Saya baca thread dan serangkaian komentar para suhu di sini membuat saya tertarik untuk menambahi apa yang saya ketahui tentang media. Pendapat tentang adanya dugaan dalam konstelasi media boleh saja. Namun, media itu sendiri memiliki beberapa karakteristik yang kemudian setiap gerak dan perkembangannya dibagi-bagi lagi menjadi beberapa teori.
Saya mulai dari paradigma media. Media tidak berdiri tunggal. Media setidaknya bisa dipandang dari dua sisi:
1. media sebagai institusi
2. media sebagai isi
1. media sebagai institusi
Media sebagai institusi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a. sebagai lembaga sosial: di bagian ini ada peran redaksi yang mengutamakan kepentingan publik. Fungsi media di sini adalah fungsi ideal, seperti: menginformasikan, menghibur, mendidik, dan sebagai kontrol sosial. Selanjutnya, saya menamai bagian ini dengan sebutan redaksi.
b. sebagai perusahaan (lembaga ekonomi): pada bagian ini, media bergerak sebagai sebuah perusahaan ekonomi yang menuntut adanya laba (provit oriented). Otomatis manajemen dikelola menggunakan nalar untung-rugi. selanjutnya, saya menamai bagian ini dengan sebutan perusahaan.
media disusun dengan memberikan batas yang jelas antara media sebagai redaksi dan media sebagai perusahaan. Keduanya tidak tercampur, tidak saling mempengaruhi. Redaksi mengurusi konten media demi kepentingan publik namun dengan berdasarkan atas ideologi yang diusungnya. Perusahaan menangani masalah sirkulasi, iklan, pemasaran, dan sebagainya dengan mengedepankan asas untung. Sebab, kalau rugi terus, media itu pun akan mati.
Paradigma media sebagai institusi ini paling banyak dikaji menggunakan teori-teori marxis.
2. media sebagai isi
Media sebagai isi inilah paradigma yang paling sering digunakan saat ini. Teorinya banyak. Saya jabarin saja yang saya ingat.
a. Teori peluru/hypodermic neddle/jarum suntik
teori ini mengatakan, media memiliki pengaruh kuat kepada khalayaknya. Kekuatannya ibarat peluru atau jarum suntik yang menembus manusia. Manusia tidak bisa berbuat apa-apa saat tertembak atau tertusuk jarum. Begitupun dengan khalayak. Pada taraf itu, khalayak berpendapat bahwa semua yang ditampilkan oleh media adalah kebenaran. Teori ini mengalami kejayaan pada masa perang dunia kedua. Sebab, kondisi khalayak bersifat atomistis atau terpecah-pecah, tunggal.
b. Teori agenda setting
Teori ini paling sering disebut belakangan ini. Menurut teori ini, hal-hal yang dianggap penting oleh media adalah hal-hal yang dianggap penting pula oleh khalayaknya. Sederhananya, semua yang ditampilkan media itu dianggap penting pula oleh khalayak. Namun, dalam teori ini, media cenderung aktif menentukan apa yang dianggap penting tadi. sedangkan, khalayak bersifat pasif.
c. Teori Framing
Teori ini masih saudaranya agenda setting. Hampir mirip namun sesungguhnya beda. Teori framing bekerja seperti ini: Isi media dibuat oleh wartawan. Wartawan adalah kepanjangan tangan dari media. Artinya, wartawan sebagai "frontliner" media bertugas menghimpun informasi yang akan ditampilkan oleh media. Semua kepentingan media, ideologi, gaya, dan sebagainya sudah terekam oleh benak wartawan. Saat menyajikan ulang informasi yang diterimanya, tidak semua fakta, informasi, data, bisa disajikan secara lengkap dan menyeluruh. Hal ini ada beberapa pertimbangan, antara lain: keterbatasan diri si wartawan, keterbatasan space dalam media (misal ukuran kolom dan durasi tayang), termasuk kepentingan media itu sendiri. Nah, oleh karena informasi yang disusun ulang oleh wartawan ini tidak bisa menceritakan keseluruhan peristiwa yang dilihatnya, maka realitas yang dihasilkan adalah realitas versi wartawan. Realitas ini sering disebut sebagai realitas tangan kedua (second hand reality). Dengan kondisi itu, maka khalayak hanya bisa "menikmati" realitas dalam "frame" yang dibuat oleh wartawan atau lebih luas lagi media. Bukan berarti si wartawan atau media ini memutarbalikkan atau merekayasa fakta. Fakta yang disajikan benar adanya namun tidak semua tercover. Nanti, kapan-kapan, saya terangkan tentang bagaimana wartawan dan media bekerja.
d. Teori uses and gratification
Teori ini kebalikan dari teori agenda setting dan teori peluru. Kalau teori agenda setting dan teori peluru memandang bahwa khalayak itu pasif, maka uses and gratification memandang bahwa khalayak itu aktif. Khalayak memiliki kemampuan dan posisi tawar untuk menentukan mana media atau informasi yang ingin ia lihat. Ini paling gampang contohnya: seseorang milih nonton tv**n atau M***o karena memang media yang dipilihnya itu lebih disukai ketimbang yang lain.
e. Teori difusi inovasi
Teori ini menceritakan bagaimana sebuah inovasi (temuan baru) menyebar kepada khalayak. Ada yang menerima, ada yang menolak, ada yng cepat, ada yang lambat, dan sebagainya. Misal, sebuah smartphone hadir di Indonesia. Sebagaian orang ada yang langsung membelinya begitu produk itu ada di pasaran. Sebagian lagi ada yang mempertimbangkan untuk membeli sembari menunggu testimoni dari pembeli awal. Yang lain ada yang menolaknya dengan berbagai pertimbangan, seperti: mahal, kesulitan mengoperasikan, tidak familiar, dan sebagainya.
Kira-kira segini dulu aja penjelasan saya. Kapan-kapan di sambung lagi. Itu pun kalau para suhu di sini suka dengan penjelasan saya...hehe
Terima kasih. Semoga bermanfaat bagi kita semua.