Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dea, Your Lewdly Neighborhood [Season 2]

Untuk season berikutnya, enaknya gimana?


  • Total voters
    114
  • Poll closed .
Bimabet
Maaf ya, karena belum tau kapan bisa update. Anabul ai lagi kena panleu, jadi ai harus rawat intensif di rumah. Rawat jalan, sih, tapi nyita waktu banget, sampe harus ambil jatah cuti tahunan (padahal baru awal tahun).

Ai jadi defisit tenaga karena harus sering merhatiin si anabul, defisit uang juga karena biaya berobat, makan dan vitaminnya gila-gilaan harganya, sama defisit dopamin karena mau me time tapi ga mood sama kepikiran si anabul mulu. Ini bikin ai jadi cranky, dan imbasnya ke hal-hal lain bahkan yang krusial.

Jadi gitu, deh. Doain semoga kucing ai cepet sembuh, ya. Ini hari ke-5 dari awal gejala, dua hari lagi sampe masa infeksi virusnya mereda. Hatur nuhun semua.
 
Semoga lekas sembuh anabul nya. Dan utk TS nya jg bsa tetap jaga kesehatan
 
Chapter 17 — Nymphomania






Tepat saat bel pertanda jam pelajaran terakhir selesai, HP ku bergetar. Aku ga tau ini notifikasi apa, karena kalau lagi jam pelajaran, HP ku masuk ke mode senyap. Berhubung guruku baru saja keluar kelas, segera aku lihat HP. Takutnya, itu notifikasi dari Bu Siska.

"WA dari Freddy?" Aku spontan nengok ke tempat dia duduk. Pas banget, dia pun lagi nengok ke arahku. Tapi dia buru-buru buang muka pas aku pergokin. Idih, kenapa sih tuh anak? Aneh banget.

Karena aku tipe yang rajin simpan nomor anggota kelas, jadi aku langsung tau kalau tadi Freddy yang chat. Tapi beneran, deh, tumben banget Freddy kirim WA, loh. Hampir setahun sekelas sama dia, baru kali ini dia kirim chat personal. Jadi deg-degan mau bukanya, kan...

Ada momen aku membeku selama beberapa detik setelah baca chat darinya. Lalu, aku harus kembali baca chat Freddy lagi, untuk ngeyakinin diri sendiri kalau aku ga salah baca dan ga salah ngerti. Ini dia serius, ngechat aku buat minta aku ke belakang sekolah? Heh, dia mau ngapain...?

"Ada yang penting. Ini ancaman. Jangan sekali-sekali bilang guru." Aku agak ketawa saat baca chat susulan dia. Bahasanya cringe banget. Yaudahlah, turutin dulu aja maunya apa.

Kubalas chat dia, masukin HP ke kantong jaket, lalu beresin barang-barang di meja. Sebelum aku keluar kelas, aku ngelirik ke dia. Yang dilirik langsung sadar, mata kami pun bertemu. Lagi-lagi, dia salting lalu menunduk malu.

"Lucu juga," gumamku, sebelum akhirnya pergi.

Freddy ini teman sekelasku yang keberadaannya seperti antara ada dan tiada. Dia ga pernah keliatan akrab dengan teman sekelasku yang lain. Anaknya juga suka menyendiri kalau lagi istirahat. Suka ngomong sendiri juga, dan suka pakai referensi anime yang dia adopsi jadi gestur sehari-harinya; kayak pakai umpatan jejepangan kalau lagi kesel sama orang, betulin kacamata pakai jari tengah, dan sebagainya. I could say... he's a freak.

Oh, tapi dia pinter kok. Seenggaknya cukup pinter untuk selalu ada dibawah levelku, yang selalu peringkat satu di segala lini akademik; sebut saja ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan semester, try out, bahkan tugas-tugas harian sekali pun. Makanya, aku selalu nyebut dia 'si nomor dua'. Aku ga bilang dia kurang pinter, memang akunya aja yang overpower.

Secara fisik juga dia ga menarik. Tingginya sama denganku, dan untuk ukuran remaja laki-laki seumurannya, dia termasuk pendek. Badannya ga atletis, tapi ga yang kurus banget juga. Fisiknya cenderung lemah, karena kalau pelajaran olahraga termasuk yang cepat tumbang di menit-menit awal. Penglihatannya juga buruk, makanya berkacamata kayak aku. Kulitnya memang putih, sih. Orangtuanya chindo, aku pernah liat waktu pembagian raport tengah semester. Ibunya cantik banget, gila! Glamor gitu. Ayahnya juga modis, badannya tegap dan atletis. Ganteng pula. Aku heran kenapa anaknya ga ngewarisin good looking dari ayah-ibunya.

Dan sekarang aku makin heran, kenapa juga dia minta ketemu di belakang sekolah? Segala pake ancaman, kan bikin akunya overthinking.

"Nomor du—ehem, Fred!" Aku jalan mendekat ke Freddy, yang sedang berdiri sambil nyender ke dinding. "Ada apa, sih? Katanya penting?"

"Ba-baka!" Freddy betulin letak kacamatanya pakai jari tengah, lalu celingukan ke sekitar. "Jangan berisik, nanti ada yang tau kita di sini!"

"Oh, sori." Sekarang, aku berdiri berhadapan dengan dia, sambil kedua tanganku masuk ke kantong depan hoodie. Lalu, aku ambil selembar permen karet, dan kuberikan padanya. "Nih, tadi beli dulu di kantin."

Sekilas, Freddy terpaku saat aku nyodorin permen karet. Lalu, dengan gestur ragu, dia ambil permen karetnya dari tanganku. "S-sankyu, Dea. Aku terima permintaan maafnya," katanya.

"Jadi, ada apa?"

Freddy masih diem. Gesturnya kikuk, kayak bingung mau ngapain. Akhirnya, dia rogoh saku celana, ambil HP. Dia utak-atik HP nya sebentar, lalu kasih unjuk aku sesuatu di layar HP. Awalnya, aku males-malesan ngeliat, tapi setelah ngelirik sekilas, mataku spontan melotot, dan mulutku membuka lebar.

"Heh, ngapain kamu ngevideoin aku?! Ini kapan ngerekamnya?!" tanyaku, panik. Aku berusaha meraih HP Freddy, tapi dia cukup cekatan buat menghindar. Atau, akunya yang ga cukup cepat?

Lagian, masa iya ga panik, kalau yang ditunjukkin Freddy itu adalah video aku yang lagi jalan di kelas, tapi ketangkep basah ga pakai celana dalam. Videonya diambil dari sudut bawah, jadi langsung bisa ngerekam isi rokku, yang dimana aku ga pakai celana dalam (malah sampai sekarang), karena celana dalamku sudah aku kasih ke Bu Siska. Tadinya aku mau nyangkal kalau yang di video itu aku, tapi karena rekamannya ga berhenti setelah merekam isi rok, tapi lanjut ke merekam aku yang lagi jalan sambil membelakangi kamera, makanya aku ga bisa berkutik. Siapa lagi cewek yang pakai hoodie di kelas tadi, coba?

"A-aku lagi rekam bahan materi belajar, te-terus... HP nya jatoh. Posisinya kamera belakang menghadap ke atas, terus ka-kamu lewat. Setelah kamu lewat, a-aku ambil HP, ternyata masih merekam. Ma-makanya, Dea... ini ga sengaja kerekamnya." Freddy kembali mengawasi keadaan sekitar, lalu balik natap aku. "Ta-tapi aku serius! Kalo kamu ga nurutin permintaan aku, video ini akan aku sebarin! B-biar se-seluruh sekolah tau, kamu ke sekolah ga pake ce-celana dalem!"

Aku coba inget-inget keterangan yang dikasih tau Freddy. Oh, inget. Saat jam pelajaran keenam, aku lagi ke meja salah satu temanku, pas HP Freddy jatuh tepat di depanku. Karena aku ga mikir aneh-aneh, ya aku langkahi saja HP nya. Kalau tau ternyata jadi begini, mending aku tendang saja HP nya tadi.

"Pertama, Fred, kalo kamu sebarin video itu, aku bisa lapor polisi. Pake UU ITE aja, udah cukup. Kedua, aku masih bisa ngeles soal ke sekolah ga pake celana dalem. Ngelesnya aku ga akan bikin terhindar dari rasa malu, iya betul, tapi seenggaknya persepsi orang bisa kugiring. Ketiga," aku keluarin HP dari kantong hoodie, tunjukkin layar HP ku ke dia, "Percakapan kita udah aku rekam. Aku nyalain rekaman dari sebelum ketemu kamu, jadi semua obrolan kita kerekam semua. Bisa bayangin kalo rekaman ini kesebar, nasib kamu gimana?"

Sekarang, gantian Freddy yang panik. Dia gelagapan dan ga berani tatap aku. Yaudah, aku lanjutin aja intimidasinya.

"Di momen ada cowok ngajak ketemu cewek di belakang sekolah yang sepi aja udah bikin curiga, jadi aku harus ngelakuin persiapan. Untuk jaga-jaga. Jadi, sekarang kita satu sama. Sampe sini kamu bisa ngerti, Fred?"

Freddy diem terus. Mukanya menunduk, dan kedua tangannya genggam erat HP. Karena aku merasa ga ada lagi yang perlu dibicarain, maka akunya mutusin untuk pergi. "Ga ada lagi yang mau diomongin, kan? Aku pergi, ya. Sampe ketemu besok di sekolah, nomor dua," kataku, sambil tersenyum tipis.

"A-aku serius! Kalo kamu pergi tanpa dengerin aku, akan aku sebar videonya! Ga apa-apa aku hancur, tapi kamu juga, kan? Seenggaknya, aku ga sendirian!" Wah, mukanya merah banget pas ngomong tadi. Napasnya juga tersengal. Ini dia lagi marah, grogi, atau campuran keduanya?

Denger ancamannya, aku jadi takut juga. Meski aku tau itu cuma gertakan, tapi ga ada yang bisa jamin dia ga kalap. Aku pun ngebayangin, betapa repotnya hidupku kalau rekaman aku ga pakai celana dalam kesebar. Lalu... ada dua bayangan orang yang berkelebat di kepalaku; Abi dan Umi.

"Yaudah, yaudah. Aku ga jadi pergi. Tapi sebelum itu," aku tarik napas panjang, lalu hembusin perlahan, "kita harus tenang dulu. Situasinya tense banget, ga, sih?"

"Se-setuju." Freddy pun ngelakuin hal yang sama. Setelah lebih tenang, dia ngomong lagi, "Aku mau sesuatu dari kamu, dan kamu harus turutin, Dea."

Aku tarik napas panjang sekali lagi. Di akhir hembusan napasku, aku tersenyum kecut. Aku bisa menebak arahnya kemana. Serius, aku cukup familiar dengan plot kayak gini; lewat film porno yang beberapa hari ini intens kutonton. Maka, kumasukkan HP ke saku rok, lalu dengan kedua tangan, aku naikin hoodie yang kupakai hingga melewati dada. Setelahnya, tanganku cekatan melepas kancing seragam dari baris kedua hingga paling bawah, bikin seragamku kebuka dan pamerin tetek beserta belahannya yang masih tertutup BH.

Freddy spontan bengong saat aku pamerin belahan tetekku ke dia. Matanya ga lepas dari bagian belahan. Segera saja aku tarik tangan kirinya, lalu aku buat mendarat di tetek kananku. Aku agak ngerasain sensasi tersetrum saat telapak tangannya menempel di tetek kananku, bikin degup jantungku jadi lebih cepat.

Tapi Freddy buru-buru tarik tangannya. Dia pun melotot ke aku. "Kamu ngapain, sih, Dea?!" tanyanya, setengah membentak.

Aku mengenyitkan dahi. "Loh, kamu mau badan aku, kan?"

Freddy menggeleng tegas. Dia bikin gerakan membuat tanda salib yang dimulai dari dahi, dada lalu ke tulang selangka kanan dan kiri, sambil menggumam pelan. "Engga, aku ga mau."

Ouch. Harga diriku tertohok sekali saat mendengar ada cowok yang ga mau badanku. Hei, ini badan yang bahkan bisa godain cewek dan transgender setengah mateng, loh!

"Serius? Bukannya tadi kamu minta?"

"Siapa yang bilang?"

"Kamu, lah—eh...," aku langsung mikir cepat, "Eh, kamu mah ga ngomong gitu, ya?"

Freddy ngangguk, terus diem. Aku jadi ikutan diem. Kami berdua diem, lama. Yah, kan... jadi awkward. Pipiku juga jadi panas karena menahan malu. Untuk beberapa saat, aku jadi bingung mau gimana.

"Ehem," aku buru-buru kancingin seragamku, dan turunin hoodie ke posisi semula, "Maaf, ya. Jadi... kamu mau minta apa, Fred?"

"Aku... aku mau kamu sengaja ngalah!"

"Maksudnya?"

"Nilai kamu... ja-jangan sampe lebih tinggi dari nilai aku. Mau nilai ulangan, nilai tugas harian, dan nilai ulangan semester nanti. B-bisa, kan?"

Aku langsung melongo. "Gitu doang? Serius?"

"A-apanya yang gitu doang?"

"Gampang. Consider it done. Yah, Fred... kalo cuma mau minta gitu aja, gausah pake ngancem-ngancem segala. Tinggal ngomong aja, kok."

"Ka-kamu ngegampangin permintaan aku?"

"Bukan ngegampangin," aku pun menepuk-nepuk pundaknya, "Tapi emang gampang. Yaudah, di sisa semester ini, aku akan ngalah. Aku ga tau motif kamu apa sampe minta hal kayak gini, tapi aku yakin kamu udah pikirin."

"Kok... kamu gampang banget setujunya?" Gantian, sekarang Freddy yang melongo.

"Hidupku banyak ribetnya, Fred. Kalo ada kesempatan bikin satu hal di hidupku jadi gampang, kenapa harus aku sia-siain? Udah, ya," aku pun pamit ke dia, "Ketemu besok. Bye. Oh iya, soal video tadi... jangan disebar, ya? I'll keep my promise, so you do yours."

Aku pun melenggang pergi ninggalin Freddy. Di sepanjang koridor, aku kembali mikirin permintaan dia. Setelah dipikir ulang, aku masih ga nyesel karena sudah sanggupin permintaannya. Fokus aku sudah banyak terbagi, dan kondisi mentalku makin sulit untuk diurus, jadi harus ada yang aku sisihkan dari daftar prioritas. Tau dong yang mana? Yap, belajar.

Sejujurnya, aku merasa penat hidup dalam aturan dan keteraturan, kekangan, dan berada di bawah kendali orang lain sebagai pemegang otoritas hidupku. Capek tau jadi siswi berprestasi yang harus memenuhi ekspektasi banyak orang. Aku ingin hidupku lebih longgar, dan bikin aku bisa bernapas lebih lega. Mungkin... sekarang titik baliknya.

Pas lagi ngelamun, tiba-tiba HP ku berdering. Oh, telepon dari Laras. Segera kuangkat saja.

"Yo, Ras. Kamu dimana?"

"Dea, maaf ga jadi pulang bareng. Gua dijemput sama Bapak," katanya, dari seberang telepon.

"Beneran? Foto, ya."

"Ih, posesif banget jadi cewek." Tapi sebelum Laras dapet omelan dariku, dia langsung sanggupin permintaanku. "Iya, iya, nanti gua fotoin. Daaah, Dea. Hati-hati pulangnya, yaaa!"

"Geura, Ras."

Telepon pun ditutup, dan semenit kemudian, aku dikirimi foto Laras lagi selfie dengan bapaknya. Wah, naik motor berdua sore-sore gini... enak banget, kayaknya. Aku jadi iri. Coba aja aku tiap hari diantar-jemput sekolahnya sama Abi, pasti aku ga akan mengalami nasib diperkosa orang dan berujung jadi maniak seks gini.

Oke, cukup sedih-sedihnya. Sekarang lakuin rencana cadangan. Ke ruang guru, aaaah. Mumpung deket. Siapa tau masih ada Bu Siska. Eh, kebetulan banget orang yang diomongin baru saja keluar dari ruang guru. Dari gesturnya sih, kayaknya dia juga mau pulang.

"Loh, Dea? Ga jadi pulang bareng Laras?" tanya Bu Siska, keheranan.

"Engga, Bu." Aku pun langsung menggandeng lengannya. "Mau pacaran aja."

Bu Siska langsung panik. Dia celingukan ke sekitar, lalu setelah dirasa keadaan aman, dia pun menyambut gandenganku. Sepanjang jalan menuju parkiran, senyum lebar ga ada habis-habisnya terkembang di wajah Bu Siska.

"Jadi mau ke rumah kamu?" tanya Bu Siska. Nadanya lembuuut banget.

Aku langsung mengangguk mantap. Lalu, aku segera bisikin dia, "I miss you, tau. I really want your pussy to grind my face back and forth. Will you, Bu?"

Bu Siska langsung tersipu, hahaha. Mukanya juga jadi merah karena malu. Tapi dia jadi senyum-senyum sekarang, dan aku suka banget ngeliat Bu Siska senyum gini.

Senyum yang sama lebarnya juga terkembang di wajahku. Tapi kadang ada liur yang ga sadar menetes keluar, karena sekarang isi otakku penuh dengan hal-hal binal yang mau aku lakuin dengan Bu Siska nanti, saat di rumahku.


———


Lagi-lagi, ranjangku jadi saksi bisu akan momen zina panasku dengan orang yang berbeda. Setelah pertama kalinya dengan Pak Jumadi, lalu Fah, dan sekarang dengan Bu Siska. Aku jadi makin merasa bersalah sama Abi dan Umi, karena kalau mereka ga ada, rumahnya aku pakai untuk berzina.

"Deaaaa... kamu belajar ngejilat memek... uuhhh, uuuhhh... dari mana, siiihhh? Enak bangettt dijilatin sama kamu, tuhhh..."

Haruskah aku jawab? Sekali pun aku mau, nyatanya aku ga bisa. Mulutku disumpal memek Bu Siska, yang sekarang sedang dudukin mukaku. Yaudah, bisa apa aku selain bikin Bu Siska mengerang-erang dengan jilatanku?

"Deaaa, Deaaa... clitnya... aahhh, ahhh... clit Ibu jangan dijilatin teruuusss... aahhh, aahhh, ahh, ahh, ahh, ahhh... uuhhh... ngghhh... uuuhhh... oohh, Deaaa, ahh, ahh... ahhh... Ibu keluar, Ibu keluar... aahh, ahh... yess... yeeesss... mmmm... OOOHHH—DEAAAAAA!!!"

Aku yang terjebak diantara kedua pangkal paha dan selangkangan Bu Siska, ga bisa kabur saat Bu Siska mengerang dan menggelinjang akibat orgasme pertamanya. Mukaku jadi basah karena Bu Siska dengan ganasnya gesekin memeknya ke sekujur muka, karena ingin menghindar dari jilatanku yang masih terus menarget bibir memek dan klitorisnya.

Aku pun ga tinggal diam. Kupegangi pinggangnya erat-erat, sambil lidahku terus menari-nari di bagian selangkangannya. Aku ga peduli dengan kondisi Bu Siska yang masih dilanda orgasme, atau suara bergetarnya yang memohon supaya aku berhenti jilatin memeknya. Karena aku tau, kalau aku terus ngejilatin memek Bu Siska, maka...

"DDDEEEEAAAAA... AAHHHH... AHHH... AHHHH... IBU KELUARRR LAGIIII, NIIIHHH!!!"

Orgasme susulan melanda Bu Siska, dengan rentang waktu hanya selisih beberapa menit dari yang pertama. Kali ini, orgasmenya disertai pipis bening yang bermuncratan amat kencang, langsung ke mulutku. Ga pakai pikir panjang, langsung ku sedot dan ku telan habis pipis Bu Siska. Mmmhh... rasanya enak banget, dan ga bau pesing. Pipis karena squirt memang yang terbaik!

Karena aku belum berhenti jilatin memek Bu Siska, meski orangnya sendiri sampai mohon-mohon sambil blingsatan ga karuan, aku jadi bisa terus-terusan sedot cairan yang keluar terus dari memeknya. Aku bahkan bikin Bu Siska orgasme lagi, untuk yang ketiga kali, keempat kali, kelima...

"AAAHHH, AHHH, AHHH... DEAAA, ENAK BANGET, ENAK BANGET, MULUTNYA ENAK BANGETTT... OOOHHH... NGGHHHH... MULUT PACAR IBU INI KOK BISA ENAK BANGETTT GINI SIHHH...?!!! DDDEEAA, DDEEEAAAA... MAAF, MAAF... AHHH, AHHHNGGG... IBU PIPISSS... AHHH, IBU PIPIS LAGIIIII!!!"

Total enam kali Bu Siska multi orgasme, saat aku jilatin memeknya, sebelum dia akhirnya tumbang ke samping, lalu tiduran pasrah di ranjang. Aku yang sudah terangsang sampai bikin kepala pusing, langsung sigap bangun dan ciumin bibir Bu Siska dengan ganas. Bibir kami pun saling mengulum, dengan lidah saling beradu dan bertukar liur.

"Uuuhhh... Bu... let me try something, ya?" ucapku, sebelum mencaplok bibirnya lagi.

"Ehh... apa, nih? Ahhh, ahhh... wait, Ibu masih lemesss..."

Tapi ga aku dengerin permintaannya. Aku segera beralih ke bagian bawah badan Bu Siska. Lalu, ku rentangkan kedua pahanya, bikin memek Bu Siska terekspos jelas. Memek tanpa bulu karena waxing ini menggoda banget untuk ga dianggurin gitu aja. Jadi, ku angkat kaki kanannya, lalu aku selipin kakiku di bawahnya, jadi paha kanannya menindih paha kiriku, dan paha kananku yang gantian menindih paha kirinya. Sambil aku tarik kaki kanannya dan memposisikan selangkanganku di antara kedua pahanya, aku pun rebahin diri di posisi menyamping sehingga posisi kedua paha kami saling mengapit selangkangan satu sama lain, dengan memek yang menempel erat.

"Ffffuuuuuccck! Gila, ini sih enak banget rasanya... Bu Siska... enak banget kena memek Ibu... ahhhh..."

Sensasi saat bibir memekku menempel dengan memek Bu Siska tuh enak luar biasa! Memekku bisa ngerasain permukaan memek Bu Siska yang legit, lembut, dan basah. Padahal baru nempel gini aja, tapi rasanya aku sampai mau klimaks gara-gara rasa geli dan enak pada memekku.

Aku belajar posisi ini dari film porno. Di film-film porno bergenre lesbian, posisi ini seringkali jadi posisi terakhir saat dua orang cewek sedang ngeseks. Mereka sebut ini... scissoring; karena posisinya memang kayak dua gunting yang saling membuka, lalu pangkalnya saling beradu. Karena keseringan nonton film porno lesbian untuk bahan riset, aku jadi hafal polanya; kalau mereka mulai ngelakuin scissoring, berarti sudah mau selesai ngeseksnya.

"Dea, Deaaa... nanti dulu, memek Ibu masih sensitif... ahhh, ahhh, ahhh... oohh, Deeaaaaaa..."

"Ya ga apa-apa, Buuuu... dinikmatin aja, yaaa? Enak, ga? Uuhh, Buuu... memek aku enak banget pas gesekan gini sama memek Ibu, mmmhhh... aaaahhh..."

Sambil goyangin pinggul untuk gesekin memekku dengan memek Bu Siska, aku pun meluk kaki kanannya yang merentang di sampingku. Goyanganku sendiri sudah ga jelas arahnya kemana; kadang maju mundur, menyamping, atau goyang memutar. Bu Siska cenderung pasif, cuma bisa remas sprei sambil mendesah heboh. Ih, mageran nih si Ibu, mah. Mentang-mentang sudah orgasme sampai enam kali.

Tapi serius deh, adu memek kayak gini ternyata enak banget, woy! Makin digesekin, malah makin licin karena cairan pelumas kami berdua keluar terus tiap dapet rangsangan. Seringkali, klitoris kami berdua juga bergesekan. Bisa bayangin, ga, kalo clit ketemu clit tuh rasanya gimana? AKUNYA SAMPAI MENGGELINJANG SAKING ENAK BANGET RASANYA, ANJIR! Malah akunya sampai ngiler saking ga kontrol diri gara-gara cuma fokus ngerasain enak di memekku.

"Bu, Bu, Bbbuuu—fuckk, fuckk, ahh, anjinggg, memeknya... memeknya... ooohhhh—ffffuuuuccckkk, memeknya enak banget anjingggghhh! Aku mau keluar, Buuu! Aku mau, ahhh, ahhh, ahhh... aku mauuuuu..."

"Ihhh, nanti duluuu... nanti, ahh... ahhh... Ibu baru ngerasa enak banget, ahhh... nnngghhh... ja-jangan keluar duluuu, Deaaaa...!"

Gesekan memekku pada memek Bu Siska mulai ga terkontrol. Gerakanku bahkan jadi heboh banget sampai bikin ranjangku berderit keras. Ah, bodo amat! Ini enak banget, gilaaa! Pas lagi ganas-ganasnya ngegesekin memek, orgasmeku datang tanpa aba-aba. Biasanya tuh, orgasmeku datang dalam bentuk perasaan nikmat bergulung-gulung yang selalu muncul kalau aku mau orgasme. Yang sekarang ini, rasanya kayak ada perasaan meledak yang datangnya tiba-tiba banget, bikin badanku spontan tersentak lalu menegang sambil gemetaran tipis-tipis.

Ahh... ehhh... aku ga bisa kontrol diriku sendiri, nih! Memekku masih terus-terusan gesekin memek Bu Siska, meski orgasmeku ini justru bikin memekku jadi sensitif banget. Ini bikin aku serba salah, karena selain merasa keenakan, tapi aku juga tersiksa sama rasa gelinya yang menjalar ke seluruh badan. Tapi badanku ga mau berhenti karena saking nagih sama rasa enak dan sensasi geli menyiksanya. Auuhhh... tolongin, doooong!

"Dea, Dea, Dea... ooohhhh... memeknya, memeknya gesekin teruuuusss... Ibu ga kuat, ahhh, ahhh, ahhh, uuhhh... oouuuhhh... Ibu ga kuat, Ibu mau keluar jugaaa... yahhh, terus Deaaa... teruuuusss...."

"Bu, Bu, aku pipisss... aku pipisss... maaf memeknya aku pipisin, yaaa... aahhh, ahhh, ahhh... oooohhhhh... nggghhhh... ffffuuucccckkk... keluar, ahhh... keluuuaaarr pipisssnyaaaaaa...."

"DEAAAAA, GILA SIH INI ENAK BANGETTTT! IBU... IBU... AHHH, AHHH... IBU KELUARRR... IBU KELUARRRR... LAGIII... NNGGGHHHHH..."

GILAAAAA AKU ORGASME LAGI, DONG! Kali ini lebih acak-acakan, karena bareng sama pipis yang bermuncratan ga karuan di memek Bu Siska, malah saking derasnya sampai keluar-keluar dan kena ke pangkal paha kami berdua, juga perut Bu Siska. Badanku kembali menghentak-hentak, yang bikin memekku jadi makin heboh gesekin memek dia. Apalagi Bu Siska juga lagi orgasme. Tiap hentakan badanku langsung direspon otomatis dengan hentakan badannya yang sama hebohnya denganku. Kondisi ini berlangsung sampai beberapa menit, hingga akhirnya orgasme kami mereda. Ninggalin napas tersengal dan badan yang sesekali gemetar karena geli.

Aku dan Bu Siska pun merebah lemah di atas ranjang. Masih dalam posisi memek saling menempel, kami bahkan ga punya tenaga untuk beranjak. Setelah beberapa menit istirahat, Bu Siska akhirnya bergerak. Dia sekarang duduk, tapi memeknya masih ditempelin ke memekku, dan paha kami pun masih saling mengapit. Lalu, dia angkat kaki kananku untuk dia taruh di bahunya.

Kan aku jadi makin ngangkang, ya, makin kebuka lah memekku. Eh, Bu Siska malah makin nempelin memeknya, bikin aku menggelinjang geli. Dia juga peluk paha kananku, sambil mulai... ahhh... mulai... goyangin pinggulnya...

"B-Buu...?"

"Gantian, ya... mmhhh... Ibu yang goyanggg... auuhhh... makin licin gini, makin enak..."

Aku cuma bisa pasrah saat Bu Siska gantian menggesek memekku. Aku juga disajiin visual yang bikin aku makin horny; Bu Siska dan ekspresi binalnya, juga tetek gedenya yang berguncang-guncang saat dia bergoyang. Sadar kalau aku ngeliatin teteknya terus, Bu Siska justru sengaja meremas tetek dan mainin putingnya sendiri. Dia bahkan bisa hisap putingnya, sambil sengaja gesekin tetek satunya ke kakiku.

"Ahhh, ahhh... Bu... kok jadi binal gini, sih?" tanyaku, disela desahan liarku yang mulai ga kontrol lagi.

"Suka, gaaa? Mmhh..."

"Banget, Bu! Sukaaa... banget, ahhh..."

Bu Siska lalu pegang kaki kananku, dia tekuk hingga telapak kakiku menghadap ke mukanya. Tau apa yang dia lakuin? Dia emut jari-jari kakiku, dong! Udah, deh, aku ga bisa mikir apa-apa lagi. Aku cuma bisa remesin tetek sendiri sekarang, sebagai respon dari rangsangan nikmat di memek dan jari-jari kakiku. Ngeliat aku remesin tetek, Bu Siska malah lebih liar lagi. Goyangannya jadi makin cepat, dan dia juga jilatin telapak kakiku, lanjut ke tumit, betis hingga ciumin lututku. Aku makin ga kuat menahan rasa enak bercampur geli ini...

"Kali ini... ahhh, ahhh... Ibu mau benerannn... nginep, yaaa?" tanyanya, tiba-tiba.

Aku tersenyum lebar, lalu mengangguk penuh semangat. "Biar... ahh, uuhhh... bisa pake aku... semaleman, kan? Ooohhh... Buuu... gesekan memeknya enak bangeeeettt... Aku ketagihan banget sama goyangan Ibu, nngghhh..."

"Iya, iyahhh... Ibu mau pake kamu sepuasnya, mau pake kamu semaleman... oohhh, uuuhhh... teruuusss... nanti kita izin ga masuk aja... biar bisa lanjut ngentot... ahhh, ahhh... lagi dari pagi... gimana?"

"Mauuu, mau banget! Iyahhh, pake aku, Bu, pake sepuas Ibu! Lecehin aku, ahhh, ahhh... aku kan mainan Ibu, yang... ooohhh... yang bisa dipake kapan ajaaaaa... Kalo pacaran tuh... ahhh, uuuhhh... gitu, kan? Pacarnya bisa jadi pemuas nafsu, kan, Buuu...?"

Bu Siska jadi gemes setelah denger omonganku. Dia makin cepet gesekin memeknya, yang bikin aku makin ga karuan mendesah dan menggelinjang. Memek kami juga sudah basah banget, karena tiap Bu Siska ngegesek, ada bunyi berkecipuk gitu. Ih, seru banget, sih!

Duh, aku semangat banget, nih! Jadi ngebayangin kalau kami akan gesek-gesek memek semalaman, lalu tidur... terus lanjut lagi paginya, terus siangnya, sorenya... fuck! Ngebayangin aja bikin aku pengen pipis lagi, gilaaaa!

Hari pertama pacaran aja udah bisa seliar ini. Gimana kedepannya, ya?


———


Aku terbangun karena mendengar ada suara berisik yang aku masih belum tau arahnya dari mana. Mataku pun mengerjap, mencoba sadar sepenuhnya meski rasa pusing akibat kurang tidur masih terasa banget di kepala. Kutajamkan pendengaran. Kukira... suara berisik itu asalnya dari arah belakang. Dari dapur, tepatnya.

Eh, aku baru sadar kalau Bu Siska ga ada di ranjang. Jadi luas soalnya. Berarti yang bikin berisik di dapur tuh dia, ya? Uuuhh... tidur lagi, deh. Masih ngantuk...

Belum sampai masuk ke fase mimpi, aku merasa ada yang mengusap-usap pipiku. Mataku pun mengerjap beberapa kali. Di hadapanku, sekarang duduk seseorang yang masih terus mengusap pipi dan membelai rambutku. Agak burem kalau baru bangun, apalagi ga pakai kacamata. Hadeh.

"Sayang... bangun, yuk."

Aku mengerjap lagi, lalu maksa untuk melek sepenuhnya. Ternyata Bu Siska. Cuma pakai BH dan celana dalam. Rambut sebahunya tergerai lemas, ikut bergoyang tiap kali dia ngelakuin pergerakan.

"Uuuhhh... Ibu bangun dari kapan?" tanyaku, sambil kucek-kucek mata.

"Ih, kok masih manggil 'Ibu', sih? Kan semalem kita udah sepakat, manggilnya pake 'aku-kamu'."

"Oh, iya. Lupa." Aku pun mencium pipinya sebagai tanda maaf. "Ehem. Good morning, Yang!"

"Manis banget sih pagi-pagi! Jadi makin sayang!" Bu Siska spontan meluk aku erat-erat.

Jadi... seingetku, ditengah-tengah sesi ngentot semalam, Bu Siska mau aku ga manggil dia pakai embel-embel 'Ibu' lagi kalau lagi berdua. Katanya, biar lebih intim. Padahal, kalau ngomongin intim, yang aku lakuin sama dia kurang intim dari mana? Tapi, yaudah... aku turutin maunya, meski agak canggung diawal. Selanjutnya sih malah jadi kinky, karena ada sensasi yang bikin horny saat aku manggil orang yang statusnya guruku dengan sebutan mesra.

Dan aku suka banget!

"Sayang, kalo mau sarapan, bilang ya. Aku udah masakin, nanti tinggal aku anterin ke kamar aja," kata Bu Siska. Lembuuuut banget ngomongnya. Sambil usap-usap pipi lagi.

Sekarang terjawab, deh, alesan ada suara berisik di dapur tadi. Sumpah, enak banget punya pacar! Pagi-pagi sudah ada yang masakin. Kalau begini, sih, akunya ketagihan pacaran. Hahahaha.

"Ehhh... aku ambil sendiri aja, ga apa-apa, beneran."

"Ga, dong. Kan kamu lagi capek. Istirahat dulu, ya. Biar aku yang urusin." Bu Siska pun kecup bibirku. Pelan dan mesra. "Kalo nanti masih capek juga, izin sekolah aja. Gimana?"

Aku spontan ngeliat jam dinding. Masih jam lima. Kalau aku kejar mandi dan siap-siap berangkat, masih keburu sebetulnya. Tapi aku juga mengiyakan kata-kata Bu Siska; aku masih capek banget, setelah semalaman dipakai habis-habisan sama dia. Ga kehitung juga sudah berapa kali aku orgasme, aku sudah lost count saat orgasme yang kelima.

"Ibu sendiri—eh, maksudnya... kamu sendiri, gimana? Mau ke sekolah hari ini?"

Bu Siska angkat bahu. "Ada beberapa yang mesti diurus, sih. Tapi ga terlalu penting juga. Bisa dipending. Kalo kamu ga masuk, aku juga ga masuk," katanya, lugas.

Loh, kok pengambil keputusannya jadi di aku? Ini yang lebih dewasa sebenarnya siapa, sih? "Aku kayaknya males masuk, Yang. Tapi... mau aku paksain dulu aja. Kalo ga masuk, nanti absensinya jadi jelek. Kamu ikut?"

Bu Siska ga jawab. Dia malah senyum sambil usap-usap kepalaku. Lalu, dia pun kecup pipiku, sambil bilang, "Tuh kan, Dea emang teladan. Nanti semoga di kelas dua belas, wali kelasnya aku, ya. Biar bisa ngawasin langsung."

"Ih, ga nyangka banget kita bisa gini ya hubungannya." Aku pun ketawa geli, disusul Bu Siska yang juga ketawa. Lalu, aku beranjak dari ranjang, sambil tarik tangannya. "Mandi bareng, yuk? Masih ada waktu kalo mau..."

Aku sengaja ga selesein ucapanku, juga lepas tarikan tanganku. Masih dalam keadaan telanjang bulat, aku dengan santainya keluar kamar, menuju kamar mandi. Tentu saja, di belakangku ada Bu Siska yang mengekor. Belum sampai pintu kamar mandi, punggungku sudah habis dia kecup secara sporadis.

"Emmhh... ini mandi bareng pertama kita, ya?" tanyaku, sambil buka kaitan BH Bu Siska.

Sementara aku sibuk buka kaitan BH, Bu Siska justru lagi pelorotin celana dalamnya. Sekarang, dia sudah setengah telanjang. "Akan ada mandi bareng lain, kan?" tanyanya, lembut di kupingku.

"Iya, dong!" Oh, BH nya berhasil aku lepas. Kini tetek gede Bu Siska menggantung bebas, menggodaku untuk menjamahnya. "These are mine?"

Bu Siska pun mendorong aku ke dalam kamar mandi, lalu dia ikut masuk, sebelum akhirnya menutup pintunya secara perlahan. Di dalam, dia langsung menarik kepalaku hingga mukaku terbenam di belahan teteknya. Oooh, wangi aromanya kuat banget, bikin aku langsung horny. Sambil peluk aku, dia pun berbisik di kupingku, "All yours, Sayang. I'm all yours."

Awww... seneng deh, punya pacar yang romantis gini. Meski sama-sama cewek, sih. Tapi aku ga ngeliat ada masalah dari hubungan sesama cewek gini. Atau, akunya yang sudah ga normal?

Segera kukesampingin pikiran asalku, dan kembali fokus ke bongkahan lemak dan daging bertekstur lembut yang dibalut kulit mulus ini. Kayaknya, aku mesti buat cupangan lain, deh. Karena sebanyak apa pun, ga akan cukup untuk menghias tetek Bu Siska.

Seneng banget ga, sih, punya pacar yang badannya seenak ini? Well, lucky me.


———


"Yang, aku masuk sekolah dulu, ya?" tanyaku, sambil melepas seat belt.

Yang ditanya langsung senyum. Pas aku mau salim, eh tanganku malah ditepis. Dia pun ngomel, "Kalo sama pacar tuh jangan salim, tapi gini..."

Ehhh, aku langsung dicium. Tepat di bibir. Kubalas ciumannya, dan kami sedikit beradu lidah dan bertukar liur sebelum kami menyudahinya. "Sampe ketemu di sekolah, Sayaaang!" ucapku, sebelum keluar dari mobil.

Aku sengaja minta diturunin di Pasar Pondok Labu. Hematku, akan menimbulkan kecurigaan kalau kami ke sekolahnya barengan. Meski banyak yang bisa jadi alesan, sih. Tapi aku ga mau ambil resiko. Lagian, Bu Siska juga akan telat. Dia harus pulang dulu ke rumah untuk ganti daleman. Soalnya yang dia pakai dari kemarin itu celana dalemku, itu pun agak sempit di dia jadi ga nyaman. Sementara aku ga pakai seragam ketat kayak kemarin dulu, untuk kasih kesan bahwa yang kemarin memang kondisi darurat dan bukan akunya yang caper.

Oh iya, nanti ada ulangan Matematika. Aku sih yakin bisa ngerjain, tapi aku sudah janji buat ngalah sama Freddy. Jadi nanti sengaja disalah-salahin aja. Masalahnya, dia bisa dapet nilai sempurna ga, ya?

Well, the rest is his problem, though.

Haaah... ini menyenangkan. Aku suka dengan dinamika kehidupanku yang sekarang. Ga selalu bersih, malah lebih banyak kotornya. Tapi seenggaknya aku menikmati hidupku; baik dan buruknya. Aku merasa lebih bebas, dan engga lagi terlalu terikat pada prinsip-prinsip warisan yang didoktrinkan kepadaku. Akan selalu ada konsekuensi, dan aku yakin, aku akan memetiknya suatu saat nanti. Tapi aku mau terus maju.

Aku mau menerima dan menikmati hidupku, tanpa penyesalan dan dendam. Kayak... yaudah sih kalo udah ga perawan, dan ga apa-apa juga kalo malah berakhir jadi orang yang hiperseks. Like the wise man once said, "Everything happen for a reason", kan? As for the reason... I'll figure it out somehow.

Oh iya, ngomong-ngomong soal hiperseks, aku baru nemu istilah untuk cewek yang punya kelainan seks jenis itu; di dunia medis, mereka disebut... nymphomania.






Nympherotica♡
 
Terakhir diubah:
Thanks banget untuk semua yang udah doain anabul ai, baik yang di thread maupun di PM. She is back in shape, and good to go for reaaaaaal. Well... ai udah hopeless tadinya, karena ngerasa ga akan ada harapan soalnya virus panleukopenia itu harapan bertahannya kecil banget. BUT SHE MADE IT, WOY!!! Tense banget hari-hari kemarin, but yesterday is history, jadi ai bisa fokus ke hidup ai lagi.

Muahmuah buat semuanya!
 
Syukurlah, kalau anabul yu mulai membaik.. ay ikut seneng dengernya. Walaupun gak melihara kucing, tapi ngertilah perasaan pet lovers kayak gimana, kalau ada apa-apa sama peliharaannya. Ibarat kata, udah kayak anak sendiri.. palagi kalau dirawat dari kecil.

Seperti biasa another chapter yang bagus sangat.. banyak "plot patah", maksudnya nggak kayak pasaran gitu, misal si Wibu yang bukan minta "tubuh", atau si Dea yang emang kelewat number 1 sampe mikirin UU ITE, which is itu bagus karna ceritanya related sama jaman now.. biasanya kan ya gitu, si cewek udah pasrah karna ada ancaman plus keinginan si perekam cuman pengen ngewe (Pemerasan & pelecehan).

Btw, bisa kali anabulnya cameo di cerita yu...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd