Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dea, Your Lewdly Neighborhood [Season 2]

Untuk season berikutnya, enaknya gimana?


  • Total voters
    114
  • Poll closed .
Kirain mau langsung update 10 chapter, ternyata masih harus nunggu lagi ya setelah menampakan diri..

Semangat @nympherotica
 
Chapter 11 — Wild Night part 3







"Eh, jadi juga cemilannya. Emang ribet banget ya, De, goreng kroket doang? Lama banget kita nungguinnya, tau." Laras jadi orang pertama yang langsung menyambar setumpuk kroket goreng yang baru saja aku sajiin di meja. Sedetik kemudian, dia spontan melempar kroket yang dia ambil, kembali ke piring saji. "Eehh, panas, panas, panas! Dih, De, ga bilang-bilang kalo masih panas, ih!"

"Gitu emang kalo orang ga sabaran, suka ga mikir. Namanya digoreng deep fry, ya masih panas luar-dalemnya," balasku, sambil tertawa lebar saat melihat Laras yang masih meniup jari-jarinya.

Bu Siska dan Fah jadi orang yang lebih beradab dari Laras. Mereka ga langsung makan kroket yang jelas-jelas masih kelihatan asapnya ngebul itu. Tentu saja, terhindar dari kulit yang kepanasan adalah salah satu keuntungan dari menjadi orang beradab dan sabar—dan sesungguhnya, ga ada ruginya juga untuk jadi lebih sabar, kok.

Daripada capek ngeliat tingkah Laras, aku memilih untuk kembali ke dapur. Aku tuang sebotol besar Coca Cola yang ku ambil dari kulkas, ke wadah botol kaca. Karena volume wadahnya berukuran 3 liter, jadi Coca Cola ukuran 1,5 yang aku tuang seluruhnya ini cuma mengisi setengah volume wadah kaca. Jadi keliatan sedikit, ya...

Tambahin es batu aja, sih. Jangan kayak orang susah.

Lalu, puluhan kubus es batu ku masukkan ke wadah. Bulir-bulir air yang sering muncul di permukaan wadah kalau kondisi wadahnya dingin pun langsung bermunculan. Keliatannya seger banget, beneran. Untuk penyempurna, ku rogoh kantung celana. Aku tuang obat yang aku curi dari Pak Jumadi semalam. Satu tetes dulu.

Oke, satu tetes lagi. Karena kayaknya kurang nendang kalau setetes doang. Eh, setetes lagi, deh. Biar ga ragu sama efek obatnya.

Hmmm... tapi rasanya kok...

Tuang aja lah semuanya, biar jadi pengabdi nafsu tuh mereka bertiga.

Tinggal diaduk biar tercampur merata, dan... all done! Aku bawa wadah kaca ini ke ruang tamu, dan langsung menyuguhkannya ke tamu-tamuku. Karena aku malas cuci gelas, jadinya aku paksa mereka maklum untuk pakai gelas yang sebelumnya aku sajiin ke mereka. Tuan rumah mah bebas.

Saat aku balik ke ruang tamu, ada perubahan drastis dari sikap beberapa orang. Bu Siska tampak sibuk pakai jilbabnya kembali, dan Laras tampak gusar sambil terus memandangi layar ponselnya.

"Dea, maaf ya, Ibu ga sempat icip kroketnya. Ibu baru terima telpon, ada perlu mendadak di rumah. Jadi ga bisa nginep. Lain kali aja, gimana?" tanya Bu Siska ke aku, sambil dia beresin tasnya.

"Mmmm... yaudah, Bu." Aku senyum kecil sambil memandangi Bu Siska. Ga bisa kusembunyiin rasa kecewa, yang pasti keliatan jelas dari ekspresi mukaku. "Kan emang mendadak juga, jadi mungkin banget kalo ga jadi."

Imajinasi liarku soal bagaimana nanti malam aku dijamah habis-habisan oleh Bu Siska, langsung buyar seketika. Tapi tenang, tarik napas, Dea. Masih ada dua calon kontestan lagi yang punya prospek gede.

"Bu Siska... nggg...," tiba-tiba, Laras ikut berdiri, "saya bisa bareng, ga, Bu? Mau ikut sampe Gandul."

"Loh, kamu ga jadi nginep?" tanya balik Bu Siska.

"Tetep jadi, Bu. Tapi ini ada perlu sebentar sama temen, mendadak soalnya." Lalu, Laras neguk segelas Coca Cola yang baru aja dia tuang ke gelasnya, habis itu nengok ke aku. "De, gua pergi bentar, ya. Nanti balik lagi, kok."

"Emang mau ngapain?" tanyaku.

"Mau COD barang, sebentar," jawab Laras. Mukanya tampak gusar, dan saat dia menjawab, dia menghindari tatapanku.

"Terus pulangnya gimana?"

"Nanti dianter kok sama temen gua."

Aku makin ngeliat gelagat aneh darinya. Sikap Laras seperti orang panik yang sedang diburu waktu. "Kalo temen kamu ga mau nganter, gimana?"

"Kok lu jadi overprotektif gini, sih, De?" tanya balik Laras. Nadanya sinis, dan intonasi suaranya meninggi. Ga enak banget didengernya.

"Bukan overprotektif...," aku tarik napas panjang sekilas, mencoba sabar, "Yaudah, nanti kalau urusannya udah selesai, kabarin, ya? Kalo ga dianterin pulang, kita jemput."

Fah, yang dari tadi anteng minum Coca Cola, langsung nyamber, "Kita ini... siapa aja?"

Aku pun langsung melotot ke Fah. "Kita berdua, MINUS BU SISKA. Kan Bu Siskanya pulang. Atau, aku aja yang jemput Laras, kamu di sini aja Fah, tapi aku mintain tolong sesuatu. Beresin sisa makan dan minum, terus sama beresin yang di kamar mandi. Gimana?"

Oh, aku sengaja kasih penekanan nada di bagian "beresin". Aku tebak, Fah pasti tau maksudnya apa. Dia langsung kesedak pas lagi minum saat tadi aku ngomong itu, jadi aku anggap dia ngerti maksudku.

"Kita jemput Laras," respon Fah, sambil acungin jempol.

Bu Siska dan Laras pun pamit. Aku dan Fah anter mereka sampai mobil Bu Siska keluar dari garasi, lalu kembali masuk ke dalam rumah. Begitu masuk, aku denger ada notifikasi pesan masuk dari ponselku. Pas aku baca, isinya bikin senyum-senyum sendiri. Chat dari Bu Siska tuh emang romantis, ya. Segala bilang tadi pamitnya pengen plus cium juga, tapi takut ketahuan.

Aku pun baca chat terakhir yang baru aja Bu Siska kirim. "Another... hotel... session, maybe?"

Tau, ga... baca chatnya aja, bikin memekku berkedut-kedut. Rasanya aku seekspresif itu, sampai bibir atas dan bawahku kompak senyum-senyum.

Oke, back to bussiness. Dari tiga target, satu gagal total, satu cuma neguk segelas, dan satunya lagi minum kayak dia manusia paling ga pernah icip Coca Cola. Yang terakhir ini paling berprospek, nih. Tinggal tunggu obatnya bereaksi aja, dan mari lihat jadi seperti apa dia nanti.

Begitu kembali ke ruang tamu, aku segera duduk di samping Fah. Sengaja aku duduk mepet banget sama dia, untuk lebih memberi kesan intimidasi pada apa yang mau aku lakuin ke Fah. Sadar kalau aku sengaja mepetin diri ke dia, Fah langsung geser duduknya. Ya aku pepetin lagi, lah. Dia geser lagi. Aku mepet lagi, sampai akhirnya dia ga bisa geser lagi karena sudah di ujung sofa.

"Jadi, kamu sekarang udah nafsu ke cewek?" tanyaku, lugas dan tegas.

Tentu saja, Fah langsung kelabakan. Mukanya pucat sekali, guys. Matanya terkesan menghindari tatapan mataku. Haha, dia grogi. Saking groginya, dia berkali-kali habisin soda di gelasnya, lalu tuang lagi, untuk dihabisin lagi.

"Nngghh... gimana... mm-maksudnya?" Eh, dia gugup, loh.

"Ih, jangan pura-pura ga tau." Aku deketin mukaku, sampai cuma berjarak beberapa senti dari muka Fah. "Yang di celana dalemku, itu cairan apa kalau bukan sperma?"

"Eh... itu... nngg..."

"Di sini, yang bisa keluarin sperma cuma kamu, kan? Mau pake alesan apa lagi—"

"Iya, iyaaaaa! Aku ngaku! Maaf, Dea, maaf banget, ih. Akunya kelepasan, beneran," potong Fah. Dia panik banget sekarang.

Gampang banget bikin ngakunya...

"Kelepasan apanya? Emang segampang itu kamu ngeluarin sperma? Segampang itu juga spermanya muncrat ke bagian selangkangan di celana dalemku yang lagi digantung?"

Iya, Dea. Cecar terus biar dia makin terpojok.

"Bukan, bukan. Maksud aku... ngg... itu..."

"Lagi gugup, atau lagi cari alesan?"

"Kamu... lagi marah, ya?"

Aku mau ketawa aja pas denger pertanyaan anak ini. Lucu banget. "Menurut kamu?"

Fah diam sejenak, mengamatiku. "Aku... ga bisa bedain kamu marah atau engga, Dea. Ekspresi muka kamu kayak lagi nahan marah, tapi juga kayak santai gitu. Aku bingung, beneran!"

"Oke, gini aja. Kamu tenangin diri dulu, minum dulu Colanya sebanyak yang kamu mau, terus kalau udah pengen cerita, cerita aja. Aku dengerin. Gimana?"

Fah pun ngangguk. Dia langsung neguk segelas Coca Cola lagi. Beneran, gampang banget ini anak dicekokinnya. Lalu, aku liat ke wadah kaca. Kayaknya Fah sudah ngehabisin setengah dari keseluruhan Coca Cola, deh. Berkurangnya banyak banget.

"Sekarang udah pengen cerita?" tanyaku, setelah menunggu beberapa kali Fah ngehabisin isi gelasnya.

"Belum. Aku masih mau minum ini."

"Kamu kayak yang belum pernah minum itu aja."

Fah mengangguk, kemudian kembali meneguk sodanya lagi. Aku jadi membelalak, merasa ga percaya dengan pengakuannya.

"Serius? Kamu yang sekaya ini, ga pernah minum Coca Cola?!"

"My dad... did some sort of... restrictions," Fah menuang Coca Cola ke gelasnya untuk yang kesekian kali, "Salah satunya, melarang anggota keluarganya untuk konsumsi minuman manis. Katanya, minuman manis cuma menyusahkan hidup. Gula tinggi, kalori tinggi, pemicu diabetes dan juga berpotensi tinggi memicu sejumlah penyakit kronis lainnya. Ga ada dampak positif yang signifikan dan berjangka panjang dari mengonsumsi minuman manis secara berkala."

Lalu, Fah mengangkat kedua bahunya, sambil berkata, "Tapi beberapa peraturan... dibuat untuk dilanggar. Ya kan, Dea?"

"Iya, betul. Seperti peraturan ga tertulis untuk jangan pake celana dalem orang lain sebagai objek masturbasi, contohnya. Mungkin banget untuk dilanggar, kan?"

Fah langsung meringis sambil menghindari tatapan mengintimidasiku. Dia yang tadinya sudah mulai tenang, kembali gelagapan karena ga bisa mengantisipasi sindiranku terhadapnya. "Sejujurnya, nggg... aku tadi cuma mau pipis aja, be-beneran, Dea. Cuma... itu... aku ga sengaja mergokin kamu... lagi sama timun... di kamar mandi... waktu aku mau masuk—"

"—KOK MAIN MASUK GITU AJA KE KAMAR MANDI?" potongku. Sungguh, aku memekik ga percaya karena pengakuan Fah justru bikin aku merasa diserang di permainan yang aku buat sendiri.

"Eh, ngg... k-karena aku taunya pintu kamar mandi ga dikunci, jadi... ya, aku buka aja. Aku kira ga ada orang. Terus... nggg... aku liat kamu... tapi cuma sebentar, karena buru-buru aku tutup lagi. Terus... terus... aku nungguin kamu selesai. Nunggunya di depan pintu kamar mandi."

Aku rasa, aku harus lebih sadar lain kali, untuk mengunci pintu kalau mau masturbasi—atau sekalian saja dibuka lebar-lebar biar orang bisa bebas liat.

Duh, aku jadi malu sama Fah jadinya, kan...

"Jadi... itu alesannya kamu horny terus pake celana dalem aku?"

Fah menggeleng, pelan. "Waktu mergokin kamu, aku cuma ngerasa ga nyaman, belum sampai horny. Tapi begitu masuk kamar mandi, aku... nggg... gimana jelasinnya, ya? Aku mengendus aroma unik. Itu... dari celana dalem kamu. Ga bau, dan bukan yang wangi juga. Tapi... aromanya bikin aku horny, dan... badanku jadi 'panas'. Kalau sudah di kondisi begitu, aku ga bisa untuk ga masturbasi, Dea."

"Ohh... agak rumit, tapi aku ngerti. Seperti rasa panas yang menjalar ke seluruh tubuh, tapi bukan demam. Terus, alih-alih bikin badan lemes, justru malah bikin horny. Gitu, kan?"

Fah mengangguk, antusias. Pasti sekarang dia seneng karena ada yang ngertiin problem dia. Tenang, Fah. Aku bukan hanya mengerti, tapi juga ngerasain hal yang sama. Aku paham banget gimana tersiksanya kalau rasa horny itu ga dituruti. Tapi aku jamin, beberapa menit lagi, kamu akan ngerasain sensasi yang beda dari rasa 'panas' yang selama ini kamu rasain.

"Maaf kalau kamu jijik, tapi... tadi aku ga tahan banget, jadinya aku endus-endus celana dalem kamu yang aku tempelin ke mukaku, hehe," katanya.

"Yakin cuma diendus aja?" tanyaku, penasaran. Mukaku makin mendekat ke mukanya.

"Nnggg... aku jilatin juga, sambil aku masturbasi. Begitu... mmm... mau orgasme, aku pakai celana dalem kamu buat tempat buang sperma... gitu." Fah langsung spontan menarik mukanya agar bisa ngeliat mukaku dengan lebih jelas, lalu dia pun mengerutkan kening saat ngeliat ekspresiku yang ga marah sama sekali. "Tunggu, kamu ga marah sama kelakuan aku?"

"Engga, aku malah excited!"

Aku yang dari tadi gemetar karena saking bersemangatnya dengerin cerita Fah, sudah ga tahan lagi. Aku ambil gelas kaca yang sedang dia pegang, dan aku taruh ke meja. Lalu, aku naikin rok seragamku ke pinggang, sambil aku naik ke atas Fah, kemudian duduk di pahanya.

"Kamu tau, ga, celana dalemnya aku apain?"

Fah menggeleng, pelan. Tapi aku ngeliat matanya ga berpaling dari celana dalam yang sedang ku pakai, yang sengaja aku pamerin ke dia.

"Aku pake, tanpa aku bersihin dulu spermanya. Fah, sperma kamu yang di celana dalem aku jadi nempel nih ke memek aku. Ga nyaman, jadi licin, sih... tapi ga apa-apa, aku suka sensasinya." Lalu, pandanganku spontan beralih ke selangkangan Fah, yang masih tertutup rok seragamnya, karena ngeliat ada yang menonjol dari balik roknya. "Sekarang... badannya 'panas' lagi, ga? Pasti iya, kan? Kamu horny, kan?"

"Dea... kamu mau... ngapain—"

Fah cuma bisa menggigit bibirnya pas kedua tanganku dengan lancangnya langsung menyusup masuk ke balik roknya, untuk meremasi kontol dia, yang, baru aku tahu sudah menegang meski masih dibalut celana dalam. Saat telapak tanganku ngerasain sensasi dari tekstur kontol Fah, aku langsung bergidik semangat, karena bisa ngerasain kalau kontol Fah ini gede banget! Wah, makin akunya ga sabar. Tanganku pun bergerak cepat. Aku keluarin kontol Fah dari sarangnya.

Mataku langsung melotot, karena ngeliat kontol Fah dari dekat. Gila... kontolnya putih, bersih lagi. Terus ukurannya itu gede banget, sampai jari-jariku ga muat ngegenggamnya. Dan bahkan aku harus megang kontol Fah dengan dua tangan, karena selain gede, kontolnya juga panjang! Ahhh... beruntung banget ga, sih, dapet yang kayak gini?

"Fah, aku juga sama kayak kamu, tau," kataku, sambil ngocok kontolnya pakai dua tangan. Si sibuk emang. "Aku juga sering ngerasain rasa 'panas' yang bikin horny itu, dan susah nahan kalau rasa 'panas'nya udah muncul. Aku rasa... kita ini cocok kalau jadi binatang, deh. Like... I'm the horny bitch, and you're the horny not-so-alpha-but-with-big-long-cock shemale."

"Dea, Dea, Dea, Deaaaa... tunggu dulu, De... De... nngghhh... ja-jangan di... di... ahhh... dikocokin dulu... a-aku... aku... uuuhhh... DEAAAAAAA!"

Fah memberi respon penolakan atas apa yang sedang aku lakuin ke kontolnya. Dia ngedorong badan aku, tapi tenaganya terlalu lemah, jadi ya aku tetap lanjutin ngocok kontolnya. Ah, gila, makin dikocok, malah makin keras nih kontol. Aku jadi makin ga sabar pengen cobain kontol Fah, tapi aku harus menunggu efek obatnya bekerja dulu.

Oh, atau obatnya sudah bekerja, tapi Fah masih menahan diri karena bingung dengan orientasinya? Kalau stimulus yang dia butuhin, so be it.

"Dea, kamu ga bisa... ngghhh... begini..."

"Kenapa emangnya?" Sambil sebelah tanganku terus ngocok kontol Fah, tanganku yang lainnya mulai buka kancing seragamku sendiri.

"A-aku ga punyaaa... ketertarikannn... seksual sama cewek... uuhhh... ja-jadi... aku ngerasa ga nyaman... aahh... ka-kalau diginiin sama ka... nnngghh... kamu..."

"Terus... kenapa kamu masturbasi pakai celana dalem aku?"

"Kan udah aku... bilangggg... kalau... ahhh, ahhh... kalau aku horny sama... aroma di... ahhh... di celana dalem kamu..."

"Oh, kalau cuma aroma, aku bisa sediain." Aku pun menyodorkan badanku yang sudah lebih banyak terekspos karena kancing seragamku sudah sukses kupreteli. Badan setengah telanjangku kudekatkan ke muka Fah, supaya dia bisa nikmatin aroma badanku dengan leluasa. "Mungkin ga sekuat di memek aku, tapi aroma badan aku juga banyak feromonnya, kok."

Yap, sekarang aku lebih sadar dengan cara kerja feromon dan kondisiku yang mengeluarkan feromon yang kuat saat sedang terangsang. Penjelasan Bu Siska semalem bikin aku lebih melek, untuk lebih lihai dalam gunain feromonku untuk menarik perhatian insan-insan gampang horny. Cuma perlu improvisasi aja; jadi sedikit lebih nakal, binal, dan liar.

Aku sengaja nyodorin bagian-bagian tertentu di badanku, yang memroduksi feromon dalam jumlah besar, ke muka Fah. Mulai dari belahan tetekku—kubuat muka Fah terbenam di belahannya, lalu aku alihkan ke leher dan sengaja nyodorinnya lama supaya Fah akrab dengan feromonku.

Kemudian aku beralih ke spot lain. Sengaja ku gesek-gesek bahuku ke pipi dan hidungnya, dan terus hingga mencapai ketiak. Aku ga tau apakah Fah ini punya fetish terhadap ketiak atau efek obatnya sudah bekerja sepenuhnya, tapi dia yang tadinya pasif saat ku sodorin bagian badanku yang lain, justru sekarang spontan aktif mengendusi ketiakku yang mulus tanpa bulu itu.

"Aahhh... rasanya aneh diciumin gitu... tapi kamu boleh jilatin... kalau mau, Fah..."

Mendapat konsen dariku, Fah langsung ngejilatin ketiakku mulai dari dekat sisi luar tetekku, terus hingga ke bawah lengan. Uuhhh... rasanya geli banget, DAN ENAK! Ini kali pertama aku dijilatin ketiaknya, dan aku langsung suka. Fah kayaknya juga suka... dia masih terus ngejilatin dan ciumin ketiakku dengan liarnya.

"Dea... wangi banget, sih! Aku... mmhh... ga tahan, maaf... maaf banget, ya... wanginya bikin aku... ketagihan..."

Fah ngebenamin muka sepenuhnya di ketiakku, sambil terus ciumin dan jilatin bagian itu. Bukannya merasa jijik, aku justru keenakan sampai muka Fah aku jepit di antara lengan dan sisi dadaku. Rasanya erotis banget, ketika aku tau ada orang yang bahkan rela jilatin ketiakku demi mengejar sensasi nagih yang ga akan habis dia nikmati, dan hal ini bikin aku makin terangsang.

"Kamu mau... ahhh... stop di ketiak aku aja, atau mau coba bagian lain juga? Kalau mau, aku buka BH, nih, Fah."

Fah ga jawab. Dia masih terlalu asik mengendusi aroma badan bercampur keringat di ketiakku. Jadi, aku aja yang ambil inisiatif. Ku lepas seragam sekolahku supaya bisa bergerak lebih leluasa. Lalu kedua tanganku meraih kaitan besi bra di punggung. Jari-jari terampilku dengan mudah melepas kaitannya, dan dalam sekali tarik, braku sudah lolos sempurna—tentu diselingi momen Fah yang harus minggir dari sekitar dadaku saat aku melepas bra. Kini, sepasang tetek kenyal dan montokku sudah bebas dari pengekangnya.

Aku biarin jilbabku masih terpasang di kepala. Sesi intim kemarin bareng Bu Siska di depan kaca saat di kamar hotel, bikin aku sadar kalau aku keliatan lebih erotis saat telanjang namun dengan jilbab yang masih terpasang. Dan segala sesuatu yang membuatku merasa erotis, justru bikin aku jadi makin terangsang.

"Dea... badanku 'panas' banget... ini lebih parah dari yang biasanya. Aku bahkan merasa... sekarang kamu keliatan merangsang banget," kata Fah, tapi tatapan matanya ga menatapku, melainkan menatap tetekku yang menggantung bebas.

"Sama... aku juga..." Kembali aku kocok kontol Fah yang makin menegang. Saat kulit telapak tanganku nyentuh permukaan batang kontolnya lagi, aku langsung kaget bercampur senang, ketika telapak tanganku ngerasain urat-urat di batang kontol Fah yang mengencang seiring kontol dia yang juga makin tegang. "Kontol kamu gede banget, Fah. Memek aku dari tadi berdenyut-denyut, ga sabar mau ngerasain kontol kamu."

"Kontol? Memek? Itu... ahhh, merujuknya ke alat vital, ya?"

Aku mengangguk. "Iya. Kontol sebagai kata ganti untuk penis, dan memek untuk vagina. Belum pernah denger, ya?"

"Mama banyak... ahhh, aahhh... ajarin aku percapakan dengan bahasa Indonesia... baik yang baku, dan yang ga baku... tapi belum pernah denger... kontol dan memek... ahhh, Dea... enak banget tangannya, sih! Oh, iya... di sini, alat vital... uuhhh... disebutnya... itu?" tanya Fah, keheranan.

"Oh, bukan. Itu cuma bentuk vulgar dari kata penis dan vagina, but I like the sense of being kinky when I spit those vulgar words."

"Well... Dea... is the kinkiest person... I... ahhh, ahhh... ever met!"

"Oh, really? I am flattered."

Aku pun mengangkat diri dari posisi duduk, hanya untuk melepas celana dalamku. Lalu, aku kembali ke posisi semula, menduduki pangkal paha Fah. Tapi kali ini, memekku yang sudah ga terhalang celana dalam ini sengaja aku tempelin ke kontol Fah. Sumpah, memekku udah basah banget! Jadi, lendir memekku ini melumasi kontol Fah tiap kali kelamin kami bergesekan.

Fah mendesah tiap kali aku menggesek kontolnya. Sementara, aku yang merasa bibir memekku penuh banget saat diganjel batang kontol Fah, jadi ikutan mendesah juga. Desahan yang keluar dari mulut kami makin ga terkontrol, seiring gesekan memekku yang makin liar pada kontolnya. Apalagi tiap kali klitorisku kena kontol Fah. Uuuhh... rasa gelinya sampai bikin merinding!

"Fah... masukin, yaaaa? Aku... uuhh... udah ga tahannnhhh..."

Fah cuma diem, tapi dari ekspresinya keliatan banget kalau dia lagi mikir keras. Aku yang ga sabar, malah sengaja gesekin kontol Fah lebih cepet lagi, bikin dia gagal fokus terus.

"A-aku... belum pernah, Dea... aku masih... ooohhh... nngghh... takut..."

"Ga apa-apa, ga usah... uuhh... takut. Kamu diem aja... biar kontol gede kamu... mmmhhh... aku yang goyang."

Karena Fah diem aja setelahnya, aku anggap dia setuju sama proposalku. Ya aku ga mikir dua kali, langsung deh aku angkat pinggulku, terus genggam kontol Fah pakai tangan kiri, sementara tangan kiri ku pakai untuk menumpu badan. Aku arahin kontol Fah ke lubang memekku yang sudah licin dan basah banget ini. Ku gesek-gesek dulu, untuk mastiin kepala kontolnya sudah licin. Setelah posisinya ku rasa pas, aku pun mulai nurunin pinggulku. Pelan-pelan...

Aku bisa ngerasain kalau kontol Fah perlahan mulai membuka lubang memekku. Serius deh, baru kepalanya aja tapi rasanya memekku udah sesak banget! Nah, pas pinggulku lebih turun lagi, dan kontol Fah sudah menuhin pangkal lubang memekku, aku kesulitan untuk jaga keseimbangan, jadinya...

"HHHHHNNNGGGGGGGG... FFFFAAAAHHHHHH...!!!"

Aku kepeleset, jadinya pinggulku turun mendadak, dan ini malah bikin kontol Fah menghentak dan masuk sekaligus ke memekku! Rasanya memekku kayak didobrak pentungan gede yang terasa sampai mentok ke bibir rahim! Badanku langsung gemeteran karena orgasme yang muncul mendadak akibat dimentokin kontol Fah, dan aku ga siap dengan efeknya. Aku langsung blingsatan di atas badan Fah. Aku ciumin dan jilatin pipinya, bibirnya, matanya, lehernya, pokoknya ga kontrol banget, deh!

"Dddeaaa... penis aku... aahh, aahh, kayak... dipijet... enak banget... ini... uuuhhh... kamu apainnhhh?"

"Kontol, Fah! Sebutannya kontol!" Aku kulum dan jilat bibirnya, lagi. "Aku klimaks, beneran, cuma gara-gara mentokin kontol kamu ke memek aku! Gila, ini gila banget!"

Sebenarnya, memek aku masih sensitif akibat orgasme barusan, tapi aku ga peduli! Aku goyangin pinggulku cepat-cepat, dengan gerakan maju dan mundur, goyangin kontol Fah yang penuh dan nyesekin memek aku. Tiap goyangan yang aku buat, memekku merasa keenakan banget! Rasanya setiap saraf yang ada di memekku ga luput dari sentuhan kontol Fah, thanks to her(?) big cock!

"Ahh, ahhh, ahhh... gila, ahhh... kontol kamu enak banget, paling enak, ga ada yang nyaingin rasanya! Aku... aahh, ahhh... bisa ketagihan sama kontol seenak ini, Fah!"

Aku bisa liat kalau Fah juga menikmati goyanganku. Dia mendesah tiap kali aku bergoyang, dan aku nikmatin banget ekspresi muka keenakannya. Aku jadi makin semangat goyangin kontol Fah, dan aku juga makin keenakan karenanya.

"Ahhh... Deeaaaa... penis aku, ahh... maksudnya... k... kontol aku... ahhh, ahhh... ngerasa enak banget... digoyangin gini... uuhhh... a-aku takut... aku ke-ketagihannn... va—"

Buru-buru aku lumat bibirnya, terus bilang, "memek, Fah. Repeat... ahhh, after... nngghhh... me. Memek, gitu."

"M... memm... mek. G-gitu, ya?" balas dia, lengkap dengan ekspresi polosnya.

Aku tersenyum lebar, lalu melumat bibirnya lagi. Entah sejak kapan aku mulai berani cium bibirnya, tapi aku nikmatin banget momen melumat bibir Fah sambil goyangin kontolnya. Fah yang tadinya masih pasif dan ngebiarin aku yang aktif melumat bibirnya, sekarang juga ikut balesin lumatanku. Kami bahkan sudah saling membelit lidah dan tukar liur.

Sekarang, Fah makin ga terkendali. Dia lepasin kancing seragamnya, lalu keluarin teteknya dari balik BH, dan mulai sibuk remesin teteknya sendiri. Aku justru godain dia dengan nempelin tetekku biar kena sentuh tangannya. Fah cuma senyum-senyum sendiri tiap kali jari-jarinya nyentuh tetekku.

"Mau pegang?" tanyaku, disela desahan dan erangan erotis yang keluar dari mulutku.

"Nggg... boleh?"

Pertanyaan polos dari Fah justru bikin aku gregetan. Aku langsung tarik badannya dari posisi menyender di sofa. Lalu, aku sodorin kedua tetekku ke mukanya, dan aku peluk erat. Fah ga punya pilihan lain, selain menikmati tetek bulatku. Dia ga cuma ngeremesin aja, tapi juga sambil menghisap dan menggigit kecil putingku.

Nah, disela kegiatanku menggoyang kontol Fah ini, aku mulai merasa kalau tangan Fah sudah ga aktif di tetekku. Kedua tangannya pindah jadi ngeremesin pantatku. Macem-macem deh yang dia lakuin. Kadang pantatku ditampar, diremesin, atau dicubit kecil-kecil. Kayaknya dia gemes, deh. Ya aku sih justru nikmatin banget, hehe.

Tapi, aku mulai ngerasa aneh ketika remasan Fah makin bergeser ke arah dalam. Bahkan sesekali jari-jarinya bersinggungan dengan lubang pantatku, tapi aku diemin aja karena aku pikir dia ga sengaja. Aku malah lebih fokus goyangin kontol Fah, karena jujur aja, kontolnya enak banget di memek aku.

"Ehhh? F-Fahhh... kamu... nngghh... ngapainnn?"

Aku kaget banget ketika jari Fah mulai nekan-nekan lubang pantatku. Aku pikir ga sengaja, tapi kok jarinya malah makin intens? Malah dia sampai gesekin lubang pantatku, terus... terus...

"G-geli... Fahhh... jangan... ahhh... ahhh... di situ... kan... di situ jorokkk... nggghhh..."

"Tapi... mmhhh... mmm... uuhhh... aku suka... pantat kamu, Dea. Ga apa... eemmm... apa, ya? Nanti juga enak, kok," balas dia, sambil terus isepin tetekku.

Yaudah lah, aku pasrah aja. Jadinya, aku terus goyangin kontol Fah di kondisi tetek dan puting aku bergantian diremesin dan diisepin, juga lubang pantat aku yang terus digesekin pakai jari Fah. Sejujurnya, aku merasa ga nyaman, tapi sumpelan kontol Fah bikin aku lupa diri.

Lalu jari Fah pergi dari lubang pantatku, dan aku rasa dia pindah ke bibir memekku, yang masih diganjal kontolnya. Dia meraba bibir memekku sebentar, lalu... balik lagi ke lubang pantatku, kemudian gesekin bagian itu lagi. Dia ulangin kegiatannya beberapa kali, sampai aku merasa kalau lubang pantatku jadi licin.

"Dea, aku... ahhh, ahh.. masukin jari, ya, pantatnya..."

Aku ngangguk aja, tuh, pas dia bilang gitu. Sepersekian detik kemudian, aku baru sadar kalau dia mau masukin jari ke lubang pantatku. Belum sempat aku protes, Fah sudah...

"Hhnnggg... Fffahhh... itu... pantat aku... diapainnnhhh?"

Fah ga jawab. Mulutnya sibuk sama putingku, begitu pun jarinya. Aku bisa ngerasain kalau jari Fah sudah masuk ke lubang pantatku. Cuma masuk sedikit, terus ditarik lagi, masukin lagi sedikit lebih dalam, ditarik lagi. Terus begitu sampai jarinya masuk semua. Akunya yang justru merasa aneh, ada rasa ganjil yang ga nyaman saat lubang pantatku dimasukin sesuatu, tapi entah kenapa juga merasa enak banget waktu dimasukin. Sensasi geli dan enaknya sulit diungkapin, tapi ketika digabung dengan sensasi sesak pada memekku, aku merasa seperti terbang.

Makin ku goyang lebih cepat lah kontol Fah. Di sisi lain, Fah juga makin lancar keluar-masukin jarinya di lubang pantatku, sambil tanpa henti isepin puting dan remesin tetekku yang satu lagi.

"Dea, Dea... aku mau... ahhh, cabut... dulu! Aku... aku... kayak mau... ahhh, ahhh, uuuhhh... keluar... beneran, ahhh, Deeaaa... cabut, cabut duluuuu!"

"Bareng aja! Bareeenggg... nnngghhh... aahhh, aaahh, keluar barengggg... aku juga... mau... ahhh, sedikit lagi... ahhh, Fahhh..."

"Tapi, ahhh, ahhh, oohhh, nanti... keluar di dalemmm... ooohhhh... Deaaa..."

"Ga apa-apa! Keluarin aja! Beneran! Ayooo... keluarin di dalem, Fah! Keluarinnn... memek aku udah siap... nyambut peju kamuuu... ahhh, ahhh, aku goyangin, yaaa... cepetin lagi, ya... ahhh, ahhh, ayooo... aku mau pejuuuuu..."

Fah tiba-tiba narik kepala aku, bikin muka aku tertarik ke mukanya. Bibirku pun langsung dia sambut dengan bibirnya. Tanpa jeda, bibirnya melumat bibirku dengan liar, sementara aku merasa kalau Fah mengangkat pinggulnya, jadi...

Gila! Kontolnya jadi melesak dalem banget ke memekku! Di momen kontolnya sampai mentok hingga ke bibir rahimku, aku langsung orgasme! Rasa orgasme yang bergulung-gulung dan datang bagai badai ini ga bisa aku antisipasi. Badanku kelojotan di atas Fah, dan bisa aku rasain kalau kontol Fah juga berdenyut-denyut, dan...

AAAAHHHH... KONTOLNYA MUNCRAT DI DALEM MEMEKKU! Gilaaaaa, pejunya malah langsung ke rahim! Fah nyemprotin pejunya beberapa kali, dan aku merasa memekku penuh banget sekarang!

Aku dan Fah pun menikmati orgasme dengan erangan tertahan, karena kami saling menyumpal bibir satu sama lain memakai bibir masing-masing. Sementara badanku masih gemeteran akibat badai orgasme yang ga kunjung mereda, sementara Fah masih menegang sambil mentokin kontolnya ke memekku.

Setelah orgasme kami mereda, Fah langsung bersender ke sofa. Badannya lemas lunglai, dengan dada yang naik turun karena napas yang masih memburu. Tentu saja, aku juga ngerasain hal yang sama. Akhirnya, aku pun condong hingga menempel ke Fah dan ngebiarin seluruh beban badanku bertumpu ke dia.

"Dea... aku... mau tanya, deh," bisik Fah, di tengah napas tersengalnya.

"Apa?"

"Kita... tadi... ngapain? Kok... kok bisa sih aku... sama kamu..."

Ku kecup pipinya, lalu berbisik di kupingnya, "Enak, ga?"

Fah spontan mendesah, akibat bisikan pelanku yang ku tambahkan dengan jilatan pada kupingnya. "Ih, Dea! Aku serius, nih! Sumpah, ya, aku tuh masih shock, tau ga!"

Wah, rupanya dia panik. Fah lalu mengeluh betapa dia bingung dengan orientasinya sekarang. Dia harus mengakui bahwa apa yang kita lakuin tadi tuh memang enak, tapi justru itu jadi bukti baru bahwa dia bisa terangsang dengan perempuan. Dia bahkan sampai mikir kalau upayanya suntik dan minun suplemen hormon supaya gedein teteknya itu jadi sia-sia kalau ujung-ujungnya dia malah jadi hetero.

"Kayaknya ga ke semua perempuan, deh, Fah," ucapku, santai. Aku mengelus pipinya, berusaha nenangin dia. "Paling cuma ke aku aja, iya, kan?"

Mata Fah langsung memicing. "Kok kamu bisa sepede itu?"

"Kamu horny ga kalau liat Laras atau Bu Siska?" tanyaku, yang langsung dijawab Fah dengan gelengan kepala.

"Nah, terus... aku ada bukti lainnya." Mataku langsung mengarah ke bawah, ke lokasi dimana kelamin kami bertemu. Diikuti mata Fah yang menuju ke arah yang sama. "Kalau kamu ga tertarik sama aku, kontol kamu ga akan sekenceng ini di dalem memek aku, bahkan setelah kamunya keluar. Iya, ga?"

Fah spontan terdiam. Tapi dalam diamnya ini, justru kontolnya yang bergerak-gerak di dalem memekku. Karena aku masih sensitif banget, jadi tiap gerakan sekecil apa pun dari kontolnya, bikin aku merasa seperti kena setruman kecil.

"Ini kan... bisa jadi karena kamunya ga lepasin kontol aku. Woooo~"

Ih, udah bisa lancar ngomong "kontol" dia. Seneng, deh.

"Oh, yaudah, yaudah. Aku lepas, yaaaa." Tanpa nunggu reaksi Fah, aku langsung bangun dari atas pinggulnya. Pas kontol Fah lepas dari memekku, aku langsung bisa rasain ada yang keluar dari memekku ini. "Sekarang gimana, udah ilang rasa tertariknya?"

Fah kembali diam. Memandangi kontolnya yang masih menegang, tegak sempurna itu. Aku jadi ikutan ngeliat ke objek yang sama. Tuh... kontol semenggiurkan itu, yang ukurannya gede banget itu, dengan urat-uratnya yang mencuat di kulit, dan keliatan mengkilap akibat dilumuri cairan memekku... siapa yang ga tergoda sama kontol kayak gini, coba?

"Fah?" tanyaku, lagi. Aku jadi serem, soalnya Fah bengongnya kelamaan. Takut dia kesurupan.

"Dea..." ucap Fah, lirih. Matanya melirik ke aku.

"Ya?"

"Aku... kayaknya 'mau' lagi." Serius, ekspresi Fah keliatan hopeless banget saat mandangin aku. "Boleh, ga?"

Aku pun tersenyum lebar. Meski ga etis, tapi sekarang aku merasa sebagai seseorang yang bisa membuat orang lain pindah keyakinan karena perbuatanku. Lalu, sambil melucuti pakaian, aku bilang ke dia, "Di kamar aku aja, ya."

Tanpa nunggu respon Fah, aku dan badan telanjangku berjalan menuju kamar. Di belakangku, aku denger suara Fah yang buru-buru bangun. Belum sampai pintu, Fah sudah berhasil nyusulin aku. Di pintu kamar yang masih menutup, aku dan Fah berciuman sambil bergesekan badan. Ih, Fah ganas banget sekarang, aku hampir ga punya kesempatan untuk buka pintu.

Ah... akhirnya. Saat pintu terbuka, lumatan bibirku pada bibir Fah terlepas karena badanku terdorong ke belakang secara mendadak. Tapi Fah berhasil narik badanku, cuma untuk dia ciumin lagi bibirku. Terus... aku didorong ke ranjang, dan dia buru-buru buka seluruh seragamnya, sebelum nyusul naik ke atas ranjang. Menindih badanku.

Hal pertama yang Fah lakuin setelah naik ke ranjang adalah lebarin kedua pahaku. Yang kedua, dia pegang kontolnya, lalu arahin dan gesek-gesekin ke bibir memekku, sebelum akhirnya dia ketemu lubang memekku, dan... masukin sekaligus dalam satu hentakan... sampai mentok!

"Aaaa... Fahhh... a... aku... klimmm... mmmmhhh... mmmaaakkksss... lagiii...!!!"

Tentu saja, badanku geter-geter lagi. Ini orgasme ketiga yang terjadi akibat Fah mentokin kontol gedenya itu sampe ke bibir rahimku. Tapi kali ini Fah ga peduli sama reaksiku. Dia terus-terusan sodokin kontolnya dengan kekuatan penuh, bikin orgasmeku ga berhenti-berhenti. Ya... badanku terus-terusan geter-geter jadinyaaaa!

Begitu di ranjang, aku langsung dientot dengan liar. Apa itu cumbuan saat foreplay? Ga ada. Adanya tuh Fah cumbu leher, bahu dan mukaku sambil terus genjotin memekku.

Gilaaaaa... aku suka banget diginiin! Ga usah peduliin waktu, ya, fokus entotin aku aja, Dear teman shemale-ku...






Nympherotica♡
 
Terakhir diubah:
Here's an update to cheerish ur weekend, guys!

After looong hellish medical treatment and shit, now i am ready to back in the game. And honestly, this chapter is the most challenging work i've done, for its high pressure after hiatus for a long time. Now, if y'all excuse me me, i need to release some 'tension'.

Have a nice day!
 
menarik ceritanya
 
Bimabet
Have a nice day @nympherotica
Have a great tension and pressure releae... 😁
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd