Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Hmm...

“Sekarang. Aku mau kakak jujur...” Dia menatapku serius, namun aku bisa melihat dengan jelas kedua mata itu berkaca-kaca. “... selain kak Jinan sama Aya... kakak udah berhubungan badan sama siapa lagi...?”

Aku mematung, tatapanku tidak bisa fokus kepadanya. Mulutku terbuka sedikit, ingin berkata sesuatu namun tertahan. Jantungku berdegup sangat cepat. Saat-saat yang aku takutkan ternyata benar-benar datang.

“Kak Dimas, jawab!”
 
Terakhir diubah:
Hmm...

“Sekarang. Aku mau kakak jujur...” Dia menatapku serius, namun aku bisa melihat dengan jelas kedua mata itu berkaca-kaca. “... selain Jinan sama Aya... kakak udah berhubungan badan sama siapa lagi...?”

Aku mematung, tatapanku tidak bisa fokus kepadanya. Mulutku terbuka sedikit, ingin berkata sesuatu namun tertahan. Jantungku berdegup sangat cepat. Saat-saat yang aku takutkan ternyata benar-benar datang.

“Kak Dimas, jawab!”
WKWKWK MAMPUS DIMAS DISIDANG :wek:
 
Hmm...

“Sekarang. Aku mau kakak jujur...” Dia menatapku serius, namun aku bisa melihat dengan jelas kedua mata itu berkaca-kaca. “... selain kak Jinan sama Aya... kakak udah berhubungan badan sama siapa lagi...?”

Aku mematung, tatapanku tidak bisa fokus kepadanya. Mulutku terbuka sedikit, ingin berkata sesuatu namun tertahan. Jantungku berdegup sangat cepat. Saat-saat yang aku takutkan ternyata benar-benar datang.

“Kak Dimas, jawab!”
Tinggal jawab jujur apa susahnya sih kak dimas :pandaketawa:
 
WKWKWK MAMPUS DIMAS DISIDANG :wek:

Wkkkk mampus di sidang
Padahal masih semester 3 .... :sendirian:

Kan nggak harus merebut hatinya supaya bisa.....:pandajahat::pandajahat:
HEH :marah::marah::marah:

Saksikan drama Semprot: Karma seorang Kampret. Segera.
Coming soon~

sip lanjut hihi
Hehe, ditunggu ya~

Waduh apakah akan sad ending?
Hmm... biar penasaran deh, ehehehe. Semoga ntar endingnya tidak terlalu mengecewakan wkwkkwkw

Tinggal jawab jujur apa susahnya sih kak dimas :pandaketawa:
Y-ya... kak... sementara situasinya... :sendirian::sendirian::sendirian:
 
Part 12


Aku memperhatikan gumpalan yang berguncang dihadapanku. Sangat menggemaskan melihat pipinya bergoyang-goyang mengunyah ayam geprek yang barusan ia masukkan kedalam mulutnya. Melihatnya senang bertemu dengan makanan favoritnya ini ikut membuat hatiku gembira.

“Pelan-pelan.”

“Hehe... hawbis ewnak.” jawabnya sambil masih mengunyah.

“Ckckck.” Aku ambil sesendok nasi dan potongan ayam geprek level 0 dari piringku lalu memakannya.

Selepas kuliah sore ini dia mengajakku untuk makan, dan dia merengek minta diantar ke warung langganan kami ini. Aku menyerah dengan wajah memelasnya saat memohon padaku sambil menarik-narik lengan kemeja yang aku kenakan untuk kuliah hari ini. Padahal aku ingin makan mie tadi.

“Kenapa, kak?” Tanyanya sambil menahan sendoknya yang berisi sesuap nasi itu setelah mendapatiku tersenyum padanya.

“Hehe, enggak... kamu... makin cantik aja.”

“Halah. Gombal.”

Walau begitu, aku bisa melihat wajahnya bersemu merah. Cindy dengan cepat melahap sesuap nasi tadi. Aku tersenyum lebih lebar lagi.

“Kok merah gitu mukanya? Haha.”

“Kepedesan.”

“Lah, kamu level 2 mana kepedesan?”

“Iiihh...” Dia agak merunduk sambil masih terus mengunyah.

Sepertinya aku yang menang.

Sesendok nasi dan ayam ini pun aku lahap. Cindy yang lebih dulu menghabiskan makanannya. Es teh di gelas jumbo itu ia sedot hingga kini menyisakan seperempatnya. Selain karena memang ayamnya yang enak dan gelas jumbo itu, harga disini yang relatif murah menjadi alasan kami selalu memilih warung ini untuk makan ayam geprek. Dia menyandarkan tubuh lalu mengelap bibirnya dengan tisu. Perasaanku saja atau memang pipinya itu semakin gembul?

Sisa satu suap ini akhirnya aku lahap, sementara Cindy sudah menghabiskan semua es tehnya. Ekspresi bahagia yang tergambar di wajahnya kini tidak bisa membohongiku. Syukurlah, happy tummy, happy Cindy.

“Kak.”

“Kenapa? Nambah?” Tebakku sambil menyedot es tehku yang masih berkurang setengahnya.

“Hehe...” Dia nyengir.

“Yaudah lah, sana nambah.”

“Makaseehh.”

Dia menghampiri etalase, memesan makanannya. Aku yang sudah kenyang ini tersenyum dan geleng-geleng. Tingkahnya selalu saja menghiburku. Rasa lelah dan kesal yang aku rasakan tadi setelah qiuz tiba-tiba di kelas Sejarah Amerika seketika hilang.

***​

Slurrp...

Slurrp...

“Mmmmh...”

“Mbul.”

Dia tidak merespon, Cindy yang terpejam itu terus menjilat dan mengulum batang itu dengan nikmat. Lidahnya menari dengan indahnya, merasakan tiap inci kenikmatan disana. Bibirnya pun tak kalah antusias, ia masukkan nyaris semuanya lalu mengisap-isapnya.

Slurrp...

Slurrp...

“Mmm...”

“Mbul!”

“Eh? Iya kak?”

Akhirnya dia menoleh kearahku. Aku tahu sebatang es krim rasa stroberi yang aku belikan di minimarket selepas makan tadi itu adalah favoritnya, tapi kenapa harus kayak tadi sih ekspresinya...

Kan jadi pengen...

Minta es krimnya.

“Nih, yang ini bukan?”

Aku menyerahkan sebuah buku tebal berjudul Theory of Translation itu padanya yang duduk di sofa. Cindy menerimanya sambil terus menikmati batang es krim itu. Aku menelan ludah, sambil ia membuka-buka buku dengan tangan kirinya, ujung es krim itu ia gigit-gigit kecil. Tak lama kemudian, ujung batang itu patah dilahap mulutnya. Untuk kedua kalinya, aku menelan ludah, entah kenapa aku jadi ngilu.

“INI ES KRIM DOANG ANJIR! LU SANGEAN BANGET SIH!”

Aku menggeleng cepat, lalu duduk disebelahnya.

“Bener?”

“Mmm... iya nih, ada materinya. Pinjem dulu ya, kak.”

“Mbul.”

“Hmm?” Dia menoleh kearahku sambil mengemut es krim itu.

“M-minta dong.” Tanganku mendekat agar bisa meraih es krim itu dari tangannya.

“Mmm! Tobeli aku! Gak boleh!” Suaranya dibuat-buat, Cindy menjauhkan es krim itu dari jangkauan tanganku.

“Ya ampun... dikit doang...”

“Hehe, canda. Nih,” Suaranya kembali normal, lalu menyodorkan es krim itu padaku. Satu gigitanku di samping kanan es krim itu cukup membuatnya menarik kembali camilan dingin itu.

“Iihh! Kok banyak?!”

“Hehe...” Aku nyengir.

Cindy melanjutkan kulumannya disana sambil memasukkan buku tadi ke tasnya.

“Udah? Apalagi?”

“Udah, yuk kak.” Merasa semua yang ia butuhkan sudah didapatkan, Cindy bangkit berdiri lalu menarik tangan kananku, membuatku ikut mengangkat badan dan berjalan mengekorinya menuju motorku yang terparkir di depan kontrakan.

“Oh iya kak,” Es krim stroberi itu akhirnya habis ia lahap.

“Kenapa?”

“Ternyata besok kelas pagiku kosong. Aku besok ngojek aja ya ke kampus.” Dia mengenakan helm bergambar Hello Kittynya.

“Oh, okedeh.”

Aku memakai helmku, menyalakan mesin motor. Setelah memastikan Cindy duduk nyaman dibelakang, aku menarik tuas gas, mengendarai motor dalam kecepatan sedang, mengantarnya pulang menuju kostan.

“Hehe, makasih kak.” Dia memberi senyuman hangatnya.

“Sama-sama.”

“Ati-ati.” Cindy melambaikan tangan.

“Yops.” Aku membalas senyumannya lalu memutar arah kembali ke kontrakan.

***​

Aku menghela nafas. Sudah lima belas menit berlalu dan Cindy belum juga kesini. Biasanya dia akan memberi kabar kalau-kalau dia akan makan siang dengan temannya. Namun sampai saat ini, dia tidak memberi kabar apapun padaku. Pesan Whatsappku semalam hanya ia tinggalkan tanda dua centang biru. Siang ini bahkan dia tidak membaca pesan baruku sama sekali, padahal terakhir kali Cindy membuka aplikasi itu lima menit yang lalu, jadi tidak mungkin dia tidak ada akses internet. Pun sama dengan pesan LINE, hanya berakhir dengan tanda read. Aku membaringkan tubuhku di pelataran joglo fakultas ini, batinku mulai menerawang kembali apa yang kira-kira membuatnya begini.

Kemarin, setelah mengantarnya pulang, aku mengerjakan tugas kuliah lalu menonton beberapa video di Youtube sampai jam 10 malam. Tak ada satupun pesan dari Cindy saat itu, malah aku yang mengirimnya pesan, dan berakhir dengan tanpa balasan sama sekali. Sepertinya bukan gara-gara aku tidak menghubunginya karena memang itu waktu kegiatan kami masing-masing, dan dia pun biasanya tidak akan ngambek gara-gara ini.

Sebelum aku mengantarnya pulang...

Es krim...

Tunggu...

Jangan bilang kalau... dia berekspresi seperti kemarin gara-gara...

Cindy kangen titit?

Tiba-tiba saja seakan ada lampu terang diatas kepalaku. Tentu saja! Cindy pasti ngambek gara-gara kodenya kemarin tidak aku sadari, dan ‘batang’ yang benar-benar ia inginkan tidak ia dapatkan hari itu. Memang sih, sudah beberapa hari kami tidak begituan. Aku jadi ingat dengan si Pucchi yang merasa kurang ‘dipuaskan’.

Ah, sepertinya kalimat ‘laki-laki itu tidak peka’ itu nyata artinya dan bisa disematkan padaku kali ini. Aduh, sok-sokan pakai kode segala sih.

Dengan masih dalam posisi berbaring, aku merogoh smartphone dari kocek celana jeansku. Aku menggeser layar lalu menekan ikon aplikasi Whatsapp. Pesanku masih belum dibaca olehnya. Aku ketik beberapa pesan baru untuknya.

12.26 Mbul ngambek ya?

Notifikasi dibawah kontaknya menunjukkan dia online satu menit yang lalu.

12.27 Mbul bales dong...

12.27 Kamu dimana kok enggak ke joglo?

12.27 Kamu kenapa sih?

12.28 Kangen titit?
Jujur, sebenarnya aku juga agak risih mengetik pesan barusan...

Aku menunggu dengan harapan pesan-pesan itu dibalas olehnya kali ini. Kini aku memposisikan diri duduk, aku baru tersadar Jinan juga tidak mampir ke joglo seperti biasanya. Apa dia lupa dengan traktiran satu bulannya ya? Padahal aku sudah berbaik hati menjalankan ‘ganti rugi’nya itu.

Baiklah, sepertinya aku akan menunggu dua orang yang sedang mengurus sesuatu di ruang akademik tadi kembali.

Drrtt

Drrtt

Ah, akhirnya, Cindy membalas pesanku. Sudah kuduga, titit adalah jawaban. Walau sebenarnya, aku juga tidak menyangka.

12.31 Kak

12.31 Yeay mbales! Hehe.

12.32 Ketemu di taman deket kontrakan kakak jam 3

Anjir ini anak... ngajak main di tempat terbuka?

12.32 Okedeh. Hehe

12.32 Ini kamu dimana? kok enggak ke joglo?

Dan kedua pesan terakhirku itu berakhir dengan tanda dua centang biru lagi. Sepertinya dia mau menahan diri untuk tidak bertemu denganku. Aku menghela nafas panjang, akan aku buat dia kembali seperti semula sore nanti. Lagi pula, sepertinya ‘dia’ juga sudah rindu dikulum bibir tipis itu, hehe.

“Dim.”

Aku terperanjat.

“Lu kenapa sih senyum-senyum sendiri?”

“Biasa, Ton. Paling baru chat-chat sama si embul embul itu.” Jelas Hary.

“Oh, adek tingkat itu ya?” Anton mengambil posisi duduk disamping kananku.

“Udah bukan adek tingkat mah. Kesayangan. Ye nggak? Hahaha!” Hary menepuk keras bahu kananku.

“Iya iya habis chattingan gue tadi. Udah udah, cari minum dulu ayok.”

“Si gembul enggak diajak?” Tanya Hary, yang sepertinya kecewa.

“Kelas tambahan paling.”

***​

Aku turun dari motor lalu melangkahkan kaki di jalan setapak taman ini. Sore ini terasa berbeda. Ayunan, perosotan, dan beberapa arena permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak itu kesepian. Tak ada satupun orang disini saat aku mengedarkan pandang. Senyumku merekah ketika mendapati satu-satunya orang yang duduk bersandar di salah satu bangku di sudut kanan taman ini. Aku mengendap-endap mendekatinya, sepertinya aku akan memberikannya sedikit kejutan.

“Kak.”

Gagal. Dia lebih dulu berdiri sebelum kedua tanganku ini menutup matanya. Sepertinya sejak tadi dia sudah mengetahui gerakanku. Aku berjalan mengitari bangku itu lalu menghapiri gadisku yang sekarang mengenakan jaket warna pink dan celana pendek selutut itu.

“Halo m-“ Aku menepuk bahu kirinya.

“Apasih?!” Dia menepis tanganku itu lalu merubah posisi tubuhnya menghadapku, namun ia melengos dan aku mendapati mukanya yang kecut. Baiklah, aku mulai curiga padanya. Tidak biasanya ia begini.

“Loh? Kamu tuh yang kenapa, mbul? Kok aku chat enggak bal-“

“Sekarang. Aku mau kakak jujur...” Dia melipat tangan didepan dada, menatapku serius. Namun aku bisa melihat dengan jelas kedua mata itu berkaca-kaca. Dia menghela nafas. Entah mengapa kini suasana berubah tegang. “... selain kak Jinan sama Aya... kakak udah berhubungan badan sama siapa lagi...?”

Aku mematung, menatapnya dengan mulutku yang terbuka sedikit, ingin berkata sesuatu namun tertahan. Jantungku berdegup sangat cepat, tiba-tiba saja tubuhku terasa dingin. Aku tidak menyangka akan langsung dipojokkan dengan pertanyaan itu. Saat-saat yang sempat aku takutkan kini benar-benar terjadi.

“Kak Dimas, jawab!”

“K-kamu tau dar-”

“Jawab, kak!”

Aku gelagapan dan hanya mendiamkan Cindy selama beberapa saat. Mulutku kelu, masih tidak bisa menjawab pertanyaannya.

PLAK

Sebuah tamparan keras aku terima di pipi kiriku. Aku bisa merasakan luapan perasaan hati kecilnya itu disana. Hati kecilnya yang sekarang aku rasa telah terluka karena perbuatan bodohku.

“Ternyata bener ya yang dibilang Aya...” Bibirnya bergetar.

“Aya...?” batinku. Aku rasa dia bisa melihat ekspresi terkejutku setelah mendengar nama itu juga. Bagaimana mungkin Aya tau kalau Jinan juga pernah berhubungan dengaku? Atau jangan-jangan... Jinan yang memberitahukannya langsung pada Aya- aarrggh entahlah!

“Aku kurang apa lagi sih kak? Hiks... Aku kurang ngasih apa ke kakak?! Hiks... Semua udah aku kasih buat kakak!” Dia membentakku sambil menunjuk-nunjuk wajahku.

Cindy mulai terisak dan menatapku kesal. Tubuhnya bergetar.

“Ngomong kak!”

“M-mbul...” Aku perlahan memegang kedua bahunya, pipinya sudah basah dengan air mata, wajahnya memerah. Jujur, melihat wajah pilunya ini membuatku ingin menghajar diriku sendiri. “A-aku... minta maaf...” Aku menyeka air matanya dengan punggung tanganku.

“Itu semua... aku yang salah...”

Cindy tetap tidak mau menatap wajahku.

“Oke, aku jawab... Jujur... sama siapa lagi? S-sama... Pucchi.” Aku mengusap-usap bahunya, berusaha menenangkan dirinya yang kini semakin tersedu-sedu. Cindy lantas mendorongku, respon darinya itu sama sekali tidak aku herankan. Bahkan aku sekarang siap untuk menerima tamparan kedua darinya yang kini akan ia daratkan padaku dengan tangan kanannya.


“Hiks... hiks...”

Entah mengapa, ia turunkan lagi tangan kanannya itu saat nyaris saja mengenai pipi kiriku. Dia menggeleng pelan sambil sedikit menundukkan kepalanya. Aku tidak mengerti, tamparan tadi adalah hal yang sepantasnya aku dapatkan sebagai laki-laki brengsek saat ini.

“K-kenapa enggak...”

“Aku... hiks... enggak tau... hiks...”

Perlahan, aku mendekatkan tubuhku lalu mendekap erat Cindy seolah tak mau kehilangan sosoknya.

“Mbul... aku bener-bener minta maaf“ Wajahnya ia benamkan di bahuku, kedua tangannya pun mendekap erat punggungku, mencengkram erat kemeja kotak-kotakku. Aku biarkan kemejaku itu basah oleh air matanya. Punggungnya kini aku usap-usap, menenangkannya yang masih tersedu-sedu. “Jujur... itu semua karena nafsu. Aku enggak ada perasaan sama sekali sama mereka. Di hati aku ini cuma ada kamu doang. Cindy Hapsari.”

“Halah...hiks... mulut manis... hiks...”

Cindy melepas dekapannya lalu mendorongku lagi, namun lebih lemah.

“Aku butuh waktu sendiri...” Pintanya dengan suara yang bergetar. Dia merapikan rambutnya yang berantakan dan menyeka air mata sebisanya.

“Mbul...”

“Biarin aku sendiri dulu kak!”

Dia menepis tanganku yang akan menggenggam tangannya. Perlahan ia mundur, entah mengapa kedua kaki ini lemah, tidak bisa bergerak dan mengejarnya yang sudah berlari meninggalkanku. Punggungnya yang semakin menjauh itu membuat ketakutanku akan kehilangannya semakin mendekat. Dengan tubuh yang lemas, aku duduk di bangku itu, merendahkan kepala lalu membenamkan wajah di kedua telapak tanganku.

“******!!! TOLOL!!! CINDY LU APAIN SIH??!!!”

Perlahan, telapak tanganku itu basah dengan air mata. Diriku bergetar, dipenuhi dengan rasa penyesalan. Janji yang pernah terucap dari mulut ini sekarang telah aku ingkari. Untuk kedua kalinya, aku sudah membuat Cindy kecewa dan berlinang air mata karena perbuatan bodoh. Setelah ini, aku pun tidak akan terkejut dan harus siap, bilamana Cindy datang kembali padaku di pelukan laki-laki lain, yang bisa membuat senyumnya itu lebih lebar daripada aku, yang bisa membuat hari-harinya lebih indah dan berwarna.

Walaupun... aku masih berharap, dia akan kembali lagi di dekapanku... laki-laki brengsek ini...



To be Continued...
 
"It seems like there is someone who hurt his girl heart, you ready for first aid FrArn?"
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd