Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Malam ini deh ya, ehehe...

btw.

Cinhap cakep bener di foto official :hua::hua::hua:
Iya sih,... Emang hehe banget
Tapi bagi saya tetep yang tgl 31 kemaren yang... Hehehe

Alias

Saya masih nunggu tgl 5 nanti.... :panlok4::panlok4::panlok4:
 
Part 2.5



Sekitar tiga minggu setelah pertemuan itu...



“Gimana hari ini?” Tanyanya yang sedang menyetir. “Kamu seneng, kan?” tambahnya setelah tak ada jawaban dariku selama beberapa detik.

“I-iya, makasih ya mas, hehe...” Jawabku.

Dia membalas dengan senyum penuh kebahagiaan. Sedangkan aku, seperti yang sering aku lakukan, tersenyum sebisanya.

Dan suasana kembali hening. Aku yang memandang keluar kaca mobil ini sesekali melirik kearah jari manis tangan kiriku. Tiba-tiba saja mata ini terasa panas. Aku semakin kehilangan harapan, dan hari demi hari, aku malah tenggelam dalam kebohonganku sendiri. Bohong pada keluargaku, keluarga mas Brian, dan juga... kak Dimas.



Bodoh!

Andai saja diri ini lebih berani sejak awal! Aarghh! Tidak akan sampai sejauh ini!



“Emm, dek? Kamu sakit, ya? kok kayaknya pucet gitu?”

“Ah, eng- enggak mas. Aku... cuma agak capek aja, hehe.” Aku cepat-cepat membekap wajahku dengan kedua telapak tanganku, dan mengusap cepat mataku. Kembali aku berikan senyum itu padanya.

“Oohh, yaudah. Aku anterin pulang aja, ya?”

“E-eh, mas. aku... enggak apa-apa kok,”

Hari ini tadi, adalah kali ketiganya kami pergi keluar bersama. Kini sudah menjelang malam setelah kami makan di restorannya, berjalan-jalan di mall dan menonton film. Mas Brian bilang ingin mengambil beberapa dokumen yang tertinggal di villa miliknya.

“Enggak, dek. Kasihan kamunya. Nanti aku muter agak jauh enggak apa-apa. Oke?”

Aku menghela nafas, lalu mengangguk pelan.

“Kamu tidur dulu enggak apa-apa. Ntar aku bangunin kalau udah nyampe.”

“Hhh... iya.” Jawabku singkat, tanpa menoleh kearahnya.

Mataku yang semula masih segar memandangi lampu-lampu kota dibalik kaca yang basah karena hujan ini perlahan mulai berat. Aku melipat tangan dibawah dadaku, memperbaiki posisi duduk. Bersandar diantara jendela dan kepala kursi, menemukan posisi yang nyaman, perlahan aku menutup mata. Aku lelah. Sangat lelah...

***​

“Dim.”

“Hmm?”

“M-maaf ya...”

“Yaelah, santai kali, Ta. Bukan salah lo juga kan,”

“Y-ya tapi kalau lu enggak ikut gue nyari data tadi sama mampir ke posko temen gue, lu enggak harus ndorong motor gi-“

“Enggak enggak. Gue kan juga lagi ngaggur. Hehe.”

Ya, aku sedang mendorong motor karena bannya tiba-tiba bocor ketika perjalanan kami pulang. Berjalan di pinggiran sawah di jam-jam menuju malam seperti ini agak membuatku ngeri. Tak ada siapapun selain kami berdua, bukan, bertiga dengan motor sialan ini. Sebagian sedang pergi mencari bahan-bahan untuk program dan kebutuhan posko, sedangkan Iwan, Jinan, dan Vanka ada di posko sore tadi untuk membantu anak-anak mengerjakan PR. Jinan yang memintaku untuk menemani Okta karena dia tau aku bukanlah ahli Matematika seperti Iwan.

Dan kau tahu? Kedua smartphone kami pun kehabisan daya. Ah, lagipula jika masih terisi baterainya pun sinyal pasti kosong. Kembali ke posko KKN tempat teman Okta yang sempat kami datangi tadi pun sudah jauh. Sepertinya memang aku harus mendorong motor ini sampai kutemukan bengkel.

“Dim, Dim. Istirahat dulu deh. Kasihan elunya...”

“Hhh... ya, habis keluar kebun jagung ini deh,” kataku yang sudah ngos-ngosan mendorong motor ini sejak di sawah sampai masuk ke perkebunan jagung ini. Pohon-pohonnya yang lebih tinggi dari kepala kami di samping kanan-kiri jalan tak beraspal ini bagai sebuah dinding.

“Bener, ya.”

“Iya iya... Hhh... itu udah deket. Bentar lagi.”

Sebenarnya, aku juga kasihan dengannya karena berjalan cukup jauh. Beruntung gubuk itu sudah terlihat, dan akhirnya kami memutuskan untuk berhenti sejenak dan beristirahat di tempat itu. Aku mengatur nafas sembari bersandar pada dinding bambu gubuk ini, sementara Okta duduk mengayun-ayunkan kakinya pelan di pinggir sana.

Aku menoleh kearah langit, pikiranku menerawang jauh. Mengira-ira sedang apa gembul sekarang, aku jadi merasa agak jahat mengingat aku belum mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Hari ini gumpalan menggemaskan itu sudah berusia 21 tahun, hehe.

Tapi memang aku sengaja tidak menghubunginya sama sekali hari ini, aku ingin mengucapkannya nanti, sebelum hari berganti. Jinan juga sudah aku beritahu agar merahasiakan rencanaku ini, semoga dia pintar berbohong kalau-kalau dia terlebih dulu mengucapkan selamat ulang tahun pada Cindy dan dia bertanya tentangku.

Hhh... masih ada sekitar dua minggu lagi sampai aku bertemu dengannya lagi. Akan aku cubit dan uwel-uwel pipinya itu saat kami bertemu, hehehe.

Sampai saat itu tiba, sepertinya aku hanya bisa memandanginya lewat foto. Hmm... kenapa aku malah jadi ingin cepat-cepat menghubunginya ya?

“Dim,”

Aku yang sedari tadi melamun, langsung menoleh kearah Okta yang ternyata sudah ada di samping kananku.

“Kenap-“

Terdiam. Aku yang masih kelelahan itu tidak bisa berpikir. Okta tiba-tiba saja melumat bibirku dan mendorong tubuh ini hingga melekat pada dinding. Lumatan dari Okta itu tidak aku balas, bibirku kaku. Jantungku berdegub semakin cepat. Selama beberapa detik aku diam, dan lumatan Okta itu akhirnya ia lepas.

Aku memandang heran gadis ini dengan nafas yang masih terengah. Begitupun tatapan yang diberikan Okta padaku. Dia merapikan rambut dan mengusap sisa-sia air liurnya. Jujur, aku masih terheran-heran dan shock.

“L-lu ngapain, Ta...?”

“Hhh... gue cuma... gue... mmm.. gue-“

“Ta. Enggak. Jangan lakuin ini lagi... oke?”

“T-tapi, Dim-“

“Tolong... hhh... gue enggak mau ngecewain cewek gue lagi.”

Okta terdiam, membuang pandang sembari mengusap-usap lengan kirinya.

“Hhh... udah. Ayo buru. Udah deket desa, harusnya masih ada tambal ban yang buka jam segini.”

***​

Dan setelah itu, kecanggungan tercipta diantara kami. Tak ada percakapan yang terjadi bahkan sesampainya kami di posko setelah menambalkan ban.

“Kemana aja lu berdua.” sambut Jinan ketus, dengan tatapan matanya yang tajam dan kedua tangan yang terlipat dibawah dadanya. Rahangnya rapat. Dia berdiri didepan pintu menghalangi jalan. Aku sudah tau, hal seperti ini akan terjadi. Mengingat kami menghilang hampir 5 jam.

“Eh, eh. Tenang, Nan. Tadi ban bocor di tengah jalan, pas di sawah jadi agak lama nemu tambal ban.” Kedua tanganku bergerak mengisyaratkannya agar meredakan emosinya. “T-tanya sama pak Wisnu, tadi kita papasan sama dia pas kita tambal ban.” Lanjutku menguatkan. Pak Wisnu adalah ketua RT kami.

“Kenapa telpon gue gak diangkat? LINE kagak dibales. WA cuma centang,” lanjutnya mengintrogasi dengan masih memasang tatapan itu untukku. Seolah curiga aku sudah melakukan perbuatan jahat.

“Baterai kita habis semua, Nan,” Okta angkat bicara. Syukurlah aku tidak harus sampai menyuruhnya.

“Bohong.”

“Ish serius...”

Okta kemudian menunjukkan gawainya, membiarkan Jinan mencoba menyalakannya, begitupun dengan smartphoneku.

“Hhhh... yaudah. Lain kali, jangan buat seposko khawatir lagi,” Jinan memasukkan tangannya kedalam saku celana pendeknya. “Yaudah sana masuk,” gadis itu menggeser posisi berdirinya.

Okta mendahuluiku masuk, namun saat aku berjalan menyusulnya dan berada tepat disamping Jinan...

“Heh. Mau kemana lu.”

“Eh? Apalagi sih Na-AaAAkKKK!!“

Tiba-tiba saja Jinan mencubit lenganku.

“Gue kira lu mati bangsat,” Jinan memutar pelan cubitan itu, terlihat sedikit senyum di wajahnya, sementara aku semakin meringis kesakitan.

“Woi! Apaan sih?!”

Dan setelahnya dia melepas cubitan itu, meninggalkan bekas merah dan rasa perih di lenganku. Lalu dengan santainya dia duduk di kursi teras posko ini.

“Heh. Tapi lu serius kan enggak ngapa-ngapain si Okt-“

“Kaga anjir, Nan.”

Ya ampun... orang ini. Dia benar-benar khawatir ternyata. Pasti gara-gara cerita KKN yang sempat viral itu...

Lagipula, aku akan melupakan kejadian itu. Sepertinya tadi Okta kesambet setan kebun...

“Serius ya.” Dia menunjukku bersama dengan tatapan mata itu, namun tidak se’ganas’ tadi.

“Lo butuh apa lagi sih, Nan? Tanya tuh pak RT dah, atau lo mau gue cipok, ha?”

“Eh eh, kurang ajar lu ya? gue laporin Cindy mewek juga lu.”

“Eh jangan dooonnngg.”

Aku duduk disebelahnya, yang sepertinya sudah mulai mereda emosinya.

Btw, tadi gue udah ngucapin ke dia.”

“Oh ya? dia nyariin gue?” Aku masih mengelus-elus lenganku.

“Iya anjir, hahaha. Dia takut lu lupa hari ultahnya.”

“Ahaha! Terus lu bilang apa?”

“Ya.. sinyal jelek gitu kan, dan lu baru program, terus gue bilang bakal kasih tau lu biar hubungin dia segera gitu.”

“Oohh, haha!”

“Buru anjir ucapin.”

“Iye iye, habis ini deh. Makan udah siap kan ya?”

“Lu tuh ya! nyampe posko bikin orang-orang khawatir, enak langsung mikir makan. Dasar. Mandi sana! Bau banget lu.”

“Ish, iya iya. Bawel,” cepat aku menekan kuat kedua pipinya, dan aku langsung ngibrit masuk posko. Sialnya, Jinan berhasil mengejarku dan memberikan satu cubitan yang lebih sakit di lenganku yang satunya.

***​

Drrtt...

Drrttt...

Drrttt...


Aku membuka mata perlahan, smartphoneku bergetar. Dengan mata yang masih kriyip-kriyip, aku melihat layar itu.

Kak Dimas ♥

“Ya ampun... jam segini banget... hehehe...”


Dia menghubungiku dengan video call, segera aku bangun dan menyalakan lampu kamar.

“Hhhaaallooo gembul! Hahaha!”

Jujur, aku senang sekali melihat wajah ceria itu lagi.

“Iiiissshhh... kak Dimas mah... kenapa jam segini sihhh...” jawabku dengan suara serak, agak manja. Aku masih mengucek-ucek mataku.

“Hahaha, udah tidur ya? maaf, maaf.”

“Iiisshhh, kirain lupa! Nyebelin ah!”

“Hehehe, selamat ulang tahun, Auroraku.”

“Ehehe... iya...”

“Udah gede. Sehat terus, tambah cantik, hehe. Pokoknya yang terbaik selalu buat kamu, gembul.”

“Hhh... makasih kak Dimas. Hehe.”

“Hadiahnya tunggu aku selesai KKN, ya.”

“Yaelah. Santai kali kak. Fokus KKN dulu aja, ya, hehe.” aku merebahkan diri ke kasur. “Lah, itu kakak dimana? Serius ke balai desa jam segini?!” Aku mengeryitkan dahi, aku tau betul lokasi itu. Kak Dimas pernah menghubungiku lewat video call juga disana sebelumnya.

“Iya dong, hehe. Sinyal bagus banget disini doang, kan.”

“Sendiri kesitu?”

Dia mengangguk.

“Tengah malem gini?! iiihh... kakak mah, bahaya!”

“Bahaya apanya? Tuh tuh, disini tapi ada yang lagi jaga di pos ronda kok. Tenang aja.” Kak Dimas memutar kameranya, menunjukkan pos ronda yang terang di seberang sana, dan ada dua orang bapak-bapak sedang berjaga.

“Iihh, ya ampun kakk... makasih ya... hehe...”

Dan kami lanjut ngobrol, meredakan rindu kami berdua. Aku turut bersyukur dia sehat dan selama KKNnya semua lancar, tertawa geliku dibuatnya ketika mendengar dia dicubit kak Jinan tadi dan menunjukkan bekas cubitan itu di kedua lengannya. Hampir setengah jam kami berbincang dan aku rasa aku harus menyudahinya. Khawatir kak Dimas pulang semakin larut. Angin malam itu tidak baik, dan juga, mungkin kak Jinan bisa memarahinya lagi. Walau sebenarnya dia sudah bilang pada kak Jinan.

“Ehehe... sayang kak Dimas.”

“Iyaa.”

“Eh, kak Dimas...”

“Iya, sayang?”

“Makasih ya... kak, serius, ehehe... Aku... seneng bangett...”

“Iiyaa. Semangat ya, sayang.”

“Makasih kakakk, langsung pulang posko!” tak henti-hentinya aku melambaikan tangan dan memberi love sign dengan dua jariku.

“Iyaa. Dadahh.”

Panggilan itu berakhir. Senyumanku merekah tak cepat mereda. Laki-laki itu memang selalu bisa membuatku tersenyum bahagia.

“Hhh...” Aku meletakkan gawai itu di meja kecil disamping kasurku. Namun, moodku kembali jatuh. Seharusnya aku tidak meletakkan benda itu disana. Cepat aku menarik laci, mendorong cincin itu masuk lalu menutup kembali laci itu rapat-rapat.

Aku melipat bibir, menggeleng cepat. Air mataku yang sedikit keluar itu langsung aku usap. Setelah mematikan lampu, selimut hangat kembali aku tarik, kubiarkan menutupi kepalaku.

“Ya walau gimanapun juga, memang pernikahan ini tidak bisa ditolak sama kamu.”

***​

Aku mengunci gerbang posko, bahkan saat sudah sampai disinipun, wajahnya masih saja tergiang. Wajahnya yang berantakan setelah bangun tidur adalah favoritku, ehehe...

Syukurlah dia baik-baik saja, rinduku padanya terobati.

Aku bersyukur juga, gadis itu masih memilihku sampai saat ini... Walau aku selalu merasa kurang dan tidak pantas untuknya.

Ah, sudahlah. Mari beristirahat. Jinan bilang hari ini akan ada kegiatan di balai desa.

Aku yang juga sudah membawa kunci cadangan itu memasuki posko yang sudah gelap. Sepertinya semua orang telah terlelap. Setelah aku mengunci pintu, aku pergi ke toilet. Udara dingin tadi membuat air kencing ini semakin membendung.

Sesampainya aku disana, aku mendapati lampu toilet itu menyala. Mungkin mereka lupa mematikannya tadi. Karena sudah tidak tahan, aku mendorong pintu yang tidak bisa dikunci itu. Sesaat setelah pintu itu terbuka, aku mematung dan menahan nafas. Mataku membulat, melihat suatu hal yang tidak pernah aku duga. Sejak tadi pun aku tidak mendengar suara yang mencurigakan...

Iwan, sedang menyutubuhi Anin dengan posisi doggy style. Mulut gadis itu tersumpal kaos, kedua tangan Iwan sedang memegangi kedua payudara Anin, penis itu masih menancap di vagina gadis itu. Kedua temanku yang telanjang itu memandangku dengan tatapan terkejut juga.







To be Continued...
 
hehe...

bonus

RVUKDQuz_t.jpg
hfN7Pn1W_t.jpg
oM2TwLy7_t.jpg
 
Mantap Dimas bisa melawan pesona Okta!

Btw ini Okta versi masih member atau yang udah grad?
Secara beda banget penampilannya

Iwan dan Anin ntar diganggu setan dah...
Semoga Dimas tak tergoda (walau kemungkinannya kecil)

Mantap hu! Ditunggu update selanjutnya!
Selamat Ulang Tahun juga buat Cindy yang cantik!
 
hehe...

bonus

RVUKDQuz_t.jpg
hfN7Pn1W_t.jpg
oM2TwLy7_t.jpg
lama gak baca dimari, hehe
dimas KKN kagak beringas ya?
apa karna ada pawang Jinan?

btw mbull emang cantik kok hu...
jadi pengen..............

ketemu maksudnya
 
Kirain spc ultah bakal ada ehehehe nya.. tapi tetep mantap hu.. next eps kayanya bakal yahud nih hehehe
 
Okta: Belum, belum aja *evillaugh*
Abin: Ah shit, here we go again


Happy Birthday Cindy, harus senbatsu yaa !
 
Terakhir diubah:
akankah dimas mati macam bima di cerita KKNgenthu di desa penari???patut ditunggu :v
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd