Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bimabet
Yg disini jg di apdet dong om.. Tp kayanya banyakan chapter disini ya
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Angkat lagi. Banyakin yg baca n komen oyy. Ane kentang nunggu tamat:kumis::tapir:
 
Fragmen 13
Sesuatu yang Tertunda


Ada aroma organik yang membuat Siska menjadi lapar, perpaduan antara asam keringat dan jejak-jejak hormonal yang mengaburkan akal dan logikanya, semacam senyawa kemikal yang meruap dari pori-pori dan membuat sang perawan begitu dahaga ingin menghirupi setiap lekuk dan liku otot-otot liat yang dilelehi keringat itu. Siska mengendus, mendengus, mengecupi bundel-bundel gagah otot dada pemuda berkulit gelap itu. Rasa gatal yang begitu hebat membakar di pangkal pahanya bahkan membuat Siska lagi tidak ambil peduli kalau lama-lama kecupannya itu berubah menjadi jilatan dan gigitan. “Mmmh,” Siska melengguh sendirian, menciumi puting susu Badeng, bahkan kalau bisa rasanya ia ingin menghabiskan tubuh maskulin itu seorang diri, tapi kali ini ia harus berbagi, karena di atas situ Kinan sedang menandak-nandak ganas di atas tubuh bidang sang pejantan alfa.

Berjongkok di atas perut Badeng, sepasang payudara montok Kinan berguncang-guncang ketika anak itu mengangkangi tubuh liat partner kawinya. Lihatlah buluh yang mengeras itu bergerak masuk-keluar liang lembut yang tak henti-hentinya melelehkan kelembapan, mengeluarkan suara berkecipak seksi diiringi erangan erotis setiap kali ujung tumpul itu menghujam ujung rahim sang betina.

Kinan memekik tertahan, tamparan gemas Badeng pada bongkahan sekal bokongnya membuat si montok terkejut-kejut nikmat. Batang keras penuh urat-urat liat yang bergerinjal nikmat dalam liang senggamanya itu benar-benar membuat Kinan ingin memperkuda tubuh kekar ini hingga tak bersisa!

Derit suspensi VW Safari itu semakin intens terdengar. Sinar bulan masuk melalui kaca jendela dan jatuh di atas tubuh Kinan yang tak berbusana, montok dan dipenuhi buliran-buliran peluh yang berkilat eksotis. Wajahnya basah dan memerah muda. Bibirnya terbuka dan mengeluarkan rintihan-rintahan yang terdengar dalam interval yang semakin memendek. Mata Kinan mengerejap lemah, lalu ketika suara rintihannya menghilang digantikan enggahan panjang, sekujur tubuhnya mengejang nikmat, diikuti semburan indah cairan kenikmatan yang membasahi perut Badeng yang dipenuhi kerat-kerat urat abdomen.

Kinan bahkan tidak bisa lagi mengeluarkan ceracau cabul yang sudah ingin melontar dari bibir, karena rasa ngilu akibat tiga puncak berturut-turut membuat remaja kelas tiga SMA itu hanya bisa mencakari dada bidang pejantannya, sebelum ambruk ambruk sebagai penyerahan total kepada sang pejantan, membiarkan tubuhnya direngkuh, bibirnya yang basah dilumat habis dalam sebuah pergumulan post-orgasmik yang menghanyutkan.

Ada rasa merinding di hati Siska melihat kemistri sepasang sejoli itu, lihatlah tubuh telanjang Kinan dan Badeng yang kuyup oleh keringat saling melekat seolah ingin meratakan desiran-desiran indah yang hadir di antariksa pasca ledakan besar supernova, lalu lumatan bibir yang penuh gairah itu, jambakan-jambakan mesra itu… Siska tak tahan lagi, tangannya dari tadi hanya mampu membelai kemaluannya seorang diri sambil meremasi buah dadanya yang mungil. Pergumulan dua orang itu terlalu intens untuk bisa diinterupsi. Dan ketika melihat Badeng mengejang dan menumpahkan benihnya di dalam rahim Kinan, Siska tak tahan lagi, bayangan bahwa indung telurnya sendiri yang dibuahi membuat sekujur tubuh Siska menggelinjang diikuti puncak kehangatan yang merembes deras dari ceruk intimnya. Siska termegap sekali, otot-otot tubuhnya yang mengejang tak memberikan kesempatan bagi anak itu untuk sekedar bisa mengungkapkan bahwa dirinya menginginkan penetrasi yang serupa. Siska tersenyum sayu ketika Kinan menoleh ke arahnya, dan pandangan mereka beradu. Menunduk malu, Siska hanya mampu menguak labianya dengan ujung jari, menampakkan lorong merah muda yang basah dan berdenyut itu.

Mahfum dengan badai birahi yang berkecamuk di dada remaja itu, Kinan dan Badeng membimbing Siska yang berlutut di bawah untuk beringsut naik ke jok belakang. Birahinya yang berkuasa atas nalar membuat Siska tidak bisa berpikir apa-apa lagi. Ia hanya merasakan dada kenyal Kinan yang menempel di punggungnya yang telanjang, dan tubuhnya dibungkus oleh kehangatan tubuh lembut yang memeluknya dari belakang. Bibir Kinan terbenam di tengkuk Siska, mengecup dan mengendus pada susunan tulang belikatnya. Sebelah tangan Kinan menangkup pada buah dadanya yang mungil, sementara ujung jari tangan kiri membelai belahan Siska yang tak berbulu, lembut.

Siska memejam gugup, merasai dada pejal Badeng yang menempel di dadanya, lalu aroma maskulin itu, mmmh, Siska hanya melengguh lembut ketika dagunya diraih dan bibirnya dipagut, lembut. Tangan Badeng yang besar dan kasar menangkup pada dadanya yang mungil, memberikan kejutan-kejutan kecil yang menyenangkan ketika tajuk-tajuknya yang merebak bak buah ceri dipilin dalam sebuah permainan cinta yang membuyarkan segala nalar dan imaji. Sepasang paha Siska bergerak membuka, dan tangan-tangannya memeluk erat pada leher dan punggung kekar sang pejantan alfa. Tubuh rampingnya menggigil hebat ketika ia merasakan batang keras itu mulai menggesek tepat di lembah-lembahnya. Keras. Panas. Dan Siska kehabisan kata-kata untuk menggambarkan betapa erotisnya pengalaman pertamanya itu. Siska menahan napas. Ujung tumpul Badeng yang membelah kubangan basahnya membuat sekujur tubuhnya seperti disengat oleh rasa nikmat yang tak terkatakan. Gadis itu termegap gugup, meremas tangan Kinan yang memeluknya erat dari belakang.

Panas. Siska hanya merasakan tubuhnya mulai dipenuhi oleh batangan keras yang menggeliat mencari jalan masuk. Tubuhnya menegang hebat. Ujung tumpul Badeng membentur sesuatu di dalam sana.

─Selaput daranya.

= = = = = = = = = = = = = = = = = =​

Di bawah selangkanganmu ada tiga buah lubang, dan kau harus menjaga baik-baik lubang yang di tengah-tengah, begitulah ibundanya mewanti-wanti.

Karena seingatnya ia terlahir perawan. Sama seperti setiap manusia berkromosom XX, kelamin Siska dilengkapi dengan selaput dara, ─setidaknya.

Sebelum ini, Menggesek-gesekkan selangkangan pada bantal-guling adalah aktivitas seks terjauh yang pernah dilakukannya. Selebihnya? Siska bahkan tak berani terlalu jauh menjelajah. Selaput dara adalah satu-satunya segel kehormatan yang dimiliki oleh wanita. Merusak segel kemasan sama artinya membuat dirinya tak lebih dari seonggok barang bekas pakai, kata ibunya mewanti-wanti, ─tak berharga.

Tentu saja Siska mengajukan protes keras. Bagaimana bisa wanita disamakan dengan barang dagangan? Tidak adil betul, batin Siska sambil memberengut kesal. Padahal ia pernah memergoki Kakaknya berduaan dengan pacarnya di dalam kamar.

Kenapa kamu boleh? kata Siska menggugat.

Abangnya menyahut enteng: ─Karena cowok itu semakin banyak pengalaman semakin jago. Sementara cewek,nah, semakin banyak cowok yang ditiduri, maka cewek itu bisa dibilang lonte.

Mana boleh begitu?! belot Siska.

Abangnya bersabda lagi: ─Karena sebuah anak kunci yang bisa membuka banyak pintu lebih istimewa dibanding sebuah pintu yang bisa dibuka oleh banyak kunci.

Kurang ajar betul, masa cewek disamakan dengan lubang kunci! Geram Siska tidak terima.

Bertahun-tahun Siska bergelut dengan dogma-dogma ini. Dorongan biologis dari tubuhnya yang matang dan siap untuk dibuahi harus mengalah pada nilai-nilai yang diamini masyarakat dan keluarga.

Zinah itu dosa besar. Masturbasi itu perbuatan setan. Bertahun-tahun, Siska bergelut dengan rasa bersalah yang selalu hadir bersamaaan dengan rasa nikmat ketika melepaskan busana di tempat yang tidak semestinya. Siska merasa kotor tapi juga menikmati. Ingin berhenti tapi juga tergoda mengulangi. Sebelum menyadari bahwa dirinya hanya terjebak dalam lingkaran yang sama.

= = = = = = = = = = = = = = = = = = = =​

Bagai sekawanan lebah yang berdengung, pecakapan-percakapan itu berputar-putar dan gulung-gemulung dalam kepala Siska. Membisik, menghardik, dan saling menghakimi dalam isi benak.

Ada frekuensi samar sinyal tak nyaman yang ditangkap Badeng dari tubuh sang perawan. Rasa jengah yang membuat otot-otot tubuh Siska menegang dalam getaran yang nyaris tak kasat. Lalu ketika selembar jaringan ikat itu nyaris koyak, Badeng menghentikan usahanya.

Pengalaman bertahun-tahun sebagai penjahat kelamin membuat Badeng tahu pasti, bahwa korbannya tidak terlalu menikmati, padahal biasanya hanya diperlukan sedikit sentuhan ajaib ujung tongkat saktinya untuk membuat gadis-gadis menyembah minta disetubuhi. Tapi kali ini…

“Eh?” Siska agak terperanjat, setengah kecewa, setengahnya lega, ketika ujung tumpul berdiameter cukup besar itu ditarik keluar dari belahan rapatnya. “K-kenapa?”.

Badeng tak menjawab, hanya meraih dagu Siska,lalu dipagutnya bibir mungil yang belum selesai tergugu itu. Lembut. Siska hanya merasakan dirinya mendadak lumer dalam lumatan yang menyapulenyapkan batas antara dunia nyata dan khayali. Mata Siska memejam, menghayati. Membiarkan paduan feromon dan odor tembakau itu memenuhi paru-arunya. Tangan Siska bergerak membelai tulang rahang tegas berlapis sisa-sisa cambang tipis yang bergerak turun menciumi pipi, leher, pundak dalam satu buaian kecupan-kecupan lembut.

“Nakalh….” Siska mendesah manja. Mengusap rambut Ikal Badeng yang kini terbenam dalam kekenyalan buah dadanya. Tangan Badeng yang kasar dan besar menangkup pada payudara mungil Siska, sementara tajuk-tajuk sebelah kanan harus merelakan diri menjadi bulan-bulanan sang penjantan. Pasrah, dibelainya rambut Badeng yang sepertinya belum ingin berhenti mengecup pada bagian-bagian tubuh sang perawan yang paling erotis. Pusar, paha dalam, lutut, dan ketika ia merasakan embusan panas itu sampai di kewanitaannya, tangannya refles meremas rambut Badeng. Karena dalam satu desahan, gundukan putih mulus yang merekah di bawah sana tenggelam dalam lumatan cabul sang pejantan alfa, membuat segala macam erangan, desahan, dan rintihan yang biasa kau dengar dalam film porno keluar dari bibir gadis yang tidak pernah alpa ke Gereja itu.

Siska bahkan tidak tahu lagi apa yang dilakukan Badeng di bawah sana. Pahanya kini sudah tersangkut di atas pundak telanjang sang pemuda, dan tak ada satupun lubang di bawah sana yang luput dari lumatan primitif yang membawa Siska larut ke dalam napak tilas nafsu-nafsu hewani paling primordial yang terkekang oleh segala adat istiadat selama ini. Siska menjambak rambut Badeng, menjepit kuat-kuat kepala pemuda itu dengan pahanya, seolah berusaha membenamkan wajah Badeng lebih dalam lagi ke dalam lautan cairan cinta yang menggelegak liar dari belahan tubuhnya yang terintim. Jilatan-jilatan itu. Kecupan-hisapan itu. Dan Badeng belum ingin berhenti. Lumatan itu semakub menelusup jauh ke bawah dan sampai di sebuah liang sempit yang berdenyut-denyut, sebentuk otot liat-kenyal yang bergerak-gerak seperti mulut kecil yang mendecap-decap, dan ketika jari kelingking Badeng menjelajah masuk dalam lubangnya yang paling menjijikkan, Siska meledak.

Semburan indah cairan cinta memancar bersama ekstase orgasmiknya yang membahana. Siska bahkan tidak bisa lagi mengenali suara yang keluar dari kerongkongannya kini, karena yang ada hanyalah pemujaan terhadap hasrat binatang di mana birahi dipertuhankan, di mana moral tak lagi menjadi signifikansi yang bisa menahan bibirnya untuk mengucapkan kata-kata cabul itu, erangan-erangan lonte itu. “Badengh… Badengh… bangsath… itil guah… memhek guaaaa…. elu… apaiiiiinh aahhh…. aaaaaah…. aaaaaaah!!!!” Punggung Siska melengkung indah.

Ngilu. Siska hanya merasakan sendi-sendi tubuhnya seperti dilolosi ketika badai kenikmatan itu mereda. Bagai segelondong otot tak berangka, tubuh Siska yang basah hanya mampu menggeliat lemah dalam pelukan Kinan, membiarkan remaja bertubuh montok itu bernafsu menciumi wajahnya yang memerah muda pasca orgasme. Hiking puluhan kilo dan petualangan telanjang gila-gilaan yang dilakoni Siska sejak pagi tak menyisakan apapun selain konsentrasi asam laktat yang bertumpuk-tumpuk dalam serabut ototnya. Glukosa darahnya nyaris habis tak bersisa, dan orgasme fantastis yang diberikan Badeng itu seperti selimut hangat yang menutup petualangannya dengan desir-desir indah yang masih meriap dalam ingatan.

Kecupan lembut jatuh di kelopak mata Siska yang mengatup. Kepalanya terasa ringan. Dan suara mesin mobil yang dinyalakan adalah hal terakhir yang didengar Siska sebelum kesadaranya meredup.

= = = = = = = = = = = = = = = = = = =​

“Aku benar-benar tak mengira kau juga bisa seromantis itu,” berkata Kinan saat mobil itu membelah jalan desa yang telah gelap sempurna.

Malam datang dan menghadirkan langit ungu yang dipenuhi taburan Bimasakti. Ubud di dekade 90-an masih sepi dari ingar bingar, menyisakan jalan-jalan desa yang berubah sunyi selepas jam delapan malam. Dering jangkrik. Deru mesin berpendingin udara. Sandiwara radio yang diputar pelan. Mereka hanya memapasi bapak-bapak yang bersepeda dengan lampu dinamo di tempat itu.

“Sungguh. Kupikir kau akan merenggut keperawanan anak itu.”

“Seorang pendekar seharusnya tiada pernah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, nona.”

“Tak perlu kau bersilat lidah. Lalu kecabulan macam apakah yang sudah kau lakukan padaku, kisanak?”

“Kecabulan yang hanya bisa ditandingi oleh Ksatria Madangkara, Panglima Jangkar Hawa.”

“Saurrrr Sepuh… dalam kisah Daraaaah Biru… Wakakaka,” tawa Kinan lepas berderai.

Sandiwara radio yang diputar di radio memberikan bahan lelucon bagi dua orang itu. Siska terlelap di bangku belakang, telanjang, dengan kain pantai tipis yang hanya menutup bagian bawah tubuh.

Badeng melirik sekilas melalui kaca spion.

“Anak itu terlalu polos sehingga bisa kau perdaya.”

“Dan membiarkan dia melewatkan kenikmatan hidup?”

“Kau pun belum tahu apa-apa tentang kenikmatan hidup.”

“Oh, ya?”

“Tenang, kita masih punya banyak waktu. Aku akan mengajari,” tangan Badeng bergerak membelai paha Kinan yang telanjang di sebelahnya.

Kinan menepak punggung tangan Badeng, pelan saja, raut cemberut di wajahnya tampak terlalu menggemaskan untuk dikatakan sebagai penolakan.

“Lagipula kau kan tinggal di Bali, Kinan?”

Badeng menanyakan alamatnya.

“Mau-tahu-aja, wek,” Kinan menjulurkan lidahnya, lucu.

“Ya sudah, kalau tidak mau memberi tahu.”

“Lagipula kalau kuberi tahu, kau mau apa?!” cecar Kinan.

“Menjemputmu di malam minggu?”

“Lalu?”

Mekatuk,” jawab Badeng, jujur.

“Ih!”

“Kenapa? Kamu tidak ingin pulang?”

Kinan tak menjawab.

“Baiklah. Kamu bisa jadi peliharaan saya kalau mau. Saya memiliki kandang di rumah, dan kamu tidak perlu mengenakan baju lagi, telanjang bulat untuk selamanya,” gurau Badeng.

“Cabul!” Kinan mencubit lengan Badeng.

Jantung Kinan berdetak sedikit lebih cepat, memompa rona-rona merah muda di pipinya yang lucu. Entah kenapa, kata-kata itu terdengar seperti lamaran. Gadis manis tersenyum dan membiarkan telapaknya digenggam erat di sepanjang perjalanan. Lama. Hingga papan-papan reklame Bir Bintang yang mulai terlihat di Ubud Kota membuat Kinan merasa perlu mengenakan penutup tubuh.

What’s next? Pertanyaan itu terlintas begitu saja. Kisah petualangan ini sudah mencapai penghujungnya. Besok atau lusa kakak-beradik Siska dan Leo mungkin kembali ke Jakarta, dan ia pun harus kembali ke kehidupan nyata. Rumah. Sekolah. Dan segala eksistensi dirinya yang disangkal Kinan selama ini. Semua pikiran itu melayang susul-menyusul, menjebak Kinan dalam labirin pikirannya sendiri

Telanjang bulat. Rasanya Kinan ingin seperti ini selamanya. Sepasang kelopaknya memejam. Semuanya seperti mimpi singkat yang bisa saja berakhir ketika ia membuka mata.

= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =​

Siska membuka mata dengan perasaan yang sama sekali baru. Tubuhnya sudah terbaring di antara selimut tebal dan kasur empuk bungalow-nya. Senyum kecil membayang di wajah polosnya mengenang segala petualangannya bersama Kinan dan Badeng hari ini. Rasanya, terlalu sureal untuk menjadi kenyataan, namun ketika mendapati wajah Kinan yang mengerjap lucu di sampingnya, Siska tahu ia sudah berjalan jauh dari sekedar bunga tidur.

Masih setengah tertidur, Siska tersenyum lucu, tangannya merentang manja, menyambut Kinan bergelung dalam kehangatan selimut itu. Dengan segera ia merasakan dada Kinan yang empuk dan kulitnya yang harum sabun mandi. Juga rambut Kinan yang ikal tampak basah seperti juga pori-porinya. Siska mengendus gemas di pundak Kinan.

Memeluk erat-erat gadis telanjang yang berbaring di sebelahnya. Ciuman itu mendarat di bibir. Sebentar saja, sebelum sepasang gadis remaja itu terkikik-kikik jenaka menyadari betapa lucunya hubungan di antara keduanya.

“Mandi dulu, gih,” bisik Kinan sambil mengendus ketiak Siska yang masam.

“Hu-uh. Kamu kok mandi nggak ajak-ajak aku, ih.”

“Habisnya. Kamu tidur kaya orang mati sih.”

“Capek tahu!”

“Kecapean gara-gara dioral Badeng?”

“Ih!” Siska mencubit Kinan dengan wajah tersipu. “E tapi beneran, enak banget jilatannya, hehehe…”

“Banget. Apalagi tititnya, hehehe…”

Kedua remaja itu terkikik-kikik.

“Kaya gimana emang…” Siska menggigit bibir bawahnya. “…rasanya?”

“Gimana, ya….” mata Kinan membola lucu. “

Wajah Siska agak merona. Tangannya bergerak memainkan ujung selimut.

“Kenapa?”

“Aku….”

“Ya udah, kalau ragu nggak usah dipaksa.”

Siska menunduk dengan wajah bersemu.

“Setidaknya kamu harus melakukannya dengan orang yang istimewa.”

“Istimewa?”

“Kamu memangnya ndak punya pacar, apa?”

Siska menggeleng polos.

“Orang yang disayang?”

Siska hanya terdiam.

“Tapi semua terserah kamu, sih. Lagipula kan kamu yang menjalani. Asalkan kamu jangan seperti saya."

"Kenapa?"

“Menyesal.”

= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =​

Guyuran air hangat yang mengalir dari shower itu membasuh segala lelah akibat petualangannya hari ini. Siska memejam, membiarkan kehangatan itu menghanyutkan sisa-sisa asam laktat di serabut ototnya.

Kinan dan Badeng telah membuka satu pemahaman baru bagi Siska. Satu langkah kecil bagi petualangan besar yang akan menanti di depannya. Bagai seorang protagonis dalam novel Tolkien yang keluar dari zona nyaman dan melangkah menuju ranah tak dikenal, Terra Incognita. Dan gerbang itu sudah terbuka lebar, menanti petualangan-petualangan baru, kisah-kisah baru, yang akan direkam dalam lembar-lembar hidupnya, dan Siska tak ingin menyesali.

Mata Siska memejam. Mencari ketetapan hati dari dalam dirinya sendiri.

Kamu memangnya ndak punya pacar, apa? ─suara Kinan membisik sayup dari dalam benak.

Siska terdiam, membiarkan kesunyian memberikan jawaban.

─Kalau orang yang disayang?

Lagi, benaknya mengajukan pertanyaan itu. Bergaung pelan. Dan menyisakan kekosongan.

To Be Continude

:baca:

segini dulu, yah... kapan2 dilanjut lagi...
jangan lupa comment-nya hehehehe...

^_^
 
Akhirnya ada update. Hehe..Kinan..ajari Siska..biar liat dikit perawannya

Makasih suhu..mantap
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd