Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Change?

:galau: tingkat dewa.
Sepertinya sudah terkena :racun: :cinta:
Ndak sabar menanti apdet
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
sibarashiii
keren bgt ceritanya suhu

ainun kapaaan gw punya pengalaman ketemu cewe kya ainun
 
Dimohon untuk bersabar kepada para pembaca setia karna update kali ini akan di rapel sekalian buat hadiah THR dari kasak kusuk yg berhembus suhu DH akan memecahkan rekor nya sendiri :n1: nanti akan di update 35 scene, di tunggu dan jgn lupa dukungan semangat nya sebagai motivasi lebih, :banzai: go go menuju update 35 scene



:ngacir:
 
Ini ni,..
Yang buat mereka berharap..

Em anu..aku..anu ..
Aku si terima wae lah mau updatenya berapa aja...★★★
Em..
Tapi klo bisa betulan ★★★ 35 scane ★★★..
:semangat:
Ngarep.com
 
Scene 36
I'm Afraid



Dina Primrose Amarantha


Dini Amarantha Mikaghaliya


Iliana Desy Prameswari



Winda shirina ardeliana


Helena Mauricia

To : Ainun
Aku berangkat dulu

From : Ainun
Maaf, situ siapa ya?
Ijin kepada siapa?

(hufth....)

To : Ainun
Sayang, aku berangkat kemping
Bareng dengan teman-teman kuliahku

From : Ainun
Iya sayang,
Kalau dapat cewek, kasih tahu ya hi hi hi

To : Ainun
Entar cemburu?

From : Ainun
Selama dia tidak mengambil posisiku
Di Komplek ini, hi hi

To : Ainun
Eh, maksudnya?

From : Ainun
Di komplek ini, Arta milik ainun
Begitu sebaliknya,
Dah sayang, berangkat sana nanti terlambat :*

To : Ainun
Iya :)

From : Ainun
:)

Tas ransel berisi perlengkapanku yang seadanya, sudah siap. Penampilan culun juga sudah siap. Dengnan hati-hati aku gendong tasku keluar dari kontrakan. Tadi padi, aku mendapat SMS dari Desy. Katanya dia yang akan menjemputku. Ah, sudah lama sekali aku tidka mendapat SMS darinya. Walau sempat aku balas dan tidak ada balasan kembali darinya.

Dengan langkah sedikit malas, karena sebenarnya aku tidak ingin ikut. Akhirnya sampai di depan gang. Kulihat kanan-kiriku, selang beberapa saat mobil Desy mendekatiku. Mobilnya masih sama seperti yang dulu. Aku dekati mobil Desy, ku buka pintu dan aku masuk. Aku tersenyum kepadanya tapi dia membalasku dengan senyum yang sangat sebentar sekali. Seperti MSG yang dimasukan ke dalam sayuran, sedikit sekali. Dalam perjalanan kami lebih banyak diam, karena pada dasarnya aku juga pendiam, eh, kalau culun maksudnya.

Mobil ini, aku sangat merindukan mobil ini. Eh, kok malah merindukan mobil ya? Jelas, karena memang sudah lama sekali aku tidak berada dalam mobil ini. Tentunya duduk disebelah Desy. Tapi dia selalu diam dalam perjalanan. Tak ada kata-kata atau obrolan sedikitpun.

Selang beberapa saat kami tiba dikampus. Kampus sepi, maklum masih liburan. Di kampus, teman-temanku semua sudah berkumpul. Aku dan Desy adalah yang terakhir. Mobil berhenti dekat dengan kerumunan teman-temanku yang sedang sibuk menyiapkan barang-barang bawaan.

“Kamu mau sampai kapan dalam mobil terus?” ucap Desy, sedikit judes

“Eh, ma-maaf des, aku turun” ucapku

“Dasar sudah tahu sampai masih aja didalam” gerutunya dan aku mendengarnya

“I-iya Des, i-ini a-aku turun”

“Iya! Cepetan! lagian ngapain kamu lama didalam mobil! Ntar kamu berangkatnya gak naik mobil! Huh!” ucapnya sedikit membentak.

Dia kemudian keluar terlebih dahulu. Terasa sangat keras sekali suara Desy ketika menutup pintu. Ternyata dia masih marah kepadaku.

Jeglek... jeglek...

Aku keluar, berjalan mendekati mereka semua.

“Akhirnya Arta ikut juga ho ho” ucap andrew tertawa lepas

“Eh, i-iya ndrew” ucapku memandang andrew, terlihat dari belakang helena tersenyum padaku

“Okay, kumpul semua!” teriak Andrew. Teman-teman kemudian berkumpul mendekati Andrew.

“Baik. Sebelum berangkat kita berembuk dulu” ucap andrew, dan semua mengangguk

“Lu sama gue ar, naik motor, helena biar dimobil Desy” lanjutnya

“Lu beneran pake motor ndrew?” tanya Johan

“Yo’a bro...” balasnya

Desy, Dini, Dina, Winda dan Helena berangkat dengan mobil sedan milik Desy. Sedangkan Salma, burhan, Irfan, Dinda, Johan, Tyas menggunakan mobil yang satunya lagi. Aku bersama Andrew, menggunakan motor sport miliknya. Kami berangkat tepat ketika sinar mentari mulai memanas, ketika mentari mulai merambat naik ke atas kepala. Bahkan kepalaku terasa lebih panas lagi, ini dikarena helm yang aku kenakan terasa sangat sempit. Wajar, ini helm helena.

Perjalaan masih lama, angin semilir bersama dengan laju motor andrew yang lumayan cepat. Dua mobil berada dibelakang kami. Pemandangan yang indah mulai terlihat setelah lama kami berada di atas dua roda. Gedung-gedung sudah mulai berubah menjadi pepohonan yang hijau, udara panas perlahan menjadi lebih segar. Aroma asap di perkotaan lambat laun menjadi hilang dan berubah menjadi aroma alam.

Kanan kiri di tumbuhi pohon trembesi. Pohon yang rindang, digunakan sebagai penyerap gas karbon dioksida dan gas beracun lain,. Gas yang merupakan hasil dari pembakaran bahan bakar kendaraan. Daun dari pohon-pohon tersebut menutupi sinar mentari, membuat suasana perjalanan lebih adem. Sekalipun terhalangi oleh rimbunya daun-daun. Sinar mentari tetap mencoba mencari jalan dari sela-sela rimbunnya daun untuk menemukanku. Sesekali sinar itu menyilaukan matakku yang sedang melihat keindahan pohon-pohon tersebut. Ah... Sungguh sejuk dan suasan yang menyenangkan.

Beberapa orang terlihat berjalan dipinggir jalan. Ada yang memanggul kayu. Ada juga yang memanggul hasil berkebun mereka. Ada yang saling bergotong royong mengangkat barang-barang bawaan mereka. Kebersamaan mereka, senyum tawa mereka, ikhlas dan tulus. Suasana ini mengingatkan aku pada desaku. Desa pelosok yang sedikit sekali tersentuh oleh teknologi.

Jalan yang kami lalui semakin menanjak menuju tempat tujuan kami. Udara semakin lama tak bersahabat dengan jaket tipisku. Mereka menggoda bulu kudukku untuk berdiri, memberi isyarat pada kedua tanganku agar memeluk tubuhku sendiri. Semakin dingin hawa disekitar semakin segar aku rasakan. Apalagi ketika hawa dingin udara masuk kedalam rongga hidungku dan menyegarkan paru-paruku.

Mataku belum lelah untuk mencari-cari keindahan. Keindahan alami dari jalanan yang aku lalui. Wajar saja, jarang sekali aku menemui suasana seperti ini di kota. Menoleh kanan kiri, kadang aku menoleh ke atas melihat awan. Kini mataku terpaku pada seorang tua dengan rokok kreteknya. Duduk dipinggir jalan, disamping sepeda onthel dengan seikat kayu pada bagian belakang sepeda. Orang itu sedang asyik merokok. Matanya terpejam ketika asap dihembuskan keluar dari mulutnya. Terlihat santai dan tak ada tekanan dalam hidupnya. Kelihatan nyaman sekali. Dan, aku iri. Iri karena orang tua itu asyik sekali merokok dipinggir jalan.

Ngueeeng...

Lama perjalanan, akhirnya kulihat sebuah gapura. Gapura besar bertuliskan “WISATA ALAM BUKIT PERMATA”. Sampai juga akhirnya. Motor melambat memasuki area wisata. Ramai, sangat ramai, banyak orang berkumpul. Kulihat senyum tawa mereka. Ada seoran ibu dengan bayinya, seorang Ayah dengan anak perempuannya. Lengkap sebagai sebuah keluarga. Sesuatu yang tak pernah aku rasakan dalam hidupku. Berkumpul bersama keluarga yang utuh. Hatiku kembali merasakan iri. Iri melihat pemandangan yang tak lepas dari mataku. Iri karena kebersamaan mereka.

“Woi Ar! Sampe kapan lu mau nebeng gue?” teriak Andrew, membuyarkan lamunanku

“Eh, maaf ndrew” ucapku.

Aku tersadar dari lamunanku. Lamunan karena irinya hatiku memandang mereka. Aku turun dan kulepas helmku.

“Elu pinter tapi dodol ya ar, banyakan ngelamun lu ha ha ha” ucapnya, aku hanya tersenyum dan menunduk. Kuserahkan helm ke Andrew.

“Andrew dia memang benar-benar sama, bahkan mirip sekali sifatnya” bathinku

Dua mobil parkir berdampingan tak jauh dari parkir motor Andrew. Mereka semua keluar dengan menenteng tas mereka masing-masing. Kami kemudian berkumpul. Andrew lalu menjelaskan rencana kemping hari ini. Perjalanan menuju tempat kemping, sebenarnya bisa ditempuh dengan menggunakan mobil atau motor. Tapi kami memilih untuk berjalan bersama menuju tempat tersebut. Ini semua ide Andrew dari awal, agar ada kenangan dan kebersamaan kami lebih kuat tentunya.

Dengan langkah bersama kami menuju ke tempat yang sudah ditentunkan. Masing-masing membawa baranng bawaan. Sebagian ada juga yang membawakan barang pasangannya. Tapi yang aku tahu, yang sudah “sah” adalah Andrew-Helena. Sedangkan yang lain belum sama sekali.

“Mas, kok aku yang suruh bawa, beraaaat” rengek Helena kepada Andrew.

Dengan manjanya Helena meminta Andrew untuk membawakan barang bawaannya. Ah, beruntungnya Andrew. Aku? Aku berada paling belakang, selain menikmati perjalanan, aku juga mengamati mereka semua. Dan hanya aku pula yang tidak diberi beban berlebih oleh para perempuan disini. Maklum, culun.

“Eh, he he he... maaf sayang, lupa he he he” balas andrew

“Dasar lu gak peka ndrew jadi cowok” sahut Dini yang berjalan melewati Helena

“Bener tuh” ucap Dinda tak kalah membully Andrew.

Andrew kelihatan acuh dengan ucapan para perempuan tersebut.

“Iiih, Andrew sayang. Bawain juga dong punya Dina hi hi” Dina menimpalli. Semari mendekati Andrew dan Helena.

“Yeee... enak saja, kalau buat helen, apapun weeek” ejek andrew

“Ih! Kita putus!” bentak Dina, yang langsung menjauhi Andrew dan Helena.

“Oooo... jadi sekarang Mas sama Dina gitu? Oke, berarti aku boleh sama yang lain” ucap helena, kelihatan sekali bercandanya. Walau wajahnya dipasang jengkel.

“Lho... lho sayang kok malah marah? Dina kan cuma bercanda” tanya andrew heran

“Bodo” ucap helena meninggalkan Andrew sendirian. Sejenak Andrew tampak bengong dengan sikap Helena. Aku kira dia tahu kalau Helena bercanda.

“Dina sayang sini, sekarang aku sama kamu aja. Sama cowok kebanyakan ngobral cinta” ucap helena

“Aaah, akhirnya kamu mau juga sama aku say. Tinggalin aja tuh cowok kamu” ucap Dina

“Ini apa-apaan sih? Malah lesbong” ucap Desy menyela pembicaraan mereka berdua.

“Iiih, umi gak tahu sih nikmatnya lesbong hi hi hi” balas Dina

“Yaelah din, lu gak berubah-ubah. Sama aja kaya semester satu” ucap Tyas

“Iiih, Dina. Ntar malem aku gak mau bobo sama Dina” ucap Winda yang berlari kecil melewati Dina mendekati Desy.

“Aku juga...” ucap Salma berlari ke arah Desy dan Winda, begitupula Tyas

“Ya udah syukur deh kalau begitu. Berarti kita bisa berduaan lama banget say” ucap Helena kepada Dina

“Ih, asik nih hi hi” canda Dina, mereka berdua tampak seperti pasangan kekasih sesama jenis. Tapi semua tahu kalau itu hanya sebuah candaan.

“Sayang, lha mas gimana?” ucap andrew, sembari membuka kedua telapak tangannya

“Kasihan, tidur diluar” ucap burhan melewati andrew sembari menepuk bahunya.

“Di atas api unggun ndrew ha ha” teriak Johan yang sudah berada di depan dengan tangan berpingagang. Tampak sekali Johan kelelahan.

“Ntar kalau kurang anget gue siram pake bensin” canda Irfan tepat dibelakang Johan

“Tega lu pada, ya udah gue sama Arta saja” ucap andrew

“Eh...” aku terkejut dan bingung ketika namaku disebut.

“Hai! Kalian mau sampai kapan disitu? Kita belum mendirikan tenda, cari kayu, dan lain sebagainya” bentak Dini, dengan tangan berpinggang. Dia sudah berada paling depan sendiri, bersama Dinda.

“Dasar! Kalian mau kemping apa main drama?!” bentak Dinda

“Waduuuh... Galaknya keluar lariiii...” teriak andrew yang langsung berlari melewati teman-teman.

Aku sebenarnya geli tapi mau bagaimana lagi, aku harus menahannya. Canda tawa bersama dalam perjalanan ini juga dalam persahabatan ini. Persahabatan, semoga menjadi persahabatan ini menjadi abadi. Sedikit senyum, aku berjalan mengikuti mereka yang bisa bercanda dengan bebas. Sedangkan aku hanya bisa menahan tawa ketika melihat lelucon mereka.

“Nah, teman-teman, hari ini kita akan menginap disini” ucap andrew, berdiri dengan tangan terbuka di sebuah tanah yang lumayan lapang

“Eh, sayangku andrew. Bangunin tendanya ya?” ucap helenan manja ke arah andrew

“Eh, pasti sayang, pasti” ucap andrew

“Ndrew sekalia dong, tenda cowok” ucap Irfan

“Gue normal, gak homo” jawab andrew kepada Irfan

“Apa hubungannya tenda sama homo ndrew? Otak lu kerasukan sianida ya? Sompak lu ndrew ha ha ha” canda Johan

“Sudaaaah... Arta, sama burhan cari kayu dulu sana” ucap Salma

“Eh, iya” balas Burhan, aku hanya mengangguk saja

“Ciyeee... Burhaaaaaan” canda semua orang. Kulihat Burhan menunduk, karena kita semua tahu, Burhan suka kepada Salma

Aku dan burhan kemudian masuk ke hutan pinus, mecari ranting pohon. Jarang sekali tanaman yang tumbuh dibawahnya, jelas saja pohon pinus selalu membuat tanah menjadi asam sehingga sulit untuk tanaman lain tumbuh. Kami berjalan sambil mengumpulkan ranting-ranting pohon. Terkadang kami beruntung, karena ada beberapa kayu-kayu yang lumayan besar dan bisa lebih tahan lama ketika dibakar.

Disebalah hutan pinus aku menemukan sepetak tanah yang di tumbuhi tanaman herbal. Tanaman herbal yang biasa digunakan untuk obat. Entah itu luka luar atau luka dalam. Kupandangi sejenak tanaman-tanaman tersebut. Ah, lagi-lagi aku teringat akan desaku. Membuatku rindu. Disana untuk mendapatkan tanaman seperti ini sangatlah mudah.

Kembali ke pencarian, Burhan sama saja denganku, sedikit pendiam tapi tak sependiam aku. Sesekali kami bercakap namun hanya sebatas tentang mencari kayu saja. Lama kami mencari hingga ranting-ranting kayu telah dapat kami kumpulkan, sangat banyak. Setelah terkumpul kami ikat menjadi beberapa ikat kayu.

Karena hanya kami berdua yang mencari kayu, maka hanya sedikit saja yang kami bawa kembali ke tenda. Sama seperti sebelumnya, Aku dan burhan lebih banyak diam. Sesampainya di tempat berkumpulnya teman-teman, sudah ada dua tenda besar sudah berdiri bersampingan. Tepat ditengah-tengah ada bebatuan kecil yang ditata rapi.

“Wah dikit banget, kurang tuh” ucap Johan

“Disana masih ada Jo. Tenang aja. Ini juga mau balik lagi kesana untuk ambil sisanya” ucap Burhan kepada Johan, sembari meletekan ranting pohon yang dibawanya. Aku berada dibelakang Burhan hendak meletakan ranting pohon yang aku bawa.

“Arta kelihatan gagah deh kalau bawa kayu” goda Dina kepadaku, yang sedang duduk didepan tenda dengan segelas minuman, semua melihat kearahku. Aku tersenyum dan menunduk.

“Iiih, Dina gitu deh, katanya sayangnya sama aku” ucap Helena

“Eh, maaf say, keceplosan. Kamu sih tadi manggil Andrew sayang-sayangan. Aku kan cemburu say” canda Dina

“Sudah, biar mereka kerja dulu. Buat ntar malam” ucap Desy yang keluar dari tenda

“Iya, bener tuh umi. Winda kan takut gelap” manja Winda, yang ikut keluar dari tenda bersama Desy

“Ih, wind, lu sok manja deh. Gak dapet jatah dari yayang ya?” ucap Tyas, yang asyik dengan sematponnya

“Palingan, kelihatan tuh” ucap Dini, yang sedang duduk di sebelah Dina

“Dini!” bentak Winda, Dini menjawabnya dengan juluran lidah

“Eh, sayang Winda jangan marah. Sini Dina peluk, cup... cup... cup...” ucap Dina, menarik Winda dalam pelukannya

Para perempuan tertawa melihat Winda yang jadi bahan ejekan. Aku sempat ingin tertawa karena candaan mereka. Tapi tertahan oleh tubuhku. Winda, aku tahu bagaimana pacarnya dliluar sana. Mungkin lebih baik diam daripada menambah masalah. Candaan dihentikan oleh Desy yang meyuruh kami, para lelaki, agar segera mencari kayu tambahan untuk malam nanti. Dan Andrew, dia berllari terlebih dahulu menuju ke dalam hutan.

Aku bersama yang lain menyusul andrew yang sudah terlebih dahulu menuju lokasi mencari ranting. Johan, Irfan dan Burhan tampak sekali akrab Mungkin karena aku nya saja yang kurang gaul jadinya tidak bisa seakrab mereka. Setelah berjalan beberapa saat, Andrew sedang menunggu kami ditumpukan ranting yang aku kumpulkan bersama burhan.

“Woi, malah pada curhatan!” teriak Andrew yang tak jauh dari kami

“Lu semangat banget sih Ndrew?” ucap Irfan

“Semangat lah, masa kagak semangat?” balas andrew

“Ya iyalah, ada ratu hatinya, wajar fan” ucap Johan

“Dah nih, bawa satu-satu. Lumayan juga nih si Arta ma burhan nyari kayunya” ucap Andrew sambil mengambilkan ranting kayu untuk Irfan. Setelahnya, dengan bantuan Andrew kami mmanggul kayu-kayu itu di pundak kami. Aku berjalan dibelakang mereka berempat.

“Gimana Fan? Udah pa belum?” ucap Andrew. Sebuah percakapan yang belum aku mengerti. Kelihatannya memang hanya mereka berdua saja yang mengerti.

“Belum Ndrew, Sabarlah. Namanya juga lagi usaha” ucap balas Irfan

“Halah, kelamaan Fan. Ntar gosong kalau lu masak terus!” ucap andrew dengan nada keras

“Usaha aja baru tengah semeser tiga ini, gue kagak gila Ndrew. Pelan sajalah, lagian mau ujian juga” jawab Irfan

“Lha mangkanya ujian itu, dodol! Malah bisa belajar bareng, somplak lu ha ha ha” balas Andrew. Irfan berhenti berjalan, melihat andrew, Johan dan burhan.

“Bener juga kata lu Ndrew, kenapa gak kepikiran ama gue ya?” ucap Irfan dengan satu tangannya menggaruuk kepala.

“Emang lu itu dasar dodol!” ucap Andrew yang menyempatkan berhenti berhenti sejenak.

“Ah, ntar ajalah. Gue yakin bakalan ada waktu yang tepat buat itu semua ho ho” bela Irfan, dan melanjutka langkahnya

“Iya, yang penting waktunya itu bukan ketika lu berumur 40 tahun ha ha ha” tawa Andrew

“Kampret lu Ndrew! Doain temen, jelek banget!” balas Irfan

“Kalian itu kagak capek apa berantem mulu?!” Johan menyela percakapan mereka

“Eh, mas Johan. Ha ha ha...”

“Lha lu sendiri gimana jo?” tanya Andrew

“Semua orang lu tanyain mentang-mentang udah dapet Helena! Apa gak bosen lu nanyain temen-temen lu?!” bentak Johan, ah sekarang aku mengerti arah pembicaraan mereka, perempuan. Aku mengamati mereka dari belakang, cukup dari belakang saja.

“Emang somplak ini otak temen kita jo” sela Irfan

“Palingan ha ha ha” tawa Johan

“Gue nanyai lu pada, biar lu pada itu kagak jomblo seumur hidup! Gue kan juga seneng kalau kalian dah punya gandengan” ucap Andrew

“Entahlah, gue juga belum ngerti juga. Dia masih inget kagak, gue juga gak yakin tapi gue bakal berusaha. Apapun hasilnya” ucap Johan

“Kalau negatif?” ucap Irfan

“Ya masuki lagilah, keluarin didalem biar positif” canda Andrew

“Dasar otak mesum lu!” bentak Johan dan Irfan

Gelak tawa dari mereka bertiga, kecuali aku dan burhan.

“Kalau negatif, ya... gue gak tahu. Cuma dia yang ada di otak gue sekarag” ucap Johan

“Moga aja positif, kalau negatif, gue cuma gak tahu lu bakalan jadi apa jo” ucap Andrew

“Haaaaash... masa bodo Ndrew” balas Johan

Hening sesaat, semua kembali melangkah.

“Han... “ panggil Andrew, Burhan menoleh kearah Andrew dan menaikan bahunya. Burhan seakan tahu apa yang akan ditanyakan Andrew

“Udah gitu doang jawaban lu han?” tanya Andrew

“Gue dah tahu Ndrew, pertanyaannya” ucap Burhan

“Lha terus? Apa masih bolak-balik sana-sini? Lu cowok Han...” ucap Andrew

“Sudah Ndrew, gak usah dibahas. Intinya masih usaha” ucap burhan

“Oke, oke, asal jangan kelamaan”

“Han...” lanjut Andrew

“Eh, ya...” buran tampak sedikit kaget ketika melihat keseriusan Andrew

“Dia berbeda han, pilihanmu berbeda. Jadi lu harus lebih sabar” ucap Andrew, Burhan hanya mengangguk

Tiba-tiba Andrew berhenti, dan berbalik arah ke memandang ke arahku

“Ar...” ucap Andrew

“Eh, i.. iya” jawabku berhenti sejenak

“Lu normal kan? Suka ma cewek kan?” tanya Andrew, kampret benar ini orang. apa tidak tahu gandenganku istri orang?!

“Normal Ndrew” jawabku tenang. Tapi Andrew malah tertawa terbbahak-bahak.

“Ar, gak usah didengerin omongan si kampret busuk ini. Dah lu diem aja kalau ditanya” ucap Irfan yang berhenti dan memandangku

“Enak aja lu bilang gue si Kampret Busuk. Gue masih mulus bro ha ha” Protes Andrew diikuti tawanya

Itulah Andrew sama persis dengan dia. Sejak awal kuliah aku sempat terkejut namun aku menyembunyikannya. Bukan karena apa-apa tapi memang Andrew sangat mirip. Cara dia bercanda membuat semua orang “emosi”. Bisa dilihat Irfan, Johan, Burhan ketika Andrew mulai bercanda, mereka terlihat sedikit emosi.

Irfan berjalan ke arahku dan merangkul pundakku dengan satu tangannya memanggul kayu. Andrew berajalan didepan, disusul Johan yang seakan tak percaya dengan ucapan Andrew dan masih saja Johan mengintrogasi Andrew. Burhan berjalan ditengah-tengah. Irfan mengatakan kepadaku, kalau memang begitulah Andrew. Aku hanya mengangguk mendengar kata-kata Irfan. Itu sudah biasa. Aku, Samo, dan Justi lebih parah dari ini.

Mereka benar-benar menyenangkan, teman kuliahku. Seakan-akan mereka hadir untuk menggantikan kedua orang sahabatku, Samo dan Justi. Entah bagaimana kabar mereka, lama kau tidak pernah berjumpa.

Perjalanan menuju tenda penuh dengan canda. Yah, terutama Andrew. Dia yang selalu membuat suasana menjadi sangat ramai. Bahkan tak ada jeda sedikit pun untuk tertawa selama perjalanan menuju tenda. Andrew, benar-benar mirip.

“Hei, lama banget sih? Cepetan! dah mau gelap!” teriak Salma dari kejauhan

Kami segera melangkah lebih cepat. Empat diantara kami, selain aku, menata kayu-kayu yang nantinya akan dijadikan api unggun. Sebenarnya ada juga lampu emerjensi, tapi itu, akan digunakan nanti malam kalau api unggun sudah tak menyala.

Setelah semua beres, dan semua sudah tertata dengan rapi. Kami mulai merapat tepat ketengah-tengah perapian. Andrew, johan, dan Irfan menyalakan api unggun. Tepat ketika petang menyapa, Api sudah menyala. Masih banyak sekali ranting yang belum terpakai, dan ada beberapa kayu besar yang aku temukan juga belum terpakai namun api sudah cukup besar.

Hawa dingin mulai datang. Dengan Api menyala, cahayanya menerangi kami semua. Hawa dingin itu seakan tak mengusik. Tampak Andrew sedang sibuk memasak air, sedangkan para perempuan sibuk menyiapkan minuman hangat. Dan memang benar, mereka tak terlihat kedinginan. Suasana kemping yang baru pertama kali aku rasakan.

Aku bersama dengan tiga orang duduk berhadapan dengan para wanita disana. Mataku sesekali menyapu wajah para perempuan itu. Benar-benar cantik mereka. Desy, senyumnya itu lho. Si Winda yang rada-rada manja gimana gitu. Si Dini, galaknya. Ditambah si Dina, tawanya sangat riang sekali malam ini. Aku kok jadi kangen ya sama mereka berempat. Oh ya, Helena, kalem, dia sempat melempar senyum ke arahku. Tak kutangkap senyumnya, sekalipun aku berusaha menangkap senyumannya pasti gagal. Aku bukan kiper.

“Nih, minum. Dari tadi lu diem mulu Ar, kesurupan ntar” Segelas cangkir minuman hangat diberikan kepadaku. Aku meraihnya, dan mengangguk tersenyum kepada Dini.

“Ciyeee Dini” canda Irfan.

“Lu bilang ciye lagi gue bongkar semuanya” ucap Dini. Tegas, dan terlihat sangat galak.

“Eh, gak jadi” Irfan terdiam

“Hah! Ada apakah antara Irfan dan Dini? Hmmmm....” goda Johan

“Johaaaan” teriak Dinda

“Eh, aduh, ada yang marah ternyata he he” ucap Johan, dengan tawa selengekannya

Canda tawa kami bersama malam ini. Irfan mulai mengisi malam dengan memainkan gitar yang dia bawa. Satu persatu mulai bernyanyi, mereka semua akhirnya bernyanyi. Menyanyikan lagu yang entah aku sendiri tidak tahu. Senyum mereka, tawa mereka. Andrew bernyanyi bergoyang di depan kami semua. Johan menabuh embernya mengiringi Irfa. Tak ada sedetikpun malam ini yang tidak dihiasi oleh senyuman.

Aku hanya ikut-ikut saja, dengan kekakuanku. Tawaku, senyumku, terpaksa. Walau dalam hatiku sebenarnya, aku ingin ikut melompat, berjoget bersama mereka. Hanya satu orang yang hampir mirip denganku, Burhan. Ya, sesekali dia mencuri pandang ke arah Salma. Irfan, dari bola matanya telrihat dia sedang melirik Dinda. Satu mata dengan mata yang lain juga saling mencuri-curi pandang di tempat ini.

Lihat saja Andrew, tak ada yang bisa semesra Andrew dan Helena. Karena yang resmi dan sudah pasti, hanya mereka berdua. Kemesraan mereka berdua hanya sesekali terusik oleh adanya Dina. Iya, Dina yang pura-pura cemburu pada Helena. Kadang Andrew jadi obat nyamuk, karena Helena menanggapi Dina. Disamping Dina, ada Desy. Dia memang sangat dewasa, dia malah seakan seperti kakak perempuan Winda. Apapun yang di inginkan oleh Winda, Desy tahu semua. Di sampingnya lagi ada Dini dan Tyas. Mereka berdua sedang asyik bernyanyi mengiringi petikan gitar Irfan. Sedangkan Salma tampak sibuk dengan sematponnya. Inilah keluargaku, keluargaku malam ini.

Malam semakin larut, kulihat jam dihapeku sudah menunjukan pukul setengan delapan malam. Terdengar suara-suara kegembiraan dari kejauhan yang juga sedang menikmati malam. Tak mungkin untuk tidur, tak mungkin, kita disini untuk merayakan malam tahun baru. Suara-suara nyanyian terdengar semakin keras ketika semua ikut bernyanyi, kecuali aku. Bahkan suara kami terdegar lebih keras dari tenda yang lain.

Aku merasa mengantuk. Beberapa kali aku sudah menguap. Setiap kali aku menguap, setelahnya aku selalu menenggak minuman hangat. Benar-benar lelah mataku. Ku ambil hape didalam saku celanaku. Pukul 09.45, waktu masih panjang. Masih lama untuk bisa tidur, masih 3 jam lagi, kurang lebihnya.

Dengan mata yang aku paksa untuk terbuka. Aku mengikuti setiap keramaian yang dibuat oleh Andrew dan temanku yang lainya. Ngantuk, benar-benar ngantuk. Aku menggeser tubuhku sedikit ke belakang, mencari tempat untuk rebah. Kutata tas-tas agar bisa aku jadikan sandaran. Aku kemudian bersandar, kulihat di jalan ketika kami datang terlihat lampu mobil yang sangat terang, bergerak di jalan tersebut. Aku tak begitu meghiraukannya, begitu pula yang lain. Mungkin kami memiliki pemikiran yang sama, mobil itu numpang lewat.

Tapi mobil itu, tidak melewati kami. Mobil itu bergerak ke arah kami. Berhenti didepan kami, dengan lampu menyorot ke arah kami. Kami semua terdiam, keramaian di tenda kami hilang. Aku bangkit dari sandaranku. Kedua tanganku berada didepan wajahku, menghalangi sorot lampu mobil yang menyilaukan mataku. Aku tak bisa melihat mobil karena cahaya lampu terlalu silau. Semua teman-temanku juga menghalangi cahaya lampu yang menyilaukan mata dengan tangan mereka.

“Woi Matikan Lampu!” Tiba-tiba Andrew berteriak agar mobil tersebut mematikan lampu. Selang beberapa saat setelah teriakan Andrew, lampu mobil padam. Kami melihat sebuah mobil Jeep dengan Empat roda besarnya.

Jeglek.. jeglek...

Terdengar tiga kali pintu mobil terbuka dan tertutup secara berurutan. Kami semua berdiri.

“Halo halo... apa kabar?” ucap seseorang yang sudah tidak asing ditelingaku, Kristian. Aku Sedikit terkejut ketika melihat Kristian. Ditambah lagi mereka berdua, yang bersama Kristian, itu...

“Tian?!” Helena tampak terkejut dengan sosok yang berada didepannya.

“Apa kabar sayangku Helena ha ha” tawa kristian

“Frans!” ucap keras Dini

“Halo sayangku Dini, dah lama tidak berjumpa? Tidak kangen sama aku?” ucapannya yang sok lembut

“Gak bakal!” bentak Dini

“Eits, jangan begitu dong sayang. Ntar nyesel lho” ucap Frans

“Bernad?!” ucap Dina

“Hai sayang, kangen nih ma manja kamu he he” ucap bernad santai

“Lu mau apa kesini!” bentak Dina

Mereka malah tertawa keras!

“Lebih baik kalian pergi, kami tidak ada urusan dengan kalian” Andrew berdiri didepan kami semua, kemudian Johan dan Irfan juga ikut berada dibelakang Andrew

“Ha ha... Andrew, Andrew, lebih baik lu kasih Helena ke gue. Dia ada urusan yang belum selesai ma gue” ucap Kristian

“Eh,...” Andrew tampak terkejut, dan menoleh ke arah helena. Helena tampak sekali ketakutan.

“Helena sayang, apa perlu Andrew tahu? Ha ha” ucap kristian

“Urusan kita sudah selesai, dan tidak ada yang perlu kita selesaikan!” bentak Helena

“Sebenarnya ada apa?” ucap Andrew bingung, semua juga bingung, terkecuali aku.

“Ha ha... lu belum tahu Ndrew? Ha ha... cewek lu itu perek!” Tawa keras Kristian membuat semua orang terdiam

“Jangan ngomong sembarangan!” bentak Dina, memeluk Helena. Andrew masih bingung dengan keadaan ini, terlebih dengan kata-kata kristian.

“Hei ber, dia cewek lu ya?” tanya kristian kepada Bernard

“Mantan, tapi setelah ini dia bakal menyesal ha ha” tawa bernard

“Apa maksudmu mengatakan seperti itu? lagipula kita tidak ada masalah, jadi lebih baik kalian pergi” ucap Andrew dengan nada tenang

“Ha ha... pergi? Gue gak bakalan pergi sebelum perek itu ikut gue!” bentak Kristian

“JANGAN MEMANGGIL HELENA DENGAN SEBUTAN ITU!” Bentak Andrew berlari ke arah Kristian,

Sebuah pukulan keras ke arah kristian tapi kristian dapat menghindarinya. Dan sebuah tendangan mengenai perut Andrew, dia terjatuh kebelakang.

“Lu marah ya? ha ha” tawa Kristian

“Lebih baik kalian tidak usah ikut campur. Kita ada perlu dengan ketiga cewek itu. Kalau bisa cewek yang lain boleh ikut. Ha ha... dan kalian cukup melihat saja ha ha” tawa bernard diikuti Frans

“Bajingan!” teriak Andrew

Aku bingung, seakan tubuhku menjadi kaku saat ini. Bernard, Frans, dan Kristian secara brutal berkelahi dengan Johan, Irfan dan Andrew. Burhan hanya terpaku seperti halnya aku. Semua perempuan disini hanya bisa berteriak, tapi tak ada seorang pun datang menolong. Mereka seimbang, hingga sebuah kecurangan dari pihak kristian, membuat semua menjadi tak seimbang. Mereka bertiga terjatuh. Aku terpaku melihat itu semua. Helena, berlari ke arah Andrew dan langsung memeluknya. Begitupula Dinda dan Tyas, mencoba menolong Johan dan Irfan.

Aku gugup. Tubuhku semakin kaku. Aku paksakan untuk berdiri tegak. Aku melangkah pelan. Tepat didepan ketiga temanku aku membuka kedua tanganku.

“Sudah Ndrew sudah” isak tangis helena terdengar olehku

“To-tolong.. hen-hentikan se-semua i-ini” ucapku, degan mencoba menghalangi mereka

“Hah! Dasar culun, lu yang rusak hubungan gue!” teriak Frans, berjalan ke arahku

“Frans hentikan!” teriak Dini

Sebuah tendangan melayang ke arahku. Aku gugup. Entah kenapa aku gugup, entah kenapa aku menjadi kaku dihadapan mereka. Konsentrasiku buyar. Aku terjungkal kebelakang tepat disamping kiri api unggun.

Ada apa denganku? Kenapa aku ini? Aku bisa bergerak leluasa ketika di taman saat itu, ketika aku mengerjai pacar Mbak Arlen. Tapi ada apa dengan aku yang sekarang?

Samar aku terdengar tangis Helena. Rintih sakit Irfan dan Johan. Teriakan ketakutan para sahabatku. Aku... aku harus menolong mereka tapi aku tak bisa. Tubuh ini... tubuh ini seakan tak mau mengikuti. Gugup, takut, gelisah. Ada apa aku ini?

“Kita buat cacat saja ini anak!” ucap keras Bernard yang terlihat emosi. Ku dengar kata-kata Bernard.

“Hentikan!” teriak Andrew.

Andrew bangkit, melepas pelukan Helena. Dengan cepat mendorong Bernard hingga terjatuh. Aku yang semula jatuh, bangkit dan berdiri kembali. Entah kenapa aku berdiri. Tubuhku kembali bergetar, namun kaku untuk aku gerakan. Andrew terlihat emosi. Dia sudah babak belur, bersama Irfan dan Johan yan sudah tidak berdaya. Tapi Andrew masih tetap maju untuk berkelahi. Terjadi perkelahian yang tidak seimbang.

Tubuhku masih disini. Bergetar karena rasa takut. Aku melihat semuanya terjadi tapi aku diam. Ketakutan itu muncul kembali. Semakin lama rasa takut itu semakin mengekangku. Pelan mataku memandang Andrew yang sedang berkelahi. Sesaat kemudian kulihat tubuhnya terpelanting kesamping kanan api unggun. Bayagan tubuhnya melewati mataku. Tubuh yang sudah tidak berdaya tercermin di mataku. Tidak seimbang, 1 lawan 3. Apa yang harus aku lakukan?

Bola mataku melirik ke arah tiga orang yang berada didepanku. Bernard berjalan kearahku. Mengeluarkan sebuah pisau belati.

“Kenapa? kenapa denganku” bathinku

“Gue buat cacat wajah lu culun!” bentak bernard yang berjalan semakin dekat denganku

“Hentikan!” teriak Andrew, berdiri hendak berlari ke arahku

Ceklek...

“Mending lu diem Ndrew!” ucap kristian menodongkan sebuah pistol berperedam ke arah Andrew. Andrew terhenyak dan terdiam. Frans dan Bernard semakin tertawa keras.

Kristian dengan pistol mengacung ke arah Andrew yang baru saja berdiri. Frans berada di kiri Krsitian dengan tawa yang merendahkan. Irfan dan Johan, butuh waktu bagi mereka untuk kembali bangkit. Dinda dan tyas masih menemani Irfan dan Johan yang terkapar. Desy memeluk Winda yang tampak ketakutan, begitupula Dina dan Dini yang berada dekat dengan Desy.

Helena, masih saja menangis suara tangisnya terdengar jelas ditelingaku. Tangannya menarik kaos Andrew, mencoba mencegah Andrew untuk bergerak lebih jauh lagi. Lagi, dan lagi terdengar tawa yang merendahkan dari ketiga pendatang ini. Bernard...

“Sekarang giliran lu culun!” bentak bernard

“Kenapa aku menjadi seperti ini?” bathinku

Tubuhku kaku. Rasa dingin menguasaiku.

Bernard berjalan ke arahku kembali, dengan pisau belatinya. Tiba-tiba bayangan tubuh Andrew berada didepanku. Dari belakang Andrew, aku masih bisa melihat Bernard terjungkal kebelakang. Kembali Bernard dapat menjatuhkan Andrew dengan mudah. Kini, aku hanya diam terpaku. Pandanganku menunduk ke bawah. Tepat didepanku bayangan Bernard mengangkat belatinya. Tampak sekali dia ingin menyayat wajahku.

“Arta!” teriak Andrew.

Tubuhku kaku. Dingin.

“Andrew sudah!” teriak helena

“Hentikan!” teriak semua perempuan yang ada disini.

Kepalaku menoleh kearah depan melihat ke arah Bernard. Terlihat Andrew bergerak kedepanku. Suara-suara mereka seakan melambat masuk ke dalam telingaku. Dina, Dini menggelengkan kepala. Desy, Winda menutup telinga mereka. Tyas, Dinda berteriak kencang disamping tubuh Irfan dan Johan. Helena, terlihat mencoba bangkit menahan Andrew. Burhan terpaku. Salma menutup wajahnya.

“Ada apa denganku?” bathinku


..
..

aaaaaaa“Karena kamu terlalu lama bersembunyi” suara seorang lelaki tua terdengar olehku

“Siapa? Siapa kamu?!” tak ada balasan

aaaaaaa“Kakek mengajarimu, melatihmu, bukan untuk bersembunyi” suara seorang lelaki tua

“Ka-KAKEK! Kakek!” teriakku

aaaaaaa“Bukan pula untuk bersombong diri”

“Ka-KAKEK!” teriakku

aaaaaaa“Kakek mengajarimu untuk membantu orang lain”

aaaaaaa“Karena kesombonganmu kamu kehilangan. Karena ketakutanmu, kamu menjadi pengecut dan lepas kendali... jadilah dirimu sendiri, lindungilah orang yang kamu sayangi”


..
..



“Makan nih lun!” teriak bernard.

Teriakannya membuatku sadar dari lamunanku. Aku menoleh ke arah Bernard. Aku semakin kaku. Semakin membeku. Ketakutan akan masa laluku membuatku benar-benar menjadikanku seorang pengecut.

“Arta!” teriak andrew

Ingatan itu kembali...



oOo

Dengan posisi tubuh terhuyung kebelakang, seorang musuh dengan membawa pisau belati maju ke arahku. Pandanganku kabur, karena sebuah pukulan tepat di mataku.

“Awas Ar!” teriaknya, sedikit terlihat sahabatku berlari ke arahku

Jleb...

Tubuhnya menghadap ke arahku, dengan kedua tangan terbuka. Tak dapat ku lihat jelas, namun aku tahu yang terjadi. Tubuhnya langsung jatuh ke arahku, mataku terbelalak. Tanganku langsung memeluk tubuhnya. Tubuhku beringsut ikut terjatuh.

“Lari!” teriak musuh-musuhku

Sebuah pisau belati tertancap di perut bagian belakangnya, merahnya darah mewarnai tanganku. Tubuhnya berbalik dan tersenyum kepadaku.

“Ar, lindungilah semuanya...”

oOo



Crasssh...

Apa... kenapa?” bathinku

Andrew, berdiri didepanku kedua tangannya terbuka lebar membelakangiku. Menghalangi bernard yang hendak menyayatku.

“ANDREW!” teriak Helena

Tubuhnya terhuyung kebelakang, jatuh ke arahku. Membuatku jatuh duduk bersimpuh. Sebuah sayatan dari pundak kanannya hingga bagian kiri bawah dadanya. Seakan sayatan itu membelah tubuhnya. Jarak yang terlalu dekat, membuat luka sayatan terlalu dalam. Wajahnya tetap tersenyum memandangku.

“Ar...” lirih dari mulut Andrew

Mataku terbelalak...

Teriakan-teriakan seakan tak terdengar...

“Hentikan” pelan dari bibirku. Rasa takutku yang membeku seakan roboh.

“HENTIKAAAAAAAAAAAAN!”




Sebuah teriak keras, yang menguasai malam
 
Terakhir diubah:
Dimohon untuk bersabar kepada para pembaca setia karna update kali ini akan di rapel sekalian buat hadiah THR dari kasak kusuk yg berhembus suhu DH akan memecahkan rekor nya sendiri :n1: nanti akan di update 35 scene, di tunggu dan jgn lupa dukungan semangat nya sebagai motivasi lebih, :banzai: go go menuju update 35 scene



:ngacir:

update 35 scene? ha ha ha...
jangan menggosip suhu... :ngupil:

Ini ni,..
Yang buat mereka berharap..

Em anu..aku..anu ..
Aku si terima wae lah mau updatenya berapa aja...★★★
Em..
Tapi klo bisa betulan ★★★ 35 scane ★★★..
:semangat:
Ngarep.com

ndak ada suhu gosip itu suhu....


Hmm...saat ini nunggu Change tamat dulu lebih afdol kayanya:pandaketawa:

Eh ada si eneng....
alo eneng ishi, gimana kabarnya?
Lha kemarin draftnya udah dikasihkan kok gak segera di posting neng...



buat suhu-suhuh mohon maaf tidak bisa membalas komen satu-satu,
karena keterbatasan waktu membuka forum he he he...

monggo dinikmati suhu ketikan nubie yang ala kadarnya ini, dan sangat buruk ini...
mohon maaf jika ketika nubie sangat buruk....:((:((


Sampai ketemu bulan deoan :sayonara::sayonara:


#mohonkritikdansaran

:ngupil:

:ngacir:
 
Hmm....masih pergulatan batin
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd