskan ke suamiku karena ia adalah anak tunggal.

Ayah mertuaku sendiri adalah seorang duda. Sudah lama ia ditinggal istrinya, ibu mertuaku, karena meninggal akibat mengidap penyakit. Umurnya sudah hampir 60 tahun. Tetapi karena pekerjaannya yang cukup berat, ia masih tampak sehat dan kuat. Badannya tegap dan besar. Beda dengan suamiku, Iwan.

Kisah ini adalah kekalahanku melawan godaan nafsu berselingkuh dengan ayah mertuaku sendiri. Aku tak bisa membendung rasa hausku untuk digagahi olehnya. Akhirnya aku terjebak perselingkuhan dengannya.

Bagaimana kisah lengkapnya?

01. Kontol Kuda Ayah Mertua
02. Di Dalam Sarung
03. Jatuh Pada Kenikmatan
04. Permintaan Ayah
05. Semakin Nakal
06. Kuda Jantanku
07. Ranjang dan Selangkangan
intro dulu
 
Di Dalam Sarung

Hari-hari berikutnya aku masih tidak bisa menjauhkan bayangan ayah mertua di otakku. Sebenarnya ini sangat mengganggu. Aku takut makin tidak bisa membendung rasa inginku. Apalagi sampai terbawa mimpi dan suamiku mengetahuinya. Lagipula rasa inginku juga tidak mungkin terjadi. Dia adalah ayah mertuaku. Bagaimana mungkin aku bisa merasakan kontolnya? Ayah mertuaku juga tidak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan padaku. Aku harus bisa melupakan dan menghilangkan rasa inginku ini.

Suatu hari, badanku sedang demam dan kepalaku pusing. Aku tidak kuat untuk bangun dan hanya istirahat di tempat tidur. Suamiku harus bekerja dan berangkat pagi. Sedangkan anakku dijaga oleh ayahku. Pada siang hari, ayah tiba-tiba datang ke kamar dan bertanya apakah aku ingin makan.

“Biar ayah beli di warung saja ya?”

“Ga usah, Yah.” jawabku.

“Kamu belum makan mulai pagi,” kata ayah. “Lagian Iwan juga nitipin kamu ke ayah.”

“Rizal ke mana ya?” Aku bertanya anakku.

“Dia nonton TV di depan.”

Sebenarnya aku agak sungkan diperlakukan seperti itu oleh ayah mertuaku. Seharusnya aku yang melayaninya sebagai menantunya. Tapi aku benar-benar lemah dan tak bisa apa-apa. Maka aku mengiyakan saja kemauan ayahnya itu. Lagian aku memang benar-benar belum makan mulai pagi karena tidak ada nafsu.

Tidak lama, ayah sudah datang ke kamar dan membawa sebungkus makanan. Lengkap dengan piring sebagai alasnya. Dia mencari kursi dan diletakkan di samping tempat tidurku untuk ia duduki.

“Kamu bisa makan sendiri?” tanya ayah.

“Bisa yah,” jawabku. Aku coba untuk bangun untuk menegakkan badan. Tapi rasanya aku tidak kuat. Ayah mengetahuinya maka ayah membantuku untuk menegakkan badanku.

“Sini biar ayah yang suapin.”

Aku kaget mendengar ucapan ayah. Belum pernah aku disuapin oleh ayah mertuaku sendiri. Mana mungkin aku melakukannya? Aku pun langsung menolaknya.

“Ga usah, Yah. Aku bisa sendiri kok.”

“Keadaanmu lemah gitu kok,” kata ayah. “Gapapa. Ayah udah anggep kamu kayak anak ayah sendiri. Jadi ga usah malu.”

Aku hanya diam mendengar ucapan ayah. Ada perasaan terharu juga saat ayah mengucapkannya. Mendengar itu, mana mungkin aku bisa menaruh hasrat seksual pada ayah. Dia sudah mengatakan bahwa aku sudah seperti anaknya sendiri karena aku adalah istri dari Iwan.

Akan tetapi, sepertinya dugaanku salah. Selama ayah mendulangku, sesekali aku memergoki ayah melirik ke arah dadaku. Dan aku baru menyadari bahwa aku lupa menutup kancing atas dari dasterku. Tampaklah sedikit belahan dadaku. Maka aku langsung segera menutup kancing bajuku. Tanpa diduga, ada pemadangan yang benar-benar mengganggu aku.

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya.

Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah.

Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran kontol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. Kontol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang kontol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule.

Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung kontol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Nafasku menjadi berat. Tanganku hanya diam saja menggenggam kontol ayah. Entah kenapa aku jadi bingung dan takut. Ini sama sekali di luar dugaanku. Sebenarnya aku ingin mengocok kontolnya tapi aku tidak berani. Ini adalah hal yang salah. Aku takut semakin meminta lebih. Maka segera aku menarik tanganku keluar dari sarung ayah. Aku belum berani untuk melangkah lebih jauh.

Kami berdua langsung canggung. Ayah menundukkan kepalanya dan langsung minta maaf. Dia langsung keluar dari kamarku. Aku terdiam sambil membayangkan apa yang baru saja terjadi.

Aku menceritakan kejadian itu pada sahabatku, Vita. Vita tidak menyangka bahwa kejadian seperti itu bisa terjadi.

“Beneran?”

“Iya, Say. Aku beneran ga nyangka.”

“Fix sudah kalo gitu.” katanya.

“Apanya yang fix?”

“Ayah mertuamu itu, juga punya hasrat seks yang sama.”

“Maksudmu dia juga bernafsu ke aku?”

“Iyalah, say,” kata Vita. “Kalo ngga, ga mungkin dia ngaceng lihat belahan dadamu.”

Aku mulai kepikiran dengan ucapan Vita. Apa benar ayah mertuaku punya hasrat seksual kepadaku? Seperti aku pada dia? Kalau iya, apakah mungkin akan berlanjut pada tahap yang lebih? Ah, aku tidak ingin memikirkannya. Kejadian itu sudah cukup membuatku bingung dan takut.

Saat aku sudah membaik dari sakitku, saat aku sedang memasak, ayahku tiba-tiba menghampiriku.

“Rin,” sapa Ayah.

“Iya, Yah?” jawabku.

Semenjak kejadian kemarin, kami memang menjadi canggung. Kami tidak saling bertegur sapa. Bahkan aku sering menghindari momen di mana ada ayah di situ.

“Soal kejadian kemarin, ayah minta maaf. Ayah bener-bener khilaf. Ga seharunya ayah bersikap kaya gitu.”

“Udahlah, yah. Ga usah dibahas lagi.”

“Iya, tapi ayah merasa sungkan dan malu sama kamu, Rin.”

“Udah terjadi kok, Yah. Jangan dipikiran terus. Ririn paham kok ayah sebagai pria yang masih punya hasrat.”

“Tapi kamu maafin ayah, kan?”

“Iya, Yah,” jawabku. “Lagian kan cuma pegang doang.”

Deg!

Astaga. Cuma? Kenapa aku bilang seperti itu? Kenapa aku seolah mengatakan itu adalah hal yang biasa? Aku tidak bisa mengontrol omonganku. Mendengar itu ayah seperti sedikit berpikir. Entah apa yang dia pikirkan, aku tidak tahu.

“Makasih, Rin.” Jawab ayah. Dia langsung meninggalkanku sendiri di dapur.

Bersambung~
beli sarung ahhh
 
Permintaan Ayah

Kejadian pada saat aku terjatuh kemarin bagai lampu hijau bahwa hubungan itu bisa berlanjut ke arah yang lebih. Setidaknya itu yang aku rasakan. Keberanian ayah mertuaku menunjukkan bahwa pada suatu saat bisa saja ia melakukan hal yang lebih. Sedangkan diriku, tidak melakukan perlawanan apa pun terhadap perlakuan dari ayah. Kurasa jika ayah melakukan hal yang lebih, aku juga tidak akan melawan. Aku harus berani mengakui bahwa diriku merasa senang melakukan hal seperti di kamar kemarin.

Meski aku merasa bahagia dengan kejadian kemarin, tapi aku tidak menunjukkan di depan siapa pun. Suamiku atau bahkan ayah mertuaku. Aku tidak ingin terlihat sebagai pihak yang paling bahagia dengan kejadian kemarin. Bukan karena aku takut ayah akan semakin nakal padaku, tapi ini soal rasa gengsi semata. Kurang elok rasanya jika wanita terlalu tampak rasa inginnya.

Aku sendiri tidak tahu bagaimana perasaan ayah. Ia tidak menujukkan gelagat apa pun. Tapi kurasa ia juga bahagia dengan kejadian kemarin.

Suatu siang, pada saat aku di dapur, ayah baru datang dari sawah. Sebelum ia membersihkan diri, ayah menghampiriku.

“Rin,” sapa ayah. “Ayah minta maaf soal kejadian kemarin. Sekali lagi ayah sudah kurang ajar.”

“Iya, yah. Aku juga salah kok.”

“Ayah ga bisa bohong, Nak,” kata ayah. “Sebagai laki-laki dan seorang duda, ayah tidak kuasa menahan nafsu. Apalagi melihatmu seperti kemarin.”

“Sudahlah, yah,” jawabku. “Semua udah terjadi. Apalagi ayah udah mau bantu aku kemarin.”

“Oh ya, kakimu udah membaik?”

“Sudah, yah.”

“Syukurlah kalo gitu.”

Malam harinya, tepat pada malam Jumat, suamiku meminta jatah padaku. Sebagai istri yang patuh pada suaminya, aku mengiyakan permintaannya. Pada saat aku baru datang dari kamar mandi, kudapati suamiku hanya mengenakan sarung. Ia langsung tersenyum padaku: sebuah kode. Dia langsung berdiri dan menghampiriku. Kami berpelukan dan langsung berciuman.

Kurasakan ada sesuatu yang bergerak dalam sarung suamiku. Tangan suamiku juga mulai bergerilya menyusuri badan bagian belakangku. Daster bagian belakang ia singkap hingga menemukan bongkahan pantatku yang terbalut celana dalam. Suamiku melakukan remasan pada pantatku sementara kami terus berciuman. Tanganku sendiri juga mulai menyingkap sarung suamiku. Kudapati ia sudah tidak mengenakan apa pun di baliknya.

“Tutup pintunya,” kata suamiku menghentikan kegiatan kami. Aku menutup pintu kamar.

Kulihat suamiku kini sudah melepaskan sarungnya dan ia lansung telanjang bulat. Pada saat aku menghampirinya kembali, suamiku yang membuka bajuku satu per satu. Mulai dari daster sampai celana dalam. Suamiku duduk di tepian ranjang dan memelukku yang masih berdiri sambil melahap kedua payudaraku yang tepat berada di depannya. Ia melahap keduanya secara bergantian. Aku makin terangsang dengan perlakuan suamiku itu. Apalagi saat suamiku melumat kedua puting susuku.

“Ahh…” aku mulai mendesah.

Tangan suami kini meraba bagian selangkanganku. Entah kenapa tiba-tiba aku ingat dengan ayah. Kemarin ayah juga melakukan hal yang sama padaku. Jadilah aku makin bernafsu membayangkan ayah yang melakukannya. Kurasakan memekku sudah sangat basah.

Menyadari hal itu, suamiku memintaku untuk tidur di ranjang dan ia langsung menindihku. Kulihat kontolnya sudah tegang. Lagi-lagi aku terbayang pada kontol ayah. Kenapa kontol suamiku tidak sama dengan milik ayah? Oh, andaikan kontol yang akan menggagahiku adalah milik ayah. Suamiku membuka pahaku. Ia langsung mengarahkan kontolnya ke memekku.

Malam itu, suamiku berhasil memberiku kepuasan. Entah itu karena memang kemampuannya atau karena aku yang membayangkan bahwa ayah mertuaku yang sedang menindihku.

~~~​

Besok harinya, aku mengantar makanan untuk ayah dan suamiku di sawah. Sesampainya di sana, kulihat hanya ayah yang ada di gubug peristirahatan.

“Iwan mana ya?” tanyaku.

“Lagi ke sungai,” jawab ayah. “Mandi mungkin.”

Aku menyiapkan makanan untuk mereka. Pada saat aku sedang sibuk, tiba-tiba mengajak berbicara.

“Rin,”

“Iya, Yah?”

“Ayah boleh bilang sesuatu gak?” tanya ayah.

“Boleh, Yah.” jawabku. Aku heran tumben ayah meminta ijin terlebih dahulu.

“E…tadi malem ayah ga sengaja,”

“Ga sengaja apa, yah?”

“Ayah ga sengaja lihat kamu main sama Iwan.”

Deg. Kenapa ayah bisa tidak sengaja melihat itu? Dan aku tiba-tiba saja merasa malu padanya. Aku jadi tidak bisa berkata-kata.

“Kalo ayah boleh jujur, ayah bernafsu lihat kamu main sama Iwan.”

Lagi-lagi aku bingung harus menjawab apa.

“Sudah lama hasrat seks ayah tidak tersalurkan, Rin. Jujur aja ayah sering ngocok sambil bayangin kamu.”

Apa yang harus aku jawab? Tapi dari sini aku tahu bahwa ayah mertuaku juga hal yang sama denganku: berimajinasi soal aku. Tentu saja tidak mungkin aku mengaku bahwa melakukan hal yang sama denganku.

“Tadi malem ayah juga ngintip sambil ngocok,” lanjut ayah. “Ayah bernafsu banget lihat kamu main sama Iwan.”

“Udah, yah,” sahutku. “Aku malu.”

“Kenapa malu? Ayah kan udah pernah lihat.”

“Iya. Tapi ngebayangin lagi main sama Mas Iwan terus dilihat ayah, aku jadi malu.”

“Tapi ayah suka, Nak. Desahanmu dan goyanganmu bikin ayah nafsu banget.”

Aku benar-benar tidak paham dengan ayah mertuaku ini.

“Kalau boleh,” lanjut ayahnya. “Ayah mau lihat lagi pas kamu lagi main sama Iwan. Sekalian ayah sambil ngocok. Hitung-hitung jadi pelampiasan ayah.”

Aku benar-benar tidak bisa menjawab lagi. Aku tidak tahu bagaimana harus menjawab permintaan ayah ini. Bagiku ini permintaan yang aneh. Bukan karena aku tidak suka dan menolaknya, tapi aku tidak pernah mendapat permintaan aneh ini sebelumnya. Kenapa dia tidak berani meminta hal lebih padaku?

“Boleh, kan?” tanya ayah memastikan.

“Aku tidak bisa memastikan kondisinya, yah,” jawabaku. “Tapi nanti aku coba usahakan.”

“Makasih ya, Nak.”

“Iya, Yah.”

Aku merasa bingung dengan sikap ayah. Dia sudah melihatku telanjang, menyentuh bagian terlarangku, tapi ia seolah tidak berani untuk bertindak yang lebih jauh. Kalau boleh jujur, sebenarnya aku ingin melakukan hal yang lebih jauh dengan ayah. Beberapa kejadian yang kami alami membuatku ingin bertindak lebih jauh bersama ayah. Ini adalah sisi nakalku sebagai Wanita atau bahkan sebagai istri. Tapi ayah masih bersikap biasa saja. Apakah ia masih merasa takut atau menunggu waktu yang tepat?

Ah, entahlah.

~~~​

Suatu malam, aku sedang rebahan bersama suamiku. Kami saling mengobrol banyak hal termasuk ayah. Aku iseng menanyakan soal ayah kenapa tidak mencari istri lagi.

“Aku juga tidak tahu,” jawab suamiku. “Pernah aku saranin tapi ayah nolak. Katanya masih inget sama ibu.”

“Setia banget bapak,” jawabku. “Tapi kasihan kalo tidak ada yang ngurus, Mas.”

“Ya untunglah kita balik ke sini. Paling tidak kan ada kamu yang bantu ngurus kebutuhan ayah.”

Mendengar suamiku berkata begitu, aku jadi teringat pada kejadian antara aku dan ayah. Tentu saja kebutuhan yang dimaksud suamiku adalah kebutuhan sehari-hari seperti makan dan cuci pakaian. Tapi entah kenapa di pikiranku, kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan biologis ayah.

“Sebenarnya kasihan juga melihat ayah sendiri. Sebagai laki-laki dia juga pasti butuh pelampiasan. Semoga saja ayah tidak sampe bikin masalah selingkuh dengan tetangga sini deh. Itu yang aku takutin.”

Tiba-tiba aku jadi merasa bersalah kepada suamiku. Ia tidak tahu bahwa ayah pernah melihatku telanjang dan menyentuh bagian vitalku. Tapi apakah itu juga dimaksud selingkuh?

“Soalnya dulu masa mudanya pernah nakal. Dia sering ganggu istri orang. Aku takut dia kambuh lagi.”

Istri orang? Bukan. Justri istri anaknya sendiri yang sudah dia ganggu.

“Semua orang di masa mudanya juga pasti nakal, Mas,” sahutku. “Lagian kayaknya ayah juga sudah berubah kok.”

“Iya, Ma. Semoga aja. Tapi dulu aku pernah lihat ayah lagi ngocok di kamar mandi,” tambah suamiku sambil tertawa. “Ya mungkin lagi pengin ya dia.”

“Ih, mas. Ngapain ngintip orang lagi ngocok?”

“Mas ga sengaja kok,” jawab suamiku. “Tapi dulu ayah pernah cerita, dia kalo lagi main bisa kuat banget.”

“Udah ah, Mas. Kok jadi cerita gituan sih?”

“Hehehe. Iya, Ma.”

Meskipun aku meminta pembicaraan ini dihentikan, pikiranku jadi berjalan ke mana-mana mendengar informasi dari suamiku itu. Aku jadi berimajinasi: aku bercinta hingga beronde-ronde dengan ayah.

Bersambung~
yook mandi yook
 
Kuda Jantanku

Aku bercerita pada Vita tentang kelanjutan ceritaku bersama ayah mertua. Vita terkejut meskipun sebenarnya dia tahu akan ke mana arah hubunganku dengan ayah.

“Sebenarnya aku tahu kalau kalian pasti ke arah yang lebih jauh,” kata Vita. “Tapi aku ga menduga kalau bakal secepat ini.”

“Ya aku juga ga tau, Vit,”

“Tapi kamu seneng kan?”

“Apaan sih kamu,”

“Aku yakin ga lama lagi, kalian pasti udah bisa ML,”

“Ngaco ngomongnya,” sahutku.

“Tapi kamu sebenernya pengin kan?”

“Ehhh…” Aku malu untuk mengakuinya.

“Tuh, kan. Kamu sebenarnya tuh juga pengin, cuma mungkin kamu malu aja buat ngaku.”

“Ayah belum nunjukkan tanda-tanda kok. Kayaknya dia takut. Buktinya sampe sekarang, belum apa-apa.”

“Mungkin dia nunggu momen yang tepat,” kata Vita. “Soalnya risikonya besar. Jadi dia ga mau sembarangan.”

“Gitu ya?”

“Iyalah,” jawabnya. “Eh, kabarin ya kalo udah jadi ML.” Ia langsung tertawa dan kemudian mematikan teleponnya.

Sepertinya apa yang dikatakan Vita benar. Beberapa hari setelahnya, Mas Iwan dengan mengejutkan meminta ijin kepadaku untuk ke kota. Ia berencana akan mengurus barang-barang yang masih ditinggal di rumah kontrakan.

“Mungkin aku di sana 3 hari,” kata Mas Iwan.

“Apa harus sekarang?” tanyaku. Sebenarnya pertanyaan itu hanya sekadar basa-basi padanya.

“Dua bulan lagi kontraknya habis. Mumpung sekarang tidak banyak kerjaan.”

“Ya sudah terserah kamu saja, Mas. Hati-hati selama di sana ya.”

“Iya. Kamu juga jaga diri. Kalau butuh apa-apa, bilang saja ke bapak,” kata suamiku. “Tolong cukupi kebutuhan bapak juga ya.”

Perasaanku campur aduk mendengar ucapan suamiku tersebut. Ada perasaan senang karena aku akan punya waktu berdua dengan ayah. Ada perasaan sedih karena aku sudah membohongi suamiku. Ada perasaan takut juga karena kemungkinan besar hubunganku dengan ayah akan semakin jauh.

Mas Iwan rupanya juga menyampaikan rencananya kepada ayah. Aku melihat wajah ayah tampak berseri-seri begitu mengetahuinya. Ia tidak bisa menutupi rasa senangnya karena akan punya waktu yang bebas dengan menantunya ini.

Besok siangnya, Mas Iwan berangkat. Ayah mengantarkannya ke terminal. Selama di rumah, yang kupikirkan bukan suamiku melainkan ayah mertua. Apakah benar hal itu akan terjadi? Apakah ayah akan berani? Apakah aku juga akan berani? Sudah siapkah aku?

Ayah baru sampai di rumah kembali hampir menjelang Magrib. Sehabis Magrib, aku menyiapkan makan untuk ayah. Ayah makan dengan lahap. Selama itu tidak ada obrolan atau sikap yang mengarah pada apa yang kupikirkan sejak siang hari. Semua seperti tidak ada sesuatu yang aneh.

Bahkan hingga larut malam, tetap tidak ada apa-apa. Aku hanya berdiam diri dalam kamar. Kurasa ayah benar-benar tidak berani melangkah jauh. Mungkin dia masih mempetimbangkan Mas Iwan, anaknya. Ia tidak mau mengkhinati Mas Iwan. Ah, aku saja yang terlalu berharap lebih. Aku benar-benar sudah gila.

“Ririn,” Tiba-tiba suara ayah dari luar kamar mengangetkanku.

“Eh, iya, yah?”

Aku keluar kamar dan kudapati ayah di sana.

“Ayah boleh minta tolong?”

“Minta tolong apa, yah? Apa ayah mau makan lagi?”

“Oh, ngga. Ayah lagi pegel-pegel nih,” jawabnya. “Boleh minta tolong bantu pijit ya?”

“Ehh…iya, Yah.” aku langsung jadi gugup untuk menjawabnya. “Aku ambil minyak urutnya dulu, yah.”

“Iya. Ayah tunggu di kamar ya?”

“Iya.”

Ada senyum yang terbentuk di bibirku. Hatiku dengan cepat menjadi berbunga-bunga. Apakah ini cara ayah untuk mengajakku melangkah lebih jauh? Atau ayah benar-benar ingin dipijit saja? Ah, sudahlah. Yang terpenting aku sudah ada waktu berdua bersama ayah.

Setelah mengambil minyak urut, aku ke kamar ayah. Rupanya ayah sudah menunggu sambil berbari. Dia sudah tidak mengenakan baju dan hanya sarung yang digunakan untuk menutup bagian bawahnya. Aku masuk setelah ayah menyuruhku.

“Sudah lama ayah ga pijit,” katanya. “Apalagi di sawah banyak kerjaan.”

“Iya, Yah.”

“Anakmu sudah tidur?”

“Sudah tadi, Yah. Sepertinya kecapean gara-gara main terus.”

Lalu tidak ada obrolan lagi. Aku mulai mengurut bagian punggungnya. Aku olesi minyak dan kemudian aku urut perlahan. Sebenarnya aku tidak terlalu pandai mengurut tapi ini kulakukan hanya untuk bisa berdua bersama ayah.

Setelah punggung selesai, ayah meminta untuk menguru bagian paha. Bagian pahanya tertutup oleh sarung. Apakah aku harus mengangkatnya?

“Angkat aja sarungnya,” kata ayah seolah tahu kebimbanganku.

Aku menuruti permintaan ayah. Aku singkap sedikit sarungnya ke atas. Tapi sepertinya ayah tau. Jadinya, ia yang akhirnya menyingkap sendiri sarungnya ke atas hingga memperlihatkan bagian pantatnya. Yang paling mengagetkanku adalah kontolnya yang terlihat di sela-sela pahanya.

“Akhirnya aku melihat kontol itu lagi,” ucapku dalam hati.

Kurasa kontol ayah sudah mulai mengeras. Tapi aku berusaha untuk tetap fokus pada kegiatan mengurutku. Aku mulai mengurut paha ayah yang berbulu cukup banyak itu. Paha ayah sangat keras. Mungkin karena setiap hari bekerja di sawah. Aku mengurutnya secara bergantian. Tapi aku tetap tidak bisa mengalihkan padanganku pada kontolnya. Ah, ingin rasanya aku memegang kontol ayah itu. Sayangnya aku tidak atau belum seagresif itu.

“Sekalian naik ke bagian pantat, Rin.” kata ayah.

Aku menurutinya lagi. Kulakukan apa yang diminta oleh ayah. Aku mulai mengurut pantatnya. Sebelumnya aku belum pernah mengurut pantat bahkan milik suamiku sendiri. Sungguh aneh rasanya. Aku pun jadi semakin dekat untuk menyentuh kontol itu. Sedikit turun saja, aku sudah bisa menyentuhnya.

“Rin,” kata ayah tiba-tiba. “Ayah mau ke kamar mandi dulu ya. Mau kencing dulu.”

“Iya, Yah.”

Ayah bangun dari tidurnya. Saat merapikan sarungnya, aku melihat kontolnya sudah mengeras meskipun belum sepenuhnya. Ia lalu berjalan ke luar kamar. Tak lama kemudian, ia sudah kembali.

“Ayah buka sarung aja gapapa ya?”

“Eh…iya, Yah.” aku dilanda kebingungan untuk menjawabnya.

Ayah langsung membuka sarungnya di depanku. Tampaklah langsung kontolnya yang sudah mengeras sejak tadi. Sepertinya ayah sengaja melakukan ini padaku. Ia langsung kembali naik ke atas ranjang dan kini dengan posisi telentang. Aku jadi makin jelas melihat kontolnya sekarang.

Kini aku mulai mengoleskan minyak ke bagian dada ayah. Aku pun mengurutnya. Dada ayah tampak bidang dan juga keras. Perlahan aku mengurut bagian itu sampai akhirnya ayah minta diturunkan ke bawah.

“Terus ke bawah lagi, Rin,” kata ayah. Aku terdiam. Jika aku turunkan lagi, maka aku akan sampai pada selangkangan ayah.

Karena tahu aku agak ragu, ayah yang kemudian menuntun tanganku meraih kontolnya. Aku melihat ke arah ayah. Ia hanya tersenyum nakal padaku.

“Diurut dong, Rin.” pinta ayah.

Aku kembali menuruti permintaan ayah. Aku mulai mengurutnya. Sebetulnya bukan mengurut. Mungkin lebih tepatnya mengocok dengan perlahan. Kurasakan kontol ayah sudah mengeras dan tegang. Bentuknya sungguh sempurna. Tegak seperti menantang. Apalagi di pangkalnya dihiasi bulu yang lebat.

Tak mau kalah, tangan ayah bergerilya ke dasterku. Tangannya menyelinap masuk dari bagian bawah daster dan terus naik ke bagian paha. Ayah mulai meraba dan mengelus pahaku. Aku pun mulai terangsang dengan rabaan ayah itu.

Kemudian ayah bangkit dan turun dari ranjang. Ia kemudian memintaku berdiri. Kami saling menatap dan beberapa detik berikutnya ayah sudah mencium bibirku. Aku sedikit kaget dengan keberanian ayah, tapi aku mencoba untuk tetap tenang. Ayah mengecup bibirku perlahan. Awalnya aku hanya diam saja menikmati permainan ayah. Lama kelamaan aku akhirnya merespon ciuman ayah dan kami mulai saling berpagutan.

Ayah mendekap tubuhku ke dalam pelukannya. Tangannya perlahan mulai melakukan remasan di pantatku. Aku sendiri merasakan kontolnya menempel di bagian perutku. Kontol itu sudah sangat keras. Kami terus melakukan ciuman. Lidah kami saling beradu. Kurasa ciuman ayah semakin panas.

Cukup lama berciuman, ayah kini mulai membuka pakaianku. Pertama ia melepaskan dasterku. Selanjutnya ia membuka BH-ku dan terakhir ia melepaskan celana dalamku. Jadilah aku kini bertelanjang di depannya.

Kami pun kembali berciuman. Kini badan kami sudah saling menempel tanpa ada penghalang lagi. Ini makin membuat kami bernafsu. Ayah melakukan remasan di pantatku lagi. Sementara aku mulai memberanikan diri untuk meraih kontolnya. Ah, kontol ayah sudah sangat keras dan tegang. Aku mulai melakukan kocokan kecil pada kontolnya itu. Dari pantat, tangan ayah beralih ke dadaku. Ia meraih susuku dan mulai meremasnya. Sementara ciumannya beralih ke bagian leher. Lidahnya menyusuri seluruh bagian leherku. Aku semakin tidak tahan dengan rangsangan ayah.

Ayah kemudian memintaku untuk tidur di ranjang dan mulai menindihku. Ia kembali melakukan ciuman. Tak lama, ciuman itu turun ke leher dan terus ke bagian dada. Sampai di dada, ayah langsung melahap kedua susuku dengan cukup ganas. Ia mencoba menyedot susuku dan memainkan puting dengan lidahnya.

“Ahhh…” aku makin tidak tahan untuk tidak mendesah.

Ayah kurasakan juga melakukan cupang di bagian susuku. Aku tidak mencegahnya. Aku sudah terbuai oleh nafsu untuk bercinta dengan ayah. Apalagi saat ayah menurunkan ciumannya ke bagian perutku. Lalu kemudian turun terus sampai tiba di selangkanganku. Ayah membuka pahaku dan menemukan memekku dengan bulunya yang lebat.

Kurasakan lidah ayah mulai menyentuh memekku. Lidahnya mulai menjilat-jilat bibir vaginaku. Aku jarang menerima perlakuan seperti ini. Suamiku belum tentu mau melakukannya setiap kali kami bercinta. Maka ketika ayah melakukannya, birahiku semakin menjadi-jadi. Lidah ayah terus saja bermain di memekku. Lidah itu juga tak luput untuk menjilati klitorisku.

Permainan lidah ayah jauh lebih jago dari Mas Iwan. Ia sangat pintar memainkan lidahnya. Apalagi ketika bermain di klitorisku. Itu makin membuatku menggelinjang. Aku semakin keenakan.

“Aahh…aayaaahh…” desahku.

Aku sudah tidak tahan dengan permainan ayah. Aku ingin segera dimasuki.

“Yahh…aa...yyooo…” pintaku pada ayah.

Tapi ayah tidak mendengarkanku. Ia masih terus saja melakukan jilatan pada memekku. Memekku pasti sudah sangat basah. Tapi itu tak membuat ayah menghentikannya. Ia masih terus menjilati klitorisku.

“Yaah…aa…kuuuu…” aku merasa sudah akan sampai.

Benar saja. Tidak lama kemudian, aku sampai pada puncak. Aku pegangi kepala ayah dan kubenamkan pada selangkanganku.

Aku merasakan kelelahan karena baru saja meraih orgasmeku. Kulihat mulut ayah sedikit belepotan karena cairan cintaku yang cukup banyak. Ayah kini menempatkan dirinya di antara kedua pahaku. Ia tampak seperti mengarahkan kontolnya ke memekku.

“Yah…” kataku.

“Tenang saja,”

“Aku takut, Yah. Aku lagi masa subur.”

“Ayah keluarin di luar,” kata ayah. Kemudian ia melanjutkan niatnya untuk melakukan penetrasi.

Sebelum melakukannya, kurasakan ayah menggesek-gesek ke memekku sebelum akhirnya kurasakan ada sesuatu yang berusaha menembus. Kontol ayah sangat besar pasti tidak akan mudah, pikirku. Perlahan ayah mulai melakukan dorongan agar bisa menembus memekku. Kurasakan memekku mulai membuka karena dorongan kontol ayah. Dengan cukup usaha, akhirnya kepala kontolnya bisa menembus ke memekku.

“Ahhh…” desahku.

Kurasakan ayah melakukan dorongan agar kontolnya semakin masuk. Perlahan ia melakukannya dan kurasakan memekku terasa penuh. Kontol ayah terasa mulai memenuhi memekku. Setelah dengan usahanya, akhirnya ayah bisa memasukkan seluruh batang kontolnya. Aku pun bisa merasakan kontol kuda itu.

“Aahh...” kudengar ayah juga mendesah. Rasanya tidak ada ruang lagi dalam memekku yang terasa kosong.

Ayah mulai melakukan gerakan maju mundur secara perlahan. Badannya menunduk dan kembali mencium bibirku. Aku membalasnya. Kami saling melumat bibir. Saling memagut satu sama lain. Sementara ritme gerakan pantat ayah mulai dipercepat.

Puas dengan ciuman, kini ia kembali melahap kedua payudaraku. Mulutnya secara bergantian mencium dan menyedot susuku. Ia kembali meninggalkan bekas merah di sana. Aku benar-benar sudah tidak peduli. Kurasakan genjotan ayah makin cepat dan kuat. Badanku ikut bergerak seiring dorongannya. Aku memeluk tubuh ayah sebagai respon atas rasa nikmat yang kurasakan.

“Aa...yah...ee…naakkk...”

“Aa...paanyaa...yyaang...eenaak...?” tanya ayah.

“Ii...ttu...”

“Iituu...aa…paa?”

“Kon…ttoll...aa...yaahh...”

Setelah itu kurasakan gerakan ayah semakin cepat. Ia kembali menundukkan badannya dan kini mulai bergerilya di bagian leherku dengan bibirnya. Bahkan ia memainkan lidahnya di belakang telingaku. Ah, itu salah satu bagian sensitifku. Kenapa ayah bisa tahu? Aku makin tidak tahan.

“Aahh...yyaah...aahh...” aku terus mendesah. “Ee...nnaakk...”

Pinggulku ikut melakukan gerakan mengimbangi irama genjotan ayah. Apalagi rangsangan di leherku oleh ayah makin membuatku tak kuasa. Aku benar-benar merasa diterbangkan oleh ayah. Sebentar lagi rasanya aku akan mencapai puncaknya.

“Yaahh...tte..***ss...ee...nnaakkk...”

Aku mendekap tubuh ayah dengan erat. Pinggulku semakin naik menjemput kontol ayah agar semakin dalam masuk. Aku merasa ayah tidak mengendorkan ritme genjotannya.

“Aahh....” Sampai akhirnya aku melenguh panjang. Aku tiba pada titik puncakku.

Sementara itu, ayah terus menggenjot. Genjotannya terus bertambah kuat. Nafas ayah kudengar semakin menderu. Genjotan itu pun makin cepat dan ayah tiba-tiba secepat kilat menarik kontolnya. Kulihat kontol itu menyemburkan sperma yang banyak ke perutku.

“Ahhh...” lenguh ayah bagai kuda jantan yang selesai bersenggama dengan betinanya.

Ia kemudian tergeletak di sampingku. Kami terdiam beberapa saat. Kemudian aku bangkit dan meraih bajuku.

“Mau ke mana?” tanya ayah.

“Ke kamar mandi,” jawabku. “Mau bersihin ini, Yah.”

“Bajunya ga usah dibawa. Kamu tidur di sini aja malem ini.”

“Rizal gimana, Yah? Dia sendirian.”

“Dia kan udah gede. Biar belajar tidur sendiri.”

Kemudian ayah juga bangkit. Ia mengajak ke kamar mandi berdua. Di sana kami saling membersihkan kemaluan masing-masing. Aku membersihkan kontol ayah dan ayah membersihkan memekku termasuk bekas spermanya di perutku.

Kami kembali ke kamar. Aku menuruti permintaan ayah untuk tidur bersamanya. Kami berdua tidur dengan tetap bertelanjang tanpa mengenakan apa-apa. Aku dengan tanpa malu-malu lagi memeluk tubuh ayah layaknya dia suamiku. Sekilas aku melihat bagian dadaku, sudah banyak bekas cupangan ayah di sana. Bagaimana jika suamiku nanti datang dan mengetahuinya?

Entahlah. Yang jelas kali ini aku sudah pasrah pada kuda jantanku ini.

Bersambung~
ahhh pasraaah ahhh
 
Ranjang dan Selangkangan

Sehabis subuh aku terbangun dari tidurku sedangkan ayah masih terlelap. Kami masih tetap dengan keadaan sama-sama telanjang. Saat aku terbangun, aku juga tetap posisi memeluk ayah mertuaku. Kemudian aku bangkit dari tidurku. Kukenakan segera bajuku dan segera pergi ke kamarku sendiri. Aku takut anakku sudah bangun. Ternyata kulihat anakku juga masih tertidur.

Sebenarnya aku tetap ingin di kamar ayah. Tetap tertidur sambil memeluk ayah hingga ia terbangun. Tetapi aku tidak tega jika melihat anakku terbangun dan tidak ada aku di sampingnya. Anakku bangun sekitar pukul enam pagi. Lalu aku menyuruhnya mandi sementara aku memasak di dapur. Selesai mandi, anakku lalu menonton teve di ruang tamu. Aku melanjutkan memasak untuk sarapan kami.

Saat aku sedang memasak, secara mengagetkan, ayah memelukku dari belakang.

“Ayah,” ucapku kaget karena ayah datang secara tiba-tiba. Aku langsung berusah melepaskan tangan ayah. “Ada Rizal lho!”

“Dia lagi di depan kan?” kata ayah dengan tenang. Ia tetap memelukku.

Kulihat ayah hanya mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada.

“Nanti dia masuk gimana?”

“Tenang aja,”

Tangan ayah mulai bergerak nakal ke dadaku. Ia mulai meremas pelan susuku yang terbalut daster. Sementara di bagian belakang aku merasakan selangkangan ayah mulai mengeras. Aku merasakan lewat bagian bokongku. Aku jadi kurang fokus terhadap kegiatan memasakku.

“Udah, Yah,” kataku. “Nanti ketahuan lho!”

Tiba-tiba ayah mematikan kompor yang sedang menyala. Kemudian ayah menarikku dan menempelkanku ke salah satu sisi gedek dapur. Setelahnya ayah langsung mencium bibirku. Aku pun langsung membalas ciumannya. Kami mulai berpagutan. Saling melumat bibir masing-masing. Entah kenapa aku langsung tidak khawatir pada keberadaan anakku yang bisa saja datang tiba-tiba ke dapur.

Tangan ayah mulai mengangkat bagian bawah dasterku. Tangannya langsung masuk bagian selangkangan. Aku sedang tidak mengenakan pakaian dalam sehingga ayah dengan mudah meraih apa yang ditujunya. Kurasakan salah satu jari ayah sudah bergerak-gerak di bibir vaginaku.

Sementara itu tangan yang lain meremas susuku. Sedangkan ciumannya sudah terlepas.

“Ahhh…” desahku merasakan permainan jari ayah di selangkangan.

Birahiku jelas bangkit. Sebagai respon, aku mulai meraih selangkangan ayah. Kontolnya sudah mengeras. Tanganku menyelinap masuk ke dalam celana pendek ayah. Langsung saja kugenggam burung perkasanya itu.

“Ahh…ahhh…” aku kembali mendesah. Jari ayah sudah menyentuh bagian klitorisku. “Yahh…”

Aku sudah mulai tidak tahan dengan rangsangan ayah. Aku ingin segera merasakan seperti semalam.

“Ayoo…yaahhh…” ajakku pada ayah. Tapi ayah tidak menghiraukan permintaanku.

Saat aku sedang merasakan nikmat dari rangsangan ayah, tiba-tiba anakku memanggilku.

“Buuu…” panggil anakku.

Aku dan ayah langsung buru-buru menghentikan percumbuan kami. Ayah langsung buru-buru kembali ke kamarnya. Aku segera merapikan dasterku. Anakku datang dan mengatakan bahwa ia sudah lapar.

“Sebentar lagi ya, itu masih dimasak lauknya,” kataku menenangkan anakku.

Segera aku menyelesaikan memasakku. Setelah selesai, aku menyiapkan makan untuk anakku dan ayahku. Mereka berdua langsung makan bersama di dapur. Sementara itu, aku memilih untuk mandi.

Tanpa kuduga, saat aku sudah ada di kamar mandi, ayah mengetuk pintu dari luar.

“Mau apa, yah?” tanyaku.

“Buka,” pinta ayah. “Ayah juga mau mandi.”

“Lho, Rizal mana?”

“Dia sudah pergi main.”

Entah kenapa aku langsung mengikuti permintaan ayah. Perlahan aku membuka pintu dan kudapati ayah sudah berada di sana. Ia langsung masuk ke kamar. Tanpa banyak kata, ayah langsung membuka pakaian yang ia kenakan. Ia langsung jadi bertelanjang. Sedangkan aku sendiri, sudah bertelanjang dari awal.

“Ayah kok nekat sih?” tanyaku.

“Tenang aja. Aman kok.”

Ayah kemudian langsung menghampiriku dan memelukku. Aku hanya diam saja saat ayah melakukan itu padaku. Seolah aku juga ingin melakukannya. Aku pun membalas pelukannya. Selanjutnya kami sudah saling mendaratkan ciuman di bibir masing-masing.

Tubuh kami saling menempel satu sama lain. Dadaku menempel ke dadanya. Ada sensasi lain saat kulit tubuh kami saling menyentuh. Sementara itu kontol ayah menempel di perutku dan sudah mengeras. Tangan ayah meremas kedua payudarku secara bergantian. Dan aku tidak mau kalah, kuraih juga kontolnya dan mulai melakukan gerakan mengocok secara perlahan.

“Mmpphh…” Kami tetap saling berciuman. Birahiku semakin menanjak.

Ciuman ayah kemudian turun ke bawah ke bagian dadaku. Aku memegangi kepala ayah yang sibuk melahap kedua susuku secara bergantian. Sementara tangan ayah mulai bermain di selangkanganku. Aku jadi tambah bernafsu.

Puas dengan ciuman di dada, ciuman ayah terus turun ke bagian perut dan berlanjut ke area selangkangan. Ayah menaikkan satu kakiku dan ditempatkan di atas WC. Ayah melakukannya agar ia semakin leluasa melumat selangkanganku.

Tak butuh waktu lama, kurasakan bibir ayah sudah menempel di memekku. Lidahnya juga mulai bergerak-gerak di sana.

“Ahhh…” desahku.

Lidah ayah kurasakan mulai menjilati bagian klitorisku. Aku semakin tidak tahan dengan rangsangan ayah. Aku merasa pasti memekku sudah sangat basah.

“Yahh…ee…naakk...oohh…” aku terus saja mendesah.

Ayah tidak memerdulikanku. Ia terus saja asyik dengan permainan lidahnya di memekku. Lidah ayah sangat lihat bermain di sana. Ia seolah tahu bagian-bagian sensitifku. Namun, karena aku merasa sudah tidak kuat lagi menahan birahi yang kian memuncak, aku menghentikan permainan ayah.

“Yahh…ayo…masukin…” pintaku. “Aku udah ga kuat…”

Kulihat ayah tersenyum melihatku meminta seperti itu. Mungkin ia merasa berhasil membuatku meminta terlebih dahulu. Ia pun langsung menuruti apa yang kupinta padanya.

Ayah memilih duduk di lantai kamar mandi. Kakinya berselonjor dan kontolnya jadi terlihat tegak mengacung ke atas. Ayah memintaku untuk duduk di atasnya. Tanpa banyak omong, aku mengikuti perintah ayah. Aku mengangkangi paha ayah lalu menurunkan pantatku. Kemudian aku meraih kontol ayah dan segera kuarahkan kontol itu ke lubang memekku.

Meskipun sudah sangat basah, tapi aku tetap memilih untuk pelan-pelan saja memasukkanya ke memekku. Dengan gerakan menurunkan bokongku, perlahan kontol ayah menyeruak masuk dan memenuhi ruang-ruang di dalam vaginaku. Sampai akhirnya kurasakan kontolnya sudah mentok.

“Ahhh…” aku mendengar ayah mertuaku mendesah.

Nikmat rasanya saat kontol ayah sudah masuk. Kudiamkan sejenak di dalam memekku sambil aku mencium bibir ayah. Ah, kami sudah bagaikan suami istri. Kini aku sudah tidak canggung lagi untuk memulai semuanya terlebih dahulu. Selama aku ingin, aku pasti tidak akan malu untuk meminta ayah memuaskanku.

“Mmphhh…”

Sambil tetap berciuman, aku mulai bergerak naik turun. Kontol ayah kurasakan keluar masuk di memekku. Kurasakan tangan ayah kembali melakukan remasan di bagian dada. Perlahan dimulai dari remasan. Terkadang ia juga memainkan putingku dengan jari-jarinya. Itu membuatku merasa geli dan keenakan.

Kini giliranku yang bermain di leher ayah. Aku sudah tidak peduli lagi. Yang kuinginkan saat ini adalah memuaskan ayahku dan ayah memuaskanku. Aku jilati hampir seluruh bagian lehernya sambil tetap bergerak naik turun.

Ayah tidak mau tinggal diam. Dia kini mulai kembali melahap payudaraku. Kedua susuku itu langsung ia caplok dengan mulutnya. Ia sedot-sedot dengan buasnya. Ia seperti seorang bayi yang kehausan dan menyusu pada ibunya. Tak lupa juga, lidahnya ia main-mainkan di puting susuku. Menjilat dan berputar-putar. Aku hanya bisa mendongakkan kepala menahan rasa nikmat di dada dan memekku.

“Ahh…yaah...tte…russs…aahh…sshh….” aku mendesah tak keruan. Gerakanku pun semakin cepat. Kontol ayah juga mulai cepat keluar masuk di memekku. Kontol itu seperti mengoyak-oyak seluruh bagian dalam memekku karena ukurannya yang sangat perkasa. Aku ingin terus merasakan kontol itu.

“Yahh…ee…naakkk…aahh…” desahku lagi.

“Aa…paa…nyaa…?” tanya ayah memancing.

“Kon…ttooll…”

“Kontol…siiapaa?” tanya ayah lagi, memancing.

“Aa…yaahh…ohh…”

Gerakanku semakin tidak terkontrol. Aku semakin cepat bergerak naik turun. Kadang juga aku melakukan goyangan pada pantatku untuk menambah kenikmatan pada kontol ayah mertua. Dan juga untuk mengimbangi rasa nikmat yang diberikan ayah.

“Yaahh…akk…kuu…” kurasa aku akan segera mencapai puncak kenikmatanku. Dan benar, aku memeluk ayahku dengan erat. Sementara pantatku semakin kuturunkan agar kontol ayah makin masuk ke dalam memekku. Memekku, kurasakan, semakin menjepit ke kontol ayah.

Ayah belum sampai pada puncaknya. Tak lama setelah aku sampai, ayah memintaku bangun dan berpegangan pada pinggiran bak mandi. Ayah juga memintaku untuk sedikit menungging. Ya, ayah ingin menyetubuhiku dari belakang. Sambil memegangi kontolnya, ayah mulai mengarahkannya ke memekku. Ia memintaku sedikit membuka paha agar lebih mudah.

Perlahan ayah mulai memasukkan kontolnya. Karena dari arah belakang, ayah sedikit kesusahan. Tetapi setelah dengan usaha yang cukup, akhirnya kontolnya bisa masuk dan ayah langsung melakukan gerakan menyodok memekku.

“Plok…plok…plok…” Bunyi yang dihasilkan karena pertemuan pantatku dan selangkangan ayah.

Tangan ayah meraih bagian susuku dan kembali meremasnya. Juga tak lupa ia mainkan puting susunya. Sementara itu, gerakan menyodok ayah makin bertambah cepat.

“Ahh…ahhh…” aku pun kembali mendesah. Kurasakan ciuman ayah sudah berada di tengkukku. Oh, ini semakin membuatku merasa terangsang.

“Yaah…cee…peenttinn…aahh…” pintaku pada ayah. Aku ingin ayah semakin mempercepat sodokannya di memekku.

Salah satu tangan ayah kemudian kurasakan turun ke bagian memekku dan meraih bagian paling sensitifku. Jarinya langsung mengarah ke klitorisku dan mulai ia mainkan. Jadilah aku makin tidak kuasa menahan birahi.

“Ahhh…ohh…yaaah…”

Ingin rasanya aku memeluk ayahku dan menciumnya dengan sepuasanya untuk meredam rasa nikmat yang dibuat oleh ayahku ini. Sementara itu ayah terus saja menyodok tanpa henti. Sampai akhirnya, aku kembali orgasme.

“Ohhh….” Badanku langsung ambruk. Apalagi saat di puncak, ayah terus memberikan rangsangan di klitoris. Untung saja ayah masih menahan badanku.

Akan tetapi, ayah tidak menurunkan ritme sodokan kontolnya. Badanku terguncang-guncang karena gerakan ayah. Namun, pada akhirnya, aku juga tidak mampu menahan puncak kenikmatannya.

“Rii…riinnn…” Ayah langsung menarik kontolnya dan spermanya langsung muncrat di bagian pahaku. “Ahhh...ahhhh…”

Akhirnya kita bisa saling memuaskan satu sama lain. Apalagi aku bisa mencapai orgasmeku hingga dua kali. Tapi badanku sudah cukup remuk. Selepas bercinta, kami langsung membersihkan diri. Kami saling menyabuni badan kami satu sama lain.

Selesai mandi, ayah berpesan padaku, “Ayah hari ini tidak ke sawah. Ayah ingin kita bercinta sepuasnya.”

Ucapan ayah benar-benar dibuktikan olehnya. Satu jam setelah mandi, ia kembali menggodaku yang saat itu sedang asyik menonton teve. Tiba-tiba ayah langsung mengunci pintu rumah. Aku kaget dan bingung melihat itu. Tanpa kuduga, ia langsung melepaskan baju dan bertelanjang di depanku. Aku paling tidak bisa melihat ayah mertuaku bertelanjang. Apalagi sesuatu yang menggantung di bagian selangkangannya. Jadilah aku luluh dengan rayuan ayah. Aku langsung mengajaknya ke kamar dan kami pun kembali bercinta.

Kami dibangunkan oleh panggilan Rizal, anakku, yang tidak bisa masuk karena semua pintu dikunci. Kami bangun dan segera merapikan diri. Ayah pergi ke kamarnya. Ayahku meminta untuk makan siang. Kusiapkan makan untuknya dan ayah juga. Pada saat sibuk menyiapkan, ayah kembali menggodaku. Ia memelukku dari belakang. Pada saat itu, Rizal anakku juga berada di dapur. Untungnya dia membelakangi kami.

“Yah, lepas,” pintaku. Tapi tangannya erat memelukku. Ia semakin nakal saja. Tetapi, aku harus mengakui bahwa kenakalannya itu, juga membuatku bahagia. Perasaan was-was yang bercampur nafsu membuat itu terasa semakin asyik untuk dilakukan.

Selepas makan, Rizal rupanya mengantuk dan ia langsung tertidur. Ini kesempatan bagi aku dan ayah untuk kembali berduaan. Dan ayah benar-benar memanfaatkan itu dengan baik. Aku diajak ke kamarnya dan kami kembali bercinta. Kami sudah layaknya pasangan pengantin baru yang terus ingin bercinta setiap saat.

Sebagai ‘istri’, aku hanya menuruti permintaan ayah. Aku sudah takluk padanya. Aku pasrah pada perbuatan ayah. Aku rela diperlakukan seperti apa pun oleh ayah. Kegagahan ayah mertuaku membuatku terbuai dan lupa siapa aku sebenarnya. Keperkasaannya membuatku ingin terus digagahi olehnya. Ya, kami seolah bagai suami istri yang baru membina rumah tangga: setiap harinya hanya berurusan dengan ranjang dan selangkangan.

Bersambung~
relaa niih yeee
 
Trnyata selagi mereka asik "bermain" Teman mertuanya di sawah sedang mengintipnya,,
Karna takut disebar luaskan maka mertuanya ngajak temenya untuk "menggarap" Menantunya bareng²,,
Dan itu terus berulang hingga semua teman² mertuanya sudah merasakn nikmat tubuh menantunya..
Mantap suhuu,, lanjuuut
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd