Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CInta Bersampul

Part 3

Senyum dan keramahan cia membuat orang ingin mengenalnya lebih dalam. Begitu juga ray menjadi ingin menghetahui lebih dalam..Shanty menjawab dengan terbuka apa yang ray tanyakan tentang cia, seolah bukan rahasia yang harus di tutupi tentang cia.

Di tambah untuk saat ini hati cia belum terbuka, mungkin itu yang di lakukan andri. Ray pun terkejut kalau cia mempunyai bakat menyanyi dan ikut bergabung dalam vocal grub kampus. Dan tentunya membuat banyak mahasiswa lainnya mengaguminya.

Sedikit terbesit ray untuk bergabung kedalam grub vocal, tapi ia sangat ragu dengan suaranya sendiri. karena saat ia mandi di kamar mandi kak rani selalu berteriak untuk berhenti bernyanyi,

Sore ini ray pulang sore, parkiran sudah sangat lengang sampai ia dapat melihat sepedanya dari kejahuan yang sudah berpindah menempel dengan pohon.

“di pindahin lagi, besok gak lagi-lagi dah parkir berjajar sama motor” ray langsung mengayun sepedanya keluar kampus.

itu si cia kan??, tapi mungkin lagi tunggu si andri” terlihat cia menunggu di bahu jalan sambil kepalanya melirik kesana kesini seperti menunggu sesuatu.

“hei.. lagi tunggu siapa cia?” sapa ray yang tadi tak berniat mengahmpirinya, tetapi ayunan kakinya mengayuh sepeda mendekati dirinya.

“hei.. “ lambaikan kecil khasnya saat menyapa atau pun pamit.

“lagi tunggu taksi, mau pulang.hehe” senyumnya mengembang seperti biasanya.

“ouhh, emang tinggal dimana?” lanjutnya dengan hati berdebar berniat untuk mengajak pulang. Ray tak terlalu berharap cia mau di antar pulang.

“di perumahan oscar, tau?” siapa tak kenal perumahan itu yang paling besar daripada perumah lainnya. Tempat para orang kaya tinggal disana, ray teringat kalau mama papanya tak jauh dari perumahan itu.

“ouhh, searah kalau gitu, mau bareng?” ucapnya keluar begitu saja dari mulutnya membuat ray langsung menggaruk kepalanya.

“oh ya?? Gpp?” Tanya pelan sambil menatap ray.

“hee??” gumam ray terkejut mendengarnya.

“ Hehe, tapi cuman naik sepeda” gumamnya lagi sambil terus menggaruk-garuk kepalanya.

“ya aku juga tahu kalau kamu bawa sepeda kali, terus jadi gak di tebengin?” tanyanya membuat ray tersenyum lebar karena tak percaya cia menerima ajakannya.

“ia, ayooo..“ nafas ray keluar masuk lebih cepat dari sebelumnya.saat cia naik ke atas sepedanya dan memegang pundaknya. Seperti aliran listrik menyengat ke seluruh tubuhnya.

“fuhhh,” hela nafas panjangnya langusung mengayun sepedanya menelusuri jalan,

“kamu tinggal dimana emang ray?” ray sedikit menoleh kearah cia yang merasa tak risih di bonceng dengan sepeda.

“ouhh udah kelewat tadi hehe, tpi gpp mau ke warung mau bantuin papa mama hehe”

“ouh ya? Warung apa?”

“jual makanan gitu” jawabnya sekenanya karena kegugupannya keluar, baru kali ini berbincang lebar dengan cia, berbeda dengan di chatting. Ray selalu tak berani membuka pembicaraan.

“ouhh gitu haha,” tawanya terdengar tanpa beban, sepeda pun mengayun masuk ke perumahan yang isinya pasti rumah bertingkat dan mobil mewah terpakir begitu saja di depan rumah tanpa takut hilang.

“lurus terus nanti mentok belok kiri, nah gak jauh ketemu taman dah gak jauh dehh” tunjuknya, ray mengangguk mengikuti arahannya setelah beberapa security perumahan mencoba mecegah masuk, tetapi tak jadi saat cia melambaikan tanganya.

“stooooooooppppppppp” di tepuknya bahu ray, berhenti pas di rumah yang sangat besar. Mungkin halamannya aja sebesar rumahnya, atau sebanding dengan garasi rumah cia decak kagum ray melihat rumah cia.

“thanks ya, buat tebengannya” senyumnya di ikuti lambainya, larinya pelan masuk kedalam rumah. Nafas lega ray dan seperti mimpi ia membonceng cia. Ray langsung mengayun sepedanya ke arah warung makan.

“lohh ray, kok masih sore udah kesini?” tanya mama yang masih beres-beres tenda bersama papa.

“hehe kebetulan lewat ma, jadi mampir aja” ray langsung sigap membantu mengeluarkan bangku-bangku plastik dan juga meja lipat dari gerobak di samping toko.

“minum dulu, kayak semangat banget hari ini kamu, di kampus banyak cewek cantik ya?? ” ledek mama sambil memberikan air dingin.

“abis nganter someone ya…” bisik kak rani tiba-tiba dari sampingnya. Memotong pembicaraan mamanya.

“buhhhhhhhh” semburan air langsung keluar dari mulut ray mendengar ucapan kak rani.

“tuh kan bener kan ma!!!” tawanya dengan tatapan serius.

“enak aja, sok tau, tumben kak rani kesini masih sore??” ray mencoba mengalihkan pembicaraan, karena bagaimana bisa kak rani mengetahui ia baru saja mengantar cia. Atau hanya sekedar menerka. Mama melangkah pergi mempersiapkan lainnya.

“eitz, mulai sekarang rani yang cantik ini sudah di tunjuk langsung untuk menangani pembuatan jus hohoho” ucapnya sambil menyibakkan rambutnya.

“preeeeeeeet”

“serius tanya aja papa, tuh tuh tuh ya kan paa?” papa hanya menanggapinya dengan tersenyum.

“tuh gak liat si papa senyum, itu tandanya iaaaa!!” lanjutnya menyilangkan tangannya.

“preeet ah, dah mau bantu si mama bawa yang lain.” Ia pun pergi meninggalkan kak rani, daripada kak rani menanyakan hal yang membuatnya grogi atau bahkan menanyai tentnag cia.

Di lain sisi ray senang kak rani tidak malu dengan kemampuannya yang tidak bisa memasak, tetapi jago dalam membuat minuman.

***

Sebuah mobil sedan mewah berhenti parkir di samping warung, tak lama dua orang pasangan suami istri masuk dan memesan makanan.

“makan di sini apa bungkus?” tanya mama yang langsung memberikan nota kecil, dan langsung berdiri terdiam,

“sudah lama ya gak bertemu lin,” ucap pria itu tersenyum, memanggil nama mama.

“ray cuci piring dulu sana” pinta papa sambil berjalan menuju kedua orang tua itu. ray pun sesekali menatapnya seolah pernah melihatnya tapi entah dimana.

Ray sesekali mengintip dan tak terdengar jelas mereka membicarakan apa. yang jelas mereka sudah saling kenal.

“ray tolong kasih ke meja yang tadi, pesen kwetiaw gorengnya di bungkus” papa memberi bungkusan, raut wajah papa berbeda setelah bertemu dua orang itu. Terlihat sedikit terkejut.

“oh ia, bisa pesan antar gak?” tanyanya sebelum ia meninggalkan mejanya.

“bisa, kok.” Jawab mama sambil merbesihkan meja makannya, dan ekpresi wajahnya tak berbeda dengan papa.

“oh oke, nomornya masih yang lama??” tanyanya, mama pun langsung mengangguk pelan.

“ma, itu siapa? Kok ray ngerasa pernah liat yah” rasa penasarannya sudah tak tertahankan.

“langganan yang dulu di RS, pasti kamu pernah liat. Langganan pas di RS kan banyak” senyum mama sambil mengelus rambutnya, ray kembali teringat rasa bersalahnya saat di RS waktu dulu.

“ouh hhee, iah juga ya. Tapi jarang-jarang orang kayak gitu mampir ke warung makan kayak gini” bisiknya ke mamanya.

“ya namanya juga lapar, mau makan dimana pun jadi.” Senyum mama membawa piring kotor,

“bener juga sih,” pikiran itu kembali membuat ray kembali merasa tak enak hati, kalau bukan kesalahannya mungkin papa dan mamanya tak harus membuka warung makan di pinggir jalan seperti ini.

Dan juga ray sedikit senang ternyata masakan papa dan mamanya tak gampang di lupakan begitu saja.

***

Ray mengayuh sepedanya agak cepat karena ia telat bangun, di tambah ada kelas di pagi hari. Dari kejahuan terdengar beberapa motor dan melewati ray langsung menghadang ray tepat hampir di depan kampus.

Satu orang membuka helm nya, ray terkejut ternyata andri yang menghadangnya, perasaan campur aduk karena entah kenapa ia bisa berurusan dengan andri.

“lo yang namanya ray?” tanyanya sambil menaikan satu kakinya di roda depan sepedanya.

“ia” anggukan pelan sambil menarik nafasnya dalam-dalam.

“gue mau bilang ke lo, jangan deket-deket lagi sama fellycia, atau lo bakal beurusan lagi sama gue ngerti?” wajahnya mendekat dan menatap tajam.

“dan satu lagi, orang kayak lo gak pantes deket-deket sama dia” senyum liciknya sambil menepuk-nepuk pundaknya. Ucapan mengancamnya berhasil membuat ray gemetar secara tak langsung.

Andri langsung memacu motornya, “gilaa, parahh” gumamnya dengan nafas lega karena baru pertama kali ia terancam seperti ini.

“oiii..ray ”tepukan di bahunya kembali membuat ray terkejut.

“haaa, gila kaget gue, gue kiraaa” ucapnya tertahan.

“lo kira siapa?? cia?” tawa shanty yang tertawa melihat ray yang terkejut.

“ngakk, ngak kok” jawabnya menggelengkan kepalanya.

“napa lo di hadang si andri??” rasa penasaran shanty sampai ray bisa berurusan dengannya.

“ituuu,” ray tak bisa berbohong karena shanty melihatnya, sambil mendorong sepeda ray memberitahukan soal kemarin mengantar cia kerumahnya menggunakan sepeda.

“wahh, seriuss???. Gue gak nyangka loh.” shanty sepertinya terkejut mendengar cerita dari ray.

“kenapa emang?” rasa penasaran di tambah bingung kenapa shanty sangat terkejut.

“hehehe gpp, yukkk cepetann udah mau telattt” shanty langsung berlari kecil meninggalkan ray, ia seperti menyimpan sesuatu yang tak bisa di kasih tau kepadanya.

“oii rayyy, ” tergur edo yang melihat ray berjalan pelan dengan pikiran yang menerawang soal kejadian tadi.

“haaa? Ha?” wajahnya terlihat kebingungan,

“busett dah, pagi-pagi udah bengong lo, nanti jadi ikutan grub vocal kampus?”

“ohh itu, gak tau belum tentu masuk gue kesitu apa lagi suara gue pas-pasan,” ray mencoba menyembunyikan alasannya ia ikut vocal grub.

“wahh jangan-jangan lo mau deketin cia yaa,, ketauaaannnnnnnnnn!!!” senyum lebar edo dengan tampang meledek.

“ah rese lo do, mana bisa masuk, lo sendiri ngapain? Mau masuk juga situ soalnya shanty juga mau masuk?? Haa?” balas ray meledek edo karena tau ia berusaha mencoba mendekati shanty, yang kini berusaha menganggalinya lewat dirinya.

“dah dah, mendingan jangan bahas ah, gue emang gak ada bakat nyanyi, tapi nge-band,” jawabnya sambil mengayunkan kedua tanganya seolah sedang beramin drum,

“makanya, kalau mau info shanty lagi jangan ledekin gue” ray langsung berjalan melewatinya.

“becanda gue rayyy, yahhhhhhh”

“bodoooooooo” teriak panjangnya sambil terus berjalan.

Masih dalam pikirannya untuk ikut dalam vocal grub kampus, keraguannya terus berkecamuk seharian untuk bisa mengambil putusan walau suaranya terdengar bagus dan kembali itu menurut dirinya bukan orang lain..

***

Malam ini ray agak sibuk mengantar pesanan, “buat siapa lagi ma?”

“anterin aja nih alamatnya”

“perumahan Oscar, orang yang kemarin ma?” angguknya pelan sambil memberikan 3 bungkus makanan.

“oke berang-berang bawa tongkat… berangkattttt” ucapnya langsung melangkah pergi,

Kaki ray mengayun sepeda dengan cepat membawa pesanan mengarah ke perumahan Oscar, raut wajahnya begitu senang saat melewati jalan yang mengarah ke arah rumah cia.

“haa? Ini gak salah??” matanya melirik ke atas-kebawah karena terkejut orang yang memesannya dimana cia tinggal,

“jangan-jangan yang kemarin minta no telp si mama, orang tua nya cia” senyum kecilnya begitu senang karena mungkin keramahannya mungkin turun dari kedua orangntuanya.

Ray pun langsung menekan bel dan berharap cia yang membuka gerbangnya. Ray seperti tak sabar.

Suara pintu gerbang yang terbuka dikit demi sedikit, terlihat kaki seorang wanita membuat ray sangat berdebar.

“ya?” tanya wanita yang setengah baya. Membuat ray tertegun sebentar. Karena wanita ini tak mirip sama sekali dengan orang ia temui kemarin,

“ini, pesanan makannya” anggukan ray langsung memberikan pesannya.

“Biiiiii, udah dateng pesanannya?” terdengae suara dari dalam rumah,

“ia pakk, udah… permisi” ia pun langsung menutup kembali pintunya, tawa ray kecil saat tau wanita tadi asisten rumah tangga.

“oh ia ini, duitnya. Katanya bapak ambil aja kembaliannya” tangannya menjulur dari lubang pintu.

“iiah makasih”

ahhh kenapa gue berharap si cia yang buka.. ray rayy “ gumamnya sambil mengayun sepedanya cepat seolah tak ingin memikirkan kejadian memalukan tadi.


Bersambung...​
 
Part 3

Senyum dan keramahan cia membuat orang ingin mengenalnya lebih dalam. Begitu juga ray menjadi ingin menghetahui lebih dalam..Shanty menjawab dengan terbuka apa yang ray tanyakan tentang cia, seolah bukan rahasia yang harus di tutupi tentang cia.

Di tambah untuk saat ini hati cia belum terbuka, mungkin itu yang di lakukan andri. Ray pun terkejut kalau cia mempunyai bakat menyanyi dan ikut bergabung dalam vocal grub kampus. Dan tentunya membuat banyak mahasiswa lainnya mengaguminya.

Sedikit terbesit ray untuk bergabung kedalam grub vocal, tapi ia sangat ragu dengan suaranya sendiri. karena saat ia mandi di kamar mandi kak rani selalu berteriak untuk berhenti bernyanyi,

Sore ini ray pulang sore, parkiran sudah sangat lengang sampai ia dapat melihat sepedanya dari kejahuan yang sudah berpindah menempel dengan pohon.

“di pindahin lagi, besok gak lagi-lagi dah parkir berjajar sama motor” ray langsung mengayun sepedanya keluar kampus.

itu si cia kan??, tapi mungkin lagi tunggu si andri” terlihat cia menunggu di bahu jalan sambil kepalanya melirik kesana kesini seperti menunggu sesuatu.

“hei.. lagi tunggu siapa cia?” sapa ray yang tadi tak berniat mengahmpirinya, tetapi ayunan kakinya mengayuh sepeda mendekati dirinya.

“hei.. “ lambaikan kecil khasnya saat menyapa atau pun pamit.

“lagi tunggu taksi, mau pulang.hehe” senyumnya mengembang seperti biasanya.

“ouhh, emang tinggal dimana?” lanjutnya dengan hati berdebar berniat untuk mengajak pulang. Ray tak terlalu berharap cia mau di antar pulang.

“di perumahan oscar, tau?” siapa tak kenal perumahan itu yang paling besar daripada perumah lainnya. Tempat para orang kaya tinggal disana, ray teringat kalau mama papanya tak jauh dari perumahan itu.

“ouhh, searah kalau gitu, mau bareng?” ucapnya keluar begitu saja dari mulutnya membuat ray langsung menggaruk kepalanya.

“oh ya?? Gpp?” Tanya pelan sambil menatap ray.

“hee??” gumam ray terkejut mendengarnya.

“ Hehe, tapi cuman naik sepeda” gumamnya lagi sambil terus menggaruk-garuk kepalanya.

“ya aku juga tahu kalau kamu bawa sepeda kali, terus jadi gak di tebengin?” tanyanya membuat ray tersenyum lebar karena tak percaya cia menerima ajakannya.

“ia, ayooo..“ nafas ray keluar masuk lebih cepat dari sebelumnya.saat cia naik ke atas sepedanya dan memegang pundaknya. Seperti aliran listrik menyengat ke seluruh tubuhnya.

“fuhhh,” hela nafas panjangnya langusung mengayun sepedanya menelusuri jalan,

“kamu tinggal dimana emang ray?” ray sedikit menoleh kearah cia yang merasa tak risih di bonceng dengan sepeda.

“ouhh udah kelewat tadi hehe, tpi gpp mau ke warung mau bantuin papa mama hehe”

“ouh ya? Warung apa?”

“jual makanan gitu” jawabnya sekenanya karena kegugupannya keluar, baru kali ini berbincang lebar dengan cia, berbeda dengan di chatting. Ray selalu tak berani membuka pembicaraan.

“ouhh gitu haha,” tawanya terdengar tanpa beban, sepeda pun mengayun masuk ke perumahan yang isinya pasti rumah bertingkat dan mobil mewah terpakir begitu saja di depan rumah tanpa takut hilang.

“lurus terus nanti mentok belok kiri, nah gak jauh ketemu taman dah gak jauh dehh” tunjuknya, ray mengangguk mengikuti arahannya setelah beberapa security perumahan mencoba mecegah masuk, tetapi tak jadi saat cia melambaikan tanganya.

“stooooooooppppppppp” di tepuknya bahu ray, berhenti pas di rumah yang sangat besar. Mungkin halamannya aja sebesar rumahnya, atau sebanding dengan garasi rumah cia decak kagum ray melihat rumah cia.

“thanks ya, buat tebengannya” senyumnya di ikuti lambainya, larinya pelan masuk kedalam rumah. Nafas lega ray dan seperti mimpi ia membonceng cia. Ray langsung mengayun sepedanya ke arah warung makan.

“lohh ray, kok masih sore udah kesini?” tanya mama yang masih beres-beres tenda bersama papa.

“hehe kebetulan lewat ma, jadi mampir aja” ray langsung sigap membantu mengeluarkan bangku-bangku plastik dan juga meja lipat dari gerobak di samping toko.

“minum dulu, kayak semangat banget hari ini kamu, di kampus banyak cewek cantik ya?? ” ledek mama sambil memberikan air dingin.

“abis nganter someone ya…” bisik kak rani tiba-tiba dari sampingnya. Memotong pembicaraan mamanya.

“buhhhhhhhh” semburan air langsung keluar dari mulut ray mendengar ucapan kak rani.

“tuh kan bener kan ma!!!” tawanya dengan tatapan serius.

“enak aja, sok tau, tumben kak rani kesini masih sore??” ray mencoba mengalihkan pembicaraan, karena bagaimana bisa kak rani mengetahui ia baru saja mengantar cia. Atau hanya sekedar menerka. Mama melangkah pergi mempersiapkan lainnya.

“eitz, mulai sekarang rani yang cantik ini sudah di tunjuk langsung untuk menangani pembuatan jus hohoho” ucapnya sambil menyibakkan rambutnya.

“preeeeeeeet”

“serius tanya aja papa, tuh tuh tuh ya kan paa?” papa hanya menanggapinya dengan tersenyum.

“tuh gak liat si papa senyum, itu tandanya iaaaa!!” lanjutnya menyilangkan tangannya.

“preeet ah, dah mau bantu si mama bawa yang lain.” Ia pun pergi meninggalkan kak rani, daripada kak rani menanyakan hal yang membuatnya grogi atau bahkan menanyai tentnag cia.

Di lain sisi ray senang kak rani tidak malu dengan kemampuannya yang tidak bisa memasak, tetapi jago dalam membuat minuman.

***

Sebuah mobil sedan mewah berhenti parkir di samping warung, tak lama dua orang pasangan suami istri masuk dan memesan makanan.

“makan di sini apa bungkus?” tanya mama yang langsung memberikan nota kecil, dan langsung berdiri terdiam,

“sudah lama ya gak bertemu lin,” ucap pria itu tersenyum, memanggil nama mama.

“ray cuci piring dulu sana” pinta papa sambil berjalan menuju kedua orang tua itu. ray pun sesekali menatapnya seolah pernah melihatnya tapi entah dimana.

Ray sesekali mengintip dan tak terdengar jelas mereka membicarakan apa. yang jelas mereka sudah saling kenal.

“ray tolong kasih ke meja yang tadi, pesen kwetiaw gorengnya di bungkus” papa memberi bungkusan, raut wajah papa berbeda setelah bertemu dua orang itu. Terlihat sedikit terkejut.

“oh ia, bisa pesan antar gak?” tanyanya sebelum ia meninggalkan mejanya.

“bisa, kok.” Jawab mama sambil merbesihkan meja makannya, dan ekpresi wajahnya tak berbeda dengan papa.

“oh oke, nomornya masih yang lama??” tanyanya, mama pun langsung mengangguk pelan.

“ma, itu siapa? Kok ray ngerasa pernah liat yah” rasa penasarannya sudah tak tertahankan.

“langganan yang dulu di RS, pasti kamu pernah liat. Langganan pas di RS kan banyak” senyum mama sambil mengelus rambutnya, ray kembali teringat rasa bersalahnya saat di RS waktu dulu.

“ouh hhee, iah juga ya. Tapi jarang-jarang orang kayak gitu mampir ke warung makan kayak gini” bisiknya ke mamanya.

“ya namanya juga lapar, mau makan dimana pun jadi.” Senyum mama membawa piring kotor,

“bener juga sih,” pikiran itu kembali membuat ray kembali merasa tak enak hati, kalau bukan kesalahannya mungkin papa dan mamanya tak harus membuka warung makan di pinggir jalan seperti ini.

Dan juga ray sedikit senang ternyata masakan papa dan mamanya tak gampang di lupakan begitu saja.

***

Ray mengayuh sepedanya agak cepat karena ia telat bangun, di tambah ada kelas di pagi hari. Dari kejahuan terdengar beberapa motor dan melewati ray langsung menghadang ray tepat hampir di depan kampus.

Satu orang membuka helm nya, ray terkejut ternyata andri yang menghadangnya, perasaan campur aduk karena entah kenapa ia bisa berurusan dengan andri.

“lo yang namanya ray?” tanyanya sambil menaikan satu kakinya di roda depan sepedanya.

“ia” anggukan pelan sambil menarik nafasnya dalam-dalam.

“gue mau bilang ke lo, jangan deket-deket lagi sama fellycia, atau lo bakal beurusan lagi sama gue ngerti?” wajahnya mendekat dan menatap tajam.

“dan satu lagi, orang kayak lo gak pantes deket-deket sama dia” senyum liciknya sambil menepuk-nepuk pundaknya. Ucapan mengancamnya berhasil membuat ray gemetar secara tak langsung.

Andri langsung memacu motornya, “gilaa, parahh” gumamnya dengan nafas lega karena baru pertama kali ia terancam seperti ini.

“oiii..ray ”tepukan di bahunya kembali membuat ray terkejut.

“haaa, gila kaget gue, gue kiraaa” ucapnya tertahan.

“lo kira siapa?? cia?” tawa shanty yang tertawa melihat ray yang terkejut.

“ngakk, ngak kok” jawabnya menggelengkan kepalanya.

“napa lo di hadang si andri??” rasa penasaran shanty sampai ray bisa berurusan dengannya.

“ituuu,” ray tak bisa berbohong karena shanty melihatnya, sambil mendorong sepeda ray memberitahukan soal kemarin mengantar cia kerumahnya menggunakan sepeda.

“wahh, seriuss???. Gue gak nyangka loh.” shanty sepertinya terkejut mendengar cerita dari ray.

“kenapa emang?” rasa penasaran di tambah bingung kenapa shanty sangat terkejut.

“hehehe gpp, yukkk cepetann udah mau telattt” shanty langsung berlari kecil meninggalkan ray, ia seperti menyimpan sesuatu yang tak bisa di kasih tau kepadanya.

“oii rayyy, ” tergur edo yang melihat ray berjalan pelan dengan pikiran yang menerawang soal kejadian tadi.

“haaa? Ha?” wajahnya terlihat kebingungan,

“busett dah, pagi-pagi udah bengong lo, nanti jadi ikutan grub vocal kampus?”

“ohh itu, gak tau belum tentu masuk gue kesitu apa lagi suara gue pas-pasan,” ray mencoba menyembunyikan alasannya ia ikut vocal grub.

“wahh jangan-jangan lo mau deketin cia yaa,, ketauaaannnnnnnnnn!!!” senyum lebar edo dengan tampang meledek.

“ah rese lo do, mana bisa masuk, lo sendiri ngapain? Mau masuk juga situ soalnya shanty juga mau masuk?? Haa?” balas ray meledek edo karena tau ia berusaha mencoba mendekati shanty, yang kini berusaha menganggalinya lewat dirinya.

“dah dah, mendingan jangan bahas ah, gue emang gak ada bakat nyanyi, tapi nge-band,” jawabnya sambil mengayunkan kedua tanganya seolah sedang beramin drum,

“makanya, kalau mau info shanty lagi jangan ledekin gue” ray langsung berjalan melewatinya.

“becanda gue rayyy, yahhhhhhh”

“bodoooooooo” teriak panjangnya sambil terus berjalan.

Masih dalam pikirannya untuk ikut dalam vocal grub kampus, keraguannya terus berkecamuk seharian untuk bisa mengambil putusan walau suaranya terdengar bagus dan kembali itu menurut dirinya bukan orang lain..

***

Malam ini ray agak sibuk mengantar pesanan, “buat siapa lagi ma?”

“anterin aja nih alamatnya”

“perumahan Oscar, orang yang kemarin ma?” angguknya pelan sambil memberikan 3 bungkus makanan.

“oke berang-berang bawa tongkat… berangkattttt” ucapnya langsung melangkah pergi,

Kaki ray mengayun sepeda dengan cepat membawa pesanan mengarah ke perumahan Oscar, raut wajahnya begitu senang saat melewati jalan yang mengarah ke arah rumah cia.

“haa? Ini gak salah??” matanya melirik ke atas-kebawah karena terkejut orang yang memesannya dimana cia tinggal,

“jangan-jangan yang kemarin minta no telp si mama, orang tua nya cia” senyum kecilnya begitu senang karena mungkin keramahannya mungkin turun dari kedua orangntuanya.

Ray pun langsung menekan bel dan berharap cia yang membuka gerbangnya. Ray seperti tak sabar.

Suara pintu gerbang yang terbuka dikit demi sedikit, terlihat kaki seorang wanita membuat ray sangat berdebar.

“ya?” tanya wanita yang setengah baya. Membuat ray tertegun sebentar. Karena wanita ini tak mirip sama sekali dengan orang ia temui kemarin,

“ini, pesanan makannya” anggukan ray langsung memberikan pesannya.

“Biiiiii, udah dateng pesanannya?” terdengae suara dari dalam rumah,

“ia pakk, udah… permisi” ia pun langsung menutup kembali pintunya, tawa ray kecil saat tau wanita tadi asisten rumah tangga.

“oh ia ini, duitnya. Katanya bapak ambil aja kembaliannya” tangannya menjulur dari lubang pintu.

“iiah makasih”

ahhh kenapa gue berharap si cia yang buka.. ray rayy “ gumamnya sambil mengayun sepedanya cepat seolah tak ingin memikirkan kejadian memalukan tadi.


Bersambung...​
 
Part 3

Senyum dan keramahan cia membuat orang ingin mengenalnya lebih dalam. Begitu juga ray menjadi ingin menghetahui lebih dalam..Shanty menjawab dengan terbuka apa yang ray tanyakan tentang cia, seolah bukan rahasia yang harus di tutupi tentang cia.

Di tambah untuk saat ini hati cia belum terbuka, mungkin itu yang di lakukan andri. Ray pun terkejut kalau cia mempunyai bakat menyanyi dan ikut bergabung dalam vocal grub kampus. Dan tentunya membuat banyak mahasiswa lainnya mengaguminya.

Sedikit terbesit ray untuk bergabung kedalam grub vocal, tapi ia sangat ragu dengan suaranya sendiri. karena saat ia mandi di kamar mandi kak rani selalu berteriak untuk berhenti bernyanyi,

Sore ini ray pulang sore, parkiran sudah sangat lengang sampai ia dapat melihat sepedanya dari kejahuan yang sudah berpindah menempel dengan pohon.

“di pindahin lagi, besok gak lagi-lagi dah parkir berjajar sama motor” ray langsung mengayun sepedanya keluar kampus.

itu si cia kan??, tapi mungkin lagi tunggu si andri” terlihat cia menunggu di bahu jalan sambil kepalanya melirik kesana kesini seperti menunggu sesuatu.

“hei.. lagi tunggu siapa cia?” sapa ray yang tadi tak berniat mengahmpirinya, tetapi ayunan kakinya mengayuh sepeda mendekati dirinya.

“hei.. “ lambaikan kecil khasnya saat menyapa atau pun pamit.

“lagi tunggu taksi, mau pulang.hehe” senyumnya mengembang seperti biasanya.

“ouhh, emang tinggal dimana?” lanjutnya dengan hati berdebar berniat untuk mengajak pulang. Ray tak terlalu berharap cia mau di antar pulang.

“di perumahan oscar, tau?” siapa tak kenal perumahan itu yang paling besar daripada perumah lainnya. Tempat para orang kaya tinggal disana, ray teringat kalau mama papanya tak jauh dari perumahan itu.

“ouhh, searah kalau gitu, mau bareng?” ucapnya keluar begitu saja dari mulutnya membuat ray langsung menggaruk kepalanya.

“oh ya?? Gpp?” Tanya pelan sambil menatap ray.

“hee??” gumam ray terkejut mendengarnya.

“ Hehe, tapi cuman naik sepeda” gumamnya lagi sambil terus menggaruk-garuk kepalanya.

“ya aku juga tahu kalau kamu bawa sepeda kali, terus jadi gak di tebengin?” tanyanya membuat ray tersenyum lebar karena tak percaya cia menerima ajakannya.

“ia, ayooo..“ nafas ray keluar masuk lebih cepat dari sebelumnya.saat cia naik ke atas sepedanya dan memegang pundaknya. Seperti aliran listrik menyengat ke seluruh tubuhnya.

“fuhhh,” hela nafas panjangnya langusung mengayun sepedanya menelusuri jalan,

“kamu tinggal dimana emang ray?” ray sedikit menoleh kearah cia yang merasa tak risih di bonceng dengan sepeda.

“ouhh udah kelewat tadi hehe, tpi gpp mau ke warung mau bantuin papa mama hehe”

“ouh ya? Warung apa?”

“jual makanan gitu” jawabnya sekenanya karena kegugupannya keluar, baru kali ini berbincang lebar dengan cia, berbeda dengan di chatting. Ray selalu tak berani membuka pembicaraan.

“ouhh gitu haha,” tawanya terdengar tanpa beban, sepeda pun mengayun masuk ke perumahan yang isinya pasti rumah bertingkat dan mobil mewah terpakir begitu saja di depan rumah tanpa takut hilang.

“lurus terus nanti mentok belok kiri, nah gak jauh ketemu taman dah gak jauh dehh” tunjuknya, ray mengangguk mengikuti arahannya setelah beberapa security perumahan mencoba mecegah masuk, tetapi tak jadi saat cia melambaikan tanganya.

“stooooooooppppppppp” di tepuknya bahu ray, berhenti pas di rumah yang sangat besar. Mungkin halamannya aja sebesar rumahnya, atau sebanding dengan garasi rumah cia decak kagum ray melihat rumah cia.

“thanks ya, buat tebengannya” senyumnya di ikuti lambainya, larinya pelan masuk kedalam rumah. Nafas lega ray dan seperti mimpi ia membonceng cia. Ray langsung mengayun sepedanya ke arah warung makan.

“lohh ray, kok masih sore udah kesini?” tanya mama yang masih beres-beres tenda bersama papa.

“hehe kebetulan lewat ma, jadi mampir aja” ray langsung sigap membantu mengeluarkan bangku-bangku plastik dan juga meja lipat dari gerobak di samping toko.

“minum dulu, kayak semangat banget hari ini kamu, di kampus banyak cewek cantik ya?? ” ledek mama sambil memberikan air dingin.

“abis nganter someone ya…” bisik kak rani tiba-tiba dari sampingnya. Memotong pembicaraan mamanya.

“buhhhhhhhh” semburan air langsung keluar dari mulut ray mendengar ucapan kak rani.

“tuh kan bener kan ma!!!” tawanya dengan tatapan serius.

“enak aja, sok tau, tumben kak rani kesini masih sore??” ray mencoba mengalihkan pembicaraan, karena bagaimana bisa kak rani mengetahui ia baru saja mengantar cia. Atau hanya sekedar menerka. Mama melangkah pergi mempersiapkan lainnya.

“eitz, mulai sekarang rani yang cantik ini sudah di tunjuk langsung untuk menangani pembuatan jus hohoho” ucapnya sambil menyibakkan rambutnya.

“preeeeeeeet”

“serius tanya aja papa, tuh tuh tuh ya kan paa?” papa hanya menanggapinya dengan tersenyum.

“tuh gak liat si papa senyum, itu tandanya iaaaa!!” lanjutnya menyilangkan tangannya.

“preeet ah, dah mau bantu si mama bawa yang lain.” Ia pun pergi meninggalkan kak rani, daripada kak rani menanyakan hal yang membuatnya grogi atau bahkan menanyai tentnag cia.

Di lain sisi ray senang kak rani tidak malu dengan kemampuannya yang tidak bisa memasak, tetapi jago dalam membuat minuman.

***

Sebuah mobil sedan mewah berhenti parkir di samping warung, tak lama dua orang pasangan suami istri masuk dan memesan makanan.

“makan di sini apa bungkus?” tanya mama yang langsung memberikan nota kecil, dan langsung berdiri terdiam,

“sudah lama ya gak bertemu lin,” ucap pria itu tersenyum, memanggil nama mama.

“ray cuci piring dulu sana” pinta papa sambil berjalan menuju kedua orang tua itu. ray pun sesekali menatapnya seolah pernah melihatnya tapi entah dimana.

Ray sesekali mengintip dan tak terdengar jelas mereka membicarakan apa. yang jelas mereka sudah saling kenal.

“ray tolong kasih ke meja yang tadi, pesen kwetiaw gorengnya di bungkus” papa memberi bungkusan, raut wajah papa berbeda setelah bertemu dua orang itu. Terlihat sedikit terkejut.

“oh ia, bisa pesan antar gak?” tanyanya sebelum ia meninggalkan mejanya.

“bisa, kok.” Jawab mama sambil merbesihkan meja makannya, dan ekpresi wajahnya tak berbeda dengan papa.

“oh oke, nomornya masih yang lama??” tanyanya, mama pun langsung mengangguk pelan.

“ma, itu siapa? Kok ray ngerasa pernah liat yah” rasa penasarannya sudah tak tertahankan.

“langganan yang dulu di RS, pasti kamu pernah liat. Langganan pas di RS kan banyak” senyum mama sambil mengelus rambutnya, ray kembali teringat rasa bersalahnya saat di RS waktu dulu.

“ouh hhee, iah juga ya. Tapi jarang-jarang orang kayak gitu mampir ke warung makan kayak gini” bisiknya ke mamanya.

“ya namanya juga lapar, mau makan dimana pun jadi.” Senyum mama membawa piring kotor,

“bener juga sih,” pikiran itu kembali membuat ray kembali merasa tak enak hati, kalau bukan kesalahannya mungkin papa dan mamanya tak harus membuka warung makan di pinggir jalan seperti ini.

Dan juga ray sedikit senang ternyata masakan papa dan mamanya tak gampang di lupakan begitu saja.

***

Ray mengayuh sepedanya agak cepat karena ia telat bangun, di tambah ada kelas di pagi hari. Dari kejahuan terdengar beberapa motor dan melewati ray langsung menghadang ray tepat hampir di depan kampus.

Satu orang membuka helm nya, ray terkejut ternyata andri yang menghadangnya, perasaan campur aduk karena entah kenapa ia bisa berurusan dengan andri.

“lo yang namanya ray?” tanyanya sambil menaikan satu kakinya di roda depan sepedanya.

“ia” anggukan pelan sambil menarik nafasnya dalam-dalam.

“gue mau bilang ke lo, jangan deket-deket lagi sama fellycia, atau lo bakal beurusan lagi sama gue ngerti?” wajahnya mendekat dan menatap tajam.

“dan satu lagi, orang kayak lo gak pantes deket-deket sama dia” senyum liciknya sambil menepuk-nepuk pundaknya. Ucapan mengancamnya berhasil membuat ray gemetar secara tak langsung.

Andri langsung memacu motornya, “gilaa, parahh” gumamnya dengan nafas lega karena baru pertama kali ia terancam seperti ini.

“oiii..ray ”tepukan di bahunya kembali membuat ray terkejut.

“haaa, gila kaget gue, gue kiraaa” ucapnya tertahan.

“lo kira siapa?? cia?” tawa shanty yang tertawa melihat ray yang terkejut.

“ngakk, ngak kok” jawabnya menggelengkan kepalanya.

“napa lo di hadang si andri??” rasa penasaran shanty sampai ray bisa berurusan dengannya.

“ituuu,” ray tak bisa berbohong karena shanty melihatnya, sambil mendorong sepeda ray memberitahukan soal kemarin mengantar cia kerumahnya menggunakan sepeda.

“wahh, seriuss???. Gue gak nyangka loh.” shanty sepertinya terkejut mendengar cerita dari ray.

“kenapa emang?” rasa penasaran di tambah bingung kenapa shanty sangat terkejut.

“hehehe gpp, yukkk cepetann udah mau telattt” shanty langsung berlari kecil meninggalkan ray, ia seperti menyimpan sesuatu yang tak bisa di kasih tau kepadanya.

“oii rayyy, ” tergur edo yang melihat ray berjalan pelan dengan pikiran yang menerawang soal kejadian tadi.

“haaa? Ha?” wajahnya terlihat kebingungan,

“busett dah, pagi-pagi udah bengong lo, nanti jadi ikutan grub vocal kampus?”

“ohh itu, gak tau belum tentu masuk gue kesitu apa lagi suara gue pas-pasan,” ray mencoba menyembunyikan alasannya ia ikut vocal grub.

“wahh jangan-jangan lo mau deketin cia yaa,, ketauaaannnnnnnnnn!!!” senyum lebar edo dengan tampang meledek.

“ah rese lo do, mana bisa masuk, lo sendiri ngapain? Mau masuk juga situ soalnya shanty juga mau masuk?? Haa?” balas ray meledek edo karena tau ia berusaha mencoba mendekati shanty, yang kini berusaha menganggalinya lewat dirinya.

“dah dah, mendingan jangan bahas ah, gue emang gak ada bakat nyanyi, tapi nge-band,” jawabnya sambil mengayunkan kedua tanganya seolah sedang beramin drum,

“makanya, kalau mau info shanty lagi jangan ledekin gue” ray langsung berjalan melewatinya.

“becanda gue rayyy, yahhhhhhh”

“bodoooooooo” teriak panjangnya sambil terus berjalan.

Masih dalam pikirannya untuk ikut dalam vocal grub kampus, keraguannya terus berkecamuk seharian untuk bisa mengambil putusan walau suaranya terdengar bagus dan kembali itu menurut dirinya bukan orang lain..

***

Malam ini ray agak sibuk mengantar pesanan, “buat siapa lagi ma?”

“anterin aja nih alamatnya”

“perumahan Oscar, orang yang kemarin ma?” angguknya pelan sambil memberikan 3 bungkus makanan.

“oke berang-berang bawa tongkat… berangkattttt” ucapnya langsung melangkah pergi,

Kaki ray mengayun sepeda dengan cepat membawa pesanan mengarah ke perumahan Oscar, raut wajahnya begitu senang saat melewati jalan yang mengarah ke arah rumah cia.

“haa? Ini gak salah??” matanya melirik ke atas-kebawah karena terkejut orang yang memesannya dimana cia tinggal,

“jangan-jangan yang kemarin minta no telp si mama, orang tua nya cia” senyum kecilnya begitu senang karena mungkin keramahannya mungkin turun dari kedua orangntuanya.

Ray pun langsung menekan bel dan berharap cia yang membuka gerbangnya. Ray seperti tak sabar.

Suara pintu gerbang yang terbuka dikit demi sedikit, terlihat kaki seorang wanita membuat ray sangat berdebar.

“ya?” tanya wanita yang setengah baya. Membuat ray tertegun sebentar. Karena wanita ini tak mirip sama sekali dengan orang ia temui kemarin,

“ini, pesanan makannya” anggukan ray langsung memberikan pesannya.

“Biiiiii, udah dateng pesanannya?” terdengae suara dari dalam rumah,

“ia pakk, udah… permisi” ia pun langsung menutup kembali pintunya, tawa ray kecil saat tau wanita tadi asisten rumah tangga.

“oh ia ini, duitnya. Katanya bapak ambil aja kembaliannya” tangannya menjulur dari lubang pintu.

“iiah makasih”

ahhh kenapa gue berharap si cia yang buka.. ray rayy “ gumamnya sambil mengayun sepedanya cepat seolah tak ingin memikirkan kejadian memalukan tadi.


Bersambung...​
 
Part 4​




Hari ini langkah kakinya terasa sangat berat dan pelan saat menuju tempat seleksi vocal grup kampus di adakan, ia sudah membulatkan tekad ikut mengikuti audisinya,

Tarikan nafas panjang saat di depan ruangan. Nafasnya tak teratur keluar masuk dan sesekali mondar mandir di depan pintu.

"hi ray..." tegur cia saat ray terdiam di depan pintu.

"eemmhh?? hi cia" lambaian tanganya sedikit ragu.

"kamu ngapain disini?" Tanya cia membuat ray grogi, padahal dirinya sudah lebih tenang.

"ituuu"

"mauu test aja masuk ke vocal grup kampus hehe, siapa tau masuk" tanganya kembali gemetar kalau bertatapan langsung seperti ini.

"seriuusss??" wajahnya langsung antusias mendengar ucapan ray.

"Ya udah masuk, kebetulan aku juga jurinya lohhh " senyum lebarnya

"Mammpusssssss" gumam dalama hati sambil memasang wajah tersenyum, tersenyum ketakutan.

"gak bakalan bisa gue kalau ada ciaaa" gerutunya terus menerus, seolah ia ingin lari saat ini juga.

"yuk masuk" ajaknya membuka pintu dan hampir 10 orang lebih sudah datang terlebih dahulu. Langkah ray semakin berat saat semua mata tertuju kepadanya. Ia pun memilih duduk dekat jendela sambil mencoba kembali menenangkan dirinya.

Cia duduk berjajar dengan 4 orang lainnya, terdiri dari 3 mahasiswa termasuk cia dan satu kemungkinan dosen. Satu per satu mereka pun berdiri dan menyanyi dengan lancar dan suaranya membuat ray kembali pesimis.

"huufffffftt" helaan nafas panjangnya yang sudah agak tenang, gugupnya kembali muncul saat ia sudah berdiri di depan mereka berempat. Keringat terasa mengalir di dahinya melewati pipinya walau udara di dalam ruangan ini sangat dingin.

"maaf, saya undurin diri, permisi" ucap ray menundukan kepalanya dan langsung berjalan keluar ruangan dan setengah berlari mencari tempat yang sepi untuk menenangkan kembali dirinya.

"gak bisa, gak bisa gue haa, pasti malu-maluin gue di depan cia" tangannya masih terasa bergetar, terbayang saat cia melihat kearahnya dengan serius seolah tak sabar ingin mendengar suaranya.

Kedua tangannya langsung menutupi wajahnya, dan berusaha bersikap tenang. "kenapa kamu lari ray?" suara yang tak asing yaitu suara cia.

"hee?" ray sontak terkejut karena cia udah berada di sampingnya entah sejak kapan cia udah disini.

"kenapa kaget gitu kayak liat setan aja"

"kenapa kamu lari? Gugup ya?" tanyanya santai, ray kembali menarik nafas panjang sebelum menjawab pertanyaannya.

"yup, hehe. "

"gue mau denger dong lo nyanyi.." ucap cia dengan wajah yang datar.

"haaa? Nafasnya kembali tertahan.

"coba deh lo nyanyi sambil pejamin mata, pasti lebih tenang" cia sambil mempraktekan menutup matanya. Tarikan nafasnya langsung memejamkan matanya mengikuti arahan dari cia.

"nah gitu, mau nyanyi lagu apa?"

"hmm, zigaz- sahabat jadi cinta" ray sedikit meringis karena takut salah berbicara.

"wahh, lagu galau haha, ya udah kalau udah tenang langsung nyayi aku denger kok, gak bakal di tinggal kalau jelek" candanya membuat ray sedikit tersenyum.

"oke siaapp.." ray kembali menarik nafasnya.

Song, Zigas – Sahabat jadi Cinta

Bulan terdampar dipelataran

Hati yang temarang

Matamu juga mata-mataku

Ada hasrat yang mungkin terlarang

***

Satu kata yang sulit terucap

Hingga batinku tersiksa

Tuhan tolong aku jelaskanlah

Perasaanku berubah jadi cinta

***

Tak bisa hatiku menafikkan cinta

Karena cinta tersirat bukan tersurat

Meski bibirku terus berkata tidak

Mataku terus pancarkan sinarnya..



"stoppp, cukuppp" ray langsung berhenti dan membuka matanya, ia merasa suaranya benar-benar jelek.

"uhm, bagus sih serak-serak gitu kayak... sandy sandoro hehee"

", tapi yahhh gitu masih gugup... Lagian vocal grup kan gak nyanyi solo ini, jadinya besok coba lagi aja yaa" cia langsung berdiri memakai tasnya.

"intinya jangan gugup okey, aku balik dulu ada yang tungguin" ray hanya bisa terdiam mendengar cia menasehatinya secara langsung.

"byee" senyum khasnya dan lambaian tangannya, mendengar ucapan cia, ray menjadi tak berniat ikut vocal grub karena sadar ia melakukan sejauh ini karena ingin lebih dekat dengannya.

"ray ray, malu-maluin diri lo sendiri, mending suara lo enak, nyanyi belum reff nya aja udah di stop hahah" ia mengomel untuk dirinya sendiri dan tersenyum sendiri.

Dari kejahuan andri dan cia berjalan menuju ke sebuah mobil, perhatian yang di berikan andri benar-benar semua orang yang melihat iri termasuk dirinya. Dan benar kata kak rani mereka pasangan yang cocok, dan merasa aneh kepada dirinya sendiri kenapa merasa ingin terus mendekati cia.

Rasa suka? Belum tentu, kalau untuk kekaguman?, itu mungkin...

***

Ray datang lebih awal karena hari ini mata kuliah dengan dosen yang Killer, membuat isi satu kelas menjadi sangat rajin di pagi hari.

"siniiii bentar" di tariknya lengan baju ray oleh shanty menuju tempat duduknya di belakang, edo yang bersama ray pun mengikutinya.

"lo bener ikutan vocal grub kampus??" tanyanya dengan serius.

"ia tuh, demi deket sama si cia, ya gak ray?" celetuk edo dengan mudah seperti tanpa beban.

"gue gak tanya lo, ngapain sih ikut-ikut kesini?" bentaknya sambil menatap tajam ke edo yang malah tersenyum melihat shanty memasang wajah marah.

"looooh, gue kan duduk sini, siapa suruh ngobrolnya disini" jawabnya edo sambil meneruskan membaca komiknya di satu bangku di depan ray.

"gak jadi ikut kok, emang lo tau darimana?" ray memotong pertengkaran sesaat mereka berdua,

"cia lah, dia kan selalu cerita kalau ada sesuatu, mau apapun itu haha" ray terdiam mendengar ucapan shanty, terasa hal yang memalukan kembali terulang.

"Gue kesini cuman penasaran aja, lain kali kita sambung panas disini. Geraaahhhh!!!" ia pun langsung pergi dan membuang muka dari edo.

"makin galak main cantik tuh anak ya ray" senyum edo terus melihatnya, shanty yang mendengar ucapan edo menoleh sedikit dan langsung membuang muka lagi.

"gila lo, semakin gak demen sama lo do kalau kayak gitu"

"itu baru tantangan ray, haha" tawanya sambil memainkan alisnya.

Tak lama bunyi notif dari ponsel ray saat jam pelajaran berlangsung, ternyata dari cia, ray dengan sigap langsung membukanya.

"kamu gak jadi ikut ?" chatnya membuat ragu untuk membalasnya.

"hehe, gak jadi lagian biarin lah tahun besok baru siap haha" terkirim dan langsung terbaca. Membuat ray langsung keringat dingin.

"yah, sayang banget.." terikirm. terbaca

"oh ia lo selesai kelas jam berapa?" terkirim terbaca

"uhm jam 2an lah, kenapa ?" terkirim terbaca

"hehe, mau nebeng kalau lo balik sore. Tapi gpp deh, gue bisa naik taksi." Terkirim terbaca.

"ouh haha, emang andri kemana?" terkirim, ray pun terus menunggu balasan dari cia, sebuah spidol dengan cepat mendarat tepat di kepalanya ray yang menunduk melihat ponselnya.

"awhh" gumamnya sambil kembali posisi semula di ikuti tawa teman sekelasnya. Tanganya terus mengelus kepala yang masih nyeri terkena spidol.

"makanye udah tau dosen killer, malah main hp terus" bisik edo pelan yang berpura-pura menulis, padahal ia sedang menggambar.

"hei, sini bawa spidolnya!!" ucap dosen itu, ray pun mengembalikan spidolnya, dan kepalanya kembali di pukul dengan spidol, tawa pun pecah kembali sambil tangannya menyuruh kembali ke tempat semula.

***

Jam pelajaran pun selesai, ray langsung mengecek kembali ponselnya.berharap ada balasan dari cia, tetapi tak ada balasan dan belum di baca. Ray yang penasaran pun segera menuju kekelasnya bermaksud mencari tahu,

Dan benar saja di depan gedung mengarah ke kelasnya terlihat cia dan mahasiswa lainnya sedang latihan vocal. Walau termasuk mahasiswa baru tetapi ia sudah menjadi leader dalam team vocal kampus. Keceriannya, semangat dan sikap bersahajanya membuat orang sekitarnya ikut merasakan hal yang sama.

Ray memilih duduk agak jauh dari tempat mereka latihan sambil bersandar di tiang lorong. Suara pembukaan oleh cia membuat ray kagum, membuatnya berniat memperhatikannya sebentar saja.

Rasa kantuk mulai menjalar dan perlahan ray pun tertidur bersandar di tiang lorong. Udara yang berhembus melewati lorong membuatnya semakin pulas.

Sebuah tetesan demi tetesan air mulai masuk ke dalam mulut ray, reflek mulutnya pun seolah sedang mencicipi sesuatu dan terasa semakin lama semakin banyak, rasa dingin air membuatnya tersadar dari tidurnya.

"yea bangun" ucap cia yang sudah berada di depannya, dan ia juga yang menjailinya dengan air tadi.

"ehmm" ray kembali salah tingkah di depan cia dan menggaruk kepalanya sendiri.

"katanya balik siang, ngapain disini?" cia langsung duduk bersila dan menenggak minumannya lagi. ray langsung mengecek jam di ponsental ternyata ia tertidur cukup lama.

"uhmm, itu, tungguin temen aja dan kebetulan ada yang lagi latihan vocal, jadinya sekalian ajaa " komat kamit ray mencari alasan yang pas.

"ouh, terus udah ketemuan?"

"gak tau gak ada kabar, paling langsung balik aja," jawab ray sambil menyeringai karena jawabnya berbohong.

"ouhhh gitu, ohh ia di kasih tebengan lagi gak?" tanya sambil mendongakkan kepalanya, senyum kecil ray karena ia bisa mengantar cia pulang lagi dan lupa dengan ancaman yang di berikan andri waktu itu.

"boleh hehe" jawab ray dengan semangat, mereka pun menuju parkiran menuju tempat sepeda ray terparkir dan kali ini sepedanya berpindah lagi di pojokan pos satpam.

"yuk naik" ajaknya sambil menarik nafas panjang sebelum cia naik, tanganya pun langsung memegang pundak erat,

"oh ia, sorry tadi belum bales chat kamu, aku gak bareng andri soalnya dia ada urusan lagi, biasalah.." ucapnya saat ray dan dirinya terdiam.

"ouhh, iah gpp. Lagian gak enak sama andri nanti doi marah" balas ray yang keluar dari mulutnya terbawa suasana.

"gak lah, buat apa dia marah ke kamu. tenang aja" entah kenapa terasa getaran aneh yang menjalar setelah cia bicara seperti itu.di tambah tangannya begitu erat memegang pundak ray. Obrolan ringan mengiri perjalanan pulang mereka.

***

Hari ini ray pulang lebih sore dari biasanya, karena donsen yang satu ini selalu tepat waktu masuk ataupun keluar dari kelas. Dari kejahuan terlihat beberapa mahasiswa tak biasa berkumpul di dekat tiang bendera halaman parkir. Ray yang penasaran pun ikut mengahampiri

"busettt sepeda gue" gumamnya yang sangat terkejut melihat sepedanya mengantung di tiang bendera halaman kampus, dan siapa lagi selain andri yang melakukanya. Itu hal yang di pikirkan ray.

"gimana turuninnya" ray menghela nafas karena tali yang mengikatnya sangat erat karena di ikat tak beraturan.

Andri muncul sambil membonceng cia dan sengaja melewati ray yang sedang berusaha menurunkan sepedanya. Terlihat cia menepuk pundaknya agar berhenti tetapi andri menancapkan gasnya.

Ray dengan semampunya berusaha melepaskan ikatannya, tetapi tak berhasil, sampai akhirnya satpam kampus dan membantu melepaskan ikatannya. Sampai akhirnya memutuskan untuk memotong tali tambang.

"yeahhh akhirnya" raut wajah ray begitu senang akhirnya bisa pulang,

"terima kasih banyak pak," ucap ray bersalaman setelah memberikan dua gelas kopi dan beberapa batang rokok, ia pun langsung mengayun sepedanya agak cepat karena hampir dua jam ia terjebak dan langit mulai menghitam.

Terdengar bunyi notif di ponsel ray saat memasuki rumah, dan ternyata itu dari cia.

"sepeda kamu gpp, pasti andri ya kerjaannya?" terkirim terbaca. Ray langsung terdiam karena cia tau apa yang ia alami tadi sore.

"gpp kok, mungkin bukan dia, siapa tau orang lain yang gak seneng gituu, dan Soal sepeda gpp kok aman dan tentram" terkirim, terbaca. Ray kembali berbohong walau dugaan cia memang benar andri yang melakukannya.

"Iah, tapi aku rasa si andri hmmm, emang resee dia kadang-kadang. Tapi syukur deh sepeda kamu gpp, jadinya bisa nebeng lagi " terkirim, terbaca. Ray tersenyum membacanya chatnya.

"haha, siap bossss. " dan seperti biasanya cia belum membaca pesannya, melupakannya sejenak karena sepertinya ia terlalu berlebihan menanggapi perhatian cia kepadanya.



Bersambung....
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd