Lanjutan
6 jam sebelumnya...
Dalam perjalanan menuju pinggiran kota, Bobby duduk di depan, di samping Jimmy yang mengendarai mobil. Sedangkan, Brandy duduk di belakangnya dengan tangan menyandar di jendela mobil yang terbuka, sesekali dia memainkan asap rokok disela-sela menikmati hembusan angin pagi hari yang menerpa wajahnya.
Karena masih merasa canggung, Bobby memberanikan diri memulai percakapan. "Bang... Keliatannya, abang bukan orang Jakarta, ya?"
"Iya, kita berdua dari Medan. Baru kemaren nyampe." jawab Jimmy sedikit cuek sambil mengendarai mobilnya.
"Oooww...!" gumam Bobby dari bibirnya membentuk huruf O.
"Dalam rangka apa nih, Om? Kerjaan atau bisnis, Bang. Bisa dong, gue ikutan!" lanjut Bobby sedikit cengengesan melihat reaksi Brandy dan Jimmy yang terkesan cuek dan berwajah dingin.
"Bisa banget. Makanya, gue ajakin loe sekarang! Gue mau ajakin loe, bisnis ama kita-kita." timpal Brandy. Kepalanya tiba-tiba muncul di tengah antara Jimmy dan Bobby yang merubah duduknya, lalu menunjuk ke arah sebuah bangunan yang dikelilingi tembok tinggi.
"Jim, itu tempatnya! Yang sebelah kanan, ya!" lanjutnya mengarahkan Jimmy yang sedang mengendarai mobil..
Mobil itu menyeberang lalu berhenti di pintu gerbang, Brandy lalu turun dan membuka pintu gerbang.
Kemudian, mobil pun memasuki halaman yang lumayan luas di balik gerbang. Sebuah bangunan menyerupai rumah yg lumyan besar di tengah halaman.
"Ayo turun!" ajak Jimmy tanpa melirik.
Bobby pun ikut turun, ada sedikit was - was dalam hatinya, melihat keadaan bangunan itu terlihat sepi. Apalagi bangunan tersebut, berada jauh dari lingkungan penduduk. Sehingga menambah kesunyian tempat itu.
Sambil berjalan mengikuti Jimmy di belakangnya, Bobby bertanya. "Bang, ini tempat siapa? Kok sepi, katanya mau
party. Tapi..."
"Emang loe, kalo lagi make. Seneng yang rame? Banyak orang? Ya udah, kita ke pasar aja..!" celetuk Brandi yang tiba-tiba muncul.
"Eenngg.. Enggak gitu juga, Bang. Tapi, aneh rasanya. Sepi gitu, Bang. Gak ada musik. Gak ada cewek.."
"Dah loe diam aja, berisik banget sich..!" hardik Jimmy sambil menoleh ke belakang, rona wajahnya sedikit berubah membuat Bobby sedikit gentar, lalu melangkah mendekati Bobby dan merangkul pundaknya.
"Loe ngikut aja, jangan banyak ngomong!" bisiknya di telinga Bobby sambil sedikit menyeret Bobby agar mengikuti langkahnya.
Sesampai di ruang tengah yang sedikit lebih luas dan memiliki 3 buah akses pintu, salah satunya akses yang dilewati oleh Bobby.
Bobby mengamati ruangan yang luas itu, ruangan yang terkesan kosong tanpa perabotan, hanya ada 4 buah kursi semacam sofa yang mengelilingi meja bundar.
"Loe tunggu dulu di sini ama si Brandy! Gue ke kamar dulu bentaran!" ujar Jimmy sedikit mendorong Bobby hingga terduduk disalah satu sofa.
Dan Brandy duduk di hadapan Bobby sambil menopang kaki kanannya dengan kaki kirinya, sesekali mulutnya menghembuskan asap rokok yang tak habis-habisnya dia isap.
Dalam keraguan dan kewaswasan Bobby dalam hatinya, Bobby memberanikan diri bertanya untuk menghilangkan kegusaran hatinya. "Bang.. Kok Bang jimmy, tiba-tiba berubah gitu wajahnya!"
"Biasa aja kok, ga ada yang berubah." jawab Brandy dengan senyum menyeringai, lalu menghisap rokoknya lagi sambil mengadahkan kepalanya di sandaran sofa.
Kreeek...
Tiba-tiba...
Pintu yang tadi dimasuki Jimmy terbuka, Jimmy muncul sambil membawa dua botol minuman.
"Brand loe bawa gelas, gue mau nyambut nich orang!" ujar Jimmy dengan sedikit kedipan mata pada Brandy, Brandy pun mengerti dan dia pun beranjak menuju pintu yang lain.
"Bang..! Tadi Bang Brandy ngomong, bahwa gue mo diajakin bisnis. Emang bisnis apaan?" tanya Bobby sedikit hati-hati berbicara pada Jimmy.
"Hhmm...!" Jimmy hanya menggumam tak memberi jawaban.
"Ntar loe, tau sendiri." Timpal Brandy yang sudah nongol sambil membawa beberapa gelas di tangannya. Lalu diletakkannya di atas meja.
"Mana paket yang gue pesen tadi?" tanya Jimmy.
Sorot mata Jimmy tajam menatap Bobby, membuat Bobby mulai dirasuki rasa ketakutan. Selama ini, Bobby belum pernah mengalami hal ini. Berhadapan dengan Hendrik pun, dia masih bisa menutupi rasa takutnya. Tapi sekarang, jangankan membalas tatapan Jimmy, untuk bicara pun dia gugup.
"Aaannuu Bang.. Mmmaaf.. Uuuaangnya."
"Loe takut, gue ga bayar, nih..?" jawab Jimmy sambil merogoh saku dalam jaketnya, dan mengeluarkan uang yang digulung terikat karet gelang, lalu dilemparkan pada tubuh Bobby. Dan, itu membuat Bobby gelagapan menangkap uang yang dilemparkan Jimmy.
Brandy berjalan, lalu berhenti di belakang Bobby, lalu tangannya memegang bahu Bobby dan membungkukan tubuhnya dan berbisik. "Mana paketnya..!?" dengan senyum menyeringai pada Bobby.
"Eh, Iiiinii Bang!"Bobby merogoh saku celananya dan mengeluarkan beberapa paket, sebelum dihitung Brandy merebutnya lalu melemparkannya ke atas meja.
"Bbang.. Itu lebih..!"
"Gue bayar..!" Brandy merogoh sakunya, mengeluarkan uang tanpa dihitung lagi, lalu memasukan uang pada saku kameja Bobby.
"Mmaakasih Bang Brand.. Tapi pppaket itu tterrlalu banyak uuntuk kita bbertigga.." ujar Bobby gagap. Dia tau kalau dirinya tak lepas dari pandangan Jimmy.
"Itu bukan untuk kalian bertiga! Tapi buat kamu sendiri." suara seseorang menyahuti.
Tiba-tiba...
Muncul dua orang dari balik pintu yang Jimmy masuki tadi.
"Kkkammu.." saat tau seseorang yang dia kenal mengikuti lelaki yang berbicara padanya, lalu Bobby
refleks akan berdiri, tapi dengan cepat Brandy menangkap bahu Bobby dan mendorongnya agar duduk kembali, lalu memiting lehernya sehingga Bobby tidak bisa meronta.
Jimmy pun langsung menangkap kaki Bobby dengan cepat, dan mengikat kaki Bobby pada kaki sofa. Begitu juga tubuh dan tangannya, diikatkan pada sofa.
"Hai Bob..! Lue masih inget gue.. Haha lue pasti inget, secara aku yang gerebeg lu saat lagi ngentot rame-rame ama si Titta, gue suka liat wajah lu yang malu karena diarak telanjang oleh warga." tawa Bima yang tadi muncul dari balik pintu bersama Bang Iwan.
Tawa Bimbim terhenti, lalu menyeret sofa ke hadapan Bobby dan duduk, wajahnya mengamati Bobby.
"Mmmaaau aappaa luu.. Cepet lleepasinn guuee.. Luu janggan mmacam-maccam ama gueee.." ancam Bobby dalam ketakutannya, sambil meronta-ronta tubuhnya agar terlepas dari ikatan.
"Uuuuiiih... Dia ngancem, Bang!" ledek Bima.
"Denger, Bob...! Dulu gue, Anton, melepas lu agar lu itu sadar. Tapi kenyataannya, lu malahan terus terusan ngeganggu Anton ama Anna, lu telah bergabung ama si Hendrik untuk kerja sama ngancurin keluarga Om Surya, lu salah besar telah menabur genderang perang ama si Anton, sekarang lu tanggung akibatnya." lanjut Bimbim menampakan wajahnya yang dingin dan sangar.
Brandy dan Jimmy mendekati paket yang dia beli dari Bobby dan meraciknya pada suntikan yang dia telah persiapkan sebelumnya di bawah meja.
"Mmmmau appa kamu sebenernya annjingg...!" Bobby memaki Bimbim.
"Bim... Liat gonggongan seekor anjing yang hampir mati, dia mencoba menakuti anjing lainnya, hahaha..." tawa Bang Iwan.
"Bbbang Jjimmy .. Bbang Brrandy tolongin gue.. Lepasin gue, gue nggak punya urusan sama kalian."
"Apa lu bilang." Bang Iwan sedikit Naik Pitam lalu menjambak rambut Bobby.
"Denger lu, Anton itu anak boss gue, lu udah kerja sama ama si anjing Hendrik untuk ngancurin Pak Surya ama Anton. Gue sebagai anak buahnya, nggak akan tinggal diam. Lu denger...! lu dah ngegali kuburan lu sendiri." maki Bang Iwan.
Melihat keseriusan Bang Iwan akan menghabisi nyawa Bobby, membuat Bimbim sedikit gentar, karena seumur hidup dia belum pernah ngebunuh orang.
Bang Iwan melirik Bima dan melihat kegusaran Bima akan dirinya yang akan menghabisi Bobby.
"Bim.. Dah lu pulang sana..! Biar anjing ini, urusan gue."
"Tapi.. Bang." jawab Bimbim.
"Tttooolooong... Tolong ggue Bimmm, gue mmasssih pengen hhhiidup, aampuniin ggue Bbim... Ggguuee mmmohon... Gguee.. kkapook." ratap Bobby ditambah keseriusan Bang Iwan yang akan membunuhnya. Sekilas dia melihat beberap pipet suntikan di hadapannya telah terisi paket narkoba yang dijualnya.
"Bbbaaannngg guuee mmoohoon.. Lleepaasiiin gguee... Ammbilll seemua uaaangg gueee Baang... gguee jaaanjii, gueee ga aakkan gannggu Annton dan jjauuhi ddia... Biimmm ttolong gguue Biiimmm... Maaaffin guee..." ratap Bobby terus memohon untuk dilepaskan.
"Duuiiit... Berapa banyak duit lu punya, buat bayar nyawa loe?" hardik Bang Iwan keras.
Brandy dan Jimmy sudah siap-siap akan menyuntik dengan menjentik-jentikan jarinya pada pipet suntikan.
Dan itu, membuat Bobby makin ketakutan hingga dia mengompol di celananya.
"Bbbaaanng, ggueee moohon baang, gguuue aaakaan mminta bbaantuan om Hhendriik aattw oorraaanngg ttua ggue bbang.. Ttinnggal aabbang sebuttin aaja bbang, toolong bbang ggue mmasih ppengen Hhidup" ratap bobby.
"Bang Iwan, biar Bimbim yang bicara ama dia bang, abang tunggu dulu bentar." ujar Bimbim, Bang Iwan menatap Bima, lalu mengangguk dan memerintahkan anak buahnya untuk mundur.
"Bob, lu bilang. Lu mau usahain apa yang gue minta, asal ngelepasin lu?" ujar Bim-Bim, sambil jongkok di hadapan Bobby.
"Iiiya , lleppasin guue , gguee pasti kkasih aapaa yaaang kaaliaan mintaa..?"
"Oke, coba lu hubungi orang yang lu andelin." Bim-Bim merogoh saku Bobby dan mengeluarkan HP Bobby dari saku celananya.
"Siapa yang akan lu hubungi?" tanya Bimbim sambil memeriksa kontak-kontak dalam HP Bobby.
"Coba hubungi om Hendrik , Gue mmau coba mmnta ttolong padanya."
Bimbim mengangguk, lalu mencari no Hendrik dalam kontak HP, setelah dapat, Bimbim menekan tombol panggil, lalu di
loud speaker kan, agar Bima dapat mendengarkannya.
Tuuut.... Tuuut...
"Hhaaalloo ooom." saat itu telepon diangkat.
"Aanjjing , Tai lu, pagi-pagi buta lu dah bel gue, mau apa lu? Gangguin gue lagi tidur..!"
"Ooomm tolonggin Bobby, Om. Ada yang mau bunuh Bobby, Om. Dia minta tebusan om.. Bantuin Bobby om kasih Bobby pinjaman.."
"Haaaa....! Ga salah denger gue."
"Iiyaa, ooom. Ttolong Bobby..!"
"Hahaha... Dasar anjing lu, pagi-pagi dah nelpon. Gangguin gue lagi tidur. Tai lu, seharusnya lu dah tau resikonya gabung ama gue. Sekarang ada yang mau bunuh lo, minta tebusan buat nyawa lu, emang lu dah ngasih apa ke gue hingga lu minta bantuan guee..?"
"Ooommm ttolongin Bbobby omm , bboby mmohon"
"Anjing lu, anak buah gue ga ada yang cengeng kayak lu, bilangin ke orang yang ngancam lu, kata gue silahkan bunuh lu, lu ga berharga bagi gue, dan lu mulai sekarang jangan ganggu lagi gue.."
"Oommm .. Toolong .. Ommm..ommm"
Tuuuuuutttt
"Hmm... Orang yang lu andelin udah ga peduli ama lu.. Betapa hinanya lu Bob," Bima sambil menutup telepon
"Tollong telepon bookaap gue.. Gue mmmohon.... guee akan cobaa." Bobby tetap memohon.
"Okay, mungkin itu harapan lu terakhir gue kira, yang mana?" jawab Bimbim sambil mencari kontak.
"kkontaknya, bbokap ggue."
Bima mengangguk.
Lalu...
Tuuuttt... Tuutt...
"Halo.."
"Mau apa lagi kamu, anak bangsat?"
"Pah tolongin Bobby, Pah. Nyawa Bobby terancam Pah, Bobby mohon Pah, bantuin Bobby Pah, kasih Bobby uang."
"Uang... Apa uang kata kamu, dasar anak brengsek, kamu itu telah mencoreng nama keluarga kita, ga ada kelakuan kayak kamu digaris keturunan kita, aku ga sudi menolong kamu.. Gara-gara kamu, istriku... ibumu yang ngelahirin dan ngebesarin kamu sekarang musti dirawat di RSJ... cuuiih... "
"Pah tolong sekali ini aja Pah, maafin Bobby Pah, tolong bantuin Bobby, dan Bobby ga akan ganggu papa lagi untuk selamanya."
"Apa kamu bilang, ga akan gangguin lagi, sekarang apa yang kamu lakukan sekarang menelepon saya pagi-pagi?"
"Paaaahhh tolonggin Bobby paaah, aku mohon.."
"Hey denger yach, anak bangsat. AKU NOTOMIHARDJO TIDAK PUNYA ANAK YANG BERNAMA BOBBY, Sekali lagi TIDAK PUNYA, mau kamu mati dibunuh aku ga peduli."
"Paahh"
Kliikkk..
Telepon pun diputus sepihak.
"ckck.. Nasib lu Bob, orang tua yang membesarkan lu pun sudah gak peduli, parah banget lu Bob kelakuan kamu itu!" gumam Bima
Bobby pun lemas harapan terakhirnya pun ga menolong, matanya menatap kosong seolah sudah pasrah akan keadaannya.
"Itulah kamu Bob, dalam hidup kamu itu hanya dalam kesenangan semata, disaat susah tak seorangpun membantu, dihidup lu hanya menciptakan permusuhan di atas kepuasan Lu, dan sekarang rasakan sendiri, lu ga ada seorang pun yang bantu." Bima berdiri lalu.
"Bang, aku minta dia masukan ke dalam gudang bang, biar dia memilih mati di tangan abang atau mati sendiri" ujar Bima pada Bang Iwan.
"Bener apa kata lu Bim, buat apa kita ngotorin tangan ini, buat orang kayak dia, Bran .. Jimmm bawa dia ke gudang sama itu semua biar dia memilih untuk kematiannya."
Brandi dan Jimmy pun menyeret Bobby yang masih terikat di sofa dan dilepas ikatannya saat di dalam gudang yang tertutup tak ada jendela satu pun yang ada hanya lubang kecil di atas pintu sebagai ventilasi udara.
Lalu Jimmy melemparkan semua suntikan yang telah berisi racikan buatannya.
Sebelum ditutup....
Bima berdiri dan berkata, "Gue kasih kebebasan lu memilih, mati di tangan mereka atau lu mati bersama mimpi indah mu yang tak bisa lu wujudkan di dunia nyata ini.! oke Bob, sampe jumpa lagi di alam sana, semoga lu berubah di sana, ok Bang Jimmy kunci dia."
Brukk...
Klik...
Pintu pun di tutup dan dikunci dari luar oleh Jimmy.
"Bang dengan ini kita ga akan berurusan dengan hukum, biar dia sendiri yang melakukannya." ujar Bimbim.
"Hahaha... Bener lu bener Bim, kita ga usah repot-repot ngehapus jejak , tinggal buang aja dikali selagi sekarat atau dikostnya, biar orang nyangkanya
overdosis, hahaha..!!" jawab Bang Iwan,
"Emang abang tau, Kost-nya." tanya Bimbim
"Lu ngeraguin sahabat kamu si Dai soal ngorek info, dah pokoknya loe nyante aja biar abang ama temen abang yang urus, sekarang mana minuman tadi? Kita minum dulu, nunggu pilihan si Bobby... Jim mana minuman yang lu bawa." ujar Bang iwan
"Nih, Bang!" sambil menyicikan botol minuman pada gelas.
"Lho kok berbuih , kok baru tau merek ginian berbuih." ujar Bang Iwan melihat melihat merk sebuah minuman beralkohol yang tertera dan lalu dicicipi.
"Gila ini sih,
coke.. jimmy loe tuker isinya "Bang Iwan sambil matanya mengernyit saat mencicipi minuman tadi.
"Cuma botolnya, Bang. Gue beli di loakan, dan isinya gue masukin ama
coke di supermarket, kan seperti abang bilang,
NO WOMAN, NO DRUGS AND NO ALKOHOL." dengan cuek Jimmy menjawab dan meminum air dalam gelas.
"Hahaha.. Haha " semua tertawa mendengar jawaban Jimmy dengan mimik wajah tanpa dosa.
Lanjut