Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI убийца (baca:ubiytsa) Pembunuh[LKTCP2018]

rad76

Pertapa Semprot
Daftar
11 May 2017
Post
5.240
Like diterima
3.328
Lokasi
Bandung
Bimabet
Hai sobat-sobat semua....!

Salam hormat buat admin, super moderator, moderatot, guru besar, suhu, master dan reader yang ane hormati.

Ijinkan ane memposting cerita ini sebagai partisipasi ane untuk meramaikan even LKTCP 2018. Semoga even LKTCP2018 tahun ini semakin ramai dan semarak.

Cerita ini hanyalah fiktif. Baik nama, tempat maupun kejadiannya. Jika ada kesamaan dari cerita ini di kehidupan nyata, itu hanya kebetulan semata.

Semoga terhibur, selamat membaca...!!!
========================================================
0918b3929186984.jpg


Palembang, 30 April 1995

Rumah panggung terbuat dari kayu berlantai dua terdapat sebuah keluarga yang terdiri dari; Bapak, Ibu dan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun.

Jam 01.00 wib...

Anak laki-laki itu terbangun dari tidurnya karena ingin buang air besar. Ia bergegas turun dari ranjangnya, turun ke lantai bawah menuju kamar mandi satu-satunya di rumah itu yang berdampingan dengan kamar orang tuanya. Langsung saja, ia memasuki kamar mandi itu karena sudah tidak kuat menahannya.

Namun, dari arah kamar orang tuanya terdengar suara-suara aneh seperti suara orang yang sedang mendesah.

Setelah ia selesai menuntaskan hajatnya, dengan rasa penasaran anak laki-laki itu pun berusaha mengetahui apa yang terjadi di dalam kamar orang tuanya.

Setelah mencari-cari lubang untuk mengintip, akhirnya ia menemukannya. Dan lubang itu tepat mengarah langsung ke arah ranjang orang tuanya.

Dengan mata terbelalak, anak laki-laki itu shock saat ia melihat seorang laki-laki yang ia kenal dengan nama Om Farid yang merupakan adik kandung dari ayahnya sudah dalam keadaan bugil, begitu pun dengan ibunya sudah telanjang bulat di atas ranjang. Mereka berdua berciuman dengan penuh nafsu.

Om Farid lalu membuka lebar paha ibunya, menggesek-gesekkan anunya pada lubang kencing ibunya yang sudah terlihat basah.

"Aaarrrggghhh...!!!" erang Om Farid dan ibunya berbarengan saat kedua kelamin mereka sudah bersatu dalam lubang kencing ibunya.

Menyaksikan pemandangan itu, seketika suara nafas anak laki-laki itu terdengar tidak beraturan dan wajahnya berubah menjadi merah, di bagian bawah alat kelamin anak laki-laki itu ikut tegang dan berdiri.
.
.
.
.
Sementara itu di waktu yang hampir bersamaan, seorang lelaki dewasa berusia 35 tahun memakai jaket kulit berwarna hitam baru saja turun dari taksi, ia sempat berdiri sejenak menghadap rumah itu dengan senyum bahagia. Sambil menenteng sebuah tas, ia pun mulai melangkah memasuki halaman rumah hingga sampai di depan pintu rumah itu.

"Pasti mereka sudah pada tidur." gumam lelaki itu setelah melihat jam di tangannya yang menunjukkan jam 1 dini hari.

Lalu ia merogoh saku jaketnya mengeluarkan kunci cadangan rumah itu.

Ceklek...

Setelah kunci itu terbuka, perlahan-lahan ia memutar handle pintu itu. Hingga akhirnya pintu itu terbuka.

Lelaki itu masuk ke dalam rumah dengan wajah bahagia membayangkan akan kembali bertemu dengan anak dan istri tercinta.

Namun, tiba-tiba...

Langkah kakinya terhenti ketika ia berada persis di depan pintu kamar. Tatkala ia mendengar suara desahan dari dalam kamar itu.

"Ohhh... Lemak nian, Rid." (Ohhh... Nikmat sekali, Rid) lenguhan wanita dari dalam kamar itu.

"Lemak mano, kontol aku? Apo kontol Mas Arman, Yun?" (Nikmat mana, kontol aku? Apa kontol Mas Arman, Yun) tanya laki-laki itu menggoda wanita yang saat ini sedang ia setubuhi dari dalam kamar.

"Jelaslah, lemak kontol kamu Rid. Buktinyo, aku ketagehan kontol kamu. Sampe bunting dan melahirke anak. Dia anak kito, Rid. Bukan dari benih Mas Arman. Mas Arman itu, bininyo cuma kapal bae. Aku ditinggalin berbulan-bulan dak dienjok nafkah batin samo dio. Ohhh...! Teruuus sodok yang kenceng memek aku, Rid!" (Jelaslah, Nikmat kontol kamu Rid. Buktinya, aku ketagihan kontolmu. Sampai hamil dan melahirkan anak. Dia anak kita, Bukan dari benih Mas Arman. Mas Arman itu, istrinya cuma kapal aja. Aku ditinggalin berbulan-bulan tidak dikasih nafkah batin sama dia. Ohhh...! Teruuus sodok yang kencang memek aku, Rid!) sahut wanita itu sambil ia merintih nikmat atas apa yang dilakukan oleh pasangannya.

Bak disambar petir di siang bolong, tatkala ia mendengarkan jawaban 'Yuni Hastini', istrinya dari dalam kamar itu.

Wanita yang dinikahinya 9 tahun yang lalu, adalah sosok wanita cantik. Memiliki sifat keibuan yang lemah lembut dan tutur katanya santun serta selalu patuh kepadanya.

Tapi ternyata, selama ini istri yang sangat dicintainya sudah berbuat serong hingga hamil dengan 'Farid Yuliansyah', adik kandungnya yang ia biayai sekolahnya hingga ke perguruan tinggi.

Lelaki itu terlihat sangat murka setelah mendengar perkataan mereka, dalam hatinya ia menghardik. Bangsat...! Kalian telah menghianati kepercayaanku. Tidak ada kata maaf untuk kalian berdua. Penghianatan mesti dibayar dengan kematian."

Dengan penuh kemarahan yang meluap-luap, ia melihat sebuah golok yang terpajang di dinding dan segera mengambil golok tersebut lalu berlari menuju kamar itu.

Brakkk...

Sebuah tendangan yang keras, membuat pintu kamar itu terbuka lebar hingga membuat kaget Yuni dan Farid yang masih dalam posisi bersetubuh kedua kelamin mereka masih bersatu.

"Maaas Arman...!!!" seru keduanya panik setelah menyadari siapa gerangan yang datang dan mendobrak pintu kamar itu.

Penis Farid yang tadinya berdiri perkasa saat menggagahi vagina kakak iparnya, seketika menciut lemas dan terlepas dengan sendirinya dari vagina Yuni.

Perasaan malu, takut dan menyesal tampak dari raut muka Farid. Seketika tubuhnya gemetar dan bergigik ngeri saat melihat sorot mata Arman, kakak kandungnya yang terlihat memancarkan aura untuk membunuh.

Sementara itu, Yuni dengan cepat menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang bulat.

"Bangsat, kalian berduo pantas mati."(Bangsat, kalian berdua pantas mati) teriak Arman lantang dan penuh amarah.

"Ampun Mas Arman. Ampuni Farid. Farid khilaf, Mas." ujarnya sambil menyembah kaki Arman yang memegang golok dengan penuh amarah.

Namun bukan dapat sebuah kata 'maaf' dari Arman, melainkan sebuah tendangan yang tepat menghantam kepalanya hingga membuat tubuh Farid tersungkur dan menghantam dinding kamar itu.

"Buuuggghhh..."

"Ampun, Mas Arman. Ampuni Yuni dan Farid. Hiks..." mohon Yuni sambil beranjak dari ranjang, bersujud di kaki suaminya dengan bercucuran air mata.

"Apa kau bilang? Ampun...! TIDAK!!! Kalian berdua telah menginjak-injak harga diriku. Kalian berdua akan kubunuh sekarang juga." sahut Arman dengan penuh emosi, ia langsung menendang kepala istrinya tanpa ada rasa belas kasihan sedikit pun. Hingga tubuh Yuni pun terlempar ke belakang dan kepalanya menghantam ranjang tempat mereka tadi melakukan hubungan terlarang.

Farid berusaha berdiri, darah keluar dari bibirnya yang pecah. Tapi belum juga ia bisa bernafas lega ia sudah diserang kembali oleh Arman dengan serangan golok yang membabi buta. Farid hanya bisa mengelak dan menghindar dari serangan golok yang bertubi-tubi diarahkan kepadanya oleh Arman yang sudah kalap.

Beberapa saat kemudian...

Ayunan golok dari tangan Arman tepat mengenai sasarannya.

"Craassshhh..."

"Aaarrrgghhh...!!!" erang Farid saat golok itu mengenai lehernya.

Golok yang tajam itu seketika membelah leher Farid sehingga membuat tubuh Farid terhuyung-huyung dan ambruk di lantai dengan darah yang memuncrat dari lehernya.

Tidak sampai di situ saja, saat tubuh Farid berkejat-kejat seperti ikan yang kekeringan air. Arman segera memegang leher Farid dan langsung menggoroknya.

"Craaassshhh..."

7775ec929188264.jpg

"TIDAAAAKKK...!!! Farid...!" teriak Yuni histeris memanggil nama adik iparnya yang sekaligus juga ayah dari anaknya.

Seketika Yuni pingsan karena tidak sanggup menyaksikan kejadian itu di depan matanya.

"Buugghhh..." Tubuh Farid ambruk ke lantai dengan kepala yang terpenggal.

Semua kejadian itu tak luput dari pandangan mata anak laki-laki itu. Ia menyaksikannya mulai dari persetubuhan Ibu dan Om-nya sampai pembunuhan sadis yang dilakukan oleh Arman yang dianggap ayahnya ternyata bukan ayah kandungnya.

Badannnya tampak bergetar hebat dengan lutut yang gemetaran dan mata terbelalak tatkala melihat ayahnya kemudian menggorok leher ibunya yang sedang pingsan.

Darah menggenangi seluruh ruangan kamar itu. Kemudian ayahnya meletakkan kepala Om Farid dan ibunya berdampingan di lantai kamar.

Potongan kepala Om Farid dengan mata melotot teronggok di lantai, di sebelah kanan kepala Om Farid adalah potongan kepala ibunya dengan mata yang tertutup rapat.

Pemandangan yang mengerikan adalah saat anak laki-laki itu melihat ke arah ranjang.


Di sana, ia menyaksikan kesadisan ayahnya memotong-motong tubuh bugil ibunya yang sudah terbujur kaku tanpa kepala. Kedua tangan ibunya ditebas hingga putus, lalu memutilasi kedua kakinya. Tidak sampai di situ saja, tubuh bagian atas ibunya. Dipotong-potong hingga menjadi beberapa potongan tubuh oleh ayahnya.

Tidak puas dengan memutilasi tubuh ibunya, ayahnya lalu mendekati tubuh Om Farid yang sudah tanpa kepala lalu juga memutilasinya menjadi beberapa potongan.

Setelah melakukan pembunuhan sadis itu, tampak ayahnya tertunduk lesu memegangi kedua lututnya sambil menangis tersedu-sedu.

Beberapa menit kemudian, ayahnya bangkit dan memasukkan potongan-potongan tubuh Om Farid dan ibunya ke dalam karung yang besar.

Anak itu menyaksikan semua kejadian sadis itu dengan wajah pucat pasi dan dengan keringat dingin. Hingga akhirnya, ia pingsan tak sanggup lagi untuk terus menyaksikan semua itu.
.
.
.
Matanya mulai terbuka, kesadarannya mulai pulih. Anak laki-laki itu celingak-celinguk memperhatikan sekitarnya. Ternyata ia kini sudah berada di sebuah pesawat terbang, duduk bersebelahan dengan ayahnya yang tertidur pulas.

©©©©©​


20 tahun kemudian...

Palembang, 1 Juli 2015. Jam 08.00 wib...

Lokasi : Rumah Sakit Umum Palembang

767704929188824.jpg

Mulustrasi dr. Burhan​

"Dokter... Dokter Burhan...!" seru seseorang dari arah pintu memanggilnya.

"Eh, iya. Ada apa Suster?" sahut dr. Burhan agak kaget.

"Dokter Retno mau bertemu." Suster Riana memberitahu. "Apa boleh disuruh masuk, dok?"

"Suruh masuk aja, Sus!" jawab dr. Burhan dengan senyum ramahnya.

Suster Riana mengangguk dan menutup pintu itu.

dr. Burhanuddin Abdullah, Sp.B
Dokter Spesialis Bedah​

Nama dokter yang kini sedang duduk di meja kerjanya sambil menunggu kedatangan dr. Retno yang tadi diberitahukan oleh Suster Riana.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk...!" seru dr. Burhan.

dr. Retno Harsiwi Ahmad, Sp.PD adalah salah satu dari lima orang dokter spesialis penyakit dalam yang bertugas di RSUP dr. M. Husen.

Dokter cantik itu kini sudah berdiri di ambang pintu dengan senyumannya lalu masuk menuju ke arah dr. Burhan sambil membawa map di tangannya.

"Silahkan duduk, dokter Retno!" ucap dr. Burhan ramah menyambut kedatangan dr. Retno.

"Terima kasih, dokter Burhan." sahut dr. Retno lalu duduk persis di hadapan dr. Burhan.

"Tumben pagi-pagi dokter Retno ke sini! Ada keperluaan apa, dok?" tanya dr Burhan memulai obrolan dengan santai.

"Begini dokter Burhan." dr. Retno menjelaskan tujuannya menemui dr. Burhan. "Pasien saya bernama Ny. Sulastri berusia 60 tahun, kemaren sudah menjalani serangkaian tes medisnya untuk operasi besok. Dan hasilnya, 'semuanya oke'. Ini saya bawakan data-data pasiennya, dok."

Dokter Retno menyerahkan map di tangannya pada dr. Burhan.

Dokter Burhan membaca sejenak hasil tes laboratorium pasien tersebut berikut juga foto rontgen pasien bernama Ny. Sulastri. Lalu ia bangkit sambil membawa foto rontgen itu dan meletakkannya di sebuah alat untuk melihat foto rontgen itu dengan jelas. Dari foto rontgen itu, terlihat sebuah benda berada di dalam ginjal.

"Hmmm... Untuk operasinya besok, bagaimana persiapannya dr. Retno?" tanya dr. Burhan. "Apakah semuanya sudah siap?"

"Saya sudah konfirmasi tadi dok, ke bagian operasi. Mereka bilang, 'peralatan dan ruang operasi sudah siap untuk operasi besok'." sahut dr. Retno memberitahu.

"Jika semuanya sudah OK. Saya siap melakukan operasinya besok." sahut dr. Burhan tegas.

"Makasih ya, dokter Burhan. Sampai ketemu besok di ruang operasi." ucap dr. Retno berdiri lalu menyalami dr. Burhan.

"Sama-sama, dokter Retno." sahut dr. Burhan menyambut tangan dr. Retno.

"Saya permisi dulu ya, dokter Burhan." pamit dr. Retno disertai senyuman tipisnya.

"Silahkan, dokter Retno! Oiya dok. Titip pesan buat suster Riana di depan suruh ke mari! " jawab dr. Burhan ramah.

Dokter Retno mengangguk lalu melangkah ke luar ruangan itu. Dokter Burhan kembali melanjutkan pekerjaannya, menunggu kehadiran suster Riana menanyakan apa ada pasien yang mau menemuinya.

©©©©©​


Jam menunjukkan pukul 20.00 wib, jalanan di kota Palembang berangsur-angsur mulai berkurang kepadatannya.

Seseorang sedang mengendarai mobil Toyota Fortuner. Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang di jalan Jenderal Sudirman.

Dari kaca spionnya, terlihat sebuah mobil Honda Jazz di belakangnya melaju dengan sedikit kencang dan berusaha menyalip mobilnya.

"Dari ciri-ciri dan warna mobilnya sepertinya itu mobil... Ya, benar tidak salah lagi." gumam lelaki yang saat ini sedang menyetir mobil Toyota Fortuner.

Mobil Honda Jazz yang tadinya berada di belakang mobilnya, kini sudah sejajar dengan mobilnya.

Lelaki yang mengendarai Toyota Fortuner itu menoleh ke samping kanan melihat siapa pengemudi mobil Honda Jazz itu.

Seketika ia terperanjat kaget saat melihat pengemudi mobil itu dan orang di sampingnya.

Namun karena mobil Honda Jazz itu melaju lebih cepat dari mobilnya, hingga mobil itu melewati mobil yang dikendarainya.

Plat nomor polisi di depannya itu, tampak jelas, BG 51 LVI.

Pengendara mobil Toyota Fortuner itu segera menginjak gas dengan keras membuat laju mobilnya menjadi kencang dari sebelumnya dan jarak mobil yang dikejarnya itu pun semakin dekat jaraknya. Namun pengendara mobil itu tidak mau mendahului mobil Honda Jazz di depannya, melainkan hanya membuntuti mobil itu.

Hingga akhirnya, mobil yang ia buntuti memasuki sebuah perumahan. "Perumahan Sukarame Permai", sebuah plang nama terlihat saat ia mau memasuki gerbang perumahan itu.

Mobil itu berhenti sejenak di depan pagar rumah di Blok J-07. Seorang lelaki muda, putih dan bertubuh atletis turun dari mobil membukakan pintu pagar rumah itu.

Mobil itu masuk ke dalam dan lelaki muda itu menutup kembali pagar yang sempat ia buka. Terdengar suara tawa canda saat wanita itu turun dari mobil menggandeng tangan lelaki muda itu masuk ke dalam rumah.

Orang itu mendengus kesal lalu ia menjalankan mobilnya pergi meninggalkan rumah itu dengan kecepatan tinggi menuju suatu tempat di pinggiran kota Palembang.
.
.
.
Lokasi : Perumahan Sukarame Permai Blok J-07

Dua orang berlainan jenis sudah berada di atas ranjang. Keduanya sudah dalam keadaan bugil. Lelaki muda itu menggoda lawan jenisnya dengan mencolek-colek payudara yang besar dan menggantung.

"Ih, kamu godain Tante aja. Kalau kamu mau, tinggal remas aja tetek Tante." ujarnya balas menggoda lelaki muda itu.

"Memangnya Tante Silvi mau diapain sama David?" goda lelaki muda itu kembali.

"Memek Tante pengen dimasukin kontol kamu, David sayang. Puasin Tante malam ini. Ih...! kamu godain Tante mulu dari tadi. Awas kamu ya...! Tante bikin kamu tidak bisa jalan."

"Hehehe... Siapa takut..?" jawab lelaki muda itu pede.

Wanita itu segera mendorong tubuh lelaki muda lalu ia berjongkok menghadap penis lelaki muda yang mulai bangun. Tangannya langsung menggenggam penis itu mengocoknya dari atas ke bawah membuat mata lelaki itu merem-melek menikmati halusnya kocokan tangan wanita itu.

"Aaakkhh...! Enak banget Tante. Sepongin kontol David dong, Tante." lenguhnya nikmat. Lelaki itu juga meminta wanita itu segera mengoral penisnya.

"Sluuurrpphh... Sluuurrpphh..." lidah wanita itu mulai bermain-main di kepala penis itu, terkadang sesekali memainkan lidahnya di atas lubang kencing lelaki itu.
.
.
.
Sementara di luar rumah itu, seseorang berpakain serba hitam dengan penutup kepala sedang mengendap-endap di halaman rumah itu.

Di punggungnya ada sebuah tas mirip ransel berwarna hitam. Ia mulai mengeluarkan sebuah kunci dari dalam tas ranselnya lalu mendekati pintu itu.

Ceklek..."

Perlahan-lahan ia mulai mendorong pintu itu sepelan mungkin lalu mulai masuk ke dalam rumah.

Di dalam kamar, wanita itu sudah berada di atas tubuh lelaki muda itu. Dari kewanitaannya nampak banjir oleh cairan yang keluar dari dalam vaginannya. Ia menggesek-gesekkan kepala penis milik lelaki muda itu. Setelah dirasa cukup basah batang penis itu lalu diarahkannya ke lubang vaginanya. Sambil menggenggam penis itu, wanita itu mulai menurunkan pantatnya dan secara perlahan-lahan penis itu pun menyeruak masuk dan semakin dalam masuknya saat wanita itu menghentakkan pantatnya ke bawah dengan cepat.

"Aaarrrggghhh...!!!" erang keduanya saat kedua kelamin mereka menyatu.

Wanita itu dengan liar mulai menaik-turunkan pantatnya, kepalanya berputar-putar ke kiri dan ke kanan.

"Oohhh...!!! Enaaaakkk banget kontol kamu, Vid. Besar dan panjang. Terasa penuh di dalam. Ooohhh...!!!" desahnya sambil terus memompa penis itu bagai seorang penunggang kuda pacu.
.
.
.

Lelaki yang memakai pakaian serba hitam dan memakai penutup kepala, melihat dan mendengar dengan jelas apa yang sedang kedua insan itu lakukan.

Tangannya sudah ia lapisi sarung tangan karet yang sangat tipis. Lalu ia mengeluarkan tombak kecil yang runcing, yang panjangnya sekitar 30 cm dari dalam tas ranselnya. Lelaki itu berjalan pelan mendekati kedua pasangan yang sudah dikuasai hawa nafsu itu.

Pada saat Silvi berteriak menjemput orgasmenya, yang membuat tubuhnya ambruk menimpa tubuh David disertai pelukan yang sangat erat di leher pemuda itu.

Dan disaat itu pula, lelaki berpakaian serba hitam itu menghujamkan tombak itu ke tubuh Silvi di bagian punggung sebelah kanannya dengan tenaga yang sangat besar. Lalu menekan tombak itu dengan segenap tenaga yang dimilikinya.

"Arrgghh...!!!"

"Hu..uhuk.. Uhuk..."

Tombak itu pun menembus paru-paru Silvi. dan terus masuk hingga merobek jantung David yang masih merem di bawah.

Seketika tubuh keduanya menggelempar-gelempar kesakitan dan tidak berapa lama tubuh Silvi berhenti bergerak. Sementara David meronta-ronta kesakitan saat tombak itu mulai menerobos masuk ke jantungnya.

Silvi tewas dengan tombak menancap di punggungnya kanannya. Sedangkan David dengan sisa-sisa tenaganya meronta-ronta mencoba melepaskan pelukan erat Silvi yang telah tewas di atas tubuhnya.

Tombak itu ia tekan semakin dalam ke tubuh Silvi hingga tembus dan merobek jantung David yang masih menggelempar-gelempar bagai cacing kepanasan. Lalu mulai berhenti bergerak dan diam.

Melihat kedua korban sudah tidak bergerak lagi, ia segera mencabut tombak itu dengan kedua tangannya, sehingga darah keluar menyembur dengan sangat kencang bak air mancur.

Tidak puas sampai di situ, ia mengeluarkan pisau yang sangat tajam lalu memegang kepala wanita itu dan menempelkan pisaunya ke leher Silvi yang sudah tak bernyawa. Kepala itu terpisah dari tubuhnya setelah disayat dan digorok dengan pisau yang tajam itu.

"Buugghh.."

Kepala wanita itu ia lempar ke lantai dengan sangat kuat.

Kemudian ia melakukan yang sama terhadap lelaki muda itu, menyayat lehernya lalu menggoroknya hingga putus dari badannya.

Setelah merapikan semua perbuatannya barusan, lelaki misterius berpakaian serba hitam itu mulai meninggalkan rumah itu dengan segala kekacauan dan kesadisannya.
.
.
.
Keesokan harinya...

Seorang ART terlihat sedang membuka pintu rumah itu, setelah berada di dalam rumah itu, ia nampak terkejut melihat kamar tidur majikannya terbuka.

Saat ia berdiri di ambang pintu seketika ia berteriak histeris.

"Nyonyaaaaa....!!! Tidaaaakkkk...!!!"

ART itu pingsan seketika karena shock atas apa yang ia lihat.

Teriakan histeris ART itu sempat didengar oleh warga sekitar perumahan. Mereka satu persatu mendatangi rumah itu dengan penuh rasa penasaran.
©©©©©​


Palembang, 2 Juli 2015. Jam 08.00 wib...

Lokasi : Kantor Poltabes Palembang


Mulustrasi Briptu Lusi Herawati​

Brigadir Polisi Satu atau disingkat Briptu Lusi Herawati nama yang ada di papan nama di atas meja kerjanya. Seorang polwan cantik yang bertugas di unit Reskrim Poltabes Palembang di bawah pimpinan Inspektur Polisi Satu atau Iptu Rizki Kurniawan.

Berwajah cantik, bertubuh sintal serta supel dalam bergaul dengan sesama anggota kepolisian membuat Briptu Lusi menjadi idola dari korps kepolisian tersebut. Namun, sayang mereka mesti gigit jari karena dia telah menikah.

"Briptu Lusi, dipanggil oleh Iptu Rizki." seorang polwan memberitahunya.

"Terima kasih Briptu Desi." sahutnya lalu tersenyum ramah pada polwan yang memberitahunya tadi.

Briptu Lusi bangkit dari kursinya lalu berjalan menuju ruangan Iptu Rizki.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk...!" sahut orang di dalam ruangan dengan suara tegas.

"Ceklek..."

Briptu Lusi mulai melangkah masuk ke ruangan itu.


Mulustrasi Iptu Rizki Kurniawan​

Di hadapannya duduk atasannya yang ia kagumi karena ramah, cerdas dan selalu peduli pada rekan kerjanya.

Di atas meja kerjanya terpajang sebuah sign name atau papan nama.

Inspektur Polisi Satu Rizki Kurniawan
Nrp. 1005-A
Kepala Unit Reskrim Poltabes Palembang​

"Silahkan duduk, Briptu!"

"Terima kasih, 'Ndan." Briptu Lusi tersenyum lalu duduk di kursi.

"Briptu Lusi, sekarang kamu ikut saya. Barusan ada laporan dari masyarakat, di perumahan Sukarame Permai telah terjadi pembunuhan. Dan menurut informasinya, ada 2 orang korban meninggal dunia." Iptu Rizki memberitahukan maksud dan tujuannya memanggilnya.

"Siap, 'Ndan." jawab Briptu Lusi tegas.

"Yuk, kita berangkat sekarang!" Iptu Rizki mengambil pistol revolver kaliber 44 lalu memasangkannya di pinggangnya.

Keduanya keluar dari ruangan itu, menuju mobil pribadi milik Iptu Rizki. Di halaman Poltabes Palembang telah bersusun 2 mobil ambulan dari bagian forensik, dan 2 mobil patroli dari unit Reskrim Poltabes Palembang.
.
.
.
Lokasi : Perumahan Sukarame Permai

Suara sirine iring-iringan mobil polisi dan mobil ambulan memasuki sebuah kompleks perumahan Sukarame Permai di kota Palembang, membuat kaget dan gempar warga sekitar kompleks dan juga penghuni kompleks perumahan tersebut.

2 mobil ambulan dari bagian forensik telah dipersiapkan di halaman depan rumah Blok J.07 untuk membawa dua jenazah korban pembunuhan.

Iptu Rizki dan Briptu Lusi segera turun dari mobil. Keduanya segera masuk ke dalam rumah bersama para petugas lainnya termasuk juga dari bagian forensik.

Iptu Rizki dan Briptu Lusi beserta petugas lainnya kini mulai melangkah mendekati kamar tidur.

Dan setelah sampai di dalam kamar tidur itu, Suasana ngeri dan mencekam yang dirasakan oleh mereka.

Terlihat banyak darah yang tergenang di lantai. Darah berceceran dimana-mana, bahkan ada darah yang memercik dan menempel di dinding kamar. Dan yang lebih membuat ngeri dan shock Iptu Rizki, Briptu Lusi dan petugas lainnya, saat menemukan dua potongan kepala korban teronggok di lantai. Bau amis darah menyeruak ke seluruh ruangan. Bagian forensik segera membagikan masker untuk semua petugas.

Belum sempat Briptu Lusi memakai maskernya, tiba-tiba...

"Hoek... Hoek..."


Briptu Lusi mendadak mual dan berasa ingin muntah. Dia berlari keluar dari kamar itu dengan wajah pucat pasi.

Iptu Rizki sudah menggunakan masker saat ia mulai ikut mengecek kondisi korban bersama dari bagian forensik.

Nampak tubuh kedua korban pembunuhan itu masih berada di atas ranjang dalam keadaan bugil dan berpelukan dengan kelamin masih bersatu tanpa kepala.

Barang bukti yang ditemukan oleh Iptu Rizki di TKP, hanya secarik kertas berupa pesan dalam Bahasa Rusia, убийца (baca: ubiytsa). Lalu ia masukkan ke dalam kantong plastik transparan.

Garis polisi pun segera dipasang oleh pihak kepolisian. Dan jenazah kedua korban pembunuhan itu, lalu dimasukkan di kantung jenazah untuk dibawa ke dalam mobil ambulan oleh bagian forensik, selanjutnya akan dilakukan autopsi untuk mengetahui sebab kematian kedua korban.

Saksi yang melaporkan dan melihat pertama kali, nampak masih shock. Dia tidak bisa ditanyai, diam dan terus menutup wajahnya dalam dekapan Briptu Lusi. Saksi itu segera dibawa oleh Iptu Rizki dan Briptu Lusi ke kantor Poltabes Palembang untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
.
.
.
Kasus pembunuhan yang terjadi di perumahan Sukarame Permai itu seketika menguap ke permukaan. Hampir semua media cetak maupun eletronik memberitakan tentang kasus pembunuhan itu. Dan sempat menjadi trandding topic di beberapa stasiun TV lokal maupun Nasional dan headline di beberapa surat kabar lokal maupun Nasional.

©©©©©​

Palembang, 16 Juli 2015

Lokasi : Ruangan Kanit Reskrim Poltabes Palembang

"Selamat pagi, 'Ndan. Saya membawakan berkas-berkas penyelidikan di TKP kemaren untuk kasus pembunuhan di perumahan Sukarame Permai." ujar Briptu Lusi sambil menyerahkan sebuah map ke atas meja.

"Silahkan duduk, Briptu Lusi!" perintah orang itu penuh wibawa.

Iptu Rizki membuka map itu dan mulai mempelajari berkas kasus itu. Di dalam berkas itu terdapat hasil autopsi dari bagian forensik Polda Sumsel.

Di laporan tim forensik itu tertulis korban laki-laki ditemukan mati mengenaskan dengan luka tusuk yang menganga di jantungnya. Sementara korban berjenis kelamin wanita ditemukan terluka di paru-parunya yang bolong tertembus benda tajam. Diduga korban mati ditikam dengan benda tajam yang panjangnya antara 20 cm - 30 cm dengan lebar luka akibat benda tajam itu makin mengecil.

"Berarti pelaku menggunakan bahan tajam tapi bukan pisau. Kalau pakai pisau maka laporan lukanya akan berbeda. Dan tidak akan mungkin tembus ke tubuh perempuan dibawahnya." Iptu Rizki mulai berpikir tentang senjata pelaku dalam menghabisi korbannya.

Dan ia mengamati lebih lanjut pesan singkat dalam Bahasa Rusia, убийца.

Apa maksud dari tulisan ini? Aku mesti cari informasinya mengenai pesan ini. Oiya kayaknya saya nggak asing dengan bentuk huruf ini." gumamnya bertanya dalam hati.

Iptu Rizki terus berpikir tentang pesan itu hingga akhirnya ia berteriak kegirangan.

"Yesss...!!!"

Briptu Lusi pun ikut kaget melihat tingkah atasannya yang tiba-tiba berteriak kegirangan. Lalu ia bertanya karena penasaran. "Maaf, 'Ndan. Ada apa barusan komandan berteriak kegirangan?"

"Eh, itu anu...! Tidak ada apa-apa Briptu." sahut Iptu Rizki gugup dan sedikit malu dengan tingkahnya tadi. Lalu ia mengalihkan dengan meminta Briptu Lusi mempelajari biodata korban pembunuhan.

"Briptu Lusi, tolong kamu baca biodata kedua korban itu!" Iptu Rizki menyerahkan map berisi berkas-berkas kasus pembunuhan itu.

Briptu Lusi menerima map itu lalu ia mulai serius mempelajari berkas itu, terutama membaca biodata kedua korban pembunuhan.

Biodata korban wanita :
Nama lengkap : Silvi Agustina
Usia : 28 tahun
Pekerjaan : Sekretaris PT. AAA cabang Palembang
Status : Menikah

Biodata korban laki-laki :
Nama lengkap : David Hariman
Usia : 20 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum menikah

Melihat biodata itu Briptu Lusi, mencatat bahwa kedua korban adalah pasangan selingkuh. Karena status korban wanita adalah menikah sesuai keterangan dari ART korban yang juga merupakan saksi dalam kasus pembunuhan ini.

"Ndan, menurut saya kita mesti menemui ART yang menjadi saksi utama dari kasus ini. Saya penasaran tentang suami siri dari korban wanita. Ini bisa kita jadikan awal penyelidikan kita. Semoga saja saksi sudah bisa kita mintai keterangannya"

"Ok. Kalau begitu kita pergi sekarang ke rumah saksi tersebut!" sahut Iptu Rizki cepat dan ia bangkit dari kursinya, membawa lencana dan kartu identitasnya serta tak lupa pistolnya.

1 jam kemudian...

Mereka berdua telah berada di alamat rumah ART yang merupakan saksi utama yang menemukan kedua korban pembunuhan di sebuah rumah yang dijaga ketat oleh pihak kepolisan. ART itu sekarang di bawah perlindungan LPSK atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Briptu Lusi mulai menginterogasi saksi dan Iptu Rizki mencatat keterangannya. Dari kesaksian itu, ada sedikit informasi tentang suami korban. Bahwa suami korban hanya pulang 6 bulan sekali, berusia kurang lebih 45-50 tahun, tinggi 170 berbadan kekar dan brewokan. Dia sempat diberitahu oleh majikannya bahwa suami korban adalah seorang pengusaha yang usahanya berada di Negara Rusia. Namun sekitar setahun ini, suami korban sering berada di rumah itu walau hanya sebulan sekali.

"Pantas saja ada pesan Bahasa Rusia. Berarti terduga pelaku adalah suami korban sendiri." ujar Iptu Rizki pada Briptu Lusi sambil nyetir mobil pada saat mereka baru saja selesai menginterogasi saksi.

"Iya, 'Ndan. Saya juga menyimpulkan seperti itu. Menurut saya kita mesti bikin sketsa wajah pelaku terlebih dahulu 'Ndan. Sesuai dengan ciri-ciri fisik dari saksi tadi." sahut Briptu Lusi memberikan pendapatnya.

"Siip...! Udah cantik, cerdas pula kamu, Briptu. Sayang udah ni..." Iptu Rizki tidak melanjutkan kalimatnya ia tidak mau merusak hubungan kerjanya menjadi urusan pribadi. Lalu ia mengalihkan pembicaraan. "Ayo kita balik ke markas, kita minta Briptu Anto buatin sketsa wajah pelaku."

Iptu Rizki terlihat tersenyum pada Briptu Lusi dan hanya sebuah anggukan kepala dari Briptu Lusi sebagai jawabannya.

Mendapatkan pujian dari atasannya dan senyuman itu seketika wajah Briptu Lusi tersipu, ada kekaguman tersendiri pada sosok lelaki di sampingnya yang penuh wibawa dan perhatian padanya sejak awal ia bekerja di korps ini.

"Apa maksud perkataannya? Apakah ia masih mencintaiku dan terus menungguku sampai sekarang walau aku sudah menikah?" tanya Briptu Lusi dalam hati.

Dua hari kemudian...

Sketsa wajah terduga pelaku pembunuhan sesuai informasi dan keterangan dari saksi kini menghiasi halaman utama surat kabar lokal dan Nasional. Bahkan media elektronik pun ikut menayangkan gambar sketsa wajah terduga pelaku pembunuhan.

Wartawan pun tiap hari selalu berkumpul di Poltabes Palembang untuk turut mengikuti perkembangan kasus yang banyak menyita perhatian publik karena kesadisannya. Iptu Rizki dan Briptu Lusi tanpa sungkan melayani dengan baik para pemburu berita itu. Malah nanti malam keduanya diminta kesediaannya untuk hadir dalam acara berita di salah satu stasiun TV lokal, PALTV.

Lokasi : Di Stasiun PALTV, jam 20.00 wib

"Apa benar itu sketsa wajah terduga pelaku?" tanya presenter berita PALTV saat mewawancarai Iptu Rizki Kurniawan dalam acara TKP.

"Sampai detik ini kami dari penyidik belum bisa memberikan kepastian sketsa wajah itu adalah pelakunya. Namun dalam beberapa pengusutan kami di lapangan indikasinya mengarah ke sketsa wajah itu sebagai tersangkanya. Dan kami mohon kerja sama dari semua pihak termasuk masyarakat untuk ikut membantu kami. Jika ada yang melihat sketsa wajah ini tolong segera hubungi kami." jawab Iptu Rizki Kurniawan dengan ramah namun terlihat tegas semua perkataannya. Di sampingnya duduk Briptu Lusi rekan kerjanya dalam pengusutan kasus ini.

"Ok, Pak Kanit dan Bu Lusi terima kasih atas waktu dan kesediaannya telah hadir dan memberikan penjelasan langsung mengenai kasus pembunuhan sadis ini di acara TKP." ujar presenter berita itu sambil menyalami Iptu Rizki dan Briptu Lusi.

"Demikianlah wawancara kami dengan Kanit Reskrim Poltabes Palembang Iptu Rizki Kurniawan dan Briptu Lusi Herawati dalam acara TKP." kata presenter itu memberitahukan kepada pemirsa di rumah.

©©©©©​


Palembang, 23 Juli 2015. Jam 22.00 wib...

Di sebuah kompleks perumahan di daerah Bukit Besar, Briptu Lusi baru saja pulang setelah diantar oleh Iptu Rizki.

Setelah mobil Iptu Rizki meninggalkan halaman rumahnya, Briptu Lusi segera mengambil kunci rumahnya di sebuah pot kembang. Wajahnya tampak begitu lelah karena kasus yang ia usut bersama Iptu Rizki sangat menyita fisik dan pikirannya.

Sudah seminggu ini, Briptu Lusi mesti tinggal sendiri di rumah yang dibelikan oleh suaminya 4 bulan yang lalu. Di dinding bercat putih itu terpajang foto pernikahannya 2 tahun yang lalu. Namun, sampai sekarang belum ada tanda-tanda kehamilannya.

Dalam hati Briptu Lusi menggerutu kesal dengan sikap suaminya. "Bang, kenapa kamu lebih mementingkan pekerjaanmu dibandingkan aku dan kebahagian rumah tangga kita. Kalau begini terus, aku udah nggak kuat Bang."

Kesepian, itulah yang dirasakan Briptu Lusi saat ini. Tanpa buah hati yang mereka nanti-nantikan. Namun, ia mesti kuat menjalani pernikahan ini mungkin belum saatnya saja mereka mempunyai momongan.

Dengan langkah kaki gontai, ia segera melangkah ke kamar mandi setelah tadi ia sempat mengganti seragam dinasnya dengan sebuah kimono.

Suara gemericik air menandakan bahwa ia sedang mulai mandi di bawah guyuran shower di kamar mandi itu.
.
.
Sementara itu, seorang laki-laki tersenyum tipis saat melihat mobil Iptu Rizki sudah meninggalkan halaman rumah itu. Lelaki dengan tinggi +/- 170 cm, berpakaian serba hitam dan menggunakan penutup kepala itu mulai melangkahkan kakinya menuju rumah Briptu Lusi.

Selama seminggu ini, ia mengawasi rumah Briptu Lusi. Dan ia bisa menduplikatkan kunci rumah itu yang selalu ditaruh polwan itu di sebuah pot kembang saat akan meninggalkan rumahnya.

Ceklek...

Perlahan-lahan ia membuka pintu itu supaya tidak sampai terdengar pemilik rumah itu. Setelah ia berada di dalam rumah itu, lelaki misterius itu mendengar suara gemericik air di dalam kamar mandi.

Seringai licik keluar dari bibir lelaki itu ketika mengetahui Briptu Lusi sedang mandi. Lantas ia segera menuju kamar tidur Briptu Lusi yang terbuka lebar dan bersembunyi di balik pintu kamar yang terbuka itu.
.
.
.
Tak lama kemudian Briptu Lusi keluar dari kamar mandi. Ia mengenakan kimono yang tadi ia pakai sebelum ke kamar mandi lalu melangkah ke kamar tidurnya dengan wajah lebih segar.

Tanpa ada kecurigaan sama sekali Briptu Lusi memasuki kamar tidurnya. Begitu ia sudah berada di dalam kamarnya, betapa kagetnya ia ketika melihat dari pantulan cermin ada lelaki berpakaian serba hitam hitam dengan penutup kepala berdiri tepat di belakangnya.

Briptu Lusi bargerak maju setelah menyadarinya. Ia berusaha mengambil pistol yang ia letakkan di meja hiasnya. Namun, gerakan Briptu Lusi kalah cepat dengan sergapan lelaki itu. Lalu secepat kilat lelaki itu mengarahkan sapu tangannya, membekap hidung dan mulut Briptu Lusi.

"Hmmm..." gumam Briptu Lusi. Ia meronta-ronta berusaha melepaskan diri.

Beberapa detik kemudian...

Rontaan Briptu Lusi makin lama semakin melemah, hingga akhinya polwan itu pun sudah diam, tidak ada gerakan sama sekali.

Lelaki itu membopong tubuh Briptu Lusi yang tertidur pulas dan meletakkannya ke atas ranjang lalu menarik simpul baju kimono yang dikenakannya hingga kini dihadapannya tergolek tubuh bugil polwan yang beberapa hari ini menjadi targetnya.

"Benar-benar tubuh yang indah dan sexy. Sayang sekali kalau tubuh seindah ini hanya dianggurin saja." gumamnya mengagumi keindahan tubuh polwan cantik itu.

Segera ia melucuti pakaiannya sendiri hingga bugil. Terlihat penis lelaki itu mengacung dengan gagahnya lalu ia naik ke atas ranjang.

Bibirnya dengan rakus mulai menghisap puting buah dada kanan Briptu Lusi dengan penuh nafsu disertai dengan remasan tangan kirinya pada gundukan buah dada Briptu Lusi sebelah kiri.

Sementara tangan kanan lelaki itu sudah berada di bibir vagina Briptu Lusi.

Silih berganti bibir dan tangan kiri lelaki itu memilin, meremas dan menghisap kedua payudara yang sangat indah dan kenyal milik seorang polwan cantik itu hingga membuat vagina Briptu Lusi basah dan semakin becek.

Terdengar dengkuran halus dari bibir Briptu Lusi seperti orang yang tidur sangat pulas pada saat lelaki itu mulai menindih tubuhnya.

Lelaki itu sejenak menggesek-gesekkan penisnya pada bibir vagina Briptu Lusi. Dan setelah penisnya berada tepat pada lubang vagina itu yang kini mulai semakin banyak mengeluarkan cairannya. Lelaki itu lalu mendorong pinggulnya ke depan hingga batang penisnya menerobos masuk ke dalam lubang kenikmatan milik sang polwan sampai mentok.

"Aaarrgghh...!!!" erangnya saat seluruh batang penisnya sudah tertanam dalam vagina sang polwan.

Lelaki itu mulai memompa vagina sang polwan gerakan yang cepat dan liar.

Plok... Plok... Plok...
Plok... Plok... Plok...
Plok... Plok... Plok...


Terdengar nyaring bunyi deritan ranjang itu saat lelaki itu menyetubuhi Briptu Lusi dengan penuh nafsu dan kasar.2

Bosan dengan posisi missionary, lantas lelaki itu membalikkan tubuh Briptu Lusi hingga tubuh sang polwan tengkurup.

Plakkk... Plakkk... Plakkk...

3 kali tangan lelaki itu menampar pantat Briptu Lusi, hingga terlihat memerah dan meninggalkan bekas tamparan tangan.

Ia lantas memasukkan jari tengahnya ke lubang anus sang polwan. Sempit dan sangat susah lelaki itu memasukkan jari tengahnya di lubang anus itu.

Lelaki itu bangkit lalu mengambil sebotol hand & body lotion di meja hias itu. Di oleskannya di lubang seputaran lubang pantat Briptu Lusi kemudian jari tengahnya mulai ia arahkan ke lubang tersebut.

Jari tengah lelaki itu mulai lancar keluar masuk lubang pantat sang polwan sambil ia mengocok penisnya supaya kembali tegang maksimal.

Sempat ia menjilati lubang anus Briptu Lusi yang terlihat mulai merekah dan mengeluarkan busa dari hand & body lotion yang ia tuangkan tadi.

Hand & body lotion itu ia ambil dari botolnya lalu dioleskan ke penisnya dan ke lubang pantat Briptu Lusi.

Penis lelaki itu kini sudah berada di depan lubang pantat sang polwan dan perlahan-lahan kepala penis itu sudah memasukinya. Dan dengan hentakan yang kuat penis lelaki itu berhasil menerobos masuk lubang yang biasanya tempat keluarnya kotoran.

"Aarrrggghhh...!!!" erang lelaki itu saat penisnya sudah seutuhnya berada di dalam.

Langsung ia menggenjot anus Briptu Lusi dengan kasar sambil menampar pantatnya. Lubang anus itu terlihat membesar dan melebar saat penis itu keluar masuk dengan cepat dan kasar.

"Ahhh... Ahhh... Ahhh..." desah lelaki itu dengan suara terengah-engah dan mata merem melek saat penisnya mengaduk-aduk lubang anus polwan cantik itu.

Tanpa berhenti lelaki itu terus menggenjot pantat itu dengan ritme semakin cepat. Hingga akhirnya, tampak nafas lelaki itu semakin memburu, wajahnya semakin memerah dan gerakan pompaan penisnya semakin cepat tak beraturan menandakan bahwa sesaat lagi ia akan menjemput orgasmenya yang sudah semakin dekat.

Dengan hentakan yang kuat ia menghujamkan penisnya sedalam-dalamnya sambil mengerang kenikmatan.

"Aaarrgghh...!!!"

Croottt... Croottt... Croottt... Croottt... Croottt..

Sperma lelaki itu menembak dengan kencang di dalam lubang anus Briptu Lusi. Tubuhnya ambruk kelelahan setelah mendapatkan orgasmenya barusan dan menimpa tubuh bugil di bawahnya.
.
.
.
Jam 1 dini hari...

Tubuh Briptu Lusi mulai menggeliat, kesadarannya mulai kembali seperti sediakala. Namun, ia seketika shock setelah menyadari keadaan dirinya. Baju kimononya terbuka dan dari kemaluan dan lubang pantatnya terasa perih. Sakit sekali yang dirasakan olehnya terutama di daerah pantat dan di dalam anusnya.

Sambil terisak-isak ia berusaha mengingat-ingat kejadian sebelumnya. Dengan sekuat tenaga ia bangkit dari ranjangnya dan memakai pakaiannya.

Ia mengambil HP BB-nya yang terletak di meja hiasnya, lalu menulis pesan BBM kepada Iptu Rizki atasannya untuk meminta ijin tidak masuk.

From : Briptu Lusi
to : Iptu Rizki
"Ndan, besok saya tidak bisa masuk. Saya sepertinya mau demam sekarang. (1.10 AM)."

BBM atau Black Berry Massanger itu terkirim namun belum ada tanda-tanda BBM-nya itu dibaca oleh atasannya.

Briptu Lusi hanya bisa menangis menyesali dirinya yang sudah ternoda, ia terus mengutuk perbuatan lelaki pemerkosanya yang sama sekali tidak dapat ia kenali.

©©©©©​

Iptu Rizki telah selesai menjalankan ibadah sholat Subuh lalu membuat sarapan pagi dan kopi. Sesaat ia tersenyum miris karena ia masih melajang di usianya yang sudah memasuki 29 tahun dan mau menyentuh angka 30 tahun.

Pengalaman pahit semasa kecilnya, membuat Iptu Rizki dingin terhadap lawan jenis. Ditambah lagi cintanya pada wanita yang ia sukai hanya bertepuk sebelah tangan dan lebih memilih menikah dengan lelaki lain dua tahun lalu.

"Lusi, sampai detik ini aku masih mencintaimu. Aku memang lelaki pengecut yang tidak berani mengungkapkan perasaan sukaku padamu. Salah kah aku bila berharap engkau menyambut cintaku walau engkau sudah menjadi milik orang lain."

Tiba-tiba ia tersadar dari lamunannya, ketika terdengar suara lengkingan ceret air yang menandakan bahwa airnya telah mendidih.

Iptu Rizki mematikan kompor gasnya, membuat kopi setelah tadi ia selesai membuat nasi goreng. Sambil menyalakan HP BB-nya yang semalam ia cas. Iptu Rizki kaget setelah membaca BBM dari Briptu Lusi yang ia kirim pada jam 1.10 AM.

From : Briptu Lusi
to : Iptu Rizki
"Ndan, besok saya tidak bisa masuk. Saya sepertinya mau demam sekarang. (1.10 AM)."

Segera ia menulis di HP BB-nya untuk membalas BBM dari Briptu Lusi yang baru saja dibacanya.

From : Iptu Rizki
to : Briptu Lusi
"Saya boleh mampir ke rumah, Briptu? Saya khawatir pada kondisi Briptu. Bentar lagi saya otw ke sana!"

Dua jam kemudian...

Mobil Iptu Rizki sudah berhenti di halaman rumah Briptu Lusi, sambil menenteng kantong kresek Iptu Rizki bergegas menuju pintu rumah itu.

Ting... Tong...

Suara bel rumah itu berbunyi setelah Iptu Rizki memencet bel tersebut.

"Siapa...?" seru orang dari dalam rumah itu.

"Saya, Briptu. Iptu Rizki." sahut Iptu Rizki cepat.

Ceklek...

Pintu rumah itu terbuka seseorang keluar dari dalam dengan wajah kusam dan mata sembab. Briptu Lusi mempersilahkan atasannya masuk ke dalam rumah dengan pintu tetap terbuka.

Iptu Rizki kaget melihat kondisi wanita yang ia sukai, kini di hadapannya wanita itu tampak menyimpan luka bukan secara fisik tetapi luka secara psikologis. Ia menatap tajam mata Briptu Lusi yang tampak sembab habis menangis dan mungkin kurang tidur.

Apa yang sudah terjadi padamu, Lus? Saya tidak percaya kalau kamu saat ini cuma sakit demam." tanyanya dalam hati.

Briptu Lusi hanya bisa menundukkan kepala, dia tidak berani beradu pandang dengan lelaki di hadapannya saat ini. Tatapan mata yang tajam dari lelaki itu seakan menguliti sanubarinya dan pikirannya.

Briptu Lusi mempersilahkan atasannya masuk ke dalam rumahnya dengan pintu tetap terbuka.

Setelah mereka duduk, hanya ada kebisuan di antara keduanya. Suasana menjadi canggung dan kaku apalagi Briptu Lusi hanya diam dan terus menundukkan kepala.

"Lusi, kamu percaya 'kan padaku. Tolong katakan apa yang sebenarnya terjadi padamu, Lus! Apapun yang terjadi aku akan selalu ada untukmu, percayalah padaku." bujuk Iptu Rizki.

Tidak ada sepatah katapun keluar dari bibir wanita itu, melainkan isak tangis yang meledak seketika.

Iptu Rizki segera bangkit dan mendekati Briptu Lusi. Dibenamkannya kepala Briptu Lusi ke pundaknya sambil ia mengelus rambutnya mencoba untuk menenangkannya.

"Menangislah... Keluarkan semua bebanmu, Lusi. Setelah itu ceritakan semuanya padaku. Aku pasti akan membantumu." Iptu Rizki mengelus lembut rambut Briptu Lusi dengan penuh perasaan.

Beberapa saat kemudian...

Tangisan Briptu Lusi mulai reda, namun ia masih diam dalam kebisuannya. Malah kepalanya dibenamkan ke dada atasannya itu.

"Kita ke dokter aja, Lus! Kalau kamu begini terus sakitmu malah semakin parah." bujuk Iptu Rizki lagi sambil menarik pelan tangan Briptu Lusi.

"Ndan, saaayyya... Saaayyyaaa semalam dii.. perkosaaa. Hikssss..." Briptu Lusi kembali menangis dalam dekapan Iptu Rizki.

Bagai petir di siang bolong, seketika tubuh Iptu Rizki bergetar hebat. Perasaan lelaki itu bercampur aduk. Kaget dan marah menjadi satu. Tangannya yang tadinya mengelus rambut Briptu Lusi tiba-tiba menjadi terkepal. Ingin rasanya ia sesegera mungkin mencari dan menangkap pelaku pemerkosaan terhadap wanita yang ia cintai ini.

Namun ia sadar bahwa kondisi mental rekan kerjanya ini sedang terguncang, setidaknya ia sebagai penegak hukum tau gimana kondisi kejiwaan korban pemerkosaan pastinya saat ini Briptu Lusi perlu dibangkitkan kepercayaan dirinya dan bangkit dari traumanya.

"Kamu tenang dulu, Lus. Pasti kita akan ringkus pelakunya. Yang terpenting saat ini kamu mesti bangkit. Sekarang kita temui Mbak Henny. Kamu ceritakan semua yang terjadi padamu. Saya yakin Mbak Henny bisa membuatmu tenang. Ayo, ini perintah! Hehehe..." Kekeh Iptu Rizki berusaha menghibur Briptu Lusi dengan sedikit candaan.

Hanya anggukan kepala dari Briptu Lusi, dan itu sedikit membuat Iptu Rizki tersenyum. Dan akhirnya mereka pergi menemui Henny Sulistiawan, PSi. Seorang psikolog kepolisian yang juga bertugas di Polda Sumsel.

Tanpa disadari oleh keduanya, sejak tadi ada sepasang mata memperhatikan mereka berdua dengan wajah marah. Orang itu pergi dari sana, sambil menghempaskan bungkusan yang ia bawa di tangannya.

©©©©©​

Kondisi kejiwaan Briptu Lusi berangsur-angsur mulai membaik seperti sedia kala setelah menemui psikolog kemaren. Bahkan hari ini, ia mulai bisa masuk kantor, berbicara dengan sesama rekan kerjanya, tersenyum dan tertawa.

Sejak kejadian itu, Iptu Rizki semakin perhatian dan selalu berusaha melindungi Briptu Lusi. Menelepon, BBM-an untuk memastikan keadaannya baik-baik saja di rumahnya.97th

Berbanding terbalik dengan suami Briptu Lusi, suaminya sampai hari ini belum menampakkan batang hidungnya. Bahkan, untuk nelpon atau sekedar menanyakan kabarnya saja tidak pernah.

Hubungan Iptu Rizki dan Briptu Lusi, makin hari semakin dekat. Bukan sekedar dekat karena hubungannya soal pekerjaan, melainkan perasaan keduanya mulai semakin intim.

Briptu Lusi sudah tidak sungkan-sungkan lagi untuk menceritakan kondisi rumah tangganya yang kurang bahagia bersama suaminya. Ia menceritakan sikap dan sifat suaminya yang lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan kebahagiaan rumah tangga mereka. Semua itu diceritakannya secara gamblang kepada Iptu Rizki.

Briptu Lusi bisa merasakan ketulusan Iptu Rizki saat berada di dekatnya, itu yang membuatnya nyaman dan mulai terbuka. Ia merasakan debaran jantungnya begitu kencang saat berdekatan dengan atasannya itu.

"Kenapa perasaan sayangku kepada Iptu Rizki lebih besar dibandingkan perasaan sayangku pada suamiku? Selama aku berpacaran dengan suamiku dulu, debaran di hatiku tidak sebesar apa yang kurasakan saat ini dengan Iptu Rizki? Apa mungkin aku telah jatuh cinta padanya? Dan kenapa sampai hari ini suamiku belum pulang ke rumah? Bahkan telepon pun tidak." Berbagai pertanyaan berkecamuk di hatinya.

Begitu pula yang dirasakan Iptu Rizki. Hari-harinya terasa semakin indah karena selalu bersama orang yang selama ini ia cintai. Ia juga merasakan gejolak dalam dirinya jika berdekatan dengan Briptu Lusi.

Benih-benih asmara kini mulai bersemi dan dirasakan oleh keduanya. Komunikasi yang awalnya terlihat canggung dan formal kini berubah menjadi komunikasi layaknya sepasang kekasih. Sapaan 'Ndan maupun pangkat hanya mereka ucapkan jika keduanya berada di kantor atau sedang bertugas.

Namun jika diluar urusan pekerjaan, keduanya sudah memakai kata panggilan, 'aku dan kamu' atau 'Mas dan Adek', bahkan dengan kata, 'sayang'.

©©©©©​


Palembang, 26 Juli 2015. Jam 10.00 wib...

Kriiingg... Kriiingg... Kriiingg...

Dering telepon masuk di bagian pengaduan. Seorang polwan berpangkat Bripda mengangkat telepon masuk tersebut.

"Hallo...! Apakah ini benar telepon polisi bagian pengaduan masyarakat." seru suara dari ujung telepon sana.

"Iya, hallo...! Benar, Pak. Ini nomor telepon polisi bagian pengaduan masyarakat." sahut polwan itu dengan ramah melayani telepon masuk.

"Begini, Bu. Saya ketua RT11 yang beralamat di lorong firma H. Akil No. 164 RT 11 RW 04 Kelurahan 3-4 Ulu kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang." ujar orang dari ujung telepon sana memberitahu.

"Apa yang bisa kami bantu ya, Pak?" tanya polwan itu ramah.

"Saya ingin melaporkan telah terjadi pembunuhan di RT saya, Bu. Dua orang ditemukan meninggal dunia di sebuah rumah." ujar orang dari ujung telepon sana.

"Ok, Pak. Terima kasih atas informasinya. Petugas kami akan segera meluncur ke TKP. Tolong Bapak bantu kepolisian untuk mengamankan TKP dari orang-orang biar barang bukti di sana tidak hilang." Polwan itu memberikan arahannya.

"Siap, Bu. Saya beserta warga sekitar akan memgamankan TKPnya. Itu saja Bu yang bisa saya beritahukan. Kami harap pihak kepolisian bisa sesegera mungkin datang ke lokasi." ujar penelepon itu dari ujung telepon sana.

"Siap, Pak. Kami usahakan secepatnya dan sesegera mungkin datang ke TKP." sahut polwan itu.

"Terima kasih dan selamat pagi, Bu." ujar penelepon di ujung telepon sana mengakhiri teleponnya.

"Selamat pagi, Pak." sahut polwan itu sambil menutup teleponnya.

Semua percakapan telepon itu telah direkam lalu polwan itu membawa rekaman tadi untuk diserahkan ke Unit Reskrim yang kebetulan sedang berdinas saat itu Briptu Lusi.

"Selamat pagi Briptu Lusi." ujar polwan itu sambil menghormat. "Saya membawa rekaman percakapan tadi dari penelepon yang memberitahukan adanya pembunuhan." Polwan itu meletakkan hasil rekaman itu ke meja Briptu Lusi.

"Terima kasih, Bripda Yuli." Briptu Lusi segera mengambil rekaman itu, membawanya ke ruangan Kanit Reskrim.
.
.
.
"Semua sudah saya koordinasikan dengan tim. Jangan lupa bawa pistolmu Briptu demi keamanan karena situasi di lapangan tidak bisa diprediksi." ujar Iptu Rizki memberikan arahannya.

"Siap, 'Ndan. Senpi sudah siap, 'Ndan. Tinggal meluncur ke TKP." tanggap Briptu Lusi cepat.

"Ayo kita berangkat sekarang ke TKP!" Iptu Rizki sudah berdiri dengan gagahnya lalu keluar dari ruangannya lebih dulu dibandingkan Briptu Lusi yang menyusul di belakangnya.
.
.
.
Jam 12.00 wib...

Lokasi : TKP di lorong firma H. Akil 3-4 ulu Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang

Iptu Rizki dan Briptu Lusi beserta petugas lainnya telah sampai di TKP.

Mereka memasuki sebuah gang atau lorong di kawasan padat penduduk. Di sana banyak terdapat rumah-rumah panggung, rumah limas khas Palembang.

Iptu Rizki dan Briptu Lusi beserta petugas lainnya didampingi oleh ketua RT setempat memasuki sebuah rumah panggung no. 163 RT 11 RW. 04. Dalam sebuah kamar di rumah tersebut ditemukan dua orang jenazah, satu jenazah laki-laki berusia +/- 45 tahun dan satu lagi jenazah wanita berusia +/- 30 tahun. Kedua korban ditemukan dalam keadaan bugil dengan luka tusuk di jantung korban.

"Dia bukannya suami Silvi? Suami siri korban pembunuhan di perumahan Sukarame Permai." ujar Briptu Lusi kaget setelah melihat jenazah laki-laki yang terbujur kaku dalam kantong jenazah.

"Dari ciri-cirinya, antara sketsa wajah yang dibuat Briptu Anto kemaren dengan korban ini sangat mirip." sahut Iptu Rizki ikut membenarkan pendapat Briptu Lusi.

"Berarti pelaku pembunuhan ini, kemungkinan ada kaitannya dengan kasus pembunuhan tempo hari, 'Ndan." Briptu Lusi menganalisa kejadian pembunuhan ini dengan kasus pembunuhan yang mereka tangani kemaren yang sampai saat ini belum ada titik terangnya.

"Iya. Briptu. Kemungkinan bisa seperti itu. Dan kasus yang kita tangani ini jadi semakin rumit." sahutnya sambil garuk-garuk kepalanya. Iptu Rizki kemudian menelusuri sekitaran TKP melihat dan meneliti apa saja yang menjadi kejanggalan di sana.

"Lihat...! Ada secarik kertas di sana!" ujar Briptu Lusi sambil mendekat ke tempat yang ia maksud lalu ia menyerahkan kertas itu pada Iptu Rizki.

"Pembunuh mesti layak mati. Salam dari ayah dan ibu, semoga kalian berjumpa di sana!" (убийца)

"Apa maksud pesan ini? Coba kamu baca Briptu!" Iptu Rizki menyerahkan kertas itu.

Briptu Lusi segera membaca kertas itu, sempat terbersit di benaknya, "apakah jenazah lelaki itu, ada hubungannya dengan suamiku?"

Melihat Briptu Lusi termenung seolah sedang berpikir, Iptu Rizki menegurnya, "Ada apa Briptu? Apa yang sedang kamu pikirkan?"

"Eh, tidak ada apa-apa 'Ndan." sahut Briptu Lusi kaget. "Sepertinya pesan ini memberitahukan bahwa pelakunya telah berhasil membalaskan dendamnya."

"Iya, saya pun berpikir seperti itu, Briptu. Tapi ada kejanggalan yang terjadi di kasus pembunuhan ini dengan kasus pembunuhan yang kemaren, walaupun luka yang dialami oleh kedua korban sama persis. Luka akibat benda tajam tapi bukan benda berbentuk pisau, keris ataupun golok." Iptu Rizki memberikan pendapatnya sesuai dengan analisa dari kematian korban pembunuhan kemaren.

"Maksud komandan, pelaku pembunuhan di perumahan 'Sukarame Permai' berbeda dengan pelaku pembunuhan di tempat ini." sahut Briptu Lusi memahami jalan pikiran atasannya itu.

"Pintar sekali analisa kamu, Briptu. Padahal saya hanya menjelaskan luka korban yang sama di bagian tertentu tetapi berbeda dari cara kesadisan membunuhnya. Pelaku pembunuhan di perumahan 'Sukarame Permai' lebih sadis dan pelakunya itu bisa dikategorikan psikopat. Sedangkan pelaku pembunuhan di tempat ini lebih rapi namun tidak terlalu sadis.

"Aku faham jalan pikiran kamu, Mas." gumam Briptu Lusi dalam hati.

"Yuk, kita balik ke Markas! Ada yang mesti saya kerjakan untuk memecahkan kasus yang rumit ini." Iptu Rizki keluar dari rumah itu kembali ke mobilnya.

Sementara petugas lainnya mulai membuat police line memotret korban sebelum dibawa oleh tim forensik.

©©©©©​


Palembang, 30 Juli 2015. Jam 20.00 wib...

Beberapa hari kemudian Iptu Rizki dan Briptu Lusi terus mencari bukti tambahan dan menanyakan kepada para saksi yang melihat kejadian pembunuhan itu. Namun, tetap belum ada perkembangan signifikan dari kasus-kasus pembunuhan tersebut. Masyarakat mulai menanyakan kredibilitas dan kapasitas penegak hukum. Masyarakat dibuat ketakutan akan teror pembunuh yang terkenal sadis itu.

"Dek Lusi, refreshing dulu kita. Biar fresh otak kita. Bagaimana kalau nanti malam, kita makan malam? Tadi Mas udah [/i]reservasi tempat di Riverside restoran." Iptu Rizki berbicara sambil nyetir saat akan pulang mengantar Briptu Lusi ke rumahnya.

"Ok, Mas. Kayaknya kita perlu refreshing sejenak biar tidak stress. Jam berapa ya, Mas?" Briptu Lusi bertanya rencana mereka makan malam.

"Insya Allah, jam 7 malam Mas jemput kamu. Dandan yang paling cantik ya?" ucap Iptu Rizki menggoda Briptu Lusi.

"Iya, Mas. Tapi Mas juga mesti dandan yang paling cakep dan ganteng juga ya, gimana deal?" tantang Briptu Lusi.

"Ok, deal. Siapa takut..?" jawab Iptu Rizki pede.
.
.
.
Malam ini, Iptu Rizki akan mengajak Briptu Lusi makan malam di sebuah restorant. Entah mengapa ia terlihat bahagia sekali malam ini? Walau mereka berdua sering makan siang bersama beberapa hari ini. Namun malam ini terasa spesial buat keduanya karena ini adalah makan malam pertama mereka berdua.

Sebuah gaun pesta tanpa lengan berwarna merah menyala telah ia persiapkan untuk acara makan malam ini. Gaun yang sama sekali jarang ia pakai karena suaminya orang yang kurang romantis yang hanya sibuk memikirkan profesinya sebagai seorang dokter sejak mereka berpacaran 3 tahun yang lalu.

Malam ini Briptu Lusi berusaha tampil anggun dan cantik supaya Iptu Rizki senang. Ia merias tubuhnya dengan make-up yang tipis menyesuaikan dengan gaun yang ia kenakan nanti.

Sambil memutar-mutar tubuhnya ia melihat dirinya di cermin menilai penampilannya sendiri.

Sebuah mobil berhenti tepat di halaman rumah Briptu Lusi. Lalu keluarlah seorang laki-laki mengenakan setelan jas berwarna hitam sambil membawa buket bunga mawar merah di tangannya.

Dengan gagah ia melangkahkan kakinya menuju serambi rumah itu. Dengan perasaan jantung yang berdegup kencang, Iptu Rizki menekan bel rumah itu.

Ting... Tong... Suara bel berbunyi.

Tak lama kemudian pintu itu mulai terbuka. Keluar seorang wanita anggun dan cantik dengan mengenakan gaun pesta tanpa lengan berwarna merah menyala.

Iptu Rizki terperangah sejenak tanpa mengedipkan matanya sama sekali. Ia diam melongo seperti orang bego. Terpukau dengan penampilan Briptu Lusi yang kini sudah berdiri di hadapannya dengan senyuman indahnya.

"Kamu malam ini terlihat anggun dan cantik sekali, Lusi." Iptu Rizki tanpa sadar memuji penampilan wanita di hadapannya saat ini.

Mendapatkan pujian tersebut membuat wajah Briptu Lusi merah merona. Ada rasa puas mendapatkan sanjungan itu karena ia pun ingin berusaha tampil anggun dan cantik di hadapan Iptu Rizki.

"Mas Rizki juga terlihat semakin ganteng dengan jas ini." Tiba-tiba saja kalimat itu meluncur tanpa ia pikirkan.

Membuat Iptu Rizki tersenyum lalu ia menyerahkan buket bunga itu pada Briptu Lusi dan Briptu Lusi menerima buket bunga mawar itu dengan hati senang.

"Makasih, Mas. Tunggu bentar ya, mau simpan buket bunga ini ke dalam!" Briptu Lusi lalu meninggalkan Iptu Rizki kembali ke dalam kamarnya meletakkan buket bunga itu.

30 menit kemudian...


Riverside Restoran
Mereka telah tiba di salah satu restorant favorit di kota Palembang. Riverside restorant namanya. Restorant yang terletak di depan Benteng Kuto Besak dengan pemandangan sungai musi dan jembatan Ampera sebagai icon kota Palembang.

Keduanya disambut dengan ramah oleh 'Sandi Ramadhan', manajer restoran itu yang kebetulan teman satu sekolahan dengan Iptu Rizki. Mereka berdua adalah alumni dari SMA Negeri 1 Palembang.

Hidangan sudah tersedia di atas meja, keduanya mulai menyantap makan malam itu sambil memandangi suasana malam di kota Palembang yang saat itu sangat cerah sekali. Di hadapan mereka tampak megah jembatan Ampera dengan warna-warni cahaya lampu yang menghiasinya. Di samping kanan mereka terhampar sungai Musi yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia.

Keduanya makan dengan penuh bahagia, pandangan mata Iptu Rizki terus memandangi wanita di hadapannya. Ia seakan tidak pernah bosan melihat keanggunan dan kecantikan Briptu Lusi yang berpenampilan malam ini bagaikan seorang dewi.

Akhirnya makanan di piring keduanya ludes. Sebelum meninggalkan restoran itu, Iptu Rizki berkata pada Briptu Lusi. "Dek, Mas mau ke toilet dulu, ya!"

Dan Briptu Lusi hanya menjawab dengan sebuah senyuman dan anggukan kepala.

Iptu Rizki berlalu meninggalkan Briptu Lusi seorang diri.

Tiba-tiba...

Terdengar suara orang berbicara melalui mix menyapa semua pengunjung restoran ini.

"Selamat malam semua. Selamat menikmati makan malam. Ijinkan saya membawakan sebuah lagu untuk kalian semua dan terkhusus orang yang duduk di sana! 'Lusi Herawati'."

Semua pengunjung mengarahkan pandangannya ke atas stage atau panggung. Di sana telah duduk Iptu Rizki dengan gitar akuistiknya dengan lampu sorot mengarah semua ke arahnya

Iptu Rizki terus memandang wajah Briptu Lusi sambil memainkan gitar lalu mulailah bernyanyi dengan sepenuh hati.
Kesempurnaan Cinta
by Rizki Febrian


Kau dan aku tercipta oleh waktu
Hanya untuk saling mencintai
Mungkin kita ditakdirkan bersama
Rajut kasih jalin cinta

Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta

Berdua bersamamu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta

Kau dan aku tercipta oleh waktu
Hanya untuk saling mencintai
Mungkin kita ditakdirkan bersama
Rajut kasih menjalin cinta

Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta

Berdua bersamamu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta

Tak pernah terbayangkan olehku
Bila kau tinggalkan aku
Hancurlah hatiku
Musnah harapanku sayang

Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta

Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta

Berdua bersamamu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta

Tepuk tangan berdiri dari semua pengunjung restoran menyudahi penampilan solo Iptu Rizki di atas panggung sambil ia membentuk gambar hati dari jarinya ditujukan kepada Briptu Lusi yang hanya bisa terperangah kaget.

Iptu Rizki turun dari panggung berjalan mendekati meja yang ditempati oleh Briptu Lusi.

Lalu ia duduk di samping Briptu Lusi dan mulai mengatakan perasaan hatinya. "Maaf ya, Dek. Jika selama ini Mas hanya bisa memendam rasa sayang Mas padamu. Namun kali ini, Mas mau jujur sama kamu lewat lagu yang Mas nyanyikan tadi. Kamu jangan salah faham dengan ini. Mas ngerti dengan status kamu yang sudah bersuami. Mas hanya..." Iptu Rizki tidak sanggup melanjutkan perkataannya.

Briptu Lusi hanya diam dan tak bisa berkata-kata. Dia hanya bisa menundukkan kepala. Walaupun hatinya saat ini mulai merasakan getaran perasaan cinta pada atasannya itu, namun ia wanita yang sudah bersuami.

Tiba-tiba...

Briptu Lusi bangkit dan berlari meninggalkan Iptu Rizki yang hanya terpaku menyesali apa yang sudah ia lakukan.

"Lusi... Tunggu...!" teriak Iptu Rizki.

Lalu ia berusaha mengejar Briptu Lusi yang telah jauh pergi meninggalkannya.

Sepasang mata tidak jauh dari sana menyaksikan semua kejadian itu, sambil mengambil foto keduanya.

Dengan sebuah senyuman lelaki itu pergi meninggalkan tempat itu.
©©©©©
Iptu Rizki berusaha mengejar mobil taksi yang membawa Briptu Lusi. Namun di belakang mobilnya, seorang pengemudi motor ikut membuntutinya sejak dari Riverside restoran. Mobil taksi itu bukan menuju ke rumahnya melainkan ke jalan yang lain. Iptu Rizki terus memacu mobilnya untuk terus mengikuti kemana pun mobil itu berjalan. Hingga sampailah mobil taksi itu di sebuah taman. Seorang wanita cantik memakai gaun pesta malam berwarna merah keluar dari mobil taksi itu sambil menangis terisak-isak berdiri di sisi jalan. Di sisi jalan itu terlihat jurang yang cukup dalam.

Iptu Rizki memberhentikan mobilnya. Dari kaca spionnya ia kaget ada seorang pengemudi motor berpakaian serba hitam ikut berhenti sejenak.

Iptu Rizki melihat gelagat mencurigakan dari orang itu, dan ia segera mengeluarkan pistolnya, keluar dari pintu mobil sebelah kiri.

Jarak ia dengan Briptu Lusi hanya berjarak 50 meter.

Melihat gelagat orang itu tidak baik ia segera berlari kencang ke arah Lusi saat pengendara motor itu pun menyalakan motornya.

"Bruummm... Bruuummm..."

Iptu Rizki berlari kencang ke arah Briptu Lusi sebelum pengendara motor itu menabraknya. Ia berlari sambil menembak ke arah pengendara motor itu.

Dorrr...

Sebuah timah panas keluar dari moncong pistolnya, namun ternyata luput dari sasaran bidiknya karena pengendara motor itu sempat membelokkan motornya ke arah kanan sambil menundukkan kepalanya.

Motor itu terus melaju kencang ke arah Briptu Lusi yang tengah melamun menatap jurang di hadapannya.

Iptu Rizki berteriak kencang memberitahu Briptu Lusi ada bahaya di depannya. "Lusi... Awas...!!!"

Briptu Lusi seketika menoleh dan kaget saat ada sebuah motor melaju kencang ke arahnya ingin menabraknya. Namun ia hanya terpaku diam di posisinya dengan tubuh gemetar ketakutan dan hanya bisa memejamkan matanya.

Iptu Rizki berhasil mendahului pengendara motor itu, dia berhasil menarik tangan Briptu Lusi ke sisi jalan hingga pistol di tangannya terlepas dan jatuh di tanah.

Namun, saking kuatnya tarikan tangannya membuat tubuh Briptu Lusi limbung dan tertarik ke tubuhnya. Beban tubuh Briptu Lusi tak sanggup ia tahan sehingga membuat tubuhnya terhempas ke tanah dengan tubuh Briptu Lusi di atas, keduanya jatuh berguling-guling meluncur turun ke bawah hingga jatuh ke dalam jurang.
.
.
.
Sementara itu di atas, pengendara motor itu berhenti lalu turun dari motornya. Ia sempat melihat ke bawah, sangat gelap dan tak bisa dilihat dengan pandangan mata.

Tersungging senyum penuh kemenangan dari pengendara motor itu, saat mengetahui Iptu Rizki dan Briptu Lusi jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam. Pengendara motor itu melihat pistol Iptu Rizki tergeletak di tanah, mengambilnya dan pergi dari tempat itu dengan kecepatan tinggi.
©©©©©
Jurang itu memiliki beberapa undakan atau tingkatan. Dari atas meluncur ke bawah kemiringan tanahnya 45° berjarak sekitar 2 meter hingga ke undakan pertama. Terdapat batu-batuan yang besar dan tajam dan banyak ranting-ranting pohon. Undakan pertama ini mempunyai panjang tanah seluas 5 meter dengan ditumbuhi pohon-pohon yang tinggi dan besar. Tekstur tanahnya keras dan banyak terlihat kerikil dan batu-batuan cadas. Dari undakan pertama sampai ke bawah mempunyai kemiringan tanahnya 90° hingga sampai ke dasar jurang yang diperkirakan sekitar 10 meter.

Tubuh keduanya berguling-guling mengikuti kemiringan tanah itu.

"Breeet..." bunyi sobekan kain.

"Auuuww..." Briptu Lusi berteriak kesakitan saat lututnya tergores batu yang tajam dan gaunnya sobek oleh ranting-ranting pohon.

Begitu juga yang dialami oleh Iptu Rizki, jasnya robek tersangkut ranting kayu dari pohon dan celana katunnya robek. Betisnya mengeluarkan darah akibat tergores batu cadas.

"Buugghhh..."

Tubuh keduanya membentur tanah dengan sangat kuat lalu tubuh mereka terpisah.

Tubuh Iptu Rizki berguling-guling ke bawah dengan sangat cepat hingga tubuhnya tertahan sebuah pohon besar. Namun, kepalanya menghantam pohon itu hingga membuatnya tak sadarkan diri. Sedangkan Briptu Lusi, tubuhnya terlempar ke kanan membentur pohon yang lainnya hingga membuatnya pingsan.

Mereka berdua selamat dan tidak sampai jatuh ke dasar jurang yang diperkirakan memiliki ke dalaman 10 meter dari permukaan tanah tempat Iptu Rizki terkapar. Keadaan keduanya cukup memprihatinkan.
©©©©©​

Dua jam kemudian...

"Auuuww..." teriak Briptu Lusi mengerang kesakitan ketika ia baru siuman dari pingsannya.

Briptu Lusi yang meringis kesakitan sambil memegangi lutut kirinya yang mengeluarkan darah dan pelipis kirinya juga terlihat darah yang mulai mengering.

Gaun pesta malam warna merah yang dikenakannya robek memanjang dibagian dadanya, hingga BH berwarna putih itu pun terlihat dengan jelas. Sementara itu dibagian bawah gaun itu juga robek hingga memperlihatkan pahanya yang mulus.

Kondisi Iptu Rizki sangat memprihatinkan dari betisnya terlihat darah yang mulai mengering. Dari dahinya terlihat sobek memanjang masih mengeluarkan darah segar.

Jas yang dikenakannya robek memanjang di sisi kanannya. Dan celana katunnya robek di bagian betisnya.

Briptu Lusi berusaha bangkit walau dengan wajah meringis kesakitan menahan perih di lutut kirinya. Terseok-seok ia berjalan mencari Iptu Rizki dan akhirnya ia melihat sosok Iptu Rizki tergeletak di sebuah pohon besar.

"Mas Rizki...!!!" seru Briptu Lusi histeris saat ia melihat sosok itu.

Ia lalu berjalan tertatih-tatih mendekati Iptu Rizki yang tampak diam saja.

"Mas Rizki... Bangun, Mas! Jangan tinggalkan Adek! Adek sayang banget sama Mas. Hiksss..." Briptu Lusi menggoyang-goyangkan tubuh Iptu Rizki sambil menangis tersedu-sedu.

"Kalau kamu benar-benar sayang pada Mas. Cium dong!" Tiba-tiba Iptu Rizki bersuara menggoda wanita yang menangisi dirinya. Matanya mulai terbuka sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya.

Mendengar suara Iptu Rizki barusan membuat tangisan Briptu Lusi berhenti, sebuah cubitan kecil mendarat di perut Iptu Rizki.

"Rasain, tuh!" ketus Briptu Lusi sambil memanyunkan bibirnya.

Mendapatkan cubitan dari Briptu Lusi membuat Iptu Rizki berteriak kesakitan. "Awww..."

"Iiihhh...!!! Siapa suruh bikin Adek jantungan?" ujarnya gemas.

Briptu Lusi tersenyum memandangi wajah lelaki itu yang tadi telah menyelamatkan hidupnya lalu mencium bibir lelaki itu sambil memejamkan matanya.

"Cuuuppp..." Bibir Briptu Lusi sudah menempel di bibir Iptu Rizki.

Ciuman singkat penuh rasa yang dirasakan oleh Iptu Rizki. Briptu Lusi mau menarik bibirnya namun tiba-tiba Iptu Rizki menahan kepalanya dan segera ia mencium bibir merah merekah itu dengan penuh perasaan. Awal dari sebuah hubungan yang membuat kedua hati dan perasaan keduanya bersatu.

Ciuman keduanya tidak lagi pelan dan lembut penuh perasaan tetapi mulai meningkat menjadi panas dan liar. Lidah keduanya sudah saling berputar-putar, seolah sedang saling berkejaran. Iptu Rizki menghisap lidah Briptu Lusi dengan penuh nafsu. Begitu pun sebaliknya, saat Iptu Rizki menjulurkan lidahnya Briptu Lusi dengan penuh nafsu menghisapnya.

Nafsu birahi kini sudah menguasai keduanya membuat keduanya menjadi lupa diri. Dengan cekatan tangan Iptu Rizki menggeser gaun yang sudah robek itu ke samping sambil mereka berciuman.

BH putih yang dikenakan sebagai penutup terakhir payudaranya kini terlihat jelas di hadapannya. Bergetar tangan Iptu Rizki saat akan membuka kait BH itu. Lalu dengan isyarat anggukan kepala dari pemiliknya maka ia pun membuka penutup terakhir bagian atas wanita itu.

Payudara Briptu Lusi kini terlihat nyata di hadapannya. "Sungguh indah payudaramu, Dek. Tidak besar dan juga tidak kecil. Mas boleh pegang?" bisiknya di telinga Briptu Lusi.

Hanya anggukan kepala dari sang empunya payudara. Membuat Iptu Rizki semakin bernafsu untuk meraba gundukan itu.

"Ohhh...! Mas Rizki..!!!" desah Briptu Lusi ketika kedua tangan kasar Iptu Rizki mulai membelai payudaranya.

"Sungguh kenyal Dek, tetek kamu." bisiknya lagi di telinga sang polwan.

"Yang kencangan Mas remesnya. Ohhh...!!!"

Wajah Briptu Lusi terlihat memerah, deru nafasnya sudah tidak beraturan. Dengan cepat ia bangkit dan meloloskan celana dalamnya sendiri. Perlahan ia mendorong tubuh Iptu Rizki rebah ke tanah.

Kini posisi Briptu Lusi di atas dengan tubuh bagian atas terbuka polos.

Lalu ia bergerak turun ke bawah, membuka ikat pinggang dan menurunkan resletingnya. Menggeser celana itu hingga terlolosi dari tubuh lelaki itu. Terlihat celana dalam itu sudah menggelembung. Namun tak lama celana dalam itu pun sudah ia lucuti.

Penis itu langsung meloncat keluar, terbebas dari sangkarnya. Briptu Lusi terperanjat dengan mata melotot saat melihat penis itu. "Besar sekali penis kamu, Mas. Jauh lebih besar dan panjang dari punya suamiku." gumamnya dalam hati.

Segera ia mengocok penis itu pelan-pelan hingga terlihat penis itu menjadi tegang maksimal.

Dengan tidak sabaran Briptu Lusi segera berjongkok di depan penis itu. Membimbing dan mengarahkannya di depan lubang vaginanya yang sudah becek.

 
Terakhir diubah:
Sambil memegangi batangnya supaya tetap pada jalurnya kemudian ia menurunkan pinggulnya ke bawah hingga membuat penis itu mulai menyeruak masuk semakin dalam memasuki tubuhnya.

"Ooohhh...! Mas Rizki...!!!" erangnya ketika penis itu telah masuk ke dalam vaginanya.

Rasa perih dan sakit dirasakan oleh Briptu Lusi di kemaluannya. Itu terlihat dari ekspresinya seperti meringis menahan rasa perih.

Melihat perubahan wajah Briptu Lusi membuat Iptu Rizki bertanya. "Ada apa Lusi sayang? Kok, kamu meringis seperti itu."

"Punya Mas besar. Perih rasanya Mas di dalam. Bentar ya, Mas."

Mata Iptu Rizki merem-melek menikmati rasa nikmat di kamaluannya saat berada di dalam kemaluan Briptu Lusi sambil kedua tangannya meremas-remas buah dada Briptu Lusi.

"Terus Mas. Terus remas tetek Adek...! Ohhh...!!!" lenguh Briptu Lusi nafsunya semakin tinggi.

Merasakan sakit di kemaluannya mulai berkurang karena ada rasa nikmat yang dirasakan dari remasan tangan Iptu Rizki, membuat Briptu Lusi mulai bergoyang dan memasukkan lagi penis itu sedalam mungkin.

"Arrgghhh...!!!" erang keduanya saat kedua kelamin itu bersatu hingga penis Iptu Rizki menyentuh dasar rahimnya.

Gila, penisnya bikin sesak memekku. Malah sampe nyentuh dasar rahimku." gumam Briptu Lusi dalam hati.

Malam yang mulai larut seakan tidak mereka rasakan hawa dinginnya. Keduanya kini berlomba-lomba memuaskan diri mereka masing-masing.

Gerakan Briptu Lusi semakin liar dan tak beraturan, kadang ia bergerak ke kiri dan ke kanan sambil memompa penis Iptu Rizki keluar masuk di dalam vaginanya yang semakin banjir oleh cairan pelumasnya.

"Ohhh...! Mas Rizki...! Adek mau sampe...!" erang Briptu Lusi saat orgasmenya mulai dekat.

"Tahan dulu sayang...! Mas juga mau sampe...! Aaahhh...!!!" sahut Iptu Rizki mendesah nikmat.

Iptu Rizki menahan pantat Briptu Lusi dengan tangannya, lalu dari bawah ia mulai memompa penisnya dengan cepat supaya ia pun bisa sama-sama bisa mendapatkan ejakulasinya berbarengan dengan Briptu Lusi.

"Ooohhh...! Adek udah nggak kuat lagi, Mas!!!" Briptu Lusi melenguh saat dirinya sudah semakin dekat dengan orgasmenya.

Hingga, akhirnya...

"Mas Rizki... I love you...! Adek keluuuuaaaarrr...! Aarrgghh...!!!" erang Briptu Lusi saat ia melepaskan orgasmenya yang sempat ia tahan sekuat mungkin.

Seeerrr... Seeerrr... Seeerrr...

Tubuh Briptu Lusi lemas dan ambruk di atas tubuh Iptu Rizki. Namun, Iptu Rizki terus saja memompa vagina itu dengan ritme cepat. Hingga ia pun merasakan akan memperoleh orgasmenya. Lalu sodokan yang kuat dan kencang Iptu Rizki lakukan dengan memegangi pantat Briptu Lusi, hingga penis itu membentur rahimnya.

Sambil berteriak memanggil nama Briptu Lusi, Iptu Rizki melepaskan semua benihnya ke dalam rahim Briptu Lusi. "Lusi Herawati sayang...! Mas cinta kamu....! Terimalah benih cinta Mas....! Aaarrrggghhh...!!!"

"Aku juga sayang sama kamu, Mas...! Aku udah jadi milikmu sekarang, Mas...! Ooohhh...!!!" Briptu Lusi bicara jujur dari hatinya tentang perasaannya saat ini.

Crooottt... Crooottt... Crooottt... Crooottt... Crooottt... Crooottt... Crooottt...

Benih Iptu Rizki menyembur kencang dengan sangat banyak, memenuhi rahimnya bertemu dengan sel ovum yang lebih dulu dilepaskannya lebih dulu.

Keduanya lemas dengan nafas yang terengah-engah. Namun senyum kepuasan keduanya terpancar jelas dari wajah mereka.

Briptu Lusi mengelus-elus dada Iptu Rizki sambil membenamkan wajahnya di dada atasannya itu.

Sebutir air mata mengalir dari sudut matanya. Entah itu, air mata kebahagiaan atau 'kah air mata penyesalan?

Iptu Rizki membalasnya dengan elusan lembut di rambut Briptu Lusi disertai dengan ciuman di kening Briptu Lusi sebagai ungkapan rasa sayangnya kepada Briptu Lusi.
.
.
.
Beberapa saat kemudian...

Elusan lembut di dadanya, menyadarkan Iptu Rizki. Bahwa saat ini, ia tidak sedang bermimpi. Melainkan, ia telah bercinta dengan wanita yang selama ini didambakannya.

"Mas, kening kamu berdarah, tuh!" ujar Briptu Lusi kaget bercampur cemas. Ia membimbing Iptu Rizki untuk duduk.

Briptu Lusi menyobek gaun yang dikenakannya lalu mengelap dahi Iptu Rizki. Darah yang keluar dari dahi Iptu Rizki kini mulai berhenti keluar.

"Makasih ya, Dek. Kamu telah menerima cinta, Mas. Mas janji, akan bertanggung jawab dan akan menikahimu. Asalkan kamu mau cerai dari suamimu. Mas sangat mencintaimu, Dek."

"Tapi, Mas..." Briptu Lusi ingin berkata namun segera dipotong oleh Iptu Rizki.

"Kamu cinta 'kan sama, Mas. Mas tau kamu ragu karena telah mengkhianati pernikahan kalian. Tapi Mas yakin perasaan cintamu pada Mas lebih besar daripada cintamu ke suamimu. Kejarlah kebahagiaanmu sendiri, Lusi sayang. Mas janji akan selalu berada di sisimu, menjagamu, melindungimu dengan nyawa, Mas taruhannya. Kamu percaya 'kan sama, Mas."

Briptu Lusi menggangguk kepala sebagai tanda bahwa ia pun setuju.

"Lusi sayang, kita akan hadapi bersama-sama. Jika perlu, Mas akan bersujud di kaki suamimu meminta restunya menikahi kamu." sambung Iptu Rizki.

Briptu Lusi memeluk Iptu Rizki, keduanya sempat berciuman sesaat untuk mengungkapkan perasaan cinta mereka.
.
.
.
Mereka kini sudah kembali berpakaian. Jas yang dikenakan Iptu Rizki, dipakaikannya ke tubuh Briptu Lusi yang mulai nampak menggigil.

"Siapa ya, Mas. Pengendara motor itu?" tanya Briptu Lusi pelan sambil memeluk erat Iptu Rizki sekedar untuk menghangatkan dirinya dari hawa dingin malam.

"Mas juga tidak tahu siapa dia? Tapi Mas yakin, orang itu ada sangkut pautnya dengan kasus yang sedang kita selidiki ini, Dek."

"Jadi, kita mesti gimana Mas?" "tanya Briptu Lusi bingung. "Jujur, sejak kejadian itu Adek takut pulang ke rumah."

"Bagaimana kalau kamu tinggal di rumah Mas?" kata Iptu Rizki menawarkan tinggal di rumahnya. "Eh, maaf Dek. Bukan Mas bermaksud ngambil kesempatan dalam kesempitan. Tapi ini demi keselamatan kamu, Dek."

Briptu Lusi mengangguk.

"Tapi, Mas... Untuk saat ini, sebaiknya kita ke rumah sakit terlebih dahulu, mengobati luka-luka kita. Sekalian bikin laporan ada percobaan pembunuhan pada kita berdua." Briptu Lusi memberikan pendapatnya.

"Iya, Dek. Usulan kamu itu benar. Tapi... Kamu percaya 'kan sama, Mas."

Briptu Lusi menggangguk lalu mengalungkan lengannya pada lengan Iptu Rizki.

Keduanya berjalan tertatih-tatih menahan sakit di sekujur badan. Mereka berusaha keras mencari jalan keluar dari tempat itu.

Setelah berjalan sekitar 500 meter dari tempat itu, akhirnya terlihat juga jalan di atasnya. Mereka berdua nampak senang, akhirnya mereka bisa keluar dari tempat itu. Sesaat Iptu Rizki melihat arloji di tangannya yang kini menunjukkan pukul 2 dini hari.

Keduanya lalu masuk ke dalam mobil dan perlahan-lahan mobil itu mulai bergerak meninggalkan tempat itu menuju ke rumah Iptu Rizki di Jakabaring.

©©©©©​

Palembang, 31 Juli 2015. Jam 00.30 wib...

Sebuah mobil 'Suzuki Escudo' berhenti di pinggir jalan yang sepi. Tampak di dalamnya ada dua orang sedang bermesraan. Mobil itu tampak bergoyang ke kiri dan ke kanan bagaikan kapal yang sedang digulung ombak.

Dari kejauhan, ada sinar lampu yang terang dari sebuah kendaraan yang akan melintas. Makin lama sinar lampu itu, semakin dekat menuju mobil 'Suzuki Escudo' itu.

Motor itu berhenti tepat di depan mobil yang sedang bergoyang-goyang bagaikan terkena gempa bumi.

Pengendara motor itu bergumam dalam hatinya setelah mengenali plat nomor polisi dan mobil 'Suzuki Escudo' warna hitam yang bergoyang-goyang.

"Aaahhh....!!! Uuuhhhh...!!! Ooohhhh... !!!"

Desahan dua orang berlawanan jenis di dalam mobil itu terdengar semakin jelas di luar.

Lelaki itu mengeluarkan pistol dan mengambil batu yang cukup besar untuk memecahkan kaca mobil itu.

"Byaaarrr..." Kaca mobil samping kanan belakang seketika pecah oleh batu besar yang menghantamnya.

Kedua orang di dalam mobil itu serta merta kaget dan panik. Bak maling kepergok warga. Keduanya mencari-cari pakaian mereka yang sudah berserakan di lantai mobil.

"Siapa kaaauuu...?" tanya wanita itu gugup. Wanita itu gemetar ketakutan sambil menutupi tubuhnya dengan pakaiannya sendiri.

"Hahaha..." lelaki berbaju serba hitam itu hanya tertawa-tawa.

"Aku adalah 'Sang Pencabut Nyawa', buat kalian berdua. Para penzinah dan perselingkuh." sahut orang misterius itu sambil mengarahkan pistolnya ke arah wanita itu.

Melihat gelagat orang misterius itu mau menembaknya.

Tiba-tiba...

"Tolooonnggg...! Tolooonngg...!!!" teriak wanita itu dengan suara kencang dan melengking meminta bantuan pada siapa saja yang ada di sekitar situ.

"Dooorrr..."

"Aaaarrrggghhh...!!!" jeritan wanita itu saat peluru itu menembus kepalanya.

Tubuhnya berkejat-kejat, meregang nyawa dan beberapa detik kemudian tidak ada lagi gerakan dari tubuh wanita itu.

Wanita itu mati dengan mata terbelalak.

"Jangan bunuh saya! Ampun... Ampuni saya." Lelaki itu ketakutan sambil memohon-mohon setelah melihat kesadisan orang berbaju hitam itu membunuh wanita di sampingnya.

Orang misterius itu tak sekalipun luluh hatinya, segera ia menarik pelatuk pistol itu, hingga...

"Dooorrr..."

"Aaaaakkkhhh...!!!" Erangan kesakitan dirasakan lelaki itu saat peluru itu melubangi kepalanya.

Tubuh lelaki itu menggelempar layaknya cacing yang kepanasan saat ajal menjemputnya. Matanya melotot dan dari dahinya yang berlubang, keluar darah yang sangat banyak hingga mengalir ke seluruh wajahnya.

"Hahaha...!!! Perselingkuhan kalian, ganjarannya kematian...!!!" Lelaki misterius itu tertawa puas sambil berjalan menuju motornya dan segera memacu motornya dengan kecepatan tinggi.

©©©©©​

Palembang, 31 Juli 2015. Jam 05.00 wib...

Dua kantong jenazah sudah dimasukkan ke dalam mobil ambulans oleh tim forensik. Beberapa petugas polisi sudah mulai membuat garis polisi.

Dan di antara polisi itu, ada yang memeriksa seluruh isi kendaraan itu mencari-cari apa saja yang bisa dijadikan barang bukti untuk pengusutan pembunuhan ini.

Seorang petugas polisi mencoba menghubungi Iptu Rizki dan Briptu Lusi.

Tuttt... Tuttt... Tuttt... Tuuuuuttt... dering panggilan masuk ke HP Iptu Rizki. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari Iptu Rizki hingga telepon itu terputus.

"Coba kamu hubungi Briptu Lusi, Briptu!" suara lelaki memerintah orang yang membawa HP.

"Siap, 'Ndan!" Lalu ia menelepon Briptu Lusi namun sama seperti saat ia menghubungi Iptu Rizki tidak ada jawaban sama sekali dari Briptu Lusi.
.
.
.
Sementara itu di tempat lain, suara HP berdering-dering di dasar jurang lalu kemudian suara itu berhenti. Berselang beberapa menit kemudian, satu lagi HP berdering-dering cukup kencang di atas rumput di sisi jalan sebuah taman.
.
.
.
"Tidak ada jawaban dari Iptu Rizki dan Briptu Lusi, 'Ndan." ujar petugas polisi itu pada lelaki di hadapannya.

"Yaudah, kita kembali saja ke Markas!" perintahnya lalu berlalu menuju mobil patroli polisi.

"Siap, 'Ndan!"

©©©©©​


Lokasi : Rumah Iptu Rizki...

Mereka sudah memasuki rumah yang berada di kawasan Jakabaring Palembang. Nampak Iptu Rizki sedang memapah Briptu Lusi yang berjalan kesakitan di kaki kirinya. Di dudukannya Briptu Lusi di sebuah sofa di ruang tengah itu. Lalu ia melangkah menuju kotak P3K dengan jalan terpincang-pincang.

"Tahan ya Dek. Mas akan obati lukamu." Iptu Rizki sudah menuangkan alkohol 70% ke kain kassa yang steril lalu mengoleskannya ke lutut Briptu Lusi.

"Awww..." Briptu Lusi mengerang kesakitan.

Setelah itu meneteskan obat antiseptik ke lukanya lalu menutup lukanya dengan kain kassa sekaligus membebat lutut itu.

Setelah itu giliran Briptu Lusi yang mengobati luka Iptu Rizki hingga selesai ia mengobati seluruh luka di tubuh lelaki itu.

"Kamu istirahat saja di kamar, Mas. Ganti gaun kamu sama baju kaos, Mas. Cari aja di lemari pakaian. Mas mau keluar bentar beli keperluan kita sama beli pakaian buat kamu." Iptu Rizki mencium kening Briptu Lusi sejenak.

"Iya, Mas. Hati-hati, ya!" sahut Briptu Lusi mengingatkan.

Iptu Rizki mencium bibir Briptu Lusi sebelum pergi meninggalkannya. Mereka berdua tampak seperti sepasang kekasih bahkan malah seperti layaknya suami istri.

Satu jam kemudian...

Di sebuah cafe terlihat dua orang lelaki sedang duduk bersantai. Di atas meja itu telah tersedia dua cangkir.

"Minum dulu. Baru kita ngobrol serius. Hehehe...." kekeh lelaki itu bersikap santai.

"Siap, Ayah."

Lelaki berusia +/-45 tahun itu terlihat sedang menyeruput kopi hitam tanpa gula yang tadi ia pesan. Nampak kewibaaannya saat ia berbicara dengan lawan bicaranya.

Sedangkan lelaki muda itu meminum 'vanila late', kopi pesanannya lalu meletakkannya kembali cangkir itu di atas meja.

Mulailah mereka berdua ngobrol serius, terlihat lelaki muda itu mulai berbicara maksud dan tujuannya mengajak lelaki lebih tua usia darinya bicara 4 mata. Selama +/-30 menit mereka berbicara serius, akhirnya keduanya menyudahi pembicaraan itu dan berpisah menuju mobil masing-masing.

©©©©©​


Palembang, 7 Agustus 2015. Jam 8.00 wib...

Lokasi : Mapoltabes Palembang

Iptu Rizki memasuki kantor Poltabes Palembang dengan wajah ceria, ia melangkah dengan gagah sambil menyapa beberapa petugas polisi yang ia jumpai.

Sementara itu, Briptu Lusi baru masuk ke dalam kantor beberapa menit kemudian dengan wajah ceria, ia segera menuju ke meja kerjanya.

Iptu Rizki sempat bercanda gurau dengan Briptu Desi sebelum ia masuk ke dalam ruang kerjanya. Iptu Rizki melangkah masuk ke ruangannya.

Baru saja ia hendak duduk, Briptu Desi masuk ke dalam memberitahukan bahwa ia dipanggil segera menghadap Bapak Kapoltabes Palembang.

Iptu Rizki segera bergegas menuju ruang Kapoltabes Palembang setelah mendapatkan pesan dari Briptu Desi.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk...!" perintah dari dalam dengan tegas.

Iptu Rizki segera masuk ke dalam ruang kerja orang nomor satu di Kepolisian Kota Besar Palembang. Di dalam ruangan Kapoltabes Palembang itu, selain ada Bapak Kapoltabes Palembang di sana sudah ada 5 orang polisi dari provos yang dipimpin oleh Ajun Komisaris Polisi (AKP) Latief Hidayat.

Iptu Rizki pertama kali memberi hormat terlebih dahulu kepada Kombes Suherman lalu beralih memberi hormat kepada AKP. Latief Hidayat serta menyalami keempat orang provos lainnya yang mendampingi AKP. Latief Hidayat.

Setelah Kapoltabes Palembang menjelaskan kenapa dirinya dipanggil lalu Beliau menyerahkan pembicaraan selanjutnya pada AKP. Latief Hidayat untuk berbicara.

AKP. Latief Hidayat mulai bersuara. "Iptu Rizki, pada saat malam, tanggal 30 Juli 2018 jam 00.40 wib. Anda saat itu sedang berada di mana...?"

"Saya sedang bersama Briptu Lusi di sebuah taman pada jam 23.00 wib." jawab Iptu Rizki jujur apa adanya, namun ada kebingungan di wajahnya saat itu. "Emangnya ada apa ya, Pak?"

Telihat salah seorang provos berpangkat Iptu sedang mencatat keterangan dari Iptu Rizki tersebut.

"Hmmm...! Pada jam 23.00 wib itu Anda masih bersama Briptu Lusi." AKP. Latief Hidayat bergumam sejenak lalu ia melajutkan perkataannya. "Telah terjadi pembunuhan di mobil 'Suzuki Escudo', 2 orang korban tewas di TKP dengan luka di kepala korban. Berdasarkan laporan dari hasil autopsi ini di kepala kedua korban tewas ditemukan 2 proyektil peluru dari jenis pistol revolver kalider 44. Dan dari pengamatan di TKP kedua korban tewas ditembak dari samping kanan pintu belakang dengan jarak yang sangat dekat antara 2-5 meter, ditemukan pecahan kaca dan batu besar di TKP."

Iptu Rizki mendengarkan pemaparan AKP. Latief Hidayat dengan seksama, tidak ada perubahan sikap dan ekspresi wajahnya mendengar berita itu.

AKP. Latief Hidayat melanjutkan perkataannya. "Bisakah Anda perlihatkan pistol Anda pada kami sekarang, Iptu Rizki?"

Iptu Rizki menggelengkan kepala.

"Kenapa...?" cecar AKP. Latief Hidayat.

"Pistol saya hilang. Mungkin jatuh di sana!" jawab Iptu Rizki lemas.

"Maksud Anda...! Pistol Anda hilang?" AKP. Latief Hidayat memberi kode pada anak buahnya dengan anggukan kepala. Lalu anak buahnya mengambil bungkusan dari dalam tas dan memberikannya kepada AKP. Latief Hidayat.

"Apakah ini pistol Anda, Iptu Rizki...?" tanya AKP. Latief Hidayat setelah ia meletakkan bungkusan plastik transparan di hadapan Iptu Rizki.


Mulustrasi Pistol Iptu Rizki Revolver Kaliber 44 isi 5-7​

Terlihat sebuah pistol Revolver Kaliber 44 isi 5-7 tergeletak di atas meja di dalam bungkusan plastik transparan itu.

Iptu Rizki mengambil bungkusan plastik transparan itu lalu ia mengamati dengan seksama pistol itu, lalu ia menjawab dengan yakin dan mantap. "Iya, benar. Ini benar pistol saya. Revolver kaliber 44 isi peluru 5-7. Tapi... Kenapa bisa ada pada Bapak, ya...?" tanya Iptu Rizki dengan wajah penuh kebingungan.

AKP. Latief Hidayat tersenyum lalu ia berkata. "Pistol itu kami temukan di laci meja kerja Anda, Iptu Rizki. Tadi pagi kami menggeledah ruang kerja Anda atas perintah dari pimpinan. Ini surat penggeledahannya, jika Anda mempertanyakan prosedur dan legitimasi kami dalam menyelidiki Anda. Ingat Iptu Rizki, kami adalah provos. Polisi yang bertugas menyelidiki bahkan menangkap aparat penegak hukum Kepolisian. Baik pelanggaran etika dan kesopanan, prosedur tugas yang tidak sesuai dengan komando pimpinan maupun pelanggaran-pelanggaran hukum dan aturan dari Korps. Anda faham 'kan maksud saya?"

Iptu Rizki mengangguk.

"Setelah mendengarkan keterangan Anda, Iptu Rizki. Juga barang bukti pistol Anda dan proyektil yang ditemukan di TKP. Maka kami menetapkan Anda sebagai tersangka kasus pembunuhan itu." sambung AKP. Latief Hidayat.

Kombes Suherman selaku Kapoltabes Palembang ikut bersuara."Dan, efektif mulai hari ini. Anda di-skorsing. Tanggalkan atribut kepolisian Anda."

Iptu Rizki diam tak berkutik, menyangkal pun susah karena barang bukti pistol miliknya telah ditemukan. Barang bukti proyektil peluru dari pistolnya itu yang memberatkan dirinya lepas dari jeratan hukum.

"Mari, Iptu Rizki! Anda ikut kami ke Polda! Biar di sana Anda bisa memberikan penjelasan lebih lanjut!" AKP. Latief Hidayat bangkit dari duduknya diikuti oleh keempat anak buahnya.
.
.
.
Rombongan Iptu Rizki Kurniawan didampingi oleh AKP. Latief Hidayat beserta keempat anak buahnya, baru saja keluar dari gedung Mapoltabes Palembang. Kemudian rombongan itu segera masuk ke dalam mobil yang terparkir tepat di halaman depan gedung itu.

Terlihat 2 mobil polisi sudah melaju meninggalkan halaman Mapoltabes Palembang dengan tujuan adalah Mapolda Sumsel yang beralamat di jalan Jenderal Sudirman KM. 4,5 Palembang.

Iring-iringan kedua mobil polisi itu sempat menjadi pusat perhatian para pemakai jalan lainnya. Sirine mobil polisi di depan, membuat sebagian pengendara motor dan mobil sampai menepi ke sisi jalan ketika kedua mobil polisi itu melintas.

Kedua mobil polisi itu melintasi jembatan Ampera yang terlihat megah terus melaju dengan kecepatan sedang. Jarak yang ditempuh dari Mapoltabes Palembang ke Mapolda Sumsel hanya berjarak +/- 6 KM. Namun terasa begitu lama saat memasuki jalan utama atau jalan protokol di kota Palembang, yaitu: jalan Jenderal Sudirman.

Persis di bundaran air mancur depan masjid Agung Palembang jalanan terlihat macet, kendaraan tidak bisa bergerak sama sekali.

Di belakang mobil yang menyalakan sirine polisi, Iptu Rizki duduk di jok mobil belakang diapit oleh dua orang dari provos berpangkat Ipda. Sedangkan AKP. Latief Hidayat duduk di jok depan di samping pengemudi mobil polisi itu.

Melihat kondisi jalanan yang macet, tampak seringai di bibir Iptu Rizki. Dengan gerakan sangat cepat, Iptu Rizki memukul kedua polisi provos di kiri dan kanannya.

"Buugghh..." Pukulan telak mendarat telak di hidung polisi provos di sebelah kirinya.

"Aaarrrggghhh...!!!" erang polisi provos di sebelah kirinya sambil memegangi hidungnya.

Kemudian dengan cepat Iptu Rizki memukul hidung polisi provos di sebelah kanannya.

"Buugghh..." Pukulan telak mendarat telak di hidung polisi provos di sebelah kanannya.

"Aaarrrggghhh...!!!" erang polisi provos di sebelah kanannya sambil memegangi hidungnya.

Nampak darah mengucur keluar dari hidung kedua polisi provos itu. Hingga membuat fokus dan kosentrasi kedua polisi provos itu lengah.

Iptu Rizki memanfaatkan kelengahan kedua polisi provos itu untuk kabur dari mobil itu.

"Buuuukkkk..." Bunyi pintu mobil belakang yang ditutup dengan sangat kencang.

Iptu Rizki sudah berada di luar mobil, ia berlari ke arah BKB (Benteng Kuto Besak).

"Cepat kejar dia!!!" perintah AKP. Latief Hidayat kepada kedua anak buahnya itu sambil ia mengeluarkan pistol dari sarungnya.

Ketiga polisi provos itu pun segera mengejar Iptu Rizki ke arah BKB. Kejadian kejar-kejaran antara AKP. Latief Hidayat dan kedua anak buahnya dengan Iptu Rizki menjadi tontonan warga yang juga berada di sekitar itu. Bahkan, ada yang sampai merekam kejadian itu melalui ponsel mereka masing-masing.

Iptu Rizki terus berlari kencang menyusuri jalan itu sampai akhirnya jalan yang dilaluinya mentok. Hanya ada sungai Musi di hadapannya. Iptu Rizki tepat berdiri di tepi sungai Musi dengan wajah panik karena AKP. Latief Hidayat dan kedua anak buahnya yang sejak tadi terus mengejarnya sudah semakin dekat.

Dan pada saat Iptu Rizki melihat ke belakang untuk mencari jalan lainnya, terlihat AKP. Latief Hidayat dan kedua anak buahnya sudah mengeluarkan pistol mereka masing-masing mengarahkannya ke dirinya.

Orang-orang di sekitar lokasi pun satu per satu berdatangan, mereka lalu berkumpul hingga menjadi kerumunan orang-orang yang sangat banyak. Mereka ingin menyaksikan AKP. Latief Hidayat dan kedua anak buahnya menangkap Iptu Rizki yang terlihat panik.

"Menyerahlah, Iptu. Kalau Anda tidak mau menyerah atau kabur lagi, terpaksa akan kami lumpuhkan dengan timah panas." AKP. Latief Hidayat memberikan peringatan tegas pada Iptu Rizki.

Iptu Rizki berusaha melompat ke sungai Musi, namun tiba-tiba...

"Dorrr..."

AKP. Latief Hidayat menembak ke atas sebagai peringat pertama.

Di antara orang-orang yang berkerumun banyak yang berteriak dan menjerit histeris. Kaget bercampur takut mendengar bunyi tembakan itu.

"Kami tidak main-main dengan ucapan kami, Iptu." ucap AKP. Latief Hidayat memberikan peringatan sekali lagi pada Iptu Rizki.

Iptu Rizki nampak ragu setelah mendengar ancaman AKP. Latief Hidayat, tapi entah kenapa ia tetap nekat untuk melompat ke sungai Musi. Pada saat Iptu Rizki bergerak melompat terjun ke sungai Musi.

AKP. Latief Hidayat segera menembak ke arahnya diikuti dua tembakkan dari kedua anak buahnya.

"Dooorrr..."

"Dooorrr..."

"Dooorrr..."


"Buuuuurrrrr...." Bunyi deburan air yang sangat kuat karena ada yang jatuh dari atas.

Semua orang yang menyaksikan hampir tidak percaya melihat kenekatan Iptu Rizki yang tetap nekat melompat walau telah diingatkan. Bahkan ada yang sampai pingsan tidak kuat menyaksikan kejadian di depan mata mereka.

AKP. Latief Hidayat dan kedua anak buahnya segera berlari ke tepi sungai Musi untuk melihat kondisi Iptu Rizki yang tadi mereka tembak.

Hanya deburan air sungai Musi yang besar yang bisa mereka lihat saat melihat ke bawah.

Kejadian ditembaknya Iptu Rizki pada saat melompat ke sungai Musi disaksikan oleh banyak orang.

Dari kerumunan orang-orang itu, ada salah seorang yang merekam melalui ponselnya pada saat Iptu Rizki melompat, 3 orang polisi provos itu menembak secara bersama-sama ke arah Iptu Rizki.

Lokasi : Mapoltabes Palembang

Sejak Iptu Rizki dibawa oleh polisi dari provos, perasaan hati Briptu Lusi tidak tenang. Entah kenapa? Perasaan hatinya berkata bahwa ia akan kehilangan Iptu Rizki untuk selama-lamanya. Namun, ia menepis praduga hatinya itu dengan meyakinkan dirinya bahwa Iptu Rizki akan baik-baik saja di sana.

Nafsu makannya turun drastis. Briptu Lusi seakan kehilangan selera makan bahkan terlihat lesu hari ini. Dia hanya duduk termenung di meja kerjanya.

"Ya, Tuhan. Tolong selamatkanlah Mas Rizki. Jauhkanlah ia dari mara bahaya. Aamiieeen..." doanya dalam hati.

Briptu Desi baru saja datang setelah selesai makan siang dengan wajah sedih dan seperti mau menangis, lalu ia mendekati Briptu Lusi.

"Briptu Lusi... Kamu sudah dapat berita, belum...? Berita tentang Iptu Rizki. " tanya Briptu Desi yang terlihat sedih dengan mata berkaca-kaca.

Briptu Lusi hanya menggelengkan kepala.

"Iptu Rizki, Lus.... Hiksss... Hiksss..." Tiba-tiba Briptu Desi menangis terisak-isak.

"Katakan, Des...! Katakan...! Ada apa dengan Iptu Rizki? Apa yang terjadi, Des...?" Briptu Lusi tiba-tiba menggoyang-goyangkan tubuh Briptu Desi. Perasaan hatinya kalut dan gelisah. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Iptuuu... Riiiz... kiii... Lus... Hiksss..." terbata-bata Briptu Desi menyampaikan berita itu pada Briptu Lusi. "Diiiaaa... tertembaaakkk... daaannn... tuuu... buuuhhh... jaaa... tuuuhhh... keee... suuungaiiii... Muuu... sssiiii... Hiksss..."

"Apaaa...? Kamuuu pasti bercandaaa 'kan, Des...?" Bibir Briptu Lusi bergetar ia masih terus menggoyang-goyangkan tubuh Briptu Desi yang duduk di sampingnya sambil menangis tersedu-sedu.

Dan gelengan kepala Briptu Desi membuat Briptu Lusi tertunduk lesu. Nampak air mata Briptu Lusi sudah tak terbendung lagi, ia pun menangis terisak-isak sambil memeluk Briptu Desi.

Keduanya menangis tersedu-sedu.

Briptu Desi mulai menarik nafas panjang untuk mengatur nafasnya yang tidak beraturan. Tangisannya mulai mereda. Dia sudah bisa sedikit tenang dan bisa mengontrol emosinya. Lalu ia melepaskan pelukan mereka dan mulai berbicara lagi. "Berita itu benar, Lus. Saya mendapatkan kabarnya dari Iptu Ghani Wahyudi pada saat makan siang tadi di kantin."

"TIDAAAKKK... Itu tidak mungkin... Iptuuu rizkiii..."

Tiba-tiba...

Tubuh Briptu Lusi oleng dan mau jatuh dari kursinya, beruntung Briptu Desi dengan sigap menangkap tubuh Briptu Lusi dan mendudukkan kembali di kursinya.

"Tollooongg....!!!" teriak histeris Briptu Desi menggema di ruangan itu.

Mendengarkan teriakan minta tolong dari Briptu Desi membuat beberapa orang polisi mendekat dan segera membawa Briptu Lusi ke RS. Bhayangkara Polri.

©©©©©​

Palembang, 8 Agustus 2015. Jam 05.00 wib...

"Hahaha..."

Seseorang tertawa senang setelah mendapat kabar dari seseorang bahwa Iptu Rizki ditembak dan jatuh ke sungai Musi. Jasad Iptu Rizki sampai sekarang belum juga ditemukan hidup ataupun mati.

Orang yang ia tugaskan di sana, sukses menjebak Iptu Rizki hingga ia pun tersandera kasus hukum. Dan orang itu pula yang melaporkan kepadanya, bahwa Iptu Rizki telah ditembak dan jatuh ke sungai Musi oleh polisi dari provos karena berusaha kabur pada saat akan dibawa ke Mapolda Sumsel.

"Rasakan kematian kamu Iptu Rizki Kurniawan. Siapa yang lebih pinter dan jago? Aku kini bebas dari tuduhan...! Tinggal masuk ke plan selanjutnya. Hahaha..."tawa orang itu penuh kemenangan.

Dia mengetik pesan melalui HP Blackberry-nya pada orang suruhannya untuk nanti malam menemuinya.

From : Abang
to : xxx
"Sayang nanti malam ketemuan, ya. Abang kangen sama kamu."

Tak berselang lama, BBM atau Black Berry Massanger yang dikirimkannya dibaca orang itu. Lalu tak lama kemudian orang itu membalas pesan BBM-nya.

From : xxx
to : Abang
"Iya, sayang. Aku pun sama kangen sama Abang."

Dengan wajah bahagia, orang itu lalu bersiap-siap pergi untuk bekerja.
.
.
.
Jam 22.00 wib...

Di sebuah rumah di pinggiran kota Palembang, terlihat dua orang laki-laki berada dalam kamar rumah itu. Keduanya berpelukan setelah orang yang ditunggunya datang. Mereka lalu berciuman dengan panas dan penuh nafsu. Lalu lelaki putih berkaca mata dengan gemasnya ia mencubit lelaki yang baru saja datang sambil menenteng sebuah kotak kecil.

"Awww... Kok, Abang dicubit sayang?" tanya lelaki itu keheranan.

"Habisnya Abang lama banget datangnya. Bosen tahu nungguin Abang dari tadi di sini!" sahut lelaki putih berkaca mata itu sambil memasang wajah cemberut.

"Jangan ngambek, sayang. Abang tadi banyak kerjaan." jawabnya dengan lembut lalu mencium bibir lelaki putih berkaca mata itu. Cuuup... Cuuup... "Abang pulang bawa hadiah buat kamu, sayang. Ini hadiahnya!"

Lelaki itu menyerahkan kotak kecil pada lelaki putih berkaca mata. Sebuah jam tangan merk 'Casio' kini sudah melingkar di tangan kiri lelaki putih berkaca mata.

"Makasih ya, Bang. Aku sayang kamu, Bang. Cinta kamu, Bang." ucap lelaki putih berkaca mata itu.

"Abang juga sayang kamu."

Keduanya sudah lupa diri, dikalahkan nafsu sesat yang dibisikin hawa nafsu setan. Mereka berdua lalu saling meloloskan pakaian satu sama lain. Hingga keduanya telanjang, pakaian keduanya berserakan di lantai.

Jika akal sehat sudah dikalahkan oleh hawa nafsu, maka yang terjadi persetubuhan terlarang. Baik itu persetubuhan antara pria dengan wanita, wanita dengan wanita maupun pria dengan pria.

Keduanya semakin larut dengan hubungan badan sesama jenis itu atau homoseksual.

Lelaki itu terus menyodok-nyodok penisnya ke dalam anus lelaki putih berkaca mata dengan kasar dan liar. Keduanya sama-sama menikmati persetubuhan itu. Silih berganti keduanya berganti peran sebagai pria maupun wanita.

Hingga, akhirnya...

Lelaki itu mengerang, tubuhnya bergetar dengan hebat, matanya terpejam menikmati orgasmenya di dalam anus pasangan homonya itu.

Lelaki itu tersenyum puas sambil mencium bibir lelaki putih berkaca mata. Setelah ciuman itu berakhir, lelaki putih berkaca mata itu menyenderkan kepalanya ke dada lelaki itu sambil mengelus-elus dada berbidang itu.

"Abang punya rencana dan kamu bantuin Abang, ya."

Lelaki putih berkaca mata itu mengangguk.

"........."

Lelaki itu menjelaskan rencananya pada lelaki putih berkaca mata itu. Lelaki berkaca mata mendengarkan semua rencana pasangan homo-nya itu hingga tuntas.

"Kamu sudah mengerti sayang, apa rencana Abang selanjutnya?" tanya lelaki itu pada lelaki putih berkaca mata.

"Iya, mengerti Bang." sahutnya menjawab pada lelaki yang dia panggil Abang.

"Yaudah kalo gitu kita istirahat lagi, nanti kita lanjut lagi mainnya. Met bobok, sayang." Lelaki itu mengecup kening pasangan homo-nya.

©©©©©​

Palembang, 15 Agustus 2015. Jam 01.00 wib...

Warga masyarakat di sekitar sungai Musi dihebohkan dengan penemuan mayat yang mengapung. Wajah mayat itu sudah rusak dan tidak bisa dikenali lagi.

Petugas dari kepolisian segera mendatangi lokasi TKP setelah mendapatkan informasi dari masyarakat sekitar.

Mayat itu telah dibawa mobil ambulans ke RS. Bhayangkara untuk dilakukan autopsi.

Jam 08.00...

Pagi ini Briptu Lusi mendapat telepon dari Kompol Yusnadi untuk datang ke bagian forensik karena Beliau mendapat informasi ada penemuan mayat yang berdasarkan ciri-cirinya adalah Iptu Rizki.

Satu jam kemudian...

Briptu Lusi telah sampai di RS. Bhayangkara Polri. Ia disambut ramah oleh Kompol Yusnadi dan segera masuk ke kamar jenazah untuk melihat mayat itu sebelum dilakukan autopsi.

"Iptu Rizkiii...!!!" teriak Briptu Lusi ketika ia mengenali cincin dan jam tangan yang melekat di tubuh mayat itu. Kompol Yusnadi berusaha menenangkan Briptu Lusi yang terlihat shock.

Setelah mengurus administrasi, jenazah itu segera dibawa ke rumah Iptu Rizki untuk sesegera mungkin dikebumikan.

Dua jam kemudian...

Para pelayat mulai berdatangan ke rumah duka sejak satu jam yang lalu ketika mendapatkan kabar ditemukannya mayat Iptu Rizki.

Setelah dimandikan, dikafani, dimasukkan ke keranda mayat serta di sholatkan lalu jenazah Iptu Rizki dibawa ke TPU 'Naga Swidak' tanpa adanya prosesi militer.

Setelah prosesi penguburan jenazah Iptu Rizki selasai. Satu per satu pelayat yang ikut mengantarkan jenazah Iptu Rizki, kini mulai meninggalkan TPU 'Naga Swidak'. Tinggal menyisakan Briptu Lusi seorang diri di makam Iptu Rizki. Dia menangis terisak-isak sambil meratapi kematian Iptu Rizki di atas kuburannya. "Mas Rizkiiii... Kenapa kamu pergi meninggalkan aku, Mas? Mana janjimu untuk selalu ada di sampingku, melindungiku dan menjagaku. Aku sangat sayang padamu, Mas. Tapi, kenapa kamu pergiii...? Kenapa...?"

Dari kejauhan Kompol Yusnadi memperhatikan kesedihan Briptu Lusi, sampai-sampai ia pun ikut meneteskan air matanya.

Namun, tidak jauh dari tempat mereka berdiri, ada seseorang yang juga melihat dari kejauhan. Seseorang yang mengenakan pakaian serba hitam serta memakai kaca mata hitam.

©©©©©​

Palembang, 20 Agustus 2015...

Lokasi : Rumah Iptu Rizki

Sejak kematian Iptu Rizki, Briptu Lusi mengajukan cuti untuk beberapa minggu sampai kondisi psikologisnya pulih.

Banyak kenangannya bersama Alm. Iptu Rizki yang sulit dilupakannya. Laki-laki yang beberapa bulan ini sangat dekat dengannya, kini telah pergi untuk selama-lamanya.

Cincin yang terbuat dari emas putih melingkar di jari manisnya, adalah pemberian Alm. Iptu Rizki sebagai tanda almarhum melamarnya.

Sambil menciumi cincin itu, kembali Briptu Lusi terkenang saat-saat Alm. Iptu Rizki malam itu melamarnya.

Momen saat Alm. Iptu Rizki berlutut di hadapannya sambil memasangkan cincin emas putih di jari manis kiriku. "Would you marry me?" (Maukah kamu menikah denganku)."Ucapan itu selalu terngiang-ngiang di telinganya sampai sekarang.

Briptu Lusi seakan kangen dengan momen itu, lalu ia segera membuka lemari pakaian almarhum mencari kotak cincin berwarna merah.

"Nah, ketemu kotaknya!" gumamnya dalam hati.

Briptu Lusi mengambil kotak cincin itu. Numun, saat mengambil kotak itu, ia melihat selembar kertas dan sebuah kunci. Lalu ia mengambil kertas dan kunci itu lalu membacanya.

To : My love Lusi Herawati

Jika kamu membaca surat ini, mungkin aku sudah tidak bersamamu lagi. Jujur, aku sangat bahagia bisa mencintai dan dicintai kamu yang sudah lama kucintai sejak kamu pertama masuk sebagai bintara magang.

"Aku cinta kamu", kata yang mudah tapi sulit kuucapkan saat itu. Tapi akhirnya kata itu bisa kuucapkan dengan sebuah cincin yang telah lama kubeli khusus untuk kamu.

Kamu ingat 'kah saat aku pergi keluar rumah sewaktu kita habis jatuh ke jurang...? Aku saat itu pergi menemui Kompol Yusnadi sayang.

Kamu temui Beliau, bawalah kunci ini!!!

Ingat...!!! Aku akan selalu menjagamu, melindungimu, dan mengawasimu tanpa kamu ketahui.

Dari : Orang yang selalu mencintaimu.
Rizki Kurniawan

©©©©©​

Palembang, 21 Agustus 2015. Jam 08.00 wib...

Lokasi : Ruang Kanit Reskrim Polda Sumsel

"Silahkan duduk, Briptu Lusi!" Orang itu dengan ramah mempersilahkan tamunya duduk.

"Terima kasih, Pak." Briptu Lusi segera duduk.

"Bagaimana kabarmu sekarang, Briptu Lusi?" tanya Kompol Yusnadi peduli melihat kesedihan di wajah Briptu Lusi.

"Alhamdulillah, Pak. Aku baik-baik saja. Saya ke sini menemui Bapak atas permintaannya!" Briptu Lusi mengeluarkan sebuah kunci dari tasnya. "Ini pesan darinya, saya diminta menyerahkannya pada Bapak."

Kompol Yusnadi segera menerima kunci itu, senyum merekah di bibirnya. "Suddenth Death sudah dimulai Briptu. Saya pasti akan membantunya, dia orang yang jujur, cerdas, dan loyal pada satuan. Namun, banyak orang di sekitarnya yang ingin menjatuhkannya dengan berbagai cara. Kamu percayakan semuanya pada saya, Briptu. Nanti saya yang urus masalah ini."

Briptu Lusi tersenyum mendengar penjelasan Kompol Yusnadi.

"Dan untuk tugas kamu, Briptu Lusi. Bersikap seperti kamu tidak tau apa-apa. Ingat pepatah ini, 'rambut sama hitam, tapi hati orang siapa yang tahu'. Terutama terhadap 'Iptu Ghani Wahyudi' yang saya dengar akan diangkat menjadi 'Kanit Reskrim Poltabes Palembang' yang baru menggantikan posisi Kanit Reskrim Poltabes Palembang yang lowong. Mari ikut saya ke loker! Kita lihat, informasi apa saja yang sudah dikumpulkan oleh Alm. Iptu Rizki?!" Kompol Yusnadi mengajak Briptu Lusi ke loker yang tidak semua orang bisa memasukinya.

Mereka sudah membuka loker itu, beberapa kumpulan kertas tersusun rapi sesuai dengan tanggalnya.

"Ini, informasi terbesarnya!" Kompol Yusnandi menunjukkan sebuah foto seseorang berkaca mata hitam sedang berbincang-bincang dengan Kombes Suherman di sebuah cafe.

Briptu Lusi menutup mulutnya ketika mengenali sosok di foto itu.

"Ada apa, Briptu Lusi? Kamu sepertinya mengenal sosok pria berkaca mata hitam itu!" Kompol Yusnadi bertanya setelah melihat reaksi Briptu Lusi yang terperanjat kaget.

"Itu suami saya, Pak!" Briptu menunjuk foto orang berkaca mata hitam itu. "dr. Burhanuddin Abdullah, SpB. Dokter spesialis bedah di Rumah Sakit Umum Palembang, 'dr. M. Husen'."

"Pantas saja kamu kaget, Briptu. Coba lihat ini!" Kompol Yusnadi menunjuk sebuah foto ketiga orang itu.

"Orang putih, berkaca mata. Orang berseragam putih. Berdua kekasih (gay). Kumis melintang, om orang putih."

Briptu Lusi terbelalak matanya, saat membaca kode pesan itu. Dengan foto-foto yang mereka lihat. Sama sekali ia tidak menyangka kalau suaminya seorang gay.

"Strategi dibalas strategi, Briptu Lusi. Kenapa Iptu Rizki selalu menjadi yang terbaik di kesatuan kita? Karena inteligensi dan intiusinya sangat tinggi. Disela-sela kesibukannya sebagai 'Kanit Reskrim', ia selalu menyelidiki dengan caranya sendiri, mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya untuk setiap kasus yang ditanganinya. Dia bahkan bisa memperhitungkan kemungkinan dirinya akan difitnah oleh orang yang akan menyalahgunakan senpi miliknya. Dan itu terbukti benar sesuai yang diperkirakannya." Kompol Yusnadi menjelaskan tentang kemampuan Iptu Rizki pada Briptu Lusi.

"Sekarang kita bagi tugas, sesuai arahan darinya. Ayo kita tutup lagi lokernya! Di sini banyak mata dan telinga, mesti hati-hati dan cermat!" Kompol Yusnadi menutup loker itu lalu mengajak Briptu Lusi kembali ke ruangannya.

Beberapa saat kemudian, Briptu Lusi pamit untuk kembali pulang ke rumah Iptu Rizki dengan wajah yang terlihat gembira.

Mas Rizki sayang... Adek janji akan menangkap dan membongkar kebusukan mereka. Adek percaya semua informasi yang Mas Rizki kumpulkan itu adalah BENAR. Doain Adek ya Mas. Adek kangen sama kamu, i love you so much forever. ucapnya dalam hati penuh keyakinan.

©©©©©​

Palembang, 6 September 2015. Jam 10.00 wib...

Lokasi : Mapoltabes Palembang

Seorang lelaki putih berkaca mata duduk di hadapan Kombes Suherman, Kapoltabes Palembang. Mendengarkan apa yang mau disampaikan oleh Beliau kepadanya. "Untuk mengisi kekosongan posisi 'Kanit Reskrim', maka saya memutuskan menunjuk Anda, 'Iptu Ghani Wahyudi' sebagai 'Kanit Reskrim Poltabes Palembang yang baru. Jabatan Anda berlaku efektif mulai hari ini. Dan ini surat penunjukan Anda sebagai Kanit Reskrim Poltabes Palembang. Apakah kamu siap memikul tanggung jawab itu, Iptu Ghani Wahyudi?"

"Siap, 'Ndan. Saya akan melaksanakan amanah ini dengan sebaik-baiknya." Iptu Ghani Wahyudi menjawab dengan penuh keyakinan.

"Ok. Anda sudah bisa bekerja sekarang. Selesaikan beberapa kasus-kasus yang belum tuntas diselesaikan oleh Iptu Rizki Kurniawan. Masyarakat butuh bukti nyata dari penegak hukum seperti kita bukan hanya janji dan buaian semata." Kombes Suherman dengan tegas dan penuh wibawa memberi arahan singkat sebelum Iptu Ghani memegang tanggung jawab itu.

"Siap, 'Ndan. Saya permisi..!" Iptu Ghani mengangkat tangan hormat kepada Kapoltabes Palembang lalu meninggalkan ruangan itu dengan senyum bahagia.

"Akhirnya aku bisa merebut posisi kamu Iptu Rizki, dan untuk kamu, selamat bertemu dengan cacing-cacing tanah di alam kubur. Hahaha..." tawanya dalam hati penuh kemenangan.

Setelah itu, ia sudah duduk di kursi Kanit Reskrim, terdengar BB-nya berbunyi. Ada sebuah pesan BBM (Black Berry Massanger) masuk ke BB-nya lalu segera dibacanya. Kemudian, ia segera membalas pesan BBM tersebut.

©©©©©​

Keesokan harinya...

Lokasi : Ruang Kanit Reskrim Poltabes Palembang


Mulustrasi Iptu Ghani Wahyudi
Terlihat Iptu Ghani sedang duduk dengan angkuhnya di kursinya. Sesaat kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar ruangan.

"Masuk...!" serunya.

Briptu Lusi masuk ke dalam ruangan itu sambil membawa beberapa berkas kasus-kasus pembunuhan yang pernah ditangani oleh Iptu Rizki.

"Kita sekarang mulai telusuri kasus ini dulu!" Tunjuk Iptu Ghani ketika mereka membicarakan beberapa kasus-kasus pembunuhan yang belum terungkap.

"Baik, 'Ndan." sahut Briptu Lusi cepat.

Keduanya segera bersiap diri untuk pergi menuju tempat saksi kunci kasus pertama.
.
.
.
Di dalam mobil patroli, Iptu Ghani mencoba mencairkan kekakuan di antara mereka berdua, sambil bertanya-tanya cara kerja Iptu Rizki menyelidiki kasus. Briptu Lusi hanya sedikit menjawab dan itu pun jawabannya formal dan sesuai prosedur penyelidikan.

"Kita mampir sebentar ke rumah temanku. Nggak apa-apa 'kan?" Iptu Ghani setengah memaksa. Hanya sebuah anggukan kepala dari Briptu Lusi.

"Ingat, Briptu Lusi! Kamu mesti hati-hati dengan Iptu Ghani!" Kata-kata Kompol Yusnadi beberapa hari lalu, kembali terngiang-ngiang di telinganya.

Teringat pesan itu, Briptu Lusi segera menyalakan alat penyadap di tubuhnya yang sekaligus juga alat pelacak keberadaannya. Alat penyadap yang tidak akan bisa dideteksi keberadaannya oleh orang biasa.

Satu jam kemudian...

Sampailah mereka di halaman sebuah rumah di pinggiran kota Palembang, lalu Iptu Ghani turun dari mobil dan mengajak Briptu Lusi untuk ikut bersamanya.

"Ayo turun, Briptu Lusi!" ajak Iptu Ghani sedikit membujuk Briptu Lusi. "Kamu pasti akan tahu siapa yang akan saya temui nanti?"

Dengan agak terpaksa Briptu Lusi mengikuti kemauan atasannya itu. Ia lalu turun dan mengekor di belakang Iptu Ghani yang telah berjalan di depannya.

"Ini rumah siapa, Ndan?!" tanya Briptu Lusi bingung dan merasakan kejanggalan dengan sikap atasannya itu.

"Pasti kamu kenal dengan orang di dalam!" sahut Iptu Ghani tanpa menoleh ke belakang, terus saja melangkah menuju pintu rumah.

Kok, serem banget ya rumah ini! Mana tempatnya terpencil dan jauh dari keramaian. Aku mesti waspada, jangan-jangan ini jebakan!" gumam Briptu Lusi dalam hati.

"Abang... Aku datang, Bang!" teriak Iptu Ghani saat melangkah masuk ke dalam rumah.

Mendengar Iptu Ghani menyebut kata 'Abang', membuat Briptu Lusi tersentak kaget. Dia segera mengeluarkan pistolnya, mengarahkan pistol itu ke kiri dan ke kanan sambil menajamkan penglihatan dan pendengarannya.
.
.
.
Sementara itu, di tempat lain...

Sesaat setelah Briptu Lusi menyalakan alat penyadap dan juga alat pelacak keberadaannya.

Kompol Yusnadi segera mengirim pesan SMS pada seseorang.

"Segera bersiap... TO sudah terlacak. Saya jemput di xxx."


Mulustrasi Kompol Yusnadi​

Kompol Yusnadi segera mempersiapkan persenjataannya. Revolver kaliber 22 ia taruh di kakinya. Senjata yang selalu menyelamatkan nyawanya setiap kali bertugas. Dan berbagai persenjataan canggih lainnya, ia bawa dan di masukkan ke dalam tas ransel.

Drrrttt... Drrrttt...

Sebuah pesan SMS masuk ke HP-nya.

"I am ready. Life or die."


15 menit kemudian...

Kompol Yusnadi segera mempercepat laju kendaraannya bersama seorang laki-laki yang berpakaian serba hitam memakai kacamata hitam dan bertopi di punggungnya terdapat sebuah tas ransel berwarna hitam sama seperti tas ransel Kompol Yusnadi.

Mobil mereka melaju kencang menuju petunjuk lampu yang terus berkedip-kedip.

©©©©©​

Briptu Lusi ikut masuk ke dalam rumah, membuntuti Iptu Ghani yang telah masuk terlebih dulu ke dalam. Terlihat Iptu Ghani sedang menuju arah dapur.

Namun, tak disadari oleh Briptu Lusi. Dari arah belakangnya ada orang yang telah mendekatinya sambil mengeluarkan jarum suntik. Sebelum sempat Briptu Lusi bereaksi, jarum suntik itu telah menancap di punggungnya.

"Aaarrrggghhh...!!!" erang Briptu Lusi kesakitan akibat tusukan jarum suntik tersebut. Namun, ia sempat menoleh ke belakang dan ingin menembak tapi kalah cepat dengan reaksi obat dari jarum suntik itu pada tubuhnya.

"Buugghh..."

Tubuh Briptu Lusi ambruk ke lantai. Ia tak sadarkan diri.
.
.
.
Tubuh Briptu Lusi perlahan-lahan bergeliat, matanya pelan-pelan mulai terbuka. Matanya mulai memandangi se-antero ruangan. Kesadarannya kini mulai pulih, ia sudah bisa mengingat di mana saat ini ia berada. Briptu Lusi kaget, mendapati dirinya terikat di sebuah tiang rumah.

"Ternyata kamu dah sadar, Lusi sayang." Tiba-tiba terdengar suara orang yang sangat ia kenal.

"Abang...!!!" Briptu Lusi kaget. Matanya terbelalak melihat suaminya ada di rumah ini.

"Bagaimana kabarmu sayang? Bagaimana kabar Iptu Rizki, lelaki selingkuhanmu? Pastinya dia sudah berteman dengan cacing-cacing tanah di alam sana. Hahaha..."

Briptu Lusi kaget mendengar omongan suaminya barusan. Dia bertanya-tanya dalam hati, "Apa mungkin suaminya ini yang menjebak Iptu Rizki? Berarti yang membunuh 2 orang di mobil 'Suzuki Escudo' itu, pelakunya adalah suamiku ini."

"Bagaimana Abang tahu kalo Iptu Rizki udah meninggal? Apa Abang yang menjebaknya?" tanya Briptu Lusi kaget.

"Hahaha..." Seorang yang baru saja keluar dari dalam tertawa lebar. "Lebih tepatnya, yang membunuh korban adalah 'SAYA'. Termasuk juga memata-matai kamu dan Iptu Rizki dan 'SAYA' juga berniat menyingkirkan kamu karena kamu adalah penghalang hubungan kami berdua."

Briptu Lusi hanya bisa diam, dia sama sekali tidak menyangka bahwa atasannya, Iptu Ghani adalah pembunuhnya, sekaligus pelaku percobaan pembunuhan terhadapnya dan pelaku fitnah yang menyebabkan Iptu Rizki ditahan.

"Dan kamu ingin tahu siapa yang telah memperkosa kamu?" tanya lelaki putih berkaca mata itu melanjutkan perkataannya.

Briptu Lusi menatap tajam mata atasannya itu. Rasa marah kini menyeruak ke permukaan mendengar masalah pemerkosaan itu yang hampir membuatnya down, stress dan hilang harga dirinya.

"Hahaha..." tawa dr. Burhan meledak.

"Abanglah yang memperkosa kamu. Gimana enak nggak disetubuhi lubang anusnya oleh suami sendiri? Abang lebih terangsang lihat lubang pantatmu dibandingkan lubang yang di depannya."

"Dan Abang nikahi kamu, untuk menutupi hubungan cinta kami berdua." timpal Iptu Ghani lalu di hadapan Briptu Lusi ia mencium bibir dr. Burhan, suaminya.

Air mata Briptu Lusi keluar setelah mendengar perkataan suaminya dan atasannya itu. Ia merasa selama ini, hanya dijadikan bahan permainan saja. Dan ia menyesal karena dulu lebih memilih dr. Burhan sebagai suaminya bukan menerima cinta Iptu Rizki yang sejak awal menyukainya. Mas Rizki... Maafin Adek, Mas. Kini semua jelas, Tuhan menunjukkan kebusukkan mereka. Dan Adek janji akan membalaskan dendam atas perbuatan mereka."
.
.
.
Semua perkataan dr. Burhan dan Iptu Ghani terdengar jelas dan direkam otomatis di alat perekam yang dibawa serta oleh mereka.

"Mereka berdua bangsat. Keduanya pantas mati." umpat Kompol Yusnadi geram. "Ayah akan buat mereka menderita, Nak. Termasuk juga yang membackingi kejahatan mereka."

"Ayah, aku punya rencana buat mereka." ucap laki-laki yang memakai pakaian serba hitam, berkaca mata hitam dan memakai topi itu membuka suara.

"Katakan Nak, apa rencanamu?" Kompol Yusnadi menoleh sejenak ke samping sambil menyetir kendaraannya.

"........" Lelaki misterius itu kemudian menjelaskan rencana-rencananya pada saat mereka nanti bentrok dengan kedua orang yang menjadi target operasi mereka.

"Jadi maksud kamu, Nak. Hahaha... Cerdas, kamu memang cerdas anakku." Kompol Yusnadi tertawa lebar sambil mengacungkan ibu jarinya pada anak angkatnya itu.

Mobil itu terus melaju, dan jarak yang mereka tuju semakin dekat. 100 meter dari tempat itu Kompol Yusnadi menepikan kendaraannya. Lalu ia segera memberi komando pada anak buahnya untuk meluncur ke lokasi yang ia sebutkan.

©©©©©​

Di dalam rumah itu, dr. Burhan dan Iptu Ghani terus saja meneror mental Briptu Lusi dengan segala kebusukan-kebusakan mereka.

"Kamu tahu benda apa ini, Lusi sayang...?" tanya dr. Burhan memperlihatkan tombak yang runcing dan panjang kepada Briptu Lusi.


"Benda inilah yang kugunakan untuk menghabisi korban-korban itu. Salah satunya 'Arman'. Lelaki biadab yang membunuh istri dan adik kandungnya sendiri. Kamu tahu tidak Lusi sayang. Istri dan adik kandungnya itu adalah ibu dan ayah biologisku."

Dokter Burhan pun menceritakan kisahnya 20 tahun silam di hadapan istrinya dan juga pelecehan seksual yang dilakukan oleh Arman hingga ia menjadi penyuka sesama jenis.

"Dan kamu tahu 'kan. Semua korban-korban yang mati itu adalah para perselingkuh. Abang sangat benci dengan perselingkuhan dan penghianatan. Perselingkuhan dan pengkhianatan, bayarannya adalah kematian."

"Dan wanita yang ada di dalam mobil 'Suzuki Escudo' itu adalah mantan kekasihku, Briptu." Iptu Ghani menyela. "Dia bersenang-senang dengan lelaki lain di belakangku saat kami berpacaran dulu. Saat saya bunuh pun ia sedang bersama lelaki lain bukan dengan suaminya. Wajar 'kan kalo dia saya habisi."

"Dan Iptu Rizki, lelaki selingkuhanmu itu masuk jebakan. Hahaha..." Dokter Burhan menimpali perkataan Iptu Ghani lalu tertawa puas penuh kemenangan.

"Dan Kombes Suherman, Kapoltabes Palembang adalah adik kandung Papa. Dia men-skorsing sekaligus mengangkatku jadi Kanit Reskrim yang baru. Hahaha..." Iptu Ghani tertawa senang sambil membangga-banggakan jabatan Om-nya yang merupakan orang nomor satu di Poltabes Palembang.

Briptu Lusi hanya diam mendengarkan mereka bicara walau dalam hatinya marah.

"Korban yang Abang bunuh di perumahan 'Sukarame Permai' adalah istri dari 'Arman', namanya Silvi. Wanita itu layak mati karena ia berselingkuh di saat suaminya bekerja mencari uang demi membahagiakan istrinya." dr. Burhan memberitahukan alasan dia membunuh korban.

"Jadi apa hubungannya denganku, Bang?" tanya Briptu Lusi setelah mendengarkan semua alasan suami dan atasannya menghabisi korbannya. "Apakah Abang ingin membunuhku juga?"

"Tepat. Tepat sekali analisa kamu, Dek." dr. Burhan dengan santainya menjawab sambil menaruh kayu runcing yang panjang itu ke leher Briptu Lusi. "Namun sebelum Abang bunuh kamu, kita bersenang-senang dulu. Abang kangen sama kamu."

Dokter Burhan membuka celananya, hingga penisnya mencuat keluar walau masih dalam keadaan tertidur.

"Mau apa kamu, Bang? Tidak...!!! Aku tidak mau, Bang! Lepasiiinnn....!!!" Briptu Lusi meronta-ronta ingin melepaskan diri.

Melihat penolakan Briptu Lusi membuat emosi dr. Burhan naik.

Plaaaakkkk...

"DIAM...!!! Pelacur..." bentak dr. Burhan murka. Kemudian menarik paksa kepala Briptu Lusi untuk mengoral penisnya. "CEPAT...!!! Lakukan tugasmu, pelacur...!"

Briptu Lusi hanya bisa menuruti kemauan suaminya itu, melihat keseriusan suaminya, ia hanya berdoa semoga saja Kompol Yusnadi bisa secepatnya menolongnya.

Iptu Ghani hanya tersenyum-senyum saja melihat kejadian itu di depannya lalu ia melangkah ke arah dapur.
.
.
.
Sementara itu, di luar rumah itu...

Kompol Yusnadi memberi arahan kepada lelaki misterius itu, dengan memberi kode jari tangan. Kompol Yusnadi menunjuk ke arah kiri untuk lelaki misterius itu dan ke arah kanan untuk dirinya.

Lelaki misterius itu mengangguk mengerti.

Keduanya melangkah dengan penuh siaga, sebab target yang dihadapi juga adalah pelaku pembunuhan yang tergolong sadis, dan psikopat. 'Psikopat' adalah pembunuh berdarah dingin biasanya dilatarbelakangi oleh kejiwaan pelaku.

Lelaki berpakaian serba hitam, berkaca mata hitam dan bertopi itu mengendap-endap sambil menajamkan mata dan telinganya. Lelaki misterius itu menunduk, berlindung di rerumputan ketika Iptu Ghani ke luar dari rumah itu menuju halaman belakang.

Lelaki misterius itu mengeluarkan senjata lainnya dari tas ranselnya lalu ia mulai membidik Iptu Ghani yang ternyata sedang buang air kecil.

Secepat kilat peluru yang ternyata adalah obat bius itu meluncur deras dan menuju sasarannya leher Iptu Ghani.

"Awww...." teriak kesakitan Iptu Ghani sambil memegangi lehernya yang sakit.

Tidak sampai 2 menit obat bius itu telah melumpuhkan kesadaran Iptu Ghani, tubuhnya ambruk seketika ke tanah.

"Buuuggghhh..."

Lelaki misterius itu, mendekati Iptu Ghani dengan penuh kehati-hatian sambil terus mengarahkan senjata bius itu ke arah Iptu Ghani.

Sambil melirik arlojinya mencocokkan jamnya dengan batas waktu obat bius itu berakhir. Lalu ia melucuti pakaian Iptu Ghani hingga bugil lalu ia juga melucuti pakaiannya.

Sekarang keduanya sudah berganti pakaian, wajah Iptu Ghani ditutupi oleh lelaki misterius dengan kain berwarna hitam.

"Ayah, TO kedua sudah diamankan. Aku mau masuk ke dalam!" Lelaki misterius itu memberitahukan posisinya kepada Kompol Yusnadi lewat alat komunikasi yang biasa dipergunakan oleh pasukan elite militer.
.
.
.
Kompol Yusnadi menjawab dengan singkat. "Hati- hati, Nak! Dahulukan keselamatan Briptu Lusi."

Kompol Yusnadi mengendap-endap menuju beranda depan rumah. Lalu terus bergerak membuka pintu dengan sangat pelan.

Kompol Yusnadi melihat di ujung sana lelaki misterius itu sudah mulai masuk dengan pakaian yang berbeda. Lalu dengan penuh kewaspadaan, lelaki misterius itu terus bergerak ke ruang tengah.

Terdengar suara desahan dari dalam rumah, membuat Kompol Yusnadi sedikit mempercepat langkah kakinya.

Ternyata di sana, ia melihat seorang laki-laki memaksa Briptu Lusi untuk mengoral penisnya.

Kompol Yusnadi memberi kode pada lelaki misterius itu untuk membius dr. Burhan. Lelaki misterius itu segera mengarahkan pistol yang telah diisi obat bius dosis tinggi.

"Awww..."

Sebuah benda mirip sebuah jarum telah menempel tepat di leher dr. Burhan yang tadi sempat mengaduh kesakitan.

"Bangsat, siapa kalian...? Jangan mendekat, jika tidak ingin wanita ini MATI!!!" ancam dr. Burhan sambil menekan kayu runcing yang panjang itu ke leher Briptu Lusi.

"Briptu Lusi... Gigit penisnya, sekarang...!!!" perintah Kompol Yusnadi. Lalu dengan cepat ia berlari ke arah dr. Burhan.

Briptu Lusi menggiggit penis itu sekuat-kuatnya hingga membuat dr. Burhan mengerang kesakitan dengan kesadarannya yang mulai berkurang.

Gerakan Kompol Yusnadi lebih cepat dibandingkan gerakan dr. Burhan yang ingin menikam leher Briptu Lusi. Hingga Kompol Yusnadi bisa menarik tubuh dr. Burhan ke belakang.

"Buuuggghhh..."

"Awww..."

Dokter Burhan mengaduh kesakitan saat tubuhnya terhempas ke belakang ditarik oleh Kompol Yusnadi tadi.

Sementara itu, Briptu Lusi memuntahkan potongan penis dr. Burhan yang telah putus dari dalam mulutnya.

Potongan penis dr. Burhan pun terlempar ke lantai bersamaan semburan darah yang keluar dari mulut Briptu Lusi.

Setelah memuntahkan potongan penis dr. Burhan, rasa mual dan ingin muntah kini mulai menyerang di ulu hati Briptu Lusi. Ia terbatuk-batuk dan muntah-muntah.

"Uhuuukkk... Uhuuukkk... Uhuuukkk... Hoeeekkk... Hoeeekkk..."

Lelaki misterius itu, segera membuka tali yang mengikat tangan Briptu Lusi. Ia pun memberikan sebuah pil pada Briptu Lusi sambil tersenyum. "Minum aja, pil itu penetralisir racun dan zat-zat kimia."

Lelaki misterius itu, juga memberikan botol air mineral yang masih tersegel pada Briptu Lusi.

"Makasih..." jawab Briptu Lusi singkat. Ia terus saja memandang wajah lelaki itu, dalam hatinya berkata. "Kenapa jantungku berdetak kencang bila dekat orang ini. Hal yang sama kurasakan bila berdekatan dengan Alm. Iptu Rizki."

Alat pelacak di tubuh Briptu Lusi segera dimatikan oleh Kompol Yusnadi. Bukti rekaman perkataan mereka berdua sudah cukup untuk dijadikan barang bukti kejahatan dr. Burhan dan Iptu Ghani.

"Silahkan selesaikan tugas kamu, Nak! Habisin dr. Burhan! Sebelum dia sadar dan tim Ayah datang ke sini!" perintah Kompol Yusnadi pada lelaki misterius itu.

"Membunuh dia dalam keadaan pingsan itu terlalu mudah. Aku akan menyadarkannya kembali lalu membunuhnya dengan kayu yang runcing itu. Biar dia merasakan betapa sakitnya orang-orang yang telah ia bunuh."

Kompol Yusnadi mengangguk.

Lelaki misterius itu segera memasukkan pil ke dalam mulut dr. Burhan.

10 menit kemudian...

Terlihat geliatan tubuh dr. Burhan yang mulai sadar dari pingsannya. Rasa sakit di kemaluannya mulai dirasakannya. Dokter Burhan melihat ke bawah dan seketika ia berteriak histeris saat melihat kemaluannya putus akibat digigit istrinya sendiri.

"TIIIDAAAKKK...!!! Bangsat kamu Lusi... Dasar pelacur murahan....!!! maki dr. Burhan dengan ekspresi marah. Lalu dr Burhan hendak menyerang Briptu Lusi, namun sebelum pukulannya mendarat di tubuh Briptu Lusi sebuah tangan menangkapnya.

"Siapa kauuu...? Kenapa kauuu menghalangiku, memukul pelacur murahan ini?" Dokter Burhan berusaha melepaskan tangannya dari pegangan lelaki misterius itu.

"Buuuggghhh..."

Pukulan telak menghantam perutnya hingga membuatnya mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya.

"Laki-laki banci yang tidak bisa menghargai wanita. Suami yang seperti kamu inilah yang pantas kemaluannya dikebiri."

Lelaki misterius itu mengambil pisau bedah dari dalam tas dr. Burhan yang rencananya untuk menyiksa dan menganiaya istrinya sendiri namun kini justru berbalik ia mesti menghadapi kenyataan dirinya yang akan dianiaya.

Lalu lelaki misterius itu, menarik penis dr. Burhan yang masih tersisa kurang lebih 3 cm lagi dan mulai mengirisnya.

"Craaassshhh..."

"Aaarrrggghhh...!!!"

Dokter Burhan mengerang kesakitan saat penisnya kembali dikebiri hingga tidak bersisa sama sekali. Nafasnya mulai terengah-engah seperti mau pingsan tetapi ia tidak pingsan juga.

"Ini hukumannya buat pemerkosa istrinya sendiri." Lelaki misterius itu menunjukkan sisa penis dr. Burhan yang barusan ia potong.

Briptu Lusi kaget mendengar kata-kata lelaki itu, berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benaknya. "Kenapa ia tahu dengan kejadian itu? Apa mungkin ia...? Tapi... Kok, beda banget wajahnya?"

"Bangsat kaliaaannn...! Piiuuhh..." Dokter Burhan hanya bisa memaki dan meludahi lelaki misterius itu.

"Buuuggghhh..."

Pukulan telak mendarat di perut dr. Burhan membuat ia semakin kesakitan. Darah terus mengalir keluar dari kemaluannya yang terpotong.

"Bunuh saja aku...! Jangan siksa aku seperti ini...!" Dokter Burhan merangkak berlutut di kaki lelaki misterius itu.

Lelaki misterius itu hanya mendengus kesal.

Kompol Yusnadi yang tahu niat lelaki misterius itu, segera mengeluarkan sebotol alkohol 70% dari dalam tas ranselnya. Kemudian melangkah mendekati anak angkatnya itu sambil menyerahkan sebotol alkohol 70%.

"Balaskanlah semua rasa sakit hatimu, Nak. Tapi setelah masalah ini selesai, Ayah berharap kamu bisa memulai hidup baru dengan bahagia." bisik Kompol Yusnadi sambil menepuk pelan pundak lelaki misterius itu sejenak lalu berbalik badan.

"Ayah... Tolong ajak Briptu Lusi keluar! Aku tidak ingin ia menyaksikan semua ini."

Kompol Yusnadi mengangguk tanpa menoleh ke arah lelaki misterius itu.

"Ayo Briptu Lusi kita keluar! Biarkan keduanya menuntaskan urusan mereka yang belum selesai."

"Tapi... Pak...!" Briptu Lusi protes.

"Percayakan semuanya pada lelaki itu. Ayo kita keluar...!"

Kompol Yusnadi segera mengajak Briptu Lusi ke luar dari rumah itu, meninggalkan lelaki misterius itu dan dr. Burhan di ruangan itu berdua.

"Ampunnnn... SAKIIIITTT....!!! Bunuh saja aku....!" teriak dr. Burhan kesakitan saat alkohol 70% itu disiramkan sampai habis oleh lelaki misterius itu ke luka di kemaluannya yang sudah tidak ia miliki lagi.

Briptu Lusi sempat mendengar jeritan kesakitan suaminya hanya bisa menangis sedih. Biar bagaimanapun juga, ia pernah mencintai laki-laki tersebut yang statusnya masih suaminya yang sah.

"Aduuuuhhhh...! SAKIIIITTT...!!! Bunuh saja aku, please." rengek dr. Burhan memelas dan memohon untuk minta segera dibunuh.

Urat-urat di leher dr. Burhan terlihat menonjol dengan wajah pucat. Matanya melotot menahan rasa sakit yang sangat luar biasa. Dokter Burhan terus mengerang kesakitan akibat rasa sakit di kemaluannya yang terluka oleh cairan alkohol 70% itu.

Perih, pedih dan sakitnya menyayat-nyayat, itulah yang dirasakan saat ini oleh dr. Burhan.

"Sebelum aku membunuhmu. Aku ingin menyampaikan satu hal. Kamu kenal dengan 'Arman Setiawan'?" tanya lelaki misterius dengan tatapan penuh kemarahan.

Dengan ekspresi geram lelaki misterius itu, menarik kerah baju dr. Burhan ke atas lalu sekali lagi lelaki misterius itu memukul perut dr. Burhan dengan sangat keras.

"Buuuggghhh..."

"Aduuuhhh...! SAKIT...!!!" erang dr. Burhan sambil memegangi perutnya.

Dengan ekspresi meringis kesakitan lalu dr. Burhan bertanya dengan rasa penasaran. "Apa hubungannya ini dengan 'Arman Setiawan'? Aduuuhhh...!!!"

"Dia itu ayahku. Walaupun seumur hidupku, aku membencinya. Namun, 'Arman Setiawan' tetaplah ayah kandungku." jawab lelaki misterius itu geram.

"Jadi kamu anak 'Arman' keparat itu.... Kamu mau balas dendam padaku. Hah." dengus dr. Burhan geram. "Dia itu pantas mati...! Dia telah membunuh dengan sadis istri dan adik kandungnya sendiri dengan mengatas namakan keadilan. Apalagi gara-gara dialah aku menjadi seperti ini, seorang gay. Apakah salah jika aku pun membalas membunuhnya? Hahaha...."

Namun, tiba-tiba...

"Uhukk... Uhukk..."

Dokter Burhan terbatuk-batuk akibat tertawa dengan keras, darah pun keluar dari sela-sela bibirnya.

"Biar kamu merasakan rasa sakit, sama seperti korban-korban yang kau bunuh dengan sadis." ucap lelaki misterius itu mendengus kesal.

Lelaki misterius itu lalu mengambil tombak yang runcing dan panjang itu yang tergeletak di lantai.

Dengan ekspresi datar, lelaki misterius itu menghunuskan tombak runcing nan panjang itu ke arah perut dr. Burhan.

"Awwww... Ampun... SAKIT...!!!" rintihan kesakitan dr. Burhan.

Tombak runcing nan panjang itu telah merobek kulit perut dr. Burhan dan perlahan-lahan tombak runcing itu telah bersarang di dalam perutnya.

Lelaki misterius itu lantas mendorong tombak runcing nan panjang itu dengan sekuat tenaga. Hingga tombak runcing itu tembus sampai ke belakang tubuh dr. Burhan.

"Aaakkkhhh....!!!" erang dr. Burhan kencang.

"Uhuuukkk... Uhuuukkk...." Dokter Burhan terbatuk-batuk, darah keluar dari mulutnya.

Belum juga rasa sakitnya reda, dengan kasar lelaki misterius itu tiba-tiba mencabut paksa tombak itu sekaligus, usus dr. Burhan pun ikut keluar dari tubuhnya. Membuat darah dari tubuh dr. Burhan menyembur keluar dengan sangat deras.

Kondisi dr. Burhan semakin lemah karena darahnya sudah banyak keluar membuat wajahnya pucat.

Dokter Burhan memelas dengan suara yang semakin lemah untuk segera mengakhiri saja penderitaannya. "Tolong bunuh saja aku...! Aku udah nggak kuat menahan rasa sakitnya."

Lelaki misterius itu hanya diam dan tersenyum sinis melihat kondisi dr. Burhan mengap-mengap dengan nafas yang sudah berada di tenggorokannya.

Tiba-tiba...

Lelaki misterius itu teringat dengan Iptu Ghani yang tadi ia bius. Sambil melihat jam di tangannya, lelaki misterius itu bergumam. "Ternyata biusnya hampir habis."

Segera lelaki misterius itu menuju ke tempat Iptu Ghani berada, meninggalkan dr. Burhan sendirian di ruang tengah rumah itu.
.
.
.
Sementara itu, di ruang tengah rumah itu...

Dokter Burhan sudah terlihat pasrah dengan nafas yang sudah berada di ujung tenggorokannya.

Siapapun yang melihat keadaan dr. Burhan saat ini pasti tidak akan kuat dan tega melihatnya.

Wajahnya sudah pucat sekali. Terlihat dari perutnya yang berlubang, darah segar terus mengalir dengan usus yang menyembul keluar. Harapan untuk bertahan hidup sudah sirna, kini ia hanya bisa memejamkan mata dengan kondisinya yang sudah semakin lemah.

Mungkin saat-saat inilah ia hanya berharap sesegera mungkin malaikat pencabut nyawa datang mengambil nyawanya.
.
.
.
Lelaki misterius itu telah sampai di tempat Iptu Ghani dibius tadi. Nampak Iptu Ghani masih tertelungkup di depan pintu WC dalam keadaan tertidur pulas.

Kemudian lelaki itu segera membopong tubuh Iptu Ghani, membawanya ke dalam rumah.

Kamu tinggal menunggu ajalmu datang, Iptu Ghani. Menyusul pasangan gay-mu yang mungkin sudah bertemu dengan 'Malaikat Maut'. Hahaha..." tawa senang dalam hatinya.

Lalu lelaki misterius itu meletakkan tubuh Iptu Ghani di ruang tengah rumah itu di depan mayat dr. Burhan yang sudah terbujur kaku.

Iptu Ghani yang masih tergolek lemas memakai pakaian serba hitam dan penutup kepala berwarana hitam, di tangan kanannya tergenggam tombak runcing nan panjang yang berlumuran darah.

Lelaki misterius itu sempat tersenyum puas lalu pergi dari sana, menghilang seperti hembusan angin.

©©©©©
2 mobil polisi telah tiba di lokasi, 10 orang polisi berpakaian lengkap semacam pasukan SWAT USA melangkah mendekati Kompol Yusnadi.

"Lapor, 'Ndan. Kami siap jalankan perintah!" ujar seseorang berpangkat Iptu melapor sambil menghormat.

"Mari ikut saya! Kita briefing sebentar." sahut Kompol Yusnadi tegas.

Terlihat Kompol Yusnadi sedang memberikan briefing singkat tentang operasi dan target operasinya. Setelah semua sudah mengerti lalu pamit pada Kompol Yusnadi yang hanya memberikan anggukan kepala.

Sementara di dalam mobil patroli polisi yang tadi dibawa Iptu Ghani, Briptu Lusi menunduk dan terus menangis terisak-isak.
.
.
.
10 orang polisi dengan pakaian lengkap anti peluru mulai bergerak masuk menyergap orang yang berada di dalam rumah.

Sedangkan di ruang tengah rumah itu, Iptu Ghani yang memakai pakaian serba hitam dan penutup kepala berwarna hitam kini mulai sadar. Di tangannya tergenggam sebuah tombak runcing yang panjangnya sekitar 30 cm yang berlumuran darah.

Iptu Ghani kaget saat melihat banyak darah di ruangan itu dan belum hilang rasa kagetnya tiba-tiba segerombolan polisi berseragam lengkap anti peluru sedang mengepungnya.

Salah seorang dari rombongan pasukan itu berteriak lantang. "Jangan bergerak!!! Anda sudah kami kepung. Menyerahlah, atau Kami tembak mati, Anda?!"

Terlihat badan Iptu Ghami gemetar karena TAKUT. Namun ia sadar bahwa ia sendiri adalah Anggota Kepolisian. Namun saat ia mengambil lencananya di sakunya, malah yang ia pegang adalah rekaman suara percakapannya dengan dr. Burhan saat menakut-nakuti Briptu Lusi.

Tanpa ampun lagi seluruh anggota tim itu serentak menembakkan peluru mereka ke tubuh Iptu Ghani.

"Doorr... Doorr... Doorr... Doorr... Doorr... Doorr... Doorr... Doorr... Doorr... Doorr..."

10 butir peluru meluncur dari laras senapan tim penyergap.

"Buuuggghhh..."

Tubuh Iptu Ghani ambruk ke lantai sambil memegang tombak runcing yang panjangnya sekitar 30 cm dan bukti rekaman suara di tangan kirinya. Sesaat tubuhnya berkelojotan saat meregang nyawa sampai akhirnya diam tak bergerak sama sekali.

T A M A T
©©©©©
Seminggu kemudian...

Koran BERITA KOTA menerbitkan beritanya dengan judul, "Dokter B ditemukan tewas mengenaskan".

Koran Palembang Pos memberikan judul, "Pelaku pembunuh sadis tewas saat akan diringkus".
.
.
.
Lokasi : Mapolda Sumsel

"Bapak Kompol Yusnadi bersama 10 orang polisi dari Unit Reskrim Polda Sumsel, atas nama Bapak Kapolri saya Kapolda Sumsel akan memberikan penghargaan kepada Bapak-Bapak atas prestasi dan jasanya mengungkap pelaku beberapa kasus pembunuhan sadis beberapa bulan lalu. Dengan ini jabatan dan pangkat Bapak-Bapak akan dinaikkan satu tingkat dari pangkat sebelumnya. Dan satu lagi, untuk Kombes Suherman jabatan dan posisinya sebagai Kapoltabes Palembang akan dicopot dan digantikan oleh Kombes Irwan Hariono. Perbuatan melindungi seseorang yang berbuat kriminal melanggar kode etik dan sekaligus mencoreng institusi Kepolisian RI." Kapolda Sumsel menyampaikan pidatonya saat mengumpulkan seluruh anggota Kepolisian di jajaran Kepolisian Daerah Sumsel.

Briptu Lusi mengajukan surat pengunduran dirinya keesokan harinya dengan alasan tertekan secara fisik dan mental dan sudah tidak sanggup lagi untuk menjadi anggota polisi wanita. Surat pengunduran dirinya akhirnya disetujui oleh Kapolda Sumsel.
.
.
.
Lokasi : TPU 'Naga Swidak'

Hari ini Lusi Herawati telah berada di TPU 'Naga Swidak'. Ia menunggu seseorang yang membuatnya penasaran sejak peristiwa seminggu lalu. Sambil sembunyi di balik pohon ia terus memperhatikan orang-orang yang datang ke pemakaman ini.

Semoga saja kata hatiku benar kalo ia adalah lelaki yang kucintai. Ya, Tuhan... Tunjukkanlah pada hamba siapa orang itu...? Hamba yakin dia adalah.... Mas Rizki."

Doanya seperti dikabulkan Tuhan saat itu, dari kejauhan ia melihat orang itu mulai mendekati sebuah makam.

"Itu 'kan, makam ibunya Mas Rizki! Alhamdulillah, ternyata benar Mas Rizki masih hidup." gumamnya dalam hati.

Orang itu tampak sedang menangis di atas sebuah makam.

SRI YUNINGSIH
Lahir. : 13 April 1980
Wafat : 20 Juni 2005​

"Ibu... Rizki akan pindah dari kota ini untuk selama-lamanya. Rizki akan memulai usaha di desa Srigeni Baru Kabupaten OKI sebagai petani. Rizki ingin melupakan semuanya dan memulai hidup baru di sana. Doa 'kan Rizki ya, Bu... Aamiiieeen..."

"Aamiiieen..." sahut Lusi dari belakang lalu duduk di samping orang itu menghadap makam.

Lelaki itu terkejut lalu menoleh ke belakang setelah mendengar suara lembut wanita yang mengamininya.

"Siapa kamu sebenarnya...? Kenapa kamu mengaku-ngaku sebagai Mas Rizki di makam Ibunya? Cepat katakan sebelum aku berteriak mengatakan kamu penipu!" ancam Lusi serius.

Lelaki itu tersenyum lalu pelan ia berkata. "Apakah kamu tidak percaya padaku bahwa aku adalah 'Rizki Kurniawan'? Kamu mau bukti." tanya lelaki itu.

Lusi mengangguk.

Lelaki itu lalu menarik sesuatu dari lehernya lalu perlahan-lahan wajah aslinya terlihat jelas di hadapan Lusi. Sebuah karet yang menyerupai wajah seseorang kini sudah berada di tangan Rizki.

Seketika Lusi memeluk lelaki di hadapannya yang ternyata benar adalah 'Rizki Kurniawan', orang yang ia cintai.

Beberapa saat kemudian...

"Ibu... Saya, 'Lusi Herawati'. Saya mohon restu Ibu untuk menjadi menantu Ibu dan istri 'Rizki Kurniawan' anak Ibu ini. Kemana pun dia pergi aku akan ikut serta bersamanya sebagai istrinya karena ia telah berjanji dan melamarku saat itu. Semoga Ibu di sana diberikan tempat yang terbaik oleh Allah Swt. Aamiieennn..."

"Aamiiieeennn..." sahut Rizki ikut mengaminkan perkataan Lusi tadi.

"Aku selalu percaya kamu, Mas Rizki. Berjanjilah untuk tidak meninggalkanku lagi, Mas. Aku cinta kamu. Tolong sematkan cincin ini kembali di jari manisku! Lamar aku sekarang!"

Rizki melepaskan cincin di jari manis Lusi lalu berlutut di hadapannya di samping makam Ibunya.

Dengan penuh kemantapan hatinya ia berkata. "Lusi Herawati, would you marry me?" (Lusi Herawati, maukah kamu menikah denganku?)

Lusi mengangguk cepat.

Kemudian Rizki memasukkan cincin itu ke jari manis Lusi.

Lusi segera memeluk Rizki, keduanya tampak tersenyum bahagia.
©©©©©​
 
Terakhir diubah:
Mohon maaf atas ketidak nyamanannya dalam membaca. Akan diusahakan diperbaiki biar enak dibaca.

Untuk cover dan mulustrasi juga akan diperbaiki.

Terima kasih atas responnya, sekali ane mohon maaf.:ampun:
 
BB kodenya ada yang lupa kasih garis miring. Jadi yg di bawahnya ikut tulisan italic.

Mulustrasi nanti menyusul.
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd