meguriaufutari
Guru Semprot
- Daftar
- 24 Feb 2011
- Post
- 693
- Like diterima
- 2.031
EPISODE 5 : Yokishimasen
Scene 1
Takeru Yamamoto
Asuka Kirishima
Hari ini adalah hari jumat, dan merupakan liburan nasional di Jepang. Jadi, aku sedang dalam long weekend. Seharusnya sih begitu, tetapi sayangnya polisi tetap bekerja. Yah, walaupun sebagai pemimpin tertinggi Hikari, aku diperbolehkan untuk bekerja secara remote, yaitu bekerja dari rumah.
Sebetulnya, aku sangat ingin menghabiskan waktu bersama Asuka, yang merupakan istriku yang sangat kucintai. Akan tetapi, keadaan sepertinya tidak begitu mendukung untuk itu. Saat ini, internal Hikari sedang disibukkan oleh masalah yang sangat misterius, dan juga sangat merugikan. Sejak Matsuyama dan Kagura menunjukkan simbol bintang dan bulan sabit itu, Ayumi menghilang. Pada hari pertama dan kedua ia tidak masuk, kupikir dia sakit. Setelah hari ketiga, Kagura melapor padaku bahwa telpon genggam nya tidak aktif. Telpon rumahnya pun tidak diangkat. Matsuyama melapor bahwa rumahnya kosong, dan tidak ada tanda-tanda yang aneh.
Saat ini, Kagura kutugaskan untuk menjaga aktivitas dunia bawah agar tidak terlalu diluar kontrol. Biasanya Ayumi menggunakan alat canggihnya untuk memantau perbatasan antar negara. Akan tetapi, berhubung dia menghilang, tidak ada yang menempati posisi itu. Mau tidak mau, Kagura jadi bekerja lebih untuk menggantikan Ayumi. Adapun Matsuyama kutugaskan untuk mencari tahu dimana Ayumi. Yang mengherankan adalah, bukan hanya Ayumi yang menghilang, tetapi juga keluarganya. Dan seluruh tetangganya pun tidak ada yang tahu. Sangat misterius.
“Takeruu... Kamu tidak ke kantor hari ini?” Tanya Asuka.
“Tidak, Asuka. Aku bekerja dari rumah hari ini, hanya menunggu kabar dari anak buahku saja.” Kataku.
“Oh, begitu. Baguslah hehehe.” Kata Asuka.
Hmmm, apakah ini hanya perasaanku saja atau memang demikian? Walaupun Asuka tertawa, tapi aku bisa merasakan adanya fluktuasi pada tenaga ki miliknya. Seolah-olah dia mengharapkan bahwa aku pergi ke kantor. Yah, bisa jadi sih karena dia tidak tahu cara menggunakan tenaga ki yang ada dalam tubuhnya, jadi tenaga ki miliknya sering berfluktuasi. Tapi, kenapa dia mengharapkanku ke kantor ya? Atau jangan-jangan...
“Asuka.” Kataku dengan serius.
“Hmmm?” Kata Asuka dengan senyumnya yang manis.
“Mungkinkah kamu....” Kataku dengan serius.
Asuka mengernyitkan dahinya. Lama-kelamaan, raut wajahnya berubah menjadi serius. Seperti sedang ketakutan menuggu pertanyaan dariku.
“Mungkinkah... ada lelaki lain didalam hatimu?” Tanyaku.
Asuka terdiam selama beberapa detik. Kemudian, seolah lega, ia tersenyum.
“Tentu tidak, Takeru. Kamulah satu-satunya laki-laki yang menempati bagian paling banyak dalam hatiku.” Kata Asuka sambil memelukku.
Aku pun balas memeluknya hingga kita saling berpelukan.
“Mengapa kamu bertanya demikian?” Tanya Asuka.
“Aku sadar Asuka, terkadang aku lebih mementingkan pekerjaan diatas segalanya. Saat kemarin aku pergi ke pedalaman Honshu selama enam bulan saja, kamu pasti sendirian. Setelah itupun, aku lebih banyak memikirkan masalah kantorku.” Kataku.
Asuka kemudian menghela napas panjang.
“Takeru, apa yang kamu bicarakan? Apa menurutmu aku ini wanita yang akan berpindah hati hanya karena itu? Takeru, aku mengerti bahwa apa yang kamu lakukan itu juga untuk keluarga kecil kita ini. Tidak perlu merasa bersalah. Dan tidak perlu merasa takut juga, karena sampai kapanpun, kamu tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun.” Kata Asuka sambil kemudian mencium bibirku.
Aku sangat lega mendengarnya. Asuka, istriku, ini memang istri nomor satu. Aku sangat bahagia bisa mendapatkan dia sebagai istriku. Baiklah, sudah kuputuskan bahwa hari ini saja, aku akan tutup mata terhadap apa yang terjadi di dunia bawah. Yah, semoga saja tidak ada yang menghancurkan Jepang pada hari ini. Aku segera mengirimkan pesan pada Kagura dan Matsuyama bahwa aku akan off hari ini.
“Asuka!” Panggilku dengan tegas.
“Eehh?” Jawab Asuka.
“Hari ini kita bermain di Fuji-Q sepuasnya yuk.” Kataku.
Asuka terdengar heran pada awalnya. Namun, ia langsung sumringah.
“Ayuuukkkk!” Kata Asuka.
Fuji-Q adalah suatu taman bermain yang letaknya di kaki Gunung Fuji. Menurut beberapa orang, Fuji-Q ini adalah taman bermain terseram di Jepang, karena dilengkapi dengan roller coaster yang sangat tinggi dan kencang. Asuka sangat suka sekali bermain di taman hiburan.
“Takeruu, padahal kamu orangnya itu panikan sekali, dan seperti anak-anak. Akan tetapi, kamu ternyata suka ya bermain permainan seram seperti itu. Syukurlah.” Kata Asuka.
“Iya, begitulah. Herannya aku suka permainan seperti itu. Aku juga bingung.” Kataku sambil tertawa kecil.
Aku memang dimata Asuka adalah seorang yang sangat panikan. Akan tetapi, aku sebetulnya hanya berpura-pura saja untuk menghilangkan kecurigaan sedikitpun bahwa aku adalah pimpinan tertinggi dari organisasi polisi rahasia Hikari.
“Ayo kita siap-siap sekarang. Ah sudahlah, kita langsung berangkat saja. Buang-buang waktu, sekarang sudah hampir jam sepuluh pagi nih, sayang jika membuang-buang waktu lebih lama.” Kata Asuka.
“APA??!! GAWAT!!! KITA HARUS PERGI SEKARANG!!! AYOOO!!!” Kataku dengan “panik”.
Haah, sebetulnya capek menjadi orang yang selalu berpura-pura panik. Kami berdua segera naik ke mobil, dan mobil pun kulajukan kearah Fuji-Q. Karena rumah kami cukup jauh dari Fuji-Q Highland, maka perjalanan pun memakan waktu cukup lama, hampir dua jam.
Sesampainya di Fuji-Q Highland, aku dan Asuka langsung turun dari mobil setelah memarkir mobil. Sekarang sudah hampir jam dua belas siang. Ya ampun, ramainya bukan main tempat ini. Aku tidak heran sih karena ini long weekend. Kalau begini sih, bisa-bisa kita hanya kedapatan bermain dua permainan saja karena waktu mengantri satu permainan bisa dua sampai dengan tiga jam.
“GAWAT INI! BAGAIMANA INI??” Kataku lagi-lagi dengan “panik”.
“Sayang, tenang saja. Toh kita sudah sampai disini, tidak mungkin kita pulang lagi dan kembali lagi besok. Bagaimana kalau kita susun rencana kita selama di Fuji-Q Highland ini?” Kata Asuka dengan senyumnya yang sangat manis.
Uoohhh, senyum istriku itu memang tidak tertahankan. Kamu memang wanita paling cantik di dunia, Asuka. Aku sudah tidak sabar nanti malam untuk melihat dirimu yang lebih cantik, dirimu yang tidak mengenakan busana apapun di tempat tidur hehehe. Selain cantik, pembawaan Asuka pun juga sangat tenang. Ia selalu bisa menenangkanku yang “panik” ini. Hebat sekali. Tapi berpura-pura menjadi orang panik memang melelahkan. Suatu saat nanti, aku akan pura-pura belajar untuk tidak panikan lagi, dan tinggal menjadi diriku yang sebenarnya. Hilanglah sudah penderitaanku. Aku tidak sabar menunggu datangnya hari itu.
Setelah memutuskan dengan cermat, kami sampai pada kesimpulan bahwa kami akan bermain takabisha dan dodonpa. Kami berjalan lebih dulu ke takabisha karena permainan itu lebih kami minati. Dalam beberapa menit saja, kami sudah sampai di tempat takabisha. Antriannya seperti yang kuduga, dua jam empat puluh tiga menit. Yah, tidak ada jalan lain selain mengantri. Aku dan Asuka mengantri secara bergantian. Aku antri, Asuka duduk. Begitu Asuka mengantri, aku memberikan surprise kepadanya berupa minuman. Asuka sangat senang menerima surprise kecil itu dariku. Aahh, mukanya begitu manis, dan menggemaskan. Istriku memang paling cantik di dunia.
Setelah kuhitung persis, yaitu dua jam tiga puluh tujuh menit, akhirnya kami sampai di antrian paling depan. Takabisha merupakan roller coaster dengan dua segmen penumpang, dengan masing-masing segmennya bisa memuat empat orang. Pengamannya ada diatas pundak dan mengikat sampai ke pinggang, indikasi bahwa roller coaster yang cukup menyeramkan. Dikatakan bahwa takabisha ini merupakan roller coaster dengan kemiringan tertajam di dunia, yaitu 121 derajat.
Akhirnya, kami dapat kesempatan untuk menaiki takabisha. Takabisha ini betul-betul tidak ada bandingannya dengan roller coaster di Disneyland atau Universal Studio. Betul-betul berbeda sekali. Adrenalin yang kudapatkan betul-betul terpompa secara sempurna. Yaah, aku pernah sih berada pada situasi yang menyeramkan, yaitu dalam pesawat yang hendak jatuh akibat kegagalan pada seluruh mesin jet pesawat. Berkali-kali aku dan Asuka menjerit karena saking senangnya bermain takabisha. Setelah sekitar beberapa menit, akhirnya kegembiraan itu sirna. Kami harus turun dari takabisha karena permainan sudah selesai. Ingin sekali rasanya aku menaikinya lagi, tetapi melihat antrian yang begitu panjang, lebih baik main yang lain deh.
Selanjutnya, kami segera menuju atraksi selanjutnya, yaitu dodonpa. Aku melihat jam, dan waktu sudah menunjukkan pukul 14.31. Masih keburu harusnya untuk mengantri dodonpa. Kuperkirakan antriannya paling lama sekitar tiga jam. Dalam beberapa menit saja, kami sudah sampai di ekor antrian dodonpa. Ah, perkiraanku meleset rupanya. Antrian dodonpa ini melebihi antrian takabisha, yaitu tiga jam sebelas menit. Tadinya, aku sudah mau menyerah memainkan permainan ini. Akan tetapi, Asuka langsung menepuk pundakku.
“Sayang, memang kita harus berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang nikmat. Memang kita harus membuang waktu tiga jam lebih untuk sampai ke tujuan. Tapi, bayangkan apa yang menanti kita. Perasaan yang sama seperti saat kita bermain takabisha tadi. Bayangkan saat kita berhubungan seks. Memang awalnya adalah pemanasan yang membuat kita tidak sabaran. Tapi, sewaktu di babak utama, yaitu saat batang kemaluanmu sudah memasuki lubang kemaluanku, rasanya tidak terbayangkaaann. Apalagi saat kita mencapai kenikmatan puncak. Rasanya itu... uoohhhh...” Kata Asuka dengan mengebu-ebu.
“Hei sayang. Itu terlalu vulgar untuk diucapkan di tempat umum begini.” Kataku dengan “panik”, sambil melihat kanan kiri untuk memastikan tidak ada yang melihat, yah tentu saja pura-pura.
“Sayang, jangan khawatir. Tidak ada yang mengerti bahasa kita.” Kata Asuka.
“Ah, betul juga ya. Kita berbicara dalam Bahasa Indonesia.” Kataku.
Asuka mengangguk sambil tersenyum dengan manis. Aku betul-betul dibuat gemas olehnya.
“Aku sudah tidak sabar menanti malam tiba.” Kataku.
“Aku jugaa, sayaanggg...” Kata Asuka.
“Bagaimana kalau kita pulang sekarang saja, dan langsung bermain di ranjang?” Tanyaku.
Asuka sejenak tertegun dengan perkataanku. Ia mulai berpikir, sepertinya ia akan menyetujuinya.
“Aku sangat ingin, sayang. Tapi tanggung, kita sudah disini.” Kata Asuka.
“Oh, benar juga ya.” Kataku.
“Tidak apa-apa. Palingan hanya beda tiga jam lebih saja. Tidak terlalu lama itu.” Kata Asuka.
“Betul, sayangku.” Kataku.
Kami pun mengantri dengan sabar menunggu tiga jam sebelas menit. Setelah tiga jam lebih, akhirnya antrian neraka itu pun selesai. Kami segera bersiap-siap untuk naik ke dodonpa. Dodonpa ini adalah roller coaster panjang dengan empat segmen tempat duduk, dimana setiap segmen nya bisa memuat dua orang. Kelebihan dari dodonpa ini adalah kecepatannya yang sangat tinggi, yaitu 172 kilometer per jam. Kalau bermain takabisha tadi, kita merasa seolah kita sedang jatuh bebas disertai dengan angin kencang yang bertiup dari bawah. Akan tetapi, bermain dodonpa ini membuat kita merasa didorong dengan sangat cepat dari belakang, melawan hembusan angin kuat yang datang dari depan. Adrenalin yang terpompa pun sangat kuat. Aku dan Asuka berulang-ulang berteriak karena saking senangnya.
Setelah bermain dodonpa, aku dan Asuka segera menuju mobil untuk pulang. Ya, setelah dodonpa, ada permainan yang jauh lebih menggiurkan dibandingkan dengan takabisha dan dodonpa hehehe. Aku mengemudikan kendaraanku menyusuri jalan layang.
Akhirnya, kami sampai pada terowongan underpass yang menandakan bahwa kita sudah dekat dengan Tokyo. Aku terus menyusuri terowongan underpass itu, sampai akhirnya terdengar suara keras semacam ledakan, disertai dengan guncangan seperti gempa bumi kecil. Tiba-tiba saja, aku melihat bahwa atap terowongan underpass tempat kami sedang berjalan ini ambruk. Sial! Kalau aku membawa dua pedangku, aku bisa memotong batu yang ambruk ini dengan mudah. Lagipula aku sedang menyetir mobil, dan disampingku ada Asuka. Aku tidak bisa melakukan manuver sembarangan ataupun turun dari mobil, karena bisa membahayakan Asuka. Sekilas aku melihat Asuka juga kaget dengan apa yang terjadi. Asuka pun sepertinya tidak sempat berteriak, ataupun berbicara. Kondisi yang ia alami seolah-olah sama denganku, ingin melakukan sesuatu, tetapi tidak bisa.
Cih, satu-satunya cara yang kumiliki adalah menggunakan setir mobil untuk memanuver mobil dengan hati-hati dan menghindari atap terowongan yang rubuh. Aku menghindari runtuhan besar yang pertama dengan membanting setirku ke kanan, kemudian membalasnya kembali ke kiri untuk menyeimbangkan mobil dan berjalan lurus. Akan tetapi, runtuhan berikutnya yang jatuh didepanku terlalu besar dan tidak mungkin kuhindari. Saat aku melihat spion belakang pun, atap-atap terowongan dibelakangku mulai runtuh.
Sepertinya memang tidak ada jalan lain. Aku harus keluar dari mobil ini dan membawa Asuka, sambil menghindari batu-batu yang runtuh menimpa kami. Belum sempat aku membuka kunci pintu mobil untuk membuka pintu, tiba-tiba suatu cahaya berwarna hijau menyelimuti sekeliling kami, dan melindungi kami dari batu-batu yang jatuh. Cahaya hijau itu seperti substansi jelly yang memantulkan dan membelokkan batu-batu yang jatuh kearah kami. Bukankah ini, forcefield milik Ayumi? Ya, aku yakin sekali bahwa itu forcefield milik Ayumi. Selama enam bulan ini, dia pasti sudah memperkuatnya, sehingga bisa menahan hantaman yang keras seperti terowongan jatuh sekalipun.
Batu-batu atap terowongan itu terus jatuh, tetapi kami terus terlindungi oleh forcefield milik Ayumi itu. Hingga akhirnya, seluruh terowongan ini ambruk sudah, sedangkan batu-batu yang menimpa kami dibelokkan dengan sempurna oleh forcefield milik Ayumi, sehingga kami tidak terkubur diantara batu-batu. Mobilku tidak rusak sama sekali. Aku segera keluar dan membawa Asuka jauh-jauh dari terowongan ini. Setelah itu, aku sejenak berdoa kepada Tuhan, kusampaikan syukur yang begitu besar karena Dia telah menolong kami semua dari bahaya. Setelah selesai berdoa, aku melihat kondisi Asuka. Sepertinya ia baik-baik saja. Bahkan ia tidak merasa takut sedikitpun atas apa yang telah menimpa kami. Heran aku, mengapa ada wanita yang bisa sekuat ini ya? Padahal wanita normal biasanya pasti sudah trauma.
“Untunglah, kita selamat karena benda cahaya hijau itu. Pasti pertolongan dari Surga” Kataku.
“Iya. Memang itu kehendak Allah. Akan tetapi, aku melihat pelakunya.” Kata Asuka.
“Maksudmu, terowongan itu rubuh karena disengaja?” Tanyaku.
“Bukan. Pelaku yang melindungi kita. Saat terowongan itu rubuh dan mulai memperlihatkan udara luar, aku melihat seseorang. Seorang wanita, tidak terlalu tinggi, berambut sepundak, berbaju kemeja kuning dan celana panjang hitam. Ia melemparkan sesuatu kearah kita, sesuatu berbentuk bola. Tiba-tiba saja, bola itu mengeluarkan benda cahaya hijau yang menyelimuti dan melindungi kita.” Kata Asuka.
“Oh, begitu. Siapapun itu, kita patut berterima kasih. Untuk sekarang, mari kita pulang. Kita panggil taksi saja.” Kataku.
Asuka pun hanya mengangguk pelan, kemudian mengikutiku berjalan untuk mencari taksi. Kami meninggalkan mobil kami di tempat itu, karena walaupun tidak rusak, kami tidak bisa memindahkannya.
Dari deskripsi yang disampaikan oleh Asuka, tidak salah lagi, orang itu pasti Ayumi. Mengapa dia ada disini? Apakah ia terlibat dengan kehancuran terowongan itu? Aku segera memasukkan tanganku ke saku celanaku. Tanpa mengeluarkan telpon genggamku, aku mengetik pesan kepada Matsuyama.
“Matsuyama. Selidiki koordinat yang kuberikan ini. Ayumi tadi ada disekitar koordinat ini.” Begitulah pesanku kepada Matsuyama.
Scene 1
Takeru Yamamoto
Asuka Kirishima
Hari ini adalah hari jumat, dan merupakan liburan nasional di Jepang. Jadi, aku sedang dalam long weekend. Seharusnya sih begitu, tetapi sayangnya polisi tetap bekerja. Yah, walaupun sebagai pemimpin tertinggi Hikari, aku diperbolehkan untuk bekerja secara remote, yaitu bekerja dari rumah.
Sebetulnya, aku sangat ingin menghabiskan waktu bersama Asuka, yang merupakan istriku yang sangat kucintai. Akan tetapi, keadaan sepertinya tidak begitu mendukung untuk itu. Saat ini, internal Hikari sedang disibukkan oleh masalah yang sangat misterius, dan juga sangat merugikan. Sejak Matsuyama dan Kagura menunjukkan simbol bintang dan bulan sabit itu, Ayumi menghilang. Pada hari pertama dan kedua ia tidak masuk, kupikir dia sakit. Setelah hari ketiga, Kagura melapor padaku bahwa telpon genggam nya tidak aktif. Telpon rumahnya pun tidak diangkat. Matsuyama melapor bahwa rumahnya kosong, dan tidak ada tanda-tanda yang aneh.
Saat ini, Kagura kutugaskan untuk menjaga aktivitas dunia bawah agar tidak terlalu diluar kontrol. Biasanya Ayumi menggunakan alat canggihnya untuk memantau perbatasan antar negara. Akan tetapi, berhubung dia menghilang, tidak ada yang menempati posisi itu. Mau tidak mau, Kagura jadi bekerja lebih untuk menggantikan Ayumi. Adapun Matsuyama kutugaskan untuk mencari tahu dimana Ayumi. Yang mengherankan adalah, bukan hanya Ayumi yang menghilang, tetapi juga keluarganya. Dan seluruh tetangganya pun tidak ada yang tahu. Sangat misterius.
“Takeruu... Kamu tidak ke kantor hari ini?” Tanya Asuka.
“Tidak, Asuka. Aku bekerja dari rumah hari ini, hanya menunggu kabar dari anak buahku saja.” Kataku.
“Oh, begitu. Baguslah hehehe.” Kata Asuka.
Hmmm, apakah ini hanya perasaanku saja atau memang demikian? Walaupun Asuka tertawa, tapi aku bisa merasakan adanya fluktuasi pada tenaga ki miliknya. Seolah-olah dia mengharapkan bahwa aku pergi ke kantor. Yah, bisa jadi sih karena dia tidak tahu cara menggunakan tenaga ki yang ada dalam tubuhnya, jadi tenaga ki miliknya sering berfluktuasi. Tapi, kenapa dia mengharapkanku ke kantor ya? Atau jangan-jangan...
“Asuka.” Kataku dengan serius.
“Hmmm?” Kata Asuka dengan senyumnya yang manis.
“Mungkinkah kamu....” Kataku dengan serius.
Asuka mengernyitkan dahinya. Lama-kelamaan, raut wajahnya berubah menjadi serius. Seperti sedang ketakutan menuggu pertanyaan dariku.
“Mungkinkah... ada lelaki lain didalam hatimu?” Tanyaku.
Asuka terdiam selama beberapa detik. Kemudian, seolah lega, ia tersenyum.
“Tentu tidak, Takeru. Kamulah satu-satunya laki-laki yang menempati bagian paling banyak dalam hatiku.” Kata Asuka sambil memelukku.
Aku pun balas memeluknya hingga kita saling berpelukan.
“Mengapa kamu bertanya demikian?” Tanya Asuka.
“Aku sadar Asuka, terkadang aku lebih mementingkan pekerjaan diatas segalanya. Saat kemarin aku pergi ke pedalaman Honshu selama enam bulan saja, kamu pasti sendirian. Setelah itupun, aku lebih banyak memikirkan masalah kantorku.” Kataku.
Asuka kemudian menghela napas panjang.
“Takeru, apa yang kamu bicarakan? Apa menurutmu aku ini wanita yang akan berpindah hati hanya karena itu? Takeru, aku mengerti bahwa apa yang kamu lakukan itu juga untuk keluarga kecil kita ini. Tidak perlu merasa bersalah. Dan tidak perlu merasa takut juga, karena sampai kapanpun, kamu tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun.” Kata Asuka sambil kemudian mencium bibirku.
Aku sangat lega mendengarnya. Asuka, istriku, ini memang istri nomor satu. Aku sangat bahagia bisa mendapatkan dia sebagai istriku. Baiklah, sudah kuputuskan bahwa hari ini saja, aku akan tutup mata terhadap apa yang terjadi di dunia bawah. Yah, semoga saja tidak ada yang menghancurkan Jepang pada hari ini. Aku segera mengirimkan pesan pada Kagura dan Matsuyama bahwa aku akan off hari ini.
“Asuka!” Panggilku dengan tegas.
“Eehh?” Jawab Asuka.
“Hari ini kita bermain di Fuji-Q sepuasnya yuk.” Kataku.
Asuka terdengar heran pada awalnya. Namun, ia langsung sumringah.
“Ayuuukkkk!” Kata Asuka.
Fuji-Q adalah suatu taman bermain yang letaknya di kaki Gunung Fuji. Menurut beberapa orang, Fuji-Q ini adalah taman bermain terseram di Jepang, karena dilengkapi dengan roller coaster yang sangat tinggi dan kencang. Asuka sangat suka sekali bermain di taman hiburan.
“Takeruu, padahal kamu orangnya itu panikan sekali, dan seperti anak-anak. Akan tetapi, kamu ternyata suka ya bermain permainan seram seperti itu. Syukurlah.” Kata Asuka.
“Iya, begitulah. Herannya aku suka permainan seperti itu. Aku juga bingung.” Kataku sambil tertawa kecil.
Aku memang dimata Asuka adalah seorang yang sangat panikan. Akan tetapi, aku sebetulnya hanya berpura-pura saja untuk menghilangkan kecurigaan sedikitpun bahwa aku adalah pimpinan tertinggi dari organisasi polisi rahasia Hikari.
“Ayo kita siap-siap sekarang. Ah sudahlah, kita langsung berangkat saja. Buang-buang waktu, sekarang sudah hampir jam sepuluh pagi nih, sayang jika membuang-buang waktu lebih lama.” Kata Asuka.
“APA??!! GAWAT!!! KITA HARUS PERGI SEKARANG!!! AYOOO!!!” Kataku dengan “panik”.
Haah, sebetulnya capek menjadi orang yang selalu berpura-pura panik. Kami berdua segera naik ke mobil, dan mobil pun kulajukan kearah Fuji-Q. Karena rumah kami cukup jauh dari Fuji-Q Highland, maka perjalanan pun memakan waktu cukup lama, hampir dua jam.
Sesampainya di Fuji-Q Highland, aku dan Asuka langsung turun dari mobil setelah memarkir mobil. Sekarang sudah hampir jam dua belas siang. Ya ampun, ramainya bukan main tempat ini. Aku tidak heran sih karena ini long weekend. Kalau begini sih, bisa-bisa kita hanya kedapatan bermain dua permainan saja karena waktu mengantri satu permainan bisa dua sampai dengan tiga jam.
“GAWAT INI! BAGAIMANA INI??” Kataku lagi-lagi dengan “panik”.
“Sayang, tenang saja. Toh kita sudah sampai disini, tidak mungkin kita pulang lagi dan kembali lagi besok. Bagaimana kalau kita susun rencana kita selama di Fuji-Q Highland ini?” Kata Asuka dengan senyumnya yang sangat manis.
Uoohhh, senyum istriku itu memang tidak tertahankan. Kamu memang wanita paling cantik di dunia, Asuka. Aku sudah tidak sabar nanti malam untuk melihat dirimu yang lebih cantik, dirimu yang tidak mengenakan busana apapun di tempat tidur hehehe. Selain cantik, pembawaan Asuka pun juga sangat tenang. Ia selalu bisa menenangkanku yang “panik” ini. Hebat sekali. Tapi berpura-pura menjadi orang panik memang melelahkan. Suatu saat nanti, aku akan pura-pura belajar untuk tidak panikan lagi, dan tinggal menjadi diriku yang sebenarnya. Hilanglah sudah penderitaanku. Aku tidak sabar menunggu datangnya hari itu.
Setelah memutuskan dengan cermat, kami sampai pada kesimpulan bahwa kami akan bermain takabisha dan dodonpa. Kami berjalan lebih dulu ke takabisha karena permainan itu lebih kami minati. Dalam beberapa menit saja, kami sudah sampai di tempat takabisha. Antriannya seperti yang kuduga, dua jam empat puluh tiga menit. Yah, tidak ada jalan lain selain mengantri. Aku dan Asuka mengantri secara bergantian. Aku antri, Asuka duduk. Begitu Asuka mengantri, aku memberikan surprise kepadanya berupa minuman. Asuka sangat senang menerima surprise kecil itu dariku. Aahh, mukanya begitu manis, dan menggemaskan. Istriku memang paling cantik di dunia.
Setelah kuhitung persis, yaitu dua jam tiga puluh tujuh menit, akhirnya kami sampai di antrian paling depan. Takabisha merupakan roller coaster dengan dua segmen penumpang, dengan masing-masing segmennya bisa memuat empat orang. Pengamannya ada diatas pundak dan mengikat sampai ke pinggang, indikasi bahwa roller coaster yang cukup menyeramkan. Dikatakan bahwa takabisha ini merupakan roller coaster dengan kemiringan tertajam di dunia, yaitu 121 derajat.
Akhirnya, kami dapat kesempatan untuk menaiki takabisha. Takabisha ini betul-betul tidak ada bandingannya dengan roller coaster di Disneyland atau Universal Studio. Betul-betul berbeda sekali. Adrenalin yang kudapatkan betul-betul terpompa secara sempurna. Yaah, aku pernah sih berada pada situasi yang menyeramkan, yaitu dalam pesawat yang hendak jatuh akibat kegagalan pada seluruh mesin jet pesawat. Berkali-kali aku dan Asuka menjerit karena saking senangnya bermain takabisha. Setelah sekitar beberapa menit, akhirnya kegembiraan itu sirna. Kami harus turun dari takabisha karena permainan sudah selesai. Ingin sekali rasanya aku menaikinya lagi, tetapi melihat antrian yang begitu panjang, lebih baik main yang lain deh.
Selanjutnya, kami segera menuju atraksi selanjutnya, yaitu dodonpa. Aku melihat jam, dan waktu sudah menunjukkan pukul 14.31. Masih keburu harusnya untuk mengantri dodonpa. Kuperkirakan antriannya paling lama sekitar tiga jam. Dalam beberapa menit saja, kami sudah sampai di ekor antrian dodonpa. Ah, perkiraanku meleset rupanya. Antrian dodonpa ini melebihi antrian takabisha, yaitu tiga jam sebelas menit. Tadinya, aku sudah mau menyerah memainkan permainan ini. Akan tetapi, Asuka langsung menepuk pundakku.
“Sayang, memang kita harus berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang nikmat. Memang kita harus membuang waktu tiga jam lebih untuk sampai ke tujuan. Tapi, bayangkan apa yang menanti kita. Perasaan yang sama seperti saat kita bermain takabisha tadi. Bayangkan saat kita berhubungan seks. Memang awalnya adalah pemanasan yang membuat kita tidak sabaran. Tapi, sewaktu di babak utama, yaitu saat batang kemaluanmu sudah memasuki lubang kemaluanku, rasanya tidak terbayangkaaann. Apalagi saat kita mencapai kenikmatan puncak. Rasanya itu... uoohhhh...” Kata Asuka dengan mengebu-ebu.
“Hei sayang. Itu terlalu vulgar untuk diucapkan di tempat umum begini.” Kataku dengan “panik”, sambil melihat kanan kiri untuk memastikan tidak ada yang melihat, yah tentu saja pura-pura.
“Sayang, jangan khawatir. Tidak ada yang mengerti bahasa kita.” Kata Asuka.
“Ah, betul juga ya. Kita berbicara dalam Bahasa Indonesia.” Kataku.
Asuka mengangguk sambil tersenyum dengan manis. Aku betul-betul dibuat gemas olehnya.
“Aku sudah tidak sabar menanti malam tiba.” Kataku.
“Aku jugaa, sayaanggg...” Kata Asuka.
“Bagaimana kalau kita pulang sekarang saja, dan langsung bermain di ranjang?” Tanyaku.
Asuka sejenak tertegun dengan perkataanku. Ia mulai berpikir, sepertinya ia akan menyetujuinya.
“Aku sangat ingin, sayang. Tapi tanggung, kita sudah disini.” Kata Asuka.
“Oh, benar juga ya.” Kataku.
“Tidak apa-apa. Palingan hanya beda tiga jam lebih saja. Tidak terlalu lama itu.” Kata Asuka.
“Betul, sayangku.” Kataku.
Kami pun mengantri dengan sabar menunggu tiga jam sebelas menit. Setelah tiga jam lebih, akhirnya antrian neraka itu pun selesai. Kami segera bersiap-siap untuk naik ke dodonpa. Dodonpa ini adalah roller coaster panjang dengan empat segmen tempat duduk, dimana setiap segmen nya bisa memuat dua orang. Kelebihan dari dodonpa ini adalah kecepatannya yang sangat tinggi, yaitu 172 kilometer per jam. Kalau bermain takabisha tadi, kita merasa seolah kita sedang jatuh bebas disertai dengan angin kencang yang bertiup dari bawah. Akan tetapi, bermain dodonpa ini membuat kita merasa didorong dengan sangat cepat dari belakang, melawan hembusan angin kuat yang datang dari depan. Adrenalin yang terpompa pun sangat kuat. Aku dan Asuka berulang-ulang berteriak karena saking senangnya.
Setelah bermain dodonpa, aku dan Asuka segera menuju mobil untuk pulang. Ya, setelah dodonpa, ada permainan yang jauh lebih menggiurkan dibandingkan dengan takabisha dan dodonpa hehehe. Aku mengemudikan kendaraanku menyusuri jalan layang.
Akhirnya, kami sampai pada terowongan underpass yang menandakan bahwa kita sudah dekat dengan Tokyo. Aku terus menyusuri terowongan underpass itu, sampai akhirnya terdengar suara keras semacam ledakan, disertai dengan guncangan seperti gempa bumi kecil. Tiba-tiba saja, aku melihat bahwa atap terowongan underpass tempat kami sedang berjalan ini ambruk. Sial! Kalau aku membawa dua pedangku, aku bisa memotong batu yang ambruk ini dengan mudah. Lagipula aku sedang menyetir mobil, dan disampingku ada Asuka. Aku tidak bisa melakukan manuver sembarangan ataupun turun dari mobil, karena bisa membahayakan Asuka. Sekilas aku melihat Asuka juga kaget dengan apa yang terjadi. Asuka pun sepertinya tidak sempat berteriak, ataupun berbicara. Kondisi yang ia alami seolah-olah sama denganku, ingin melakukan sesuatu, tetapi tidak bisa.
Cih, satu-satunya cara yang kumiliki adalah menggunakan setir mobil untuk memanuver mobil dengan hati-hati dan menghindari atap terowongan yang rubuh. Aku menghindari runtuhan besar yang pertama dengan membanting setirku ke kanan, kemudian membalasnya kembali ke kiri untuk menyeimbangkan mobil dan berjalan lurus. Akan tetapi, runtuhan berikutnya yang jatuh didepanku terlalu besar dan tidak mungkin kuhindari. Saat aku melihat spion belakang pun, atap-atap terowongan dibelakangku mulai runtuh.
Sepertinya memang tidak ada jalan lain. Aku harus keluar dari mobil ini dan membawa Asuka, sambil menghindari batu-batu yang runtuh menimpa kami. Belum sempat aku membuka kunci pintu mobil untuk membuka pintu, tiba-tiba suatu cahaya berwarna hijau menyelimuti sekeliling kami, dan melindungi kami dari batu-batu yang jatuh. Cahaya hijau itu seperti substansi jelly yang memantulkan dan membelokkan batu-batu yang jatuh kearah kami. Bukankah ini, forcefield milik Ayumi? Ya, aku yakin sekali bahwa itu forcefield milik Ayumi. Selama enam bulan ini, dia pasti sudah memperkuatnya, sehingga bisa menahan hantaman yang keras seperti terowongan jatuh sekalipun.
Batu-batu atap terowongan itu terus jatuh, tetapi kami terus terlindungi oleh forcefield milik Ayumi itu. Hingga akhirnya, seluruh terowongan ini ambruk sudah, sedangkan batu-batu yang menimpa kami dibelokkan dengan sempurna oleh forcefield milik Ayumi, sehingga kami tidak terkubur diantara batu-batu. Mobilku tidak rusak sama sekali. Aku segera keluar dan membawa Asuka jauh-jauh dari terowongan ini. Setelah itu, aku sejenak berdoa kepada Tuhan, kusampaikan syukur yang begitu besar karena Dia telah menolong kami semua dari bahaya. Setelah selesai berdoa, aku melihat kondisi Asuka. Sepertinya ia baik-baik saja. Bahkan ia tidak merasa takut sedikitpun atas apa yang telah menimpa kami. Heran aku, mengapa ada wanita yang bisa sekuat ini ya? Padahal wanita normal biasanya pasti sudah trauma.
“Untunglah, kita selamat karena benda cahaya hijau itu. Pasti pertolongan dari Surga” Kataku.
“Iya. Memang itu kehendak Allah. Akan tetapi, aku melihat pelakunya.” Kata Asuka.
“Maksudmu, terowongan itu rubuh karena disengaja?” Tanyaku.
“Bukan. Pelaku yang melindungi kita. Saat terowongan itu rubuh dan mulai memperlihatkan udara luar, aku melihat seseorang. Seorang wanita, tidak terlalu tinggi, berambut sepundak, berbaju kemeja kuning dan celana panjang hitam. Ia melemparkan sesuatu kearah kita, sesuatu berbentuk bola. Tiba-tiba saja, bola itu mengeluarkan benda cahaya hijau yang menyelimuti dan melindungi kita.” Kata Asuka.
“Oh, begitu. Siapapun itu, kita patut berterima kasih. Untuk sekarang, mari kita pulang. Kita panggil taksi saja.” Kataku.
Asuka pun hanya mengangguk pelan, kemudian mengikutiku berjalan untuk mencari taksi. Kami meninggalkan mobil kami di tempat itu, karena walaupun tidak rusak, kami tidak bisa memindahkannya.
Dari deskripsi yang disampaikan oleh Asuka, tidak salah lagi, orang itu pasti Ayumi. Mengapa dia ada disini? Apakah ia terlibat dengan kehancuran terowongan itu? Aku segera memasukkan tanganku ke saku celanaku. Tanpa mengeluarkan telpon genggamku, aku mengetik pesan kepada Matsuyama.
“Matsuyama. Selidiki koordinat yang kuberikan ini. Ayumi tadi ada disekitar koordinat ini.” Begitulah pesanku kepada Matsuyama.