Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI Rumah Tirta Buana 44 [LKTCP 2018]

kisaku

Adik Semprot
Daftar
7 Sep 2012
Post
117
Like diterima
266
Bimabet
Salam semuanya!!
Event LKTCP 2018 ini telah membuat saya keluar pertapaan selama empat tahunan dan menunda sejenak proyek panjang.
Karena kebetulan dulu sempat jadi maniak horror selama satu dekade sebelum akhirnya jenuh. maka pas banget tema kali ini, misteri
semoga tulisan saya ini bisa menghibur & bikin crot pembaca sekalian
Selamat menikmati (kaya tulisan di nasi kotak aja)





1995: Family Affair

Papan nama kayu ukir berpernis itu bertuliskan Sulistio terpampang di atas nomor 44 di pilar kanan pintu gerbang bercat hitam setinggi empat meter. Letaknya di tempat yang lebih tinggi dari rumah-rumah lain sekitarnya membuat bangunan di jalan Tirta Buana itu nampak berdiri dengan gagah di pinggiran Jakarta sehingga cukup jauh dari hiruk-pikuk ibukota. Di balik gerbang terdapat landscape yang rapi yang mampu menampung tiga mobil dengan taman dihiasi patung air mancur di tengahnya. Rumah bergaya kolonial ini memiliki empat kamar tidur, satu di antaranya dengan kamar mandi di dalam, satu kamar mandi yang paling besar dengan bathtub di lantai satu, satu lagi kamar mandi untuk pembantu di belakang dekat kamar pembantu. Bangunan ini sudah ada sejak jaman Belanda tahun 20-an milik seorang pengusaha Belanda dan pada jaman Jepang diambil alih tentara Dai Nippon. Konon pernah dipakai menampung jugun ianfu (wanita lokal yang direkrut paksa untuk pemuas nafsu tentara), ada desas-desus tanah di sekitarnya terdapat kuburan beberapa dari mereka yang mati karena perlakuan tak berperikemanusiaan. Waktu terus bergulir, benar atau tidaknya cerita-cerita itu akhirnya hanya menjadi mitos antara percaya atau tidak.

Rumah itu terus berpindah tangan baik sewa maupun beli, hingga akhirnya Bambang Sulistio (52 tahun), seorang direktur perusahaan tambang batu bara membelinya pada 1988 dan merenovasinya tanpa menghilangkan arsitektur aslinya. Sebagai orang kota yang modern dan berpendidikkan tinggi, Bambang tidak mempercayai hal-hal mistik dan mitos seputar rumah itu. Ketika seorang pembantu muda keluar setelah baru sebulan bekerja karena tidak tahan dengan penampakan dan suara-suara aneh yang mengganggunya saat di rumah sepi maupun saat malam, Bambang masih berpikir logis dan menganggap alasan si pembantu hanya dianggapnya bualan orang kampung jaman sekarang yang malas kerja dan suka berkhayal tidak-tidak. Ia bersikeras dirinya, istri dan kedua anaknya tidak pernah mengalami hal-hal aneh selama ini, semua baik-baik saja bahkan mereka merasa betah dan nyaman selama tinggal di sana. Hingga kini keluarga Sulistio mempekerjakan Bi Sumi (46 tahun), penduduk sekitar kompleks yang datang setiap dua hari sekali untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Adapun alasan Bi Sumi adalah untuk mengurus keluarga, namun ia memiliki alasan lain untuk tidak menginap di rumah itu, tidak lain penampakan dan hal-hal aneh yang pernah dialaminya. Muak dengan pembantu-pembantu sebelumnya yang bercerita aneh-aneh tanpa bukti, sejak awal Bambang dan istrinya, Mira sudah mewanti-wanti agar tidak bawa-bawa hal klenik ke rumah ini. Seorang pembantu yang berpengalaman, Bi Sumi memilih main aman dengan menuruti apa yang dilarang majikannya dan mengerjakan sebaik mungkin pekerjaannya.

lBmSKRpr_t.jpg
---------------
Hari H-10


Malam pukul 23.40, Amanda Rahmani Sulistio/ Manda (20 tahun) terbangun dari tidurnya dan sulit untuk kembali ke alam mimpi walaupun berusaha untuk memejamkan mata dan tertidur.

“Huuhh, gara-gara ketiduran tadi siang pasti” keluhnya

Siang tadi sehabis pulang kuliah, Manda memang tertidur lama setelah bercinta habis-habisan di rumah pacarnya, Martin. Ia baru bangun jam lima sore ketika matahari akan terbenam sehingga tidak heran semalam ini matanya masih terang. Alih-alih tertidur, ia malah merasa haus.

“Damn...habis!” umpatnya meneguk air di gelas yang terletak di buffet sebelah ranjang tidak cukup memuaskan dahaganya.

Gadis itu keluar dari kamarnya menyusuri koridor lantai dua yang diterangi cahaya kuning dari bohlam dalam lampu dinding. Lampu di kamar seberangnya yang ditempati adiknya, Fandi (18 tahun) sudah dimatikan, demikian pula kamar orang tuanya di lantai bawah, menandakan mereka sudah terlelap. Dengan santai Manda melangkahkan kaki ke dapur bersih yang bersatu dengan ruang makan dan menuangkan air dari jar ke dalam gelasnya lalu meminumnya. Ia tidak menyadari ketika meneguk air, tiga sosok wanita muda bergaun terusan polos ala masa pra-kemerdekaan yang lusuh bernoda darah duduk di kursi meja makan, mereka memandang gadis itu dengan wajah pucat tanpa ekspresi, yang pertama bermulut robek hingga telinga, satu lagi rongga matanya kosong tanpa bola mata dan nampak lelehan darah dari lubang tersebut, yang terakhir wajah sebelahnya terbakar parah. Si wanita tanpa mata bangkit perlahan tanpa menimbulkan suara, melangkah tertatih mendekati Amanda.

“Uhhh...segar banget!” kata gadis itu meneguk air meredakan dahaga

Ia kembali menuangkan air memenuhi gelasnya dan meneguknya lagi dengan cepat. Saat itu jarak wanita tak bermata sudah tinggal tiga langkah lagi, tangan pucatnya yang penuh luka menjulur ke arah si gadis. Amanda meletakkan gelas yang telah ia kosongkan dan membalik badan. Kosong....tidak ada apapun di kursi meja makan maupun sekitarnya, selain kegelapan dan cahaya remang lampu dinding. Baru selangkah, Amanda teringat untuk memenuhi gelasnya untuk dibawa ke kamar. Ia pun kembali berbalik badan namun kali ini jantungnya serasa mau copot melihat wajah seram tepat di hadapannya, rongga mata yang gelap hitam itu seolah menyedot jiwanya, mata gadis itu membelakak shock, namun belum sempat jeritannya keluar ia sudah merasa dunianya gelap.


-------------------
Saat yang sama di kamar belakang, Rasyid bin Mamad (48 tahun), sopir merangkap tukang kebun keluarga Sulistio, kadang juga tukang reparasi ini itu di rumah, sedang tiduran di ranjangnya sambil memindah-mindah channel TV dengan remote di tangannya. Tidak ada acara yang bagus sesudah laporan khusus yang membosankan itu. TVRI, RCTI, SCTV, TPI, ANTV, Indosiar, enam stasiun TV yang ada sama sekali tidak ada acara menarik lagi. Pria itu pun mematikan TV dan bersiap tidur ketika terdengar ketukan di pintunya.

“Eh...Non Manda, ada apa malam-malam gini?” tanya Pak Rasyid tanpa bisa menyembunyikan pandangan matanya terhadap tubuh nona majikannya yang terbungkus piyama biru minim berbahan tipis yang memamerkan tubuhnya terutama paha mulus dan puting yang samar-samar karena tidak memakai bra.

“Insomnia Pak!” jawab gadis itu ngeloyor masuk

“Apa? Apa nia?”

“Insomnia...susah tidur...bisa nemenin gak Pak, semua udah pada tidur, saya bosen nih”

Jantung Pak Rasyid makin berdebar-debar, lelaki normal mana yang tidak begitu melihat gadis cantik masuk ke kamarnya dengan pakaian minim lalu menutup pintu dan menggeser slotnya.

“Eeenngg...Non, kalau keliatan gimana nih? Gak enak loh” kata Pak Rasyid sedikit gagap, walau penisnya sudah bangun dan terus terang ia ingin melihat lebih jauh tubuh nona majikannya itu bahkan menikmatinya.

“Kan udah dibilang semua udah tidur, siapa yang bisa liat?” Amanda sewot

Posisi Amanda yang lebih rendah karena duduk di tepi ranjang memberi tontonan indah bagi pria setengah baya itu berupa belahan dada yang begitu menggoda. Manda bukannya tidak tahu, ia malah menggerakkan lengannya sehingga tali bahu kirinya melorot.

"Si Bapak ini malu-malu aja ah! Dari tadi liat dada saya kan?" goda Manda memberi lampu hijau.

Wajah Pak Rasyid antara sumringah dan heran mengapa nona majikannya yang biasa jaim malam ini bersikap menggoda.

"Soalnya jujur aja Non cantik gitu, seksi lagi, gimana bapak gak tegang?”

“Kalau bapak mau, saya juga gak keberatan kok” kata Manda sambil membuka tubuh atasnya membiarkan payudaranya yang berukuran sedang dan membusung tegak itu terekspos jelas. Mata Pak Rasyid seperti mau copot menatap pemandangan indah itu, terlebih lagi Manda melanjutkan dengan menggerakkan sepasang paha jenjangnya meloloskan celana pendek beserta dalamannya. Pandangan nanar pria itu beralih ke selangkangan Manda yang ditumbuhi bulu-bulu hitam.

"Cuma mau ngeliatin aja Pak? Kok gak kesini?” goda Manda dengan suara manja.

Tanpa diminta lagi pria itu maju mendekati nona majikannya. Amanda langsung meraih karet celana pria itu dan memelorotinya sehingga penisnya yang sudah ereksi itu mengacung di wajah cantiknya.


"Ooohhh.. enak...kok Non jagoan gini nyepongnya" desah Pak Rasyid.

Amanda menggerakkan lidahnya dengan lincah menyapu-nyapu batang dan ujung penis yang bersunat itu, terkadang juga mengulum zakarnya. Pak Rasyid merem-melek dan mendesah nikmat sambil melepaskan kaos lusuhnya hingga keduanya sama-sama telanjang. Tangan pria itu lalu membelai rambut, punggung atau meremasi payudara Amanda. Setelah lima menitan, Amanda melepas kulumannya dan Pak Rasyid menindihnya. Dengan gemas pria itu meremas dan melumat sepasang gunung kembar yang membusung indah itu.

“Pak…masukkan kontolnya dong!” Amanda mengangkat kepala Pak Rasyid yang sedang menetek itu, “saya udah gak sabar dimasukin punya bapak!” wajah gadis itu memerah diliputi nafsu birahi

“Hehehe...kalau Non yang minta, Bapak siap deh!”

Pak Rasyid membuka kedua kaki Manda menyaksikan vaginanya telah banjir. Pria itu menggesek perlahan kepala penisnya pada bibir vagina sang gadis membuatnya melenguh keenakan.

“Aaahhh!!” desah Manda dengan tubuh menggeliat saat penis sopirnya itu mempenetrasi vaginanya.

Pak Rasyid merasakan hangat dan sempitnya jepitan vagina nona majikannya ini. Desahan keduanya sahut-menyahut memenuhi kamar itu. Amanda membeliak-beliak menahan ngilu akibat hujaman penis sopirnya. Pak Rasyid membekap mulut mungil Amanda dengan ciuman sehingga desahan gadis itu tertahan. Pria itu terus menggenjot dan mengecup leher, pundak dan ketiak gadis itu yang bersih terawat. Tak lama kemudian mereka berganti ke posisi doggie, dengan begini ia tusukan-tusukannya lebih terasa oleh Amanda yang turut menggoyangkan pinggulnya. Kedua tangan Pak Rasyid meremasi payudaranya dan memain-mainkan putingnya. Goyangan pantat Amanda makin tak beraturan, matanyapun sudah tidak merem-melek lagi, tapi terbuka dengan hanya terlihat putihnya saja, ia sudah di ambang orgasme, demikian juga Pak Rasyid yang merasakan spermanya akan segera muncrat sehingga sodokan penisnya pun semakin ganas dan menimbulkan bunyi decakan.

“Ooohh...iyah..keluar Pakk!!” Amanda mendesah panjang menyambut puncak kenikmatannya.

Tidak sampai semenit, Pak Rasyid pun menyusulnya ke puncak, pria itu menekan penisnya hingga mentok dan melenguh nikmat menyemburkan spermanya di dalam vagina sang nona majikan. Cairan mereka yang saling bercampur ditambah kontraksi alat kelamin memberi sensasi nikmat bagi keduanya. Bibir Amanda tersungging senyuman puas, senyuman erotis namun juga menyeramkan.


----------------------
Hari H-9
Pukul 7.15


Bambang sudah rapi dengan pakaian kerjanya, ia baru saja selesai sarapan dan sedang menghirup kopi paginya sambil menyimak berita di televisi. Piring sarapannya telah kosong, demikian piring satunya lagi milik putranya, Fandi, yang sudah lebih dulu berangkat ke sekolah dengan motor. Bambang mematikan TV setelah pindah beberapa chanel acaranya kurang lebih sama, liputan kunjungan Presiden Soeharto ke negara tetangga. Tak lama kemudian, seorang wanita cantik berdaster selutut muncul membawa sepiring salad dan meletakkannya di meja makan. Ia menarik kursi di sebelah Bambang dan duduk di situ.

“Bantuin makan dong, terlalu banyak nih kayanya” kata wanita itu menyodorkan piring itu pada suaminya.

Miranti Yuliana Sulistio (42 tahun)/ Mira, seorang ibu rumah tangga yang masih nampak cantik dan segar di usianya yang sudah kepala empat, tubuhnya pun masih langsing walau telah memiliki dua anak yang sudah besar. Semua ini tentu tak lepas dari perawatan berkelas dan rutin berolah raga, ditunjang kecantikan alaminya yang juga diwarisi oleh putrinya. Pernah ada yang mengira ia adalah kakak perempuan dari Amanda, putrinya sendiri, karena terlihat lebih muda dari usianya.

"Cantik banget ma pagi ini...jadi pengen sun nih, mmm" kata Bambang mengecup pipi istrinya.

Mulut Bambang mulai nyosor ke bibir Mira yang ditanggapi wanita itu, namun ia segera melepas pagutan mereka begitu merasakan tangan suaminya menyingkap daster dan mulai merabai pahanya.

"Ssshhh...jangan sekarang ah... Manda sama si Sumi masih di rumah tau!" kata Mira perlahan sambil menepis tangan suaminya dari pahanya, "lagian aku belum mandi Pa”

"Mandi atau belum kamu tetap cantik kok" kata Bambang sambil mengecup pipi istrinya.

“Udah...nih makan aja daripada ngegombal terus!” Mira menempelkan sesendok biji jagung dan kacang merah bertabur mayones pada bibir suaminya.

“Hei sayang! Sini dong mumpung udah bangun, ini saladnya enak nih!” sapa Mira melihat putrinya di balkon lantai dua, gadis itu merespon dengan senyum lemas.

Aneh, ia merasakan tubuhnya penat dan selangkangannya basah. Seingatnya tadi malam ia hanya mengambil minum ke bawah karena susah tidur, yang terjadi selanjutnya entah apa...mungkin tertidur lagi karena tahu-tahu barusan terbangun di ranjangnya. Payudaranya masih terasa agak nyeri dan terdapat bekas cupangan memerah, padahal seingatnya kemarin pacarnya tidak sebrutal itu mainnya.

“Pagi pa...ma...!” sapa Amanda menarik kursi meja makan.

“Sini Nda....sun dulu dong!” panggil Mira

Amanda pun mendekati mamanya dan mengecup pipinya, namun ciuman Manda tidak sampai situ, berikutnya ia mencium bibir mamanya sendiri dan dibalas Mira dengan memainkan lidahnya. Tangan Mira melucuti piyama atasan yang dipakai putrinya, sementara Amanda pun meremas payudara mamanya itu dari luar dasternya. Ciuman dan rabaan mereka semakin bergairah lebih dari sekedar ibu dan putrinya.

“Pa! Pa!!” panggil Amanda mengeraskan suara.

“Ooh...iya...kenapa?” Bambang tersadar dari bayangan erotis yang aneh tadi

“Ini mau ga? Saya masukin piring papa!” kata Amanda bersiap menyisihkan sebagian salad itu ke piring bekas nasi goreng papanya, “papa liat apa sih? Kok aneh gitu?”

“Oohh, gak apa-apa, cuma kepikiran masalah di kantor! Ya udah papa pergi dulu yah, dadah!” Bambang beranjak dari kursi dan meraih tas kerjanya.

“Suumm!! Tolong gerbang!!” panggil Bambang.

“Oooh...iya Pak, datang...datang!!” sahut Sumi yang sedang memotong daging.

Wanita setengah baya itu segera ke depan, ia sudah kebal dengan hal-hal gaib sejak masih di kampungnya sehingga ia lewat dengan santainya ketika melihat dua anak kecil perempuan dan laki-laki bule sedang bermain bola di taman belakang. Keduanya memakai pakaian anak-anak tempo doeloe, wajah mereka sangat pucat dengan lingkaran hitam di sekitar mata mereka. Bagi Bi Sumi asalkan tidak saling mengganggu semua akan aman-aman saja.


---------------------
Hari H-8
Pukul 17.37


nwLMeaxc_t.jpg

“Mimpi dan fantasi gila itu selalu datang sebulan terakhir ini!” tutur Bambang sambil berbaring di sofa

“Kalau tidak keberatan, bisakah anda ceritakan detilnya?” tanya wanita itu memegang catatan dan bolpennya mendengar keluhan Bambang.

Lusiana Kurniawan (33 tahun), psikiater berparas cantik tersebut, menikah dengan satu anak namun sudah setahun pisah ranjang dengan suaminya karena konflik rumah tangga.

“Saya pernah bermimpi istri saya selingkuh, pernah dengan sopir kami, bahkan lebih gila dengan anak kami sendiri, pernah waktu ada tamu di rumah kami, saya membayangkan mereka bercinta ramai-ramai dengan keluarga saya, dan itu semua datang gak terkontrol, saya dalam keadaan sadar, gak mabuk”

“Hubungan anda sendiri dengan istri...apakah baik-baik saja?’

“Baik, tapi...belakangan dia sering menolak berhubungan seks, atau kadang kita kurang puas terutama kalau sayanya capek”

“Maaf, ini pertanyaan sensitif....apakah anda pernah berselingkuh?”

Bambang terdiam sebelum menjawab, “dulu saya pernah sewa pelacur ketika di luar negeri atau luar kota, tapi sudah sepuluh tahun lebih tidak pernah lagi”

“Baiklah Pak, memang ada kecenderungan seksual dimana seseorang terangsang ketika pasangannya bercinta dengan orang lain, terkadang muncul di saat kehidupan seks sudah jenuh. Bapak juga mengatakan pernah berselingkuh dan tidak sedikit menghabiskan waktu di luar rumah , namun sekarang tidak pernah melakukan perselingkuhan lagi....benar?”

Bambang hanya menganggukkan kepala sambil diam-diam memandang kagum pada Lusi.

“kadang hasrat liar manusia itu muncul ketika dia membutuhkan pemuasan seks tapi apa yang dibutuhkan itu belum cukup. Saya sarankan anda ambil cuti dan pergi berlibur dengan istri anda, tanpa anak-anak, jauhi dulu urusan pekerjaan, ya...seperti layaknya pengantin baru saja, ini berguna untuk memulihkan kehangatan antara kalian. Ini masukan dari saya” pungkasnya tersenyum manis, “apakah ada lagi? Analis lebih detil akan saya berikan secara tertulis nanti”

Bambang meneguk air di gelasnya. Lusi menekan tombol stop pada handycam yang merekam wawancara mereka, lalu ia bangkit menuju dispenser untuk minum dulu. Baru saja mengisi penuh gelasnya dengan air tiba-tiba Bambang mendekapnya dari belakang dan meremas payudaranya.

"Hei....apa-apaan ini!" refleks wanita itu meronta, “lepasin!!”

"Ehehehe....” Bambang terkekeh dengan raut muka menyeringai seram.

Psikiater itu melakukan perlawanan, namun Bambang dengan mudah mematahkannya, ia menghimpit tubuhnya ke dinding di sebelahnya, lalu diangkatnya kedua tangannya dan dikuncinya di atas kepala wanita itu dengan satu tangan. Tangan satunya kembali meremas payudara si psikiater dan dilumatnya bibir tipis itu sebelum sempat berteriak.

“Eeemmhh!” Lusi merintih tertahan, ia nyaris kehabisan nafas dan mulai membalas pagutan Bambang

Gelombang nikmat mulai menjalari tubuhnya akibat cumbuan dan jamahan di tubuhnya. Rangsangan birahi semakin melemahkan perlawanannya. Tangan pria itu menyingkap rok span yang dikenakannya hingga menyentuh selangkangannya. Darah Lusi semakin berdesir merasakan jari-jari pria itu meraba-raba vaginanya dari luar celana dalam, bahkan tanpa sadar ia membalas permainan lidah Bambang di mulutnya. Ia tak bisa menyangkal bahwa tubuhnya rindu jamahan pria setelah lama tidak merasakan kenikmatan seks.


Merasakan Lusi sudah tidak melawan lagi, Bambang melepaskan kunciannya terhadap pergelangan wanita itu dan mulai mempreteli satu-persatu kancing kemejanya.

"Jangan Pak! Saya mohon." Lusi memelas, namun ia tak melakukan apapun ketika Bambang mempreteli kancingnya hingga menyingkap bra hitamnya hingga payudara montoknya yang berputing coklat itu terekspos.

Lusi merasakan tubuhnya bagaikan tersengat listrik ketika putingnya dipilin-pilin, kenikmatan itu sudah lama tak dirasakannya. Matanya merem-melek menikmati payudara dan selangkangannya digerayangi pasiennya itu. Ssluupss....sssllrrpp...mulut Bambang melumat payudaranya, menghisap, terkadang disertai gigitan kecil.

“Ooohhh...ahhh!” desah Lusi sambil mendekap kepala Bambang.

Brrett....dengan satu sentakan kasar robeklah celana dalam hitam Lusi

“Jangan sentuh!" tolak Lusi antara kaget namun tak bisa melawan gelombang birahi yang menerpanya.

“Aassshhh!!” desah psikiater itu menggeliat ketika jemari Bambang mulai mengorek vaginanya.

Lusi menggeleng-gelengkan kepalanya, ia sudah tak kuat lagi menahan sisi liar dalam dirinya. Cairan pelumasnya semakin membanjir karena jari-jari pria itu semakin intens mengobok-obok kewanitaannya. Ia memberanikan diri menatap mata Bambang yang tajam dan menusuk.

“Orang ini berbeda dari yang sebelumnya? Apakah dia punya kepribadian ganda?” Lusi bertanya-tanya dalam hati.

Namun belum sempat berpikir lebih jauh, ia menjerit, sakit sekaligus keenakan karena Bambang melesakkan penisnya membelah bibir vaginanya. Tanpa menunggu lebih lama ia pun mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur. Sambil terus menggenjot, Bambang melumat bibir Lusi yang sudah pasrah dan ikut membalas permainan lidahnya. Tangannya menggerayangi payudara wanita itu sehingga semakin terseret derasnya pusaran birahi.

“Eeemhhh...nngghh...mmhh!” desah Lusi antara percumbuan panasnya

Bambang semakin mempercepat gerakannya hingga akhirnya tubuhnya mengejang, disusul penisnya menyemprotkan sperma di dalam vagina Lusi.

“Aargghh...!!” Bambang melenguh parau mencapai orgasmenya.

Berkali-kali spermanya menyemprot ke dalam rahim psikiater cantik itu, sebagian cairan itu merembes keluar melalui celah vaginanya saking banyaknya. Nafsu Bambang dengan cepat bangkit lagi, ia membalikkan tubuh Lusi yang sudah pasrah hingga kedua telapak tangannya bersandar pada tembok dan pinggulnya dinunggingkan, disingkapnya rok span wanita itu hingga ke perutnya.

“Uuuhh!!” lenguh Lusi saat penis pria itu yang sudah keras lagi melesak masuk ke vaginanya.

Bambang menyodok-nyodokkan penisnya dengan cepat, Lusi pun mendesah tak karuan merasakan nikmat yang luar biasa. Batinnya menolak tapi tubuhnya tak bisa berbohong, rintihannya semakin keras memenuhi ruang konsultasinya. Lusi spontan menggerakkan pinggulnya sendiri maju-mundur, sementara payudaranya tidak pernah lepas dari tangan pria itu.

“Aaakhhh...” Lusi akhirnya orgasme dengan sebuah erangan panjang, tubuhnya menggelinjang

Tak lama, Bambang pun segera mencabut penisnya. Tanpa berkata apapun, setelah berpakaian ia letakkan uang biaya konsultasi itu di meja, lalu meninggalkan Lusi yang masih terengah-engah. Wanita itu termenung memikirkan apa yang baru saja menimpa dirinya dan menarik nafas dalam-dalam

“Apa yang terjadi tadi? Sepertinya kehidupan seksnya memang bermasalah” pikir Lusi.

Lusi mengakui kenikmatan barusan memang membuatnya seolah terbang, sudah lama sekali ia tidak hubungan seks sedahsyat tadi.


--------------------
Hari H-7
Pukul 20.08



“Ya sayang....baik-baik ya di rumah emak! Besok mama jemput di sekolah!” kata Lusi di gagang telepon, “mmm...iya...iya...good night Alvin, mama love you”

Psikiater itu menutup telepon dan melanjutkan menyusun laporan psikologi untuk Bambang berdasarkan kaset DV hasil rekaman ketika wawancara. Ia mengernyitkan dahi di bagian menjelang akhir melihat sesuatu yang aneh, direwindnya bagian itu untuk melihat lebih jelas....sebuah sosok hitam di sebelah kanan Bambang yang berbaring di sofa, sosok itu makin mendekat dan masuk ke tubuh pria itu. Lusi makin penasaran, benda apa itu, kemarin rasanya tidak ada seperti itu, kembali ia menekan tombol rewind pada player kemudian pause ketika sosok hitam itu nampak sangat jelas. Lusi menajamkan matanya namun....

“Aaahh!!” ia tersentak dan menjerit melihat muncul mata dari sosok itu dan bergerak menatap ke arahnya, padahal player dalam keadaan pause.

Pret...televisi mendadak mati...perabotan di ruangan itu bergetar seperti ada gempa, apa yang terjadi? Apakah sosok itu yang kemarin merasuki pasiennya hingga kalap dan memperkosa dirinya. Tiba-tiba bel musik berbunyi. Lusi berhasil mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan lari ke depan lalu membuka pintu.

“Andre...” serunya sedikit lega melihat suaminya datang tepat waktu, namun ketakutannya masih belum pulih.

.“Ada apa nih? Kok kaya baru ketemu setan mukanya pucat gitu?” tanya Andre melihat istrinya ketakutan.

“Stop talking...lu gak akan percaya apa yang baru gua liat!” kata Lusi dengan suara bergetar.

Andre segera memeluk istrinya itu untuk menenangkan, “tenang Lus...tenang, cerita pelan-pelan, gua selalu bersama lu”

“Rekaman....rekaman itu, di kantor gua!” ia masih belum bisa bicara jelas.

“Kantor?” Andre melepas pelukan dan bergegas ke dalam untuk memeriksa.

“Dre! Jangan kesana!” Lusi menyusul pria itu yang menyambar pisau dapur dari rak saat melewati mini bar, “Dre stop!” ia meraih pergelangan tangan suaminya

Andre tiba-tiba membalik badan dan jleeebb...Lusi melotot merasakan benda dingin menusuk perutnya.

“Ka...kamu...” ucapnya sambil mencengkram erat lengan Andre menahan sakit

Lusi terperangah kaget melihat wajah suaminya itu berubah mengerikan, sesuatu telah merasukinya. Sosok hitam di rekaman tadi, sosok itu kini tepat di belakang suaminya memeluk tubuh serta mengendalikan jiwa dan pikirannya. Andre menarik pisau dapur itu dan kembali menghujamkannya lagi berkali-kali ke tubuh istrinya. Darah berceceran, Lusi ambruk berlumuran darah dan usus terburai. Andre tertawa seperti psikopat menatap mata istrinya yang membelakak kosong. Ia membuka tiga tabung gas di dapur, kamar mandi dan satu tabung gas serep lalu kembali ke tubuh tak bernyawa istrinya.

“Hehehe....gua bilang juga akan selalu bersama lu!” katanya sambil merobek-robek baju Lusi dengan pisau dapur itu.

Ia membuka celananya sendiri dan berlutut di antara paha istrinya dengan ceceran darah segar di sekitarnya, bau gas telah menyebar kemana-mana.

“Aaahh!” lenguh Andre menusukkan penisnya ke vagina mayat istrinya.

Sambil menggenjot ia mengeluarkan lighter dari saku kemejanya.

“Farewell...fucking life”

Suara ledakan memekakkan telinga memecah malam di kompleks itu menghancurkan rumah minimalis tersebut.


----------------------------
Hari H-5
Pukul 13.22



Mira tengah menjemur cucian di belakang, tugas yang tidak biasanya ia lakukan. Setengah jam sebelumnya ketika mesin cuci masih menyala, Bi Sumi minta ijin pulang karena anaknya tiba-tiba panas tinggi. Maka mau tidak mau, Mira harus menjemurnya setelah selesai dicuci. Ia membungkuk mengambil cucian dari ember, baru saja hendak berdiri...

“Hah!” ia terhenyak merasakan bulu kuduknya berdiri melihat sepasang kaki di balik selimut yang dijemur.

Tidak ada orang lain lagi selain dirinya dan Pak Rasyid yang sedang mencuci mobil di halaman depan, lagipula kaki wanita itu sangat pucat dan nampak luka sayatan serta darah. Tubuh Mira serasa kaku, untuk berteriak pun tidak sanggup, ia mengambil nafas panjang mengumpulkan keberanian, kemudian menegakkan badan walau dengan kaki gemetaran. Semakin berdiri, jantungnya pun semakin berdebar-debar, siapa gerangan yang berdiri di balik selimut itu, pandangan matanya semakin dekat ke atas.

“Aaaaaahhh!!!”Mira histeris melihat wajah pucat bermulut robek itu menatap ke arahnya.
Mendengar jeritan itu, Pak Rasyid refleks melempar selang yang sedang dipegangnya lalu berlari ke dalam

“Bu...ada apa Bu?” ia mendapati nyonya majikannya tersungkur di atas rumput dan ember berisi cucian itu terguling.

Ia menghampiri Mira yang bernafas terengah-engah.

“Ular...ular...” katanya, “udah kabur ke sana”

Pak Rasyid meraih gagang sapu di dekat situ dan menyusuri daerah sekitarnya.

“Udah Pak, saya bilang kan udah kabur, mending bantu saya berdiri....keseleo nih!”

Pria itu berbalik mendapati Mira sudah tidak nampak shock, malah kini ia tersenyum menggoda, ia juga baru sadar rok selutut wanita itu tersingkap sehingga memperlihatkan pahanya yang indah.


------------
Setengah jam kemudian


“Gimana sih Pak Rasyid, selang kok ga dimatiin?” keluh Fandi.

Turun dari motor NSR-nya, langsung menuju ke kran dan menutupnya sehingga air berhenti mengucur. Baru saja menutup gerbang yang kiri, sebuah mobil yang dikenalnya datang mendekat.

“Eh...Mas Martin!” sapa Fandi membuka kembali gerbang itu mempersilakan mobil pacar kakaknya itu masuk.

“Belum pulang mas kayanya, gak bareng emang” kata Fandi setelah Martin turun dari mobil.

“Iya gua tau di tengah jalan tadi nge-pager, pulangnya jam tigaan, lagi sama temannya, dah lah tunggu aja, lu ga kemana-mana lagi kan? Main PS yuk, Tekken....King of Fighter...hehehe”

“Boleh tuh, yuk!” Fandi mengajaknya masuk.

Mereka masuk ke dalam namun sampai di ruang makan, sayup-sayup terdengar suara desahan. Keduanya pun saling pandang, Fandi melangkah lebih dulu ke arah sumber suara, taman belakang, diikuti Martin...dan dua sosok transparan berwajah seram. Mereka terbengong menyaksikan Mira sedang berdiri bersandar pada dinding tempat jemuran tanpa sehelai benangpun di tubuhnya, pakaiannya telah berceceran di sekitarnya. Pak Rasyid sedang berlutut di bawahnya menjilat dan mengisap vaginanya, tangan kasar pria itu menjulur ke atas meremasi payudara yang masih kencang itu. Mira belum sadar kehadiran mereka karena saat itu ia sedang memejamkan matanya sambil mendesah-desah.

“Nngghh...yah terus jilat Pak” desahnya meremasi rambut sopirnya

Diperhatikan lebih jelas, sekitar mulut dan leher Mira nampak sedikit ceceran sperma, rupanya sebelumnya ia mengoral supirnya itu hingga klimaks di mulutnya. Yang paling kaget menyaksikan semua itu tentu saja Fandi, perasaannya tak karuan menyaksikan dengan mata kepala sendiri mamanya yang anggun dan keibuan itu bertingkah laku bak pelacur.

“Ooh...kalian sudah pulang?” sapa Mira akhirnya menyadari kehadiran mereka, ia tak nampak risih, bahkan ekspresinya semakin menggoda, “jangan bengong aja, ayo sini bantu mama dong!”

“Hehehe...nyonya yang minta den, bapak sih cuma nurut aja!” kata Pak Rasyid menarik sejenak mulutnya dari vagina Mira sambil tetap mencucukkan jarinya.

Martin tidak bisa menahan diri dan memberanikan diri menghampiri mama pacarnya itu. Ia mengambil posisi di sebelah kanan Mira dan memagut bibirnya yang dibalas wanita itu dengan pagutan mesra, lidah mereka bertautan penuh nafsu. Tangan Martin meremas payudaranya dan memilin putingnya.

“Ma...mama!” Fandi yang masih belum percaya pandangannya sendiri masih berdiri terpaku menyaksikan ibunya ber-threesome dengan Martin dan Pak Rasyid.

Ada rasa pusing seperti hilang kesadaran, ia mengejap-ngejapkan mata seperti ngantuk. Fandi merasa kehilangan kendali atas dirinya, tanpa dapat ditahan penisnya ereksi dan hasrat seksual terhadap ibunya sendiri mulai muncul. Seringai mesum tergurat di wajah siswa SMA itu, ia melepaskan seragam sekolahnya hingga bugil lalu berjalan mendekati ibunya.

“Aaahh...gitu baru anak mama sayang!!” erang Mira ketika Fandi meremas payudara kirinya.

Mira meraih leher anaknya itu dan ditarik ke arahnya. Ibu dan anak itu berciuman dengan penuh gairah, lidah mereka saling bertaut dan bertukar ludah. Di bawah sana, Pak Rasyid menggerakkan lidahnya semakin liar menyapu-nyapu bibir hingga dinding vagina Mira, ditambah elusan dan remasan pada paha dan pantatnya.

“Hhhmmmm…ssslrrrpppp….aahhh” Mira mendesah tanpa melepas ciuman dengan anaknya, tangan kanannya menggenggam penis Martin dan mengocoknya.

Martin sendiri mencium leher kanan, pundak hingga payudara mama pacarnya itu. Ia ganti melumat bibirnya ketika Fandi melepas ciuman dan beralih ke payudara. Dengan nikmatnya Fandi menetek dari payudara yang dulu pernah memberinya ASI.



Mereka kini pindah ke sofa serambi belakang dekat situ.

“Ayo sayang, giliran pertama spesial buat kamu!” Mira menguakkan bibir vaginanya yang merah merekah di antara kerimbunan bulu vaginanya pada Fandi yang berlutut di antara kedua belah pahanya.

Perlahan Fandi memasukan penisnya ke liang tempat dirinya dilahirkan dulu, ditarik lalu dimasukkan lagi, hingga akhirnya penisnya terbenam seluruhnya di vagina mamanya. Dirasakannya denyutan demi denyutan mengurut batang penisnya.

“Uhuy....akhirnya ngentotin nyokap lu sendiri!” sorak Martin

“Gak nyangka, ibu suka dientot keroyokan ya, sama anak sendiri lagi!” timpal Pak Rasyid meremas payudara wanita itu.

Tanpa menunggu lebih lama Fandi menaikan ritme genjotannya, cairan bening terus mengalir dari vagina Mira.

"Oh..lebih kencang sayang, oohh... mmmhh!” Martin menjejali mulut Mira dengan penisnya sehingga meredam ceracau wanita itu.

Sementara Pak Rasyid berlutut meraih sepasang gunung kembar majikannya itu, mulutnya menjilat dan mengenyotnya bergantian. Selang seperempat jam, Fandi melenguh nikmat merasakan orgasme perdana bersama mamanya. Penisnya menyemprotkan banyak sperma di vaginanya. Mira yang belum mencapai orgasme segera menyuruh Martin telentang di sofa lalu dinaikinya penis pemuda itu.

“Ooohh...legit banget tante!” erang Martin sambil meremas kedua payudara Mira

“Sekarang bapak, lewat pantat Pak!” pinta Mira setelah berhasil memasukkan penis Martin.

“Siap Bu!” Pak Rasyid langsung mengambil posisi di belakang dan menekan penisnya ke dubur majikannya itu.


Kini vagina dan anal Mira telah ditusuk penis, mereka pun mulai bergoyang mendaki puncak nikmat.

“Sinih...sayangg..aaah...biar mama bangunin lagi adik kecil kamu!” panggil Mira pada anaknya.

Fandi yang masih ngos-ngosan berdiri di depan sofa, Mira meraih penis anaknya yang setengah layu itu dan membawanya ke mulut.

“Uuugghh....ma....sepongan mama mantaphh!!” desah Fandi.

Selama sepuluh menit keempatnya bertahan dalam posisi demikian, keringat sudah membasahi tubuh mereka, serambi belakang riuh dengan desah birahi dan suara kelamin beradu. Martin dengan rakusnya melumat dan meremasi payudara Mira sambil menikmati penisnya menghujam-hujam ke vaginanya, Pak Rasyid juga terus melenguh merasakan sempitnya vagina majikannya itu, dan Fandi merasakan penisnya mengeras lagi di mulut mamanya. Hingga menit kelima belas akhirnya Mira mencapai orgasme dahsyat ditandai dengan erangan panjang dan tubuhnya menggelinjang. Martin turut menyentak-nyentak pinggulnya ke atas mengimbangi goyangan wanita itu. Bersamaan dengan itu Pak Rasyid juga mencapai orgasme dengan menumpahkan spermanya ke punggung majikannya tersebut.

“Ahhhh.... nih peju saya tante....uuuhhh!” lenguh Martin

Crot...crot...penis Martin menyemprotkan spermanya di vagina Mira. Fandi yang sudah birahi lagi segera mengambil giliran berikutnya.

“Nungging dong Ma!” pinta Fandi.

“Anak mama pengen lagi yah....sini sayang!” Mira berposisi doggie di sofa dan menyibak bibir vaginanya dengan jarinya.

Fandi segera menancapkan penisnya lagi. Kali ini permainannya lebih bertenaga, ia menggenjot mamanya secepat dan sedalam mungkin, keringat makin bercucuran membasahi tubuh mereka. Pak Rasyid melumat bibir majikannya yang dibalas tak kalah ganas. Martin berlutut di lantai mengenyoti payudara Mira. Persetubuhan itu terus berlanjut dengan berbagai gaya dan pertukaran tempat. Tubuh Mira tergolek lemas di sofa penuh ceceran sperma di sekujur tubuhnya, ditambah lagi keringat yang bercucuran. Anehnya setelah itu mereka tidak ingat lagi apa yang telah mereka lakukan selain mendapati tubuh mereka penat seperti habis berhubungan seks...karena tubuh mereka bukan lagi milik mereka, sesuatu yang lain telah merasuk ke dalamnya.


-------------------
Hari H-4 sampai H-1


“Hati-hati ya Ma!” Bambang memeluk pinggang ramping istrinya dan memberinya kecupan lembut di bibir sebelum membuka pintu mobil

“Jangan lupa telepon kalau udah sampai yah!” senyum manis menghiasi wajah Mira.

Bambang mengangguk dan masuk ke mobil karena saat itu Pak Rasyid keluar untuk membukakan gerbang. Pagi-pagi benar, ia harus ke bandara mengejar pesawat ke Surabaya mengisi seminar. Tidak sampai lima menit setelah mobil Bambang menghilang dari pandangan, Mira dan Pak Rasyid sudah bercumbu dan saling raba penuh gairah di serambi depan. Satu persatu pakaian Mira berceceran di lantai maupun meja serambi. Tak mau kalah, Mira pun melucuti pakaian sopirnya itu, terakhir ia berlutut di hadapan pria itu menurunkan celana beserta celana dalamnya. Segera dimasukkannya penis itu ke mulutnya dan kepalanya bergerak maju mundur. Sementara di kamar Amanda, gadis itu mendesah dan menggeliat menahan nikmat sambil meremasi rambut Fandi, adiknya sendiri yang sedang mengenyoti payudaranya bergantian. Celananya sudah terlepas sehingga tangan Fandi dengan leluasa menjamahi vaginanya.

"Uuuhh...dasar kamu, bocah edan Di, mama sama kakak sendiri diembat juga!" sahut Amanda.

"Salah sendiri kenapa wanita di keluarga ini cantik-cantik, gatelan lagi? Sopir aja diembat" Fandi tersenyum nakal, “nanti kalau papa pulang kita ajak, jadi keluarga kita makin kompak hehehe”

Hari kedua kepergian Bambang, keluarganya semakin terang-terangan berbuat mesum sehingga rumah itu menjadi seperti rumah bordil saja, dalam sehari 10-12 jam adalah kegiatan seks. Martin datang menginap meramaikan suasana, ia bebas bersetubuh dengan Amanda maupun Mira. Pagi ketika pamit ke sekolah Fandi mencium Mira di mulut yang dibalas mamanya itu dengan bergairah hingga akhirnya mereka saling menelanjangi. Fandi pun batal bersekolah malah menyetubuhi mamanya sendiri di serambi depan.

“Mama mana Pak?” tanya Amanda sepulang kuliah dan turun dari mobil.

“Lagi mandi non, baru bangun tidur tadi abis ngentot bertiga hehehe!” jawab Pak Rasyid enteng, lalu diraihnya pergelangan tangan gadis itu, “saya udah nunggu non, ngentot yuk!”

Selanjutnya mereka berpagutan bibir di pekarangan depan.

“Gua liat mama lu yah!” kata Martin yang baru keluar dari jok kemudi, ia nampak santai melihat pacarnya bermesraan dengan si tukang kebun. Gadis itu pasrah membiarkan dirinya ditelanjangi lalu disetubuhi sambil bersandar di mobil.

“Hah!” Mira tersentak kaget ketika tirai shower disibak, “Martin, ngagetin aja kamu ah!” ia tersenyum genit ke arah pacar putrinya yang telah telanjang itu.

Pergumulan panas di bawah shower pun tak dapat dihindari lagi. Sosok-sosok tak kasat mata menyeringai menyaksikan perbuatan mesum para penghuni rumah. Sesuatu yang mereka tunggu-tunggu akan segera terjadi....segera....


--------------------
Hari H


Bambang tiba di rumah pukul 18.35, wajahnya nampak berseri-seri walaupun badannya sangat letih. Ia telah membooking tiket pesawat untuk berlibur ke Jepang minggu depan untuk bulan madu ke dua tepat pada ulang tahun pernikahan mereka. Ia ingin memberi kejutan pada keluarganya karena jadwal kepulangan yang seharusnya besok bisa lebih cepat menjadi hari ini. Cuaca sedang tidak bersahabat, hujan mulai deras, sejak di jalan saja kilat sudah menyambar-nyambar di langit. Karena ingin memberi surprise ia turun dari mobil dengan payung lalu membuka sendiri gerbang dengan kunci yang dibawanya. Suara rintik hujan menyamarkan suara mobilnya ketika masuk halaman.

“Pacaran lagi deh tuh anak” katanya dalam hati melihat mobil Martin di halamannya.

“Uuhh...aman!” Bambang menghela nafas lega melihat tak seorangpun keluar rumah.

Ia turun dari mobil menjinjing koper dan kantong berisi oleh-oleh berjalan ke teras. Tanpa disadarinya, sosok-sosok tak kasat mata memandang ke arahnya sejak masuk tadi. Si wanita di wajah terbakar yang duduk di atap mobil Martin, perwira Jepang dengan perut terbelah berdiri tegak di dekat gerbang, dua anak kecil pucat menghentikan lempar tangkap bola memandang ke arahnya, pria tua di balik jendela, wanita bermulut robek dan wanita tanpa mata duduk bersebelahan di dahan pohon besar. Pintu depan tidak dikunci sehingga ia langsung melenggang masuk dan meletakkan bawaannya di ruang depan. Lampu ruang keluarga menyala, pasti mereka di sana. Ia merindukan pelukan dan cium mesra keluarganya yang biasa ia rasakan bila pulang dari bepergian. Namun senyum di wajahnya sirna ketika mendekati ruang itu, sayup-sayup terdengar suara riuh erangan wanita dan pria. Sebagai orang dewasa, Bambang tahu persis suara apa itu, ia mengendap-endap mengintip dari ambang pintu yang menghubungkan ruang keluarga dengan koridor. Mata Bambang melotot tak berkedip, ia sungguh kaget dengan apa yang disaksikannya. Saat itu nampak istrinya yang cantik tengah disetubuhi oleh pacar putrinya di atas karpet bulu. Desahan erotis keluar dari mulutnya menikmati penis pemuda itu menyodoki vaginanya. Sementara di sofa, putrinya sedang naik turun di atas penis adiknya sendiri yang telentang sambil meremasi sepasang payudaranya, gadis itu juga mengulum penis Pak Rasyid yang berdiri di sampingnya. Mereka semua telanjang dan tenggelam dalam lautan birahi serta tak sadar tengah diintip oleh sang kepala keluarga yang dipenuhi amarah. Bambang merasa seperti sebilah tombak mengenai dadanya tembus hingga ke punggung. Mimpi dan bayangan erotis selama ini ternyata menjadi kenyataan, apakah ini firasat? Entahlah dan tidak terpikir untuk itu, kini tangannya terkepal keras. Alih-alih melabrak orgy incest itu, ia malah menuju kamarnya dekat situ, dibukanya sebuah laci yang terkunci dan diambilnya sebuah revolver.


Amanda masih naik-turun di penis adiknya, namun kini Pak Rasyid telah pindah ke belakang dan menyodoki dubur gadis itu. Penetrasi ganda membuat Amanda semakin histeris.

"Oh...Martinn...kel..lu..aaarrrhhh" Mira meracau ketika vaginanya berkontraksi cepat memancarkan cairan orgasme.

Demikian halnya Martin yang tak kuasa menahan nikmatnya jepitan vagina mama pacarnya itu. Tubuh pemuda itu bergetar dan menyemprotkan sperma di dalam vagina Mira, tangannya makin keras meremas payudaranya.

“Uuuuhhh...tantee...ueenaakkhh....!” erangnya, “DOOORRR! KRAAKK!”

Martin mengerang mencapai puncak bersamaan dengan letusan pistol yang pelurunya mengenai kepala belakang tembus ke mata kirinya, darahnya bercipratan mengenai wajah dan tubuh Mira. Pemuda itu tewas seketika dan ambruk menimpa Mira.

“Aaaaaahhhhh!!” kontan Mira pun menjerit ketakutan, wajah bolong Martin jatuh tepat di wajahnya.

Fandi, Amanda dan Pak Rasyid yang sedang threesome pun tersentak kaget.

“Papa!” ucap kakak beradik itu berbarengan terkejut dengan kehadiran ayah mereka yang murka.

‘Eh...Pak...jangan...jang...!” Pak Rasyid melambaikan tangan ketakutan, namun...

Dor! Dor! Dor!! Pistol menyalak tiga kali, dua peluru bersarang di dada pria setengah baya itu dan yang terakhir menembus dahinya.

“Jadi ini yang kalian lakukan selama saya pergi?!!”

“Apa yang kamu lakukan! Kamu membunuh orang!! Aaahh!” Mira histeris setelah menyingkirkan mayat Martin yang menindihnya.

Mira berusaha bangkit namun...dor! Bambang menembak paha kanan istrinya sehingga ia menjerit kesakitan. Mereka sadar kekuatan jahat yang selama ini separuh mengendalikan mereka itu juga kini sedang mengendalikan kepala keluarga mereka terlihat dari raut mukanya yang mengerikan, ia bukan lagi ayah atau suami yang mereka kenal. Melihat mama dan kakaknya dalam bahaya, Fandi nekad menerjang ayahnya berusaha merebut pistolnya.

“Lari!! Cepat lari!!” seru Fandi sambil bergulat dengan ayahnya sendiri.

Amanda dengan tubuh gemetar membantu mamanya bangkit dan melarikan diri. Dor! Dor! Dor! Tiga kali suara letusan pistol kembali terdengar. Fandi muntah darah hingga akhirnya jatuh bersimbah darah memegangi perutnya.

“Fandi!!” jerit Mira dan Amanda berbarengan.

Amanda meraih vas bunga dari meja dan melemparkannya pada ayahnya yang baru lepas dari dekapan Fandi. Buk! Tepat menghantam jidat kanan Bambang sehingga ia mengaduh kesakitan.

“Lari Ma!!” Amanda mendorong mamanya keluar dari ruangan itu, lalu menutup pintunya dan menyelotnya dari dalam.

“Manda!! Manda!!” jerit Mira sambil menggedor-gedor pintu mengkhawatirkan nasib putrinya.

Di dalam, Amanda meraih apa saja yang didapatnya dan ia lempar ke arah ayahnya yang sudah kesurupan itu. Klik...klik...Bambang bermaksud menembak putrinya itu namun pelurunya sudah habis, ia pun menggeram dan mencampakkan pistol itu. Kesempatan ini dimanfaatkan Amanda yang langsung berlari ke pintu, sayang gerakannya terbaca oleh ayahnya. Sebelum sempat meraih slot pintu, Bambang menerjangnya dari belakang sehingga tubuhnya terhempas ke tembok.


“Aaaww!” rintih Amanda kesakitan karena kepalanya terbentur tembok.

“Anak laknat!” umpat Bambang seraya menjambak rambut panjang putrinya itu dan menghantamkan kepalanya ke tembok, “jalang! Pelacur kecil!” sekali lagi...lagi...”kubunuh kau!!” hantamannya makin bertenaga hingga akhirnya krakk....terdengar suara tulang retak yang memilukan.

Bambang terus menghantam-hantamkan kepala putrinya yang sudah tak bergerak itu ke tembok sampai tembok bercat krem itu kini penuh cipratan darah merah, hantaman selanjutnya menambah cipratan merah itu dengan cipratan otak yang menjijikkan. Akhirnya Bambang berhenti dan bernafas terengah-engah, melepaskan tubuh Amanda yang kepala sebelah kanannya sudah hancur berantakan sampai bola matanya keluar dari rongganya. Namun ia segera bangkit lagi dengan mata menyala, tugasnya tingga satu lagi. Sementara Mira berjalan tertatih-tatih sambil menangis ketakutan, ia telah sampai di pintu depan saat terdengar suara pintu dihempas di dalam. Menahan rasa sakit pada paha kanannya, Mira segera menghambur keluar rumah menembus hujan deras yang langsung mengguyur tubuh telanjangnya.

“Tolong!! Tolongg!!” jeritan itu teredam oleh derasnya hujan yang disertai guntur, ditambah lagi posisi rumah itu jauh dari penduduk sekitar, “aakh!!” kakinya tersandung batu di taman sehingga tersungkur dekat patung air mancur.

Di tengah derasnya hujan, ia melihat sosok suaminya kian mendekat, di tangannya tergenggam sebatang linggis.

“Pa...sadar Pa! Kita semua dirasuki sesuatu!” Mira memelas tak berdaya di depan suaminya yang menatapnya dengan sorot mata jahat.

“Aaaaahhh!! Kubunuh kalian...pezinah!!” jerit pria itu mengibaskan linggis menghantam patung air mancur berbentuk ikan itu sampai patah.

Mira semakin ketakutan namun ia masih berusaha menyadarkan suaminya, “Ini bukan kamu! kamu pria yang baik, lihat ini lambang cinta kita...kamu ingat?” ia melepaskan cincin kawinnya dan melempar ke bawah kaki suaminya, “kita harus mengalahkan mereka....sadarlah Mas!!”

Bambang memungut cincin emas putih itu dan memandanginya, teringat lagi dua puluh satu tahun yang lalu saat menyematkannya di jari manis sang istri. Tubuhnya bergetar, matanya berkaca-kaca, sadar apa yang barusan ia lakukan, tangannya yang memegang linggis melemas sehingga benda itu jatuh terlepas. Ketika Mira mulai lega melihat reaksi suaminya, Bambang menjerit dan mengangkat potongan patung ikan dengan kedua tangannya lalu....krak!! dihantamkannya benda itu ke kepala sang istri yang tidak sempat menghindar. Tiga kali hantaman menyebabkan kepala Mira hancur seperti bubur, darah, serpihan tulang, dan otak berceceran di rumput hijau dan terguyur air hujan. Bambang berjalan ke dalam rumah dengan ekspresi kosong, diambilnya pisau dapur dan kembali ke ruang keluarga dimana empat mayat bergelimpangan dalam kondisi mengenaskan. Ia tidak percaya ia sendiri yang melakukan kebiadaban ini terhadap keluarganya sendiri. Ia duduk di sofa lalu menggorok lehernya, darah segera mengucur deras membasahi tubuhnya, di tengah pandangannya yang semakin kabur ia melihat sesosok tubuh di ambang pintu. Sosok itu mendekatinya sehingga semakin jelas terlihat, seorang wanita bule dengan tatanan rambut dan pakaian jaman dulu. Wajah pucatnya tersenyum mengerikan lalu berkata dalam bahasa Belanda...

“Welkom bij de club!” (welcome to the club)




2005:Sacrification


“Beberapa perabotan lama masih ada disini soalnya sulit dibawa, jadi bonus buat koko cici!” marketing property itu berpromosi menunjukkan sebuah lemari besar bergaya Victorian di kamar tidur utama.

“Wah ini jadul banget, kayanya lebih tua dari papa mama kita” kata si wanita

“Bahannya bagus tapi” si suami mengetuk-ngetuk bahan kayu lemari tersebut.

Pasutri itu agaknya tertarik dengan rumah tua bergaya kolonial itu, letaknya memang agak terpencil, jauh dari penduduk sekitar tapi lingkungannya asri dan arsitektur bangunannya pun unik, apalagi harga yang ditawarkan cukup miring. Ardi (36 tahun), berasal dari Kalimantan, perusahaan tempatnya bekerja mentransfernya ke ibukota sehingga ia pun membawa serta istri dan anak perempuannya. Seiring dengan karirnya yang makin menanjak, ia berencana membeli rumah. Setelah membanding-bandingkan, ia merasa yang satu ini paling cocok, lokasinya pun tidak terlalu jauh dari pabrik tempatnya bekerja. Sang istri, Silvia (32 tahun), juga nampaknya menyukai tempat ini.

“Nah...ini ruang keluarganya!” kata Stefani (26 tahun), marketing property cantik itu, membukakan pintu ganda sehingga terlihat ruangan dengan jendela mengarah ke kebun, beberapa perabotan tertutup selubung kain, “sori debuan! Uhukk..uhuk...” ia membuka jendela sehingga udara segar dari luar masuk, “kalau udah dibersihin keren banget...enak buat santai, pemandangannya juga bagus”

Mereka tidak sadar di ruang itu mereka tidak hanya bertiga. Sesosok gadis meringkuk di sudut ruangan, ia mengangkat kepalanya begitu pintu terbuka sehingga terlihat kepala kanannya yang hancur memperlihatkan otaknya, mata kanannya yang menggelantung keluar dari rongga matanya itu nampak menjijikkan dan mengerikan. Gadis berkepala pecah itu bangkit, menyimak pembicaraan mereka.Ia mengikuti Stefani dan berdiri di belakangnya ketika wanita itu membuka jendela. Stefani merasakan udara dingin yang aneh dan seperti ada yang mengawasi.

“Jangan-jangan emang beneran ada hantunya? Kok rasanya aneh gini” wanita itu bertanya-tanya dalam hati.

“Gimana Vi kata lu?” tanya Ardi merangkul bahu istrinya dengan mesra.

“Gua sih oke aja, tapi apa gak kegedean buat kita bertiga?”

“Kan bagus buat tempat main Liza, anak-anak perlu eksplore lingkungan yang masih alami gini, ya gak? Lagian kita butuh space kalau Liza punya dede nanti” Ardi berusaha membujuk istrinya.

Silvia menyikut pelan rusuk suaminya itu, “ya udah kalau emang cocok, putusin aja sendiri”

Stefani tersenyum melihat arah positif transaksi ini. Setelah mempertimbangkan Ardi menegosiasikan harganya. Kesepakatan tercapai cukup cepat.

"Keluar yuk, liat-liat halaman sekalian mau ngambil buku cek di mobil," sahut Ardi.

Mereka keluar dari rumah itu dan di dalam mobil Ardi menuliskan nominal harga di atas selembar cek sebagai tanda jadi. Wajah Stefani berseri-seri menerimanya, setelah membacanya dengan teliti ia memasukkannya ke dalam tasnya.

“Sertifikatnya juga ada sekarang” kata wanita itu.

“Ntar aja sekalian sama urusan ke notarisnya” kata Ardi

Sementara ketiganya berbincang sambil melihat-lihat di halaman, di jendela lantai dua sesosok tubuh sedang memperhatikan mereka. Stefani sempat melihatnya sepersekian detik namun ketika ia menengok ke sana lagi, sosok itu sudah tidak ada.

“Kayanya tadi liat sesuatu deh di sana” katanya dalam hati, bulu kuduknya merinding, “syukur deh akhirnya lepas juga, ogah gua urusan sama rumah ini lagi”


----------------------
Tiga hari kemudian


Truk besar perusahaan pindah rumah terparkir di halaman rumah Tirta Buana 44, beberapa pria berseragam perusahaan nampak menurunkan dan memasukkan barang ke rumah. Waktu menunjukkan pukul 17.20 ketika mereka merampungkan pekerjaannya bersamaan dengan petugas dari PLN yang memasang instalasi listrik. Stefani datang ketika para tukang itu sudah mau pulang, ia turun dari mobilnya dengan mengenakan blazer dan rok span ketat seperti biasa membuat mata para tukang itu tertumbuk padanya.

“Hai!” sapa Silvia yang muncul dari dalam membawa amplop honor para pekerja.

“Sore Ci!” sapa marketing property itu.

Setelah para tukang pergi, Stefani membantu Silvia menutup gerbang lalu masuk ke dalam.

“Vi yang ini mending taro di mana ya?” tanya Ardi membuka dus berisi microwave.

Perwira Jepang berwajah pucat dengan perut terbelah itu berdiri diam tidak menjawab, matanya menatap kosong ke punggung Ardi yang sedang berjongkok

“Say! Ada Stefani nih!” panggil istrinya mengetuk jendela dapur.

Deg...Ardi spontan menengok ke belakang tidak menemukan siapapun di sana.

“Perasaan tadi ada orang di belakang ya? Atau feeling doang?” Ardi merinding dan segera membuka jendela.

“Eh hai Step!” sapa Ardi dari dalam, “ayo masuk!”

Stefani datang membawa dokumen-dokumen yang diperlukan. Mereka berbincang santai di ruang tengah. Ardi membuka sebotol white wine untuk merayakan membeli rumah baru ini.

“Eh saya gak kuat minum ko, nyetir lagi!” kata wanita itu.

“Ayo dikit aja gak apa-apa, gak akan sampai mabok kok!” bujuk Silvia menyodorkan gelas berisi wine.

Stefani tersenyum, “ya...okelah....dikit aja ya tapi!” ia menerima gelas wine itu dan menyambut toast pasutri itu lalu meminumnya.

Perwira Jepang itu mengangguk ke arah wanita bermulut robek dan berwajah terbakar yang berdiri di ambang pintu. Keduanya lalu berjalan ke arah Silvia dan Stefani. Obrolan ketiga orang itu makin akrab disertai canda tawa, wine menghangatkan tubuh dan membuat mereka semakin bebas berceloteh atau bercanda yang kadang menjurus ke arah seks. Sadar atau tidak, birahi mereka mulai naik, Stefani yang tadinya bermaksud hanya minum sedikit untuk menghormati kliennya malah kebablasan dan sekarang mulai tipsy bersama Silvia. Satu saat Silvia dengan wajah memerah memeluk Stefani yang duduk di sebelahnya dan mencium bibirnya. Stefani membelakak kaget namun ia pun segera terhanyut dan membalas pagutan Silvia.

“Wow...wow...ladies, udah pada panas ya!” sahut Ardi

Silvia menyingkap rok span Stefani sehingga terlihat pahanya yang mulus dan celana dalam kuning yang dipakainya. Tak hanya pasif, Stefani pun membuka kaos Silvia sehingga tampak payudaranya yang masih tertutup bra krem. Keduanya saling menelanjangi sampai tak tersisa apapun lagi di tubuh mereka. Sungguh adegan yang membuat Ardi tertegun menyaksikannya, ia masih belum mengerti bagaimana istrinya bisa seliar itu. Ia sendiri belum pernah selingkuh, namun agaknya kali ini berbeda, selain istrinya yang memulai, ia juga merasa semakin kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri.


“Mau icip-icip laki gua?” tanya Silvia nakal setelah melepas pagutan.

“Kalau cici ngijinin, saya ga nolak” jawab Stefani

“Kalau gitu yuk kita kerjain, tuh kasian dia udah bengong gitu ngeliatin kita!” Silvia menengok ke arah suaminya dengan pandangan menggoda.

Silvia turun dari sofa menggandeng tangan Stefani ke arah Ardi yang masih belum percaya ini terjadi.

“Uuhh...kamu serius Vi ngajakin kaya gini?” tanya pria itu merasakan tangan istrinya menggenggam penisnya dari luar celana.

“Kan kamu yang bilang mau ngerayain beli rumah? Gua cuma bikin ini lebih meriah, lu gak suka emang?”Silvia memasukkan tangannya ke celana suaminya dan meraih batang penisnya yang sudah ereksi.

“Tapi Vi, ini....” Stefani yang mengambil posisi di sebelah kiri meraih wajahnya dan memutar ke arahnya membuat pria itu terpana melihat keindahan tubuh Stefani dengan payudara 34B dan bulu-bulu lebat menghiasi selangkangannya.

“Gak usah malu-malu koh, si cici udah oke kok!” sahut Stefani lalu memagut bibir Ardi.

Ardi yang sudah horny langsung membalas ciuman Stefani dan beradu lidah. Didekapnya tubuh wanita itu, elusan pada punggung dan pantat membuat darah Stefani berdesir. Sementara Silvia sudah membuka celana suaminya dan kini mempermainkan batang penis itu dengan lidahnya. Tubuh Ardi menggeliat-geliat merasakan teknik oral istrinya yang mahir. Tangan kanannya meraih payudara istrinya dan meremasinya sambil terus beradu lidah dengan Stefani. Setelah beberapa menit, Stefani melepaskan pagutannya lalu menegakkan badan menyodorkan payudaranya di depan wajah Ardi.

“Aaahhh!!” desah Stefany ketika Ardi melumat payudaranya dan mengisapnya.

Slurp... slurp... suara sepongan Silvia pada penis suaminya, ia melakukannya sambil meremas lembut zakarnya. Ardi berusaha keras menahan ejakulasi menghadapi dua wanita cantik ini.

“Sini Tep, cobain nih kontol kesayangan gua!” kata Silvia setelah merasa puas mengoral suaminya memberi kesempatan pada Stefani, kata-kata vulgar dan tingkah binalnya sangat bertolak belakang dengan kesehariannya sebagai wanita yang keibuan dan kalem.

Teknik oral Stefani tak kalah mahir dari Silvia, lidahnya menyapu ujung penis Ardi yang tak bersunat menggelitik lubang kencingnya, disusul dengan kuluman dan hisapan yang membuat pria itu berkelejotan dan mendesah nikmat.

“Ini baru namanya perayaan” kata Silvia manja setelah melepaskan baju suaminya sehingga ketiganya kini bugil total

Wanita itu meraih gelas yang masih berisi wine dan meneguknya kemudian memagut bibir suaminya. Mereka pun bercumbu dalam manisnya wine. Ciuman Ardi merambat ke bawah menjilati sebagaian cairan merah yang meleleh membasahi dagu dan leher istrinya. Tubuh Silvia menggeliat saat merasakan dua jari suaminya menyeruak masuk ke vaginanya dan mulai mengorek-ngoreknya. Pada saat yang sama Ardi juga mengenyoti payudaranya bergantian.


Selanjutnya Silvia berbaring telentang di sofa dan Stefani menindihnya, keduanya beradu lidah sambil menggerayangi tubuh masing-masing. Ardi menempelkan penisnya ke vagina Stefani lalu menekannya perlahan.

“Ssssshhhh...seret banget memeklu Tep!” Ardi mengerang keenakan merasakan jepitan vagina Stefani yang terasa lebih sempit dibanding milik istrinya.

Ardi mendiamkan sejenak penisnya dalam jepitan vagina Stefani lalu mulailah ia menggenjotnya. Mulut Stefani mulai mendesah-desah menikmati sodokan penis Ardi pada vaginanya. Silvia lalu menggeser tubuhnya ke atas sehingga selangkangannya tepat di bawah wajah Stefani. Tanpa harus diminta Stefani membenamkan wajahnya ke vagina Silvia. Marketing property itu mulai menjilati vagina Silvia, jari lentiknya menyibak bibir vaginanya memperlihatkan bagian dalamnya yang memerah basah. Lidah Stefani bergerak bak ular menjilati setiap inci dinding vagina Silvia hingga klitorisnya.

“Uuuhhh...nnggghh....ssshhhh!!” ibu satu anak itu mendesah sambil meremas payudaranya sendiri akibat jilatan Stefani.

Stefani sendiri juga merasakan nikmatnya sodokan penis Ardi pada vaginanya. Dinding vaginanya berdenyut-denyut meremasi penis pria itu serta memberikan sensasi hangat-hangat basah. Kedua tangan Ardi memegangi payudara Stefani dan memain-mainkan putingnya. Tak lama kemudian Stefani dilanda orgasme dahsyat, tubuhnya berkelojotan sampai Ardi tak kuat menahan sentakan tubuhnya hingga penisnya terlepas, cairan orgasme nampak membanjiri vagina wanita itu. Silvia segera mengambil alih dengan mendorong tubuh suaminya hingga berbaring di sofa, lalu penisnya yang masih tegak itu diduduki hingga tertelan oleh vaginanya. Silvia mulai menaik turunkan tubuhnya yang sudah berkeringat.

“Koh, ayo jilatin punyaku” Stefani naik ke wajah Ardi menyodorkan vaginanya yang basah.

Lidah pria itu segera mengais-ngais semua sisa cairan cinta Stefani, membuatnya terbeliak menahan nikmat, mulut mungilnya pun kembali mengeluarkan desahan nikmat. Sementara Silvia terus memicu pinggulnya di selangkangan suaminya. Sesekali ia histeris setiap kali penis itu menghantam g-spotnya. Ardi pun menikmati setiap relung liang sorgawi istrinya yang masih terasa kencang walau pernah melahirkan. Vagina itu akhirnya berkontraksi meremasi penis Ardi yang tak kuat lagi menahan gelombang nikmat yang menerjangnya. Ardi menyentak-nyentak pinggulnya ke atas mengimbangi goyangan istrinya sambil ia terus menjilati vagina Stefani dan meremasi pantatnya.

"Ooohh yahh terushh sayang...kita keluar bareng..." racau Silvia dengan tubuh mengejang

Keluarlah cairan orgasme yang semakin memperlicin keluar-masuknya penis suaminya. Beberapa detik kemudian, Ardi pun menyusulnya ke puncak nikmat, lima kali penisnya menyemprotkan sperma sampai-sampai cairan-cairan itu meluap keluar dari vagina istrinya. Stefani juga tak tahan lagi dengan jilatan dan cucukan jari Ardi pada vaginanya akhirnya mengerang panjang menumpahkan cairan kewanitaannya membasahi mulut Ardi. Ketiga insan itu memperoleh kepuasan tiada tara dalam waktu hampir bersamaan.


----------------------
Keesokan harinya


Tiga sosok transparan keluar dari tiga tubuh yang tergeletak lemas di ruang tamu dan menghilang di balik tembok. Cahaya matahari sudah masuk melalui jendela yang tirainya belum ditutup. Silvia yang paling pertama terbangun, ia mengejap-ngejapkan matanya dan menemukan dirinya berbaring di dada suaminya di sofa, ia juga melihat Stefani tertidur di sofa tunggal sebelah mereka. Ia tidak tahu apa yang kemarin terjadi selain melakukan perayaan kecil bersama suaminya dan Stefani. Botol wine telah kosong, apakah sedemikian mabuknya sampai semua ambruk di ruang tamu dan lupa apa yang terakhir terjadi? Ia merasakan vaginanya berdenyut dan basah, juga bekas cupangan pada payudaranya...apa yang sebenarnya terjadi? Apakah semalam mereka terlibat hubungan seks? Tapi nyatanya mereka masih memakai pakaian masing-masing walau sekarang agak kusut. Wanita itu pun segera membangunkan suaminya dan Stefani yang juga tidak tahu apa yang terjadi semalam, kesimpulan sementara adalah mabuk dan kecapaian setelah menurunkan barang-barang. Segera setelah minum segelas air Stefani pamit karena ada urusan lain.

“Semalam...kita ML emang?” tanya Silvia saat berendam di bathtub dengan suaminya yang memeluknya dari belakang.

“Nggak kok, kan ada si Stefani, emangnya kita threesome apa? Gua cuma inget kita ngobrol sambil minum-minum, tapi aneh juga ya kok kita semua sampe teler gitu? Alkoholnya cuma dua puluh persen kok”

“Mmmm...apa yah yang terjadi sebenernya..” Silvia mengernyitkan dahi berpikir, “heeii...aahh...apa sih” ia menepis tangan Ardi yang mulai meremas dan memilin-milin putingnya.

“Lu tadi ngomong ML gua jadi kepengen nih, yuk ML perdana di rumah baru” ajak Ardi mencium pundak istrinya.

“Iiihh...nggak ah...kan abis ini mau jemput Liza!” Silvia meronta pelan.

“Ya udah kalau gitu quickie aja, mau ya please?”

Silvia menengok ke belakang dan tersenyum, kemudian membalik badannya hingga menindih suaminya.

“Oohh...yess...!” desah Ardi merasakan penisnya melesak masuk ke vagina istrinya di bawah air.

Pasutri itu mulai bercinta dengan penuh gairah tanpa mereka sadari di balik tirai shower ada sosok lain memperhatikan mereka sambil tersenyum jahat.


--------------------------

Keluarga muda itu memulai beradaptasi di tempat baru, Liza anak mereka yang masih berusia tujuh tahun pun senang dengan rumah baru ini. Dengan berjalannya waktu, tak terasa sudah sebulan lebih mereka tinggal di rumah itu. Rutinitas berjalan seperti biasa, bekerja, mengantar jemput anak, mengurus rumah, family time, menerima tamu, dll. Kadang memang mereka mendengar suara-suara aneh di rumah ini tapi asumsi mereka mungkin binatang karena tempat ini letaknya agak jauh dari rumah lainnnya sehingga wajar binatang berkeliaran, lagipula mereka juga telah memanggil pendeta untuk memberkati rumah ini sehingga mereka yakin semua baik-baik saja. Suatu pagi, Silvia baru mengantarkan Liza ke sekolah dan berbelanja harian.

“Maaf...cari siapa mbak?” Silvia membuka kaca mobil dan bertanya pada wanita seumuran dirinya atau lebih tua beberapa tahun yang sedang berdiri di depan gerbang memandangi rumahnya.

“Oh, jadi nci penghuni baru di sini, maaf....saya dulu pernah tinggal di sini, kebetulan lewat, jadi nostalgia sedikit!” katanya memandang lagi ke arah rumah.

“Gitu yah...kalau mbak mau silakan masuk lihat-lihat” tawar Silvia setelah mengamati wanita berparas cantik itu sepertinya orang baik-baik, “saya juga mungkin bisa bertanya-tanya sedikit”

Wanita itu nampak senang dengan ajakan Silvia, ia naik ke mobil setelah Silvia membukakan gerbang.

“Saya Yuliana, dulu....tahun sembilan puluhan saya pernah disini” wanita itu memperkenalkan diri di mobil.

“Silvia!” Silvia menjabat tangan wanita itu yang terasa dingin, “kita belum lama di sini”

Turun dari mobil matanya menyapu sekeliling halaman depan dan teras.

“Sudah banyak berubah, banyak kenangan di sini” tuturnya, “dulu di sana ada patung air mancur”

Kedua wanita itu duduk di teras menikmati teh hangat yang disuguhkan Silvia.Sikap simpatik Yuliana membuat Silvia, yang sejak pindah ke sini merasa lebih sepi dibanding di kontrakan, mulai akrab dengan wanita itu yang mengaku tinggal di bawah, tidak terlalu jauh dari sini, suaminya bekerja dan dua anaknya sudah besar sehingga ia memiliki lumayan banyak waktu luang.

“Oh...anak kamu lahir 15 Agustus?” tanya Yuliana melihat foto bayi Liza yang tertera tanggalnya.

Silvia mengangguk, “yup...sama seperti papanya, jadi dia lahir buat hadiah ulang tahun papanya”

Yuliana mengangguk dan wajahnya memperlihatkan ekspresi senang seperti mendapat sesuatu yang diinginkan.


Keesokan harinya wanita itu nampak di depan gerbang lagi setelah Silvia mengantar anaknya ke sekolah. Kali ini Yuliana membantunya di dapur sambil mengobrol.

“Vi, kalau gitu cara nguleknya hasilnya kurang halus!” ia menghampiri Silvia yang sedang mengulek bumbu dari belakang “gini nih yah!”

Yuliana berdiri di belakang Silvia dan menggenggam tangan wanita itu, kemudian menggerakkannya untuk mengulek bumbu-bumbu di cobek. Silvia melemaskan lengan membiarkan wanita itu memandunya mengulek bumbu, ia merasakan ada kehangatan dari dekapan itu sehingga darahnya berdesir. Wajah mereka berhadapan dalam jarak dekat ketika Silvia menoleh ke samping.

“Eeenngghh…”, lenguh Silvia ketika Yuliana mengulum daun telinga kirinya.

Silvia memang tidak memiliki orientasi lesbian, namun suasana saat itu cukup mendukung dan ia begitu terhanyut tanpa dapat ia kendalikan. Kini bibir mereka sudah sudah berpagutan saling melumat, dan tangan-tangan mereka saling berpeluk. Tangan Yuliana mulai bergeser menerobos masuk ke blus Silvia lewat belahan dadanya yang rendah, terus menyusup ke balik cup branya serta meremasi payudaranya.

“Eeennggh!” Silvia mendesah.

“Kamu cantik sekali Vi, body kamu juga bagus!” puji Yuliana

Pujian seksi itu melahirkan sebuah sensasi erotik yang membangkitkan birahi Silvia. Yuliana melepaskan satu demi satu kancing blus Silvia hingga pakaian itu melorot turun meninggalkan bra dan celana dalam coklat. Silvia memutar badannya saling berhadapan dengan wanita itu, keduanya kembali berciuman, hanya kini gantian Silvia yang melucuti pakaian Yuliana yang lalu menaikkan pantatnya ke bibir meja dapur yang terbuat dari marmer itu. Dilepasnya bra hitam berenda yang dipakai wanita itu sehingga tereksposlah payudaranya yang ranum dan masih kencang itu.

“Ssllrrp....ssllrrpp!” Silvia langsung melumat payudara Yuliana dengan rakus.

Suara desahan Yuliana mengiringi setiap hisapan, jilatan dan gigitan Silvia pada payudaranya. Tangannya meraih kait bra Silvia di punggung dan melepasnya sehingga kini kedua wanita cantik itu hanya tinggal memakai celana dalam. Tangan Silvia merambah ke paha Yuliana, lalu ke selangkangannya, ia tarik celana dalam g-string itu hingga lepas. Dada Yuliana terlihat naik turun mengiringi nafasnya yang mulai tak beraturan, matanya terpejam-pejam menikmati rangsangan yang diberikan Silvia.

“Aaahh!” Yuliana mengerang dan menggeliat saat tangan Silvia yang menyusup ke celana dalamnya menggerayangi kewanitaannya.

Yuliana balas merengkuh tengkuk Silvia hingga bibir mereka kembali bertemu. Keduanya memainkan lidah masing-masing dengan liar sambil saling menggerayangi. Payudara mereka saling bergesekan seolah tak ingin kalah dengan permainan lidah mereka. Sesaat kemudian, Silvia menghentikan ciumannya, keduanya bertemu pandang dan saling tersenyum. Detik berikutnya, Silvia menarik bangku dan duduk di sana hingga liang kewanitaan Yuliana berada tepat di hadapan wajahnya.

“Ouhh… yesshh…” lenguh Yuliana saat merasakan lidah hangat Silvia menyapu kewanitaannya, menghantarkan sebuah kenikmatan ke seluruh tubuhnya.

Lidah Silvia membelah bibir kewanitaan Yuliana yang ditumbuhi bulu lebat, lalu mulai menyapu lipatan dalam bibir kewanitaannya, lalu terus bergerak naik, menyentil-nyentil klitorsnya. Dengan mahir Silvia memainkan lidahnya memberi kenikmatan bagi Yuliana yang menjepit kepalanya dengan kedua paha mulusnya. Yuliana mendesah dan menggelinjang, kedua tangannya bermain di payudaranya sendiri, memilin putingnya hingga mengeras

.

“Ahhhh!!!” akhirnya Yuliana mengejang dan menjerit

Cairan orgasme menyembur membasahi meja marmer dan mulut Silvia yang lantas menjilati cairan tersebut. Mereka kembali berciuman sebentar sebelum Yuliana melepas ciuman.

“Giliran kamu sayang” wanita itu turun dari meja dapur dan membuka kulkas dekat situ, “nah ini yang kita perlukan...berbaring di meja sayang!” suruhnya tersenyum nakal setelah mengambil dua batang timun.

Silvia melepaskan terlebih dulu celana dalamnya lalu berbaring di meja marmer sesuai yang disuruh wanita itu.

“Eemmhh....Mbak!” desah Silvia meremas rambut Yuliana yang memagut payudara kanannya.

Yuliana menggesekkan timun pada bibir vagina Silvia memberinya sensasi dingin dan nikmat sehingga ibu beranak satu itu mendesah-desah. Lidah Yuliana terus bergerilya si sekitar dada pundak dan leher.

“Lebarin paha kamu say!” kata Yuliana dekat telinga Silvia lalu menjilatnya.

Silvia melakukan seperti yang disuruh dan...

“Aaaahhh!!” timun dingin itu melesak masuk ke vaginanya yang becek.

Yuliana tersenyum melihat ekspresi wajah Silvia, tangan kirinya mulai menusuk-nusukkan timun itu sehingga Silvia semakin mendesah.

“Saya juga mau dong digituin!” kata Yuliana meletakkan timun yang satunya pada tangan kanan Silvia.

Ia lalu naik ke meja dapur dan menyodorkan selangkangannya ke wajah Silvia. Tanpa harus disuruh, Silvia menjilat sejenak vagina Yuliana lalu melesakkan timun itu masuk ke vaginanya. Kedua wanita cantik itu berposisi 69 saling menusukkan timun ke vagina masing-masing. Desah erotis sahut menyahut ketika timun itu menggesek dinding vagina mereka yang kian basah dan kian berkontraksi. Hasrat yang semakin memuncak memacu keduanya mempercepat kocokan pada vagina pasangan masing-masing. Puncak kenikmatan semakin dekat seiring dengan semakin kuatnya denyutan vagina, aliran hangat dari darah berdesir di sekujur tubuh.

"Aaaahhhhh....Mbak..." Silvia mendesah hebat diikuti oleh Yuliana dengan nada yang sama.

"Ooohhhhhh...... sedikit lagi Vi....aaaaahhhhh......." ceracau Yuliana

Timun dingin itu mereka masukkan sedalam mungkin pada vagina pasangannya. Ketika timun itu bergerak semakin liar, lenguhan panjang terdengar.

"Kkyyaaaaaaaahhhhhh....." Silvia mendongakkan wajahnya.

"Ooohhh...yesshh" diikuti oleh Yuliana.

Vagina mereka mengeluarkan cairan bening yang hangat, menandakan puncak kenikmatan telah mereka raih bersama. Tubuh mereka akhirnya melemas setelah orgasme dahsyat barusan, keduanya terbaring di meja dapur berusaha mengatur kembali nafasnya yang memburu.

“Mbak Yuli!” panggil Silvia pada wanita itu yang mulai berpakaian kembali, “biar saya anter pulang”

Yuliana tersenyum sambil merapikan rambutnya, “gak perlu repot-repot...kamu istirahat aja, saya lebih suka jalan sekalian olah raga juga”

“Okeh...saya pergi dulu yah Vi” pamit wanita itu, namun di ambang pintu ia menoleh ke arah Silvia, “satu lagi...jangan panggil Mbak Yuli, terlalu formal, kita kan teman....saya lebih suka dipanggil....Mira”

Bila saja Silvia tidak sedang letih dan cukup jeli, ia akan melihat pantulan bayangan wanita itu pada penutup kompor gas standing yang terbuka berupa sosok yang di atas lehernya hanya tersisa rahang bawah berlumuran darah.


-----------------------------
Saat yang sama, tempat lain


Stefani sedang berada di stasiun menunggu kereta ke Bandung, ia berulang kali menghubungi nomor pasutri itu namun tidak satu pun diangkat. Ardi memang sedang dalam perjalanan di pesawat terbang sehingga ponselnya non-aktif, sementara Silvia sedang lesbian dengan Mira di dapur sehingga nada panggil ponselnya di ruang tengah tak terdengar. Wajah marketing property cantik itu menunjukkan kecemasan setelah menyadari orang yang menghubunginya untuk menjual rumah di Tirta Buana 44 itu sudah tidak bisa dihubungi, lebih kaget lagi setelah diselidiki ternyata orang bernama Bambang Sulistio itu sudah meninggal bunuh diri sepuluh tahun yang lalu di rumah yang baru dijualnya itu.

“God...please, diangkat dong!” ia berdoa dalam hati berharap Silvia mengangkat ponselnya.

Kereta yang ditunggu telah tiba dan sedang mendekati peron dimana ia berdiri di belakang garis tunggu. Saat itu Stefani merasakan bahunya ditepuk dari belakang sehingga refleks ia pun menoleh. Matanya membelakak kaget melihat tiga sosok mengerikan tepat di belakangnya. Seorang remaja pria dengan tubuh berlumuran darah, seorang gadis berkepala hancur sebelah dan bola mata menggantung, dan yang di tengah adalah pria yang dikenalnya sebagai Bambang Sulistio, namun wajahnya pucat dengan luka menganga di leher berlumuran darah. Sebelum Stefani sempat menjerit, ketiga sosok seram itu mendorongnya sehingga tubuhnya terlempar ke jalur kereta tepat saat kereta mendekat. Selanjutnya suara jeritan orang di sekitarnya bercampur baur dengan deru mesin kereta, beberapa orang muntah menyaksikan darah bercipratan dan potongan anggota tubuh berserakan terlindas kereta.


----------------------------------

Kematian tragis Stefani yang begitu mendadak mengejutkan pasutri itu, mereka baru mengetahui berita itu keesokan paginya ketika polisi menyambangi rumah mereka. Keduanya dimintai keterangan karena dua nomor terakhir yang dihubungi Stefani berkali-kali adalah nomor mereka.
 
Terakhir diubah:
Rekaman CCTV memperlihatkan saat-saat terakhir Stefani ketika menelepon lewat ponsel, tiba-tiba ia menengok ke belakang dan terlihat kaget, entah karena apa, tiba-tiba saja tubuhnya terlempar ke jalur kereta dan terlindas.

“Ada yang mau dia katakan tentang rumah kita” kata Silvia dalam perjalanan pulang di mobil, “harusnya hapenya gua bawa ke dapur kemarin, kasihan Stefani” matanya sedikit berkaca-kaca mengingat Stefani yang tubuhnya hancur tak berbentuk lagi.

Ardi menggenggam tangan istrinya berusaha menenangkan.

“Lu pernah ngalamin sesuatu yang aneh di rumah?” tanya pria itu ketika lampu merah.

Silvia menggeleng, “oohh... gua kenal sama satu tetangga di daerah bawah, katanya dulu dia pernah tinggal di tempat kita, mungkin dia tahu sesuatu, ntar gua tanyain”

“Liza? Apa pernah ngelakuin yang ga biasanya?” Ardi bertanya lagi.

Kembali wanita itu menggelengkan kepala, “dia baik-baik aja, gak ada yang aneh”


---------------------------

Suatu hari Silvia menyusuri rumah. Sayup-sayup terdengar suara desahan dari kamar. Pintu kamar itu terbuka, semakin jelas itu adalah suara pria dan wanita sedang bercinta. Dengan berdebar-debar, ia mendekati kamarnya.

“Di!?” hanya itu yang keluar dari mulutnya yang terperangah menyaksikan di atas ranjang suaminya tengah telentang dan seorang wanita bule naik-turun memicu tubuhnya di atas penis pria itu, wanita itu menceracau dalam bahasa asing, sepertinya bahasa Belanda.

Tiba-tiba ia tidak bisa menggerakkan tubuh dan lidahnya terasa kelu. Ardi sepertinya tidak menyadari kehadirannya, ia terus meremasi payudara wanita itu sambil menikmati pinggulnya yang naik turun di atas penisnya. Namun wanita itu melirik nakal ke arahnya. Silvia semakin merinding ketika dari samping muncul seorang pria berpakaian tentara Jepang era Perang Dunia II. Pria berwajah pucat itu mendekat dan menghunus pedangnya, menyebabkan wanita itu panik namun tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Wuusshh... si tentara menebaskan pedangnya menyilang, Silvia memejamkan mata dan menjerit dalam hati. Dua detik berlalu, namun tidak terasa apapun pada tubuhnya selain udara dingin membelai kulitnya. Ia membuka matanya, ternyata pakaian beserta bra-nya telah terpotong oleh pedang itu. Si tentara menyeringai dan menatap nanar ke arahnya. Tangannya merenggut leher baju wanita itu dan menyentaknya sehingga yang tersisa tinggal celana dalam saja. Silvia berusaha keras menggerakkan tubuhnya namun sia-sia, jangankan menggerakkan tangan kaki, bibirnya saja tak mampu bersuara. Bulu kuduknya semakin merinding ketika tangan dingin si tentara meremas payudaranya. Sebuah tangan lain mendekap tubuhnya dari belakang meraih payudaranya yang lain. Dalam ketidakberdayaan ia hanya mampu menggerakkan bola matanya melihat pria setengah baya dengan luka sayat di leher itu mencium pundaknya. Dua sosok lain muncul, seorang pemuda dengan mata kiri bolong hingga kepala belakang, yang satunya seorang remaja pria dengan pakaian penuh darah. Keempat sosok mengerikan itu mengerubutinya dan menjarah tubuh telanjangnya, salah satu merenggut celana dalamnya dengan kasar hingga robek. Si wanita Belanda yang sedang menunggangi penis Ardi menoleh ke arahnya dan menyeringai, wajah cantiknya berubah seram, bukan lagi wajah manusia.

“Binnenkort ga je met ons mee” (kalian akan segera bergabung dengan kami), ucapnya.


“Tidaaaakkkk....” Silvia terbangun terbangun dengan tubuh berkeringat dingin.

“Vi! Tenang ... gua disini!” Ardi yang terbangun segera memeluk tubuh gemetar istrinya, membelai punggungnya dengan penuh kasih sayang, “tenang Vi, itu mimpi... mimpi... lu cuma masih kepikiran si Stefani”

Memang sejak kematian Stefani, Silvia sering mengalami mimpi aneh yang terkadang menyeramkan. Pelukan hangat sang suami sedikit menenangkannya, ia sangat bersyukur mendapat pria sebaik Ardi. Pria itu mengambilkan gelas dari buffet sebelah ranjang dan memberikannya pada sang istri yang langsung meneguknya hingga habis.

“Thanks... gua mau liat Liza dulu ya, biar tenang” ia menyibak selimut dan turun dari ranjang.

Silvia menyusuri koridor yang diterangi lampu remang-remang menuju ke lantai dua dan membuka kamar putrinya. Liza masih tidur lelap, ia duduk di sebelah ranjang, membelai rambut anak itu lalu memberi ciuman sayang di keningnya tanpa memperhatikan beberapa boneka di rak menengokkan wajah ke arah mereka dan menatap dengan pandangan menusuk. Setelah memastikan semua baik-baik saja, ia pun keluar dari kamar itu.

“Sori jadi ngebangunin lu!” katanya melihat suaminya duduk di kursi minibar menuangkan wine.

“Gak apa kok, cuacanya juga panas jadi gua tidur kurang enak” kata Ardi, “Liza baik-baik?”

Silvia hanya mengangguk dan menghampiri suaminya itu.

“Mungkin emang gua belum terlalu adaptasi di sini, ditambah kejadian Stefani itu...” katanya menghela nafas, ia mengambil gelas berisi wine yang disodorkan Ardi dan meminumnya.

Ardi memandangi istrinya yang sedang meneguk wine itu, walaupun baru bangun kecantikan alaminya masih terpancar apalagi dalam gaun tidur satin pink berpotongan dada rendah itu.

“Semua perlu waktu Vi... gua selalu berusaha ada buat lu untuk itu” ia menggenggam tangan Silvia dan menatap dalam matanya.

Wanita itu mulai bisa tersenyum, “ya udah ayo tidur lagi!”

Ardi menggeleng, “nanti... gua mau bikin lu senang jadi lupa semua itu” tangannya meraih payudara kiri istrinya.

“Di sini?”

“Yup... siapa yang mau liat kita emang? Kita belum coba di sini kan”

Ardi turun dari bangku mini bar dan meraih bagian bawah gaun istrinya itu dan diangkatnya. Silvia pun mengangkat kedua tangan membiarkan gaun itu lepas dari tubuhnya sehingga kini tinggal celana dalam putih yang tersisa di tubuhnya. Ia meraih karet celana dalamnya dan membungkuk sedikit melepas pakaian terakhirnya. Setelah Ardi menelanjangi dirinya sendiri, keduanya berpelukan dan bercumbu mesra. Tangan Ardi bergerilya menelusuri setiap lekuk tubuh istrinya. Remasan di payudaranya membuat tubuh Silvia bergetar menahan nikmat. Tidak hanya pasif, wanita itu menggenggam penis suaminya dan mengocoknya lembut.


Ardi membalik tubuh Silvia hingga lengan istrinya bersandar pada meja minibar. Ia menempelkan kepala penisnya ke arah vagina sang istri.

“Oohhh... yahh!!” desah Silvia menikmati penetrasi itu.

Kedua tangan Ardi memainkan payudaranya bersamaan dengan penisnya yang merojok-rojok vaginanya. Silvia mengejang menerima rangsangan dari dua titik sensitif tubuhnya. Kontraksi dinding vagina Silvia terasa begitu nikmat sepanjang penis Ardi.

“Terus Di, dikit lagi...aahhh...terusshh!!” Silvia setengah berteriak setelah sepuluh menitan bersetubuh dalam posisi demikian.

Kedutan vaginanya melemas seiring klimaks yang ia rasakan, cairan hangat dengan jumlah cukup banyak mengalir keluar dari liang senggamanya. Ardi semakin bersemangat memberikan kenikmatan pada istrinya, ia menggenjot semakin cepat agar segera menyusulnya ke puncak.

“Vi, keluarr nihh...” lenguh pria itu sambil meremas payudara Silvia lebih kencang, spermanya menyembur deras.

Genjotannya semakin cepat dan erangan mereka pun sahut memenuhi ruangan itu. Akhirnya keduanya berpelukan lemas menikmati sisa-sisa kenikmatan. Ardi mengecup kening istrinya yang lalu tersenyum di tengah nafas yang masih tersengal.

“Love you!” ucap Silvia lemas sambil bertatapan mata.

“Always...forever...” balas pria itu.


-------------------------
Tiga hari kemudian


“Papa udah dekat....kita matiin aja lampunya sekarang” kata Silvia setelah menutup ponselnya.

“Iya ma...ayo!” Liza nampak antusias.

Jam 18.20, Ardi sampai di rumah dan memarkirkan mobil. Istri dan putrinya sudah melihat dari dalam dan bersiap-siap menyambut. Sesungguhnya bukan hanya mereka berdua yang memperhatikan, beberapa pasang mata lain di pekarangan dan di balik jendela semua tertuju padanya.

“Happy birthday to you....!” nyanyian itu dinyanyikan oleh anak dan istrinya begitu Ardi membuka pintu depan.

“Happy birthday papa!” sahut Liza

Pria itu tersenyum bahagia lalu ikut menyanyi, “happy birthday Liza....” seraya mengeluarkan kado dari kantong belanjaan yang dibawanya. Mereka saling peluk dan cium lalu menuju ruang makan untuk memotong kue. Ayah dan anak yang ulang tahun di tanggal yang sama itu meniup lilin berbarengan setelah mengucapkan harapan mereka dalam hati. Ardi menerima potongan kue pertama dari tangan istrinya. Lapar dan lelah sepulang kerja, Ardi menghabiskan kue itu dengan cepat sebelum istrinya selesai memotong potongan kedua untuk putri mereka. Namun suasana kekeluargaan yang intim itu berakhir ketika Ardi tiba-tiba merasa tercekik dan tubuhnya kejang-kejang.

“Di! Kenapa?” Silvia panik dan langsung menyodorkan minuman.

“Papa!” Liza juga kaget dan ketakutan

Ardi memegangi lehernya karena kesulitan bernafas, mulutnya mulai berbusa bercampur darah, ia terguling dari kursinya.

“Liza ambil HP mama!” perintah Silvia

Dengan gemetaran Liza mengambil HP itu di meja mini bar, namun saat itu wajah papanya telah membiru dan sudah tidak bergerak lagi.

“Di!! Bangun Di! Apa yang terjadi!” jerit Silvia menggoncang-goncang tubuh suaminya.

“Papa!! Papa kenapa?!!” Liza menangis memeluk papanya.

“Hihihi....!” tiba-tiba terdengar sebuah tawa wanita, “sungguh menyedihkan...saya juga turut berduka cita Vi”

Ibu dan anak itu menoleh ke sumber suara di sofa yang membelakangi mereka sesosok tubuh berdiri.

“Mira?! Kok kamu bisa ada di sini?” Silvia tidak mengerti

“Tentu sayang...karena saya kan tinggal di sini” Mira lalu duduk di sandaran lengan sofa, “sepertinya kamu bingung apa yang terjadi, mungkin ini bisa menjelaskan” televisi menyala begitu wanita itu menjentikkan jarinya.


Silvia terhenyak tidak percaya apa yang dilihatnya di layar TV, itu adalah dirinya tadi sore di dapur ketika sedang menyiapkan makanan untuk perayaan ulang tahun suami dan putrinya. Ia ingat saat itu sempat merasa pusing mendadak, kesadaran seperti hilang, tapi itu cuma berlangsung sebentar saja. Ia menutup mulutnya dengan tangan melihat dirinya sendiri membuka lemari elpiji dan mengambil racun tikus berbentuk serpihan. Ia menyusupkan serpihan itu ke dalam krim yang menyelubungi kue dengan telaten sehingga masih terlihat rapi dengan senyum jahat di wajahnya.

“Gak...tidak mungkin, mustahil!” sungguh bingung menyaksikan diri sendiri namun bukan dirinya itu.

“Hihihi....sepertinya ada banyak hal yang tidak kamu mengerti sejak masuk sini Vi, seperti misalnya yang satu ini”

Mira kembali menjentikkan jari dan adegan di TV memperlihatkan ketika pertama pindah dulu waktu Stefani mengunjungi mereka dan ikut merayakan pindah rumah. Adegan selanjutnya seperti film porno di mana mereka terlibat threesome yang panas.

“Atau kamu mungkin ingat momen kebersamaan kita ini?” Mira menjentikkan jari dan memperlihatkan percintaan sejenis mereka di dapur.

“Tidakkk!! Tidak mungkin!!” jerit Silvia menangis sambil memeluk dan menutup mata Liza, tidak ingin putrinya itu menyaksikan dirinya dalam kondisi memalukan itu, “apa maksud semua ini! Apa maumu?”

“Hari ini sepuluh tahun lalu, aku sekeluarga menjadi roh penasaran yang menghantui rumah ini...” tutur Mira, “dan kalian datang sebagai orang yang tepat, saya membutuhkan tubuhmu untuk bisa lepas dari sini....dan tubuh sementara ini” wajah cantik Mira mulai membusuk, “untuk itu dibutuhkan korban perawan yang lahir pada hari ini, maka saya hidup kembali di dalam tubuhmu”

“Bangsat! langkahi dulu mayatku wanita iblis!” geram Silvia, amarah istri yang kehilangan suaminya dan insting seorang ibu untuk melindungi anaknya bangkit mengikis ketakutannya

Mira menerjang ke arah mereka hendak merenggut Liza yang dipeluk erat ibunya, namun....

“Aahhh...!” setan wanita itu terpental ke belakang.

Sebuah benda berpendar di dada Silvia, itu adalah leontin kristal pada kalung emas hadiah ketika Ardi mengajaknya menikah dulu. Ia tidak mengerti mengapa bisa begitu, namun ia baru tahu kristal itu punya fungsi melindungi.

“Liza! Ayo lari!” prioritasnya adalah keselamatan putrinya.

Namun blam! Blam! Semua pintu ruangan itu menutup dan mengunci.

“Hahaha....kau pikir dengan benda itu bisa pergi begitu saja setelah terikat rumah ini?” ejek Mira menyaksikan usaha sia-sia Silvia mengguncang-guncang pintu bahkan melempar kursi untuk memecahkan jendela. Sosok-sosok gaib mengerikan bermunculan, Silvia benar-benar terpojok tidak tahu harus kemana, namun ia terus memeluk putrinya. Beberapa dari mereka berusaha menerkam namun terpelanting ke belakang karena leontin kristal yang dikenakan Silvia.

“Ayo!” ia menarik lengan putrinya menuju ke tangga lantai atas, harapannya ada celah di atas untuk lolos.


Sosok-sosok gaib lain mengejar namun mereka tidak bisa menangkap keduanya karena aura perlindungan kalung itu.

“Aakkhh....mama!” Liza terjatuh di koridor.

Silvia berbalik dan menggendong anaknya itu, naluri seorang ibu di kondisi terjepit membuatnya lebih kuat. Baru beberapa langkah tiba-tiba...wuusshhh!! api besar menyala di depan menghalangi mereka, tirai api lain menyala di belakang mereka begitu Silvia berbalik badan. Hihihi... tawa menyeramkan bergema di koridor itu. Panas dari api itu semakin terasa, tidak ada jalan lain selain masuk ke pintu terdekat yang adalah kamar kosong. Brak....ia masuk ke sana dan segera menguncinya dari dalam.

“Ma...takut Ma!” Liza memegang erat lengannya, menangis ketakutan.

“Liza, gak apa-apa, mama akan melindungimu!” Silvia memegangi bahu anak itu dan menatap matanya.

Di saat yang sama ia dituntut bergerak cepat, tidak ada jalan lain selain jendela yang slotnya rusak dan belum sempat diperbaiki itu. Jendela itu dapat dibuka namun mereka ada di tingkat dua, di bawah mereka adalah halaman belakang dengan tanah berumput. Jantung ibu dan anak itu terus berpacu, hanya ini satu-satunya jalan.

“Kamu harus percaya ke mama, oke!” ia kembali menguatkan anaknya, “mama keluar dulu, jangan lepas tangan mama!” anak itu mengangguk

Dengan hati-hati Silvia memanjat ke luar dan menarik anaknya, susah payah ia menjaga keseimbangan di atap miring tersebut sambil menggendong anaknya. Ia berdoa sebelum melompat dan memastikan posisi teraman bagi putrinya, lalu....

“Aaahh....aawwww!!” rintihnya kesakitan, pergelangan kaki kiri dan lututnya yang paling awal mencapai tanah terkilir, siku lengannya juga mengalami lecet demi menahan tubuh putrinya.

“Liza....gudang!”

Kali ini Liza membantunya berdiri dan menjadikan dirinya sandaran ibunya yang sudah pincang. Mata Silvia menyapu penjuru gudang pengap itu mencari apa yang bisa digunakan.

“Ahhh...Liza...bagus, kesiniin!” pintanya ketika terdengar bunyi SMS masuk dari HP di saku anaknya, juga ada sebuah lighter untuk menyalakan lilin tadi.

Buru-buru ia menelepon polisi dan syukur tersambung, bantuan segera datang namun masalahnya yang dihadapi itu bukan manusia dan mereka harus bertahan selama mungkin sambil menunggu.

“Vii!! Liza cantik!!” suara merdu namun menyeramkan itu terdengar dari luar, Liza segera memeluk mamanya, “kalian gak akan lolos, hihihi....saya tahu kalian dekat sini, ayolah gak akan menyakitkan kok!”

Kembali Silvia dituntut cepat berpikir dan bertindak, apa yang bisa digunakan di gudang ini? Matanya tertuju pada sebuah jeriken, juga sebuah linggis di sudut ruangan. Ia melepas kalungnya dan memakaikan pada putrinya.


“Liza!” ia menatap putrinya itu dengan mata berkaca-kaca, “jangan lepaskan kalung ini, kamu akan selamat....” ia terisak, “kamu harus tumbuh jadi anak baik yah....mama sayang banget sama kamu”

“Mama!” Liza memeluk erat mamanya dan menangis

“Waktu kita cuma sedikit...sekarang dengar yang mama suruh....”

Mira dengan tubuh mulai membusuk seperti zombie menyusuri halaman belakang mencari ibu dan anak itu. Tiba-tiba pintu gudang terbuka.

“Wanita jalang!!” seru Silvia keluar dengan memegang linggis dan tubuh basah kuyup, “kamu mencariku kan?”

“Oho...Silvi, kemana saja dari tadi sampai basah-basahan begitu...dan ooh...kamu merusak tubuh indahku saja” ejek Mira melihat wanita itu berjalan pincang, “kamu pikir bisa membunuhku dengan itu? Hihihihi...”

Sosok transparan lain juga mulai bermunculan di sekitar mereka. Liza mengintip di ambang pintu dengan jantung berdebar-debar.

“Kamu akan bayar mahal untuk nyawa suamiku...hhhiiaahh!” Silvia menghantamkan linggis itu sekuat tenaga ke kepala Mira.

Tubuh busuk itu ambruk namun rohnya langsung merangsek ke arahnya. Inilah saat yang dinanti Silvia.

“Kamu mau tubuhku kan? ini ambillah!”

“Tidaaaakkk...jangannnn!!” jerit Mira yang baru seperempat memasuki tubuh Silvia.

Ia baru sadar yang membasahi tubuh Silvia bukan air melainkan bensin. Saat itulah Silvia menyalakan lighter sehingga api segera melalap tubuhnya.

“MAMAAAA!!!” jerit tangis Liza bercampur baur dengan jeritan kedua wanita itu.

Silvia jatuh pada kedua lututnya, api merah berkobar membakar tubuhnya bercampur dengan api biru roh Mira yang gagal merasuk. Ia menengok ke arah Liza dan tersenyum di tengah kobaran api sebelum ambruk menghembuskan nafas terakhir. Roh-roh sekitar mereka mulai menghilang dari tempat itu meninggalkan Liza yang meringkuk di dinding gudang menangisi mamanya.

“Het lijkt erop dat je niet bent voorbestemd om deze plaats te verlaten” (nampaknya kamu belum ditakdirkan meninggalkan tempat ini), gumam sesosok wanita yang sejak tadi menonton dari jendela lantai dua.

Polisi datang setengah jam kemudian mendobrak gerbang dan menemukan pemandangan miris sepasang suami istri itu meninggal dalam keadaan mengenaskan. Putri mereka selamat dan dievakuasi dalam kondisi shock berat. Kasus ini menjadi kasus yang tidak pernah terpecahkan.



2015: Exorcism

“Jadi kamu selalu ke sini setiap ibu kerja?” tanya wanita ber-blazer dan rok span selutut warna biru langit itu.

Bocah itu mengangguk.

“Emang bapak kemana dik?”

“Pergi sama tante”

Wanita itu menghela nafas dan menggenggam tangan si bocah berusaha berempati padanya.

“Mbak!” terdengar suara wanita memanggil, “silakan....udah ditunggu di ruang rapat lantai dua, naik tangga ruang paling ujung.” kata satpam wanita itu ramah.

“Oohh, iya makasih ya Bu!” wanita itu bangkit

“Eeemm...Mbak tadi bicara sama siapa ya?” tanya si satpam wanita karena tidak melihat siapapun di ruang tunggu selain mereka berdua.

“Ituu....latihan buat presentasi kok” jawabnya

Wanita itu berlalu setelah mengedipkan sebelah mata pada si bocah yang masih duduk di kursi dan melambai padanya, ia melihat senyum senang di wajahnya karena baru pernah mendapat teman bicara manusia setelah dua tahun meninggalkan dunia ini akibat kecelakaan lalu lintas. Dalam hati ia mendoakan hantu kecil itu dan ibunya, si satpam, agar tegar menjalani kehidupan demi menghidupi anaknya yang lebih kecil.

“Selamat pagi! Maaf semua....tadi macet di jalan!” wanita itu memberi salam pada empat orang yang sudah hadir.

“Gak apa, kita juga masih berbasa-basi kok, silakan ambil tempat!” kata Arline (35 tahun), asisten manajer sebuah perusahaan perhotelan.
Blazer dan celana panjang merah dipadu dengan blouse hitam sangat kontras dengan kulit putihnya. Rambut sebahunya yang dihighlight kemerahan menyempurnakan penampilan janda beranak dua itu. Karina duduk di sebelah seorang wanita seumurannya yang nampak murung

“Baiklah berhubung semua sudah hadir, kita mulai saja” Arline membuka rapat itu, “sebelumnya saya perkenalkan dulu, nona cantik yang baru datang ini bernama Karina Alexandra Dewi, demonologis lulusan Amerika, beliau ini punya wawasan luas tentang dunia supranatural dan juga memiliki indra ke enam yang bisa melihat mahluk-mahluk tak kasat mata”

Wanita 27 tahun itu membungkuk pada semuanya seusai perkenalan dirinya oleh Arline. Selanjutnya Arline juga memperkenalkan wanita di sebelahnya sebagai Sofia (26 tahun), terlahir dengan kemampuan khusus melihat masa lalu maupun masa depan. Pria gagah di seberang Karina yang memandang kagum sejak kedatangannya bernama Ivan (37 tahun), seorang polisi yang telah memecahkan banyak kasus sulit, dan yang terakhir si pria setengah baya di sebelah Ivan yang memakai pakaian adat Jawa lengkap dengan blangkon, bernama Mbah Gatot (46 tahun), seorang dukun pengusir setan.

“Perusahaan kami telah membeli sebuah lahan dengan rumah tua di Jalan Tirta Buana 44 untuk dibangun hotel. Masalahnya adalah tempat ini kabarnya terkutuk dan pernah terjadi pembunuhan dan hal aneh lainnya. Pengusiran setan sudah dilakukan berkali-kali baik secara Islam, Kristen, Buddhis, maupun tradisional, namun semua hasilnya nihil” papar Arline, “reputasi anda sekalian di bidang supranatural membuat saya tertarik untuk mengundang kalian untuk membersihkan rumah itu dari kutukan bila memang benar ada sebelum proyek pembangunan dimulai. Kami juga bekerjasama dengan kepolisian yang bersedia membuka kembali kasus ini dan mengutus AKP Ivan. Anda semua akan dibayar mahal bila misi ini berhasil”

Arline menekan mouse, gambar di layar memperlihatkan foto lama dan baru rumah tersebut, “berdasarkan arsip, rumah ini dibangun tahun 1928 oleh seorang industrialis Belanda bernama Pieter van Witt”

Slide berikut menampilkan foto keluarga hitam putih, sepasang suami istri dan dua anak

“istrinya bernama Margarethe dan itu anak-anak mereka, Jan dan Marie. Tahun 1935, Margarethe menjadi gila, ia membunuh dua anaknya sendiri sebelum menggorok lehernya, Pieter depresi dan pulang ke Belanda, konon ia meninggal dua tahun kemudian di rumah sakit jiwa ”
Slide berikutnya menampilkan foto seorang perwira Jepang.

“Rumah tersebut telantar hingga tentara Jepang mengambil alih untuk menampung para wanita penghibur, orang ini adalah perwira yang bertanggung jawab menjaga rumah itu, Ryutaro Soga. Setelah Jepang kalah para wanita dibubarkan dan Ryutaro melakukan harakiri di sana.”

“Pada masa kemerdekaan tidak ada catatan yang jelas mengenai rumah itu, mungkin karena birokrasi masih belum bagus, yang jelas selama itu banyak cerita-cerita mistis berkembang. Seorang seniman nyentrik mengontrak rumah itu pada dekade 70’an untuk melewati masa tuanya dan ia ditemukan meninggal pada 1985.”

Gambar selanjutnya foto keluarga ala era 80-an, ayah, ibu dan dua anaknya yang masih kecil.

“Kemudian tahun 1988 seorang pengusaha bernama Bambang Sulistio membeli dan merenovasi rumah itu. Mereka tinggal sampai 1995 ketika Bambang menjadi gila dan membunuh seluruh keluarganya plus tukang kebun dan pacar putrinya.”

“Satu hal yang tidak diketahui banyak orang atas permintaan keluarga....semuanya kecuali Bambang, ditemukan dalam keadaan telanjang bulat, juga cairan sperma membekas pada tubuh dan alat kelamin mereka” Arline memelankan suaranya, “diduga kuat mereka melakukan pesta seks...pesta seks incest, sebelum Bambang memergoki lalu mengamuk dan membantai mereka. Terima kasih pada pihak kepolisian yang bersedia memberi bocoran kasus ini dan mengutus Bapak Ivan ini untuk misi kita.”

Ivan tersenyum kecut dan mengangguk sementara Karina dan Sofia mengernyitkan dahi mendengar penuturan Arline yang lalu memperlihatkan gambar berikutnya, foto keluarga dengan seorang anak perempuan.

“Waktu mengubur semua pemberitaan itu, apalagi jaman itu internet belum ngetrend. Tahun 2005, pasutri asal Kalimantan membeli rumah itu. Suaminya, Ardi Hermawan dan istrinya, Silvia Lie, serta anak mereka, Liza. Mereka cuma tinggal beberapa bulan di sana, Ardi tewas keracunan dan Silvia membakar diri, tapi putri mereka selamat. Penuturan Liza itu adalah perbuatan roh jahat bernama Mira, tidak ada penjelasan logis sampai kasus ini dipetieskan seperti kasus keluarga Sulistio”

“Benang merah dari semua peristiwa ini adalah semuanya terjadi setiap sepuluh tahun sekali dan tanggal 15 Agustus, kecuali ketika tidak ada penghuninya...dan tanggal itu adalah besok lusa...dan selanjutnya saya akan serahkan pada Karina untuk menjelaskan secara metafisik”


Arline memberi tempatnya pada Karina.

“Baiklah ini adalah riset saya selama dua minggu mengenai rumah Tirta Buana” Karina memulai presentasinya setelah membuka file dari flashdisknya “seperti yang dipaparkan Ci Arline tadi, keluarga Van Witt adalah yang pertama menempati rumah itu. Pieter diam-diam terlibat perselingkuhan dengan beberapa pekerja wanita pribumi di pabriknya. Perbuatannya akhirnya tercium juga oleh Margarethe. Maka untuk mempertahankan kecantikan dan agar suaminya tidak berpaling darinya, ia terlibat okultisme”

“Semacam susuk kalau di kita?” kata Mbah Gatot

“Iya mirip-mirip gitu Mbah, untuk memperoleh yang diinginkannya, Margarethe menjual jiwanya pada iblis bernama Asmodeus, penguasa nafsu dan percabulan. Tentunya ada harga yang harus dibayar. Beberapa karyawati pabrik dan nyai yang bekerja di rumah itu menghilang secara misterius, diduga kuat Margarethe menjadikan mereka tumbal dalam ritual. Sampai satu hari Pieter menangkap basah istrinya sedang menyiapkan ritual, alat-alat ritual sudah lebih dari cukup untuk membuktikan sampai akhirnya wanita itu mengaku. Pieter murka dan memutuskan menceraikan istrinya itu walau Margarethe terus memohon. Malam sebelum perceraian itu diputuskan pengadilan, Margarethe membunuh dua anaknya lalu dirinya sendiri. Sebelumnya ia meninggalkan kutukan bahwa ia akan menghantui siapapun yang menempati rumah itu dan mengambil jiwa mereka”

“Maaf!” Ivan menginterupsi, “menghantui dan mengambil jiwa...tapi berdasarkan arsip, tidak semua yang pernah tinggal di situ mengalami pembantaian, tiga tahun setelah tragedi keluarga Sulistio ada sepasang suami istri mengontrak di situ, tapi mereka keluar setelah dua tahun baik-baik saja”

‘Nah kebetulan saya baru mau masuk poin itu. Kita lihat dari pembantaian pertama itu tahun 1935, lalu 1945, sementara dalam jangka waktu sepuluh tahun berikutnya tidak ada catatan jelas, benar pak polisi?” Ivan mengangguk, “kemudian tahun 1985 seorang seniman tua meninggal diperkirakan karena serangan jantung dan ditemukan dalam keadaan sudah membusuk, lalu pembantaian keluarga Sulistio 1995, pasutri yang tewas tapi anaknya selamat 2005, semua mempunyai siklus sepuluh tahun dan semua terjadi di tanggal yang sama 15 Agustus”

“Bingo, ternyata analis kita sejalan!” sahut Ivan menepuk meja, “silakan teruskan, saya mau dengar pendapat dari yang ahli supranatural tentang yang satu ini!”

Karina tersenyum kecil atas pujian polisi itu sebelum melanjutkan, “dalam demonologi timur, roh-roh jahat suka menyerap ‘hawa yin’ manusia, yaitu energi yang timbul dari aktivitas seksual, di rumah ini Asmodeus dan para setan bawahannya membutuhkannya. Dalam interval sepuluh tahun ini, para roh hanya mengambil hawa yin penghuni rumah dengan mengarahkan mereka dalam hubungan seksual, jadi bisa dipastikan saat-saat ini terjadi banyak aktivitas seksual yang tidak lazim, yang kita tidak tahu jelas karena tidak ada catatan tentang ini, juga jangan lupa mereka punya kemampuan menghapus sebagian memori sehingga orang yang bersangkutan tidak ingat apapun bila sudah dikendalikan mereka. Nah...lalu setelah mereka cukup mengkonsumsi hawa yin, mereka akan melengkapinya dengan darah dan jiwa, demikian siklus ini terus berputar hingga kini. Mbah Gatot, anda juga ahli dalam supranatural, apakah ada tambahan?”

“Ndak ada, hampir yang semua analisis saya juga sejalan sama adek ini, cuma beda istilah saja”

“Bagaimana dengan anak kecil yang selamat itu?” sela Sofia yang sejak tadi diam saja.

“Ini juga poin penting, Liza sekarang sudah remaja dan tinggal di Australia dengan keluarga pamannya. Saya mengirim pesan padanya via FB untuk mendapat petunjuk, awalnya tidak dibalas, harus mengirim beberapa kali lagi untuk menunjukkan kesungguhan tentang kasus ini. Saya mengerti, siapa tidak trauma orang tuanya meninggal setragis itu. Akhirnya dia membalas minggu lalu, pesannya singkat, pakai ini bila mau berurusan dengan rumah itu.” Karina menskip beberapa slide sampai muncul foto seuntai kalung dengan leontin kristal hijau.

“Ini adalah kristal fluorite, mineral langka yang sejak dulu sudah dikenal berkhasiat menangkal energi negatif, bahasa awamnya roh jahat. Benda inilah yang ada bersama Liza ketika peristiwa itu terjadi” Karina lalu mengeluarkan sebuah kotak hitam dari dalam tasnya, “untuk itulah saya telah menyiapkan kalung ini untuk kita, silakan setiap orang ambil satu dan mulai sekarang kita harus memakainya” ia mengambil satu dan mengedarkan kotak itu, “kewaspadaan jangan dikurangi, kalung ini hanya melindungi agar kita tidak dirasuki, tapi roh-roh itu tetap bisa menggunakan benda sekitar atau halusinasi untuk mengalahkan kita, dan mereka tidak bodoh...”


“Saya juga?” tanya Arline

“Iya Ci, karena anda juga sudah masuk dalam kasus ini, semua yang berhubungan dengan rumah itu, baik langsung atau tidak langsung, akan menjadi sasaran mereka. Tahun 2005, marketing property yang menjual rumah itu pada orang tua Liza tewas mengenaskan dilindas kereta.”

“Sebenarnya saya lebih percaya sama keris pusaka saya” kata Mbah Gatot, “tapi barang pemberian perempuan cantik ga baik ditolak hehehe....”

“Bagus itu Mbah, bisa saling melengkapi...dan satu lagi, ini barang mahal, jangan dirusak dan harus kembalikan ke saya setelah tugas selesai” tandas Karina

“Baiklah, kalau tidak ada pertanyaan lagi, kalian boleh mempersiapkan apa saja yang harus dibawa, sampai jumpa di Tirta Buana 44, jam empat sore nanti” Arline membubarkan rapat.

“Bisakah kita makan siang bareng sekalian membicarakan kasus ini?” tanya Ivan sekeluar ruang rapat pada Karina.

Wanita itu berpikir sejenak, “oke, anda mau bawa saya ke mana pak polisi?”

Keduanya pun makan siang di sebuah kafe dekat gedung itu.

‘Lihat dari penampilan dan logat, kamu sepertinya lama di luar ya?” tanya Ivan.

Karina tersenyum, “Papaku asli Belanda, mama Chinese Manado, delapan tahun pertama aku tinggal di Belanda sampai mereka cerai...then ikut mama ke Indonesia”

“Saya kira wanita yang berurusan dengan dunia gaib itu orang yang freak dan anti sosial, ternyata ada yang anggun seperti anda”

“Ini pujian atau sindiran Pak Polisi?” tanya Karina lalu menyeruput tehnya.

“Tergantung darimana kamu memandang...o ya, panggil saja Ivan, kalau Pak Polisi kesannya saya lagi menginterogasi”

“Panggil saya Karina, tanpa nona, mbak atau ci...kamu udah berkeluarga?”

“Dulu...harga yang harus dibayar demi dedikasi pada tugas, jangan berpikir menjadi pahlawan bagi masyarakat itu mudah, memecahkan kasus besar, mendapat penghargaan, yes....tapi waktu untuk istri dan anak hampir tidak ada, bahkan yang ada mereka mendapat teror dari musuh-musuhku. Aku gak mau mereka jadi korban gara-gara ini semua, terpaksalah kita pisah saja, mantan lebih aman dan terjamin bersama suami bulenya sekarang.” Ivan lalu menyendok nasi kari ke mulutnya, “kamu sendiri gimana awalnya bisa tertarik dengan dunia gaib?”

“Umur sepuluh aku melihat almarhum kakek dan bicara dengannya, sejak itu semakin banyak dunia tak kasat mata yang terlihat, itu membuatku hampir gila sampai akhirnya nenek dari mamaku membimbingku agar terbiasa dengan semua itu, dari sini aku mulai bisa berkomunikasi dengan beberapa dari mereka dan mulai mengerti tentang mereka. Untuk memperdalam kemampuan ini, aku mengambil jurusan demonologi di Amerika. Ci Arline itu tetangga apartemen waktu kuliah di sana”

Tak terasa makan siang bersama itu menimbulkan getaran chemistry di antara keduanya, namun masing-masing masih menjaga profesionalisme sebagai rekan kerja.


----------------------------

Jam empat sore mereka berkumpul di Tirta Buana 44, Arline yang memegang kunci membukakan gerbang. Mereka berdecak kagum melihat bangunan yang usianya hampir seabad itu masih berdiri dengan kokoh walau tidak terawat. Rumput di pekarangan mulai tumbuh liar, beberapa tanaman merambat liar di dinding bangunan tersebut. Jendela-jendela besar berbentuk persegi ciri khas bangunan tua ada yang kacanya pecah. Karina dan Mbah Gatot sudah merasakan bahkan melihat kehadiran roh sejak di depan gerbang.

“Selama dua hari anda semua akan berada di sini, bekal makanan sudah disediakan oleh perusahaan. Pak polisi dan Mbah Gatot, mungkin anda bersedia membantu menurunkannya.” pinta Arline membuka bagasi mobilnya

“Biar kubantu!” Karina mengambil kantong berisi bahan makanan.

Sofia juga ikut mengambil yang bisa ditentengnya. Mereka pun memasuki rumah itu,

“Rumah ini sudah dibersihkan, listrik, air juga sudah ada” kata Arline seraya menekan sakelar sehingga lampu menyala.

Setelah menurunkan barang dan memilih kamar, Arline mohon diri dan berpesan untuk mengabarkan setiap perkembangan.

“Ci, jangan lupa kalung harus terus dipakai!” Karina mengingatkan sekali lagi sebelum wanita itu masuk mobilnya, ia tersenyum dan mengangguk.

Karina memilih kamar bawah bersama Sofia, sementara Ivan dan Mbah Gatot di atas sendiri-sendiri.

“Bagaimana rasanya hidup dengan kemampuan khusus?” tanya Karina mencoba mengobrol dengan gadis pemurung itu sambil mengeluarkan bawaannya.

“Banyak yang bilang mampu melihat masa depan itu anugerah, tapi bagiku melihat dan mengetahui yang tidak seharusnya adalah kutukan. Waktu SD aku melihat seorang temanku tewas ditabrak mobil, jadi kuperingati namun malah dicemooh, dan....ketika benar terjadi, mereka mengataiku penyihir, gadis setan, pembawa sial, tidak ada yang berani dekat-dekat denganku bahkan setelah kami pindah kota” Sofia bercerita dengan suara lirih, “sampai SMA aku terus dibully dan dikucilkan, beberapa siswa memperkosaku di gudang sekolah, lalu aku dan mama pindah ke Singapura memulai hidup baru, di sana kami hidup tenang sampai akhirnya mama sakit, perlu banyak uang untuk pengobatannya.Dari internet aku mengetahui kalau perusahaan butuh orang dengan kemampuan khusus untuk tugas ini, yah....then I join this team”

“Aku mengerti perasaanmu, aku juga pernah trauma dan hampir gila gara-gara gak tahan melihat roh-roh itu, tapi akhirnya aku sadar aku harus hidup dengan itu. Kita senasib yah, kenapa gak berteman saja?”

Keduanya saling memandang, Sofia masih belum bisa tersenyum namun menerima uluran tangan Karina dan balas memeluknya. Kedua wanita itu berbaring melepas lelah sambil curhat kehidupan masing-masing. Karina tahu di sudut kamar berdiri dua hantu anak kecil, namun ia sengaja seolah tidak melihatnya. Saat itu Ivan dan Mbah Gatot mulai menyelidiki penjuru rumah untuk mendapat petunjuk. Pada beberapa sudut rumah, dukun itu memasang sesajen agar roh-roh itu tenang.

“Roh penasaran di sini patut dikasihani, tidak semua dari mereka jahat, mereka hanya terkurung di sini dan tidak bisa istirahat tenang” kata Mbah Gatot di pekarangan belakang bersama Ivan, ia memandang kasihan pada sesosok roh dengan tubuh terbakar yang meringkuk dekat gudang, roh lain seorang pria nampak memeluknya, nampaknya mereka pasutri.


9AqFwHdb_t.jpg

Jam enaman, semua berkumpul di ruang makan menyantap nasi kotak yang disediakan perusahaan untuk makanan hari ini. Penampilan Karina sungguh berbeda dengan tadi pagi ketika rapat, kini rambut panjangnya tergerai bebas serta memamerkan keelokan tubuhnya dengan tank top dan celana pendek yang dikenakannya. Sofia yang sudah memakai gaun tidur selutut juga nampak anggun.

“Cantik bener nih, saya kira siapa?” kata Ivan begitu melihatnya muncul

“Ya iyalah, malem gini pake baju kantoran malah aneh dong!”

“Baiklah, sejauh ini apa yang sudah didapatkan nona demonologis dan nona peramal kita?” tanya Ivan setelah menyelesaikan makannya.

Karina meneguk air dulu sebelum menjawab, “belum banyak, tapi aku punya rencana setelah ini, bagaimana dengan penelusuran para pria?”

“Kita tadi baru berkeliling, mungkin Mbah Gatot lebih bisa menjawab soal ini”

“Hasilnya positif, sudah tepat kita memakai kalung ini, mereka ada di mana-mana, bahkan ada di sini, betul kan Mbak Rina?” Mbah Gatot merujuk pada wanita tak bermata di balkon lantai dua dan gadis dengan kepala pecah sebelah di meja minibar.

Karina mengangguk

“Hoho...agaknya menjadi pendamping hidup untuk orang seperti kalian butuh nyali ekstra kalau tidak bisa stress dimana-mana dibilang ada hantunya” canda Ivan, “omong-omong apa rencanamu?”

“Eehhmm...begini, sebelumnya saya tegaskan dulu, be a professional please....ini hanya bagian dari misi kita” Karina berdehem sebelum melanjutkan, “tadi pagi dalam presentasi saya menjelaskan bahwa roh-roh di sini membutuhkan hawa yin manusia”

“Energi yang timbul dari aktivitas seksual, benar?” tanya Sofia

Karina mengangguk, “yang perlu kita lakukan adalah menghasilkan hawa yin demi memancing roh-roh di sini sehingga mendapat petunjuk untuk melenyapkan kutukannya.”

“Maksud kamu kita harus...” Ivan menerka-nerka

Keempatnya saling bertukar pandang dan tebakan mereka semakin mengerucut.

“Having sex?” tebak Sofia mengernyitkan dahi.

Kembali Karina mengangguk pelan, “bagaimana? Ada yang keberatan?” semua diam, “sekali lagi ya...ini masalah misi, gak usah dibaperin!”

“Van...Mbah....bukannya kalian ngeliatin dada dan paha saya melulu? Kok sekarang jadi malu-malu gitu?” tantang Karina.

“Jadi kita ke kamar sekarang?’ tanya Ivan

“Boleh, tapi semakin liar seks kita maka hawa yin yang kita lepaskan semakin besar, semakin mudah memancing mereka keluar”


Semua saling pandang dan hening, “oke kalau ga ada yang mulai, biar aku aja dulu!”, Karina mendekap Sofia dan memagut bibirnya.

“Hei...gua belum bilang setuju loh” Sofia menarik mulutnya protes

“Ssshh...soon you will, ayolah ini demi misi ini!” kata Karina di telinga Sofia.

Karina menuntunnya hanyut dalam birahi, ia terus mencumbui Sofia, tangannya menyingkap gaun tidurnya dan merabai pahanya. Sofia mengejang seperti kesetrum saat tangan Karina menyentuh selangkangannya. Ia mulai hanyut dalam birahi pun mengejang walau agak risih juga melakukannya sambil ditonton kedua pria itu. Tak terasa ia mulai mengikuti foreplay itu, dibukanya tanktop dan bra Karina sehingga payudaranya yang montok itu terekspos membuat kedua pria itu menelan ludah.

“Cuma mau nonton aja?” goda Karina

Pria normal mana yang tahan dengan godaan seperti itu? Ivan berdiri dan menghampiri Karina yang lalu berdiri memeluk dan menciumnya. Sambil beradu lidah, jemari Karina bergerak lincah mempreteli kancing kemeja si polisi dan melucuti bajunya. Mbah Gatot mendekati Sofia dan mendekapnya erat. Sofia awalnya enggan melakukannya dengan si dukun yang menurutnya terlalu tua baginya, tapi rabaan Mbah Gatot pada tubuhnya membuatnya kian pasrah. Mbah Gatot memintanya kembali duduk di kursi lalu ia berjongkok menarik lepas celana dalam wanita itu. Vagina yang berbulu jarang dengan bibir merekah yang basah itu membuat Mbah Gatot buru-buru membenamkan kepalanya ke selangkangannya.

"Aaaghhh..." Sofia mendesah merasakan sapuan lidah si dukun pada vaginanya.

Karina membuka celana Ivan hingga mengacunglah penisnya yang sudah menegang sejak tadi.

“Duduk situ!” perintahnya lalu berjongkok meraih penis pria itu.

Segera lidahnya menjilati batang penis Ivan, ia sapukan lidahnya hingga seluruh batang itu basah oleh liurnya. Ivan pun merem melek merasakan sensasi nikmat aksi Karina. Ia pun tidak tinggal diam melihat Sofia di sebelahnya yang tengah menikmati jilatan Mbah Gatot, dielusnya paha wanita itu. Sofia tidak menolak ketika polisi gagah itu melucuti gaun tidur berikut bra-nya, ia bahkan meraih belakang kepala pria itu dan memagut bibirnya. Ivan meremasi payudara Sofia sambil bermain lidah dengannya. Di bawah Ivan, mulut Karina sampai ke zakarnya, dikulumnyanya sambil dihisap-hisap. Kemudian naik dan memasukkan penis itu ke mulutnya. Kepalanya mulai maju mundur sambil sebelah tangannya mengocok penis itu dan tangan lainnya meremas payudaranya sendiri. Mulut Ivan turun ke payudara Sofia, dikenyotnya bongkahan kenyal itu bergantian kiri dan kanan. Sofia merasakan kenikmatan ganda karena pada saat yang sama vaginanya juga sedang dijilati oleh Mbah Gatot. Dukun itu sedang memainkan ujung lidahnya di klitoris Sofia sambil mencucuk-cucukkan jarinya.

"Aaah...sshhh...ooh!," Sofia mendekati orgasmenya.

Ia tak mampu menahan sensasi itu hingga akhirnya melenguh panjang dengan wajah mendongak, matanya mendelik kemudian terpejam, tubuhnya tersentak-sentak seperti kesetrum. Terdengar bunyi seruput dari selangkangannya, Mbah Gatot tengah melahap cairan kewanitaannya dengan rakus.


“Udah gak sabar ngerasain punya kamu!” Karina setengah berbisik di telinga Ivan.

“Sama” balas si polisi, “nih gua kasih sekarang!” di naikkannya tubuh Karina di atas meja makan lalu menarik lepas celana dalamnya.

Ivan menelan ludah memandang vagina Karina yang tercukur bersih tanpa bulu itu, liangnya yang basah itu siap menyambut penisnya. Segera ditempelkannya kepala penisnya ke liang surga sang wanita kemudian ditekannya hingga menembus liang becek tersebut.

“Sshhh...ooh yesss…” desah Karina menikmati penetrasi yang nikmat itu.

Mulailah Ivan menggenjoti wanita yang dikaguminya itu. Makin dalam tusukannya, makin jelas Karina mendesah. Di dekat mereka, Mbah Gatot yang telah bugil dan duduk di kursi dan Sofia naik ke pangkuannya dalam posisi memunggungi. Sofia meraih penis Mbah Gatot dan menuntunnya masuk ke liang senggamanya.

“Oohhhhh...!!” lenguh Sofia merasakan batang itu memenuhi vaginanya.

Ia diam sesaat untuk beradaptasi sebelum mulai menggerakkan pinggulnya naik-turun berirama. Vaginanya yang telah basah semakin memperlancar gerakannya. Wanita itu terus melonjak-lonjak di pangkuan si dukun yang merem melek menikmati setiap gerakan pinggulnya.

“Ohhhh... uenak tenan tempikmu cah ayu...” ceracau Mbah Gatot keenakan sambil meremasi kedua payudaranya.

Genjotan Ivan tetap cepat dan dalam. Setiap menyentuh dinding terdalam, gerakan Karina semakin liar, erangannya pun semakin nyaring. Payudaranya yang putih mancung itu tergoncang-goncang mengikuti gerakan tubuhnya. Di bawah cahaya lampu kulitnya yang putih semakin mengkilap karena dibasahi keringat. Akhirnya Karina merasakankan sesuatu akan meledak dari dalam dirinya. Ivan sadar wanita itu sudah di ambang orgasme, maka ia semakin mempercepat genjotan, hingga akhirnya...

“Aahhhh... keluar!!”

Cairan orgasme Karina menyemprot deras sampai berleleran di sela-sela antara penis Ivan dan liang vaginanya. Ivan menghentikan gerakannya sesaat, memberi kesempatan padanya untuk meresapi orgasmenya. Saat itu Mbah Gatot dan Sofia berganti posisi, Sofia berdiri dengan tangan berpegangan pada meja, kemudian dukun itu kembali menusukkan penisnya ke vaginanya. Kenikmatan kembali menjalari tubuh Sofia, ia menceracau tak karuan menerima sodokan penis si dukun, kadang bahkan menjerit bila penis Mbah Gatot menyodoknya kencang. Tangan kiri si dukun meremas payudara Sofia dan tangan kanannya meraih payudara Karina yang terbaring di meja. Sodokan demi sodokan penis Mbah Gatot membuat Sofia merasa seperti melayang ke surga kenikmatan. Begitu juga dengan Ivan yang akan segera orgasme, ia semakin bersemangat menggenjoti vagina Karina, tangannya meremas payudara yang satunya.

“Aaaaagghh...” lenguh Ivan menyemprotkan spermanya di vagina wanita itu.

Begitupun dengan Karina yang kembali mencapai klimaks, tubuh keduanya berdekapan dan saling cium di puncak kenikmatan. Keringat membasahi tubuh mereka, Karina kagum dengan polisi itu yang mampu membuatnya klimaks dua kali.


Mbah Gatot masih menyodoki liang vagina Sofia dari belakang. Dukun itu nampak gemas sekali pada bokong semok Sofia, berkali-kali ia meremas dan menamparnya sambil terus menggenjot

“Akh... akhh... akhhh... akhhh...” Sofia mendesah makin tak karuan

Gerakan Mbah Gatot semakin cepat untuk mengantarkan wanita itu ke puncak kenikmatan.

Akhirnya desahan panjang Sofia memenuhi ruang ini. Si dukun menyeringai, sementara waktu penisnya ia diamkan, memberi kesempatan bagi Sofia memulihkan tenaganya.

“Ploopp!!” suara penisnya saat dicabut dari vagina Sofia.

Mereka break sebentar dan pindah ke kamar wanita yang ranjangnya paling besar. Ronde berikutnya pun dimulai dengan tukar pasangan. Karina menaiki penis Mbah Gatot menghadap ke arah pria tua itu. Tanpa menunggu lagi, ia segera menggerakkan pinggulnya naik turun. Di sebelah mereka, Ivan menindih Sofia dan memasukkkan penisnya ke vagina becek wanita itu. Sofia menyambutnya dengan pelukan di leher Ivan dan setengah berbisik,

“Ooooh…sudah masuk pak polisi…”

Bibir mereka saling berpagutan, penis Ivan mulai maju-mundur dengan mantapnya. Sofia melingkarkan kakinya ke pinggang Ivan seolah tidak ingin lepas dari tusukan pria itu. Sepuluh menit kemudian mereka berganti posisi, Ivan berlutut menaikkan kedua paha wanita itu ke bahunya dan kembali menggenjot. Lenguhan penuh nafsu keempat orang tersebut memenuhi kamar, berpadu bak sebuah simfoni erotis. Suatu ketika, mata Ivan bertemu pandang dengan Karina yang tengah naik-turun di selangkangan si dukun. Ada rasa cemburu di hati keduanya menyaksikan masing-masing bercinta dengan orang lain. Karina mencondongkan badannya ke depan, Ivan yang mengerti juga melakukan yang sama hingga bibir keduanya bertemu. Mereka beradu lidah sambil terus memicu tubuh masing-masing. Mbah Gatot merem-melek merasakan goyangan pinggul Karina yang disertai gerakan memutar. Hingga akhirnya dukun itu merasakan sebentar lagi ia akan orgasme

“Haarrrgghh...” geram pria itu.

Sambil meremas payudara Karina, Mbah Gatot mengejang hebat sambil menyemprotkan spermanya di dalam vagina Karina. Hanya berselang dua menit, Ivan berhasil mengantar Sofia ke puncak kenikmatan. Wanita itu mengerang dan menggelinjang dalam kenikmatan. Karina segera naik ke pangkuan Ivan untuk menuntaskan pendakian mereka. Ivan melumat payudara Karina secara bergantian sambil menikmati genjotan wanita itu, mulutnya juga merambat ke bahu, leher dan mulut hingga bibir mereka bertemu lagi. Tak perlu lama, Karina menggeliat-geliat seperti tarian erotis.

“Aahh...Ik hou van jee!” (aku mencintaimu) ceracaunya dalam bahasa Belanda, “Ik wil je in mij...ooohhh!” (aku ingin kamu di dalamku)

Karina menjerit, mungkin suaranya terdengar sampai keluar kamar. Ivan pun merasakan penisnya semakin berdenyut dan...

“Aaaarrggghh!” Ivan pun berejakulasi di dalam vagina Karina.

Tubuh mereka menegang dan banyak sekali cairan yang keluar sampai membasahi selangkangan mereka dan sprei di bawahnya. Karina menindih tubuh polisi itu menikmati sisa-sisa orgasme dengan ciuman ringan dan nafas terputus-putus. Ini ronde terakhir, semua sudah terkapar kelelahan setelah mereguk bersama kenikmatan mesum. Karina dan Mbah Gatot dapat melihat di kamar ini saja sudah muncul beberapa roh. Berkat kalung kristal fluorite, tidak ada yang bisa mendekati atau merasuk ke tubuh mereka.


Karina duduk di serambi depan menikmati pemandangan malam, langit berbintang dengan bulan penuh. Dihisapnya rokok di jari tangannya dalam-dalam merenungkan lagi pesta seks yang barusan terjadi, ini hanya bagian dari misi, hanya sekedar hubungan badan, tidak lebih dari itu, namun ia tidak bisa menyangkal ketertarikannya pada Ivan.

“Hei!” protesnya ketika Ivan tiba-tiba muncul dari belakang dan merebut rokoknya.

“Ngerokok gak baik buat kesehatan, ntar kulit kamu ga sehalus sekarang lagi!” kata polisi itu melempar rokok itu ke halaman.

“Belum tidur? Gak capek emang?” tanya Ivan duduk di kursi sebelahnya.

“Ya udah kalau ga boleh rokok, sekarang tidur aja deh!” ia beranjak dari kursinya.

“Na!” Ivan meraih lengan wanita itu, “Iii...Ik hou ook van jou!” katanya dengan bahasa Belanda terpatah-patah. (aku juga mencintaimu)

Karina terhenyak sekaligus pipinya merona merah mendengar itu, “kamu...kamu omong apa sih?’

“Kan kamu yang duluan omong ‘ik hou van jee’ tadi” wajah Ivan yang biasa tegas mengembangkan senyum.

“Itu kan cuma asal nyerocos waktu ML aja, kan gua bilang jangan baperan, kok kamu tau artinya sih?”

“Ya buat apa ada Google translate hehehe....bener Na....ik hou ook van jou!” ucapnya lagi sambil menatap mata wanita itu.

Karina diam tidak tahu harus menjawab apa, tiba-tiba bibir pria itu sudah menempel ke bibirnya tanpa bisa dihindari. Keduanya berpelukan dan berciuman mesra. Kedua tangan kokoh si polisi segera menggendong tubuh wanita itu dan memboyongnya ke kamarnya.

“Hehehe...ada yang lagi pacaran, ojo diganggu!” kata Mbah Gatot ketika Sofia memergoki.

--------------------------
Di sebuah apartemen mewah


Tubuh telanjang Arline menggeliat-geliat di ranjang queen size itu dikerubuti tiga orang pemuda. Tangan-tangan mereka menjamahi seluruh tubuhnya. Pemuda berambut dicat pirang berlutut di antara kedua belah pahanya menyodok-nyodokkan penisnya ke vagina janda beranak dua itu. Pemuda lain berambut spike sedang berlutut di sebelah kiri wanita itu menikmati penisnya dikocok sambil meremas-remas payudara wanita itu. Pemuda satunya lagi berkulit gelap dan berwajah ala Indonesia timur sedang mengenyoti payudara 34C-nya. Puas menyusu hingga meninggalkan bekas ludah dan cupangan memerah, mulut pemuda itu merambat naik sampai bibir mereka bertemu lalu lidah mereka beradu dan bertukar ludah. Sebagai wanita karir berjadwal padat, demikian salah satu cara Arline memanjakan diri dengan kenikmatan sensual. Ia memiliki brondong favorit, rata-rata statusnya mahasiswa, yang siap memuaskan birahinya bila dipanggil. Kelamin Arline dan si pemuda pirang beradu menimbulkan bunyi decak yang makin nyaring karena vagina wanita itu makin banjir.

"Ughh...ahhh Ci...keluar nih...ahhh" si pemuda pirang bergetar orgasme, penisnya menyemburkan banyak sperma ke dalam vagina Arline.

"Nah Markus....nngghh.... giliran kamu yah, berbaring gih" Arline menginstruksi pemuda berkulit gelap itu.

Wanita itu naik ke selangkangannya dan menuntun penis tak bersunat itu memasuki vaginanya.

“Aaaahhh!” ia agak meringis karena ukuran penis Markus paling besar di antara mereka.

Arline langsung memicu tubuhnya naik turun lalu meminta si pemuda berambut spike berdiri di hadapannya agar ia bisa mengoral penisnya.

"Hmmhh...ughh...sllurrp", ia mengerang tertahan saat penis Markus menyundul-nyundul mulut rahimnya, semua bagian sensitif dalam vaginanya tergesek sempurna oleh penis hitam itu sehingga Arline pun semakin bersemangat menggoyangkan pinggulnya.

Si pirang yang baru orgasme kembali bergabung, ia meraih payudara kanan Arline dan mengenyotinya sambil tangannya menggerayangi lekuk tubuhnya.

Ketiga brondong itu sudah mengerti bagaimana memuaskan Arline sehingga gerakan mereka saling bersinergi dengan baik. Seperempat jam kemudian Arline merasakan sudah di ambang orgasme, penis yang dikulumnya pun makin berdenyut-denyut, begitupun penis Markus yang menyodoki vaginanya.

"Oohhh...udah gak tahan Ci! Aagghh...ngecrot gua!!" erang si rambut spike

Cairan putih kental itu langsung ditelannya, sebagian kecil meleleh di pinggir bibirnya. Arline menghisap penis itu hingga menyusut di mulutnya. Setelah berhasil menaklukkan si rambut spike, Arline berkonsentrasi mengejar orgasmenya bersama Markus. Sementara si pirang terus memberi rangsangan pada payudara wanita itu agar menambah kenikmatan.

"Ci...keluar nih...ahhh", Markus mencapai orgasme dan sekali lagi vagina Arline terisi dengan sperma dalam jumlah banyak

Wanita itu mempercepat gerakan pinggulnya untuk menyusul ke puncak. Akhirnya lima menit kemudian ia berteriak dan tubuhnya mengejang. Cairan orgasmenya muncrat banyak sekali sampai menimbulkan suara decakan nyaring. Keempat insan itu ambruk dan mengatur nafas yang tercerai berai pasca orgasme. Setelah sedikit bertenaga, Arline turun dari ranjang

“Udahan Ci?” tanya si pirang.

“Belum lah, saya mau ke toilet dulu, udahnya siap next round yah!” senyumnya lalu meninggalkan mereka di ranjang.

Setelah buang air kecil dan membalas pesan WA dari anaknya yang sedang di rumah mantan suaminya, Arline menuju ke washtafel untuk membasuh wajahnya. Begitu mengangkat wajah, matanya langsung terbelakak melihat pantulan di cermin, ia langsung berbalik badan mendapati sesosok wanita berwajah terbakar sebelah menyeringai seram padanya. Arline meraba lehernya, namun baru ingat kalung kristal fluorite itu ada di ruang tamu, ikut dilepas ketika para pemuda itu menelanjanginya tadi.


“KYYAAAA!!” para brondong yang masih ngobrol santai itu sontak terbangun.

“Aaahh...paling juga kecoa!” kata si rambut spike

“Hehehe...dasar cewek, perkasa di ranjang tapi takut juga sama kecoa” timpal Markus

“Gua aja yang kesana, sekalian next round hehehe!” kata si pirang turun dari ranjang.

“Ada apa Ci!” si pirang membuka pintu kamar mandi yang tak terkunci.

Arline menyambutnya dengan pelukan dan ciuman panas, dihimpitnya pemuda itu ke dinding lalu tangannya meraih penisnya yang setengah bangun. Setelah beradu lidah Arline mulai merambat turun menjilati tubuh pemuda itu melakukan mandi kucing.

“Hehe...kirain ada apa, si cici bisa aja yah ngundangnya” kata pemuda itu merem-melek, “uuhh...mantep ci!” dibelainya rambut wanita itu yang kini berlutut melahap penisnya.

Pemuda itu mendesah merasakan lidah Arline menyapu kepala penis dan lubang kencingnya, dilanjutkan hisapan yang dahsyat. Namun tiba-tiba ia melotot dan merasa kesakitan.

“Ci...ngapain? kok....AAAKKHHH!!”

“Loh apa lagi nih?” tanya si rambut spike mendengar jeritan temannya.

“Main BDSM kali itu mereka!” kata Markus dalam logat timur yang kental.

Mereka baru merasa ada yang tidak beres ketika teman mereka berteriak lagi. Keduanya pun segera menyusul ke kamar mandi dan langsung terperanjat melihat si pirang sudah tersungkur di lantai kamar mandi memegangi selangkangannya yang berdarah. Arline bangkit dengan seringai bengis mengunyah sesuatu dan menelannya, mulut dan lehernya belepotan darah segar.

“Njrit....apaan nih?’ si rambut spike pucat pasi melihat pemandangan mengerikan itu.

Markus mencoba meringkus Arline, namun wanita itu dengan mudah menghantam perut lalu mencengkram lehernya dan mengangkat tubuhnya yang lebih besar dan berotot. Pemuda itu meronta tak berdaya karena tercekik, ia tak percaya wanita itu memiliki tenaga sebesar itu. Arline mengencangkan cekikannya sampai kuku-kukunya menancap ke leher Markus. Dengan sekali sentakan, robeklah leher Markus. Pemuda itu langsung terkapar di lantai meregang nyawa memegangi lehernya. Sadar dalam bahaya, si rambut spike langsung lari ke pintu utama, namun pintu itu tidak bergeming.

“Tolong!! Buka pintunya!!” ia menggedor-gedor pintu berharap ada yang membantu dari luar.

Melihat Arline dengan tubuh berlumuran darah semakin dekat dengannya ia lari ke dapur. Di sana ia mengambil golok daging dan menempelkan punggung pada dinding. Ia mengintip wanita itu sedang berjalan ke arahnya dan ketika sampai di ambang pintu. Crack....ditebasnya batok kepala Arline dengan golok hingga menancap. Namun wanita itu menoleh ke arahnya, seringainya semakin seram dengan golok menancap di kepala dan mengalirkan darah itu. Pemuda itu hendak lari tapi sebelum keluar dari dapur Arline menangkap lehernya dan membenturkan wajahnya ke kusen pintu.

“Aaah....ampun!! tolong!!” jeritnya.

Dihantamkannya sekali lagi kepala si pemuda malang ke meja dapur dan diseret hingga benda-benda berjatuhan sampai ke dekat kompor.Arline menyalakan kompor hingga api menyala.

“Jangan!! Jangan!!” pemuda itu terus meronta tapi tenaganya kalah oleh wanita yang sudah kerasukan itu, “aaahhh....aaarrhh!” jeritan itu semakin memilukan ketika api menjilat wajahnya. Tubuh pemuda itu terus meronta kesakitan karena api terus membakar wajahnya hingga akhirnya rontaan itu melemah dan berhenti sama sekali. Wajahnya yang tadinya tampan kini hangus mengerikan. Sosok transparan keluar dari tubuh wanita itu yang akhirnya ambruk ke lantai dengan mata membelakak.


------------------------
Keesokan harinya


Pagi jam sembilanan, dua wanita cantik tengah bercumbu mesra di bawah siraman shower, tangan mereka saling menggerayangi tubuh pasangannya. Sofia menyandarkan punggung Karina ke dinding lalu menggesek-gesekkan pahanya ke vagina Karina. Mata sang demonologis terpejam saat Sofia mendaratkan bibirnya menyusuri leher putihnya. Sebuah gedoran di pintu membuyarkan kenikmatan keduanya, Karina melepaskan diri dari dekapan Sofia.

“Ya...ya....bentar!” ia meraih handuk menutupi tubuhnya dan membuka pintu.

“Berita buruk! Arline....tewas” kata Ivan.

Bagai disambar petir di siang bolong, Karina terpaku.

“Aaa..apa kamu bilang?” suaranya bergetar

“Arline ditemukan tewas....di apartemennya” Ivan memegangi kedua lengan wanita itu berusaha menenangkan.

“Bagaimana mungkin? Apa yang terjadi?” tanya Sofia keluar dari balik tirai sudah melilitkan handuk.

“Pembunuhan, itu pun belum jelas, kita ke sana sekarang juga!”

Keempatnya segera meluncur ke TKP. Karina hampir pingsan melihat mayat wanita yang dianggapnya seperti kakak sendiri itu. Ivan memeluk dan membiarkan gadis itu menangis sejadi-jadinya dalam pelukannya. Sofia berjongkok dan meletakkan dua telapak tangan di lantai, kemudian memejamkan mata berkonsentrasi. Tubuhnya agak tersentak melihat bayangan peristiwa sadis yang terjadi beberapa jam lalu. Wanita berwajah terbakar itu, wanita itu tiba-tiba menoleh padanya dan menerkamnya.

“Aaahhh!” jerit Sofia terpelanting sehingga semua melihatnya.

“Ada apa?” Ivan membantunya berdiri.

Wanita itu nampak tegang dan nafasnya tak teratur, “mereka pelakunya....Ci Arline dirasuki lalu membunuh para pria itu...giliran berikutnya kita”

“Oke tenang dulu....lalu jelaskan pelan-pelan” Ivan memberinya sebotol air mineral sementara Karina mengelusi punggungnya.

Setelah agak tenang, Sofia meminta sebatang rokok dan mulai memaparkan apa yang dilihat dalam penerawangannya tadi.

“Dengan kemampuan khususmu, kamu bisa membantu kami memecahkan banyak kasus, apakah berpikir untuk itu?” tanya Ivan dalam perjalanan kembali ke Tirta Buana.

“Bagiku semakin sedikit yang mengetahui kelainanku ini semakin baik” Sofia menghembuskan asap dari mulutnya ke luar jendela, “percayalah Pak Polisi, anda tidak akan pernah hidup tenang dengan bayangan masa lalu dan masa depan. Kalau boleh memilih aku ingin kemampuan ini hilang dan hidup normal”

Karina, yang duduk di jok belakang dengannya, menggenggam tangan wanita itu, tanda pengertiannya sebagai teman.


Tanda-tanda kehadiran roh semakin terasa di rumah itu sekembalinya mereka ke sana. Karina dan Mbah Gatot banyak melihat penampakan yang akan membuat orang awam bergidik ngeri. Hawa yin hasil orgi kemarin malam telah memancing mereka. Kematian Arline menuntut mereka untuk bekerja ekstra demi mematahkan kutukan rumah itu atau mereka akan menjadi korban berikutnya. Ivan di ruang tengah membolak-balik arsip dan file pada laptop. Sementara yang lain menyusuri penjuru rumah bersama-sama. Kali ini Sofia sibuk dengan kemampuan menerawangnya.

“Di ruang ini...tempat pembantaian sekeluarga itu”

Karina merekam semua penuturan Sofia dengan tab-nya, sementara Mbah Gatot terkadang komat-kamit dengan bahasa Jawa kuno. Mereka sampai ke sebuah ruang kosong di lantai dua yang cukup luas. Sofia menghabiskan minuman di botol air mineralnya sebelum berjongkok dan menerawang lagi. Ruangan ini mulai tergambar berbagai fungsi jaman ke jaman, ruang kerja, perpustakaan, ruang main anak. Jantung Sofia berdegup kencang ketika tiba di sana pada masa ketika ruang ini dipakai sebagai ruang piano. Seorang wanita Belanda berlutut di tengah ruangan yang tergambar pentagram dengan lilin di lima sudutnya, tangannya menggenggam sebilah belati tajam. Dua orang anak terbaring telanjang dada di hadapanya dalam keadaan tak sadarkan diri. Wanita itu merapalkan mantra satanis, mengangkat belati itu menyembelih leher kedua anak malang itu. Sofia berusaha bertahan walau keringat sudah membanjiri tubuh dan sulit bernafas. Selanjutnya si wanita itu menguliti kulit punggung kedua anaknya dan menuliskan huruf-huruf aneh pada keduanya. Sofia melepaskan tangannya dari lantai, tubuhnya gemetar, wajahnya menunjukkan ketakutan.

“Aa...aku nggak kuat lagi...terlalu mengerikan!” katanya gugup sambil menyeka keringat, “dia melakukan ritual itu di sini....”

Sofia menceritakan semua yang dilihatnya dengan suara bergetar.

“Jadi Margarethe menulis kutukan itu pada lembaran kulit anaknya” duga Karina

“Lembaran itu ada di suatu tempat di sini” kata Mbah Gatot, “kita harus menemukannya”

“Aku akan mencoba lagi...tapi perlu break sebentar” kata Sofia

Sementara Karina, Ivan dan Mbah Gatot berdiskusi di ruang tengah, Sofia menyegarkan diri dengan menyiram tubuh telanjangnya dengan air hangat di bawah shower, nafasnya masih terengah-engah karena bayangan mengerikan itu masih menghantuinya. Mengkramas rambut dan memijati kepala memberi relaksasi, matanya terpejam sambil memijat kepalanya dan menikmati guyuran air tanpa menyadari sehelai rambut panjang halus menjalar ke arahnya dari belakang atas. Rambut itu menyusup ke untaian rantai kalung kristal yang dipakainya, bergerak halus tanpa disadari menarik kaitannya, sementara dari sudut langit-langit dan lubang pembuangan air di belakangnya rambut hitam lain menyembul keluar bergerak tanpa suara ke arahnya.Plung...Sofia membuka mata menyadari kalung kristalnya terjatuh ke genangan air di lantai. Saat menunduk hendak memungutnya itulah rambut tersebut melilit kedua pergelangan kakinya hingga wanita itu jatuh terjembab.

“Aahh!!” Sofia menjerit namun suaranya bercampur dengan shower.

Rambut lainnya menyambar pergelangan tangan, pinggang dan mulut, mencegah jeritannya. Sofia meronta-ronta saat rambut panjang itu mengangkat tubuhnya ke udara, namun rambut itu begitu kuat mengikatnya.

“Eeennggg...mmmmhhh!!” mata Sofia terbelakak melihat sebuah kepala berwajah seram melayang dekat washtafel mengendalikan rambutnya yang panjang.
Rambut itu membelit semakin kencang bak kawat baja tajam sehingga bagian yang terlilit mulai mengeluarkan darah.

“Jangan!” itulah yang mau dikatakan wanita itu namun belitan itu semakin memotong ke bawah kulitnya.

Pada saat bersamaan, Karina yang masuk berniat ikut mandi menjerit histeris menyaksikan tubuh temannya terkoyak, darah bercipratan kemana-mana, sebagian mengenai dirinya. Potongan tubuh Sofia berjatuhan di atas genangan darahnya. Kepala itu berpaling pada Karina, rambut panjangnya menyambar kaki Karina dan menyeretnya.


“Dor! Dor!” Ivan datang tepat waktu menembakkan pistolnya mengenai si kepala.

Mahluk itu berang dan mengibaskan rambutnya menjadi seperti pisau menyambar si polisi. Ivan berhasil menghindar lalu melepas kalung kristalnya dan melemparnya ke arah mahluk itu. Cahaya hijau berpendar membuat kepala itu terpental ke belakang. Sebuah keris melayang dari luar kamar mandi dan tepat mengenai jidat kepala itu. Dengan sebuah erangan kesakitan kepala itu mulai terbakar hingga akhirnya lenyap dalam api biru. Kamar mandi yang penuh darah dan potongan tubuh itu membuat pria seperti Ivan dan Mbah Gatot bergidik ngeri dan mual.

“Jangan dilihat...” polisi itu memeluk Karina dan mendekap kepalanya di dadanya.

Dengan hati pedih, Mbah Gatot mendekati kepala Sofia yang terpotong mulai rahang atasnya dan menutup matanya yang membelakak serta berdoa singkat. Tiga orang yang tersisa itu duduk di ruang makan membicarakan rencana selanjutnya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam dan langit sudah gelap.

“Mereka membunuh Sofia karena dia mampu mengungkap di mana tersembunyinya lembaran kutukan itu.” suara Karina bergetar.

Ivan mengajak menyisir halaman belakang karena ada beberapa titik yang belum diselidiki. Karina walau masih berduka kehilangan dua teman dalam waktu kurang dari 24 jam juga ikut. Ketiganya berpencar namun masih dekat situ, Ivan di halaman, Mbah Gatot bekas kamar pembantu, dan Karina gudang. Rak berdebu dan barang rongsokan, nampaknya tidak ada yang berguna di ruang pengap itu.

“Air mancur” tiba-tiba terdengar bisikan lirih sehingga wanita itu menoleh ke samping.

Nafas Karina tertahan melihat wanita dengan sekujur tubuh melepuh karena luka bakar di ujung lorong rak. Namun meskipun terlihat seram, tak terasa aura jahat dari hantu itu, wajahnya seperti memendam kesedihan dan penderitaan, nampaknya ia mau memberi tahu sesuatu.

“Tunggu! Apa maksudnya air mancur?” Karina menghampiri hantu itu yang berjalan ke pintu keluar, “tunggu...jangan pergi!”

“Hei ngomong sama siapa?” tanya Ivan yang sedang menyelidiki halaman.

Air mancur...terus terngiang di kepala Karina hingga ia melihat secercah titik terang.

“Van....nyalain laptop, sekarang!” pintanya.

Segera mereka kembali ke ruang makan dan membuka-buka foto rumah ini dari masa ke masa.

“Nah ini dia, dekat pohon besar!” ia menemukan foto lama keluarga Sulistio berfoto di taman depan, “lihat patung ikan ini!” tunjuknya, “Margarethe menguburkan lembaran kutukan itu di bawah sini, lalu tahun 80-an oleh Bambang di tempat itu didirikan patung air mancur, di daerah sini yang harus kita gali!”

Ketiganya saling pandang dan mengangguk lalu bergegas mencari alat di gudang untuk menggali. Landasan bekas air mancur yang tersambung pipa air berhasil ditemukan, berarti tinggal menggali lebih dalam. Mereka bekerja keras sampai bersimbah tanah dan peluh sampai kira-kira setengah tubuh orang dewasa, cangkul Mbah Gatot membentur sebuah benda keras.

“Ini dia!” kata si dukun senang.


Wajah mereka berseri setelah membuka kotak kayu hitam itu, dua lembar kulit kering dengan tulisan Latin dari darah.

“Kita harus membawanya ke ruang piano untuk ritual mengembalikan kutukan itu, cepat!” sahut Karina

Wanita itu menggambar pentagram pada posisi yang ditunjukkan oleh Sofia lalu menyalakan lilin pada lima sudutnya. Sementara Mbah Gatot menyiapkan perlengkapan ritualnya untuk membantu Karina dan berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu.

“Van! Bersiaplah! Apapun bisa terjadi!” pesan Karina sebelum memulai ritual, pria itu mengangguk dan bersiaga.

Karina membuka Satanic Bible dan pisau persembahan yang telah dipersiapkannya, kemudian membaca ayat-ayat secara terbalik bersama Mbah Gatot yang membaca mantra-mantranya. Tiba-tiba tempat itu bergetar, angin bertiup kencang sehingga daun jendela membuka. Karina menyelesaikan ayat Satanic Bible dan hendak menusukkan pisau ke lembaran itu, namun tiba-tiba tubuhnya terlempar menghantam dinding.

“Aaahh!!” jeritnya.

“Praaanngg!” detik berikutnya Mbah Gatot terlempar ke jendela kaca

Dukun itu terlempar dari tingkat dua ke jalanan berbatu di pekarangan depan sehingga terkapar tak bergerak lagi, darah mengalir dari kepalanya mulai membasahi tanah. Ivan sejak tadi sudah siap dengan pistol namun tidak tahu mana sasarannya. Asap tebal muncul di tengah ruangan lalu dari situ muncul sesosok wanita bergaun panjang, rambut coklatnya terurai hingga dada, wajahnya cantik namun pucat. Ia merenggut lembaran itu dari lantai. Tanpa ragu Ivan segera menembakkan pistolnya, tiga kali pelurunya mengenai tubuh namun wanita itu tetap berdiri tegak, malah tersenyum mengejek. Ia mengarahkan tangannya ke arah si polisi dan menggerakkan jarinya.

“Uugghh!!” kalung di leher Ivan tiba-tiba mencekik lehernya, “gggrrhhh...nngghh!!” ia menggunakan jarinya untuk menahan cekikannya yang makin kuat.

“Yaaahh!!” Karina menusuk punggung wanita itu dari belakang dengan pisau yang dililit kalung fluorite sehingga tubuh hantu itu terpental, lembaran yang dipeganggnya juga terlepas.

“Hoosshh...sshh!” cekikan di leher Ivan terlepas.

Dengan cekatan Karina segera meraih lembaran kutukan terdekat dan menusuknya dengan pisau, api biru berkobar membakar lembaran itu.

“Aaahhhh!!” wanita itu menjerit keras seperti binatang terluka, wajahnya berubah mengerikan.

Satu lagi, namun lembaran ke dua terletak agak jauh. Dor! Satu letusan tembakan dari pistol Ivan yang terjatuh ketika Karina berlari hendak merebut lembaran itu. Ia terdiam dan meraba dadanya di atas payudara kiri, sakit dan berdarah. Sebelum letusan berikutnya Ivan menerjang dan menubruk hantu wanita itu, kalung fluorite yang dipakainya mengeluarkan cahaya hijau yang membuat mahluk itu terpelanting. Ia langsung berlari ke arah Karina yang roboh karena tembakan pistolnya.

“Denk je dat je me kunt verslaan? Domme mens!” (Kalian pikir bisa mengalahkanku manusia bodoh?) ejek mahluk itu mendekati mereka.

Di saat genting itu, tiba-tiba Karina tersenyum sinis, “Ja dat kunnen we, teef...nu verlies je! Mbah! Cepat!!” (Ya kita bisa, jalang! Sekarang kamu yang kalah)

Karina melempar pisau ritualnya pada Mbah Gatot yang mengendap-endap dari belakang dan berhasil meraih lembaran kutukan itu. Si dukun yang sudah berdarah-darah dan pincang itu menangkap pisau itu dan.....

“Nneeeeee!!” teriak wanita itu histeris bersamaan dengan Mbah Gatot menusuk lembar kutukan itu dengan pisau.


Api biru membakar lembaran kedua dan tubuh hantu wanita itu diiringi jeritan kesakitan, disusul angin kencang dan cahaya menyilaukan dari semua penjuru rumah, suara lolongan para roh sahut-menyahut. Sosok transparan bermunculan, kali ini Ivan yang tidak memiliki indera ke-enam dapat melihat mereka. Sepasang pasutri melintas di depan dan memandang mereka, si wanita yang berparas cantik mengembangkan senyum dan menundukkan kepala, agaknya mereka ingin berterima kasih, sebelum berjalan ke arah pintu balkon dan terbang entah kemana. Selanjutnya sosok yang tidak asing, Sofia. Baru kali ini senyum menghiasi wajahnya sehingga membuatnya makin cantik. Karina meraih uluran tangan Sofia, namun tembus bak memegang angin. Sungguh perpisahan yang emosional. Keadaan akhirnya kembali tenang setelah semua roh itu keluar dari rumah. Ivan segera menghubungi markas dan ambulans.

“Sudah selesai!” kata Karina lemah, “kutukan Margarethe sudah dipatahkan”

Ivan mengangguk sambil mempererat pelukannya, “iya kita berhasil”

Mbah Gatot menyeret tubuh babak belurnya mendekati mereka.

“Aku nggak kuat lagi...tolong...” Karina susah payah meneruskan kalimatnya, “nanti bayaranku....serahkan untuk biaya pengobatan mama Sofia”

“Nggak...nggak....kamu akan baik-baik saja dan kamu akan serahkan itu sendiri!”

“Van...aku senang bisa mengenal dan bekerjasama denganmu, juga anda Mbah”

Karina merasakan energinya kian sirna, pandangannya makin kabur dan gelap

“Na!! Bertahan Na!” suara Ivan itulah yang terakhir didengarnya.


---------------------

“Karina!! Na....!” suara Ivan kembali terdengar

Karina membuka matanya, yang pertama dilihat adalah langit-langit rumah sakit lalu Ivan sedang menunggu di sebelahnya.

“Kamu bangun akhirnya Na!” wajah polisi itu terlihat lelah namun senang.

“Uuuhh...apa yang terjadi?” tanyanya lemas.

Ivan menceritakan bahwa ia tak sadarkan diri selama lima hari, untunglah peluru tidak sampai mengenai jantung dan berhasil dikeluarkan. Mbah Gatot telah memeriksa kembali rumah itu dan menyatakan telah bersih dari roh jahat.

“Dukun itu, jadi dia sudah bisa bekerja lagi?” tanya Karina

“Ya dengan penyangga leher dan kursi roda, harus kita akui beliau banyak membantu kita hahaha....”

“Uuhh...bantu aku” Karina hendak turun dari ranjangnya.

“Hei...hei...kamu harus banyak istirahat supaya cepat sembuh loh!” Ivan mencoba menahannya.

“Masa ga boleh ke toilet setelah lima hari?” protesnya.

“Ya tapi hati-hari sini gua bantu!” polisi itu membantunya turun dari ranjang dan memapahnya hingga ke toilet.

Setelah selesai, Karina mencuci tangan dan menatap ke cermin, bibirnya menyeringai menatap pantulan di cermin yang adalah wajah....Margarethe van Witt.

“Die ook het gehavende huis nodig heeft na het ophalen van dit mooie lichaam?” (untuk apa lagi rumah butut itu kalau sudah dapat tubuh cantik ini?) katanya, “welkom in de 21e eeuw” (selamat datang di abad XXI)

THE END
 
Terakhir diubah:
Wanjiiiirrrr.... karya pujangga terus bermunculan kaya kecoak keluar dari got kena semprot DB.... :mantap:


ini bukan klon Tj44 kan????

Lah kalo dia klon lalu brati dia ngomen dirinya sendiri....:pusing::ugh::kacau::mati:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Baru baca siapa pengarangnya setelah selesai baca cerita ini, no wonder it's so perfect........ *standing ovation*
 
Swangar rek!
Suka banget pengambilan setting yang dibagi beberapa waktu, jadi berasa terror yg turun beberapa generasi.

And this is some Insidious level of twist uy!
Duh, saya jd makin minder sama entry saya hahahahah
 
the suhu of the suhus akhirnya come back.
terima kasih mr shu.
bookmark dulu, ga bisa baca sekali duduk nih.
 
Swangar rek!
Suka banget pengambilan setting yang dibagi beberapa waktu, jadi berasa terror yg turun beberapa generasi.

And this is some Insidious level of twist uy!
Duh, saya jd makin minder sama entry saya hahahahah


Untung kan posting awal kalo gini..... bisa2 keder mau posting kalo belakangan wkwkwkwk.....
 
Padat merayap bosqu... bacanya pengap
 
seru gan, layak masuk scrip buat diangkat layar lebar. 2 jempol.
 
no komen selain ngasih jempol ke salah satu penulis yang aku idolai ini, benar2 mantap dan bikin ketagihan membca ulang lagi
makasih-makasih, semoga adegan mr.p dimakan membuat jadi ikut merasakan mirisnya hehehe

Baru baca siapa pengarangnya setelah selesai baca cerita ini, no wonder it's so perfect........ *standing ovation*
aahh...terlalu memuji ah, thx

Swangar rek!
Suka banget pengambilan setting yang dibagi beberapa waktu, jadi berasa terror yg turun beberapa generasi.

And this is some Insidious level of twist uy!
Duh, saya jd makin minder sama entry saya hahahahah
twist di mana nih? ending atau sub ending?

the suhu of the suhus akhirnya come back.
terima kasih mr shu.
bookmark dulu, ga bisa baca sekali duduk nih.
semoga terhibur membacanya

seru gan, layak masuk scrip buat diangkat layar lebar. 2 jempol.

I have a dream! that someday my stories will be filmed! (dgn gaya Martin Luther)
 
Pertamax...

Hahahaha njirrr judulnya kok ada angka 44 nya yah???
:bingung: ini bukan klon Tj44 kan????



Edit.
Om kisaku, edit doloe dong tulisannya...
Kasih jarak enter/spasi setiap ganti paragraf dan juga setiap dialog

Jdi ngumpul gitu... bikin mata puyeng bacanya.
:ampun::ampun::ampun:
:baca:
Jangan-jangan Rumah Tirta Juana 44 (TJ44).
 
Goseebumps and turn on very hard pada saat yang bersamaan anjiirr!

Ritme plot sempurna, karakter kuat, dan level horornya terjaga banget dari timeframe ke timeframe nya dan plot twist di akhir yang surprisingly unpredictable.

Goodjob suhu @kisaku you've done excellent!
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd