NUZULA22
Semprot Lover
- Daftar
- 10 Dec 2020
- Post
- 284
- Like diterima
- 1.284
ADU DOMBA
Pertengahan tahun 1940 an. Tahun dimana Belanda masih menjajah Bumi Pertiwi dengan kekejamannya. Hampir segala tempat dikuasai oleh Kolonial Belanda, tak terkecuali daerah tempat tinggal Usman.
Usman adalah pemuda berusia 19 tahun yang sehari-harinya bekerja sebagai penggembala domba milik keluarganya yang tinggal di Desa Ini, Kecamatan Bungul, Kabupaten Comal.
Pagi itu, seperti biasanya Usman hendak berangkat untuk menggembalakan dombanya ke pinggir desa yang merupakan padang rumput di tepi sungai.
Awalnya tak ada yang mencurigakan, semua terlihat biasa saja. Ketika dia sampai ke padang rumput, dia kemudian duduk santai di atas batu yang mengarah ke jembatan yang mengarah ke desa sebelah
Tak lama kemudian, terlihat ada belasan truk tentara yang melintas di jembatan dan bergerak mengarah ke desanya. Usman sudah cemas. Karena selama dia hidup, desanya tak pernah kena imbas penjajahan yang dilakukan oleh kompeni. Sudah dipastikan ini merupakan tanda akan terjadi sesuatu yang buruk. Usman langsung bergegas menuju ke rumahnya tanpa memperdulikan nasib domba miliknya.
Di depan pintu masuk desa, Usman melihat salah satu truk berhenti di depan rumah kepala desa bernama Ki Harjo diikuti berhentinya semua truk tentara di belakangnya. Dua orang turun dari kepala truk, satu orang pribumi yang bertopi dan satu orang tentara Belanda. Muka si pribumi tak terlihat jelas oleh Usman. Mereka menemui Ki Harjo yang ternyata seperti sudah menunggu kedatangan Tentara Belanda tersebut. Kebetulan rumah Ki Harjo berada di pintu masuk ke desa.
"Bagaimana Ki Harjo, apakah pesan yang kami kirimkan sudah anda terima?" Tanya orang pribumi yang berpihak ke Belanda. Ucapannya terdengar oleh Usman karena dia berjongkok dan bersembunyi dibalik semak belukar samping rumah Ki Harjo.
"Sudah. Silahkan saja ambil apa yang ingin kalian ambil, asalkan apa yang anda janjikan sudah disiapkan." Jawab Ki Harjo dengan sumringah.
"Tenang Ki Harjo. Kami sudah menyiapkan 3000 gulden untuk Ki Harjo. Ayo ikut kami ke dalam truk itu." Ucap si pengkhianat bangsa dan menunjuk ke arah truk yang tadi ia tumpangi.
Ki Harjo pun menurut dan berjalan di depan dua orang lawan bicaranya dengan muka yang tampak sumringah. Belum lima langkah dia berjalan, Tentara Belanda yang tadi turun mengambil senjata api yang ada di pinggangnya, dan..
DORR.
Ki Harjo tergeletak setelah kepalanya ditembak dari belakang oleh Tentara Belanda tadi.
"Menyusahkan saja, ayo kembali ke truk dan berangkat." Ucap pengkhianat bangsa dengan santainya.
Mereka berdua pun naik kembali ke dalam truk dan kembali menjalankan truk masuk ke dalam desa diikuti oleh belasan truk di belakangnya.
Usman pun bergegas menuju ke rumahnya dengan tujuan memberitahukan keluarganya agar segera melarikan diri.
Apesnya, di tengah perjalanan dia tersangkut tali perangkap yang seharusnya diperuntukkan untuk hewan buruan.
'Duh, malah kena perangkap lagi.' Keluhnya dalam hati.
Cukup lama dirinya mencoba melepaskan tali perangkap. Sampai akhirnya,
'Nah, sudah selesai. Semoga saja masih sempat.' Harapnya cemas.
Belum sempat sampai ke rumahnya, dia mendengar rentetan tembakan dari arah rumah-rumah warga.
"TOLONG!!"
DOR, DOR, DOR.
"LEPASKAN SAYA, LEPASKAN!!"
DOR, DOR, DOR.
"LARI BU, LARI!!"
DOR, DOR, DOR.
Setiap teriakan diikuti juga dengan suara tembakan beruntun. Hati Usman gelisah, dia mengkhawatirkan keadaan keluarganya. Dengan hati-hati dia mencoba melihat apa yang terjadi disana.
Niat Usman untuk melihat apa yang terjadi mungkin adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dia melihat warga desa dibunuh dengan cara keji. Para pria dibunuh dengan cara ditembak atau dibakar. Dia juga melihat bapaknya, Pak Harun, diinjak dan diacungi pistol oleh Tentara Belanda.
"Bangsat kalian, dasar kompeni bajingan."
Maki Pak Harun dengan menggebu-gebu.
"Vaarwel ouders." (Selamat tinggal orang tua.) Ucap si tentara. Dan,
DORR,
Pak Harun seketika menemui ajalnya dengan cara yang kasar. Terlihat darah menggenang di sekitar kepala miliknya yang bocor ditembak peluru.
'Selamat jalan, Pak. Maaf kalau Usman punya salah.' Ucap Usman dalam hati. Melihat orang tua sendiri dibunuh dengan keji bukan keinginan siapapun, termasuk Usman. Namun, dirinya hanya bisa berdo'a supaya Bapaknya ditempatkan di tempat terbaik disisiNya.
Usman pun hanya bisa menangis di dalam hati, dirinya merasa belum bisa melakukan perlawanan untuk saat ini. Sekarang, dirinya berjalan menuju ke rumahnya.
Di tengah perjalanan, Usman justru melihat hal yang tak dia inginkan. Dirinya melihat seorang wanita yang dia sukai diperkosa dengan cara kejam di depan matanya. Wanita itu bernama Minah yang berusia sama dengannya.
"Ahhh, jangan, tolong. Ahh, ahh."
Minah diperkosa dengan posisi menungging. Dia disodok oleh orang Indonesia yang ternyata tadi berbicara dengan Ki Harjo. Muka sang pengkhianat masih belum jelas terlihat oleh Usman
"Enak kan cantik? Jangan bohong loh." Ucap orang itu sambil menjambak rambut Minah dengan keras sampai Minah terlihat seperti ditunggangi.
"Ahh, umhh." Mulut Minah disumpal dengan kontol panjang milik Tentara Belanda.
Tak berselang lama, Si pengkhianat posisinya digantikan oleh Kompeni lainnya yang rasa-rasanya juga ingin mencicipi tubuh Minah.
"Mooi meisje." (Perempuan yang cantik.) Ucap Kompeni dengan penuh nafsu dan menurunkan celananya. Dan,
BLESSHH
Sebenarnya Usman tak mendengar suara bunyi pertemuan antara memek Minah dan kontol milik Kompeni tadi. Tapi, karena dia melihat dengan jelas apa yang terjadi tadi. Suara pertemuan memek dan kontol tadi seakan menjadi suara yang keras, nyaring, dan berdenging buat Usman. Suara yang seakan menghujam jantungnya dengan perlahan.
"Ahhhhh, ahh, ummm sakittt." Suara Minah terdengar pilu, tanda bahwa dirinya begitu tersiksa dengan perkosaan ini.
PLOK, PLOK, PLOK.
Dengan posisi menungging, Tentara Belanda tersebut dengan mudah menghujami memek Minah.
"Ahh, ahh."
"Deze teef is heerlijk." (Enak sekali jalang ini)
"Ahh, ahh. Sakitt."
"Is mijn lul goed?." (Apakah penis saya enak?)
"Ahh, ahh."
Tak lama kemudian, si tentara tadi orgasme dan menghujani lubang memek Minah dengan semburan mani miliknya.
Minah pun tiba-tiba jatuh pingsan setelah diperkosa secara brutal. Usman yang melihat itu hanya bisa diam membisu, dia tak tau apa yang harus dirinya lakukan.
-
Tak hanya Minah yang mengalami adegan menyakitkan tersebut. Ternyata ada puluhan wanita muda lainnya yang mengalami hal serupa. Termasuk kakak perempuannya yang bernama Narti diperkosa oleh Tentara Belanda di tempat berbeda.
"ZItten!!" (Duduk!!) Ucap seorang pribumi yang membelot ke penjajah.
"Ahh, apa yang akan kalian lakukan?" Tanya Narti dengan perasaan was-was dan takut.
"Ze is zo mooi." (Cantik sekali dia.) Ucap seorang Tentara Belanda kepada temannya.
"Ja, ook sexy." (Benar, seksi juga.) Timpal temannya.
"Wij verkrachten?" (Kita perkosa?)
"Kom op." (Ayo.)
Tiba-tiba saja, kedua Tentara Belanda tadi langsung merobek baju yang dipakai oleh Narti.
"Ahh, apa yang kalian lakukan, dasar bajingan!" Maki Narto yang mencoba memberontak.
"Zwijg jij teef!" (Diam kau jalang!) Bentak salah satu diantara mereka.
SREETT
Baju yang dipakai Narti pun robek semuanya, hanya menyisakan kutangnya saja.
"Je borsten zijn ook groot." (Payudaramu besar juga.) Ucap yang lainnya sambil meremas payudara milik Narti. Sedangkan satunya lagi sedang melucuti pakaian miliknya dan melempar pakain miliknya ke segala arah.
"Ahh, jangan perkosa saya." Ucap Narti memelas.
Tanpa babibu, tentara tadi yang sudah telanjang langsung menyosor bibir milik Narti dengan kasar dan mendorongnya sampai tertidur di tanah. Sedangkan tentara satunya sedang melucuti rok batik milik perempuan malang tadi.
"Je hebt altijd van het anale gaatje gehouden." (Kau selalu menyukai lubang anus.) Ucap tentara yang bugil.
"Het anale kanaal is beter dan de vaginale opening." (Lubang anus lebih enak daripada lubang memek.) Jawab temannya.
"Zo ben je altijd, bro." (Kau selalu begitu, bro.)
"Hahaha." Dan mereka tertawa bersama.
Narti yang tak tau apa yang dibicarakan oleh mereka hanya bisa diam dan menunggu apa yang akan mereka lakukan kepada dirinya. Sekarang, yang ada dipikirannya hanya ingin nyawanya selamat.
Setelah kedua Tentara Belanda tertawa, mereka pun mencoba memasukkan kontol mereka masih-masing masuk ke lubang memek dan lubang anus milik Narti.
"Ahhhhh." Terdengar Narti menjerit dengan keras. Terlihat sekali dia kesakitan.
"Ahh, ahh, uhh." Narti kembali mendesah setelah kedua tentara tadi sudah mulai memaju mundurkan kontol mereka ke dalam kedua lubangnya.
"Ik wil uitgaan." (Aku mau keluar.) Ucap salah satu diantara kedua tentara setelah cukup lama berada di posisi threesom tersebut.
"Ahh, ahh."
"Ik ook." (Aku juga.) Ucap yang lainnya.
"Laten we haar gaatje nat maken." (Ayo kita basahi lubang dia.) Timpal tentara sebelumnya. Dan,
CROTT, CROTT
Kontol mereka berdua memuncratkan mani mereka masing-masing ke kedua lubang yang dimiliki Narti.
"Ahh." Desah lega Narti karena dia juga mengalami orgasme. Setelah itu Narti Pun jatuh pingsan di tanah.
"Laten we hem nemen. we maken seksslavinnen." (Kita bawa aja dia. Kita jadikan budak seks.) Ucap salah satu tentara tadi sambil memakai pakaian miliknya.
"Ja, het is goed voor de lustbevrediging." (Ayo, lumayan untuk pemuas nafsu.) Sahut yang lainnya sambil mengambil senjata miliknya.
Mereka pun menggotong tubuh Narti yang tanpa busana tersebut menuju ke salah satu truk.
-
Ketika para wanita muda diperkosa oleh para kompeni. Berbeda dengan apa yang dialami oleh para wanita yang sudah tua. Mereka akan langsung menemui ajal mereka, seperti yang dialami oleh Ibu Harti, Ibu dari Usman.
BRUUK.
Ibu Harti didorong oleh salah satu Tentara Belanda sampai terduduk di tanah.
"Aduhh. Pakk, ampuni saya pak. Saya tidak tau apa-apa." Ucap Ibu Harti memelas.
"Ahh, banyak ngomong kamu itu." Ucap seorang tentara yang ternyata juga rakyat pribumi. Dia mengarahkan pistol pendek miliknya ke kepala belakang Ibu Harti.
"USMAANN, TOLONG IBU, NAKK." Teriak Ibu Harti. Dan,
DORR
Sekali tembakan pistol membuat kepala Ibu Harti bolong seketika dan ambruk jatuh ke tanah.
Usman yang tadinya tengah menyaksikan pemerkosaan Sunarti tiba-tiba mendengar teriakan memanggil namanya.
'Mirip suara Ibu.' Ucapnya dalam hatinya.
Usman seketika berlari ke arah teriakan yang memanggil namanya tadi.
Usman akhirnya melihat siapakah yang memanggilnya tadi. Ketika dia melihatnya, seketika hatinya kembali hancur. Dia melihat jasad Ibunya yang mengenaskan. Terlebih lagi tempurung kepalanya bolong mengeluarkan darah.
Dia langsung berlari ke arah Ibunya dengan perasaan campur aduk. Tetapi dia dihentikan langsung oleh Tentara Belanda.
"Wat wil je!" (Kau mau apa!) Bentak Tentara Belanda.
"Minggir, bangsat. Dia ibuku!" Bentak balik Usman yang emosi. Dia pun berlari ke arah sang Ibu dengan tangis yang sudah pecah.
"Ibuu, hiks, hiks." Tangis Usman semakin pecah ketika dia menggendong jasad ibunya yang sudah tak bernyawa.
"Maafin aku, Bu. Belum bisa melindungi kalian semua, hiks. Bapak sudah meninggal. Mbak Narti entah dimana. Sekarang, Ibu juga nyusul Bapak, hiks." Ucap Usman dengan tangis yang semakin kencang. Sedangkan para Tentara Belanda yang berada di sekelilingnya hanya melihat dan tak melakukan apapun.
Tak berselang lama, Usman perlahan-lahan menurunkan jasad sang Ibu. Setelah itu dia berdiri dan menghadap ke belakang. Tampak ada belasan tentara, baik Tentara Belanda asli maupun Tentara Pribumi yang membelot.
"Dasar bajingan keparat! Kalian sudah membunuh keluargaku. Darah dibalas darah, Nyawa dibalas nyawa. Bangsat!" Ucap Usman dengan emosi dan diakhiri berlari ke arah para tentara dengan cepat.
BUGHH, BUGHH.
Usman memang memiliki latar belakang silat yang diajari oleh bapaknya dulu. Dia pun menggunakan teknik silat tersebut untuk menyerang musuh yang sekarang berada di depannya.
Para tentara yang menjadi lawan Usman tak bisa mengeluarkan tembakan, karena mereka takut tembakan tersebut justru mengenai rekan sendiri.
Perkelahian tak sebanding pun tak terhindarkan. Usman melawan belasan orang bukan hal yang adil. Namun, terlihat justru Usman berada di atas angin dengan ilmu silatnya.
Satu orang tumbang.
Dua orang tumbang.
Tiga orang tumbang.
Sekarang, Usman berhasil menumbangkan tiga tentara. Namun, secara tak diduga dari arah belakangnya ada sebuah tendangan yang menyebabkan dia terjerembab ke depan.
"Ternyata ada juga yang ahli silat disini." Ucap seseorang yang berhasil membuat Usman jatuh. Usman pun melihat kebelakang dan melihat siapa orangnya.
"Pakde Sabiq?!!!" Ucap Usman kaget bukan kepalang.
Bukan tanpa alasan kenapa Usman bisa kaget, karena Sabiq adalah kakak dari Bapaknya Usman, Pak Harun. Sabiq juga mempunyai ilmu silat yang sebanding dengan bapaknya. Sabiq juga adalah ketua dari Tentara Belanda yang menyerang ke desa tempat tinggal Usman.
"Apa kabar Usman? Bagaimana kabar Bapakmu? Oh iya, lupa kalau bapakmu sudah aku tumbangkan, hahaha." Ucap Sabiq yang mencoba memprovokasi emosi Usman.
"Jadi, Pakde yang berhasil membunuh Bapak?" Tanya Usman yang perlahan berdiri.
"Menurutmu?" Tanya Sabiq yang justru balik bertanya.
"Kalau memang begitu ceritanya. Sekarang aku sudah tak segan akan membunuhmu, Pakde." Ucap Usman dengan emosi.
"Hahaha. Kamu masih bocah bau kencur, Man. Mana mungkin bisa membunuhku." Sahut Sabiq.
Tiba-tiba, Usman langsung berlari dan mencoba menghajar Sabiq dengan tangan kanannya. Namun, Sabiq yang sudah berpengalaman dengan mudah menangkis pukulan Usman dengan tenang.
Sekarang, Sabiq melancarkan serangan mencoba memukul perut Usman. Namun Usman berhasil mundur menjauh.
"Kalian semua, jangan ada yang ikut campur pekelahianku dengan keponakanku sendiri." Perintah Sabiq kepada para tentara.
Tak berselang lama, keduanya pun kembali saling serang, saling pukul, dan saling tinju untuk menumbangkan lawan mereka masing-masing.
Ternyata, Sabiq tak butuh waktu lama untuk menumbangkan Usman. Pengalaman yang dimilikinya dalam perkelahian menjadi penentu kemenangan.
Usman sendiri menderita luka yang cukup serius. Tangan kanannya patah, hidungnya patah, dan mata kanannya bengkak dan membiru. Dirinya sekarang didudukkan di sebuah pohon oleh Sabiq
"Bagaimana, Man. Kamu itu bukan tandinganku." Ucap Sabiq
"Diam kau, dasar bajingan. Cuihh." Ucap Usman diakhiri meludah yang mengenai muka Sabiq.
BUGHH.
"Maaf, Man. Tak sengaja tadi aku memukulmu, hehe." Ucap Sabiq setelah memukul Usman yang meludah ke mukanya. Mulut Usman kembali berdarah setelah dipukul oleh Pakdenya.
Sabiq pun kemudian berdiri dan melihat sekeliling. Terlihat ratusan mayat berserakan. Mungkin, kekejaman ini akan berakhir sebentar lagi.
"Oh ya, Man. Untuk kali ini aku akan mengampunimu. Namun, jika nanti kamu kembali berurusan lagi denganku. Aku sudah tak segan lagi untuk menyiksa dan membunuh mu." Ucap Sabiq dengan muka serius.
Usman hanya bisa terdiam. Dia cukup kaget dengan perubahan Pakdenya. Yang dia tau Pakdenya orang suka bercanda dan santai, bukan orang yang serius seperti sekarang ini. Pakdenya yang sekarang terlihat seperti pembunuh berdarah dingin yang siap membunuhnya kapan saja.
Sabiq langsung berdiri dan menyuruh para tentara untuk kembali ke markas dan menghentikan penyiksaan kepada para warga desa yang masih hidup.
"Oh iya, Man. Kakakmu sama kekasihmu aku tawan dulu ya. Aku pengen mencicipi mereka lebih lama, hahaha." Ucap Sabiq dengan santai dan berjalan menjauh.
Sabiq tau kalau Minah adalah kekasih Usman karena dulu dia pernah diberitahu oleh Usman sendiri yang curhat tentang perasaanya kepada Minah.
Usman hanya diam dan melihat Pakdenya menjauh. Dalam hatinya dia berjanji. Mulai sekarang, dia akan ikut melawan Belanda dan membalaskan dendam keluarganya kepada Pakdenya.
Dia berjanji.
Pertengahan tahun 1940 an. Tahun dimana Belanda masih menjajah Bumi Pertiwi dengan kekejamannya. Hampir segala tempat dikuasai oleh Kolonial Belanda, tak terkecuali daerah tempat tinggal Usman.
Usman adalah pemuda berusia 19 tahun yang sehari-harinya bekerja sebagai penggembala domba milik keluarganya yang tinggal di Desa Ini, Kecamatan Bungul, Kabupaten Comal.
Pagi itu, seperti biasanya Usman hendak berangkat untuk menggembalakan dombanya ke pinggir desa yang merupakan padang rumput di tepi sungai.
Awalnya tak ada yang mencurigakan, semua terlihat biasa saja. Ketika dia sampai ke padang rumput, dia kemudian duduk santai di atas batu yang mengarah ke jembatan yang mengarah ke desa sebelah
Tak lama kemudian, terlihat ada belasan truk tentara yang melintas di jembatan dan bergerak mengarah ke desanya. Usman sudah cemas. Karena selama dia hidup, desanya tak pernah kena imbas penjajahan yang dilakukan oleh kompeni. Sudah dipastikan ini merupakan tanda akan terjadi sesuatu yang buruk. Usman langsung bergegas menuju ke rumahnya tanpa memperdulikan nasib domba miliknya.
Di depan pintu masuk desa, Usman melihat salah satu truk berhenti di depan rumah kepala desa bernama Ki Harjo diikuti berhentinya semua truk tentara di belakangnya. Dua orang turun dari kepala truk, satu orang pribumi yang bertopi dan satu orang tentara Belanda. Muka si pribumi tak terlihat jelas oleh Usman. Mereka menemui Ki Harjo yang ternyata seperti sudah menunggu kedatangan Tentara Belanda tersebut. Kebetulan rumah Ki Harjo berada di pintu masuk ke desa.
"Bagaimana Ki Harjo, apakah pesan yang kami kirimkan sudah anda terima?" Tanya orang pribumi yang berpihak ke Belanda. Ucapannya terdengar oleh Usman karena dia berjongkok dan bersembunyi dibalik semak belukar samping rumah Ki Harjo.
"Sudah. Silahkan saja ambil apa yang ingin kalian ambil, asalkan apa yang anda janjikan sudah disiapkan." Jawab Ki Harjo dengan sumringah.
"Tenang Ki Harjo. Kami sudah menyiapkan 3000 gulden untuk Ki Harjo. Ayo ikut kami ke dalam truk itu." Ucap si pengkhianat bangsa dan menunjuk ke arah truk yang tadi ia tumpangi.
Ki Harjo pun menurut dan berjalan di depan dua orang lawan bicaranya dengan muka yang tampak sumringah. Belum lima langkah dia berjalan, Tentara Belanda yang tadi turun mengambil senjata api yang ada di pinggangnya, dan..
DORR.
Ki Harjo tergeletak setelah kepalanya ditembak dari belakang oleh Tentara Belanda tadi.
"Menyusahkan saja, ayo kembali ke truk dan berangkat." Ucap pengkhianat bangsa dengan santainya.
Mereka berdua pun naik kembali ke dalam truk dan kembali menjalankan truk masuk ke dalam desa diikuti oleh belasan truk di belakangnya.
Usman pun bergegas menuju ke rumahnya dengan tujuan memberitahukan keluarganya agar segera melarikan diri.
Apesnya, di tengah perjalanan dia tersangkut tali perangkap yang seharusnya diperuntukkan untuk hewan buruan.
'Duh, malah kena perangkap lagi.' Keluhnya dalam hati.
Cukup lama dirinya mencoba melepaskan tali perangkap. Sampai akhirnya,
'Nah, sudah selesai. Semoga saja masih sempat.' Harapnya cemas.
Belum sempat sampai ke rumahnya, dia mendengar rentetan tembakan dari arah rumah-rumah warga.
"TOLONG!!"
DOR, DOR, DOR.
"LEPASKAN SAYA, LEPASKAN!!"
DOR, DOR, DOR.
"LARI BU, LARI!!"
DOR, DOR, DOR.
Setiap teriakan diikuti juga dengan suara tembakan beruntun. Hati Usman gelisah, dia mengkhawatirkan keadaan keluarganya. Dengan hati-hati dia mencoba melihat apa yang terjadi disana.
Niat Usman untuk melihat apa yang terjadi mungkin adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dia melihat warga desa dibunuh dengan cara keji. Para pria dibunuh dengan cara ditembak atau dibakar. Dia juga melihat bapaknya, Pak Harun, diinjak dan diacungi pistol oleh Tentara Belanda.
"Bangsat kalian, dasar kompeni bajingan."
Maki Pak Harun dengan menggebu-gebu.
"Vaarwel ouders." (Selamat tinggal orang tua.) Ucap si tentara. Dan,
DORR,
Pak Harun seketika menemui ajalnya dengan cara yang kasar. Terlihat darah menggenang di sekitar kepala miliknya yang bocor ditembak peluru.
'Selamat jalan, Pak. Maaf kalau Usman punya salah.' Ucap Usman dalam hati. Melihat orang tua sendiri dibunuh dengan keji bukan keinginan siapapun, termasuk Usman. Namun, dirinya hanya bisa berdo'a supaya Bapaknya ditempatkan di tempat terbaik disisiNya.
Usman pun hanya bisa menangis di dalam hati, dirinya merasa belum bisa melakukan perlawanan untuk saat ini. Sekarang, dirinya berjalan menuju ke rumahnya.
Di tengah perjalanan, Usman justru melihat hal yang tak dia inginkan. Dirinya melihat seorang wanita yang dia sukai diperkosa dengan cara kejam di depan matanya. Wanita itu bernama Minah yang berusia sama dengannya.
"Ahhh, jangan, tolong. Ahh, ahh."
Minah diperkosa dengan posisi menungging. Dia disodok oleh orang Indonesia yang ternyata tadi berbicara dengan Ki Harjo. Muka sang pengkhianat masih belum jelas terlihat oleh Usman
"Enak kan cantik? Jangan bohong loh." Ucap orang itu sambil menjambak rambut Minah dengan keras sampai Minah terlihat seperti ditunggangi.
"Ahh, umhh." Mulut Minah disumpal dengan kontol panjang milik Tentara Belanda.
Tak berselang lama, Si pengkhianat posisinya digantikan oleh Kompeni lainnya yang rasa-rasanya juga ingin mencicipi tubuh Minah.
"Mooi meisje." (Perempuan yang cantik.) Ucap Kompeni dengan penuh nafsu dan menurunkan celananya. Dan,
BLESSHH
Sebenarnya Usman tak mendengar suara bunyi pertemuan antara memek Minah dan kontol milik Kompeni tadi. Tapi, karena dia melihat dengan jelas apa yang terjadi tadi. Suara pertemuan memek dan kontol tadi seakan menjadi suara yang keras, nyaring, dan berdenging buat Usman. Suara yang seakan menghujam jantungnya dengan perlahan.
"Ahhhhh, ahh, ummm sakittt." Suara Minah terdengar pilu, tanda bahwa dirinya begitu tersiksa dengan perkosaan ini.
PLOK, PLOK, PLOK.
Dengan posisi menungging, Tentara Belanda tersebut dengan mudah menghujami memek Minah.
"Ahh, ahh."
"Deze teef is heerlijk." (Enak sekali jalang ini)
"Ahh, ahh. Sakitt."
"Is mijn lul goed?." (Apakah penis saya enak?)
"Ahh, ahh."
Tak lama kemudian, si tentara tadi orgasme dan menghujani lubang memek Minah dengan semburan mani miliknya.
Minah pun tiba-tiba jatuh pingsan setelah diperkosa secara brutal. Usman yang melihat itu hanya bisa diam membisu, dia tak tau apa yang harus dirinya lakukan.
-
Tak hanya Minah yang mengalami adegan menyakitkan tersebut. Ternyata ada puluhan wanita muda lainnya yang mengalami hal serupa. Termasuk kakak perempuannya yang bernama Narti diperkosa oleh Tentara Belanda di tempat berbeda.
"ZItten!!" (Duduk!!) Ucap seorang pribumi yang membelot ke penjajah.
"Ahh, apa yang akan kalian lakukan?" Tanya Narti dengan perasaan was-was dan takut.
"Ze is zo mooi." (Cantik sekali dia.) Ucap seorang Tentara Belanda kepada temannya.
"Ja, ook sexy." (Benar, seksi juga.) Timpal temannya.
"Wij verkrachten?" (Kita perkosa?)
"Kom op." (Ayo.)
Tiba-tiba saja, kedua Tentara Belanda tadi langsung merobek baju yang dipakai oleh Narti.
"Ahh, apa yang kalian lakukan, dasar bajingan!" Maki Narto yang mencoba memberontak.
"Zwijg jij teef!" (Diam kau jalang!) Bentak salah satu diantara mereka.
SREETT
Baju yang dipakai Narti pun robek semuanya, hanya menyisakan kutangnya saja.
"Je borsten zijn ook groot." (Payudaramu besar juga.) Ucap yang lainnya sambil meremas payudara milik Narti. Sedangkan satunya lagi sedang melucuti pakaian miliknya dan melempar pakain miliknya ke segala arah.
"Ahh, jangan perkosa saya." Ucap Narti memelas.
Tanpa babibu, tentara tadi yang sudah telanjang langsung menyosor bibir milik Narti dengan kasar dan mendorongnya sampai tertidur di tanah. Sedangkan tentara satunya sedang melucuti rok batik milik perempuan malang tadi.
"Je hebt altijd van het anale gaatje gehouden." (Kau selalu menyukai lubang anus.) Ucap tentara yang bugil.
"Het anale kanaal is beter dan de vaginale opening." (Lubang anus lebih enak daripada lubang memek.) Jawab temannya.
"Zo ben je altijd, bro." (Kau selalu begitu, bro.)
"Hahaha." Dan mereka tertawa bersama.
Narti yang tak tau apa yang dibicarakan oleh mereka hanya bisa diam dan menunggu apa yang akan mereka lakukan kepada dirinya. Sekarang, yang ada dipikirannya hanya ingin nyawanya selamat.
Setelah kedua Tentara Belanda tertawa, mereka pun mencoba memasukkan kontol mereka masih-masing masuk ke lubang memek dan lubang anus milik Narti.
"Ahhhhh." Terdengar Narti menjerit dengan keras. Terlihat sekali dia kesakitan.
"Ahh, ahh, uhh." Narti kembali mendesah setelah kedua tentara tadi sudah mulai memaju mundurkan kontol mereka ke dalam kedua lubangnya.
"Ik wil uitgaan." (Aku mau keluar.) Ucap salah satu diantara kedua tentara setelah cukup lama berada di posisi threesom tersebut.
"Ahh, ahh."
"Ik ook." (Aku juga.) Ucap yang lainnya.
"Laten we haar gaatje nat maken." (Ayo kita basahi lubang dia.) Timpal tentara sebelumnya. Dan,
CROTT, CROTT
Kontol mereka berdua memuncratkan mani mereka masing-masing ke kedua lubang yang dimiliki Narti.
"Ahh." Desah lega Narti karena dia juga mengalami orgasme. Setelah itu Narti Pun jatuh pingsan di tanah.
"Laten we hem nemen. we maken seksslavinnen." (Kita bawa aja dia. Kita jadikan budak seks.) Ucap salah satu tentara tadi sambil memakai pakaian miliknya.
"Ja, het is goed voor de lustbevrediging." (Ayo, lumayan untuk pemuas nafsu.) Sahut yang lainnya sambil mengambil senjata miliknya.
Mereka pun menggotong tubuh Narti yang tanpa busana tersebut menuju ke salah satu truk.
-
Ketika para wanita muda diperkosa oleh para kompeni. Berbeda dengan apa yang dialami oleh para wanita yang sudah tua. Mereka akan langsung menemui ajal mereka, seperti yang dialami oleh Ibu Harti, Ibu dari Usman.
BRUUK.
Ibu Harti didorong oleh salah satu Tentara Belanda sampai terduduk di tanah.
"Aduhh. Pakk, ampuni saya pak. Saya tidak tau apa-apa." Ucap Ibu Harti memelas.
"Ahh, banyak ngomong kamu itu." Ucap seorang tentara yang ternyata juga rakyat pribumi. Dia mengarahkan pistol pendek miliknya ke kepala belakang Ibu Harti.
"USMAANN, TOLONG IBU, NAKK." Teriak Ibu Harti. Dan,
DORR
Sekali tembakan pistol membuat kepala Ibu Harti bolong seketika dan ambruk jatuh ke tanah.
Usman yang tadinya tengah menyaksikan pemerkosaan Sunarti tiba-tiba mendengar teriakan memanggil namanya.
'Mirip suara Ibu.' Ucapnya dalam hatinya.
Usman seketika berlari ke arah teriakan yang memanggil namanya tadi.
Usman akhirnya melihat siapakah yang memanggilnya tadi. Ketika dia melihatnya, seketika hatinya kembali hancur. Dia melihat jasad Ibunya yang mengenaskan. Terlebih lagi tempurung kepalanya bolong mengeluarkan darah.
Dia langsung berlari ke arah Ibunya dengan perasaan campur aduk. Tetapi dia dihentikan langsung oleh Tentara Belanda.
"Wat wil je!" (Kau mau apa!) Bentak Tentara Belanda.
"Minggir, bangsat. Dia ibuku!" Bentak balik Usman yang emosi. Dia pun berlari ke arah sang Ibu dengan tangis yang sudah pecah.
"Ibuu, hiks, hiks." Tangis Usman semakin pecah ketika dia menggendong jasad ibunya yang sudah tak bernyawa.
"Maafin aku, Bu. Belum bisa melindungi kalian semua, hiks. Bapak sudah meninggal. Mbak Narti entah dimana. Sekarang, Ibu juga nyusul Bapak, hiks." Ucap Usman dengan tangis yang semakin kencang. Sedangkan para Tentara Belanda yang berada di sekelilingnya hanya melihat dan tak melakukan apapun.
Tak berselang lama, Usman perlahan-lahan menurunkan jasad sang Ibu. Setelah itu dia berdiri dan menghadap ke belakang. Tampak ada belasan tentara, baik Tentara Belanda asli maupun Tentara Pribumi yang membelot.
"Dasar bajingan keparat! Kalian sudah membunuh keluargaku. Darah dibalas darah, Nyawa dibalas nyawa. Bangsat!" Ucap Usman dengan emosi dan diakhiri berlari ke arah para tentara dengan cepat.
BUGHH, BUGHH.
Usman memang memiliki latar belakang silat yang diajari oleh bapaknya dulu. Dia pun menggunakan teknik silat tersebut untuk menyerang musuh yang sekarang berada di depannya.
Para tentara yang menjadi lawan Usman tak bisa mengeluarkan tembakan, karena mereka takut tembakan tersebut justru mengenai rekan sendiri.
Perkelahian tak sebanding pun tak terhindarkan. Usman melawan belasan orang bukan hal yang adil. Namun, terlihat justru Usman berada di atas angin dengan ilmu silatnya.
Satu orang tumbang.
Dua orang tumbang.
Tiga orang tumbang.
Sekarang, Usman berhasil menumbangkan tiga tentara. Namun, secara tak diduga dari arah belakangnya ada sebuah tendangan yang menyebabkan dia terjerembab ke depan.
"Ternyata ada juga yang ahli silat disini." Ucap seseorang yang berhasil membuat Usman jatuh. Usman pun melihat kebelakang dan melihat siapa orangnya.
"Pakde Sabiq?!!!" Ucap Usman kaget bukan kepalang.
Bukan tanpa alasan kenapa Usman bisa kaget, karena Sabiq adalah kakak dari Bapaknya Usman, Pak Harun. Sabiq juga mempunyai ilmu silat yang sebanding dengan bapaknya. Sabiq juga adalah ketua dari Tentara Belanda yang menyerang ke desa tempat tinggal Usman.
"Apa kabar Usman? Bagaimana kabar Bapakmu? Oh iya, lupa kalau bapakmu sudah aku tumbangkan, hahaha." Ucap Sabiq yang mencoba memprovokasi emosi Usman.
"Jadi, Pakde yang berhasil membunuh Bapak?" Tanya Usman yang perlahan berdiri.
"Menurutmu?" Tanya Sabiq yang justru balik bertanya.
"Kalau memang begitu ceritanya. Sekarang aku sudah tak segan akan membunuhmu, Pakde." Ucap Usman dengan emosi.
"Hahaha. Kamu masih bocah bau kencur, Man. Mana mungkin bisa membunuhku." Sahut Sabiq.
Tiba-tiba, Usman langsung berlari dan mencoba menghajar Sabiq dengan tangan kanannya. Namun, Sabiq yang sudah berpengalaman dengan mudah menangkis pukulan Usman dengan tenang.
Sekarang, Sabiq melancarkan serangan mencoba memukul perut Usman. Namun Usman berhasil mundur menjauh.
"Kalian semua, jangan ada yang ikut campur pekelahianku dengan keponakanku sendiri." Perintah Sabiq kepada para tentara.
Tak berselang lama, keduanya pun kembali saling serang, saling pukul, dan saling tinju untuk menumbangkan lawan mereka masing-masing.
Ternyata, Sabiq tak butuh waktu lama untuk menumbangkan Usman. Pengalaman yang dimilikinya dalam perkelahian menjadi penentu kemenangan.
Usman sendiri menderita luka yang cukup serius. Tangan kanannya patah, hidungnya patah, dan mata kanannya bengkak dan membiru. Dirinya sekarang didudukkan di sebuah pohon oleh Sabiq
"Bagaimana, Man. Kamu itu bukan tandinganku." Ucap Sabiq
"Diam kau, dasar bajingan. Cuihh." Ucap Usman diakhiri meludah yang mengenai muka Sabiq.
BUGHH.
"Maaf, Man. Tak sengaja tadi aku memukulmu, hehe." Ucap Sabiq setelah memukul Usman yang meludah ke mukanya. Mulut Usman kembali berdarah setelah dipukul oleh Pakdenya.
Sabiq pun kemudian berdiri dan melihat sekeliling. Terlihat ratusan mayat berserakan. Mungkin, kekejaman ini akan berakhir sebentar lagi.
"Oh ya, Man. Untuk kali ini aku akan mengampunimu. Namun, jika nanti kamu kembali berurusan lagi denganku. Aku sudah tak segan lagi untuk menyiksa dan membunuh mu." Ucap Sabiq dengan muka serius.
Usman hanya bisa terdiam. Dia cukup kaget dengan perubahan Pakdenya. Yang dia tau Pakdenya orang suka bercanda dan santai, bukan orang yang serius seperti sekarang ini. Pakdenya yang sekarang terlihat seperti pembunuh berdarah dingin yang siap membunuhnya kapan saja.
Sabiq langsung berdiri dan menyuruh para tentara untuk kembali ke markas dan menghentikan penyiksaan kepada para warga desa yang masih hidup.
"Oh iya, Man. Kakakmu sama kekasihmu aku tawan dulu ya. Aku pengen mencicipi mereka lebih lama, hahaha." Ucap Sabiq dengan santai dan berjalan menjauh.
Sabiq tau kalau Minah adalah kekasih Usman karena dulu dia pernah diberitahu oleh Usman sendiri yang curhat tentang perasaanya kepada Minah.
Usman hanya diam dan melihat Pakdenya menjauh. Dalam hatinya dia berjanji. Mulai sekarang, dia akan ikut melawan Belanda dan membalaskan dendam keluarganya kepada Pakdenya.
Dia berjanji.