Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI KUTUK!

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
EPISODE 4

Sehabis mandi menyegarkan badan, Feri berusaha menengok Tante Lena nya kembali. Siapa tahu supirnya sudah sadarkan diri. Namun, Feri berusaha menghubungi Mama dan Papanya yang sulit ditelepon. Bahkan pesan WA nya masih ceklis satu. Ketika Feri telepon, kembali jawaban yang diterimanya bahwa telepon di luar jangkauan area. Feri meyakini mungkin sampai detik ini ponsel papa dan mamanya mati, belum dicas barangkali.

"Tan! Tante Lena!"

DOGH DOGH DOGH DOGH

"Iya Fer, sebentar!"

"Tante mau makan apa? Aku mau beli makan di depan!"

"Iya???", Lena membuka pintu lebar-lebar.

"Supirnya Tante dah kebangun?"

"Alhamdulillah udah"
"Tuh..."

"Wah iya dek, maaf tadi jadi ngerepotin ya. Hehe", Pak Wongso melempar senyum ke arah Feri. Kerah bajunya masih urakan akibat disentuh oleh tangan Lena dan Feri bergantian saat memapahnya kala pingsan.

"Gapapa Pak, santai"
"kalau boleh tahu apa yang dirasa sebelum ambruk?"

"Kurang tahu juga ya, kepala tiba-tiba berat, apa mungkin salah makan atau masuk angin atau apa..."
"Karena sebelumnya saya datang itu habis makan siang di warteg yang ujung jalan sana itu loh"

"Iya, iya, iyah..."
"Yang penting sudah siumanlah"
"Kepikiran untuk panggil ambulans padahal tadi"

"Kamu mau makan apa? Biar Tante traktir sekalian"
"Tapi jangan beli di warteg tempat supir Tante makan ya..."

"Beres, Tan"
"Aku sih kayaknya mau makan nasi goreng aja"

"Oke, nasi goreng, bapak apa?", tanya Lena menoleh ke Pak Wongso.

"Samain aja, pedesnya sedang"

"Enghh, Tante Lena juga nasi goreng gak usah pakai sambal tapi, jadinya tiga-tiganya nasi goreng ya, Fer", Tante Lena masuk ke dalam kamar, mengambil dompet yang berada di balik bantal kepala.
"Ini uangnya"
"Cukupkan?"

"Cukup banget Tan"
"Ada lagi gak yang mau dititip?"

"Ooo ya, titip resep obat ini tolong dek", sahut Pak Wongso, menguak sesuatu usai mengeluarkan dompet sekaligus sejumlah uang. "Di depan kan ada apotek, tolong tebus ya"

"Siap!"

"Obat apa Pak?", tanya Lena melirik.

"Pegel linu, jamu-jamuan"

"Mmmh...."

"Yodah, aku jalan dulu ya"

"Hati-hati Fer!"

Lena lalu menutup pintu kamarnya sedikit renggang, melanjutkan obrolan menarik dengan Pak Wongso yang baru saja berlangsung, selesai keduanya bercanda tuduh-menuduh. Lena memberitahukan ke Pak Wongso bahwa ia tadi mendengar bunyi dari satu-satunya lemari yang sekarang ada di antara mereka berdua. Diakui Lena itu pertama kali ia mendengar bunyi dari lemari yang konon kata Kakaknya adalah lemari perkakas biasa, tempat menaruh obeng, paku, palu, mur, baut dan semua yang berhubungan dengan perlengkapan bangunan. Anehnya, lemari itu terkunci. Lena juga belum pernah melihat isi dalamnya.

Pak Wongso menyangkutpautkan dengan unsur mistis. Ia mengatakan di dalam lemari patut diduga ada PUSAKA KERAMAT yang dijaga oleh JIN PENUNGGU. Maka, itu kenapa lemarinya dikunci dan terdengar keluar bunyi-bunyi yang sifatnya misterius. Bentuk pusakanya bisa berupa keris, mata tombak, logam mulia, tak bisa disebutkan satu per satu.

"Jadi malas tidur di sini lagi kalau udah diceritain yang barusan"

"Biasanya mereka gak ganggu"
"Jangan khawatir"

"Tetep aja...", Lena mendongak, berselunjur di lantai, memerhatikan Pak Wongso yang duduk bercerita sambil bersandar di atas tempat tidur.

"Musti berani, biar mereka takut sama Mba Lena"

"Kalaupun Saya berani, apa yang ditakutin mereka juga dari diri saya ini?"

"Emmm, apa ya?" Pak Wongso merenung, melongok ke arah Lena. Ia hampir ngeces, diam-diam lirik urut kancing bagian atas blus majikan perempuannya yang copot, terselip celah bra merah muda yang sedang menopang sepasang buah dada. Andai saja Lena payudaranya kecil, hal semacam itu tak akan terjadi.

"Cantiknya Mba Lena mungkin?"

"Hahaha", Lena terbahak lepas
"Bukan karena gendutnya?"

"Bisa juga, hehehe", balas Pak Wongso terkekeh"

"Mmm... kalau tidak salah, benda-benda pusaka itu perlu dicuci kan ya?"
"Apa mungkin?"

"Betul sekali, biasanya ada ritual khusus memandikan di malam Jum'at Kliwon"

"Kayaknya Pak Wongso paham banget, wah jangan-jangan..."

"Hehehe, hanya sedikit pengetahuan saja, Mba"
"Ilmu saya masih cetek"

"Kalau masalah pelet, apakah tahu juga?"

"Pelet??? Saya kurang paham mengenai pakan ikan, Mba Lena"

"Ihh bukan pelet itu, bapakk!", gerutu Lena, sembari tersenyum karena kembali dikelakari Pak Wongso.

"Haha, terus?"

"Iya, pelet yang bisa bikin perempuan yang tadinya biasa aja, bisa jadi tampak memesona, cantik..."

"Itu Susuk Mba, pasang susuk"
"Kalau pelet, seseorang yang terkena mantra agar dia terpikat dengan yang mengincarnya"

"Kan bener paham banget"

"Itu biasa aja ah, Mba Lena"
"Memang ada apa kok Mba Lena tanya-tanya hal semacam itu?"
"Mba mau pasang susuk?"

"Idih, enggak, hanya kepengen tahu aja"

Lena enggan mengutarakan kalau iya sedang mencurigai selingkuhan Jaka pasang susuk atau Jaka yang malah terkena pelet. Lena tidak bisa mengungkapkan problem rumah tangganya kepada Pak Wongso yang merupakan orang lain. Lagipula Ia tidak punya bukti apapun, sekedar rekaman video kiriman teman dekat Jaka. Sebaliknya, Lena sudah menceritakan kepada kakaknya, tetapi Gatot tanpa perlu pikir panjang sudah ambil keputusan agar lebih baik Lena bercerai saja dengan Jaka daripada berlarut-larut. Hal itu mengapa Lena sedikit kesal singgah di rumah sang kakak, keluh kesahnya sekadar disimak sebentar seakan Gatot sudah bosan mendengarkan.

Pak Wongso sendiri bukan orang baru dalam kehidupan Lena. Ia sudah bekerja lebih dari 5 tahun sebagai supir pribadi untuk Jaka dan Lena. Lambat laun Pria setengah baya itu menurut Lena menyimpan rasa padanya. Ada yang tidak wajar karena Pak Wongso tak melewatkan kesempatan seandainya Lena sedang sendiri dan butuh teman kemana-mana saat Jaka sedang sibuk. Mau saja Lena berterus terang dengan Pak Wongso, mengisahkan ihwal masalah rumah tangga yang pelik, tetapi laki-laki ini sepertinya punya hasrat lain. Lena sadar. Pak Wongso menyukainya.

"Kalau susuk yang bisa buat Lena tidak terlihat gendut apa ada?"

"Ada, tapi jadinya kelihatannya kayak Wewe Gombel"

"Ishh, bukan itu!"

"Hahaha"
"Bercanda Mba, lagian Wewe Gombel itu susunya gantung"
"Kalau Mba kan kenceng"

"Kayak pernah lihat susunya Wewe Gombel aja", Lena terkejut dalam hati.

"Iya, apalagi susunya Mba Lena"
"Hehe" Lena baru menyadari daritadi sorot mata Pak Wongso tertuju pada bra merah mudany yang terkuak karena kancing blus kembali lepas.

"Ternyata ya! pantes gak berpaling ngelihatin", ucap Lena berbalik badan malu-malu, membetulkan kancingnya.

Pak Wongso menangkap peluang emas di sini. Tiba-tiba Ia sengaja pura-pura ambruk lagi, tergeletak tak sadarkan diri. Matanya terpejam, nafsu berkecamuk sedang bersiap menerjang mangsanya. Entah apa yang ia rencanakan, sepertinya sudah disusun jauh-jauh hari. Aslinya pingsan Pak Wongso yang pertama sungguhan. Kedua, penuh kepura-puraan.

Lena yang masih membetulkan pakaiannya lekas menoleh dan buru-buru menghampiri Pak Wongso, apakah pria ini pingsan lagi? Lena panik. Ia segera memeriksa detak jantung Pak Wongso. Berdetak, siapa tahu kali ini beda. Lebih parah mungkin. Diraba dahi sang supir, tidak demam. Pusing Lena. Ditambah tidak ada Feri. Ia yang sebelumnya tak berharap Jaka datang, sekarang berbalik.

"Pak! Bapak! Bangun dong!"
"Aduh, jangan pingsan lagi!"

=O=

"Ya Tuhan rame banget, terpaksa deh ke apotek dulu", Feri meninggalkan mie rebus dan nasi goreng pesanannya. Ia titip ke pedagang nasi goreng, ia janji akan mengambilnya nanti. Feri ogah menunggu lama karena bergegas ke apotek membelikan obat titipan supirnya Tante Lena. Ketika langkah kakinya sampai di apotek, hujan turun tanpa diduga-duga. Feri menghela nafas. Feri lunglai mengetahui ia tidak membawa payung. Sedihnya lagi, resep obat yang ditebus harus ditunggu lama. Komplit sudah penderitaan. Derasnya hujan semakin menggusarkan Feri. Ia ingin memarahi langit. Gelegar petir menghentakkan nyali Feri untuk duduk bersabar.

"Halo? Iya Om? Kenapa?"

"Tante Lena bagaimana?"

"Udah sadar Om, Alhamdulillah"
"Om gak jadi datang?"

"Iya maaf nih, kerjaan Om lagi banyak"
"Salamin aja untuk Papa dan Mama ya.."

"Siap"

"Supirnya Tante Lena ada?"

"Ada"

"Om boleh ngomong?"

"Aku lagi di luar"

"Oalah, nanti Om telepon lagi"

"Telepon ke nomornya langsung aja"

"Gak diangkat"

"Kalau sampai rumah, aku kasih tahu"

"Bagus, makasih Fer"

"Iya, om"

Feri mendapat telepon dari Om Jaka yang tak jadi datang. Padahal ia menantikan, siapa tahu bisa menumpang mobilnya dan Feri tidak perlu lama-lama berteduh. Selagi menunggu, Feri heran resep yang ditebusnya. Katanya sekedar jamu-jamuan mengapa diminta menunggu seperti obat biasa. Ia coba bertanya kepada apoteker resep yang ditebusnya itu obat apa. Jawab sang apoteker, "OBAT PENENANG".

ASTAGA

Feri semakin bingung. Apakah ada jamu-jamuan disebut obat penenang? atau mungkin yang dimaksudkan jamu-jamuan ini menenangkan?

=O=​

Lena menemukan minyak kayu putih yang digunakan Feri untuk membuatnya siuman. Ia oleskan di dekat lubang hidung Pak Wongso, namun tidak menimbulkan reaksi. Dilepas separuh kancing kemeja yang dipakai Pak Wongso, Lena membaluri minyak kayu putih di atas badan yang ditetumbuhi bulu. Khas sekali baunya, sedikit kecut dan apek. Aroma seorang lelaki perokok kretek. Lena juga mengendurkan pengait celana panjang yang membekap perut Pak Wongso yang sedikit tambun. Tak sengaja ia melihat di bagian bawah perut Pak Wongso ada benda keras yang sepertinya ingin keluar, tetapi dikurung oleh pemiliknya.

Lena mulanya memalingkan muka dan berusaha menjauh. Sayangnya, rasa penasaran Lena melebihi
ketidakpeduliannya. Lena beranjak kembali mendekati Pak Wongso yang dipastikanny belum sadar. Lena menyentuh bagian resleting celana supirnya. Resleting itu lekas perlahan disingkap, tiba-tiba BERDIRI TEGAK DAN GAGAH KELAMIN LAKI-LAKI berwarna coklat kehitaman dengan kantung kemih yang sedikit kendur. Lena sontak tak mau melihat dan menutupnya lagi.

"Ayo katanya gak mau lihat?"
"Hehe...", tertawa Pak Wongso, menunjukkan mukanya ke arah Lena.

"Pak Wongso?! Ternyata bohongan?!"
"Jadi yang tadi juga..."

"Kalau yang awal gak Mba"

"Pasti bohong!", benar-benar kesal Lena.

"Yang jelas bohong Mba Lena, katanya gak kepengen lihat, tapi lihat juga"
"Hehe"

"Enggak lucu pak!"

Pak Wongso beranjak berdiri. Ia peloroti celana panjang sekaligus celana dalamnya. Tanpa malu, Ia pamerkan 'tongkat' kebanggaan yang sudah berdiri kokoh di hadapan majikan perempuan. Lena pun duduk menghindari Pak Wongso. Ia tidak terlalu kaget karena cepat atau lambat Pak Wongso akan melancarkan aksi itu. Lena tahu di balik suka ada nafsu yang sedang berkobar.

"Bagaimana? Gede kan kontol saya Mba?"

"Saya bener-bener enggak sangka, bapak akan nekad"

"Saya hanya ingin menyelamatkan Mba Lena"

"Menyelamatkan bagaimana?"

Pak Wongso berusaha membisikkan sesuatu,"kalau mas jaka bisa enak-enak, mengapa Mba enggak bisa?"
"Hehe"

"Kurang ajar!", bergegas Lena berusaha menampar pipi Pak Wongso. TAK KENA!
Malah Pak Wongso yang berhasil menyergap sepasang buah dada Lena dari belakang.

"Aaahhh...."

"Hampir setiap kali saya melihat ini, tetapi tidak ada kesempatan merasai"
"Mungkin ini saatnya"

"Jangaaaaan! Aaaahhh!", Diremas kedua buah dada Lena oleh Pak Wongso.

"Cuman ngisep susumu aja Mba"
"Tolonglah..."

"Hiyaaahhh lepaaaskaan!"

"Hayyuukk!"

"Enngggaaak!"

BRRAAAAAAAKKKKK

Lena dilemparkan ke atas tempat tidur. Kali ini Pak Wongso tak main-main. Ia telanjangi dirinya, lalu bersiap menelanjangi Lena.

"Kalau jatah susu tak dikasih, berarti yang lain sajah"
"Hehe"

"Pergi!"

Mendadak mati lampu, Pak Wongso buru-buru memeluk tubuh Lena sebelum berpindah.

"Hahaha akhirnya!!"
.
"Aaaaahhhhhhh"
"Jangan Pak, Lena mohon..."

"Enggak akan bapak apa-apakan"
"Asalkan, boleh ngemut nenen kamu yah?!", ancam Pak Wongso.

Lena lama diam memikirkan. Tiba-tiba salah satu tangannya tak sengaja bersentuhan dengan penis Pak Wongso yang sedang tegang. Pelukan laki-laki itu begitu erat. Rasanya sulit bagi Lena kabur apalagi melepaskan diri begitu saja. Jalan satu-satunya ialah membuat Pak Wongso klimaks. Menyiasati itu, Lena berupaya mencengkeram batang penis Pak Wongso. HAP! Dapatt!

"Benar-benar besar..", gumam Lena.

"Ough, saya boleh dong dapat yang besar ini?!"

SREEEETTTT
Dirobek blus milik Lena, kedua tangan Pak Wongso memberontak, menguak buah dada Lena dari bra nya. Diremaslah susu yang semustinya dinikmati Jaka.

"Aaaaaaaahhhhh!"

"Ayo segera bikin saya croot mba!"

Mendengar permintaan Pak Wongso, Lena mulai mengocok penis yang semakin keras itu. Dia tahu jika tidak buru-buru permainan akan terus berlanjut.

"Enghhh... Enghh..."

"Ohhhh mantaaap! Teruus!"

"hhhh...Cepet dikeluarin Pak, Feri sebentar lagi balik..."

"Tergantung sama Mba, gimana bikin kocokanny makin enak"
"Hehe"

"Ennnngghhhh....."

"Ooougghhh!"

Lena merasakan denyut penis Pak Wongso yang semakin cepat tak beraturan. Ini adalah peluangnya mengakhiri nafsu sang supir. Di sisi lain, Lena mendapatkan sensasi nikmat dari remasan tangan Pak Wongso di kedua payudaranya. Putingnya beberapa kali dicubit dan diplintir. Lena jadi bimbang, haruskah ini diselesaikan? Apalagi di bawah sana ada yang basah akibat Jaka yang sudah jarang menyentuhnya, naluri seksual Lena justru dibangkitkan oleh Pak Wongso. Tidak Boleh! Lena masih berusaha teguh.

"Ahhh sakittt!"

"Habis ini kita ngentot mba", pak wongso berusaha menyandera buah dada Lena. Ia coba remas dengan kasar sehingga Lena mengaduh.

"Gak boleh! Gak mau!", ancaman sudah di depan mata. Lena mengocok batang kemaluan Pak Wongso lebih bertenaga.

"Ougghhhhh eeennnakk!"
"Arghhhhh Lenaaa!"

"Ayo pak buru dikeluarin! Nanti crotnya di tete Lena!", Lena berjongkok, menengadahkan kedua payudara yang sudah terkuak. Ia terpaksa berbicara begitu. Barangkali bisa membantu Pak Wongso meraih kepuasan seksual.

"Aaaarghhhhh siaaaap! Ini sayangkuh!"

CROOOTTTTTTTTTT

Tumpah sperma Pak Wongso di pangkuan payudara Lena. Lena pun bergidik merinding dengan banyaknya cairan benih Pak Wongso yang meleleh di sekitar puting susunya.

Bersambung....
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd