Part IV: Rest
Sial, Gracia ini berat juga. Aku yang masih lemas inipun berusaha untuk menggendongnya sampai kamarku. Kulirik Gracia yang kepalanya sedang bersandar di pundakku, kulihat dia memejamkan matanya sambil tersenyum lebar. Tingkahnya yang begitu menggemaskan sekarang ini membuatku bingung dengan sisi liarnya yang dikeluarkannya saat tadi. Gracia yang sadar kuperhatikan membuka matanya lalu dengan manjanya menempelkan pipinya ke pipiku.
“Kamar kakak yang mana?” tanyanya
“Ini,” jawabku singkat sambil berusaha membuka gagang pintu dengan siku lenganku.
Saat pintu terbuka aku langsung menuju kasur yang ukurannya sebenernya terlalu besar untukku sendiri. Aku merebahkan Gracia di kasurku berjalan ke arah pintu untuk menutupnya. Saat aku kembali menghampirinya, Gracia menarik tanganku sehingga aku langsung terjatuh di kasur. Aku membalikkan badanku sehingga dalam posisi terlentang kemudian Gracia langsung menindihku dan menyambar bibirku. Gracia melepas ciumannya lalu mengambil posisi duduk di atas perutku.
“Siap-siap, kak,” ucap Gracia sambil bangkit berdiri dan mengarahkan vaginanya tepat di atas penisku yang entah sejak kapan sudah tegak berdiri.
“Ok, Gre. Ahhh…” aku mendesah saat kurasakan bibir vaginanya mulai menyentuh ujung kepala penisku. Kulihat Gracia memejamkan matanya sambil menggertakkan giginya menahan desahan keluar dari mulutnya. Perlahan dia menurunkan badannya sampai vaginanya sudah melahap seperempat penisku. Gracia mengeluarkan desahan kecil lalu menaikkan tubuhnya lagi. Saat penisku hampir terlepas dari vaginanya, dia menurunkan badannya lagi secara perlahan dan kali ini dia sampai setengah penisku. Gracia menggigit bibir bagian bawah dan mengeluarkan sebuah lenguhan yang tertahan kemudian dia menaikkan tubuhnya kembali. Dengan kecepatan yang masih pelan, Gracia kembali turun dan vaginanya dia kerahkan untuk berusaha melahap keseluruhan penisku namun belum sampai ujung Gracia mendesah sambil memejamkan matanya lalu kembali menaikkan badannya. Sekali lagi Gracia turun tapi kali ini tidak secara pelan namun dengan sebuah hentakkan kencang dia mendorong tubuhnya kebawah sehingga penisku ambles seluruhnya ke dalam vaginanya. Gracia tidak dapat menahan sensasi yang dia buat sendiri sehingga dia mendesah kencang sambil mendongakkan kepalanya ke atas. Meski tadi sudah kuhujam berkali-kali tapi vaginanya masih terasa sempit dan selama hal tadi berlangsung aku hanya bisa menahan rasa nikmat dari pijatan dinding vaginanya.
Sekarang Gracia terdiam duduk manis selagi penisku menancap di vaginanya, dia menatapku sayu sambil tersenyum. Wanita cantik ini kemudian kembali menaik turunkan tubuhnya sendiri, dengan pelan tapi pasti dia memberikan kenikmatan pada daerah selangkangan kita berdua. Gracia yang sedari tadi menahan rintihannya mencondongkan sedikit badannya ke depan kemudian menaruh kedua tangannya di dadaku sebagai senderan. Saat inilah dia mulai mempercepat gerakan pinggulnya sendiri dan terus menggenjot penisku dengan vagina miliknya.
“Ohhh… Kontol kakak… ahhh… Gede banget… ahhh… ahhh… kalo kaya gini… ahhh… ahhh… aku bisa… nnnggghhh… ketagihan... ohhh…” Gracia berbicara dan berdesah secara bersama-sama sambil wajahnya memasang ekspresi yang membuatku semakin bernafsu untuk terus berhubungan badan dengannya.
Tak tinggal diam, aku langsung memegang pinggang Gracia dengan kedua tanganku lalu saat selanjutnya dia menurunkan pinggulnya, aku langsung menghentakkan pinggulku keatas membuat selangkangan kami bertabrakan namun memberikan kenikmatan yang luar biasa. Gracia yang tidak menduganya langsung melenguh keras sampai matanya ikut melotot. Dengan tempo yang cepat, kami terus menggenjot satu sama lain. Gracia yang seperti tidak kuat menahan sensasinya menjatuhkan badannya ke pelukanku dan permainanpun berhenti untuk sesaat. Kami tidak saling berbicara, nafas terengah-engah Gracia terdengar karena wajahnya tepat di sampingku, dadanya yang menempel di dadaku naik turun, tubuh kami yang sudah sangat berkeringat saling bersentuhan dan semua itu dalam kondisi penisku masih tertancap tegak di dalam vaginanya. Tanganku yang dari tadi mengelus-ngelus rambut dan punggungnya kuturunkan sampai ke pantatnya. Pantat semok Gracia itu aku remas-remas lalu kemudian aku genggam erat. Dengan genggaman erat itu aku mulai kembali menyodok-nyodok liang kewanitaannya itu dengan sekuat tenaga. Gracia yang hanya kuberikan sedikit waktu berisitirahat langsung kembali mendesah keenakan.
“Kak, ahhh… please… Ahhh… ahhh… jangan berhenti… Ahhhhhh…”
Beberapa saat aku bertahan dengan posisi ini sambil Gracia terus memelukku sembari vaginanya tiada henti aku hujam dari bawah sampai akhirnya pinggangku merasa pegal dengan posisi ini. Aku mengangkat tubuh Gracia, melepas vaginanya dari penisku lalu aku merebahkan tubuhnya di kasur. Aku mengambil posisi kemudian aku membuka kedua paha Gracia lebar-lebar. Tanpa basa-basi aku melesatkan penisku masuk kembali ke vaginanya dalam posisi bercinta paling klasik ini. Gracia kali ini benar-benar kehilangan kendali dan membiarkan semua desahan merdunya itu dikeluarkan. Akupun tidak bisa menahan desahanku selagi aku terus menggenjot sambil memegangi kedua paha wanita yang sangat luar biasa ini. Kedua payudara Gracia yang dari tadi ikut berguncang naik turun mengikut irama sodokanku aku raih dengan tanganku dan aku remas-remas secara kasar. Untuk beberapa menit kita bertahan di posisi ini sampai tiba-tiba Gracia melingkarkan kakinya di pinggulku seolah mengunci diriku untuk terus menyetubuhi dirinya.
“OHHH! AHHH… AHHH… AHHH! INI ENAK BANGET KAK! OH, GOD!!!”
Dengan sebuah sodokkan dengan penisku, aku merasakan tubuh Gracia bergetar lalu dia meraih klimaks ketiganya hari ini. Gracia perlahan mengatur nafasnya, aku juga mengambil nafas yang panjang meskipun aku belum keluar karena daritadi aku terus menahan.
“Kakak. Kakak belum keluar yah?” tanya Gracia yang melihatku dengan penisku yang masih berdiri tegak. “Aku tau deh harus gimana,” lanjutnya yang meskipun wajahnya terlihat sudah sangat lelah namun tetap mampu bergerak lalu dia turun ke bawah kasur dan berlutut. “Ayo kak,” ajaknya.
Aku hanya tersenyum melihat ketangkasan yang dia perlihatkan kemudian aku menuruti ajakan ikut turun dari kasur. Aku berdiri di depannya lalu Gracia memegang kedua payudaranya sendiri, mengangkatnya dan akhirnya mengarahkan penisku masuk diantara kedua belahan payudaranya. Penisku dijepit oleh dua gundukan besar miliknya. Akupun langsung memegang pundak Gracia sebagai pegangan kemudian aku mulai menyodok-nyodokkan penisku sampai ujung kepala penisku terlihat keluar masuk di jepitan yang terasa lembut dan kenyal itu. Gracia yang menatapku memberikanku sebuah senyuman nakal sambil aku terus memompa dalam tempo yang cukup cepat.
“Enak kak?” tanyanya sambil menggodaku.
“Ah… iya enak. Ohhh! Not gonna lie, your tits are fucking amazing, Gre!”
“Oh, ya? Kalo gitu terusin, kak. Terus entotin tetek aku kalo enak,” kata-kata kotor yang dilontarkan Gracia itu membuatku semakin semangat menggerakan pinggangku.
“Ohhhhhh… Fuck!!!”
Crot. Crot. Crot. Crot. Crot. Crot. Aku mencabut penisku dari payudara Gracia dan saat itu juga aku menembakkan cairan kentalku ke arahnya. Gracia berteriak terkejut sambil kemudian menutup matanya. Tembakan pertama mengarah ke bagian atas payudaranya, diikuti dengan yang kedua mengarah ke lehernya. Sisanya kuarahkan semua luncuran spermaku ke wajah cantiknya.
“That was amazing,” ucapku sambil menarik nafas panjang kemudian dengan lemas duduk di samping kasur dengan penis yang lemas juga.
“Hahaha, makasih, kak! Seneng deh ngentot sama kakak,” ucapnya dengan riang sambil membersihkan sperma yang ada di wajah dan dadanya dengan tangannya dan sesekali dia menjilati sperma yang ada di tangannya.
“Ih, jorok! Bersihin dulu sana. Sekalian mandi kalau mau. Kamar mandinya disitu,” kataku sambil menunjuk kamar mandi yang ada di dalam kamar tidurku.
“Jorok juga kan ini punya kakak. Yaudah aku mandi deh. Bareng?”
“Hah? Ah gausah ngada-ngada deh. Gua capek banget ini, mana tadi ga sempet makan.”
“Ummm… iya juga yah. Aku juga jadi laper nih karena kakak ngomong gitu. Yaudah aku mandi, kakak masakin aku nasi goreng kaya yang tadi yah. Enak soalnya,” pintanya dengan wajah yang sebenernya masih belepotan sedikit dengan spermaku namun tetap saja tidak menutup wajahnya yang cantik dan imut.
“Oke,” balasku singkat sambil aku berdiri ke arah lemari mengambilkan handuk untuk Gracia dan baju ganti untuk diriku sendiri.
…
Tidak terasa sekarang sudah hampir jam 5 sore. Cukup lama ternyata tadi aku berhubungan badan dengan Gracia. Saat ini dia sudah beres mandi dan sedang makan di meja makan sambil kutemani. Dia mengenakan baju milikku yang kebesaran membuatnya seperti anak kecil dan ditambah lagi dengan cara makan dia yang begitu lahap. Penampilan dan tingkah lakunya sangat berbeda ketika di atas ranjang.
“Habis! Nasi goreng kakak enak. Kali-kali ajarin aku masak dong. Oh iya, kak.” ucapnya terpotong karena dia malah meminum segelas air putih.
“Kenapa?” tanyaku.
“Aku nginep yah.”
“Nginep? Ngapain? Nanti lu dicariin orang tua lu lagi,” kataku yang terkejut dengan permintaannya.
“Ihhh… aku tuh emang rencanya mau nginep di rumah Kak Shania cuman kan gajadi. Berhubung aku disini, ya aku jadinya nginep disini aja yah. Gimana?” ucapnya sambil kali ini memasang wajah memelas sama seperti yang tadi siang dia berikan padaku.
“Ok, yaudah. Iya boleh,” dengan menghelakan nafas yang panjang akupun mengiyakan permintaannya.
Gracia menghampiriku lalu menaruh tangannya di pundakku, “kalo gitu kita bisa…”
“Eits,” aku memotong perkataan Gracia yang aku tahu arahnya akan kemana. “Tapi lu harus beresin kerjaan lu dulu, alasan awal lu kesini buat itu, kan?” wajah Gracia langsung berubah kesal dengan perkataanku tapi dia langsung mengerti dan mengiyakan perkataanku.
“Ok. Tapi abis itu kita…” Gracia yang saat ini berdiri di depanku tidak melanjutkan perkataannya dan hanya menundukkan kepalanya memasang wajah cemberut sambil memain-mainkan jari tangannya.
“Apa?” tanyaku yang sudah tahu jawabannya tapi hanya sekedar memastikan.
Gracia tidak menjawab dan terus menundukkan kepalanya tapi kali dia membuat lingkaran dengan jari telunjuk dan jempol kirinya sambil jari telunjuk kanannya keluar masuk di lingkaran tersebut. Aku yang langsung mengerti maksud Gracia tidak bisa menahan tawa atas tingkahnya kali ini.
“Hahaha… yaampun, Gre. Kamu tuh ih, ngegemesin banget sih. Iya, iya aku tau maksud kamu. I’m all yours. Tapi, beresin dulu kerjaan kamu sana.”
“Hahaha… oke kak. SEMANGAT!” ucap Gracia sambil mengangkat kepalan tangan kanan kanannya dengan wajah yang kini kembali riang.
“Semangat!” entah kenapa aku juga ikut menyamangati sambil melakukan gerakan tubuh yang sama dengannya, mungkin aku mulai terpengaruh dengan kelakuannya.
Gracia kemudian memelukku singkat lalu langsung melepaskannya dan beranjak ke ruang baca. Aku hanya bisa tersenyum kemudian beranjak ke ruang tengah. Karena aku tidak punya hal yang harus kukerjakan, aku melakukan hal yang biasanya aku lakukan ketika sendirian. Aku menyalakan PS 4-ku lalu mulai bermain game basket, NBA 2K19. Tidak lama aku bermain game tersebut karena ternyata rasa lelahku belum sepenuhnya hilang. Akhirnya kumatikan konsolku dan aku tidur rebahan di sofa. Tanpa tersadar akupun tertidur disana.
…
Aku terbangun dari tidur lelapku. Aku langsung mengecek jam dengan kondisi setengah tersadar. Aku terkejut saat melihat kalau sekarang sudah pukul 10 malam. Aku langsung bangkit duduk dan hal yang pertama kupikirkan adalah Gracia ada dimana. Kemudian aku langsung berdiri dan berjalan perlahan ke arah ruang baca sambil mengumpulkan kembali nyawaku setelah bangun tidur. Saat sampai disana, kulihat Gracia sedang tidur dalam posisi duduk sambil kepalanya dia letakkan di atas meja.
“Gracia. Bangun. Tidurnya di kasur aja,” aku mencoba membangun Gracia sambil berbisik-bisik dan menggoyangkan tubuhnya pelan-pelan karena aku tidak mau membuatnya terkejut. Tapi usahaku percuma dan Gracia tidak merespon sedikitpun.
Aku yang tidak mau membiarkannya tidur di posisi seperti ini terpaksa harus memindahkannya dari sini dengan usahaku sendiri. Bagaimana? Ya, aku menggendongnya. Kali ini posisi Gracia di depanku dan aku seperti sedang menggotongnya. Membawanya seperti ini jauh lebih berat ketimbang tadi aku menggendongnya di pundakku. Selama proses mengangkatnyapun Gracia hanya tertidur pulas dan tidak berekasi apapun. Astaga, dia ini tidur atau pingsan sih. Akupun membawanya keluar ruangan sampai akhirnya aku tersadar ada satu rintangan yang harus aku lewati yaitu tangga menuju lantai atas. Akhirnya, dengan seluruh tenaga aku membawa Gracia sampai ke lantai dua dan akhirnya ke kamarku. Aku merebahkannya di tempat tidur lalu menutupi tubuhnya dengan selimut.
“Good night,” ucapku padanya sambil merapikan rambutnya yang menghalangi wajah cantiknya sehingga aku dapat memperhatikannya lebih jelas.
Tiba-tiba aku tersadar rasa tidak nyaman yang datang. Ternyata itu datang dari bau badanku karena sejak tadi siang aku belum sempat membersihkan diri. Sekarangpun aku kembali berkeringat karena tadi harus berolahraga angkat beban sambil menaikki tangga. Akhirnya akupun memutuskan mandi di malam yang dingin ini.
To be continued…