Chapter 7: Gejolak Galak
____________________________________________
Di antara cerahnya pagi hari, di antara sumringahnya hati, di antara cerita yang berapi-api dari empat wanita yang menyandang gelar tuna asmara akibat berbagai konflik yang dialami.
Dari atas tempat mereka lesehan sembari meramu obrolan, yang obrolannya syarat akan hal-hal yang sama sekali tidak berfaedah, tidak mampu membuat kenyang perut tapi mereka ramu dan racik dengan bumbu-bumbu yang kian menyedapkan pembahasan yang sama sekali tidak sedap.
Sedang sesosok jasad manusia, manusia yang kualitasnya di bawah standar manusia pada umumnya. Tengah menggelundung ke arah mereka.
"EHHHH EHHHH EEHHHHH" ke empat wanita tersebut kaget mendapati apa yang sekonyong-konyong datang ke arah mereka.
BRUUUUUUGGGG, karena tentu tak sempat menghindar, terhantam telak, tepatnya Sumini adalah korban dengan impact paling kerasa karena posisinya sedang memunggungi bukit tempat Sukasmin yang sebelumnya khusuk berpenetrasi.
"OALAH ASU ASU ASU" begitu umpat Sumini, ketika tubuh durjana Sukasmin, ambruk di depan mereka berempat setelah menimpa Sumini terlebih dahulu. Dalam posisi yang nauzubillah, celananya masih posisi melorot sampai di bawah dengkul kopongnya dan kontolnya mengacung angkuh di hadapan para janda.
PLAAAAK PLAAAAK, BUUUGGGH.
Beradu dalam kompetisi, ke empat janda memukuli, menampar bahkan dengan tanpa tedeng aling-aling CUUUUH CUUUH. Diludahi lah tubuh keparat Sukasmin yang tiba-tiba mendarat mengejutkan itu.
Masih kurang sadis.
HOWEEEEK CUUUUH, dengan berdahak, ke empat wanita tuna asmara itu, seperti ingin mengeluarkan lendir terbangsat dari ludah, lalu dihempaskan lendir dahaknya tepat di wajah Sukasmin. Ngeri? wajar sih ini adegan yang perlu didukung secara moral dan moril.
"Oalah bajingan bujang".
"Iyo lanangan asu ora mutu".
"Wis wis jiaaan, udah bujang, bajang (tidak berguna) lagi"
Bertubi-tubi umpat demi umpatan, dan tak sampai disitu.
"Nyoooh nyoooh nyoooh" Sofiatun, dengan biadap, setelah jari telunjuknya dipakai untuk merogoh lubang anusnya, dioleskannya jarinya ke mulut dan hidung Sukasmin yang kala itu sedang meringis kesakitan akibat nggelundung dari atas tebing tempat iya mengintip sambil coli sebelumnya.
Benar-benar tindakan tak manusiawi, ya tapi bagaimana lagi, lha wong yang diperlakukan demikian merupakan manusia yang tak utuh sebagai manusia, jelmaan jembut dikasih nyawa ya jadinya mawut bin semrawut. Sukasmin begitulah DUKCAPIL mencatat namanya.
"AAASUUUU, INI BAU TAI YAAA?" Saat sadar apa yang ia dapati, Sukasmin pun murka, iya berupaya bangkit tapi *PLAAAAAK* *BUUUUGHH*
Belum sempat bangkit dari keterbaringan telentangnya, Sumini menahannya dan duduk tepat diperut pria malang itu, lalu dengan serta-merta menghadiahkan bogem ke muka Sukasmin.
BAG BUG BAAAGH BUGHH, PLAK
Sumini dan Sofiatun bergantian menghajar muka si durjana.
Sedang hal berbeda justru Karsini dan Pujinah, keduanya malah terfokus pada ketidakmaluan Sukasmin.
"Yu Mbakyu" seru lirih Karsini.
"Iya" timpal Pujinah yang sebenarnya juga paham arahnya.
"Apakah punya pak RT sebesar ini juga? atau lebih besar?" lanjut Karsini dengan mimik penasaran sekaligus terpesona, iya terpesona oleh kontol besar sang durjana.
"Sebelas dua belas Yu, punya bangsat najis ini gedenya mirip punya pak RT yang kulihat". balas Pujinah yang juga terkagum-kagum.
Padahal penis Sukasmin perlahan meloyo karena fokus saraf tubuhnya teralihkan ke rasa sakit dan ngilu, sebab saat nggelinding, penisnya jadi semacam tuas yang ikut terkena impact benturan ke tanah berkali-kali, membayangkannya saja sudah sangat linu apalagi mengalami. Ngeri.
Untung bukan made in China jadi nggak patah itu kontol.
Di lain tempat, di sebuah rumah yang cukup mewah.
__________________________
"UUHHHHH" Muidah yang sebelumnya pingsan, telah siuman, dia pun berusaha bangun dan. "EHHHH" sedang di bawah tempat ia tidur, ada seonggok jasad manusia yang tidur terlentang, dengan dengkurannya yang relatif halus.
Rupanya saat Muidah pingsan, Gianto berinisiatif spontan, membaringkan tubuh wanita itu di sofa, tempat dimana seharusnya ia nitip tidur dari ihwal kabur akibat tindakan biadapnya terhadap kedua rekan sejembutnya.
Dia ketiduran karena terlalu lelah dalam penjagaannya terhadap Muidah akibat ulah tak sengaja yang ia lakukan. Merasa bertanggungjawab, Gianto pun rela menjaga dan menunggu agar wanita itu lekas siuman, akan tetapi sampai dia tepar dalam penantiannya, Muidah tak lekas sadar.
"Oalah Gi Gi" gumam Muidah lirih sebelum akhirnya pandangan ia tertuju dalam eksplorasi yang lebih tegas.
"Perawakanmu itu atletis, gagah, macho dan jantan abis, meski wajah dan bau badanmu najis". masih dalam gumam lirihnya, Muidah mengagumi sekaligus menghina keji, dua parameter seimbang dilakukan secara bersamaan. Biar adil.
Seketika, "Eeehhhh" Muidah terkejut ringan mendapati reaksi Gianto "Uaaaaahhhh" *kreeek kreeeek* yang menggeliat dan menimbulkan bunyi sendi. "Fiuuuhhhh" rupanya cuma geliat, kirain bakal bangun" batin Muidah lega.
"Tapiiii EHHHHH" kini justru benar-benar wanita itu dibuat terkejut, "Ada yang bangun tuh, meski orangnya masih micek, jangan-jangan ngimpi jorok ini bangsat". gumam gemes Muidah, ketika melihat ada tonjolan yang perlahan bergerak, dari celana yang dikenakan Gianto, perlahan tapi pasti, kian menjulang yang menghasilkan bentuk tenda.
"Ini juga sialan, selain gagah body-nya, penisnya juga gahar menantang dunia" Muidah semakin terkagum, yang memunculkan rasa penasaran, penasaran yang menggoyahkan pertahanan mental terhormatnya.
Muidah yang selalu kental akan penjagaan harkatnya, meskipun sebagai janda, dia adalah orang yang dihormati dan tidak ada yang berani macam-macam, ketika di luar dan berinteraksi dengan orang lain, orang-orang menaruh segan, bahkan untuk sekedar iseng memuji atau menggoda ringan.
Hal berbeda dengan geng Punokawin yang lazim akan kevulgaran dan seloroh seronok, yang membuat mereka jadi bahan godaan dari para garangan, namun justru membuat mereka bangga.
"Eeeh sialan malah kian menantang aja itu rudal". Muidah makin terfokus ke arah yang seharusnya ia hindari, tapi hasrat wanitanya yang telah lama menjanda tidak kompak untuk diajak kompromi. Justru mengompori "Ayooo lihat ayo lihat cuma lihat doang kok, kamu aslinya juga penasaran kan?". mungkin demikian suara hasrat terpendamnya, jika diterjemahkan dalam bentuk verbal.
Dan tatkala tenda celana menjulang sempurna, semakin panas dingin Muidah dibuatnya, lalu seperti terhipnotis, wanita cantik itu beranjak ke lantai, tempat dimana Gianto tertidur pulas dengan posisi telentang dan dengan kontol menantang.
Ketidakmaluannya bangun dengan maksimal akibat fenomena Morning Wood, suatu kondisi dimana penis seorang pria, bangkit secara alami umumnya di pagi hari, meskipun bahkan diluar kesadaran pemiliknya yang tengah tertidur.
Muidah dibalut perasaan antara gelisah dan dilema, gelisah akibat geli-geli basah, hasrat wanitanya terstimulasi, namun dilema karena norma. Ini gak boleh, ini bahaya, ini harus dilawan. Perang batin melawan birahi, membuatnya ragu antara maju atau mundur.
Namun rupanya, hasratnya lebih mendominasi, perlahan meracuni pemikiran sucinya, dia bersimpuh di samping Gianto, lantas dengan serta-merta entah mengapa tangannya justru bergerak spontan dan telunjuk jarinya menyentuh pada titik tertinggi dari menjulangnya pusaka lelaki di depannya. "Uhhhh" antara takjub dan ragu malu-malu menjadi satu, akan tetapi gejolak hasratnya mulai berkuasa atas kehendaknya.
Perlahan mengkoordinir, antara lahir dan batinnya agar secara mufakat setuju "Hei Muidah jangan malu, hentaskan rasa penasaran dan puaskan nafsumu, itu normal, kamu wanita yang butuh asupan kenikmatan dunia, jangan ragu". Suara-suara dukungan moril atas kehendak yang tak bermoral, yang hadir sebagai aspirasi terhadap alam bawah sadarnya.
SLEEEPPPP, dan pada akhirnya tangan wanita itu menurunkan celana Gianto secara perlahan, memastikan hal itu tak mengusik tidur nyenyaknya. Demi menuntaskan hasrat manusiawinya, demi melihat lebih dekat dan jelas batang kemaluan dari seorang bujang bajang, yang anehnya mampu menjebol pertahanan nuraninya.
"Giii, kok bisa segede ini sih Gi?!!!" seru takjub dalam batin Muidah, ketika sukses menelanjangi, membebaskan burung yang sebelumnya terkungkung, kini dengan gagah tampak mengacung, hal itu semakin menimbulkan gemetar luar biasa pada wanita itu, hanya dengan menyaksikannya saja sudah membuat vaginanya berkedut manja.
Muidah menyadari, ada reaksi birahi yang timbul dan menyebabkan kemaluannya tampak terasa mulai melembab, meski dia tak perlu meraba vaginanya namun perasaan geli-geli enak, terasa menguat di daerah kewanitaannya.
Atas Ikhwal birahi yang tak terkendali, lantas apakah itu cukup pantas untuk menerabas pertahanan dan pendirian mulia yang selama ini menjadi prioritas?!.
Muidah janda cantik semlohai, tengah dibuai antara hasrat yang mengambang dan rasa bimbang.
Bersambung