Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.
09:00

Asyifa


Clara


Adinda


Adinda

Dedaunan dan ranting dari pohon cemara itu berguguran tertiup angin hingga jatuh ke tanah, dan sebagian lagi tertiup hingga ke jalan trotoar. Beberapa burung kecil turun dari pohon, mengambil daun dan ranting kecil yang jatuh untuk di jadikan sangkar. Tak jauh dari situ, tampak beberapa anak remaja perempuan tengah duduk santai di teras perpustakaan.

Kedua tangan mereka sibuk memegang buku, hanya saja tidak satupun dari mereka yang sedang membaca buku. Mereka malah sibuk mengobrol, menceritakan kejadian naas yang di alami salah satu santriwati tadi malam.

"Jadi gimana kabar Amelia?" Tanya Clara.

Asyifa menggelengkan kepalanya. "Gak tau, katanya sekarang ia lagi di rawat di rumah sakit." Jawab Asyifa. Ia sangat marah atas kejadian tadi malam.

"Kasihan Amanda!" Lirih Aziza.

"Semoga saja pelakunya cepat di temukan dan di hukum seberat-berat." Lirih Asyifa, ia memandang jauh kearah segerombolan Santri yang tengah tidur-tiduran di bawah pohon besar.

Aurel mendesah pelan. "Dengar-dengar katanya itu mahluk halus yang memperkosa Amanda." Ucap Clara, membuat suasana menjadi semakin mencekam.

"Astaghfirullah! Kalian ngomong apa?" Tegur Adinda. Ia terlihat sibuk memperbaiki ujung jilbabnya karena tertiup angin yang cukup kencang.

"Menurut kabar burung memang seperti itu kok." Jelas Clara tidak mau dianggap berbohong. Tadi pagi ia tidak sengaja mendengar obrolan teman kelas Amelia, tentang kejadian yang menimpa Amanda.

"Aku dengar juga seperti itu." Bela Aziza.

Adinda menghela nafas pelan. "Tetap saja kita tidak boleh begitu saja mengambil kesimpulan seperti itu. Apa lagi itu baru kabar burung, belum jelas kebenarannya seperti apa." Nasehat Adinda.

"Benar apa kata Adinda, lebih baik kita tunggu hingga pelakunya di tangkap." Ujar Asyifa menambahkan. Mereka bertiga kompak menganggukan kepala.

"Sudah-sudah, kok jadi membahas kejadian semalam! Ingat besok kita ada hafalan." Ujar Aziza mengingatkan.

Suasana pun kembali hening, yang terdengar hanyalah suara gumaman mereka yang tengah menghafal. Tepatnya, mengulangi hafalan, agar nanti mereka tidak merasa gugup ketika menyetor hafalan.

Berbeda dengan santri, bagi Santriwati sangat memalukan bagi mereka kalau harus menerima hukuman karena tidak hafal.

*****


Eni

Walaupun hari ini libur, Enni tetap memilih ke kantor Mahkamah pesantren, menemani Yenni yang sedang piket menjaga kantor Mahkamah. Seperti biasanya mereka merumpi, membahas masalah-masalah terkini yang sedang viral.

Kali ini mereka membahas kejadian tadi malam, mereka benar-benar tidak menyangkah kalau peristiwa semalam bisa terjadi di lingkungan pesantren yang selama ini sangat aman.

Jangankan kasus pemerkosaan, pencurian saja sudah lama tidak terjadi di pesantren.

"Anaknya sudah di jemput orang tuanya ya?" Tanya Enni.

Yenni mengangguk. "Iya, orang tuanya marah besar, apa lagi saat ini KH Hasyim sedang tidak ada di pesantren." Jelas Yenni, Enni mendesah pelan.

"Seharusnya di saat seperti ini KH Hasyim tinggal di pesantren." Ujar Enni.

Yenni menyandarkan punggungnya sembari melipat kedua tangannya. "Semenjak sibuk di politik, KH Hasyim sangat jarang ke pesantren, beruntung ada KH Sahal yang masih bisa di andalkan."

"Kamu benar! Sekarang apa-apa selalu KH Sahal yang menyelesaikan masalahnya." Tambah Enni.

KH Sahal sebenarnya bukan orang lain, karena KH Sahal sendiri adalah saudara KH Hasyim yang kini memang di beri amanah untuk mengurusi setiap masalah pesantren di saat KH Hasyim sedang sibuk dengan urusan politiknya.

Dan karena kesibukan berpolitiknya itu jugalah yang membuat banyak staf maupun guru di pesantren kurang menyukai KH Hasyim. Mereka merasa KH Hasyim hanya fokus dengan urusan dunia.

Selagi mereka mengobrol tiba-tiba seorang santri wati memasuki kantor Mahkamah.

Melihat siapa yang masuk Enni langsung mengerti, ia melirik Yenni sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kapan kamu tobat Uhkti." Sindir Enni.

"Nanti, ada saatnya!" Jawab Yenni.

Yenni beranjak menghampiri sang santri, lalu tanpa banyak bicara ia membawa Santriwati tersebut memasuki ruangan kosong yang ada di bagian belakang kantor Mahkamah.

Buru-buru Yenni menutup pintu ruangan tersebut, dan kembali menghampiri santrinya yang sedang duduk di tepian matras.

"Lama sekali, kamu dari mana?" Tanya Yenni.

Ria tersenyum kecil. "Tadi ketoilet dulu Umi." Jawab manja Ria.

"Gak kangen sama Umi?" Rayu Yenni.

Tanpa menjawab Ria langsung menyosor bibir Yenni, mereka berciuman layaknya sepasang kekasih. Yenni yang terbakar api birahi langsung menyodorkan lidahnya, membelit lidah muridnya dengan rakus.

Tidak sampai di situ saja, Yenni menjamah buah dada Ria, meremasnya dengan perlahan, membangkitkan birahi muridnya.

"Eehmmmppss.... Eeehmmppsss... Eeehmmppsss..."

Ria membelai dan meremas-remas paha Yenni di balik gamis yang di kenakannya.

"Buka baju kamu sayang." Ujar Yenni.

"Bukaain."

Yenni menyentil hidung Ria. "Dasar manja." Gemes Yenni terhadap pasangan lesbinya.

Kedua tangan Yenni menarik keatas kaos yang di kenakan Ria, dan di balik kaos tersebut Ria sudah tidak memakai bra, hingga menampakan sepasang payudaranya berukuran 34B, dengan puting mungil berwarna kemerah-merahan.

Yenni yang sudah tidak sabar langsung melahap payudara muridnya, sembari menarik lepas celana training berikut dengan dalamannya.

"Umiii... Aaahkk... Enak Umi." Rintih Ria.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Secara bergantian Yenni melahap payudara Muridnya, sementara jemarinya membelai bibir vagina Ria yang sudah basah.

Ia menggosok-gosok clitoris Ria yang semakin membengkak, kemudian ia memasukan jari tengahnya ke dalam lobang vagina Ria yang terasa hangat memeluk jarinya. Dengan gerakan perlahan ia memaju mundurkan jarinya di dalam lobang senggama Ria.

"Sssttt... Umi! Aaahkk... Aaahkk..."

Slooooppss... Slooooppss... Slooooppss...

Ciuman Yenni turun menuju perut Ria, ia menjilati perut Ria sembari menyodok-nyodok kemaluan Ria yang semakin terasa licin, hingga akhirnya lidahnya mendarat di atas clitoris Ria.

Dengan rakus Yenni menjilati clitoris Ria, hingga membuat gadis muda itu menggelinjang nikmat.

"Umiiiiii...." Jerit Ria.

Pantatnya tersentak-sentak menyambut datangnya orgasme yang bagaikan air bah yang membanjiri satu kabupaten.

Perlahan Yenni mengangkat wajahnya, menatap wajah cantik Ria sembari tersenyum.

Selagi menunggu tenaga Ria pulih, Yenni melepas pakaiannya, hingga ia juga ikut telanjang bulat dan hanya menyisakan hijabnya saja, sama seperti keadaan muridnya saat ini.

Yenni mengangkangi wajah Ria, menyodorkan vaginanya kearah Ria.

"Jilat sayang." Pinta Yenni.

Cup... Cup... Cup...

Ria mencium bibir kemaluan Gurunya. "Ria kangen memek Umi." Ujarnya sembari menjulurkan lidahnya, menjilati bibir vagina Yenni yang berwarna coklat muda.

"Oughk... Enak sayang! Aaahkk... Ya begitu... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Yenni keenakan.

Sruuupsss... Sruuupsss... Sruuupsss...

Ria menyeruput bibir kemaluan Yenni, sesekali lidahnya menusuk-nusuk lobang vagina Gurunya, mengorek-ngorek lobang surgawi tersebut hingga menimbulkan getar-getarran syahwat hingga ke ubun-ubun kepala Yenni.

"Umi mau pipis sayang." Erang Yenni.

Ria membuka mulutnya, menempelkan bibirnya di selangkangan Yenni.

Sedetik kemudian...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Air kencing Yenni tumpah, menyembur keluar masuk ke dalam mulut Ria. Dan tanpa merasa jijik Dia mencoba meminum air kencing dari gurunya tersebut, bahkan ia berusaha menelan semua air kencing yang keluar dari kemaluan Yenni.

Setelah tidak ada lagi air kencing yang keluar dari vaginanya, Yenni segera beranjak dari atas wajah muridnya yang tampak basah terkena percikan air kencingnya.

Kemudian Ria mrngambil dildo simpanannya, ia mengulum dildo tersebut lalu memberikan sisi lain dari dildo tersebut kepada muridnya.

Dildo milik Yenni memiliki dua kepala besar yang berbentuk penis pria dewasa. Dan biasanya mereka menggunakan dildo tersebut secara bersama-sama, sehingga keduanya sama-sama terpuaskan.

Setelah di rasa cukup melumasi dildo tersebut, Yenni memasukan dildo itu ke dalam vaginanya, lalu sisi lainnya di masukan ke dalam vagina muridnya.

Dengan gaya menggunting mereka bergerak maju mundur, maju mundur.

"Ohhkk... Enaaaak sekali Umi..." Rintih Ria.

Yenni makin bersemangat menggerakan tubuhnya, menikmati dildo yang ada di dalam kemaluannya saat ini, sembari mendesah-desah tak karuan.

"Aaahkk.... Aaaahkkk... Aaahkk..."

"Aaaaahkk.... Ougjkkk... Enak Umi! Aaaahkk..." Erang Ria keenakan.

Sembari menikmati tusukan dildo di vagina mereka, Yenni maupun Ria secara serempak meremas-remas payudara mereka sendiri, menstimulasi puting mereka hingga birahi mereka makin tak terkendali.

"Ganti gaya sayang!" Pinta Yenni.

Ria ikut mencabut dildo yang ada di lobang vaginanya, lalu ia memberikan dildo tersebut kepada Yeni untuk di kulum oleh gurunya. Dengan rakus Yenni mengulum kepala dildo yang tadi di gunakan menusuk vagina muridnya.

Kemudian Ria menungging di hadapan Yenni, segera Yenni meremas-remas pantat Ria, membelai bibir kemaluan muridnya.

Dengan perlahan ia mendorong dildo tersebut masuk ke dalam lobang vagina Ria.

"Ough... Enak banget Umi." Rintih Ria.

Yenni iku berpose menantang, ia menungging sama seperti Ria sembari memasukan sisi dildo lainnya ke dalam lobang vaginanya. "Aaahkk... Enak banget! Ayo sayang gerakin." Ajak Yenni.

"Aaahkk... Umi..." Ria mulai menggerakan pantatnya maju mundur, begitu juga dengan Yenni, ia mengikuti irama goyangan muridnya.

Ketika Ria mendorong pantatnya, Yenni juga ikut mendorong pantatnya hingga kedua pantat mereka bertemu, membuat dildo tersebut tenggelam di dalam lobang vagina mereka berdua.

Semakin lama mereka melakukannya semakin cepat, lebih cepat dan sanga cepat.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

"Oughk... Enaaaak... Aaahkk... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Tampak sepasang buah dada mereka berayun-ayun seiring dengan hentakan pantat mereka yang semakin cepat dan keras.

Hampir lima belas menit mereka melakukan gerakan yang sama, hingga akhirnya Ria maupun Yenni merasa sudah berada di ambang batasnya, mereka sudah siap mengakhiri permainan mereka pagi ini dengan puncak kepuasaan.

"Umi dapat sayang..."

"Riaaaa juga Umi... Oughk..."

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Creeettss.... Creeettss... Creeettss...

Tubuh mereka terhentak-hentak, dan secara bersamaan mereka mencapai klimaks terenak yang mereka rasakan.

Setelah orgasme itu meredah, mereka berdua terbaring lemas dengan deruh nafas memburu.

Yenni memeluk muridnya, lalu mencium wajah muridnya sebagai ungkapan terimakasih, sementara Ria tampak senang mendapatkan perlakuan intim dari Guru tercintanya.

Sementara itu di luar ruangan, tampak Enni mendesah beberapa kali. Mendengar suara erangan mereka membuat Eni menjadi birahi.

Beruntung tidak lama kemudian Ria keluar dari ruangan tersebut lalu di susul oleh Yenni.

"Gila ya kamu, suara kalian kenceng banget." Omel Eni kepada sahabatnya.

Yenni meletakan kedua tangannya diatas meja untuk di jadikan bantalan kepalanya. "Habis enak si!! Kamu mau coba?" Goda Yenni.

Enni menggelengkan kepalanya. "Aku masih normal." Seloroh Enni sembari terkikik.

*****

Hari libur selalu di manfaatkan para santri untuk bermain sepuasnya, ataupun berbelanja di pasar terdekat dengan menaiki angkutan desa. Sebagian lagi memilih untuk pulang ke rumah, bagi mereka yang tinggal tidak jauh dari pesantren.

Di pinggiran lapangan sepak bola yang ada di depan pesantren, tampak beberapa santri tengah beristirahat setelah melakukan pertandingan persahabatan antar kelas. Sembari mengistirahatkan tubuh mereka, Rayhan, Rico, Doni dan Azril membicarakan tentang kejadian semalam, yang membuat heboh satu pesantren.

"Gila memang." Umpat Rico.

Doni meneguk minumannya. "Tapi aku salut sama orang itu." Ujar Doni, alhasil teman-temannya menatapnya dengan tajam.

"Kamu mendukung perbuatan orang tersebut?" Tuduh Rayhan.

Doni menggelengkan kepalanya. "Ya enggaklah, maksudku aku salut dengan keberaniannya! Bayangkan kalau orang itu tertangkap, bisa habis dia di gebuk satu pesantren." Jelas Doni.

"Kira-kira siapa pelakunya ya?" Tanya Azril.

"Rasanya tidak mungkin orang luar." Kata Nico, menganalisa kejadian tadi malam.

"Bisa jadi." Timpal Riko.

"Tapi kalau orang dalam rasanya juga tidak mungkin, karena pasti muda di lacak." Jelas Rayhan, meragukan hipotesa sahabatnya.

Doni ikut menyampaikan hipotesa nya. "Tapi kalau orang luar, bagaimana dia bisa kabur dengan muda? Itu artinya orang tersebut sangat memahami dena lokasi pesantren." Ujar Doni.

"Atau jangan-jangan yang melakukannya orang luar, tapi di bantu orang dalam." Tebak Azril.

"Itu bisa juga." Ujar Nico.

"Tapi buat apa orang tersebut membantu orang luar buat memperkosa santri kita? Apa untungnya?" Tanya Rayhan, semua kembali terdiam.

Kasus yang terjadi semalam memang masih menerawang. Bahkan pihak kepolisian sendiri belum bisa memastikan motif dari perbuatan sang pelaku, sejauh ini kesimpulan yang di ambil polisi hanya sebuah tindakan pemerkosaan biasa.

Setelah di rasa cukup beristirahat, Rayhan segera beranjak dari duduknya. "Aku duluan ya, ada urusan." Ujar Rayhan.

"Mau kemana?" Tanya Doni.

"Ada deh!" Jawab Rayhan sembari melambaikan tangannya kearah teman-temannya.

Azril juga ikut beranjak. "Aku juga duluan ya, mau kepasar." Ujar Azril sebelum di tanya oleh teman-temannya.

Selepas kepergian Rayhan dan Azril, Doni, Nico dan Riko kembali melanjutkan permainan bersama teman-temannya yang lain.

*****


Haifa


Asyifa

Setelah mandi dan berganti pakaian, Rayhan bergegas menujur klinik Ustadza Haifa yang berada di dekat villa. Sejujurnya Rayhan tidak terlalu suka menjadi pengurus, dia tidak ingin direpotkan oleh tugas-tugas pengurus, apa lagi sekarang ia malah di suruh menjadi pengurus bagian kesehatan.

Tapi mau bagaimana lagi, Rayhan tentu tidak berani membantah permintaan Kakaknya.

Setibanya di depan klinik kesehatan, Rayhan sempat merasa ragu untuk menemui Ustadza Haifa. Tapi setelah teringat dengan cubitan Kakaknya, Rayhan akhirnya tetap menuju ke klinik.

Sementara itu tampak seorang santriwati hendak keluar dari klinik, baru saja ia ingin membuka pintu klinik, tiba-tiba pintu tersebut di dorong ke dalam, alhasil gadis cantik itu terjengkang karena terkena benturan dari pintu klinik yang tiba-tiba di buka seseorang.

Rayhan yang membuka pintu tersebut tampak mematung, ia memandangi Asyifa yang terduduk dengan kedua kaki mengangkang.

Wajah Rayhan tampak mengeras, menatap nanar kearah selangkangan Asyifa yang terbuka.

"Aduh..." Rengek Asyifa sembari memegangi pinggulnya.

Gadis cantik itu tidak sadar kalau ada seorang pemuda di depannya yang sedang menatap nanar kearah selangkangannya. Dan sialnya, Asyifa hanya mengenakan dalaman berwarna biru muda dengan motif Doraemon.

Saat sadar ada Rayhan di depannya, Asyifa bukannya segera menutup roknya, dia malah terdiam sejenak.

"Astaghfirullah.... Aaaaa..." Jerit Asyifa.

Alhasil jeritannya mengundang Haifa keluar dari ruangannya, dan melihat ada Rayhan yang mematung di depan Asyifa.

Saat sadar apa yang sedang terjadi, Haifa bukannya memarahi Rayhan ia malah tertawa.

"Ya Tuhan Asyifa! Buruan di tutup, menang banyak Rayhan. Hihihi..." Tegur Haifa sembari cekikikan. Ia tidak bisa membayangkan perasaan Rayhan maupun Asyifa saat ini.

Buru-buru Asyifa menutup roknya. "Kamu gila ya?" Bentak Asyifa kesal.

"Gak sengaja..."

"Ketuk dulu kek, salam dulu kek, jangan asal buka, gak sopan banget si." Protes Asyifa.

Haifa buru-buru menengahi mereka berdua. "Sudah-sudah, kan Rayhan gak sengaja." Ujar Haifa kepada Asyifa, sembari membantu Asyifa berdiri. "Ada yang luka sayang?" Tanya Haifa lagi

Asyifa menggelengkan kepalanya. "Gak ada Ustadza." Ujar Asyifa ketus, karena ia masih merasa kesal dengan Rayhan yang sudah membuatnya terjengkang dengan posisi yang sangat memalukan.

"Kamu juga Ray, lain kali hati-hati, jadi kelihatan kan dalamannya Asyifa." Goda Haifa. Rayhan tersenyum geli, sementara Asyifa tampak cemberut.

"Ustadza..." Rengek Asyifa.

Di depannya Asyifa, Rayhan terkikikan. "Cuman keliatan sedikit kok." Goda Rayhan, membuat Asyifa makin jengkel terhadap Rayhan.

"Dasar mesum." Umpat Asyifa.

Rayhan tidak mau kalah, ia dengan sengaja menyanyikan soundtrack Doraemon. "Aku ingin begini, aku ingin begitu aku ingin..." Tiba-tiba sandal melayang kearah Rayhan, tapi masih bisa Rayhan hindari.

"Mesuuuuum...." Jerit Asyifa.

Haifa makin tertawa terpingkal-pingkal. "Udah-udah, jangan berantem, nanti malah jatuh cinta loh." Goda Haifa, membuat Asyifa makin kesal, tapi tentu saja ia tidak bisa marah kepada Haifa.

"Dih najis Ustadza." Tolak Asyifa.

Rayhan ikut tertawa renyah. "Yakin..." Goda Rayhan.

"Ustadzah aku pulang dulu ya, sudah gak mod." Asyifa segera menyalimi Haifa. "Hati-hati Ustadza, ada pria mesum di sini." Sindir Asyifa sembari melirik kearah Rayhan yang tengah tersenyum menggoda.

Segera Asyifa pergi meninggalkan Clinik sembari memasang wajah masam kearah Rayhan.

"Masuk Ray!" Ajak Haifa masuk ke dalam ruangannya.

Rayhan sempat memandangi Asyifa sejenak, sebelum akhirnya mengekor masuk kedalam ruangan Haifa.

*****


Clara

"Mau kemana?" Tanya Adinda, melihat Clara yang sedang mengenakan sandal.

"Biasa." Ujar Clara sembari mengedipkan matanya.

"Mau ketemu Dedi lagi? Ingat jangan terlalu serius, Dedi itu playboy." Nasehat Adinda, ia khawatir sahabatnya kemakan rayuan playboy nya Dedi.

"Siap Bu Kiayi." Seloroh Clara.

Adinda mendesah pelan, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Sebenarnya Adinda kurang setuju Clara berpacaran dengan Dedi, karena ia khawatir Dedi hanya ingin mempermainkan sahabatnya saja, tetapi ia juga merasa tidak berhak melarang Clara berpacaran dengan Dedi.

Adinda hanya berharap, sahabatnya itu bisa menjaga dirinya dengan baik.

Saat sedang menunggu angkutan desa, tiba-tiba ia melihat sosok Azril yang juga sedang menunggu angkutan desa. Alhasil mereka berdua menunggu bersama, setidaknya Clara merasa ada teman.

"Kamu mau kemana?" Sapa Clara.

"Pasar, kamu?"

"Sama aku juga, kalau begitu barengan aja ya." Ajak Clara.

Hati Azril berbunga-bunga karena bisa barengan dengan wanita idamannya. "I-iya." Jawab singkat Azril yang tampak salah tingkah.

Tidak lama kemudian angkutan yang mereka tunggu pun tiba, segera mereka berdua masuk ke dalam mobil, Azril memilih paling belakang dekat jendela belakang mobil, yang kemudian di susul Clara yang duduk di sampingnya.

Selama di perjalanan Azril lebih banyak diam, walaupun sebenarnya ada banyak yang ingin ia katakan kepada Clara, hanya saja mulutnya terasa kaku.

Hingga akhirnya merekapun tiba di pasar, segera Azril dan Clara turun dari mobil. Dengan cepat Azril membayarkan ongkos Clara, biar di bilang cowok yang perhatian.

"Terimakasih ya!" Ucap Clara.

Azril tersenyum manis. "Sama-sama Uhkti." Jawab Azril kaku.

"Nyebrang yuk." Clara menarik tangan Azril untuk menyebrang.

Azril hanya diam saja, terpaku tak percaya kalau saat ini dirinya sedang menggenggam tangan seorang gadis pujaan hatinya. Rasanya lembut dan hangat, membuat Azril makin berbunga-bunga.

Setelah menyebrang jalan, Clara segera melepaskan genggamannya.

"Kamu mau membeli apa?" Tanya Azril basa-basi.

"Gak ada, cuman lagi nunggu teman aja."

"Oh gitu, aku temanin ya, sampe temannya datang." Tawar Azril.

"Boleh."

Selagi menunggu temannya Clara datang, mereka memutuskan untuk membeli minuman sembari mengobrol ringan.

Tidak lama kemudian yang di tunggupun datang, Azril terlihat kaget saat tau siapa yang sedang di tunggu oleh wanita pujaan hatinya. Terus terang, perasaan Azril saat ini campur aduk.

"Lama banget yang." Rutuk manja Clara.

Dedi tersenyum. "Maaf sayang, tadi ada urusan sedikit, hehe..." Ujar Dedi.

"Mau sekarang." Tanya Clara.

"Yuk, udah gak tahan." Ajak Dedi.

Clara melihat kearah Azril. "Azril aku duluan ya." Ujar Clara kepada Azril.

"Mau kemana?" Tanya Azril penasaran.

Belum sempat Clara menjawab, Dedi lebih dulu menjawab. "Mau ke sana." Dedi menunjuk sebuah bangunan yang bertuliskan losmen melati. "Kita mau ngentot." Sambung Dedi setengah berbisik, Clara yang kaget mengikut kekasihnya.

"Sayang..." Geram Clara.

Azril yang shock diam saja, ia tidak menyangkah kalau wanita yang ia kira baik, ternyata ingin melakukan zinah dengan kekasihnya.

"Jangan kamu sebarin ya, awas kalau sampai kamu sebarin kami ngentot." Ancam Dedi sembari mengepalkan tangannya.

"Zril tolong jangan kasih tau siapa-siapa ya." Mohon Clara.

Azril mengangguk lemah. "I-iya, aku gak akan kasih tau siapa-siapa." Jawab Azril terbata-bata, hatinya saat ini benar-benar remuk.

"Sekalian Zril, minta uang seratus dong, buat sewa ngentot." Kelakar Dedi, dan lagi-lagi Clara menegurnya.

Azril yang notabenenya penakut, terpaksa merogo saku celananya, dan memberikan uang tersebut kepada Dedi dengan perasaan yang sulit di gambarkan, bahkan tanpa mereka sadari, mata Azril kini tengah berkaca-kaca menahan rasa sakit di dadanya.

"Terimakasih bro! Lumayan dapat ngentot gratis." Ucap Dedi memanas-manasi Azril.

Clara yang merasa kasihan kepada Azril, segera mengajak kekasihnya pergi, sementara Azril terlihat mematung, memandangi orang yang dia cintai berjalan menuju sebuah losmen.

Hati Azril bukan hanya terluka, ataupun retak, kini hati Azril benar-benar hancur. Bukan hanya karena mengetahui kalau wanita yang ia cintai telah memiliki kekasih, tetapi juga karena wanita yang ia cintai sudah di nodai oleh pria lain, dan parahnya lagi, hari ini dirinya sendiri yang membiayai wanita pujaan hatinya untuk memadu kasih.

Azril terduduk lemas tepat ketika Clara dan Dedi menghilang di balik pintu losmen. Ia menumpahkan perasaannya dengan tangisan.

Bayangan-bayangan tubuh telanjang Clara yang tengah di jamah Dedi, mengusik pikirannya.

******


Mariska

Di tempat berbeda, Ustadza Mariska di temani Hj Irma sedang menuju kediaman Pak Sobri yang tinggal di perumahan elit di tengah-tengah kota. Mereka sengaja menyewa mobil pribadi, karena kalau harus menaiki mobil umum, mereka harus dua kali berganti kendaraan umum.

Setelah satu setengah jam perjalanan, akhirnya mereka tiba di depan rumah Pak Sobri yang terbilang besar dan mewah.

Setibanya di sana mereka di sambut oleh ajudan Pak Sobri, kemudian mereka di persilahkan masuk ke dalam rumah Pak Sobri yang begitu besar, bahkan ruangan tamunya saja berukuran 5X5 yang di isi oleh barang-barang mewah.

Hampir lima menit mereka menunggu, akhirnya Pak Sobri menemui mereka.

"Maaf ya Bu Haja, tadi lagi ada keperluan sedikit." Ujar Pak Sobri tenang, sembari menghisap rokoknya di hadapan dua orang wanita Soleha.

"Iya gak apa-apa Pak." Jawab Hj Irma.

"Fuuuuh..." Pak Sobri menghembuskan asap rokoknya. "Jadi ada perlu apa Bu Haja sama Ustadza Mariska bertemu dengan saya?" Tanya Pak Sobri, padahal sebelumnya Hj Irma sudah memberitahu maksud kedatangan mereka hari ini.

"Sebenarnya yang ada keperluan sama Bapak Ustadza Mariska." Ujar Hj Irma. "Sampaikan saja Ustadza, jangan malu-malu." Pinta Hj Irma.

Walaupun sempat ragu, tapi pada akhirnya Mariska menyampaikan maksud dan tujuannya menemui Pak Sobri. Ia meminta keringanan kepada Pak Sobri tentang hutang Suaminya, dan ia berjanji secepatnya dia akan melunasi hutang Suaminya.

Tapi tentu saja Pak Sobri menolaknya, ia memiliki niat lain terhadap Mariska.

Haja Irma yang merasa bertanggung jawab atas masalah yang di alami Ustadza Mariska, mencoba bernegosiasi dengan Pak Sobri, membujuk Pak Sobri agar mau memberikan keringanan.

"Begini saja, saya bersedia membantu Ustadza Mariska tapi dengan satu syarat." Ujar Pak Sobri, seraya mematikan rokoknya.

"Apa syarat nya Pak?" Tanya Mariska antusias.

Pak Sobri mencondongkan tubuhnya ke depan. "Sejujurnya dari dulu saya sangat mengagumi Ustadza Mariska, selain cantik Ustadza Mariska juga sangat pintar." Ujar Pak Sobri berbasa-basi.

"Langsung saja Pak." Kejar Mariska, entah kenapa Mariska merasa tidak nyaman dengan pujian Pak Sobri.

"Oke." Pak Sobri kembali menyandarkan punggungnya. "Saya akan berterus terang sekarang! Saya menyukai Ustadza Mariska, saya menyetujui permintaan Ustadza Mariska asalkan Ustadza mau menikah dengan saya." Ucapan Pak Sobri barusan bagaikan petir di siang bolong bagi Mariska.

"Astaghfirullah..." Pekik Mariska emosi.

Hj Irma yang berada di sampingnya berusaha menenangkan Mariska. "Kalau Ustadza tidak mau ya tidak apa-apa." Ujar Pak Sobri sembari tersenyum sinis.

"Anda sangat menjijikan! Saya tidak sudi menjadi Istri anda." Geram Mariska, ia segera beranjak dari tempat duduknya. "Ayo Umi, kita tinggalkan rumah lakna ini." Ajak Mariska penuh emosi.

"Maaf ya Pak! Tapi terimakasih sudah mau menerima kami." Ujar Hj Irma sopan, membuat Mariska makin gusar.

"Sama-sama Bu Haja." Jawab Pak Sobri.

Mariska segera menarik tangan Hj Irma untuk pergi meninggalkan rumah Pak Sobri. Dari dulu ia sudah merasa kalau pria tersebut bukanlah orang baik, melainkan manusia terbejat yang pernah ia temui.

Mariska merasa sangat menyesal karena sempat memohon kepada pria yang tidak berakhlak seperti Pak Sobri.

Selama di perjalanan pulang, Mariska mengungkapkan kekesalannya di hadapan Hj Irma, sementara Hj Irma hanya diam saja mendengarkan caci maki Mariska terhadap Pak Sobri.

*****


Clara

Kembali ke penginapan melati, tampak sepasang kekasih yang baru menyewa kamar sedang bermesraan, mereka berpelukan sembari berciuman hangat. Kedua tangan Dedi menggerayangi punggung dan pantat Clara yang terasa kenyal.

Clara yang juga sudah sangat terangsang, meladeni kenakalan kekasihnya, ia melumat menyedot dan membelit mesrah lidah Dedi.

"Aku beruntung mendapatkan kamu sayang." Bisik Dedi merayu Clara.

Clara tersipu malu mendengarnya. "Jangan pernah tinggalin aku sayang." Manja Clara, sembari membuka celana Dedi.

"Tentu saja, aku sangat mencintaimu." Jawab Dedi.

Clara berlutut di hadapan Dedi, kemudian ia menanggalkan celana Dedi, menggenggam mengurut penis Dedi yang tengah ereksi maksimal. Dedi terlihat sangat menikmati sentuhan tangan kekasihnya.

"Kamu jahat banget Yang tadi." Keluh Clara.

Dedi membelai kepala Clara yang tertutup hijab putih. "Jahat kenapa?" Tanya Dedi heran.

Clara tidak langsung menjawab, ia menjilati kepala penis Dedi, menggelitik lobang kencing dengan ujung lidahnya. "Kamukan tau kalau Azril suka sama aku?" Jawab Clara, kemudian ia melahap penis Dedi, mengulumnya dengan perlahan.

"Ssstt.... Aaahkk... Gak apa-apa sayang, aku sengaja manas-manasin dia! Kira-kira gimana ya perasaan Azril sekarang?"

Sluuuppsss... Sluuuppsss.... Sluuuppsss...

"Hancur Yang, pasti hancur banget, apa lagi kamu kasih tau dia kalau kita mau ngentot." Ujar Clara sembari mengoral penis Dedi.

"Lebih parah lagi, yang bayarin sewa kamarnya dia, hehehe..." Tambah Dedi.

Sapuan lidah Clara turun menuju kantung testis Dedi, ia menjilatinya dengan perlahan, kemudian menghisapnya dengan lembut. "Puas kamu Sayang, nyakitin dia? Aku yakin Azril pasti sangat benci sama aku." Rajuk Clara.

Dedi membantu Clara berdiri, lalu ia menidurkan Clara diatas tempat tidur. Sembari berlutut ia menyingkap rok yang di kenakan Clara, menarik turun celana dalam Clara hingga vagina Clara yang telah basah, terpampang di hadapannya saat ini.

Bibir hitam Dedi menciumi paha Clara secara bergantian kiri dan kanan.

"Ssssttt... Aahkkk..." Desah Clara.

Cup... Cup... Cup...

"Azril gak mungkin benci kamu sayang! Kalau tidak percaya coba saja tegur dia besok." Usul Dedi.

Kemudian Dedi membenamkan wajahnya di selangkangan Clara, mencium dan menjilati bibir kemaluan Clara dengan sangat rakus. Lidahnya menari-nari menggelitik clitoris Clara, menghisapnya dengan rakus, membuat Clara menggelinjang.

Sembari menjilati clitorisnya, Dedi memasukan kedua jarinya ke dalam vagina Clara, ia menusuk-nusuk vagina Clara dengan kedua jarinya.

"Oughk... Yang! Aaahkk... Enak Yang." Rintih Clara.

Sluuuppsss.... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Dedi memutar tubuh Clara hingga menungging, lalu kemudian ia kembali menjilati vagina Clara dari belakang, hingga membuat Clara menggelinjang keenakan merasakan sapuan lidah kekasihnya.

Kedua tangan Clara mengepal, dan raut wajahnya yang memerah tampak mengeras.

Setelah di rasa cukup, Dedi segera naik keatas tempat tidur sembari mengarahkan terpedonya kearah bibir vagina Clara. Ia menyingkap kembali rok yang di kenakan Clara keatas pinggangnya.

Bleesss...

Dengan satu hentakan, penis Dedi bersemayam di dalam lobang peranakan Clara.

"Oughk... Enak Yang! Aaahkk... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Dedi menggoyang pinggulnya maju mundur, menyodok-nyodok lobang vagina Clara.

Semakin lama sodokan Dedi semakin cepat seiring dengan dinding vagina Clara yang semakin licin. Dengan gemasnya Dedi menampar bongkahan panta Clara yang putih mulus.

Plaaaak... Plaaaak... Plaaaak...

"Oughk... Aaahkk... Sayaaaang! Aaaahk... Eenak Yang! Aaahkk..." Desah Clara.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Jemari Dedi mencengkram erat pantat Clara, sembari menghujani terpedonya dengan sangat kasar, mengobrak-abrik vagina Clara tanpa ampun.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Sayang aku keluaaaar..." Jerit Clara.

Dedi segera mencabut penisnya, tampak lelehan lendir kewanitaan Clara yang mengalir, menetes keatas sprei tempat tidur mereka.

Tubuh Clara terhempas diatas kasur, dengan nafas memburu. Dari raut wajahnya ia terlihat begitu puas setelah menerima gempuran penis dari kekasihnya, pria pertama yang membobol perawannya.

Dedi yang belum puas memutar tubuh Clara hingga terlentang, kemudian ia menindih tubuh Clara.

Dengan inisiatifnya sendiri Clara menuntun penis Dedi untuk kembali berada di kemaluannya. Perlahan Dedi mendorong masuk penisnya kedalam vagina Clara yang sudah sangat licin.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Kembali Dedi mengajar vagina kekasihnya, sembari membuka kaos yang di kenakan Clara, berikut dengan bra-nya. Dedi hanya menyisakan jilbab Clara dan rok panjang yang masih di kenakan Clara.

Sembari menggenjot vagina kekasihnya, kedua tangan Dedi bermain manja diatas payudara Clara, memilih putingnya dengan gemas.

"Aaahkk... Aaaahkk... Aaahkk..."

"Sayang aku keluar..." Erang Dedi.

Clara menatap sayu mata kekasihnya. "Jangan di dalam sayang." Pinta Clara yang juga hendak orgasme.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Dedi yang seakan tidak perduli malah semakin dalam membenamkan penisnya di dalam rahim Clara. Penisnya berkedut-kedut beberapa kali, hingga akhirnya ia melepaskan spermanya di dalam rahim kekasihnya tanpa perduli tentang kekhawatiran Clara.

Croootss... Croootss... Croootss...

Clara dapat merasakan hangatnya sperma Dedi di dalam rahimnya, hal tersebut malah membuat Clara ikut orgasme.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Tubuh Dedi ambruk diatas tubuh Clara, reflek Clara memeluk tubuh kekasihnya yang bermandikan keringat setelah menggempur tubuhnya.

"Aku puas sayang!" Bisik Clara.

******


Nadia


Helena

Seperti biasanya Pak Eddi selalu memilih jalan melewati rumah Ustadza Nadia, walaupun itu artinya ia harus memutar, membuat jarak semakin jauh. Tapi Pak Eddi tidak mempermasalahkannya, asalkan bisa bertemu dan menyapa Ustadza Nadia.

Beberapa langkah lagi ia akan melewati rumah Ustadza Nadia, membuat Pak Eddi was-was dan terlihat sangat gugup.

Dan yang ia takutkan pun terjadi, ia tidak melihat wanita idamannya berada di depan rumahnya, bahkan rumah Ustadza Nadia terlihat sepi. Kondisi tersebut membuat Pak Eddi sedikit kecewa.

Tapi tiba-tiba...

"Mau kemana Pak?" Terdengar suara merdu yang sangat ia kenal.

Pak Eddi menghentikan langkahnya, menatap gadis cantik yang berdiri di depan rumahnya. "Cuman keliling-keliling aja Nak Helen." Balas Pak Eddi kepada putrinya Nadia.

"Ehmmm..."

"Nak Helen mau kemana?" Tanya balik Pak Eddi, sebenarnya ia ingin bertanya tentang Ibunya Nadia, tapi Pak Eddi takut nanti Helena menaruh curiga kepadanya.

Helena mengenakan sandalnya. "Mau ke asrama teman Pak! Helena duluan ya Pak." Pamit Helena, lalu kemudian pergi meninggalkan Pak Eddi.

Pak Eddi mendesah pelan, ia tidak cukup punya keberanian untuk menanyakan sosok Nadia kepada anaknya. Saat ia hendak kembali melanjutkan langkahnya, tiba-tiba wanita yang ingin ia temui keluar dari dalam rumahnya.

Nadia terlihat begitu cantik dengan gamis berwarna coklat muda di padu dengan hijab yang sewarna.

"Baru pulang Pak?" Sapa Nadia.

Pak Eddi mengangguk. "Iya Bu Ustadza, mau kemana Bu Ustadza?" Tanya Pak Eddi, di dalam hati ia kegirangan karena bisa bertemu dengan Nadia.

"Gak kemana-mana, sengaja keluar karena tadi sempat dengar suaranya Pak Eddi." Aku Nadia, membuat Pak Eddi salah tingkah. "Mampir dulu Pak." Tawar Nadia sopan.

"Takut merepotkan Bu Ustadza." Tolak Pak Eddi.

Nadia tersenyum menggoda. "Takut merepotkan apa karena gak enak sama suami saya?" Sindir Nadia.

"Bu Ustadza bisa aja."

"Katanya mau mampir kalau Suami saya sedang tidak ada di rumah?" Singgung Nadia.

"Emang Pak Ustadnya kemana?"

"Gak tau tuh Pak pergi kemana, katanya tadi ada urusan aja, pulangnya nanti selepas magrib." Jawab Nadia. "Jadi mampir gak ni Pak?" Tanya Nadia setengah memaksa.

"Gak enak Bu, nanti di lihat orang malah jadi fitnah." Ujar Pak Eddi beralasan.

Nadia menghela nafas. "Kan gak ada orang." Nadia melihat kekiri dan kanan. "Bilang aja kalau Bapak gak mau nampir, terlalu banyak alasan." Rajuk Nadia, membuat Pak Eddi menjadi serba salah antara mengiyakan ajakan Nadia, atau menolaknya.

"Boleh deh, kalau Bu Ustadza memaksa."

"Na gitu dong, masak sudah janji mau mampir malah gak jadi." Omel Nadia, yang kemudian mempersilahkan Pak Eddi masuk ke dalam rumahnya, padahal saat itu rumahnya sedang tidak ada orang.

Sebagai seorang muslimah seharusnya Nadia tidak mengizinkan pria lain yang bukan muhrimnya masuk ke dalam rumahnya, apa lagi di saat Suaminya sedang tidak ada di rumah. Tetapi Nadia seakan mengabaikan kewajiban nya sebagai seorang muslim.

Selagi Nadia membuatkannya minumannya, Pak Eddi terlihat santai sembari memandangi bingkai foto Nadia yang ada di dinding rumah Nadia.

Tidak lama kemudian Nadia kembali menemui Pak Eddi sembari membawa minuman.

"Bengong aja Pak! Liatin apa si?" Tegur Nadia sembari meletakan segelas kopi diatas meja.

Pak Eddi tersenyum. "Ngeliatin foto Bu Ustadza waktu nikah dulu! Cantik banget." Puji Pak Eddi tak segan memuji wanita yang ada di dekatnya.

"Cantik kan mana dulu sama sekarang?"

Pak Eddi diam sejenak sembari memandang lekat foto yang ada di dinding rumah Nadia, lalu beralih kearah Nadia. "Sama cantiknya Mbak, tapi yang sekarang lebih berisi." Ujar Pak Eddi yang terbilang nekat.

"Berisi gimana Pak? Lebih gendut gitu."

"Bukan Bu Ustadza, tapi lebih montok, lebih enak di lihat." Jawab Pak Eddi semakin berani.

"Hussstt... Sembarangan! Ingat sudah punya orang. Hihihi..." Canda Nadia, sembari terkikik renyah.

"Kan yang punya lagi gak ada."

"Emang Pak Eddi berani?" Tantang Nadia menggoda.

Sebenarnya Pak Eddi ingin sekali menerkam Ustadza Nadia saat ini juga, tapi sayang ia tidak cukup berani. "Gak berani Bu, takut kualat, hehehe..." Jawab Pak Eddi seraya memandangi kecantikan Nadia.

"Dasar Pak Eddi, di minum Pak, nanti keburu dingin." Pinta Nadia.

"Terimakasih Bu Ustadza." Pak Eddi segera menyeruput kopi pemberian Ustadza Nadia.

Nadia terlihat panik melihat wajah Pak Eddi yang tegang setelah mencicipi kopinya. "Gak enak ya Pak? Kurang manis atau gimana?" Tanya Nadia panik.

Pak Eddi tidak langsung menjawab, dengan raut wajah misterius Pak Eddi memandangi Nadia.

"Kemanisan Bu Ustadza." Jawab Pak Eddi.

Nadia merenyitkan dahinya karena keheranan. "Masak si pak, padahal aku ngasi gulanya biasa aja." Buru-buru Nadia mengambil kopi tersebut dan mencicipinya, dan rasanya tidak ada yang aneh.

"Tuhkan gak kemanisan! Biasa aja Pak." Ujar Nadia.

Pak Eddipun tertawa puas setelah berhasil mengerjai Nadia. "Soalnya saya minum kopi ini sambil ngeliatin Ustadza, jadinya makin manis! Hahaha..." Canda garing Pak Eddi, tapi berhasil membuat Nadia ikut tertawa renyah.

"Bisa aja Pak Eddi."

*****


Fatimah

Malam hari 19:30

Di dalam sebuah kamar, tampak seorang wanita paruh baya tengah merias dirinya. Ia memoles bibirnya dengan lipstik merah, setelah selesai ia mematut dirinya di depan cermin, memandangi wajahnya yang masih cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi.

"Jangan nangis... Jangan nangis..." Gumam Hj Fatimah.

Cobaan yang ia hadapi saat ini memanglah sangat besar, tetapi ia percaya badai pasti berlalu dan ia memiliki keyakinan kalau dirinya mampu melewati badai yang tengah menerpa dirinya saat ini.

Fatimah tidak habis pikir, kenapa Pak Sobri begitu menginginkannya, padahal usianya sudah tidak mudah lagi. Apakah peredikat sebagai seorang Istri Kiayi yang membuat Pak Sobri begitu menginginkan dirinya, begitu ingin mengoyak harga dirinya.

Setelah di rasa cukup tenang, Hj Fatimah segera meninggalkan kamarnya.

"Mau kemana Mi?" Tegur Elliza.

Fatimah tersenyum menutupi kegelisahan hatinya. "Mau ke rumah Hj Irma, ada perlu." Ujar Fatiimah jujur, tapi ia tidak memberitahu putrinya kalau ia kesana untuk melacurkan diri.

"Titip salam sama Amma Irma Umi."

"Iya sayang, nanti Umi sampaikan." Jawab Fatimah, yang kemudian pamit pergi.

*****


Laras

Sementara itu di tempat berbeda, tampak Laras yang sedang menonton sinetron kesukaannya, sembari memijit kakinya yang masih terasa sakit. Padahal sebelumnya kakinya sedikit membaik setelah di pijit oleh keponakannya Daniel.

Mengingat Daniel, membuat Laras kembali teringat tentang kejadian akhir-akhir ini bersama Daniel.

"Ya Tuhan, apa yang kupikirkan." Gumam Laras.

Ia mencoba menepis bayangan-bayangan memalukan bersama Daniel sembari memfokuskan dirinya ke dalam alur cerita sinetron.

Tiba-tiba Daniel datang menghampirinya, membuat Laras sedikit kikuk.

"Gimana Kaki Amma? Sudah mendingan?" Tanya Daniel.

Laras sedikit meringis. "Masih sakit Dan, kemarin waktu kamu pijitin agak mendingan, tapi sekarang sakit lagi." Jawab Laras sembari memijit Kakinya.

"Biar saya lihat Amma."

Daniel Duduk di lantai sembari memegangi pergelangan kaki Laras yang masih terlihat bengkak. Kemudian ia menekan-nekan bagian bengkak tersebut membuat Laras mengadu kesakitan.

"Sssttt... Sakit." Keluh Laras.

"Tahan ya Amma." Ujar Daniel, sembari mengurut pergelangan kaki Laras. "Sepertinya ini semakin parah Amma, kalau Amma mau ini harus di pijit secara menyeluruh." Ujar Daniel.

"Kamu bisa sembuhkan kaki Ammakan Dan?"

"Bisa kok, saya ambilkan minyaknya dulu." Ujar Daniel beranjak dari tempatnya.

Tidak lama kemudian Daniel kembali sembari membawa sebotol minyak yang terlihat bening dan segelas jahe hangat untuk Laras.

Ia meminta Laras untuk meminum minuman tersebut, setelah habis Laras di minta telungkup.

"Tahan ya Amma!" Pinta Daniel.

"Iya Dan."

Daniel kembali menyentuh pergelangan kaki Laras, memijit pelan pergelangan kaki Laras hingga Laras mengaduh kesakitan.

Setelah di rasa cukup pijitan Daniel naik keatas ke betis Laras yang tertutup celana piyama panjang berbahan katun. Dengan lembut ia memijitnya, membuat Laras mulai tampak rileks.

"Gimana rasanya Amma?" Tanya Daniel.

"Lumayan Dan, tidak sesakit tadi." Jawab Laras, yang terlihat menikmati pijitan Daniel.

Jemari Daniel kembali berpindah ke bagian dalam lutut Laras. "Otot-otot kaki Ustadza terlalu kaku, jadi harus di bikin rileks." Ujar Daniel.

"Ssssttt... Dan! Eehmm..."

"Sakit Amma?"

Laras menggelengkan kepalanya. "Gak kok, ehmmm..." Rintih Laras.

Tampak Laras terlihat mulai gelisah, dan tanpa di sadari Laras Daniel tersenyum penuh arti. Minuman yang di minum Laras barusan sudah di campur dengan obat perangsang, sehingga wajar saja kalau Laras mulai gelisah, di tambah lagi sentuhan Daniel barusan mengenai titik gelinya.

Pijatan Daniel naik keatas, menuju paha Laras terus naik hingga kepangkal paha Laras.

"Tidak jangan sekarang..." Gumam Laras.

Kedua kakinya bergerak pelan menahan gejolak birahinya yang tiba-tiba saja muncul tanpa diundang. Di tambah lagi dengan pijitan Daniel yang mendekati bagian sensitifnya membuat Laras tidak tahan.

Nafas Laras memburu, pantatnya bergoyang-goyang kekiri dan kanan. Laras terlihat mulai tidak tenang, tapi di sisi lain tubuhnya mulai menikmatinya.

"Kalau sakit bilang ya Amma."

Laras menggigit bibirnya sejenak sebelum menjawab. "I-iya Dan! Aaahkk... Sssttt..." Erang Laras makin kencang ketika pijitan Daniel makin keatas.

"Amma jarang di pijit ya?"

"Iya, Ughk... Sudah lama Amma gak di pijit Dan! Eehmmm... Dan, bisa di bagian betis aja gak ngurutnya?" Pinta Laras yang semakin merasa tidak nyaman.

Bukannya turun Daniel malah memijit pantat Laras. "Emang kenapa Amma, sakit ya? Pantat Amma juga harus di pijit agar otot-otot nya tidak kaku." Ujar Daniel memberi alasan yang membuat Laras tidak bisa membantahnya.

Pijitan Daniel kembali turun kebawah, menuju betis hingga kembali ke pergelangan kaki Laras, tapi tidak lama kemudian pijitannya kembali keatas.

Creetss...

Tanpa bisa dicegah, cairan bening itu mulai keluar dari sela-sela kemaluannya.

"Eehmm... Aaahkk... Aaahkk..."

Daniel menyusupkan kedua jarinya ke dalam piyama Laras, memijit pinggul Laras sembari menarik turun sedikit demi sedikit celana piyama yang di kenakan Laras.

Laras yang sudah di landa birahi sama sekali tidak menyadari perbuatan Daniel. Ia sama sekali tidak menyadari kalau jemari Daniel sudah menarik turun celananya, hingga belahan pantatnya terlihat jelas.

Pijitan Daniel kembali menuju paha dan betis Laras, lalu kembali naik keatas.

Ia menyusupkan lebih dalam jemarinya, hingga celana piyama berikut dengan dalam Laras ikut tertarik kebawah. Kini tertampang jelas bulatan pantat Laras yang terlihat putih mulus.

"Daan... Aaahkk..." Jerit Laras.

Daniel menaiki sofa, dengan begitu ia semakin leluasa memijit pantat Laras.

Sembari menarik turun celana Laras, jemarinya mulai menyasar kebagian bawah pantat Laras. Ia memijit, meremas pantat Laras, hingga membuat suara erangan Laras makin terdengar nyaring.

"Ughk.... Sssttt... Dan! Aaahkk..." Laras makin gelisah.

Beberapakali ia merubah posisi wajahnya, sesekali kekiri dan sesekali ke kanan, terkadang ia membenamkan wajahnya di bantal untuk mengurangi suara jeritannya yang semakin keras.

Merasa kalau Laras makin tidak berdaya, Daniel menggerakan jarinya ke bagian dalam selangkangan Laras, Istri dari salah satu pimpinan pesantren.

"Danieeel..." Laras hendak protes.

"Tahan Amma, ini hampir dapat uratnya." Potong Daniel sebelum Laras melarangnya.

"Aduuuuh Dan! Aaahkk... Sssttt..."

Kedua jari jempol Daniel menekan pinggiran bibir kemaluan Laras, membuat Istri KH Umar itu kian mengerang panjang.

Daniel dapat melihat bibir kemaluan Laras yang tampak sudah sangat basah.

"Ya Tuhan ada apa denganku? Sssttt... Kenapa ini enak sekali..." Jerit hati Laras yang semakin terbuai oleh sentuhan jemari Daniel.

Tanpa ada penolakan dari Laras, membuat Daniel makin leluasa menjamah bagian intim tubuh wanita Soleha yang telah berhasil ia perdaya. Dengan jari jempolnya ia menggosok bibir kemaluan Laras.

"Ughk... Aaahkk..." Erang Laras.

"Tahan ya Amma, ini hanya sebentar." Jelas Daniel menenangkan Laras.

Laras mengepal kedua tangannya, sembari membenamkan wajahnya. "Berhenti Dan... Amma sudah gak kuat lagi..." Jerit hati Laras.

Sekuat tenaga Laras menahan gelombang orgasme yang sudah berada di ujung tanduk, tetapi semakin ditahan, ia malah semakin menderita. Laras merasa dirinya sudah tidak sanggup lagi, sedikit lagi birahinya akan meledak.

Vaginanya berkedut-kedut beberapakali, seiring dengan cairan bening yang keluar semakin banyak dan makin deras membasahi celana berikut dengan sofa tempat ia berbaring.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Nafas Laras tersengal-sengal dengan mata terpejam, Laras sadar kalau dirinya baru saja di lecehkan oleh Daniel. Tapi entah kenapa ia seakan tidak memiliki alasan untuk memergur Daniel, walaupun ia tau, kalau pemuda yang hendak membantunya ini telah melecehkan dirinya.

"Gimana Amma, sudah enakkan?" Tanya Daniel.

"Apa yang sudah kamu lakukan Dan?" Bisik hati Laras. "I-iya Dan, kayaknya sudah mendingan." Jawab Laras lemah.

Tap... Tap... Tap...

Terdengar langkah kaki dari atas yang sedang menuruni tangga.

Layaknya orang yang sedang ketahuan selingkuh, Laras buru-buru menarik kembali celananya, tepat ketika Azril tiba di ruang keluarga. Sementara Daniel terlihat begitu santai.

"Kenapa Umi?" Tanya Azril keheranan.

Laras memaksakan dirinya tersenyum. "Gak apa-apa kok sayang, kamu mau nonton?" Tanya Laras.

"Iya." Jawab Azril santai.

"Umi ke kamar duluan ya, sudah ngantuk." Ujar Laras, sembari berjalan menaiki anak tangga dengan tertatih-tatih.

Azril terdiam memandang Ibunya yang berjalan keatas, ia kaget melihat celana piyama Ibunya yang tampak basah. Tidak sampai di situ saja, ketika ia duduk di sofa, lagi-lagi ia menemukan sofanya dalam keadaan sudah basah.

"Kok basah?" Gumam Azril bingung.

*****


Fatimah

Fatimah yang baru saja tiba di kediaman KH Sahal langsung di sambut oleh saudaranya Irma. Ia di ajak ke sebuah kamar, kemudian Irma memberinya pakaian yang harus di gunakan Fatimah sebelum bertemu dengan Pak Sobri yang sudah menunggunya di kamar yang lain
.
Saat melihat pakaian yang di berikan saudaranya, Fatimah sempat protes, ia merasa pakaian tersebut sangat melecehkan dirinya sebagai seorang ahkwat.

Tetapi setelah mendapatkan penjelasan dari Irma, Fatimah mau tidak mau menerimanya.

Setelah berganti pakaian dan mengenakan kimono, Fatimah kembali diantar Irma, kali ini menuju kamar Pak Sobri yang sudah menunggunya.

Saat pintu di buka, Irma sangat terkejut melihat Pak Sobri bersama Jahal sudah menunggunya diatas tempat tidur hanya mengenakan selembar handuk. Fatimah menatap saudaranya seakan meminta penjelasan.

"Gak apa-apa kok Mbak! Saya sudah biasa." Jawab Irma.

"Maksud kamu?"

"Maaf Mbak, ini memang sudah di rencanakan Pak Sobri, saya hanya mengikuti saja perintah Pak Sobri, kalau Mbak keberatan gak apa-apa, tapi Mbak pasti tau sendiri resikonya." Jelas Irma, seraya tersenyum manis, membuat Fatimah menjadi emosi.

"Jadi kamu juga bagian dari rencana ini?" Tuding Fatimah, Irma mengangguk. "Astaghfirullah... Irma... Kamu keterlaluan Irma..." Bentak Fatimah kesal.

Plaaak...

Tiba-tiba Irma menampar wajah Fatimah. "Jangan kurang ajar Mbak, kamu di sini hanya pelacur." Bentak balik Irma.

"Ckckckck... Masih belum sadar juga." Ejek Sahal.

"Bajingan kalian semua." Geram Fatimah.

Irma tersenyum kecil. "Selamat di nikmati ya Bapak-bapak, saya pergi dulu." Ujar Irma lalu pergi meninggalkan mereka.

"Cukup dramanya Bu Haja, lakukan sekarang, atau saya akan mengirimkan video kemarin ke hp suami anda." Ujar Pak Sobri mengancam Irma yang terlihat begitu marah dengan kelakuan mereka semua.

Sadar kalau dirinya kini bukan Fatimah yang dulu, membuat Fatimah tidak melanjutkan emosinya yang sudah di ubun-ubun.

Sembari menitikan air matanya, Fatimah membuka kimono yang ia kenakan, lalu ia biarkan terjatuh di lantai begitu saja. Pak Sobri maupun KH Sahal tampak takjub dengan penampilan Istri dari pimpinan pesantren Al-fatah yang terlihat sangat seksi dan menggoda.

Bagian atasnya Fatimah hanya mengenakan bra tanpa cup berjenis tirai yang menopang bagian bawah payudaranya hingga terlihat makin membusung kendepan, sehingga membuat sepasang buah dadanya semakin terlihat indah, dan perutnya yang sedikit berlemak terpampang di hadapan kedua pria cabul tersebut.

Bagian bawahnya Fatimah memakai g-string jenis belahan, di mana g-string tersebut memiliki belahan di bagian bawahnya, hingga bibir kemaluannya tetap terekpose jelas, di padu dengan stoking gantung jenis jaring laba-laba.

Tentu saja tidak lupa Fatimah memakai jilbab berwarna hitam sewarna dengan warna pakaian dalamnya.

"Wow... Saya baru tau ternyata Istri Mas Hasyim sangat seksi, pantas saja dia menolak saat di minta mencari Istri muda." Ucap KH Sahal, menandakan kalau Suaminya seorang pria setia.

Ucapan KH Sahal seakan menampar wajahnya. "Maafkan Umi, Abi." Sesal Hj Fatimah.

Pintu kamar kembali terbuka, Irma masuk sembari membawa segelas minuman bersama sebutir pil untuk diberikan kepada Fatimah.

"Minum ini Mbak." Suruh Irma.

Fatimah merenyitkan dahinya. "Apa ini?"

"Obat perangsang! Malam ini akan menjadi malam yang panjang, Mbak tidak akan kuat kalau tidak minum pil ini." Ujar Irma menjelaskan.

Tanpa banyak bicara Fatimah segera menelan pil tersebut setelah Hj Irma pergi, dengan begini ia berharap rasa bersalahnya sedikit berkurang, karena ia melakukannya karena berada di bawah pengaruh obat perangsang dan ancaman dari Pak Sobri.

Setelah meminumnya Pak Sobri menyuruh Fatimah mendekat, kemudian secara bersamaan Pak Sobri dan KH Sahal membuka handuk mereka.

Wajah Fatimah merenyit ketika melihat ada dua tungkai kemaluan pria dewasa berada di hadapannya. Jujur ini kali pertama ia melihat kemaluan pria dewasa sekali dua.

"Ayo kita mulai." Perintah Pak Sobri.

Fatimah berlutut di depan mereka berdua yang sedang duduk di tepian tempat tidur.

Secara naluri Fatima menggenggam kedua penis mereka, mengocoknya dengan perlahan sembari memandanginya secara bergantian. Dari segi ukuran penis Pak Sobri lebih panjang, tapi lebar ukuran penis mereka sama-sama gemuk.

"Hisap." Perintah Pak Sobri.

Fatimah membuka mulutnya lalu dia memasukan penis Pak Sobri kedalam mulutnya. Dan dengan perlahan kepalanya bergerak naik turun mengulum penis Pak Sobri untuk kesekian kalinya.

Sementara tangan kanannya masih sibuk mengurut batang kemaluan KH Sahal, yang notabenenya adalah adik iparnya sendiri.

"Oughk... Enak sekali! Kiayi harus mencobanya." Seloroh Pak Sobri.

"Tentu saja, hahaha..."

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Sembari menikmati kocokan tangan Fatimah, Pak Sobri mulai membelai payudara Kakak iparnya tersebut yang usianya lebih muda darinya.

Dengan kasar ia meremas-remas payudara Fatimah, memilin dan menarik putingnya.

"Eeehmmppsss... Sssttts... Sssttt..."

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

"Gantian Bu Haja." Suruh Pak Sobri.

"Fuaah..." Hj Fatimah melepas penis Pak Sobri, tampak air liurnya menetes.

Kemudian ia beralih ke penis KH Sahal, Fatimah tidak langsung mengulumnya, melainkan memainkan penis Sahal dengan lidahnya, ia menjilat kepala penis Sahal, menyapu bersih lobang kencing KH Sahal.

Tentu saja Hj Irma melakukan hal tersebut karena ingin mengistirahatkan rahangnya, tapi tidak bagi mereka berdua, tindakan Hj Irma mereka artikan sebagai bentuk kebinalan Hj Irma kepada mereka, dan hal tersebut membuat kedua pria paruh baya itu senang.

Setelah di rasa cukup, Laras melahap penis KH Sahal, menghisapnya hingga kedua pipinya kempot.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

"Oughk... Ini enak sekali!" Racau KH Sahal.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

"Lebih dalam lonte! Aaahkk... Enak banget... Mulut Haja Fatimah memang layak mendapatkan predikat mulut lonte." Racau KH Sahal.

Pak Sobri yang duduk di sampingnya hanya tertawa puas. "Hahahaha..."

Sementara Hj Fatimah sendiri merasa sangat frustasi, tapi ia tidak berdaya, dan yang bisa ia lakukan memberikan servis terbaik seperti yang mereka inginkan darinya, dan berharap semua ini cepat berakhir.

Pak Sobri beranjak dari duduknya, ia menuju bagian belakang tubuh Fatima. Dengan memberi isyarat tepukan ia menyuruh Fatimah membuka kakinya.

"Sudah basah ya Bu Haja." Ejek Pak Sobri.

Plaaak...

Ia menampar bongkahan pantat Hj Irma yang berbentuk hati terbalik. Kemudian ia membuka pipi pantat Hj Irma sembari membelai lobang anus.

"Ughk..." Lenguh Hj Irma ketika satu jari Pak Sobri menusuk anusnya.

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

Dengan jari tengahnya ia mengocok lobang anus Hj Irma yang mulai terbiasa dengan benda asing di dalam anusnya, bahkan Hj Irma terlihat sangat menikmati tusukan jari Pak Sobri di anusnya.

Perlahan tapi pasti, pengaruh obat perangsang yang di telan Hj Fatimah mulai menuai hasil. Ia terlihat makin menikmati perannya sebagai pelacur.

Pak Sobri sedikit mengangkat pantat Hj Fatimah, lalu ia menyodorkan lidahnya di bibir kamluan Fatimah yang sudah bergelembir. Ia menghisap, menyedot gelembir bibir kemaluan Fatimah, membuat wanita alim itu merintih nikmat alhasil ia malah semakin kuat menyedot penis KH Sahal, hingga membuat Kiayi mesum itu melolong keenakan.

Sembari mengulum penis KH Sahal, jemari Fatimah dengan lincahnya meremas-remas lembut kantung testis KH Sahal.

"Ganti posisi." Pinta Pak Sobri.

Fatimah melepaskan kulumannya, ia hanya pasrah ketika dirinya di baringkan diatas tempat tidur.

KH Sahal membuka kedua kaki Fatimah, menatap takjub bibir kemaluan Fatimah yang terlihat seperti jengger ayam. Perlahan ia menjilatinya, lalu menghisapnya membuat Hj Fatimah menggelinjang nikmat, di tambah lagi dengan tusukan jari KH Sahal di lobang vaginanya.

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

"Hisap kontol saya Bu Haja." Pak Sobri menyodorkan penisnya kepada Hj Fatimah.

Hj Fatimah yang sudah berada di bawah kendali obat perangsang, tanpa ragu melahap penis Pak Sobri, menghisapnya dan menjilatinya.

Selagi menikmati servis mulut dari Hj Irma, Pak Sobri menjamah payudaranya, meremasnya dengan kasar hingga meninggalkan bekas bercak merah diatas gumpalan payudara Fatimah.

"Eehmm... Aaahk... Aaahkk..." Desah Fatimah di sela-sela rasa nikmat yang melanda dirinya.

Tidak butuh waktu lama, akhirnya Fatimah mencapai puncaknya. Ia melolong panjang, pantatnya tersentak-sentak, dan kedua kakinya melejang-lejang, menyambut datangnya badai orgasme.

Tubuh Fatimah terkulai lemas, tapi anehnya birahinya masih membara.

KH Sahal menindih tubuh Hj Irma, ia menyiapkan terpodonya tepat di depan bibir vagina Hj Irma yang terlihat berkilauan terkena cahaya lampu LED yang tergantung diatas mereka.

"Akhirnya saya bisa merasakan memekmu." Racau KH Sahal.

Fatimah menatap sayu KH Sahal. "Kamu puaskan sekarang? Kamu puas membuat Istri saudaramu sendiri seperti ini?" Kecam Hj Irma.

"...." KH Sahal menyeringai.

Bleesss...

"Aaaahkk..." Jerit Hj Irma ketika penis KH Sahal menerobos masuk lobang vaginanya.

Dengan kasar ia menangkup payudara Hj Irma. "Bagaimana rasanya, kontol saya jauh lebih enakkan di bandingkan kontol suamimu yang lembek itu." Geram KH Sahal.

"Auww... Ssstt..." Rintih Fatimah.

"Jawab, atau kupecahkan layudaramu." Ancam KH Sahal.

Fatimah meringis kesakitan. "Ya Tuhan, sakiiit." Jerit Hj Fatimah.

"Jawab..."

"Iya, itumu lebih enak."

Plaaaak...

KH Sahal menampar wajah Hj Fatimah dengan keras. "Jawab yang benar, bilang kalau kontolku lebih enak di bandikan titit suamimu." Ulang KH Sahal.

"Ughkk... Kontol KH Sahal lebih enak di bandingkan kontol Suamiku." Jerit Fatimah frustasi, sementara Pak Sobri terlihat tenang-tenang saja melihat drama yang ada di hadapannya.

"Bagus, akan aku buktikan." Ujar KH Sahal.

KH Sahal mendekap kepala bagian belakang Hj Fatimah, lalu melumat bibirnya dengan rakus, sementara pinggulnya menyentak-nyentak kasar, menubruk, menusuk lobang vagina Hj Fatimah.

Perlahan tapi pasti, Fatimah mulai merasakan kenikmatan dari sodokan penis saudara Iparnya tersebut, ia tidak menyangkah di usia yang tidak muda lagi, KH Sahal masih memiliki tenaga yang begitu dahsyat.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Puas melumat bibir Hj Fatimah, ciuman dan jilatan KH Sahal pindah keatas payudara Fatimah. Ia mengitari aurola Hj Fatimah dengan ujung lidahnya dan berhenti diatas puting Fatimah.

Ia mencucup, menghisap puting Hj Fatimah, hingga membuat Istri KH Hasyim makin menggelinjang nikmat, merasakan kenikmatan yang sulit di jelaskan.

Saat Fatimah hampir kembali mendapatkan puncaknya, tiba-tiba KH Sahal menarik penisnya.

Hj Fatimah terdiam, sementara selangkangannya mencari-cari penis KH Sahal yang sudah terlepas dari dalam vaginanya.

"Kenapa lonte? Mau kontol saya?" Ledek KH Sahal.

Fatimah yang kini haus akan sex, menatap KH Sahal dengan tatapan memohon.

KH Sahal meremas kembali payudara Fatimah. "Kamu tau apa yang harus kamu katakan?" Ujar KH Sahal sembari tersenyum tipis.

"Tolong masukan Mas." Melas Fatimah. "Ya Tuhan apa yang aku katakan? Apakah aku benar-benar menginginkan ini semua?"

"Bukan seperti itu, katakan dengan benar lonte."

Fatimah menggigit bibirnya, ia benar-benar frustasi dengan dirinya sendiri, ia sudah tidak kuat lagi. "Masukan kontol mu Mas! Memek lontemu gatal." Ungkap Fatimah sembari menggosok-gosok clitorisnya.

"Hahahaha... Bagus bagus..." Tawa puas KH Sahal.

Ia kembali mendorong penisnya, menembus lobang vagina Laras yang terasa hangat dan licin. Dengan ritme cepat KH Sahal menyodok-nyodok lobang vagina Fatimah, secara reflek Fatimah melingkarkan kedua kakinya memeluk pinggang KH Sahal.

Tubuh kerempengnya yang telah bermandikan keringat sama sekali tidak menjadi penghalang untuk menggempur Istri dari saudaranya sendiri.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Sobri kembali menyodorkan penisnya, tanpa banyak bicara Fatimah segera menghisap penis Pak Sobri, mengulumnya dengan rakus, membuatnya kini tak terlihat seperti seorang wanita Soleha.

Fatimah yang alim kininberubah menjadi Fatimah pelacur, yang haus akan kenikmatan birahi.

"Oughk... Nikmat sekali memekmu! Aaahkk... Sssttt... Aaahkk..." Erang Pak Sobri dengan mata merem melek menikmati jepitan vagina Fatimah.

Tubuh Fatimah melejang, ia merasa sudah hampir sampai. "Aaahk... Aaahkk... Saya sampai Mas! Lebih keras lagi." Mohon Fatimah.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Orgasme Fatimah hampir sampai, ia mulai ikut menggerakan pantatnya, menyambut sodokan-sodokan penis KH Sahal, hingga akhirnya ia menutupnya dengan lolongan panjang.

"Aaarrrtt..." Jerit Fatimah.

Tubuhnya melejang-lejang, menikmati orgasme yang baru saja ia dapatkan.

"Hah... Hah... Hah..." Nafas Fatimah terengah-engah.

KH Sahal mencabut penisnya, lalu mengocoknya dengan perlahan, tidak lama kemudian spermanya menyembur membasahi perut dan dan sebagian payudara Fatimah.

Setelah puas ia berganti posisi dengan Pak Sobri, meminta Fatimah membersihkan sisa spermanya.

"Oughk... Nikmat sekali!" Racau KH Sahal.

Pak Sobri berbaring di samping Fatimah, kemudian ia meminta wanita alim yang kini telah menjadi lonte mereka untuk menduduki ke jantanannya.

Walaupun Fatimah sudah dua kali orgasme, tetapi sepertinya birahi Fatimah belum juga redup. Pengaruh obat perangsang yang di tekannya benar-benar mujarap, membuat Fatimah terlihat seperti wanita murahan yang haus akan belaian pria.

Dengan sisa-sisa tenaganya Fatimah menaiki selangkangan Pak Sobri.

Jemari halusnya menggenggam penis Pak Sobri yang sudah ereksi maksimal, terasa hangat dan keras, begitu kaku seperti batang kayu.

Kepala penis Pak Sobri yang gundul itu ia gesek-gesekkan kebibir vaginanya yang telah basah, kemudian dengan perlahan ia menekan pinggulnya kebawah. "Bleeesss..." Penis besar Pak Sobri tertancap di dalam relung vaginanya.

"Oughk... Nikmat sekali memekmu lonte." Racau Pak Sobri merasakan jepitan dinding vagina Hj Fatimah.

Perasaan yang sama juga di rasakan Hj Fatimah. "Aaahkk... Besar sekali Pak! Ughkk... Memek saya rasanya penuh." Ujar Hj Fatimah yang sepenuhnya sudah di kuasai hawa nafsunya.

"Goyang Bu Haja." Pinta Pak Sobri tak sabar.

Hj Fatimah mulai menggerakan pinggulnya naik turun dengan perlahan, menikmati setiap gesekan di kedua kelamin mereka. Semakin lama, ia semakin mempercepat gerakan pinggulnya, naik turun, naik turun dan naik turun, semakin lama semakin cepat, dan makin cepat.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Hentakan kelamin mereka terdengar nyaring, dan tampak sepasang payudaranya mentul-mentul seperti balon yang terisi penuh.

"Oughk... Enaaak... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Hj Fatimah.

Dari belakang KH Sahal meraih buah dadanya, meremas dan memilin putingnya. "Enak ya? Hehehe... Kamu suka kontol kita berdua?" Tanya KH Sahal sembari memainkan puting Fatimah.

"Suka Mas! Aaahkk... Enak banget Mas... Oughk... Aaahkk... Aaahkk..." Fatimah makin meracau tak karuan, ia terlihat sangat menikmatinya.

Pak Sobri menarik kedua tangan Fatimah, hingga tubuh Fatimah ambruk ke dalam pelukannya. Dengan rakus Pak Sobri melahap bibir Fatimah, mengulum lidah Fatimah, menjelajahi rongga mulut Fatimah dengan lidahnya.

Dari belakang KH Sahal meremas-remas bongkahan pantat Fatimah, sesekali ia menamparnya, lalu kemudian menyusupkan kedua jarinya ke dalam anus Fatimah, mengorek-ngorek lobang anus Fatimah.

"Sssttt... Eehmmmppss..." Rintih Fatimah.

Pak Sobri melepas ciumannya, lalu beralih menciumi pundak mulus Fatimah.

"Hah... Hah... Hah..." Fatimah terengah-engah.

Rasanya sungguh luar biasa, Fatimah tidak menyangkah kalau rasanya akan seenak ini ketika lobang vagina dan anusnya di mainkan secara bersama-sama, membuat Fatimah melayang ke nirwana.

Tidak butuh waktu lama, Fatimah kembali mencapai batasnya. Dengan tubuh yang bermandikan keringat, ia melejang-lejang menumpahkan cairan bening dari dalam tubuhnya, melalui lobang vaginanya.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

"Aaarrrtt...." Fatimah melolong panjang.

Tubuhnya ambruk ke samping, nafasnya memburu membuat payudaranya naik turun. Telapak tangan Pak Sobri menjulur, memijit, meremas-remas payudara Fatimah yang masih sekal.

"Sekarang giliran pantatmu." Bisik Pak Sobri.

Fatimah menggigit bibirnya, mengingat bagaimana nikmatnya ketika anusnya di obrak-abrik oleh penis Pak Sobri yang besar dan panjang itu.

Tidak seperti biasanya, Fatimah sama sekali tidak menolak ajakkan Pak Sobri. Ia memutar tubuhnya, menungging sembari merenggangkan kedua kakinya di hadapan Pak Sobri. Segera Pak Sobri berlutut di belakang Fatimah sembari membuka pipi pantat Fatimah.

"Mantab sekali." Gumam Pak Sobri.

Ia menampar-nampar pantat Fatimah dengan penisnya, kemudian menuntun penisnya menjelajahi lobang anus Fatimah.

Jlerrbb...

"Aaahkk... Pak! Sssttt..." Fatimah mendesis nikmat.

Sembari memegangi kedua pipi pantat Fatimah, Pak Sobri memompa penisnya maju mundur, menuduh, mengobrak-abrik lobang anus Fatimah yang tampak mekar karena sering ia sodomi.

KH Sahal yang kembali ireksi meminta Fatimah menghisap penisnya.

Segera Fatimah melahap penis KH Sahal yang berdiri di depannya, di dekat pinggiran tempat tidur mereka, yang kini menjadi saksi bisu perbuhan di dalam diri Hj Fatimah yang di kenal sebagai wanita bersahaja.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Sobri semakin gencar menyodomi Fatimah, sembari sesekali menggapai payudara Fatimah dari bawah.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Fatimah di sela-sela mengulum penis Pak Sobri.

"Saya suka kalau sudah liar kayak gini!" Puji Pak Sobri, sembari menampar berulang kali pantat Fatimah yang terlihat bergelombang.

Jujur hati kecil Fatimah menjerit, ia tidak tau kenapa dirinya kini tidak bisa lagi membohongi dirinya sendiri kalau ia menikmatinya. Bahkan ia merasa kalau dirinya sekarang sudah seperti pelacur.

"Saya tidak menyangka kalau seorang Istri KH Hasyim bisa sehaus ini! Hahaha..." Ledek KH Sahal.

Fatimah tidak menanggapi obrolan cabul mereka, yang begitu merendahkan harga diri dan martabatnya sebagai seorang istri Kiayi.

Cukup lama Pak Sobri menyodok-nyodok anus Fatimah, hingga Pak Sobri mulai merasakan spermanya sudah sangat dekat. Dengan satu hujaman sangat dalam, ia melepaskan benihnya di dalam lobang anus Fatimah. Croootss... Croootss... Croootss... setelah puas Pak Sobri mencabut penisnya.

Tampak lelehan sperma Pak Sobri mengalir turun, menetes keatas tempat tidurnya.

KH Sahal menarik tangan Fatimah, ia meminta Fatimah berdiri di depan meja rias dengan sedikit menungging kan pantatnya. Ia menggesek-gesek penisnya diantara lobang vagina dan anus Fatimah.

Sementara Fatimah sendiri terlihat pasrah sembari memandangi pantulan dirinya di depan cermin. Ada rasa malu yang menyeruak di hati Fatimah, mengingat dirinya kini sudah sangat kotor.

Bleeess...

"Aaahkk..." Jerit Fatimah.

Dari belakang KH Sahal kembali menusuk-nusuk lobang vaginanya, ia menggerakan pinggulnya maju mundur dengan sangat cepat, sembari mengusap punggung Fatimah yang bermandikan keringat.

Dari pantulan cermin, Fatimah dapat melihat ekspresi wajahnya yang keenakan, sebuah ekspresi yang memalukan bagi seorang wanita Soleha.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Sepuluh menit berlalu mereka bercinta hingga akhirnya mereka berdua mencapai puncaknya.

*****


Salma

Sementara itu di kediaman anaknya Hj Irma, Furqon baru saja melaksanakan Sunnah malam bersama sang Istri yang masih dalam keadaan telanjang bulat. Furqon terlihat puas setelah menanam benih ke dalam rahim Istrinya.

"Kapan kita punya anak ya?" Lirih Furqon.

Salma terlihat kesal dengan sikap Suaminya yang kenak-kanakkan. "Mas beneran pengen ke dukun itu?" Tanya Salma sembari menatap mata Suaminya.

Furqon mengangguk. "Iya Dek! Entah kenapa Mas sangat yakin kita akan segera di beri momongan kalau pergi ke sana."

"Tapi itu dosa Mas."

"Ini bagian dari ihktiar kita sayang." Ujar Furqon, mencoba meyakini Suaminya.

"Terserah Mas saja, adek ikut."

Furqon menatap tak percaya kearah Istrinya. "Jadi kamu setuju sayang? Kamu mau berobat ke dukun?" Tanya Furqon memastikan.

"Iya mas, ini bagian dari bakti Adek sebagai seorang Istri." Jawab Salma.

Furqon langsung memeluk Istrinya, mengecup mesrah kening sang Istri. "Besok Mas akan ke rumah KH Sahal untuk menanyakan alamat dukun tersebut." Ujar Furqon bersemangat.

Fatimah tersenyum, akhirnya mereka tidak berantem lagi dengan masalah yang sama yang selalu mereka berdua bahas.

Setelah mengobrol sebentar, Fatimah izin ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Di dalam kamar mandi, Fatimah kembali mempertanyakan keputusan, ia masih ragu apakah keputusannya sudah benar. Tetapi setelah ia pikir-pikir, demi keutuhan rumah tangganya, tidak ada salahnya ia menuruti permintaan Suaminya.

*****

Sabtu 05:00


Zaskia

Selepas menuntaskan hasratnya, Rayhan segera mengambil handuknya, menyampirkannya di atas pundak. Ia berjalan menuju kamar mandi, dan seperti biasanya tanpa mengetuk terlebih dahulu Rayhan membuka pintu kamar mandi.

Untuk kedua kalinya Rayhan memergoki Zaskia, Kakak iparnya yang sedang berjongkok diatas closet, tampak cairan berwarna oranye mengucur deras keluar dari sela-sela bibir vagina Zaskia.

"Astaghfirullah... Ray!" Jerit Zaskia.

Bukannya pergi Rayhan malah mematung memandangi Kakak iparnya yang sedang buang air kecil. "Kebiasaan ni Kakak, pake kamar mandi gak di kunci." Omel Rayhan dengan suara gemetar, seraya mencuri pandang kearah bibir vagina Zaskia yang sedang buang air kecil.

"Kamu tuh kebiasaan gak ngetuk pintu dulu." Zaskia memercikan air kearah Rayhan.

"Basah Kak!" Protes Rayhan.

"Sana keluar dulu, Kakak belum selesai." Suruh Zaskia, sembari melototi adiknya.

Tapi Rayhan tidak bergeming, walaupun jantungnya rasanya mau copot. "Buruan Kak kencingnya, aku mau mandi ni, bentar lagi waktu ibadah habis." Protes Rayhan tanpa mengindahkan omelan Kakak Iparnya.

Zaskia terlihat geram tetapi ia tidak berbuat apa-apa, bahkan untuk menutupi kemaluannya. Ia seakan membiarkan Rayhan melihat vaginanya yang telah ia cukur habis, terlihat mulus tanpa penghalang apapun, bahkan Rayhan dapat melihat jelas tonjolan clitorisnya yang menyembul diantara lipatan bibir kamaluannya yang berwarna merah segar.

Tentu saja pemandangan tersebut membuat Ray junior memberontak, membuat celana boxer yang ia kenakan terlihat mengembung.

Zaskia menelan air liurnya, menatap tonjolan di celana Rayhan yang terdapat sebercak noda tepat di bagian ujung kepala penis Rayhan. Mendadak Zaskia merasa vaginanya begitu gatal.

"Masih lama Kak? Sudah selesai tuh." Tegur Rayhan.

Zaskia mendadak tersadar dari lamunannya. Buru-buru tanpa membersihkan vaginanya, Zaskia mengenakan kembali celananya lalu dengan wajah memerah seperti tomat ia meninggalkan kamar mandi.

Selepas kepergian Zaskia, barulah Rayhan bisa bernafas lega, nyaris saja jantungnya meledak sanking tegangnnya.

Sekarang ia hanya perlu menunggu apa yang akan di lakukan Kakaknya kepada dirinya yang begitu nekat. Kemungkinan terburuknya, ia akan di usir dan perbuatannya akan di aduhkan ke saudaranya maupun orang tuanya di kampung.

Sementara Zaskia terlihat termenung di dalam kamarnya. Ia tau kalau Rayhan salah, tapi yang membuatnya tidak habis pikir ialah dirinya sendiri, bagaimana mungkin ia membiarkan Rayhan menatap kemaluannya, bahkan sampai-sampai ia tidak sadar kalau dirinya sudah selesai buang air kecil.

"Apa benar kalau aku senang di liatin Adikku? Tidak... Tidak... Tidak..." Zaskia menutup matanya sembari menggelengkan kepalanya.

*****


Eni


Yenni

Di hari pertama bekerja, Daniel terlihat begitu bersemangat. Setelah berpamitan dengan Laras ia segera menuju kantor Mahkamah. Sembari berjalan menuju kantor Mahkamah, matanya melirik ke kiri dan kanan, memperhatikan santri-santri muda yang terlihat begitu menggiurkan.

Suatu hari nanti, ia memiliki keyakinan bisa mencicipi mereka semua.

Setibanya di kantor Mahkamah ia melihat di dalam ruangan tersebut ada seorang pria yang bukan bagian dari pengurus Mahkamah.

"Kenalin Mas, ini Daniel, Ustad baru di pesantren." Ujar Enni memperkenalkan Daniel kepada Suaminya.

"Rifki..."

"Daniel."

Setelah berkenalan satu sama lain, Rifki izin pamit pergi karena ia ada kelas pagi ini. Setelah menyapa Yenni ia meninggalkan kantor Mahkamah.

Tampak Enni terlihat salah tingkah ketika Daniel duduk di sampingnya.

"Cie... Cie... Sang mantan bertemu dengan sang Suami." Goda Yenni, wajah Enni bersemu merah mendengar ucapan sahabatnya.

"Jadi cemburu." Celetuk Daniel.

Enni menyikut lengan Daniel. "Apaan si?" Rajuk Enni.

"Hihihihi... Enaknya bisa bertemu mantan sekaligus suami." Lanjut Yenni menggoda Enni yang mulai terlihat gelisah dengan obrolan mereka.

"Yenni..." Geram Enni.

Daniel tertawa puas melihat raut wajah Enni yang sedang ngambek.

Tapi di dalam hatinya, entah kenapa Enni berbunga-bunga, bahkan ia merasa tidak pernah sesemangat ini saat sedang bekerja. Mungkinkah ia masih mencintai sosok pria yang ada di sampingnya?

"Aku jadi iri sama Rifki, beruntung sekali ia bisa memiliki Istri secantik Enni." Puji Daniel, sembari menatap wajah Enni yang memerah.

Yenni menggelengkan kepalanya. "Enggak bener itu, yang beruntung itu kamu? Karena kamu pria pertama yang memetik perawan Enni." Ujar Yenni, sembari melirik kearah Enni yang tampak kaget mendengar ucapan sahabatnya itu.

Sebelum Yenni membongkar semua isi curhatannya, buru-buru Enni menegur sahabatnya. "Yenni... Sumpah aku gak mau lagi temenan sama kamu." Rajuk Enni, ia marah bukan karena merasa di permalukan, ia marah karena ia malu kepada Daniel.

"Hihihihi... Cie... Cie..." Goda Yenni.

"Hahahaha... Jadi Enni cerita ke kamu tentang masa lalu kami." Seloroh Daniel.

Yenni mengangguk. "Aku tau semuanya! Bahkan aku tau siapa yang terbaik diantara kalian diatas ranjang menurut Enni." Jawab Yenni.

"Serius? Terus siapa?" Kejar Daniel semangat.

Enni melotot kearah Yenni. "Bener Yen, aku gak mau lagi kenal sama kamu." Ancam Enni, ia terlihat panik takut kalau sahabatnya membocorkan rahasianya.

"Gak jadi ah, takut ada yang marah." Tolak Yenni sembari cekikikan.

"Kan ada pawangnya di sini, aman..." Ujar Daniel.

Perasaan Enni campur aduk saat ini, di sisi lain ia merasa sangat malu kalau sampai sahabatnya menceritakan rahasianya, tapi di sisi lain ia ragu kalau dirinya akan marah walaupun Yenni memberitahu Daniel siapa yang terbaik diantara mereka yang pernah menidurinya.

"Oh ya bener juga... Jadi katanya Enni yang terbaik diantara kalian berdua itu." Yenni diam sebentar sembari melihat kearah Enni. "Yang katanya kontolnya paling besar, berurat, keras dan panjang." Yenni kembali diam.

"Yen... Please..." Mohon Enni.

Yenni menatap Enni seraya tersenyum tipis. "Kamu Daniel, Enni bilang dia gak akan perna lupa bentuk kontol kamu yang perkasa, bahkan..."

Enni beranjak dari duduknya lalu dengan cepat membekap mulut sahabatnya.

Daniel tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi Enni, ia tau kalau Enni tidak akan benar-benar marah kepada sahabatnya Yenni, karena pada dasarnya Enni masih menyimpan rasa kepadanya, walaupun mungkin itu bentuknya bukan cinta tapi nafsu.

*****


Lidya

Sembari berjalan menuju kelas, Daniel tersenyum sendiri mengingat kejadian beberapa menit yang lalu ketika Yenni membongkar rahasia Enni tentang bagaimana mantan kekasihnya itu tidak pernah melupakannya.

Walaupun yang di ingat Enni hanya tentang selangkangan, tapi itu sudah lebih cukup bagi Daniel. Rasanya ia sudah tidak sabar kembali meniduri mantan kekasihnya itu.

Tok... Tok... Tok...

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam..." Jawab serempak seisi kelas ketika Daniel masuk ke dalam kelas.

Ia melihat beberapa santri tampak gerasah gerusuh kembali ke meja mereka masing-masing. Beberapa yang sedang tertidur di pojokan belakang meja, buru-buru bangun dan kembali ke kursi mereka.

Hanya ada satu santri yang tampaknya masih terlelap tidur. Saat temannya hendak membangunkannya Daniel mencegahnya.

"Biarkan saja." Suruh Daniel.

Kemudian Daniel mulai membuka absensi kelas yang ia masuki pagi ini.

Sebelum mengabsen, Daniel sempat memperkenalkan dirinya, dan memberitahu mereka kalau dirinya adalah Ustad baru yang akan mengajar olah raga menggantikan Ustad sebelumnya.

Beberapa santri yang jahil sempat melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menggoda, seperti menanyakan umur, sudah punya pacar atau belom, hingga menawarkan diri menjadi pacarnya. Daniel menanggapi pertanyaan tersebut dengan santai, dan sedikit di beri bumbu humor sehingga membuat mereka tertawa terpingkal-pingkal.

Di hari pertama ia mengajar sudah mendapat respon positif dari murid-muridnya, membuat Daniel cukup merasa senang.

Tidak terasa waktu terus berjalan hingga akhirnya terdengar suara bell bertanda berakhirnya jam pelajaran yang di ajarkan Daniel, berganti dengan jam istirahat. Daniel mempersilahkan murid-muridnya untuk meninggalkan kelas.

Ketika seorang santri hendak kembali membangunkan temannya yang masih tertidur di barisan belakang, lagi-lagi Daniel mencegahnya.

"Biarkan saja Tiwi, nanti saya yang akan bangunkan." Ujar Daniel.

"Iya Ustad." Tiwi urung membangunkan sahabatnya, ia bergegas menyusul Clara yang sedang menunggunya di luar kelas.

Setelah kelas sepi, Daniel menghampiri muridnya yang masih tertidur lelap. Ia tersenyum menatap muridnya yang terlihat sangat cantik dengan gaya tidur yang sedikit sembrono.

Rok hijau yang di kenakan sang Santri tersingkap lebar, membuat Daniel dapat melihat gundukan tebal yang di hiasi rambut hitam diatas pubik vaginanya. Ya... Santri tersebut tidak memakai dalaman di balik rok hijau yang ia kenakan, sehingga Daniel dapat leluasa memandangi vagina santrinya.

"Ternyata benar apa yang dikatakan KH Sahal, di sini memang surganya bidadari." Gumam Daniel.

Karena tidak ingin di anggap guru cabul, Daniel segera membangunkan perlahan calon mangsanya dengan menyentuh lengan santri tersebut.

Awalnya santri tersebut masih enggan untuk bangun, hingga Daniel memanggilnya.

"Mau sampai kapan kamu tidur?" Ucap Daniel.

Santri tersebut langsung membuka matanya, saat ia berbalik, santri tersebut tampak kaget lalu buru-buru berdiri dan duduk di tempat duduknya.

Sejenak santri tersebut telihat bengong melihat ruangan yang sudah kosong.

"Kelas sudah selesai sejak tadi." Ujar Daniel.

Santri tersebut baru sadar kalau ia tertidur sangat lama. "Maaf Ustad, saya ketiduran." Lirih santri tersebut sembari menundukkan wajahnya.

"Nama kamu siapa?"

"Lidya ustad." Jawabnya.

Daniel menarik kursi dan duduk di sebelah Lidya, menghadap langsung kearah Lidya yang tampak tertunduk takut. "Semalam kamu begadang?" Tanya Daniel lembut.

Lidya mengangguk. "I-iya Ustad, saya semalaman sibuk menghafal."

"Ehmmm... Dari muka kamu Ustad gak yakin kamu menghafal! Ayo ngaku kenapa semalam kamu tidak tidur?" Todong Daniel yang membuat Lidya terlihat mati kutu karena kebohongannya di ketahui gurunya.

"Anu Ustad, saya nemenin temen jaga malam."

Daniel menghela nafas sembari mencondongkan badannya ke depan. "Bukan karena main hp?" Tembak Daniel membuat wajah Lidya semakin panik, karena ucapan Daniel memang benar adanya.

Kemarin ia baru saja membeli hp baru, dan semalam ia sibuk menonton video porno menggunakan HP tersebut, dan gara-gara itu juga yang membuatnya menjadi sangat mengantuk pagi ini. Lidya kembali mencoba mengelak tudingan Daniel.

Tetapi sebelum ia memberi alasan, Daniel memegang saku rok yang di kenakan Lidya.

"Coba keluarkan." Suruh Daniel.

Karena merasa sudah tidak bisa mengelak lagi, Lidya segera mengeluarkan hp miliknya lalu memberikannya kepada Daniel.

Daniel membuka historis browser di hp tersebut, dan sedetik kemudian Daniel tersenyum penuh arti melihat apa yang sudah di buka oleh Lidya. Tidak sampai di situ saja ia juga membuka galeri di hp tersebut, dan ternyata isinya adalah foto-foto Lidya, dari yang biasa hingga foto Lidya yang terlihat seksi.

Daniel sedikit kecewa karena tidak menemukan foto Lidya dalam keadaan telanjang.

"Tolong jangan di sita Ustad, aku baru beli." Melas Lidya. Tentu saja Daniel tidak berniat menyita hp Lidya, ia hanya ingin memeriksanya saja.

"Ustad gak suka kamu berbohong."

"Maaf Ustad."

Daniel mengembalikan kembali hp Lidya, tapi ia memasukan sendiri hp tersebut di saku depan seragam Lidya. Dengan sengaja ia menyenggol payudara Lidya, karena ingin melihat reaksi Lidya. Dan ternyata Lidya terlihat biasa-biasa saja, tidak ada penolakan dari Lidya.

"Jangan di ulangi lagi ya."

Lidya mengangguk. "Iya Ustad."

"Sekarang kamu boleh keluar." Suruh Rayhan.

Lidya segera beranjak dari kursinya, hendak keluar dari dalam kelas. Tapi tiba-tiba Daniel kembali menegurnya.

"Lidya... Besok-besok pake dalaman ya." Tegur Daniel.
Lidya terperangah, kemudian tersenyum ketika melihat Daniel mengerling kearahnya.

Gadis cantik tersebut tampak berbunga-bunga keluar dari dalam kelas. Entah kenapa ia merasa jatuh cinta dengan guru barunya itu.

*****

14:30


Ustadza Dwi


Aziza

Teng... Teng... Teng...

"Dada..."

"Da..."

"Aku duluan ya..."

"Nanti habis makan kumpul di asrama ya." Teriak Clara.

Helena, Aziza,dan Elliza pulang ke rumah, sedangkan Asyifa pergi ke klinik, sementara Adinda dan Clara kembali ke asrama.

Di persimpangan Aziza berpisah dari kedua temannya, ia berbelok ke kiri menuju rumahnya. Ketika sudah dekat dengan rumahnya, ia melihat seorang pria paruh baya tengah memperhatikan rumahnya sembari mengelus-elus kemaluannya.

Semakin dekat ke rumahnya, ia semakin merasa curiga, hingga akhirnya ia sudah sangat dekat dengan rumahnya.

Ia melihat Kakaknya, Ustadza Dwi sedang membakar sampah dan dedaunan di samping rumah mereka, membuat kecurigaan Clara semakin besar, kalau pria tersebut sedang mengintip Kakaknya yang sepertinya tidak menyadarinya.

Dengan langkah cepat ia menghampiri pria tersebut dan menegurnya.

"Ada perlu apa Pak? Ngintip ya." Todong Aziza.

Pak Bejo tampak gugup. "Eh anu Non, cuman lewat aja kok." Elak Pak Bejo, di dalam hati ia merasa kesal dengan sikap arogan Aziza.

"Numpang lewat kok malah berdiri di sini?"

"Maaf Non, tapi saya benar-benar tidak mengintip. Permisi Non." Pamit Pak Bejo, yang kemudian segera pergi dengan hati dongkol karena di ganggu oleh Aziza.

Sebenarnya Aziza ingin kembali mengintrogasi Pak Bejo, tapi niat itu di urungkan ketika Ustadza Dwi menghampirinya dengan raut wajah keheranan.

"Kamu marahin siapa?" Tanya Dwi.

Aziza menunjuk Pak Bejo yang berada tidak terlalu jauh. "Pria tua tidak tau diri." Umpat Aziza kesal, karena Pak Bejo tadi jelas-jelas ngintipin saudaranya.

"Astaghfirullah Aziza... Jaga mulut kamu."

"Tadi aku mergokin dia ngintipin Kakak lagi bakar sampah." Jelas Aziza, tidak mau di salahkan atas ucapan kasarnya.

Dwi tampak menghela nafas. "Jangan menuduh orang sembarangan, takutnya nanti jadi fitnah." Nasehat Dwi, membuat Aziza makin kesal, karena ia merasa kalau Pak Bejo memang benar-benar lagi ngintipin Kakaknya.

"Mbak, saya benar-benar memergoki Pak Sobri lagi ngeliatin Mbak Dwi."

"Anggap saja kamu benar, tapi tetap saja kamu harus menjaga etikamu, bagaimanapun juga Pak Bejo itu orang tua." Jelas Dwi, menasehati Adiknya yang memang suka ceplas-ceplos.

"Iya Mbak, tapi lain kali Mbak hati-hati!"

Ustadza Dwi mengangguk. "Sekarang kamu makan dulu sana, sudah Mbak siapkan diatas meja." Suruh Dwi, dengan patuhnya Aziza segera bergegas masuk ke dalam rumahnya.

Selepas kepergian Aziza, Dwi berjanji di dalam hatinya agar lebih waspada.

*****


Suci

Pulang mengajar, Suci tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan pergi ke rumah sahabatnya. Setibanya di depan rumah sahabatnya ia hanya melihat anak sahabatnya yang sedang bermain di halaman depan rumah mereka.

Suci menghampiri anak tersebut dan menanyakan keberadaan Ibunya. Dengan polos anak kecil tersebut memberitahu Suci kalau Ibunya sedang ada di dapur.

Segera Suci masuk ke dalam rumah sahabatnya yang terlihat sepi. Maklum saja, jam segini Suami dari sahabatnya masih bekerja, hingga jam lima sore nanti baru pulang.

Dari arah dapur Suci mencengar suara yang sedikit familiar, membuat Suci penasaran.

Ia bergegas menuju dapur rumah sahabatnya, dan alangkah terkejutnya ketika ia melihat Novi, sahabatnya sedang bercinta dengan seorang pria paruh baya diatas meja makan mereka.

Novi berbaring diatas sova, sembari memeluk leher pria tersebut, sementara pria itu menggenjotnya tanpa ampun.

"Ya Tuhan Novi." Histeris Suci.

Novi melirik sebentar, melihat siapa yang datang. "Eh kamu Ci! Oughk... Sebentar masih tanggung ni... Ssstt... Aahkkk... Aaahkk..." Desah Novi.

"Aku tunggu di luar ya."

Novi dengan cepat mencegah sahabatnya. "Di sini aja, gak apa-apa! Oughk... Enak Pak, teruuuss... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Suci yang sedang menikmati genjotan dari Pak Sueb.

Walaupun ragu akan saran sahabatnya, tapi pada akhirnya Suci menuruti ucapan dari sahabatnya.

Ia duduk di kursi meja makan sembari memperhatikan sahabatnya yang sedang bercinta dengan pria lain yang bukan suaminya. Diam-diam Suci mulai terangsang melihat betapa perkasanya Pak Sueb di usianya yang sudah tidak muda lagi.

"Pak... Aku dapat..." Jerit Novi.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Bareng Non... Aaahkk... Aaahkk... Di dalam apa di luar Non." Erang Pak Sueb sembari meningkatkan ritme tusukannya.

"Di dalam Pak... Aaahkk... Aku dapat Pak." Erang Novi.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

"Terima peju saya Non."

Croootss... Croootss... Croootss...

Ploopss...

Mata indah Suci membelalak menatap penis Pak Sueb yang begitu besar dan panjang, ia dapat melihat lelehan sperma Pak Sueb yang keluar dari sela-sela bibir kemaluan sahabatnya.

Pak Sueb sempat menatap nanar kearah Suci sembari menjilati bibirnya.

Buru-buru menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi tubuhnya, seakan-akan ia merasa kalau Pak Sueb sedang menelanjanginya.

"Jangan di sentuh Pak, dia masih alim, nanti saja kalau sudah liar, hihihi..." Goda Novi sembari mengenakan pakaiannya kembali.

"Astaghfirullah... Kapan kamu tobatnya Vi."

"Nanti deh... Hehehe... Sudah sana pulang Pak. Sebentar lagi suami saya pulang." Usir Suci sembari merapikan rambutnya.

"Oke Non, besok lagi ya."

"Iya."

Suci memalingkan wajahnya ketika Pak Sueb hendak berpamitan, entah kenapa ia merasa takut akan sosok pria tersebut. Selepas kepergian Pak Sueb, Suci langsung mengintrogasi sahabatnya yang baru ia ketahui kalau diam-diam telah berselingkuh.

"Sejak kapan?" Todong Suci.

Novi mengambil segelas mineral. "Kalau sama Pak Sueb baru tiga Ci, hehehe..." Jawab Novi santai, tanpa merasa berdosa sedikitpun.

"Gila ya kamu."

"Hidup kamu sekarang gak asyik, gak kayak dulu lagi." Sinis Novi yang tampak kesal karena di protes oleh sahabatnya sendiri.

Suci menghela nafas perlahan. "Kamu itu sudah punya suami, sudah punya anak." Nasehat Suci. "Apa kurangnya Suami kamu, sudah ganteng, kerjaan bagus, baik lagi." Cecar Suci.

"Karena itu Ci! Aku bosan tau enggak, aku butuh tantangan Ci."

"Astaghfirullah... Novi."

"Masak iya, kamu gak kangen merasakan batang-batang besar seperti milik Pak Sueb, wanita secantik kamu pasti jadi rebutan."

"Aku sudah taubat."

"Kamu masih mudah, apa salahnya kalau kita sedikit bersenang-senang? Jangan kamu pikir apa yang aku lakukan dengan Pak Sueb itu sebuah perselingkuhan ya..." Ujar Novi santai.

"Terus apa?"

Novi tidak langsung menjawab. Ia menghampiri sahabatnya. "Hanya sebatas kebutuhan saja Ci! Aku yakin kamu juga pasti butuhkan, kamu pasti merindukan kontol sebesar Pak Suebkan? Kamu pasti merindukan tubuh indahmu itu di grayangi pria macam Pak Suebkan? Ayo jujur Ci, mau sampai kapan kamu bohongi diri sendiri." Serang Novi, membuat Suci sempat tidak bisa berkata-kata.

"Aku sudah punya Suami." Tegas Suci.

Novi mendekatkan bibirnya di telinga Suci. "Suami yang tidak mampu membuat kamu banjir, Suami yang tidak mampu membuat kamu berteriak nikmat, Suami yanh tidak mampu menghamili mu." Lanjut Novi.

"....." Suci terdiam.

"Kamu nyaris tidak kekurangan apapun Suci, kamu cantik, seksi, karier cermelang, suami kamu yang hanya seorang sopir itu sangat beruntung memiliki kamu, jadi tidak ada salahnya kalau kamu sedikit bersenang-senang di luar sana." Lanjut Novi, mempengaruhi keimanan Suci yang baru mulai tumbuh sejak ia menikah dua tahun yang lalu.

Suci menghela nafas. "Gak usah bahas itu, aku ke sini cuman mau belajar bikin kue." Potong Suci, lama-lama ia merasa risih juga dengan ucapan Novi.

"Hihihi... Tapi aku istirahat dulu ya, memek aku agak ngilu ni." Goda Novi.

"Novi..."

"Hihihihi..."

******

22:00


Zaskia


Haifa

Sehabis mengajar jam malam, Zaskia menemui Haifa yang juga baru keluar dari kelas. Mereka berjalan beriringan sembari mengobrol ringan. Awalnya mereka hanya membicarakan tentang sosok pria misterius yang telah memperkosa seorang santri, yang sudah beberapa hari ini belum juga di tangkap.

Hingga akhirnya mereka mulai membahas tentang sosok Rayhan.

"Gimana adik ana Mbak, apa bisa di andalkan." Tanya Zaskia.

Haifa menganggukkan kepalanya. "Iya, dia cepat belajar kok, rajin dan nurut juga." Ujar Haifa, seraya merapikan ujung jilbab nya yang tertiup angin.

"Masak si Mbak, kok di rumah gak gitu."

"Masak kamu masih belum ngerti juga si?"

Zaskia menatap bingung kearah Haifa. "Maksudnya Mbak?" Tanya Zaskia keheranan.

"Dia kayak gitu cuman ingin mendapatkan perhatian kamu saja! Dia sengaja pura-pura malas biar kamu bangunkan setiap hari, biar kamu marahin, kamu cubit." Bisik Haifa.

"Apa enaknya di cubit?" Heran Zaskia. "Ngomongin Rayhan jadi keinget kejadian tadi pagi." Ujar Zaskia, mengingat kejadian memalukan yang terjadi tadi pagi.

"Mau cerita?"

Zaskia mengangguk.

"Ke klinik aja yuk." Ajak Haifa.

Mereka berdua segera menuju klinik, sesampainya di klinik Zaskia mulai menceritakan kejadian tadi pagi, di mana ia merasa Rayhan sengaja melihatnya dalam keadaan buang air kecil. Mendengar cerita Zaskia yang menggebu-gebu, membuat Haifa mengulum senyum.

Bahkan Zaskia memberitahu Haifa kalau ia sempat melihat tonjolan di celana Rayhan, menandakan kalau pemuda itu terangsang melihatnya buang air kecil.

"Gilakan Mbak." Ujar Zaskia mengakhiri ceritanya.

"Ya Tuhan, Rayhan nekat banget ya... Bandel banget tuh anak." Omel Haifa membuat Zaskia kembali tersenyum.

"Iya Mbak! Dia gak ada takut-takut nya."

"Laporin aja Uhkti, bila perlu kamu usir dari rumah, biar dia kapok."

Zaskia terperangah mendengar jawaban Haifa. "Ya gak sampai segitunya juga Mbak!" Protes Zaskia, tidak setuju kalau Rayhan sampai di usir dari rumahnya.

"Kenapa?"

"Rayhan memang salah Mbak, tapi dia tidak perlu sampai di usir begitu Mbak." Tanpa sadar Zaskia malah membela adiknya, tentu saja respon tersebutlah yang ingin di dengar Haifa.

"Kok kamu jadi belain dia?" Protes Haifa.

Zaskia terdiam sejenak mencari alasan agar Rayhan tidak sampai harus di usir. "Bukan belain Mbak, tapikan aku juga salah, aku lupa mengunci pintu kamar mandi, ya jadinya begitu." Jelas Zaskia, ia merasa Rayhan memang tidak salah sepenuhnya.

"Kamu benar, tapi seharusnya Rayhan langsung pergi bukan malah mendebat kamu biar bisa melihat memek kamu."

"I-iya tapi..."

"Apa? Emang kamu gak marah memek kamu di liatin Rayhan? Sudah dua kali loh." Pancing Haifa, membuat Zaskia makin tak berkutik.

"Mbak..." Lirih Zaskia menyerah.

Sejujurnya bukan nasehat seperti itu yang di inginkan Zaskia, melainkan nasehat-nasehat seperti biasa yang biasa ia terima dari Haifa, nasehat yang membuatnya berfikir kalau apa yang di lakukan Rayhan sama sekali tidak salah.

Tapi kali ini ia malah menerima nasehat yang memojokan Adiknya.

Haifa menggenggam tangan Zaskia. "Saat dia melihat kamu pipis, apa kamu berusaha menutupi memek kamu?" Tanya Haifa.

"Eh..." Zaskia terdiam, mengingat kejadia tadi pagi. Sedetik kemudian Zaskia menggelengkan kepalanya. "A-aku juga tidak tau kenapa Mbak." Lirih Zaskia.

Haifa beridiri dari duduknya, menghampiri Zaskia, kemudian memeluk lehernya dari belakang. Zaskia yang tengah duduk di kursinya hanya diam saja, membiarkan Haifa memeluknya. Karena pelukan Haifa bisa mengurangi kegelisahan hatinya.

Setelah di pikir-pikir apa yang di katakan Haifa ada benarnya juga. Bahkan tadi pagi ia sampai lupa, kalau dirinya sudah selesai. Apa jangan-jangan dirinya sengaja memamerkan kemaluannya.

"Itu namanya naluri betina Uhkti! Tidak ada yang aneh, dan sangat wajar." Ujar Haifa. "Sebagai seorang wanita, sadar atau tidak sadar, kita juga suka di kagumi oleh pejantan, itu sangat normal." Zaskia menggigit bibirnya, menahan gejolak di hatinya.

"Jadi aku harus bagaimana Mbak?"

"Tidak harus bagaimana-bagaimana, nikmatin saja Uhkti! Ini bukan salah kamu, ataupun adikmu." Haifa melepaskan pelukannya, lalu kembali duduk di hadapan Zaskia.

Zaskia terdiam, ucapan Haifa benar-benar mengena di hatinya. Walaupun dirinya berusaha keras mengelaknya, tapi hati kecilnya tidak bisa ia bohongi, kalau dirinya mulai menikmati setiap kenakalan-kenakalan yang di lakukan Rayhan kepadanya.

*****

Setelah saya baca, ternyata capek juga mata kalau terlalu panjang seperti ini, selanjutnya apa perlu saya bagi jadi 2 bagian di setiap chapternya biar enak di baca, komen di bawah ya... Terimakasih.
Hu, ane baca berulang² sepertinya ada dendam pak Sahal dengan Pak Hasyim gegara pesantren ini

Jangan² ini lahan pesantren juga jadi sengketa warisan

Kalo udah menyangkut warisan, banyak yang tega
Istri kakak sendiri dijebak
Hj Irma udah terbukti 1 komplotan sama mereka, nah... Perlu diusut nih, ikutnya gara² tergoda duit dan kekuasaan jadi pimpinan pesantren atau dijebak suami, atau dll




Duuuh... Emang ciamik suhu alur
Masih banyak yang tersembunyi
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd