Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dea, Your Lewdly Neighborhood [Season 2]

Untuk season berikutnya, enaknya gimana?


  • Total voters
    114
  • Poll closed .
Sudah mulai masuk arc baru, "Misi penyelamatan Laras".. semoga para DC dikasih pelajaran yang

Btw, Freddy si Wibu belom masuk cerita ya?.. masih banyak yang bisa digali dari cerita ini, dari pengalaman pertama anal, double p, orgy, sampe

Nanti kalo, belom Pak Jumadi si OJol yang udah merawanin Dea juga bakal kebag, reaksinya ketemu Fah ya? Dengan Laras yang punya hutang budi ke Fah, sangat amat yakin agak bingung untuk Laras ini.. disatu sisi dia pengen tobat, tapi kalo begini
 
Chapter 15 — I'm a Hard Carry in MOBA Game Called "Life"






Sepanjang hari, kami lewati tanpa ada satu pun kegiatan aneh-aneh termasuk di dalamnya. Aku bersyukur, karena Fah dan kontolnya jadi lebih behave di depanku dan Laras. Birahiku juga ga rewel, malah cenderung kalem. Mungkin karena sudah dipuasin habis-habisan kemarin.

Karena Laras inget sepenuhnya dengan apa yang dia liat semalam, maka Fah jadi ga kesulitan untuk ngejelasin ke Laras kalau dia adalah seorang shemale. Dia ceritain ke Laras, sebagian besar yang sudah dia ceritain ke aku (kecuali bagian tragedi masa lalunya). Laras, yang kayaknya ga bisa mengolah banyak informasi baru dengan cepat dalam satu waktu, jadi syok setelah dengerin cerita Fah. Dia berakhir bengong, dengan mulut membuka dan tanpa bisa berkata-kata.

"Makan dulu, biar ga masuk angin," ucapku ke Laras, sambil masukin beberapa biji french fries ke mulut membukanya.

"Dea, ih! Kalo orang lagi bengong, tuh, jangan disuapin," respon Laras, sambil mulai kunyah french fries di mulutnya, "Kan jadi kaget guanya."

"Kalo kaget, makanannya dilepehin, bukan dikunyah. Emang dasarnya aja kamu doyan."

"Udah masuk mulut. Mubazir kalo dilepeh lagi."

Aku mengernyitkan kening. "Ya ga mubazir kalo kamu pungut terus masukin mulut lagi."

Laras juga ikutan mengernyit. "Lu gitu kalo lagi lepehin makanan, De?"

"Engga, sih," aku ambil sebiji french fries, "Tapi kalo konteksnya peju, iya. Semalem gitu. Fah keluarin di mulut pas lagi aku blowjob, tapi aku ga siap, jadi aku lepehin. Terus aku jilatin lagi pejunya, dan aku telen. Ga mubazir, kan?"

Laras, cuma bisa geleng-geleng kepala sebagai respon atas ucapanku. "Astaghfirullah, Dea... itu mulut kayak ga ada saringannya," katanya, sambil usap-usap dada.

"Mulut kamu juga gitu pas ngata-ngatain aku semalem."

Check mate. Laras kalah debat. Dia berakhir diem sambil manyun-manyun, tapi ga hentiin dia dari ngemil french fries. Fah yang nyimak perdebatan kami berdua, cuma bisa ketawa ngakak. Dia merasa bahwa ini adalah hiburan buatnya.

Oh iya, kami bisa makan french fries karena Fah pesen ke McD lewat Gofood. Ga cuma kentang, dia juga pesenin ayam goreng, nugget, burger, beserta minuman soda dan dessertnya. Total ada 12 medium fries, 12 spicy dan original chicken, 6 nugget, 3 big mac, 3 cheese burger, 6 Coca Cola-Sprite-Fanta, 3 Coke dan Fanta float, 3 chocolate sundae, dan 3 Mc Flurry Oreo. Aku lupa total harganya berapa, karena aku dan Laras sudah istighfar duluan saat ngeliat saldo Gopay Fah yang sampai di angka dua digit, tepatnya hampir mencapai angka 20 juta.

Anak Gopay plus mah memang ada di kasta yang berbeda, ya. Apalah aku ini yang mau pesan Gofood aja harus cari yang lagi promo. Ini bikin aku mikir, kalau memang sebaiknya aku ajak Fah aja tiap hari ke rumah, jadi aku ga perlu lagi mikirin perkara makan siang.

"Eh, Fah, tapi kok bisa sih kamu ga ketauan?" tanya Laras, setelah berhasil bangkit dari rasa kalah dan rendah dirinya dariku.

"Makanya aku pake rok yang ga ketat, selain itu juga kalo lagi pake celana dalem, kontolnya aku tekuk ke bawah, jadi ga menonjol dari balik rok," jelas Fah.

Aku dan Laras spontan mengernyitkan kening. "Ga sakit?" tanya kami, yang juga berbarengan.

"Engga, kalo lagi ga tegang. Makanya," Fah melirik ke aku, "Jangan bikin aku tegang kalo di sekolah, ya. Nanti ketauan kalo aku bukan cewek asli."

"Kenapa kamu ngeliriknya ke aku?" balasku.

"Kamu feromon berjalan, Dea. It's hard to resist when you're around, especially when it's just the two of us."

"Oh," aku mengangguk setuju, "Good point."

Sejenak, suasana jadi hening. Tapi Laras tiba-tiba ngomong sesuatu, yang otomatis memecah keheningan. "Gua emang syok pas tau Fah bukan cewek tulen, tapi...," kini, gantian Laras yang melirik ke aku, "...Gua lebih syok pas tau kalo Fah ngentotnya sama lu, De. Kayak, gila banget, Dea yang gua tau selama ini tuh beda banget sama Dea yang gua liat semalem. Sekarang juga gini, ngomongnya vulgar banget."

"Kayak kamu ga gitu aja mulutnya, Ras. Tuh, enteng banget ngomong "ngentot", kan?" balasku.

"Ya beda. Gua mah emang mulut kampung, jadi luwes aja ngomong kotor. Lah, elu De, gua masih inget lu ngomong "penis" pas pelajaran Biologi SMP aja muka lu langsung merah."

"Namanya juga hidup, Ras. Ga ada yang pasti. Kata guru ngaji kita dulu waktu kecil, yang udah pasti buat kita kan cuma jodoh, rezeki, dan kematian," balasku lagi, sambil senyum bijak. Aku merasa sekarang ini aku sudah mirip Mamah Dedeh versi remaja.

Tepat setelah aku ngomong begitu, adzan Dzuhur pun berkumandang. Aku dan Laras spontan saling berpandangan. Lalu, kami berdua ketawa canggung karena sama-sama menyadari kemana arah maksud ucapanku barusan. Padahal akunya juga asal ngomong aja.

"Ras," panggilku.

"Mau ngajak mandi junub? Yuk," balas Laras.

"Ih, kok tau aja, sih?!"

Aku dan Laras ketawa ngakak bareng, karena ternyata kami berpikir hal yang sama. Fah ga begitu ngerti konten yang kami bahas, tapi dia ikut ketawa murni karena kami ketawa. Di akhir tawa, dia bilang, "Kalian emang sedeket itu, ya. Keliatan banget, kok."

"Iya. Makanya, aku bersyukur soal itu," jawabku, sebelum pamit ke Fah, untuk mandi. Sementara Laras masih akan terus ngemil kentang, kalau ga aku tarik kerah belakang bajunya buat nyeret dia mandi.


———


"Laras ga mau ikut aku aja? Nanti aku anterin sampe rumah," ucap Fah, yang langsung direspon dengan gelengan kepala sama Laras.

"Makasih udah nawarin, tapi gua nanti mau pulang sendiri aja," jawab Laras, sambil ketawa ringan.

Setelah denger jawaban Laras, Fah mengangguk. Dia lalu nyamperin supirnya, dan terlibat dalam obrolan yang cukup lama. Aku ga tau apa yang mereka bahas, karena aku dan Laras berdiri di teras, sementara Fah di depan pagar. Tapi kalau boleh menebak, kayaknya sih obrolan serius; karena ekspresi muka supirnya keliatan serius saat mengangguk-angguk dalam merespon ucapan Fah.

Oh iya. Fah pulang saat sore, dengan dijemput oleh supirnya. Karena banyak hal dari Fah yang mengesankan kalau dia berasal dari keluarga kaya raya, seperti tinggalnya di penthouse, tasnya harga puluhan juta, buttplug dari emas asli.... bikin aku sudah bisa menduga kalau dia dijemput pakai mobil yang ga medioker. Dugaanku tepat, dong. Dia dijemput pakai mobil yang keliatannya elegan dan mewah.

"Range Rover, Dea...," ucap Laras dengan nada antusias. Matanya ga kedip sama sekali saat mandangin mobil bercat hitam yang terparkir di depan pagar rumahku.

"Iya, Ras. Itu mahal kan, ya?"

"Itu RR Sentinel, Dea. Mobil mewah yang biasanya cuma dipake sama dubes negara kaya, atau sama sultan minyak. Ini kayaknya yang versi 2019. Harganya 6,5 sampe 7 milyar, gitu. Mobil jenis SUV, dilengkapi kaca dan bodi anti peluru, anti bom dan ranjau, mesinnya supercharged V8 5000 cc, 375 horse power dengan 32 DOHC—"

"—Kamu kok bisa tau-tauan soal mobil, sih, Ras?" potongku. Racauan Laras harus segera ku hentikan, karena aku liat belum ada tanda-tanda dia berhenti ngejelasin.

"Gara-gara sering liat-liat artikel mobil di internet. Awalnya cuma buat bahan ngayal, siapa tau gua nanti dapet suami orang tajir melintir terus gua disuruh beli mobil pilihan gua, jadi siap-siapnya dari sekarang. Eh, lama-lama jadi suka baca-bacanya. Mungkin kalo nanti pas dewasa gua ga dapet suami orang kaya, seenggaknya bisa ngelamar kerja jadi sales mobil."

Aku kayaknya nyerah deh, ngobrol sama cewek ini. Halunya ga ketolong. "Kurang-kurangin lah, Ras," ucapku, sambil berlalu ninggalin dia, nyamperin Fah.

"Dea, aku pulang, ya! Terima kasih untuk 24 jam yang menyenangkan banget!" Fah meluk aku, erat banget. Lalu dia mendekat ke kupingku, membisiki sesuatu, "Next time aku nginep lagi, kita anal, ya? Until then, please keep up the training, Deaaa~"

Sambil mengangkat alis, aku juga acungin jempol ke Fah. "I'll do the best! Oh, iya, terima kasih juga untuk waktunya, momennya, ngebeliin makanannya, dan banyak lagi! Sama... terima kasih udah mau bantuin Laras!" seruku, antusias. Ini dari hati banget aku ngomongnya, karena memang aku bersyukur ketemu orang sebaik Fah.

"Aku pulang dulu. Sampai ketemu hari Senin di sekolah."

Setelah cipika-cipiki (yang kayaknya dia bikin sengaja kena sisi bibir), Fah buka pintu mobil. Aku masih berdiri di tempatku, saat mobil Fah melaju pelan, ninggalin area rumahku. Laras juga dadah-dadah heboh sampai mobil Fah hilang dari pandangan kami. Setelahnya, aku balik badan, lalu nyamperin Laras.

"Ayo, kita beresin utang kamu," ucapku, tegas.

Laras mengernyit. "Beresinnya gimana?"

"Kamu ke aplikasi pinjolnya, minta nomor rekening, virtual account, terserah. Yang penting resmi."

"Iya, tapi beresinnya gimana? Dilunasin? Bayarnya pake apa? Gua ga ada duit segitu, De."

"Iya, dilunasin. Pake duit Fah, tadi pas kamu mandi lama banget itu, aku sama dia ngobrol. Terus dia transfer uang ke rekening aku buat bayarin utang kamu. Dia bilang ngasih, bukan minjemin, jadi ga usah dibalikin. Dia juga kasih tau, bayarnya jangan lewat perantara debt collector. Rawan ditipu." Aku segera tarik tangan Laras, untuk masuk ke dalam rumah. "Oh iya, tadi dia minta nomor WA debt collector yang neror dan peras kamu. Aku kirimin nomor Fah, nanti kamu yang kirim kontak orangnya ke Fah langsung, ya."

"SERIUS? DIA TRANSFER BERAPA DUIT, DEA?! EH, KOK DIA GAMPANG BANGET SIH NGASIH DUIT BERJUTA-JUTA?!" pekik Laras, yang langsung aku sumpal mulutnya pakai tangan biar ga tambah berisik.

"Kenapa fokus kamu ke nominalnya, sih?" Aku cubit pipinya, bikin Laras teriak kesakitan. Lalu, aku buka aplikasi mobile banking di HP ku, kemudian cek mutasi rekening. Aku tunjukin layar HP ke Laras, yang setelah ngeliat nominalnya, mata Laras makin melotot. "Dia transfer 20 juta. Katanya dipake dulu buat bayar utang, sisanya buat kamu. Tapi Fah ngeliat kamu tuh kayaknya boros orangnya, dan iya emang bener, jadi dia minta aku yang pegang. Suruh kasih 500 ribu seminggu, kata dia."

"Ya Allah, Dea... duit jajan gua sehari aja cuma 10 ribu, kadang malah ga dikasih. Ini 500 ribu seminggu, berarti dari Senin sampe Jumat seharinya 100 ribu kan, ya? Sepuluh kali lipetnya, Dea... Alhamdulillah, alhamdulillah. Bisa gua borong itu kantin..."

Laras buru-buru masuk ke dalam, lalu berdiri menghadap kiblat di ruang tamu. Sekejap kemudian, dia langsung sujud syukur. Lama banget. Saat bangun, keningnya sudah memerah karena kelamaan sujud di lantai tanpa alas. Tapi matanya berkaca-kaca. Badannya gemetar, tapi ku pikir gemetar gembira, karena ekspresi mukanya menyiratkan demikian.

"Ini mesti gara-gara mandi junub sama sholat, Dea!" Laras pun sujud syukur sekali lagi. Terus, dia bangun dan narik tangan aku, menuju kamar mandi. "Yuk, udah adzan Ashar tuh dari tadi. Kita ga boleh nunda-nunda sholat," ucapnya.

Padahal yang tadi pas adzan masih ngemil McFlurry tuh dia, loh. Bisa-bisanya...

"Eh, nanti dulu. Terus lu dapet apa, De?" tanya Laras, tiba-tiba.

"Dapet ngentot, lah. Aku mah dipuasin semaleman sama Fah."

"Mulut lu ga ada saringannya banget sekarang, ya." Mata Laras memicing padaku. "Maksud gua, dia ga ngasih lu apa gitu?"

Tadinya aku mau bilang kalau dia kasih aku buttplug dari emas murni. Tapi untuk bilang ke Laras bahwa aku dikasih penyumpal lubang pantat saja rasanya ga etis, apalagi bilang kalau bahannya dari emas. Jadi, aku menggeleng saja. "Engga kasih apa-apa, aku ga minta soalnya," jawabku.

Laras tampak mikir sebentar, lalu dia kembali tatap aku. "Yaudah, sisa uangnya kita bagi dua. Tapi uang gua tetep lu yang pegang. Pertama, gua ga punya rekening. Kedua, iya bener gua boros orangnya, kalo dipegang gua semua nanti abisnya cepet," balas dia.

Laras ini bebal banget kalau dibilangin, cuma kalau lagi sadar, pada dasarnya dia berhati lembut dan gampang diarahin. Kalau aja dia ga suka grasak-grusuk dan mikir berkali-kali sebelum ambil keputusan, mungkin akan lurus-lurus aja hidupnya. Semoga kali ini belum terlambat.

"Makasih loh, inisiatifnya. Tapi engga, Ras. Sisanya buat kamu semua, tapi aku aturin dengan bikin rekening baru atas nama kamu. Kita berdua ke bank, kamu bawa KTP, ya. Setelah punya rekening, aku yang pegang dulu. Nanti ada transparansinya. Aku kirimin bukti mutasi rekening juga secara berkala. Gimana?"

Laras senyum lebar. Dia langsung meluk aku, erat banget. Wangi shampo di rambutnya tercium olehku. Duh, jadi agak horny. Tapi buru-buru ku tepis perasaan itu. Aku ingin menikmati momen intens ini sebagai dua orang yang bersahabat dari kecil, yang sedang merayakan momen penting di hidup mereka.

"Ayo kita wudhu, Dea! Lalu setelahnya, kita bereskan urusan dengan pinjol sialan itu!" seru Laras, yang kembali ngelanjutin perjalanannya menuju kamar mandi.

Aku tertawa geli. Laras selalu keliatan lucu kalau lagi ngomong pakai bahasa baku.


———


"Ras, permission di aplikasinya nonaktifin aja semua."

"Emangnya biar apa?"

"Ih, kata artikel yang tadi aku baca, biar HP nya ga disadap sama aplikasi pinjol." Aku pijit-pijit kecil pelipisku yang mulai terasa menegang, karena pusing banget ngurusin urusannya Laras dari tadi. "Oh iya, nomor si debt collector itu udah dikasih ke Fah?"

"Udah kalo itu, mah. Tadi langsung gua kirim kontaknya, kok. Emang buat apa Fah minta kontak orang itu?"

"Ga tau, Ras. Ga berani bayangin juga," ucapku, dingin.

Sudah setengah jam lebih kami berdua uprek-uprek aplikasi pinjol di HP Laras. Tadinya, aplikasi pinjolnya dia uninstall gara-gara panik, makanya harus diinstall ulang lalu masuk pakai akun yang dia daftarin untuk pinjam uang. Setelah berhasil masuk, yang pertama muncul di layar HP adalah nominal jumlah hutang yang harus Laras bayar. Beneran 9 jutaan, ternyata...

Tentu saja, sebelum kami putusin untuk bayar, aku minta Laras untuk telpon ke layanan pelanggan. Setelah tersambung, si CS ga pakai basa-basi lagi langsung menghimbau Laras untuk ngelakuin pelunasan. Larasnya justru kebingungan meresponnya, jadinya dia diem aja, dan ujungnya malah aku yang handle.

Aku pun jelasin kalau mau ngelakuin pelunasan, dan meminta diarahin ke cara pembayarannya. Untungnya, CS yang aku sedang telponan ini melayani dengan baik dan komunikatif. Ga butuh waktu lama, setelah masuk ke M-Banking, aku pun transfer ke nomor virtual akun resmi milik si pinjol. Oh, nominalnya langsung otomatis muncul. Oke, mari bayar hutang sialan ini (pakai duit orang).

"Sudah dilunasi, ya, Mbak. Silakan dicek," ucapku, sopan.

"Baik, Kak. Tunggu sebentar, ya." Setelah beberapa menit, si CS pun kembali. "Pembayaran sudah diterima, Kak. Terima kasih atas pelunasannya. Di sini saya sampaikan, akun Kakak sedang dalam masa pemulihan. Kakak juga dapat kredit skor yang tinggi, nih. Jadi limit pinjaman selanjutnya juga meningkat, Kak. Per besok, Kakak sudah bisa mengajukan pinjaman baru—"

"—Engga, Mbak. Ga perlu repot-repot jelasin. Ga akan minjem lagi, kok. Beneran. Berarti ini sudah selesai, kan, Mbak?" potongku.

"Iya, sudah, Kak. Terima kasih atas kerja samanya, ya. Selamat sore, dan semoga sehat selalu. Oh iya, aplikasinya jangan dihapus, Kak. Siapa tau nanti berubah pikiran—"

Segera ku putus sambungan telpon. Dasar mulut marketing, bisa banget ngerayunya! Aku sih ga akan kemakan omongan dia, tapi Laras yang dari tadi nguping bisa aja jadi mikir sesuai sama yang si CS tadi omongin. Aku ga mau ada masalah pinjol-pinjolan musim kedua.

Aku pun kasih balik HP nya Laras. Ku tatap dia, tajam. "Udah, ya? Abis ini jangan ada utang-utang lagi ke siapa pun, terutama pinjol, ya? Janji?" ucapku, sambil mengacungkan jari kelingking.

"Iyaaaaaa!" Laras senyum lebar, "Udah beres, De?"

"Udah," balasku, ketus. Lalu, aku melirik ke HP nya yang lagj dia genggam. Masih dengan nada ketus, aku berkata, "Ras, bener, deh. Saran aku mah, jual aja HP itu, ya? Itung-itung buang sial. Nanti duitnya tambahin pake duit yang dikasih Fah, beli HP baru. Kamu ga mau fresh start, apa?"

Laras diem, lama. Dia tatap HP nya dalam-dalam. Ada lenguhan napas berat setelahnya. "Nanti deh, gua pikir-pikir dulu, ya. Untuk sekarang, guanya masih belum nentuin mau apa," jawab dia.

"Yaudah. Tapi tolong perhatiin saranku, ya. Semuanya. Jangan ada pinjol lagi. Kalo diancem-ancem orang, ngomong ke aku, nanti kita lapor polisi. Kalo ga ada duit, bilang. Kalo mau pergi tanpa aku, infoin perginya kemana. Soal HP juga, pikirin yang bener, ya?"

Laras angguk, pelan. Terus, dia tatap aku. Dia juga kasih aku senyum lembut. "Iya, gua tau, Dea. Makasih banyak udah perhatian, ya? Gua ga tau mau balesnya gimana, nih," ucap dia. Ku dengar ada sedikit getar dalam nada suaranya.

"Balesnya jadi orang bener, aja. Jangan aneh-aneh. Bisa, kan? Janji, ya?"

"Iya, Dea. Janji. Beneran." Laras senyum lagi, kali ini makin lebar. "Dea, makasih banget, ya?"

"Iya, Ras. Sama-sama, ya."

"Beneran. Gua makasih banget..."

"Iya, Ras, iyaaaa. Aku tau, kok."

Laras geleng-geleng kepala, ga tau apa maksudnya. Lalu, sambil nunduk, dia ngomong lagi, "M-makasihh... udah... b-bantuinnn... gua..."

Laras ga pernah bisa selesain ucapannya, karena ga ada lagi suara yang keluar. Matanya juga berkaca-kaca, air matanya tinggal tunggu pecah aja. Badannya gemetaran banget. Pertahanan fisik dan mentalnya seperti mau runtuh, saat masalah besar yang menghantui hari-harinya telah selesai. Hanya satu usapan ringan dariku pada lengannya, dan pertahanan Laras runtuh seluruhnya.

Dia nangis sekerasnya, dengan nada paling pilunya. Badannya gemetar, lalu melemas perlahan. Aku bisa bayangin, bahwa selama ini Laras merasa tegang terus akibat masalah hutangnya. Jadi, ketika masalahnya sudah selesai, badannya baru bisa rileks. Pola serupa juga dialami mentalnya. Laras bisa menangis sejadinya sekarang. Melepas semua sesak yang membelenggu dan membebaninya dalam satu sesi tangisan.

Aku peluk dia, lalu ku usap rambutnya. "Jangan khawatir, ya? Nangis aja, ga usah mikirin hal lain. Kita selesain semuanya, satu per satu. Aku temenin," ucapku, lembut.

Tangisan Laras makin keras terdengar, seiring dirinya yang menghambur ke aku. Sore ini, Laras membiarkan dirinya berserah dalam sendu dan duka, juga haru dan lega.






Nympherotica♡
 
Terakhir diubah:
ooohh, our queen is back :tepuktangan: :ampun:
 
Updatenya pake bawang nih... Memang harus slow dulu..
Makasih sis..
 
Good for Laras. Urusan pinjolnya selesai. Atau belum?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd