Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Guardians of Pandea

wow crown princess jd ujung tombak ??
kalo baca skilas jngn2 the prince juga turun tangan.... koq jd bayangin si arthas waktu masi jd palladin.. ups malah ngomongin game
 
:mantap:
akhirnya di apdett juga
● typo rasa-rasanya gak ada... hanya ada yg 'mubazir' kata.
● sementara ini
:jempol:
wokey, nunggu next update.
 
wow crown princess jd ujung tombak ??
kalo baca skilas jngn2 the prince juga turun tangan.... koq jd bayangin si arthas waktu masi jd palladin.. ups malah ngomongin game

Wah...Warcraft memang jadi referensi kelas wahid untuk cerita fantasy masbro...storyline dan pembuatan detil dunianya memang ndak ada yang ngalahin...

mudah-mudahan mas bro bisa menikmati ceritanya walau sedikit demi sedikit hehe...

Btw sama nih ane juga pensiunan MMORPG juga... :D
 
:mantap:
akhirnya di apdett juga
● typo rasa-rasanya gak ada... hanya ada yg 'mubazir' kata.
● sementara ini
:jempol:
wokey, nunggu next update.

Aduh..masbro di tunggu ke mana aja sih hehehe...
segera ditindaklanjuti gan..emang cuman masbro yang bikin harus baca ulang lagi...biar lebih kohesif lagi gan :)

matur tengkyu ya bro...mudah2an tetap diberi kesabaran membaca cerita dari penulis males seperti ane :ampun:
 
lho akhirnya dipindah ke subfor cerita
pantesan dicari di cerbung gak ada
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
[CHAPTER 1] Part 2 - Air dan Api (Bolazar's Theory)

Sebuah demonic crease menyala-nyala di tengah padang ilalang. Asrinya pemandangan rerumputan itu terkoyak oleh kekacauan dimensi yang merah menganga. Tujuh orang menanti di mulut gerbang dengan beragam ekspresi.

Seorang pendeta perempuan tidak bisa menyembunyikan raut cemas di parasnya yang cantik jelita.

Seorang penyihir perempuan berambut hitam tampak waspada dan sibuk membaca mantra.

Seorang ksatria berdiri membatu menyandang pedang dan perisai seolah ingin menantang dunia.

Seorang cebol berdiri di kejauhan menenteng sebuah senapan laras panjang sambil mengintip di balik pisirnya.

Sepasang pria kembar yang sama-sama larut dalam meditasi dengan memejamkan mata.

Dan seorang Phrei tegar yang mengangkat tombak bermata golok serta memasang kuda-kuda.

Kecuali si kembar dan penyihir, mereka hanya diam terpana tanpa melakukan apapun. Kumpulan orang itu seperti menunggu sesuatu.

Si kembar yang sempat khusyuk dan larut dalam petapaannya tiba-tiba membuka matanya hingga terbelalak. Sejenak kemudian, mereka dengan berbarengan meneriakkan sesuatu kepada rekan-rekannya. Namun apa yang mereka teriakkan itu tidak terdengar sama sekali.

Sang ksatria sontak memutar pedangnya dan berlari ke arah crease. Bersamaan dengan itu, sesosok makhluk mirip beruang raksasa melompat keluar dari lubang cahaya. Sang ksatria tidak memperlambat langkahnya barang sedikitpun. Seringai di wajahnya menunjukkan bahwa dirinya justru senang menyambut lawan yang menjulang di depannya. Rasa tak kenal takut itu membuat ksatria kecil tadi nampak sepadan dengan sang monster. Keduanya saling mendekat sambil menyiapkan serangan terbaiknya.

"Haaaaaghhhh...!" seorang yang sudah tua renta terbangun dari tidurnya. Ia mencoba menghirup nafas dalam-dalam mengejar degup jantungnya terpacu tak menentu. Pria itu menangkupkan kedua telapak tangan ke wajah dan mengusapnya dua kali. Ia kemudian bangkit dari ranjang itu setelah memiringkan badan karena otot-otot tubuhnya sudah terlampau lemah untuk bisa bergerak dengan leluasa.

Setelah bersusah payah mengambil tongkat berjalan yang tersandar di dinding samping tempat tidurnya, pria uzur itu berjalan pelan keluar bilik.

"Palos, di mana kau Nak?" ia memanggil seseorang sembari bersandar ke tembok. Keringat dingin masih bercucuran hebat di keningnya, "Ambilkan aku segelas air!"

Terdengar suara langkah kaki beradu dengan lantai kayu rumah itu. Dari balik tirai muncul seorang Phrei muda sambil membawa cawan berisi minuman, yang langsung disodorkannya kepada sang peminta.

Dengan tangan gemetar, si orang tua meminum air itu sedikit demi sedikit hingga tandas.

"Guru Shujo, ada apa hingga guru terbangun dan tampak menderita seperti ini?" kata pemuda Phrei itu di tengah keheranannya.

Guru Shujo merambat ke bangku kemudian duduk. "Aku tidak tahu Palos. Akhir-akhir ini aku diserbu oleh bayangan-bayangan dalam bunga tidurku yang kian tak menentu apa maksudnya."

Palos bersimpuh di depan Guru Shujo, "Apakah yang guru lihat?"

"Kekacauan demi kekacauan," ucap Guru Shujo yang kemudian bertopang kening, "Pertempuran hebat dengan Netherworld Demons. Mereka tetap datang tanpa berhenti sedikitpun, sedangkan pejuang Pandea justru semakin sedikit dan terdesak."

Mata Palos bergetar, "Bagaimana Guru Shujo tahu?"

"Aku melihat orang-orang yang berbeda kali ini, Nak. Pengikut Qiliang dan sang ksatria bergada besi itu tidak lagi bertarung. Aku tidak yakin, tetapi melihat bagaimana mereka tidak pernah berhenti berjuang menghalau gelombang demi gelombang penyerang dari dunia lain, tidak mungkin mereka bisa berhenti dan hilang begitu saja. Besar kemungkinan mereka berdua sudah tiada," ucap Guru Shujo.

Tiba-tiba sang guru turun dari tempat duduknya dan mencengkeram lengan Palos kuat-kuat, "Kau bersiap-siaplah, Nak. Bulatkan hatimu dan jangan pernah menahan diri."

"Ap..apa maksud Guru?" tanya Palos dengan wajah melongo.

"Palos Sandega, Aku melihat dirimu dalam mimpiku," imbuh Guru Shujo, "Takdir Pandea berada di atas pundakmu, Nak."

Tenggorokan Palos tercekat mendengar kalimat Guru Shujo. Tiada angin dan tiada hujan, tiba-tiba Ia dinisbahkan oleh sang guru sebuah tanggung jawab yang sangat besar, hingga sekilas terdengar di telinganya seperti omong kosong belaka. Banyaknya perasaan yang berkecamuk di dalam hati Palos justru membuatnya terdiam tanpa kata-kata. Ia hanya bisa tertegun dan lalu tertunduk lesu memandangi lantai kayu di rumah yang menempel di pohon besar itu. Di dalam hatinya Palos membatin bahwa gurunya tidak mungkin ngelindur. Ia sudah hidup terlalu lama dengan shaman itu untuk meragukan omongannya.

Palos mengangkat kembali kepalanya, "Guru, beritahu apa yang harus saya lakukan."

-------

Aula Perjamuan Ranquille sedikit demi sedikit berangsur lengang. Ruang yang tadinya dipenuhi oleh undangan, perlahan mulai kosong dan hanya terlihat para pelayan istana yang berlalu-lalang membawa perangkat makan yang telah terpakai.

Leonard duduk di sebelah ayahandanya yang sudah mulai limbung akibat banyaknya minuman keras yang ditenggaknya.

Nampak sudah tidak mampu lagi menahan pusing, Raja Humboldt membenamkan wajahnya ditengah kedua tangannya yang ia tekuk di meja. "KLENG...KLENG...," mahkota Raja Humbold yang terantuk lengannya sendiri, jatuh dan berputar-putar di meja.

Leonard berdiri dari bangkunya dan menangkap mahkota ayahnya tersebut. Ia kemudian meletakkan mahkota itu di samping bahu ayahnya yang mulai kedengaran mendengkur.

"Pangeran Leonard," tiba-tiba ada seseorang menyapa dari belakang. Ternyata pemilik suara itu adalah Ratu Belziel. "Terima kasih atas jamuannya yang sangat meriah, Pangeran. Kami merasa sangat puas atas kunjungan ke Ranquille kali ini," ujar Ratu Belziel.

Dengan menundukkan wajah, Leonard membalas, "Terima kasih atas pujian Ratu. Kami mohon maaf apabila ada perkataan atau hal yang Ratu kurang berkenan selama kunjungan di rumah kami ini."

"Pangeran tidak perlu begitu, justru kamilah yang telah banyak merepotkan Lodiston Imperial," kilah Ratu Belziel. Sang ratu kemudian menggerakkan kepalanya untuk melihat keadaan Raja Humboldt. "Apakah Raja Humboldt..."

Leonard terkesiap itu dan langsung menyela, "Kami tidak enak hati menyampaikan hal ini Ratu Belziel, tetapi Raja Humboldt sepertinya tidak dapat lagi mengendalikan kesadarannya akibat terlampau banyak minum."

"Ah tidak apa-apa, Pangeran. Kami hanya ingin mohon pamit kepada beliau karena kami akan segera bertolak kembali menuju Juravia," ujar sang ratu. "Alveond dan Galleon memilih tinggal dan Ranquille dan akan langsung bergabung di dengan Cardinal Rhemus. Saya harap Pangeran dapat mengasuh mereka dengan baik. Sedangkan Almaiel," Ratu Belziel menatap adiknya, "dia sementara akan kembali ke Juravia untuk menyelesaikan beberapa hal terlebih dulu sebelum kembali bergabung dengan CGA."

Ucapan itu disambut dengan anggukan pelan oleh Almaiel.

"Baik, Ratu. Pesan Ratu nanti akan saya sampaikan langsung kepada Raja Humboldt," respon Leonard.

"Kalau begitu perkenankan kami untuk mohon diri, Pangeran Leonard," salam Ratu Belziel sambil sedikit menundukkan kepalanya.

Leonard memberikan penghormatan dengan membungkukkan badan seraya menyentuhkan tangan kirinya ke lambang Lodiston Imperial yang berada di dada kiri pakaian yang dikenakannya. Rombongan Ratu Belziel pun segera beranjak menuju pintu keluar.

"Baginda...Baginda," panggil Leonard yang ingin membangunkan Raja Humboldt karena ia tidak mau orang-orang melihat ayahandanya dalam keadaan yang seperti itu, "Baginda". Beberapa kali Leonard mencoba dengan memanggil dekat telinga, mengenggam pergelangan tangan, hingga memberi gosokan pelan di punggung Raja Humboldt, namun sang raja tidak kunjung bangun. Leonard pun meraih tangan Raja Humboldt dan merangkulkan ke pundaknya. Dengan sekali hentak, Leonard pun menaruh sang ayah dalam gendongannya. Walaupun sempat mengangkat lemah kepalanya karena terganggu, Raja Humboldt kembali tersungkur di bahu kanan Leonard yang kemudian membawanya keluar ruangan itu dengan diam-diam.

Tidak jauh dari meja sang raja yang sudah kosong, Cardinal Rhemus tertegun melihat Pangeran Leonard dan Raja Humboldt yang keluar begitu saja. Belum habis rasa heran Cardinal Rhemus, beberapa tamu kerajaan menyapanya dan meminta pamit, "Cardinal Rhemus! Bolehkah kami menghadap Raja Humboldt untuk memohon pamit?" tanya rombongan dari Brandelin, koloni Bangsa Kurc.

"Ah, Lord Wendoreth. Raja Humboldt merasa lelah dan beristirahat di kamar," jelas Cardinal Rhemus, "kami khawatir Lord Wendoreth tidak bisa menghadap baginda saat ini."

"Hah! Tidak apa-apa Cardinal!" seru Lord Wendoreth dengan dialek kaum Kurc yang selalu berapi-api dan berbicara keras-keras meskipun dalam obrolan biasa. "Kalau begitu kami berangkat sekarang! Mari Cardinal!" umbar Lord Wendoreth sambil mengajak rombongannya ikut serta.

Cardinal Rhemus mengamati delegasi Kurc hingga mereka tidak nampak lagi. Beberapa detik kemudian, terdengar kegaduhan suara dan tawa Kurc di luar seperti sedang bersenda gurau. Suara itu berlangsung beberapa lama sebelum akhirnya tenggelam sedikit demi sedikit dan berhenti. Cardinal Rhemus baru akan mengalihkan pandangannya ketika sesosok Kurc tiba-tiba muncul dari kejauhan. Wujudnya tidak begitu jelas di tengah cahaya sore hari yang semakin meredup seiring matahari yang mulai condong ke barat.

Batin Cardinal Rhemus berucap bahwa mungkin salah seorang dari rombongan Kurc lupa dan tertinggal sesuatu di ruang makan itu.

"Semoga Cardinal Rhemus masih menerima tamu meski pestanya sudah usai," ujar sosok yang mengenakan jaket bulu yang terlihat lusuh karena debu. Langkah kakinya beberapa kali terdengar menyeret seperti orang yang kelelahan.

Cardinal mengerutkan kening dan terus mengamati. "Torobyn?" gumamnya begitu mengenali Kurc di hadapannya tersebut. "Aku baru saja sadar jika kau tidak hadir bersama Lord Wendoreth hari ini. Dari mana saja kau akhir-akhir ini? Aku tidak melihatmu sejak kejadian demonic crease yang terakhir kemarin?" berondong Cardinal Rhemus.

"Aku lelah Cardinal. Tidakkah aku boleh makan dan minum dulu sebelum menjawab semua pertanyaanmu tadi?" pinta Torobyn sembari melepaskan pakaian penghangatnya.

"Pelayan!" teriak Cardinal Rhemus, "Bisa kau bawakan makanan untuk tamu kita?" perintahnya begitu melihat seorang pelayan menoleh ke arah mereka berdua. Pelayan itupun mengangguk dan mengiyakan dengan pelan sebelum bergegas mengambilkan pesanan sang cardinal.

Berbeda dengan Kurc yang pada umumnya gempal, Torobyn memiliki tubuh yang relatif kurus karena dia memang tidak pernah mengerjakan pekerjaan fisik atau berlatih seni perang. Wajah Torobyn terlihat rapi dengan tatanan rambut klimis yang disisir ke belakang serta cambang yang tercukur rapi, namun tetap berwibawa berkat kumis tebal yang melintang di atas bibirnya. Kacamata bulat yang disangkutkan di hidung besarnya menyempurnakan tampilannya yang jauh dari kesan kasar.

Torobyn menuju ke salah satu meja jamuan, menarik kursi, dan kemudian melompat ke tempat duduk yang sebenarnya sedikit terlalu tinggi baginya. "Raja Humboldt?" tanyanya ketika tidak melihat kepala negara Lodiston Imperial di ruangan itu.

Cardinal Rhemus menggelengkan kepala, "Beliau mengundurkan diri setelah beberapa gelas alkohol."

"Aku kira beliau ahli dalam urusan minum-minum," sahut Torobyn heran.

"Beberapa belas gelas lebih tepatnya. Baru saja Leonard memapahnya ke dalam," jelas Cardinal Rhemus. Ia lalu duduk di seberang Torobyn dan kembali berujar, "Lagipula hanya masalah waktu sebelum usia mulai menggerogoti seluruh apa yang dulunya kita bisa lakukan dengan baik."

"Maksudmu bagaimana dirimu sudah tidak terjun lagi di CGU?" sindir Torobyn.

"Ha ha ha," Cardinal Rhemus larut dalam tawa, "ternyata kau masih belum kehilangan selera humormu, Torobyn."

Pembicaraan itu disela oleh kedatangan pelayan yang membawa sebaki penuh makanan dan minuman. Piring demi piring masakan ditata oleh pelayan itu di depan Torobyn yang mimik mukanya berubah cerah setelah melihat hidangan yang membuat mulutnya berair. Terakhir, pelayan itu meletakkan dua gelas penuh minuman yang masing-masing berisi minuman keras dan susu segar.

"Tolong ambil air berbuih ini kembali. Aku ambil susunya saja," Torobyn menarik gelas susunya mendekat dan meminumnya. Habis setengah gelas, Torobyn mulai memilih-milih makanan yang hendak disantapnya. "Aha! Bistik sapi dengan bumbu a la Ranquille yang pedas! Terima kasih," ujar Torobyn dengan mimik wajah yang sumringah. Ia pun langsung melahap sepotong demi sepotong daging sapi itu tanpa berhenti barang sejenak.

Meski rahangnya sedang penuh dengan lauk, kentang, dan sayuran, Torobyn memaksakan diri untuk berbicara, "Jabi, apha yang diphutushkan dalam shummit kali ini, Charbinal?" selesai dengan bistiknya, Torobyn langsung meraih sebongkah roti keras yang segera dikunyahnya.

Cardinal Rhemus terkekeh, "Heh heh heh! Kau ini benar-benar konyol, teman. Mengapa kau tidak habiskan dulu makanan di mulutmu itu sebelum bertanya kepadaku."

Kurc itu menunjuk Cardinal Rhemus dengan garpunya, "Carbhinal, kau temtu tau kalau aku shuka memdengar chrita saat sendang makhan."

"Baiklah kalau kau berkeras," Sang cardinal melipat tangannya di meja dan menjelaskan, "Summit mengambil keputusan untuk menghidupkan kembali divisi penelitian crease."

"Ehk...UHUK!...UHUK!...UHUK!" Torobyn sontak tersedak dan terbatuk-batuk. "GLEK...GLEK...GLEK!" Ia segera meraih gelas dan menghirup sisa minumannya tadi hingga tandas dalam sekejap. Torobyn pun berhasil mengatasi gelegak di kerongkongannya yang hampir membuat makanannya kembali keluar. Dengan kumisnya yang masih basah oleh air susu, Torobyn menyelidik, "Apa aku tidak salah dengar, Cardinal? Divisi penelitian crease?"

"Benar, Torobyn," Cardinal Rhemus mengiyakan.

"Aku memang tidak pernah melihat dengan mata kepalaku sendiri, tapi bukannya divisi serupa di masa lalu hanya menemui kegagalan dan cerita-cerita yang kurang mengenakkan?" kata Torobyn heran.

"Betul. Tetapi mau tidak mau kita harus mencari cara agar crease itu bisa dilenyapkan sekali dan untuk selamanya. Pandea tidak bisa terus mengandalkan CGU untuk menahan invasi ini," terang sang Cardinal. Ia menghela nafas dan melanjutkan lagi, "Apalagi musuh yang datang semakin lama semakin kuat. Aku tidak bisa membayangkan jika pada suatu saat nanti kita akan kehabisan petarung dan diserang sejadi-jadinya oleh para monster itu."

"Fuuhhh...aku kenyang," Torobyn menggeliat dan merebah di sandaran kursinya. Alih-alih memberikan komentar atau saran untuk permasalahan yang dihadapi CGA, Torobyn justru bernikmat-nikmat. "Sebentar, Cardinal," katanya ketika sekilas melihat Cardinal Rhemus seolah sedang menunggunya berbicara. Ia menyedekapkan tangan ke perut lalu merehatkan kepala dengan menundukkannya dalam-dalam. Kurc itu tampak sedang memikirkan sesuatu.

"Kau punya ide, Torobyn?" tanya Cardinal Rhemus penasaran.

Nafas Torobyn yang tadinya memburu sewaktu dengan semangat menghabiskan makanannya, beranjak jadi pelan dan teratur.

Cardinal Rhemus memanggil kembali, "Torobyn?"

Torobyn tidak menjawab dan tetap bergeming.

Cardinal Rhemus mencoba mengamati teman lamanya itu lebih dekat. Ketika sudah berada di depan wajah Torobyn, tiba-tiba, "GROOOKKK!" suara dengkur keras Torobyn mengejutkannya. "Ya ampun," kata Cardinal Rhemus seraya menggeleng-gelengkan kepala.

"Grr...Hahh...apa," Torobyn terkejut dan gelagapan. Menyadari dirinya baru saja terbangun dari tidur, Torobyn langsung mengucek matanya dan tertawa kecil, "Hehehe...maafkan aku, Cardinal. Aku tadinya hendak berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan yang ada. Hanya saja aku capek sekali setelah menempuh perjalanan jauh sendirian. Belum lagi ditambah makanan berat dan perut yang kenyang. Ngomong-ngomong sampai di mana kita tadi?"

"Tentang kedatanganmu kemari?" Cardinal Rhemus mengingatkan.

Torobyn mengangguk, "Hmm, itu. Jadi begini..."

Cardinal Rhemus tiba-tiba memotong perkataan Torobyn, "Sebentar kawan. Bukan maksudku ingin menahanmu, tapi apakah kau bersedia tinggal di Ranquille barang satu atau dua hari ini?" Ia tahu bahwa Torobyn tidak pernah betah tinggal di Ranquille. Meskipun sudah berkali-kali mengunjungi markas besar CGA, tapi Torobyn tidak pernah sekalipun menginap.

"Menginap?" Torobyn menghela nafas panjang dan menghembuskannya. "Cardinal tahu bahwa itu permintaan sulit," balas Torobyn sambil menggosok gosok dagunya.

"Besok CGA akan mengumpulkan seluruh anggotanya. Semuanya, dari mulai persenjataan, logistik, pasukan, dan tentunya divisi riset yang baru saja dibentuk. Terus terang CGA saat ini tidak punya rencana apapun ke depannya selain siaga tempur. Aku benar-benar membutuhkan kemampuanmu sebagai seseorang yang mendalami tentang demonic crease untuk bisa urun rembug di pertemuan itu. Atau mungkin kau malah bisa memberikan satu atau dua saran," papar Cardinal Rhemus.

Torobyn mengacungkan dua jarinya, "Dua syarat."

"Sebutkan syaratmu," tanya Cardinal Rhemus.

"Satu, aku mau kamar yang paling nyaman malam ini," tegas Torobyn sambil menegakkan jari telunjuknya.

Begitu mendengarkan permintaan Torobyn itu, Cardinal Rhemus langsung menjentikkan jari dan berucap, "Pelayan!" seketika itu seorang pramu istana yang berada paling dekat dengan Cardinal Rhemus langsung menghentikan aktivitasnya dan mendekat ke sang pemanggilnya. "Tolong kau siapkan sebuah kamar tamu utama untuk rekan Kurc kita ini," perintah sang cardinal.

"Baik Cardinal, akan segera kami siapkan," balas pelayan itu sembari mengangguk. Ia pun dan bergegas beranjak dari tempatnya berdiri.

"Kau telah mendapatkan permintaan pertamamu," tuding Cardinal Rhemus ke arah Torobyn, "sekarang sebutkan syaratmu yang kedua."

Torobyn menghela nafas dan kemudian menaikkan jari tengahnya, "Permintaan yang kedua..."

Cardinal Rhemus tampak menanti dengan antusias.

"...lebih baik besok saja aku beritahu," tutup Torobyn singkat.

"Kenapa?" selidik Cardinal Rhemus.

Torobyn menggelengkan kepala, "Aku masih belum yakin. Aku ingin melihat dulu jalannya pembicaraan besok."

"Kau benar-benar tidak mau mengucapkannya sekarang?" desak Cardinal Rhemus, "Aku mungkin saja berubah pikiran."

Torobyn terkekeh, "Hehehe...aku percaya Cardinal akan menepati janji," ujarnya dengan penuh optimisme, "lagi pula Cardinal memerlukan keahlianku untuk memenangkan perang ini, bukan?" lanjutnya lagi.

Cardinal Rhemus hanya bisa merespon jawaban Torobyn dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Huaaaahh...Aku sangat lelah dan mengantuk, Cardinal," ucap Torobyn setelah menguap lebar-lebar. Ia lalu membetulkan letak kacamata yang hampir merosot dari hidungnya.

Cardinal Rhemus berdiri dari tempat duduknya. "Mari. Biar aku mengantarmu ke kamar," tawar Cardinal Rhemus.

"Sebenarnya aku menanti ajakan itu dari tadi, Cardinal," seloroh Torobyn. Kurc itu dengan gesit bergerak ke samping Cardinal. Torobyn menyodorkan mantel bulu dan tas cangklongnya, "Maukah Cardinal membantu orang yang lemah ini?" pinta Torobyn.

Cardinal Rhemus menerima uluran barang Torobyn dengan senyuman. Ia kemudian menyelempangkan bawaan itu dan berujar, "Ikutlah denganku."

Dua sosok itu berjalan beriringan meninggalkan aula perjamuan. Bayangan menebal dan memudar silih berganti ketika mereka melewati pilar demi pilar beton yang dipasangi obor lampu minyak itu.

------

Capital City of Ranquille, hari ke-21, bulan ke-1, tahun 949 CP

Hari itu hari yang sibuk bagi CGA. Hampir seluruh anggota organisasi itu duduk berkumpul untuk menghadiri pertemuan yang akan menentukan nasib Pandea ke depannya.

Perserta rapat duduk rapi di tepi sebuah meja oval besar yang terbuat dari kayu berwarna gelap. Cardinal Rhemus yang akan memimpin rapat itu tampak tengah berdiri di depan kursi yang terletak di salah satu ujung sisi meja tersebut. Di sebelahnya duduk seorang wanita berkacamata yang tengah asik sendiri menata peralatan tulis di hadapannya.

"Heather, apa kau sudah siap?" Cardinal Rhemus menyapa sang notulen.

Wanita itu membuka buku catatannya yang tebal dan menggoreskan penanya di salah satu halaman kosong. Setelah cukup jelas melihat garis yang ditinggalkan oleh alat tulisnya, Ia menanggapi sang Cardinal, "Silahkan apabila Cardinal berkenan memulai pertemuan ini. Aku siap."

Cardinal Rhemus lantas mengangkat palu kecil dan mengetukkannya ke meja, "DHUK...DHUK...DHUK!"

Semua orang yang hadir di ruangan itu kontan menghentikan bisik-bisiknya dan langsung memperhatikan pimpinan rapat.

"Terima kasih semuanya. Semoga tidak ada yang keberatan kalau aku mempersingkat pertemuan ini agar kita dapat langsung berkonsentrasi kepada pekerjaan kita masing-masing," buka Cardinal Rhemus, "Aku rasa sebagian besar dari kita sudah mengetahui bahwa divisi penelitian crease di CGA ini telah disetujui Raja Humbolt untuk dihidupkan kembali."

Cardinal Rhemus meneruskan, "Mengingat divisi ini baru dan erat kaitannya dengan penanganan crease di garis depan, aku akan menyerahkan pengelolaannya di bawah divisi penugasan dan operasional." Sang cardinal lalu meluruskan tangannya ke arah Valdens bersaudara, "Penyihir kembar ini adalah Alveond dan Galleon Valdens dari Vanain. Mereka berdua ditugaskan langsung oleh Ratu Belziel untuk membantu CGA, terutama terkait divisi penelitian crease. Sesuai kehendak Ratu Belziel, dan menurut pendapat pribadiku, Alveond dan Galleon merupakan kandidat terbaik untuk menjadi peneliti crease. Apakah ada dari saudara sekalian yang ingin menyampaikan saran, atau berkeberatan dengan rencana ini?"

Setelah beberapa saat tidak ada yang menanggapi, Cardinal Rhemus berkata, "Apabila tidak ada, aku akan menyerahkan mereka langsung kepada Scribe Philemus untuk mempelajari manuskrip arcanist terdahulu agar mengetahui seluk beluk pendalaman crease melalui kekuatan spiritual."

Seorang pria yang mengenakan setelan warna hijau tua, yang duduk tiga bangku dari Cardinal Rhemus tiba-tiba menaikkan tangannya.

"Ya, Bishop Rrazuc?" ucap Cardinal Rhemus.

"Pertempuran saat menghadapi demonic crease adalah sesuatu hal yang sama sekali berbeda dengan peperangan manapun yang pernah dicatat oleh sejarah. Dengan segala hormat Cardinal, saya tidak yakin apakah anak-anak ini memiliki kesiapan mental apabila mereka nanti diterjunkan langsung ke medan laga," papar pria itu, "Saya tidak bermaksud meragukan kemampuan putra-putra asuhan langsung Ratu Belziel ini. Saya yakin mereka berdua ini pasti piawai dalam menggunakan Lunick Magick. Namun demikian, akhir-akhir ini kita menyaksikan betapa netherworld demons yang datang ke Pandea ini terus bertambah dari segi jumlah dan kekuatan. Bahkan petarung dan ahli strategi kawakan sekelas Sir Falour saja telah menjadi korban."

Cardinal Rhemus manggut-manggut mendengarnya. "Lalu apa usulmu, Bishop Rrazuc?"

Bishop Rrazuc menepuk dadanya ringan, "Serahkan mereka pada saya, Cardinal. Saya ingin mengenalkan tentang apa yang nantinya akan mereka temui. Setelah latihan yang saya berikan, saya jamin mereka akan menjadi arcanist yang baik dan bisa menjaga diri mereka sendiri."

Cardinal Rhemus bergeming. Ia tampak ragu. "Bagaimana menurut kalian?" tanya Cardinal Rhemus sambil menengok si kembar.

"Cardinal, kami telah diutus oleh Ratu Belziel untuk berperan secara total di CGA. Oleh karena itu, kami siap melakukan apapun yang menurut Cardinal paling baik buat kami," balas Galleon.

Cardinal Rhemus terlihat senang mendengar jawaban anak asuh barunya itu. Air mukanya yang tadinya datar berubah menjadi cerah. "Terima kasih, Alv..."

"Galleon, Cardinal," sergah Galleon yang lantas tersenyum-senyum. Keduanya berdandan dan mengenakan baju yang sama persis sehingga tidak bisa dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Alveond ternyata juga hampir tertawa cekikikan melihat ulah Galleon itu.

"Ah maaf, Galleon," ujar Cardinal Rhemus dengan kikuk. Ia kemudian memberikan gestur kepada Bishop Rrazuc, "Baiklah Bishop Rrazuc. Aku menyerahkan mereka berdua kepadamu."

Bishop Rrazuc pun langsung berdiri dari tempat duduk dan membungkukkan badannya. "Terima kasih, Cardinal Rhemus. Saya tidak akan mengecewakan Cardinal," ucapnya, "dan apabila Cardinal berkenan, saya ingin langsung membawa kedua anak ini menuju tempat latihan."

"Secepat ini?" Cardinal Rhemus melongo keheranan. "Aku secara pribadi tidak ada masalah." Dia kembali menatap si kembar.

"Kami siap, Cardinal," jawab keduanya bersamaan.

"Bagus!" seru Bishop Rrazuc, "Jika demikian, saya mohon izin untuk berpisah dari pertemuan ini untuk segera melakukan persiapan."

"Aku izinkan," Cardinal Rhemus mempersilakan, "Galleon, Alveond, kalian ikutlah dengan Bishop Rrazuc."

"Baik, Cardinal," sahut mereka yang kemudian berdiri dan memberikan penghormatan, "Kami mohon pamit."

Bishop Rrazuc baru akan menarik pegangan pintu ketika Cardinal Rhemus memanggilnya, "Bishop Rrazuc."

Bishop Rrazuc berhenti dan membalikkan badannya, "Ya, Cardinal?"

"Mereka tidak direncanakan untuk mendukung petarung garis depan, dan sama berharganya dengan banisher. Aku harap Bishop bisa bertindak moderat dalam memberikan bimbingan," anjur sang Cardinal.

"Cardinal tidak perlu khawatir," hibur Bishop Rrazuc. "Kami mohon diri dulu Cardinal," pamitnya.

Tak lama kemudian, Bishop Rrazuc dan si kembar meninggalkan ruangan. Saat pintu ruangan itu ditutup dari luar, Cardinal Rhemus nampak termangu seolah-olah masih ada sesuatu yang mengganjal di dalam benaknya.

Suara langkah kaki ketiga orang itu terdengar semakin lirih. Namun Cardinal Rhemus belum juga melanjutkan pertemuan itu.

"Cardinal," sang notulen berbisik mengingatkan.

Alih-alih menanggapi, sang Cardinal justru larut dalam lamunannya. Tak lama Cardinal Rhemus memundurkan kursinya, berdiri, dan berjalan menuju pintu keluar.

"Lady Zini, bisakah kita bicara sebentar?" Cardinal Rhemus tahu-tahu mengajak salah seorang yang hadir di situ untuk ikut dengannya.

"Siap, Cardinal," sahut seorang wanita berkulit gelap dengan berperawakan tegap yang langsung mengekor Cardinal Rhemus.

"CEKLEK," pintu ditutup dari luar. Ruang rapat itu hening selama beberapa saat sebelum akhirnya Cardinal Rhemus kembali masuk ke dalam.

"Mohon maaf atas gangguan ini. Semoga tidak mengurangi konsentrasi kita dalam mengikuti rapat ini," pinta sang cardinal sembari berjalan ke bangkunya. Masih dalam keadaan berdiri, Cardinal Rhemus melanjutkan, "Saudara sekalian, aku senang sekali forum ini dapat mencapai sebuah keputusan penting terkait divisi penelitian dengan cepat. Semoga Bishop Rrazuc bisa memberikan pembelajaran yang terbaik bagi calon arcanist baru kita." Cardinal Rhemus menghentikan pembicaraan sebentar ketika ia sedang mencari posisi yang nyaman untuk duduk. "Baiklah, mari kita lanjutkan kembali pertemuannya. Adalah yang ingin menyampaikan perkembangan terbaru dari pekerjaan yang telah dilakukan sampai saat ini?"

Cardinal Rhemus melihat ke arah pria yang mengangkat tangannya, "Ya, General Atlas?"

"Terima kasih, Cardinal. Rekan-rekan sesama anggota CGA yang saya hormati. Kami dari divisi penugasan dan operasional akan menyampaikan beberapa hal mengenai keadaan CGU. Dengan mangkatnya dua petarung garis depan dalam pertempuran terakhir, kemampuan penanganan crease saat ini berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Kita memang bukan pertama kali berada dalam posisi ini. Pada masa-masa sebelumnya, selalu ada pengganti yang siap menerima dan melanjutkan tanggung jawab sebagai anggota CGU. Namun kali ini kita kehilangan dua tanker, sekaligus. Kami sedikit kesulitan mencari punggawa yang ideal untuk mengisi kekosongan tersebut," papar General Atlas.

Cardinal Rhemus mengernyitkan dahi, "Kenapa bisa terjadi seperti ini?"

"Kesenjangan generasi antara petarung dengan spesialisasi seperti Sir Falour dengan generasi penerus selanjutnya terlampau jauh," respon General Atlas, "kita kekurangan orang."

"Bagaimana dengan jebolan dari Elkhurst Cobalt Chivalry Academy dan Shi-mu Temple? Tidak adakah satu pun yang bisa dicalonkan sebagai seorang tanker di penugasan berikutnya?" selidik Cardinal Rhemus.

General Atlas menggelengkan kepala, "Tidak ada, Cardinal. Penguasaan ilmu kandidat yang ada sudah cukup baik, yaitu sekitar 70 atau 80 persen. Yang masih jauh di bawah standar adalah kemampuan strategis dan moril mereka. Dengan nol pengalaman di lapangan, menugaskan para yunior ke CGU sama saja dengan mengantarkan mereka menuju ajalnya. Jika kita tetap ingin memaksakan darah baru masuk untuk berperang, paling tidak harus ada seorang yang memiliki kemampuan untuk memimpin tim CGU sekaliber Sir Falour."

General Atlas lalu menarik sebuah gulungan kertas dari balik jubahnya. "Cardinal, divisi penugasan dan operasional telah menyusun nama-nama orang yang kami rekomendasikan untuk mengawaki CGU. Kami juga tidak lupa mencantumkan calon yang kami nilai layak menjadi kapten tim. Kami harap Cardinal Rhemus berkenan untuk mempertimbangkan usulan ini," tutupnya seraya menyerahkan daftar itu kepada pelayan rapat untuk diantarkan ke Cardinal Rhemus.

"Terima kasih, General," ucap Cardinal Rhemus saat dirinya mengambil catatan General Atlas dari pelayan. Sang cardinal membuka gulungan itu dan memperhatikannya sekilas. "Aku sepertinya perlu waktu untuk memikirkan tentang hal ini, General. Aku harap General bisa memaklumi," ujarnya.

"Tidak apa-apa, Cardinal," sahut General Atlas, "Paparan dari divisi penugasan dan operasional, kami cukupkan sampai di sini dulu. Kami akan menambahkan nanti sekiranya diperlukan. Terima kasih."

"Terima kasih atas penjelasannya, General," balas Cardinal Rhemus. "Ini memang tidak bisa dihindari. CGA sudah kekurangan kader pasukan sejak lama. Bahkan dalam kepemimpinanku sendiri, belum pernah aku melihat anggota CGU yang purna tugas dengan baik. Semua pasti keluar dengan sandangan anumerta," terangnya dengan nada lirih.

"Cardinal," seorang pria necis mengangkat tangannya untuk meminta giliran berbicara.

Cardinal Rhemus memperkenankan, "Silakan, Duke Vinson. Bagaimana menurutmu?"

"Ahem," dehem pria itu. "Terima kasih, Cardinal. Menurut saya, CGA tidak bisa hanya mengandalkan pasokan orang dari akademi militer resmi lagi. CGA harus punya cadangan dari luar kalangan kita."

"Maksudmu orang-orang bayaran itu, Duke Vinson?" sergah Cardinal Rhemus.

Duke Vinson, nama pria itu, adalah seorang saudagar sukses di Central Lodiston. Ia mengetuai asosiasi pengusaha dan punya pengaruh kuat di dunia bisnis, bahkan hingga ke luar wilayah kerajaan itu. Dia dipercaya memimpin divisi pengembangan guardian di CGA berkat kedermawanannya dalam menyumbangkan hartanya untuk kesejahteraan para anggota CGU.

"Salah satunya, Cardinal," respon Duke Vinson.

Mendengar jawaban itu, Cardinal Rhemus langsung mengerutkan kening, "Mereka agak rumit. Loyalitas dan kemampuan mereka untuk bekerja sama biasanya sedikit bermasalah. Sudah dua atau tiga kali orang bayaran membuat perkara dan melanggar panduan CGU di lapangan."

"Tunggu dulu," tiba-tiba seseorang memotong pembicaraan antara Cardinal Rhemus dengan Duke Vinson.

Sontak seluruh peserta mencari empu dari suara yang tidak mereka kenali sebelumnya itu. Ternyata sang pembicara adalah seorang Kurc yang duduk di dekat pojokan meja panjang itu. Beberapa orang yang baru menyadari adanya wajah baru di majelis terlihat terbengong-bengong dan saling bertanya-tanya. Duke Vinson yang termasuk masih asing dengan si penyela langsung balik bertanya, "Maaf Tuan, apakah kami boleh mengetahui nama Anda?"

Cardinal Rhemus seolah seperti diingatkan kalau ia lupa memperkenalkan sobat kecilnya itu. "Ah! Aku memang sudah mulai pikun. Saudaraku sekalian, aku ingin memperkenalkan tamu istimewa kita dalam pertemuan kali ini. Dia adalah Torobyn Bolazar, saudara tua dari pahlawan CGU, almarhum Borodyn Bolazar. Sekarang, aku yakin semua sudah mengetahuinya."

Raut wajah bingung para hadirin pun berganti dengan anggukan-anggukan kecil tanda mafhum.

"Aku secara pribadi memang memintanya ikut dalam pembahasan ini untuk bisa memahami kondisi CGA. Saudara-saudara tidak perlu khawatir, karena Torobyn dulunya sering mambantu CGA dengan ide-idenya. Barangkali dia bisa memberikan jalan keluar terhadap permasalahan yang kita hadapi kali ini," jelas Cardinal Rhemus, "aku tidak mau berpanjang lebar lagi. Silahkan, Torobyn."

"Terima kasih, Cardinal. Saya juga mohon maaf atas kebiasaan Kurc yang kurang patut tidak sengaja terbawa dalam forum ini," kata Torobyn, "Saya hanya tertarik atas ucapan Cardinal bahwa CGU pernah menggunakan orang bayaran. Sepengetahuan saya, itu bertentangan dengan kebijakan CGU."

"Memang benar, Tuan Torobyn," tukas Duke Vinson, "Tetapi sejak pertempuran di Dalian Plain, sampai saat ini CGA sudah empat kali memakai orang bayaran."

Torobyn menggumam lirih dan terus menyelidik, "Lalu seperti apa kasus yang dimaksud oleh Cardinal Rhemus? Sudikah kiranya Duke Vinson untuk menceritakannya kepada saya?"

"Torobyn," potong Cardinal Rhemus, "sebenarnya yang tahu rincian mengenai hal ini adalah General Atlas. Bisakah General Atlas membantu?"

"Baik, Cardinal," General Atlas menanggapi. Ia lalu membuat kontak mata dengan Torobyn, "Namun demikian, saya harap anda tidak berkeberatan jika saya hanya menjelaskan secara garis besarnya saja."

"Tidak mengapa General. Bagi saya itu sudah sangat membantu," ujar Torobyn.

Setelah mengambil jeda sejenak, General Atlas memulai penyampaian ikhtisarnya dengan mengacungkan tiga jarinya, "Tiga kali, itu adalah jumlah pelanggaran protokol CGU yang dilakukan oleh tentara bayaran selama pelaksanaan operasi penanganan demonic crease. Yang pertama dilakukan oleh Colter Savant saat dia melarikan diri di tengah pertempuran. Sementara itu, Hazim Abdussalam melakukan pelanggaran kedua dan ketiga". General Atlas lalu memegang jari manisnya, "Kesalahan pertama orang Yudaba ini adalah mengambil bagian dari bangkai Genesis Demon 20 untuk kepentingan pribadinya tanpa seizin CGA. Sedangkan yang terakhir adalah saat ia meninggalkan markas CGA tanpa mengikuti maklumat pasca pertempuran dengan Genesis Demon 21 baru-baru ini."

Torobyn nampak tercengang mendengarkan hal itu. Sambil membenarkan letak kacamata, Torobyn bertanya, "Berarti CGA tidak memperoleh informasi yang lengkap terkait pertempuran terakhir?"

"Tidak. Hazim kabur begitu saja tidak lama setelah kembali ke Ranquille bersama Cardinal Deneria dan Lady Almaiel. Itulah mengapa CGA masih belum bisa menyimpulkan beberapa hal yang terjadi pada hari itu," ulas General Atlas.

"Seperti soal ledakan itu?" kejar Torobyn.

Perkataan Kurc kecil itu membuat seisi ruangan itu terdiam.

General Atlas sepertinya ingin mengemukakan sesuatu, tetapi kemudian mengurungkan diri.

"General Atlas?" sapa Cardinal Rhemus yang melihat gerak-gerik tanggung sang jenderal.

"Ahem,...tidak apa-apa Cardinal," jawab General Atlas yang hampir tergagap, "Saya pikir Scribe Philemus lebih pantas untuk menjelaskan permasalahan ini."

Merasa mendengar namanya disebut, seorang pria kurus, yang sepanjang rapat tadi lebih banyak sibuk sendiri dengan catatannya, mengangkat wajahnya dan bersiap untuk angkat bicara.

"Cardinal Rhemus, mohon maaf sebelumnya atas kelancangan saya," sergah Torobyn sebelum pria itu sempat berkata-kata, "Saya hanya ingin menyampaikan jika saya memiliki teori sendiri tentang ledakan itu."

Di antara raut-raut wajah yang terkejut. Pria kurus tadi malah terlihat sangat antusias. "Perkenalkan Tuan Torobyn Bolazar, saya Scribe Philemus. Bisakah kau ceritakan kepada kami mengenai teori ledakan yang anda percayai itu?"

"Tentu saja," balas Torobyn, "tetapi hanya jika Scribe Philemus berkenan untuk menelitinya bersamaku," lanjutnya seraya melirik ke arah Cardinal Rhemus dengan senyuman penuh arti.
 
Terakhir diubah:
Kardel skill 2 & 3 plus butterfly ama cranium basher ama helm dominator tambàhin bonus bkb ngumpet di balik poon tembakin jarak jauh, stun jalan terus tau2 mati...asal jangan ketemu barathum aja...jiah bahas DOTA.
Ĺanjutkan gann keren banget nih
 
Bimabet
:ampun: suhu



mohon :ampun: mengecewakan omgan, berhubung TSnya amatiran, mungkin SSnya agak jarang. :sendirian:
lha mau pake SS ?
kan ini sf cerita bkn cerpan atau cerbung

edit : baru liat kalo itu post taun 2014 :ampun:
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd