Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dea, Your Lewdly Neighborhood [Season 2]

Untuk season berikutnya, enaknya gimana?


  • Total voters
    114
  • Poll closed .
Bimabet
welcome back queen :ampun:

welcome to covid gen too :((:((
 
Akhirnya setelah sekian lama...

Welcome back suhu
 
Gilaa kangen bgt sama cerita ini, sehat sehat author!! Semoga ga macet lagii
 
Jaga kesehatan ya Ce @nympherotica , ceritanya bagus dan alurnya nggak ketebak (sejauh ini). Kirain bakal party...

Btw, gara-gara abis baca chapter terbaru, jadi penasaran terus nyari She-Male fak girl.. Nemu satu yang cukup lumayan kalo kata ane sih. Ane masih normal kan ya 😅? Liat yang begitu?? Kan maennya sama cewek.. jadi kayak ngeliat cewek n cewek aja pake sex toys.. 😁
 
motherfucker!! sembuh2 covid ternyata dikau makin gila2an, queen :tidak: :tidak: :tidak:
shemale dikasih obat perangsang ampe mau dibikin jadi normal lg coba tuh wkwkwkwkkw :pandaketawa::pandaketawa:
dea emang rese bgt sih, untung aja si bu siska sama temennya laras kagak kena TO dea :D
 
Chapter 12 — Wild Night part 4






Untuk urusan perkontolan, sebenarnya aku ga punya banyak referensi. Pengalaman pertamaku dengan kontol adalah pas sama Pak Jumadi, jadi aku ga ada pembanding lain kalau mesti ngebandingin kontol Pak Jumadi dengan Fah. Meski begitu, even an amateur can tell the differences just by looking at them; ukurannya, warna kulitnya, kekuatannya... punya Fah menang kemana-mana.

Ini sudah hampir maghrib, tapi Fah masih ga berenti-berenti genjotin memek aku. Entah sudah berapa kali orgasme yang aku sambut, dan berapa kali juga Fah keluarin pejunya di dalem memekku, dia masih belum mau udahan juga. Tentu, kami juga coba berbagai macam gaya, posisi, whatever istilahnya apa. Aku sudah ga bisa inget gaya apa aja, tapi salah dua favoritku adalah doggy dan WOT. Tahu lah alesannya kenapa...

Biar mentok. Ehe.

Oh, ada lagi! Di dua gaya itu, Fah punya kebiasaan selalu mainin lubang pantatku. Sama kayak waktu kita ngeseks pertama kali tadi, dia suka banget nyolokin sampai aku ngerasa mules. Tapi... ada rasa yang enak banget, itu tuh... pas bibir lubang pantatku dilebarin untuk dicolok-colok gitu.

"Deaaaaa... ahhh, ahhh, aku mau keluar... aahhh... lagi!"

"Yess, yess... keluarin aja, biar tambah banyak pejunya di memek akuuu... ahhh, ahhh, ooohhh..."

Hentakan pinggul Fah makin ga terkendali pas lagi ngentotin aku dari belakang gini. Tusukan jempolnya di lubang pantatku juga makin dalem. Malah sekarang jempolnya gerak-gerak di dalem lubang pantat. Sementara aku sih cuma bisa pasrah aja sambil nungging dan berusaha bikin badan semeliuk mungkin, biar ngebantu Fah makin gampang mentokin kontolnya.

"Dea, Dea... aku... ahhh, ahhh... mmmauu... aahhh, mmmaauu... nnnggghhh... OOOOHHHHHHHHHH!!!"

Aku cuma bisa benamin muka di kasur sambil gigit sprei, dan dengan kedua tangan ngeremes sprei kuat-kuat, saat Fah mentokin kontolnya sampai kerasa mau ngebuka bibir rahimku. Aku bisa rasain memek dan rahimku makin penuh sama peju dari Fah, yang diisi mulai dari tadi siang. Apalagi, kombinasi sodokan mentok kontolnya di memekku dan tusukan jempolnya yang dalem di lubang pantatku, nganterin aku ke kenikmatan tertinggi yang bikin aku orgasme! Aku pipis di kasur, dengan posisi nungging sehingga pipisku bermuncratan ga karuan ke sprei. Bahkan ada juga yang mengalir deras lewat paha. Di momen orgasme disertai pipis ini, aku sampai gemeteran hebat—malah sampai nangis segala karena saking ga bisa nahan luapan kenikmatan yang bertubi-tubi menghantamku.

Setelah selesai dengan ejakulasinya, Fah cabut kontolnya terus rebahan di samping aku. Aku sendiri masih di posisi nungging; masih gemeteran dan nikmatin memekku yang masih kedutan. Napas kami berdua memburu. Akhirnya, setelah beberapa menit, aku nyusul Fah rebahan juga di sampingnya.

"Ih, Dea nangis?" tanya Fah. Lalu dia usap air mata di pipiku.

"Iya! Enak banget soalnya, gila ga si sampe nangis gini," balasku, sambil ketawa lepas.

"Aneh banget sih kamu, De," responnya sambil mengacak-acak rambutku yang memang sudah berantakan dan lepek ini, lalu dia ikutan ketawa bareng.

Setelah tawa mereda, kami terdiam. Mata memandang lurus ke langit-langit kamar. Cuma ada suara napas yang berusaha diatur sebaik mungkin. Hening. Ku kira, kami berdua tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Isi pikiranku melompat-lompat dalam kecepatan yang ga bisa kuimbangi. Aku mikirin sesi ngeseks dengan Fah tadi, lalu dengan Bu Siska kemarin, Pak Jumadi... lalu pindah lagi ke topik non seks macam hubungan pertemananku dengan Laras, sekolahku, kondisi mentalku, lalu... hubunganku dengan kedua orangtua.

Untuk yang terakhir ini, aku langsung otomatis senyum getir. Aku yang sekarang adalah versi terburuk yang orangtuaku ga pernah mau bayangkan, alih-alih harapkan. Kalau mereka tahu anaknya sekarang jadi gila seks, pasti mereka sedih, kecewa, sakit hati, marah dan segudang perasaan negatif lain yang campur aduk. Bahkan, mereka pasti jijik denganku.

Hal-hal yang sekarang aku geluti, adalah yang selalu dianggap tabu oleh lingkungan keluargaku. Ga cuma dianggap tabu, tapi juga ditakuti, dijauhi, dimusuhi dan diperangi. Tentu saja, karena mereka agamis sekali, dan yang ku lakukan sangat bertentangan dengan prinsip beragama. Di pemahamanku yang sekarang, aku memaknai bahwa agama adalah kekangan dari hal-hal yang aku mau, dan yang aku lakukan adalah berontak dari kekangan itu, menuju kebebasan.

Lalu, sayup-sayup suara adzan Maghrib dari pengeras suara milik masjid komplek sampai ke kamarku. Haaah... senyumku makin getir jadinya.

"Dea, ini pengalaman yang ga akan aku lupain seumur hidup."

Suara Fah memecah lamunanku. Aku spontan nengok ke dia, lalu bilang, "Kamu ngomongnya kayak yang ga akan ngelakuin lagi. Ini bukan yang pertama dan terakhir kalinya, loh. Kalau dari aku, aku maunya kita begini terus."

"Tapi... aku ga yakin nanti bisa lagi atau engga."

Mataku memejam, lalu tersenyum. "Kamu udah keluar berkali-kali di dalem aku, aku yakin pasti bisa. Kan aku bilang, kamu tertariknya ke aku doang, bukan ke semua perempuan."

"Ih, si pede emang." Fah mencubit lenganku, lalu tertawa lepas. "Kita baru kenal tadi pagi, tapi udah bisa se-'akrab' ini. Gila, ga, sih?"

"Kamu tuh yang gila! Ngapain celana dalem orang dipake buat bahan masturbasi?" seruku.

"Ih, kamu sama gilanya! Celana dalem ada spermanya bukannya dicuci, malah dipake!"

Kami pun ketawa bareng, begitu lepas dan nyaring. Ngetawain keadaan ga pernah seasik ini sebelumnya. Lalu, masih dengan badan sama-sama telanjang dan lagi tiduran, kami saling ngobrol dan tukar cerita. Kesempatan ini aku pakai untuk kenal Fah lebih jauh lagi, dan ngebiarin Fah untuk kenal aku lebih dalam. Aku cerita sesuai porsi yang bisa aku bagi ke dia, begitu pun sebaliknya. Obrolan kami pun mengalir, gonta-ganti topik hingga ga kerasa, sekarang lagi nyerempet ke bahasan seksual.

"Kamu pernah anal, ga?" tanyanya, tiba-tiba.

Jujur, aku kaget dengan pertanyaan Fah, dan ga siap untuk ngejawab. Bukan karena ga punya materi jawab, tapi karena aku bahkan ga pernah kepikiran untuk ngelakuin itu sebelumnya. Tapi, belum sempat aku jawab, Fah udah lanjut ngomong, "Aku pernah, Dea. Pertama kalinya itu, waktu aku kecil."

"Waktu kecil? Ini kita ngomongin anal, yang itu, kan?" Aku memberi penekanan pada nada bicaraku. "Sodomi?"

Fah ngangguk. "Iya, bener, kok."

"Hah? Gimana ceritanya kamu masih kecil udah berani anal?"

"Ih, waktu kecil dulu, aku tuh diperkosa, tau."

Aku langsung diem. Tema sensitif, nih. Harus hati-hati kalau ngomong. "Maaf, ya... aku ga tau," kataku, lirih.

"Eh, kamu kenapaaaa? Kok murung, gitu?" Fah spontan mencubit pipiku. "Ga apa-apa, santai aja. Aku udah move on, kok."

"Tapi pasti berat bagi kamu, kan?"

"Dulu sih, iya. Malah sampe depresi gitu." Mata Fah menerawang, mengarah ke langit-langit. "Waktu aku kecil, tukang kebun yang udah lama kerja pada keluarga aku mutusin pensiun. Emang orangnya udah tua juga. Terus... dapet deh, tuh, tukang kebun baru. Bapak-bapak gitu, asik orangnya. Manly banget muka sama postur badannya. Kalau masih muda, aku yakin dia bisa jadi model.

"Nah, aku kan emang dari kecil udah kemayu, ya. Aku tuh dari kecil ngerasanya lahir dengan gender yang salah. Gayaku feminin, ditambah muka dan badan aku kayak cewek banget. Jadinya cocok aja pas pake baju perempuan," kata Fah, terus dia ketawa sendiri.

"Lanjut, ya... jadi aku tuh suka sama si tukang kebun baru ini. Aku umur 7 tahun, sementara si tukang kebun umurnya 42. Jauh banget, kan? Tapi aku ga peduli. Tiap ada kesempatan, aku nemenin dia. Aku juga suka ajak makan siang di taman rumah. Awalnya sih, dia jaga jarak. Mungkin ngerasa ga pantes...

"Tapi karena aku terus deketin, ya akhirnya jadi akrab. Awalnya cuma aku senderan di lengannya, terus aku dipangku, malah sering sambil dipeluk dari belakang. Akunya juga seneng digituin. Jadi ga pernah nolak."

"Bentar, deh." Aku bangun dari tidurku, lalu duduk bersila. Aku ingin menyimak cerita Fah dengan lebih serius. "Tukang kebun kamu ini... tau kan kalo kamu tuh cowok?"

Fah ngangguk. "Ya aku kan kalo di rumah ga selalu pake baju perempuan, Dea. Pasti tau lah orangnya. Nah, suatu hari, aku diajak ke bagian terjauh dari kebun rumah. Katanya ada tempat yang nyaman kalo udah diberesin. Aku ikut-ikut aja. Eh, taunya... malah disodomi.

"Rasanya sakit banget, karena bibir pantat aku tuh dibuka lebar-lebar supaya kontol dia bisa masuk terus. Aku disodomi berkali-kali waktu itu. Setelah selesai pun, aku ditinggal gitu aja. Aku juga ga bisa jalan pulang, karena pantatku sakit banget. Akhirnya, ada pembantu yang nemuin aku, lalu aku dibawa pulang ke rumah. Setelahnya, berhari-hari aku demam dan ga bisa jalan. Aku juga kesakitan tiap mau BAB."

Wah... dia keterusan terbiasa ngomong "kontol"nya, nih. Oh, iya, ayo nyimak lagi. "Terus... keluarga kamu tau?"

"Tau, kok. Pembantuku itu yang bilang, lalu setelah diselidiki, akhirnya ketauan pelakunya si tukang kebun itu."

"Setelah itu? Dilaporin ke polisi?"

"Engga. Si tukang kebun itu dicari orang suruhan Papa. Setelahnya, aku ga pernah denger kabarnya lagi. Tapi kalau tau track record orang-orang suruhan Papa, aku yakinnya si tukang kebun itu dihilangin, which means... out of this world, I think."

Aku spontan menelan ludah. I think... I got myself involved into some random shemale with tragic past and dangerous family. Okay...

"I am sorry, ya, Fah." Aku kembali rebahan, lalu peluk Fah erat-erat. "Aku ga seharusnya tau ini, tapi terima kasih udah cerita, dan percaya aku untuk nampung cerita kamu."

"Dea...," Fah balas pelukanku, erat, "Kamu baik banget, sih, jadi orang! Makasih, ya."

Wah... pelukan kami berdua jadi makin erat. "Ada sesuatu yang bisa aku lakuin untuk ngehibur kamu?" tanyaku, sambil usap-usap punggungnya. (Anyway, punggung Fah mulus banget! Aku yang cewek tulen gini jadi merasa minder, karena masih suka jerawatan punggungnya, hih!)

"Ih, ga perlu repot-repot!" Lalu, Fah diem dulu, kayak lagi mikir keras. Ga lama, dia senyum lebar, sambil mandangin aku. "Actually, there is this one thing you could do for me..."

Aku masih bertanya-tanya apa yang Fah mau dariku. Tapi perasaanku langsung ga enak pas tangannya ngeraba pantatku, lalu pelan-pelan mengarah ke... lubang pantatku.

Sekali lagi, aku menelan ludah.


———


Fah banyak cerita soal hidupnya, terutama di bagian paling pribadi. Dia cerita tentang perkosaan yang menimpa dia waktu kecil bikin dia mengidap beragam gangguan mental, seperti gangguan stres pascatrauma (atau yang lebih dikenal dengan sebutan PTSD) yang berkembang menjadi gangguan panik, depresi (dari tingkat mayor, distimia hingga ke psikosis), gangguan bipolar tipe 1, dan keinginan untuk bunuh diri.

Iya, kondisi mentalnya memang segawat itu. Aku pikir, punya satu tipe gangguan mental aja sudah ganggu banget, apalagi kalau mengidap gangguan mental ganda. Dari semua gangguan mental yang dia sebut, beberapa ada yang butuh waktu lama untuk sembuh, beberapa ada yang ga bisa sembuh sama sekali. Makanya, Fah punya psikolog dan psikiater pribadi yang dipekerjakan oleh keluarganya untuk memantau, mendiagnosis, dan mengelola kondisi mental dia.

Selain gangguan mental, Fah juga mengidap kelainan seksual berupa hiperseksual dan homoseksual. Hiperseksual terbentuk akibat efek dari obat-obatan yang dia konsumsi untuk menekan gejala pada gangguan mentalnya. Karena ada bagian di otaknya yang dibatasi, mental Fah jadi ngembangin mekanisme pertahanan diri dalam bentuk pelarian—dalam kasus Fah, berupa seks. Semakin dalam dan lama gangguan mentalnya ditekan, maka semakin parah juga hiperseksualnya.

Beberapa tahun belakangan, Fah juga menyadari bahwa hiperseksualnya berkembang dari trauma dan depresi akibat perkosaan yang dia alami. Fah ga lagi ngeliat perkosaan terhadap dirinya sebagai tragedi, tapi sebagai pemicu dan contoh tentang bagaimana seharusnya dia menikmati pemenuhan hasrat seksualnya.

Hiperseksual juga yang mengamplifikasi homoseksual Fah, yang memang sudah ada sejak lahir, ke tingkat yang lebih ekstrem. Fah jadi ketagihan dianal. Entah sudah berapa kali dia ngeseks dengan cowok-cowok penyuka sesama jenis yang dia kenal dari dating apps, atau bahkan bisa dia comot gitu aja dari kelab malam. Kalau dia ga dapet seks, pemenuhan hasratnya yang selalu tinggi dan menggebu-gebu itu ya dengan jalur masturbasi. Nah, hiperseksual justru bikin Fah jadi ga fokus menjalani hidup, uring-uringan, dan emosional kalau ga dituruti hasratnya, dan gejala ini berlangsung dalam frekuensi yang sering setiap harinya.

Makanya, dia harus masturbasi... demi hidup yang stabil dan baik tiap hari. Kayak aku, gitu. Ehehehehe...

Tapi denger cerita Fah, aku jadi ngerasa bersalah karena sudah kasih obat perangsang ke minumannya. Kayak... aku tuh justru malah nambahin hiperseksualnya ke tingkat yang lebih ekstrem lagi, ga, sih? Ya... salah satu gejalanya ya ini: dia mau anal aku! Sesuatu yang ga pernah dia coba sebelumnya, karena dia selalu jadi yang dianal aja.

Oh, tapi untuk sampai ke tahap itu, kayaknya masih jauh. Karena lubang pantatku kecil dan kontol Fah akan amat sangat kegedean untuk masuk ke bagian itu, maka harus ada serangkaian proses adaptasi yang mesti aku tempuh. Nngg... salah satunya....

"Fah... serius nih, aku harus pake ini?" tanyaku, sambil terus memandangi logam emas seukuran dua jari yang bentuknya aneh ini, yang sedang ku pegang.

"Iya, biar terbiasa. Mau, ya? Please, lama-lama juga enak, kok!" responnya, lengkap dengan muka mengiba dan tangan mengatup.

"Apa tadi namanya? Butt-what?"

"Buttplug, Dea. Kalau kamu mau pake, buttplugnya buat kamu."

"Ini... bekas kamu?"

"Oh, engga, kok. Itu cadangan yang ga pernah aku pake, cuma beli aja karena keliatan elegan. Aku punya favoritku sendiri," Fah merogoh isi tasnya, ngambil benda yang mirip dengan yang aku pegang, "Lucu, kaaaan?"

Sebuah buttplug lainnya, dengan warna perak, dia pamerin di depanku. Lalu, dia juga nyodorin botol plastik bening berisi gel kepadaku. Katanya, itu pelumas. Biasa dia pakai kalau mau masukin buttplug ke lubang pantatnya. Udah gila ini anak rupanya. Ke sekolah ga cuma bawa buku pelajaran, tapi juga mainan seks. Mind blowing.

Kalau dibikin perbandingan, jadinya begini:

● Level kegilaanku:
Your average main character of sex literature.

● Level kegilaan Fah (kalkulasi dari kenekatan, keberanian, dan gila beneran berdasarkan rekam medis):
To infinity and beyond.

Diluar fungsinya yang nyeleneh, harus aku akui kalau tampilan benda ini bagus banget. Kapan lagi aku punya buttplug dengan sepuhan emas di permukaannya? Hahahahahaha... ga akan pernah. Aku harus berterima kasih ke Fah atas pemberiannya yang... absurd ini.

"Kamu ga apa-apa kasih ini ke aku?" tanyaku, lagi. Berkali-kali ku pandangi sepuhan emas pada buttplug ini. "Rapih banget ngelapisinnya, ya. Ga keliatan sama sekali kalau ini tuh logam besi yang disepuh emas."

"Emang bukan, Dea. Itu emas asli. 24 karat. Aku lupa beratnya berapa, mungkin sekitar 100 gram. Kurang lebih, sih, segitu. Kalau punya aku dari emas putih, kayaknya lebih berat dari yang kamu pegang, soalnya punya aku agak lebih gede sedikit. Dua-duanya aku beli lewat custom order sama artisan langganan, jadi ga ngecewain hasilnya. Oh, iya, karena dari emas, jadi buttplug ini anti karat."

Oh, aku ga bisa ngomong apa-apa. Segera aku ambil HP yang berada di sampingku, lalu aku cari harga emas hari ini. 978 ribu per gramnya. Coba... kalau aku kaliin 100 jadi berapa, ya? Oh. Sembilan puluh tujuh juta delapan ratus ribu rupiah. Hmmm... mahal juga, ya.

Aku senyum getir. INI BANYAK BANGET DIGITNYA, ANJIR! Aku mau nangis aja. Aku sekarang lagi megang buttplug seharga hampir seratus juta, dan ujung-ujungnya cuma buat dipake di pantat. Jadi, kalau aku pakai benda ini, apakah berarti value lubang pantatku bertambah senilai seratus juta?

Yang jelas, buttplug ini ga bisa sembarangan dibawa ke toko emas maupun pegadaian, apalagi yang syari'ah. Sungguh aset yang problematik. Tapi sebelum Fah berubah pikiran, mending aku turutin aja maunya dia. Gimana pun juga, sembilan puluh tujuh juta itu duit, meski adanya di lubang pantat.

Aku pun langsung nyamber pelumas yang Fah bawa. Aku olesin sebanyak mungkin ke buttplug hibahku ini. Lalu, aku olesin juga ke lubang pantatku. Agak geli dan ganjil rasanya, tapi bayang-bayang emas seharga sembilan puluh tujuh juta langsung mampu menepis rasa ganjil.

"Fah... help me with this, please?" pintaku, lalu nyodorin buttplugku kepadanya.

"With pleasure. Dea, nungging, ya."

Aku pun menungging dengan setengah badan bertumpu pada meja, dalam posisi membelakangi Fah. Sementara Fah mulai membuka pantatku. Ga lama, aku ngerasain ada sentuhan logam dingin di bibir lubang pantatku. "Coba, deh, kamu rekahin lubang pantat kamu," katanya.

"Hah? Gimana caranya?"

"Mengejan gitu. You know how."

"Oooh, oke. Hhmmfff...."

Saat aku mengejan, Fah malah neken buttplugnya masuk ke lubang pantatku. Lalu, aku disuruh mengkerutkan bibir lubang pantat, sementara dia ngebiarin buttplugnya terhisap otot-otot bibir lubang pantatku. Aku mengulangi repetisi ini beberapa kali, sesuai dengan intruksi Fah, hingga...

"Aaahhnngg... Fahhh... ada... ada yang masuuuukkk... nnnggghhhh..."

Aku bisa ngerasain kalau tiap kali aku mengejan dan mengkerutkan lubang pantatku, sedikit demi sedikit buttplugnya makin masuk. Nah, sekarang justru aku ngerasa ada sesuatu yang mengganjal liang pantatku. Semakin lama, malah semakin lebar dan dalam. Sampai akhirnya...

"Done. Welcome to the club, Dea."

"Aaaaaa... Fah, Fah... ini rasanya kok aneh, ya? Kayak... disumpel, gitu..."

Karena bentuk buttplugnya seperti gabungan kerucut dengan sedikit silinder tipis yang mempunyai lingkaran datar di ujung bawahnya, jadi ketika bagian pangkal kerucutnya sudah masuk sepenuhnya ke dalam liang pantatku, yang tersisa di bagian luar hanya bagian lingkaran datarnya aja. Rasanya pun aneh dan bikin aku kegelian tiap bergerak. Tapi coba ku nikmati saja dulu.

"Berapa lama aku harus pake ini?" tanyaku, tanpa melihat Fah. Mataku tertuju pada sofa yang tadi siang jadi arena ngeseks perdanaku dengan teman shemale-ku ini.

"Hmmm... semalaman? Ga perlu khawatir, nanti kamu juga akan terbiasa, kok."

"Oke, aku coba ya—"

Aku buru-buru nengok ke belakang, karena aku barusan ngerasain ada sesuatu yang menggesek bibir memekku. Aku masih kesusahan ngeliat Fah sedang apa di belakangku, tapi lewat ekor mata, aku bisa liat kalau dia sedang upayain sesuatu.

"Aku ga sabar mau anal kamu, Dea. Sambil nunggu yang ini siap," Fah menekan-nekan buttplug yang masih mengganjal lubang pantatku, "Aku mau pake lubang satunya dulu, ya...."

"Fah? Nanti dulu, emang boleh masukin bareng-bareng gini?" balasku, panik. Sekarang aku tahu benda apa yang menggesek memekku. Itu adalah kontol Fah, yang kembali tegang dan mengeras.

Fah, yang masih terus gesekin kontolnya di bibir memekku yang masih basah ini, ngejawab, "Ga ada yang bilang ga boleh, Dea. Uuhhh... aku udah ga tahan! Aku masukin, yaaaa...."

"I-iya... at least, pelan-pelan masukinnya... yyyaaaaa—HHHNNNGGGGGGGGG... MMMMFFF... OOOOHHHHH... AKU BILANG PELAN-PELAAAANNNNN!!!"

Iya, aku orgasme lagi. Aku jadi selemah ini sekarang, tiap kali kontol Fah perdana masukin memekku dengan cara menghentak dan mentokin sampai paling dalem, aku langsung orgasme tiba-tiba. Sudah hafal lah, ya, kalau aku orgasme gimana; badan gemeteran, mulut meracau ga jelas, mata merem-melek, dan memekku sampai pipis segala. Kali ini, mengucur deras ke lantai di kolong meja.

Dan kombinasi buttplug yang mengganjal lubang pantatku, ditambah tusukan-tusukan agresif kontol Fah di memekku, bikin kenikmatan yang aku rasain jadi berlipat ganda. Aku sudah ga peduli keadaan sekitar. Yang aku tahu, aku cuma bisa pasrah dientot Fah dari belakang. Erangan dan desahan binal ga berhenti keluar dari mulutku, juga dari mulut Fah yang sedang ngentotin aku sambil ngeremesin pantatku.

Bahkan, saking ga sadarnya sama sekitar, aku baru ngeh kalau ada Laras yang kini tiba-tiba duduk mengangkang di sofa, di hadapanku. Aku spontan kaget, lalu berusaha fokus ke kesadaranku untuk tahu kalau di hadapanku ini beneran Laras atau cuma imajinasiku.

"Fah... Fah... ahhh, ahhh, uuhh... stop dulu, stoppp duluuuu...." pintaku, sambil coba mendorong badan Fah untuk menjauh. Tapi percuma, Fah ga peduli. Dia malah makin kenceng genjotin memekku, bikin aku ga berkutik tiap kali kepala kontolnya mencium bibir rahimku.

Akhirnya, dengan kesadaran yang tersisa, di tengah-tengah gempuran kontol Fah, aku berusaha meraih sosok di depanku. Ternyata... bisa ku pegang pahanya. Ini... beneran Laras! Eh, gawat banget! Aku ga bisa ngebiarin Laras ngeliat aku kayak gini! Aku jadinya merasa kepergok, kan!

Tapi ada yang aneh dari penampilan Laras. Jilbab dan seragamnya terpasang, tapi acak-acakan. Juga ada bau rokok yang kuat di sekitarnya, dan...

Laras tiba-tiba bangun, mendekatiku sambil memegang kedua pipiku, lalu mencium bibirku. Aku yang ga siap, cuma bisa diem aja saat Laras berusaha masukin lidahnya ke dalam mulutku. Eehh... tapi ada bau aneh dari aroma mulutnya. Bau ini mirip dengan yang aku rasain saat lagi berciuman dengan Pak Jumadi. Bau rokok bercampur alkohol.

Jangan-jangan... Laras mabuk?

Tapi aku ga dikasih kesempatan berpikir lebih lama. Gempuran kontol Fah yang makin menjadi-jadi bikin fokusku goyah terus! Apalagi ciuman Laras yang makin liar seakan sengaja ngegoda aku buat ngebales dia. Astagaaaaa, kalian diem dulu bisa ga, sih? Aku perlu mikir dan pelajarin situasi sekitar, woy!

Atau... yaudahlah, pasrah aja dulu. Gimana nanti, yaudah nanti aja diurusnya. But still... this is too much to handle. Uuhhh...






Nympherotica
 
Waaww... Ada update lagi

Makasih banyak suhu... The best
 
menarik ceritanya
 
you amaze me with your hyper-wild fantasies and neat premises girl,
slow literacy yet fast-bombing punchlines
how come you got your inspiration in the first place
It's just like..
slow-riding WOT and deep-sucking balls at the end at your V, yet you have not let those things end sooner, you drive it all night long til the balls are empty!
fuck,
brainstorming with you could be the best orgasm man ever had
man, I would simp for you if I know you in real life
 
Bimabet
lets goo queeeeeennn :aduh: :aduh: :aduh:


ini fah yg awalnya ketemu di wc cewe tau2 jadi hiper wkwkwkwkwk

sama laras tau2 ngapain di depan dea?????
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd