Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Mak Lela

Bimabet
Sesuai janji, ini sambungan Mak Lela. Malam ini masih ada satu sambungan lagi ya. Thanks for reading:


Mak Lela (2)

Dia menatapku. "Kamal, kita nggak boleh, NGGAK BOLEH!" ucapnya sambil bergeser ke tengah tempat tidur.

Aku mengulurkan tangan dan merangkak ke arahnya, menyambar lengan atasnya, lantas menarik Mak Lela dengan berlutut di atas ranjang. Saat kami bertemu di tengah tempat tidur, kami berdua berlutut, aku mulai merapat lagi. Lalu aku memeluk dan menatap matanya yang terbuka lebar berjaga-jaga.

"Tidak Kamal, tolong, biar Mak keluar saja, kita tidak bisa melakukan mmmppphhhh ....!" Aku memotong ucapannya dengan sebuah ciuman ketika mulut Mak Lela terbuka.

Dia berjuang beberapa saat ketika aku menciumnya dengan, dan kemudian Mak Lela luluh dalam pelukanku sesaat sebelum dia mulai mengerang lemah dan mulai kembali menyambut ciumanku. Perlahan-lahan lengannya merayapi dada dan bahuku ketika ciuman berlanjut lebih hangat dan kian panas sampai kami berdua melayang sehingga kehilangan kendali dalam gairah menggebu. Kami mengerang, mulut kami menyatu, berputar terhadap satu sama lain. Selangkangan kami saling melekat dan aku dapat merasakan birahiku mulai mendidih dalam kegilaan, ingin segera mengeluarkan penis. Aku meraih ujung daster Mak Lela dan mengangkatnya perlahan-lahan melewati pinggul dan berhenti tepat di bawah pangkal lengan hingga payudaranya terbuka sudah.

Aku melirik ke bawah dan merasakan penisku bergerak-gerak dengan denyutan keras. Tampak pula betis Mak Lela bagaikan padi bernas, pahanya montok namun lembut, dan pinggul seksinya yang masih terbalut celana dalam bermerek Bordelle. Aku tak sanggup menahan diri, langsung saja ku jelajahi paha dan meremas pinggulnya yang selama beberapa hari ini hanya menjadi khayalanku. Ya Tuhan betapa aku menginginkan perempuan yang tak pernah ku bayangkan sepanjang hidupku: mertua perempuanku!

Pinggul kami pun mulai bergerak, perlahan-lahan, menyesuaikan dengan irama dan kecepatan ciuman kami. Tanganku naik-turun di pinggul dan bokongnya, mencengkeran bulatan kembar yang masih terbalut celana dalam sutra itu. Selanjutnya tanganku mendaki hingga ujung daster yang sudah berada di pangkal lengan Mak Lela.

Aku bergerak mundur sedikit sehingga dapat menarik daster Mak Lela lebih tinggi melewati dadanya. Daster itu pelan-pelan tanggal dari tubuh Mak Lela yang terasa hangat. Mula-mula melwati payudaranya, putingnya yang mengeras, terus ke leher Mak Lela. Tampaklah dua payudaranya yang selama ini tersembunyi. Kini teah terbuka dan seakan mengundang aku untuk segera menyentuhnya. Kuning langsat seukuran melon namun sedikit rayud (menggelantung) dengan lingkar areola coklat bersemu merah. Alangkah indah.

Segera saja aku sergap bagian bawah payudara Mak Lela dan perlahan-lahan bergeser ke atas, membelai satu-persatu buah dada itu, hingga jari-jariku sampai ke putingnya. Ku pilin dengan lembut masing-masing puting secara bergantian.

Mak Lela mengerang "EEEHHMMMMM"!! dan semakin mendorong payudaranya ke tanganku, masing-masing buah dada itu bergerak setiap jariku memilin putingnya seolah-olah berusaha memuaskan rasa geli yang tertahan selama ini. Aku menghentikan ciuman dan menundukkan kepala ke buah dada sebelah kiri dan menangkap puting dan areola dalam mulutku dan mulai membasahinya dan merangsang puting Mak Lela dengan lidahku! Dia mengeluarkan erangan lain dan menyambar kepalaku dengan kedua tangannya, jari-jarinya bergerak di rambutku. Aku melingkarkan tanganku di pinggangnya, menariknya ke arahku, mendorong lebih dalam buah dadanya ke dalam mulutku dan mengisap putingnya lama-lama. Tangannya terus bergerak dan menarik-narik rambutku sambil mulutnya tak henti-henti mengeluarkan erangan lemah seperti menangis.

Tangan kiri Mak Lela kemudian meninggalkan kepalaku dan mengarah ke pinggangku, berhenti sejenak, kemudian ragu-ragu meraih ke bawah bajuku dan membelai ringan dadaku. Ketika lidahku berpindah merangsang buah dada lainnya, tangannya lebih bebas menjelajahi tubuhku.

Tanpa menurunkan rangsangan di putingnya, aku menyambar daster yang masih melekat di lehernya dan menariknya lebih tinggi, membuat tangannya ikut naik dan membuat daster itu tanggal seluruhnya. Rupanya Mak Lela tak mau telanjang sendiri, karena setelah dasternya terlempar ke lantai, aku rasakan tangannya menarik-narik kausku, memaksa aku melepaskan kulumanku di payudaranya. Setelah kuasku tanggal, kami saling bertatapan sejenak dalam keadaan telanjang dari pinggul ke atas. Aku selipkan tangan di pinggulnya, sedangkan Mak Lela melingkarkan kedua tangannya di leherku, kemudian mulut kami kembali bertemu dalam ciuman yang kian menggelora. Sentuhan payudaranya yang tenggelam dalam dadaku membuat birahiku makin menggila dan kupikir lebih baik menyetubuhi Mak Lela secepatnya, atau aku akan muncrat di celana!

=============

kritik dan saran silakan...
Hebat banget cara penulisan nya bro
 
Bro
Mak Lela (4 - TAMAT)

Dia menunduk. Namun tangannya malah menanggalkan daster, menyebabkan tubuhnya telanjang dalam siluet remang-remang. Tak ayal penisku langsung menegang saat ia menarik daster dari bahunya dan membiarkannya jatuh ke lantai. Dia berdiri di hadapanku, cahaya bulan menerangi tubuhnya. Payudara besar dengan putingnya yang tegak di ujung, pinggul demplonnya yang seperti biola bagaikan membingkai selangkang berambut tipis karena sudah dipangkas mengarah ke pahanya yang selembut sutra serta betis berisi itu! Jakunku bergerak-gerak sejenak kemudian aku ulurkan tangan untuk meraihnya.

Dia menatapku sejenak dan kemudian berseru, "Oh, Kamal." Ia menggenggam tanganku saat aku bergegas menariknya ke tempat tidur.

Lengannya menuju lingkar leherku ketika tanganku memeluk pinggangnya. Bibir kami yang terbuka bertemu untuk saling melumat dalam ciuman hangat! Kami langsung terpelanting ke ranjang, aku di atas, tenggelam oleh gairah menyala, mendekap satu sama lain dengan sangat ketat. Mulut kami bergerak bersama, bergesekan satu sama lain. Penisku yang tegang telah melekat di browniesnya yang kuyup saat kami terus meraba satu sama lain, tangan-tangan liar kami saling membelai, mengobarkan nafsu yang kian menyala-nyala. Seperti sebelumnya, aku tidak lama bertahan dan merasa akan segera meledak berkeping-keping di atas tubuh Mak Lela.

Aku mengangkat pinggul dan merasakan kepala penisku melintang di bibir vagina Mak Lela yang telah mekar. Segera aku bersiap memompa di pintu masuk saluran yang hangat itu! Aku dorong sedikit penisku dan merasakan dinding kelamin Mak Lela yang lembut menjepitnya, melumuri penisku dengan cairan vaginanya, hingga gembung kantung zakarku menyentuh bokongnya. Setiap ujung saraf tubuh menjadi aktif saat aku perlahan-lahan memompa penisku masuk-keluar dari cengkeraman hangat vagina Mak Lela. Tubuhnya menggelinjang di bawahku, kadang menggelepar-gelepar kadang mengejang. Aku menghentikan ciuman dan merambah payudaranya, menggilirnya satu demi satu, mengisap putingnya yang runcing di antara gigi-gigiku dan Melumat areolanya dengan lidahku! Ini membuat birahinya semakin tinggi sehingga vaginanya kian lahap mengisap penisku yang semakin geli, menjepitnya erat setiap bergerak masuk dan keluar!

Kami mulai merintih bersama-sama ketika dinding-dinding vagina-nya terus menggenggam dan memijat erat penisku di kedua belahan vaginanya!

Sungguh mengherankan rintihan dan erangan pada saat gairah birahi kami semakin mendekati puncaknya tidak membangunkan bapak mertuaku. Lantas aku bisa merasakan mani putih dan hangatku dalam kantung zakar mulai menyentak liar di kedalaman, sementara pinggul Mak Lela mengayak. Dekapan kami terasa kian erat, dan ku rasakan penisku bergetar tak terkendali, dan kian mengeras ketika menyemprotkan gumpalan mani di dinding-dinding dalam vagina Mak Lela! Mulut Mak Lela terbuka menahan suara di puncak birahinya ketika vaginanya menghisap maniku, membuat kami melayang tanpa sadar menuju kenikmatan persetubuhan yang dalam. Orgasme kami berlanjut dengan hisapan vaginanya hingga muntahan air maniku terhenti. Pada akhirnya semua tuntas dan aku berguling ke sisi Mak Lela. Tinggallah kini napas kami yang masih terengah-engah di ujung orgasme yang luar biasa.

Ada sekitar 15 menit sebelum salah satu dari kami dapat berbicara. Akhirnya Mak Lela memandangku dan memecah keheningan. "Ini yang terakhir kayaknya ya Mal. Karena Nana pulang besok, kita nggak punya kesempatan lagi. Kita harus menganggapnya sebagai masa lalu."

Aku tak berkata apa-apa saat ia melanjutkan. "Kamu memberiku pengalaman paling luar biasa dalam hidup aku dan aku akan selalu menghargai dan mengenangnya, tapi aku tidak bisa menyakiti anakku dengan cara ini. Kamu mengerti kan Mal?"

Dia tersenyum padaku, membungkuk dan dengan lembut mencium bibirku lalu bangkit dan mengenakan kembali dasternya. Aku memikirkan apa yang dikatakannya dan menyadari bahwa dia benar dan berjanji pada diri sendiri bahwa aku akan melakukan sekuat tenaga untuk berkonsentrasi pada Nana dan bayinya dan menyimpan perasaan terhadap Mak Lela serta memperlakukannya dengan benar. Maka Mak Lela pun kembali ke kamarnya.

Hari berikutnya adalah tergesa-gesa pergi ke rumah sakit dan menemui Nana beserta bayinya. Kami membawa mereka pulang, bertemu dengan semua teman dan kerabat yang berkunjung ke rumah dan menyiapkan segala macam keperluan bayi.

Dengan begitu aku hanya ala kadarnya memerhatikan Mak Lela dan apa yang ia kenakan. Toh aku telah bersumpah kepada diri sendiri untuk menempatkan dirinya ke dalam situasi yang tepat.

Di petang yang tenang, kami semua duduk di ruang tamu. Bapak mertuaku mencoba untuk menimang bayi, sedangkan Nana berbaring di sofa, dan aku duduk di dekat kakinya. Mak Lela berada di kursi dekat kepala sofa. Untuk pertama kalinya hari ini aku menyadari betapa menyenangkan melihatnya dalam blus lengan pendek yang berkancing di bagian depan.

Dia duduk di kursi dengan kaki disilangkan. Ketika aku mengamati ke bawah, paha yang tertutup itu ternyata membuatku tegang! Aku duduk di sana, menatap kaki dan pahanya saat aku merasa gerakan di dalam celana dan detak jantungku yang berdegup lebih kencang. Aku menyadari berdekatan dengan mertua perempuanku ini hanya membuatku terangsang!

Setelah beberapa saat, Mak Lela bilang ia akan menyiapkan makan malam dan menyarankan Nana tetap berbaring memulihkan tenaga. bapak menawarkan bantuan, tapi ia menolak sambil mempersilakannya menimang bayi dan bekerja di dapur sendiri. Dengan itu dia bangkit dan pergi ke dapur, kemudian kami bisa mendengar panci dan wajan serta peralatan dapur beradu ketika Mak Lela bekerja. Aku menunggu beberapa saat, mengawasi Nana yang saat ia tertidur. Ku nyalakan tv sehingga Bapak dapat mengurus bayi sambil menonton. Setelah itu aku bilang kepada Bapak akan pergi dan melihat mungkin Mak Lela membutuhkan bantuan, yang langsung disetujuinya.

Ketika aku tiba di dapur, Mak Lela berdiri di tengah meja dapur membelakangiku, sedang berbenah di sana.

Pelan-pelan aku berjalan sampai berada tepat di belakangnya. Begitu dekat hingga ujung rambutnya menggelitik daguku. Sejurus kemudian aku melingkari pinggangnya, mengarahkan penis tegangku ke celah roknya yang menutup bokong. Lantas aku langsung mencium sisi lehernya. Mak Lela mengeluarkan jeritan tertahan dan menghindarkan diri agar tak terdengar seisi rumah.

Dia meraih tanganku dengan lemah, berusaha melepaskan belitan di pinggangnya dan menoleh ke arah aku.

"Kamal!! Apakah kamu gila ??!!" ia bertanya dengan nada berbisik. "Nanti ada yang lihat!!! Lepaskan Mak!!!"

Aku terus menimpa lehernya dengan lidahku, sambil menekuk tubuhnya dari belakang.

"Eh, eh!" Aku menjawab permintaannya, saat aku merapatkan selangkanganku sedikit lebih keras ke bokongnya.

Tanganku merayap ke atas tubuhnya sampai aku menyentuh payudara dan mulai memijat perlahan-lahan dari luar blusnya. Mak Lela mengeluarkan rintihan dan sedikit memalingkan kepala ke arahku, lebih dari cukup untuk mendekatkan bibirku ke bibirnya.

"Aduh Maaal!" ia mengeluh ketika pinggulnya mulai bergerak, sedikit menggosok pantatnya kembali terhadap penisku yang menggembung.

Ia enggan menyerah, mencoba melepaskan tanganku dari payudaranya dan segera mendorong keras-keras .

Ketika ia mulai terangsang seperti aku, Mak Lela mulai terengah-engah "Oh, Kamal .... gimana kalau kita ketahuan? Kenapa Kamal ini!"

Dia benar-benar menggoyang bokongnya ke arahku dan aku tahu tidak akan ada lagi perlawanan dari Mak Lela. Aku segera melepaskan payudara dan membuka kancing bajunya, menariknya terpisah, meraba-raba dan berusaha melepaskan kaitan braa hingga aku dapat menyentuh dua buah dadanya. Lantas aku mulai memilin putingnya yang sudah mengeras. Kepalanya bersandar di bahuku ketika aku melanjutkan dengan menggesek penisku yang bergetar keras di lingkar bokongnya.

Mulutku menyusuri lehernya berlanjut ke telinga dan serentak iamenoleh dan, dan bersusah payah untuk berciuman! Lengan kirinya merayap di bahu aku dan tangannya meraih bagian belakang kepalaku, menariknya ke arahnya. Mulutku langsung melumatnya dan Mak Lela mengeluarkan erangan tertahan.

Tanganku kemudian meraba buah dadanya yang berdebar, bokongnya bergerak-gerak mengimbangi gesekan penisku ketika mulut kami saling melumat! Aku lepaskan payudara dari genggaman dan dengan satu tangan membuka kaitan celanaku. Ku tarik celana dalamku ke bawah untuk mengeluarkan penisku, sementara dengan tangan yang lain mengangkat rok sampai pinggang dan celana dalamnya yang melekat sementara pinggulnya berputar-putar. Aku menghentikan ciuman dan menarik pinggulku ke belakang, membiarkan penisku meluncur di celah bokongnya melewati lubang kencingnya dan melekat di pintu masuk vaginanya yang menghangat!

Alih-alih menahan diri, aku melajukan penisku menempel bibir basah dan memasuki saluran kemaluannya yang berkedut. Saat aku meraih payudaranya yang menggelembung, meremasnya sementara batangku masuk-keluar di vaginanya, Mak Lela menggigit bibir bawahnya dan menggerakkan bokongnya ke arahku pada setiap entakan, sambil merintih dalam nada tertahan. "Uhgh ... Ugh ... Ugh !!!" Mak Lela merintih setiap aku menyorongkan penis ke dalam vaginanya.

Dua sikunya menekan meja, sedangkan kedua tangannya melilit leherku dan menarik kepalaku turun ke pangkal lehernya. Aku mengisapnya, terus memompanya dari belakang, saat kami menemukan paduan gerak yang pas untuk entakan. Kami pun merintih bersama-sama! Dengan segera kami ingin mencapai akhir agar tak ketahuan. Gerakan aku dan Mak Lela kian cepat dan kami saling mencengkeram dalam posisi doggy menuju orgasme!

Aku merasakan penisku siap memuntahkan benih ketika pompaanku kian kencang. Pada saat yang sama vagina Mak Lela pun mulai mengeluarkan reaksi yang sudah kuketahui sebagai pertanda ia akan segera klimaks: mengisap batangku dengan ketat. Dia mencengkeram kepalaku ketika vaginanya mengisap sperma yang keluar dari kepala penisku. Pada saat itu bapak mertuaku memanggilnya sehingga dia tersentak ketika mendengar suara suaminya.

Mencapai orgasme sambil menyahut panggilan suaminya, Mak Lela berteriak "Yaaa!!" saat seluruh tubuhnya mengejang dan aku menyemprotkan sperma menuruni dinding rongga dengan gumpalan putih hangat itu!!

Kami berdua mengejang saat orgasme berlangsung, selangkangan Mak Lela melepas dahaganya dengan muntahan spermaku! Kami memegang satu sama lain sementara gelombang demi gelombang menghempaskan kami, menguras tenaga. Saat mereda, penisku berhenti memuntahkan sperma, mengecil dan keluar dari lubang Mak Lela yang kuyup. Kami masih melekat satu sama lain.

Sekali lagi bapak mertuaku memanggilnya dan dia cepat menoleh kepadaku dengan mimik terkejut di wajahnya. Mak Lela buru-buru membereskan pakaiannya, sedangkan aku menarik celana dan menutupnya. Begitu beha dan blusnya sudah rapi, Mak Lela masih merapikan rambutnya, mengusap wajahnya dengan kain serbet di dekatnya, dan bergegas menuju ruang tamu. Aku mengikutinya dengan berjalan dan ku lihat Mak Lela mengambil bayi sehingga Bapak bisa bangun. Nana pun hendak bangkit dari sofa tempatnya berbaring. Hampir saja!

Sisa petang itu berlangsung lancar, meskipun Mak Lela berhasil membuatku merasa bersalah dan kemudian pergi berganti pakaian, mungkin untuk membersihkan bagian bawahnya. Pelajaran yang kupetik, suka atau tidak, aku tidak mampu berada di sekitar ibu mertua tanpa ingin bercinta dan mengabaikan janji kepada diri sendiri ! Tentu saja aku tidak tahu apakah ia merasakan hal serupa.

Keesokan paginya kami semua bangun dan sarapan bersama. Bapak bilang akan keluar berjalan-jalan pagi seperti biasanya, sementara Nana mengatakan bahwa ia akan ke RS untuk pemeriksaan dan vaksinasi bayinya. Aku menawarkan diri untuk pergi bersamanya, tetapi ia mengatakan pemeriksaan itu cuma sebentar, tidak akan lebih dari setengah jam, jadi dia akan pergi hanya dengan bayinya.

Yang akan pergi dari rumah bergegas setelah sarapan. Kemudian setelah Nana dan bapak mertuaku meninggalkan rumah, saat itulah aku mendengar suara shower dan menyadari Mak Lela dan aku sendirian selama sedikitnya setengah jam. Langsung saja penisku mengeras!

Aku berjalan menuju pintu kamar mandi dan hendak masuk ketika aku pikir waktu itu dari dan segera berlari ke kamarku untuk mempreteli pakaianku. Aku kembali mendekati kamar mandi, telanjang bulat dan ngaceng sengaceng-ngacengnya! Aku diam-diam membuka pintu dan melangkah masuk ke kamar mandi dan bisa mendengar Mak Lela bersenandung di balik pintu kaca buram.

Aku perlahan-lahan menggeser pintu kembali dan melangkah. Ketika aku merapatkan pintu, suaranya cukup keras dan Mak Lela segera berbalik dengan sedikit terkesiap.

"OH!!" ia berseru.

Kami saling memandang sejenak dan kemudian dengan cepat merapat, ia memeluk leherku dan aku melingkari pinggangnya, bibir kami dengan cepat bertemu dengan penuh gairah, ciuman kerinduan! Suara gairah kami benar-benar memantul di dinding kamar mandi, bagaikan dua orang kelaparan menemukan hidangan kesukaan.

"MMMMMMMMMMHHHHHHMMMMMM !!!!" Kami merintih saat berciuman tergesa.

Tangan kami bergerak liar satu sama lain ketika aku menarik Mak Lela ke dinding kamar mandi. Tanganku segera meraih bokongnya, meremas sejenak dan kemudian mengangkatnya, menggesekkan penisku di perut dan selangkangnya, serta merapatkan punggungnya ke dinding.

Dia melingkarkan kakinya di pinggangku saat aku perlahan mulai menurunkan tubuhnya ke penisku yang menunggu. Pada sentuhan pertama kepala penisku di vaginanya, kami berdua mengerang keras dan aku segera menancapkan penisku sepanjang jalan masuk vagina sempitnya sampai aku menyentuh bokongnya. Ku benamkan kepalaku di dadanya, kami berdua saling berpegangan erat.

"OOOOOOOOOOOHHHHHHHHH !!!!!!!" kami merintih saat ujung penisku menyentuh pangkal vagina dalam tubuh Mak Lela.

Aku mulai mengangkat tubuhnya lagi dan Mak Lela membantu dengan mengangkat pantatnya ke atas dan ke bawah, tangannya dengan liar mengacak rambutku dan mencium wajahku. Ketika kami menemukan ritme yang pas, batang penisku memompa vaginanya yang hangat. Mata Mak Lela terpejam rapat dan ia mulai merintih mengiringi irama gerak tubuh kami.

"Ooohhh .... Kamal! OOOHHHH!! OOOOHHHH! Kamal OOOHHHHHH l!! ..... Mak baru tahu sambil berdiri itu enaaaak!!!!!"

Jelas bahwa suara perempuan dalam persetubuhan akan kian merangsang lelaki, tak terkecuali aku. Antara ucapannya dan seluruh adegan persetubuhan dengan mertuaku di kamar mandi sudah terlalu banyak merangsangku. Aku langsung merasa akan segera meletup.

Aku memeluknya erat-erat bokongnya dan berteriak, "Mak Lelaaaa aku mau sampai!!!"

Ia mencengkeram belakang leher dan berteriak kembali, "OH Kamal!! Mak juga. Mak juga mau sampai!!!"

Kami berdua meledak dalam orgasme yang melumpuhkan kesadaran. Penisku menyemprot dengan deras, memuntahkan tetes demi tetes mani matang ke celah vaginanya yang mengisap spermaku hingga kering. Kami berteriak, melenguh kesedapan ketika menikmati sensasi yang merambat senti demi senti tubuh kami.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

Ini tampaknya menjadi orgasme paling kuat kami sejauh ini. Aku yakin sebagian besar karena akhirnya kami menyerah pada napsu birahi dan menyadari terlalu lemah untuk melawannya. Kami berpelukan dalam posisi berdiri, berciuman penuh gairah, seakan tak akan terpisah selamanya, sampai aku merasa punggungku pegal dan menyerah sehingga aku harus mengecewakan Mak Lela yang masih ingin ku pangku.

Dia meluncur ke bawah badan dan berdiri dengan kakinya, tapi kami tidak pernah melepas rangkulan. Kami meneruskan berciuman penuh nafsu namun lebih lembut, lebih kuat, lebih penuh perasaan, sepertinya di antara kami tak ada yang ingin ini berakhir!

Kami saling menumpahkan perasaan mendalam, saling merasa menjadi milik satu sama lain dan berjanji akan bersetubuh sembunyi-sembunyi lagi, setiap ada kesempatan! Akhirnya kami mandi bersama dan mengeringkan diri satu sama lain. Ketika berganti pakaian sebelum Nana datang, aku dan Mak Lela membicarakan kelanjutan hubungan ini dan mengakui tak sanggup menyangkal perasaan tertarik satu sama lain. Kami memutuskan bahwa selama tidak ada yang terluka, tidak ada yang mengetahui, ini akan berlanjut.

Kami baru selesai berganti pakaian ketika Nana tiba di rumah. Sisa hari itu kami habiskan bersama dengan baik, walaupun tidak ada kesempatan bagi Mak Lela dan aku menyelinap untuk bersetubuh kembali.

Hari-hari terakhir kunjungan mertuaku berjalan lebih lancar. Mak Lela dan aku menemukan beberapa peluang untuk memisahkan diri dan bercinta dengan birahi menyala-nyala. Beberapa kali kami meninggalkan tempat tidur masing-masing di tengah malam dan bertemu di sofa untuk bergumul dalam persetubuhan kilat, atau kami menyiapkan makan malam bersama dan memainkan skenario menggenjot Mak Lela dari belakang sementara yang lain berada di ruang lain!

Akhirnya sangat sedih terasa ketika mertuaku harus pergi. Kecintaanku pada Nana dan bayi kami dengan apa yang aku lakukan dengan Mak Lela secara seksual tak mungkin dibandingkan. Kami mengantarkan Pak Hasan dan Mak Lela hingga ke ruang tunggu bandara, mengucapkan salam perpisahan dan berharap dapat segera saling berjumpa. Pak Hasan bilang, setelah meremajakan batang-batang karet di kebunnya, ia dan Mak Lela akan kembali melihat Nana dan bayinya. Aku tahu, Mak Lela akan datang untukku juga.
Bro buat dong kelanjutannya saat Mak Lela datang menjenguk nana
 
Demen bngt ma crita bgni
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Salah satu cerita sex yg pernah fenomenal di jamannya,,masih aja dibaca..
 
Juragan anda hebat sekali menulis.. kata kata seperti warna yg bisa anda mainkan pada lembar kanvas.. penuh, menyala, teratur dgn ritme sebagai gaya khas anda... I wish I know you long long time ago... great.. applaus
 
Kayaknya bs di terusin kisah mak lela ama kamal ini. Sesuai ama ruh cerita ini, mereka akan terus melakukan kontak. Artinya akan selalu mencari kesempatan buat ketemu. Setting bisa pas acara mudik nana, atau kunjungan mertua, ato kunjungan kerja si kamal kota mertua. Setting suasanya di desa yg asri.

Ngarep baget gw bro..
 
Luar biasa pilihan katanya, semoga terus.mengalir karya berikutnya
 
Bikin lanjutannya kamal sama mak lela mantapp neh apalagi kl sampe bunting??
 
Bimabet
Kisah ini bermula dengan persiapan kelahiran anak pertamaku. Isteriku, Nana, yang kunikahi hampir dua tahun lalu, akhirnya menjadi perempuan sempurna sebagai ibu yang melahirkan sendiri anaknya.

Namun, dengan pertimbangan belum berpengalaman melahirkan, ia ingin kedua orang tuanya, bapak dan ibu mertuaku, menemaninya selama proses kelahiran. Ringkas cerita, tempat tinggal pun kedatangan tamu. Untuk menghormati orang tua, kami menjemput pasangan itu. Tak ada kejadian istimewa ketika kami menjemput. Layaknya anak kepada orang tua, kami berusaha melayani sebaik-baiknya.

Sampai tibalah saatnya Nana meahirkan bayinya dan harus tinggal di rumah sakit bersalin, kerennya sih Rumah Sakit Ibu dan Anak. Dokter kandungan yang memeriksa isteriku menyatakan sebaiknya Nana tinggal di RS agar pemulihan kesehatan dan perawatan bayinya. Kami yang semula berempat terpaksa meninggalkan Nana di RS dan kembali ke rumah bertiga saja. Aku dan kedua mertuaku.

Nah, ketika kami tiba di rumah, aku duduk di sofa sambil tidur-tiduran, Sementara mertuaku menyibukkan diri, berusaha kerasan di tempat anaknya. Bapak mertuaku tampak sibuk dengan buku teka-teki silang yang entah dari mana ia dapatkan. Ibu mertuaku pun menyambar koran dan duduk di kursi sebelah sofa di ruang tamu. Posisinya agak menghadap aku, dengan sofa dan kursi membentuk huruf L. Sofa tempatku berbaring adalah bagian atas L, dan kursi tempat mertuaku membentuk bagian bawah L.

Saat itu aku terserang kantuk sebenarnya. Jadi, aku bergeser ke samping dan membuka mata. Ibu mertuaku, namanya Nurlela, yang biasa ku panggil Mak Lela, kelihatan serius membaca koran sampai menutup wajah dan tubuh bagian atasnya. Maka aku hanya bisa melihat dia dari pinggang ke bawah. Saat itulah aku tersadar! Dia mengenakan salah satu rok lipit panjang, yang telah turun sampai ke lutut dan cukup longgar. Jelas, ketika ia duduk roknya naik sedikit di atas lutut dan agak longgar. Hal pertama yang aku lihat adalah sepasang betis yang memukau! Maksudku ramping dan cantik, seperti yang terlihat di sinetron TV itu! Inilah rahasia pertama yang aku temui pada Mak Lela.

Siapa yang mengenal Mak Lela, tidak akan pernah melihat bagian atas lututnya. Tapi kali ini mataku menjelajahi kakinya dan melihat bahwa cara ia duduk membuatku dapat melihat seluruh pahanya dengan jelas! Putih krem dan tampak sehalus sutera berlanjut hingga menghilang dalam kegelapan. Aku merasa penisku terjepit di celana! Aku tahu aku sudah kehilangan seks yang sehat, tetapi kaki dan paha perempuan akan membuat laki-laki berdarah merah menarik napas! Aku terus menatap kaki seksi itu dan mulai berfantasi apa rasanya berada di antara keduanya! Maksudku, ini adalah ibu isteriku dan ia membangkitkan birahiku!

Aku yakin dia tidak tahu apa yang sedang terjadi dan tak sadar membuatku terpesonaa. Dia masih sibuk dengan koran, jadi aku meringkuk, berusaha menyembunyikan penis kerasku ke dalam bantal. Tak lama kemudian aku mendengar dia memanggil nama aku lembut dan bertanya apakah sudah saatnya makan malam? Aku bilang akan segera bangun, tetapi dia mengatakan santai-santai saja, karena ia ingin berganti pakaian dulu sepulang dari RS. Dia bangkit pergi sementara aku menunggu penisku normal dulu agar bisa bergerak. Akhirnya aku sudah kembali normal dan berjalan ke dapur, melewati Pak Hasan, mertua lelakiku yang masih tenggelam dalam TTS dan tidak menunjukkan tanda-tanda bergerak.

Karena tak memiliki pembantu dan memang piawai memasak, aku ke dapur menyiapkan makan malam untuk kami bertiga. Saat itulah aku mendengar Mak Lela masuk ke dapur, tempat aku menemukan rahasia kedua. Mak Lela telah berganti pakaian menggunakan celana kulot krem dan polo shirt berhias bordir . Aku tidak banyak perhatian langsung pada kulot karena polo shirtnya cukup ketat memamerkan sepasang payudara indah! Setidaknya berukuran 36, bulat dan penuh dan jauh lebih besar daripada milik anak-anaknya yang tiga orang perempuan semua itu.

Desakan di celana mulai lagi ketika aku melihatnya bergerak di dapur. Aku harus berhati-hati menyembunyikan tonjolan penis ini.

Kami lantas mulai menyiapkan makanan dan aku tidak bisa apa-apa kecuali mengawasi goyangan buah dada setiap kali ia memotong sayuran. Namun gairah birahiku kian memuncak ketika pikiranku melayang kembali ke paha dan kaki yang terlihat beberapa saat sebelumnya. Aku berjalan ke tempat cuci piring untuk memeriksa apakah aliran airnya lancar. Saat aku menoleh bagian bawah aku agak terkesiap melihat bokongnya. Maksudku, itu tidak sebagus punya Nana, dan menunjukkan tanda-tanda setengah baya sedikit melebar, tapi tampak montok, bulat dan seksi. Dengan mudah aku membayangkan tanganku meremasnya! Aku belum bisa percaya tergetar oleh Mak Lela, tanpa dia ketahui! Kami selesaikan sajian makan malam itu berdua: aku berusaha menyembunyikan penis keras, sementara Mak Lela tidak mampu mengalihkan mataku jauh dari gundukan yang merangsang! Pak Hasan segera bergabung dan kami cepat selesai memasak dan beralih di meja makan.

Aku tidak bisa mengambil risiko ketahuan, jadi mataku terus di piringku sementara kami bertiga mengobrol ringan. Aku selesai pertama dan bilang kecapekan serta berniat mandi langsung menuju tempat tidur.

Ketika aku membuka pakaian di kamar mandi, gambaran tubuh Mak Lela memenuhi kepalaku. Penisku tegang setegang-tegangnya dan berdenyut saat aku menyabuninya. Pada gosokan kesekian pikiranku kembali membayangkan halus paha dan kaki Mak Lela, hingga aku meledak dalam getar orgasme luar biasa! Aku harus bersandar ke dinding ketika air maniku menyembur. Setelah itu aku cepat-cepat menyelesaikan mandi dan pergi tidur. Beberapa kali aku terbangun dan membayangkan mengisap payudaranya, membelai pahanya, mencengkeram bokongnya. Ketika aku melihat ke bawah batang di selengkanganku mengeras. Tak tahan, kembali aku beronani, kali ini di tempat tidur.

Aku tertidur kembali dan ketika aku terbangun sebelah kamarku sudah dibanjiri cahaya dan jam kesukaan aku menunjukkan pukul 10 kurang sedikit. Aku duduk, perasaan seperti aku baru saja pergi tidur, dan teringat telah menghabiskan malam dalam gairah memuncak sehingga basah celana dalamku. Aku terhuyung-huyung ke kamar mandi. Bagaimanapun, Mak Lela tampaknya belum menyadari birahiku. Usai mandi, aku mengeringkan diri dan dengan penuh semangat bersiap-siap untuk kembali ke RS untuk melihat Nana. Aku mencium aroma kopi yang sedang diseduh di dapur dan mendatanginya. Mak Lela memanggilku dari ruang makan "Kamal, ya?" (Dia selalu memanggil aku Kamal, begitu tepat)

"Ya", jawabku.

"Oh, bagus, dia berkata, Aku sedang menunggumu bangun. Bapak telah pergi keluar untuk sedikit untuk mencari beberapa buku TTS. Ia harus segera kembali dan kemudian kita akan pergi melihat Nana"

Aku bisa mendengar koran berdesir dan berpikir ia telah terjebak dalam hidungnya lagi. Aku memutuskan untuk pergi duduk di ruang tamu dan menangkap berita sebelum pergi. Kita hidup dan r. makan yang terbuka untuk satu sama lain dan aku sekilas melihat Mak Lela keluar dari sudut mataku, duduk di meja ruang dinning membaca koran Minggu. Ketika aku duduk di kursi aku menyalakan t.v. dan dibalik itu ke salah satu program Minggu pagi. Ketika aku menghirup kopiku Aku melirik Mak Lela, masih terpesona dalam membaca. aku agak terkejut melihat bahwa ia masih mengenakan gaun tidur sutra putih. Mak Lela tua koq, pikirku, sampai aku membiarkan mataku melayang ke bawah. Dia telah menyilangkan kaki dan memperlihatkan sedikit bagian atas lututnya. Penisku mulai bergerak saat aku menatap kaki Mak Lela. Semua membuat aku tegang dan aku hanya duduk minum kopi sambil menatap kaki! Akhirnya aku memaksa bangun dan pergi dari dapur untuk meletakkan cangkir ke dalam bak cuci. Tepat ketika aku hendak pergi, Mak Lela berjalan dalam membawa piringnya ke tempat cuci piring.

Dia tersenyum sopan, dan bertanya "Apa mau berangkat sekarang?"

"Eh, ... Ya", kataku, agak malu karena aku baru saja mengintipnya.

"Iya deh", dia berkata, "Mak dan Bapak akan segera menyusul" dan memutar keran air untuk mencuci piring.

Aku hampir sampai ke pintu ketika ia memanggil namaku

"Kamal, di mana Nana menyimpan sabun?"

"Eh", pikirku sambil berjalan kembali ke dapur, "Apakah Mak lihat di bawah bak cuci piring?"

Ketika aku masuk, aku melihat Mak Lela, satu tangan di bak cuci piring yang lain di pintu, agak sedikit membungkuk melihat ke kolong. Saat aku semakin dekat aku melihat bahwa dalam posisinya sekarang bagian depan bajunya memperlihatkan puncak-puncak payudaranya. Tampak seolah-olah buah dada itu seperti memberontak keluar dari kurungan. Payudaranya memang agak kendur, tapi ketika kondisiku sekian lama libur birahi, keduanya tampak sangat merangsang! Aku juga bisa melihat tonjolan putingnya dari baju Mak Lela. Penisku langsung keras saat aku melawan dorongan untuk mendekatkan wajahku di antara payudaranya!

Mak Lela menyadarkan aku ketika mengatakan "Nggak ada tuh Mal"

Aku segera mendekat untuk mencari sabun cuci piring. Beruntung aku menemukannya dan kami berdua berdiri lurus ke atas dengan Mak Lela melanjutkan mencuci, benar-benar tidak menyadari apa yang baru saja terjadi.

Kunjungan dengan Nana dan bayi berjalan dengan baik dan orangtuanya bergabung dengan kami setelah beberapa saat. Aku mengepalkan mata Mak Lela meskipun sendiri, merasa beberapa gejolak di selangkanganku saat ia melangkah masuk.

Mertuaku pulang lebih dulu, sementara tidak terlalu terburu-buru. Ketika aku rasa kunjunganku cukup aku memutuskan pulang untuk makan malam. Aku mencium Nana dan bayi dan segera pulang dan tidur. Sebenarnya aku memikirikan untuk mencoba siapa tahu Mak Lela dapat melepaskan birahiku yang memuncak.

Keesokan harinya, bangun tidur aku segera mandi pagi. Selanjutnya aku mengenakan celana pendek dan t-shirt berjalan ke dapur. Aku teringat Pak Hasan mertua laki-lakiku biasa jalan pagi-pagi dan pulang siang hari. Mungkin di rumah tinggal aku dengan ibu mertua. Lantas aku berjalan ke dapur untuk menemukannya bersandar di tengah ruang sambil membaca koran pagi.

"Mak Lela sudah sarapan?" kataku sambil menatapnya.

"Belum. Mak nunggu Kamal. Bapak sudah jalan tuh Mal," katanya sambil bergerak ke meja makan.

Aku menatapnya. Dia menunduk. Kami pun mulai menyantap nasi goreng sarapan yang sudah Mak Lela buat sebelumnya

"Aku bilang sama Nana Mak Lela dan Bapak itu sangat cocok. Jadi awet muda semuanya," kataku mebuka obrolan dengan hati-hati.

"Yah, kami mencoba untuk menjaga kesehatan. Masa sih awet muda? Itu sih supaya mertua senang," katanya sambil tersenyum.

"Tapi tetap saja, Mak Lela memang masih cantik," jawabku.

"Jika kamu mencoba merayu aku Kamal, berhenti deh," dia sedikit tertawa.

Aku merasa penisku kesukaran di celana. Aku melihatnya bergerak menuju dapur dan takjub betapa aku mendambakan wanita ini, seseorang yang tak berarti apa-apa bagiku beberapa hari lalu. Dia bersandar pada tengah meja dan membaca koran, sementara dia makan. Aku berdiri di sisi berlawanan, seperti bersandar ke sisi meja.

Aku mengamati sejenak dan kemudian berkata "Mak tahu nggak, Mak akan membuat setiap laki-laki bangga menggandeng Mak."

Dia mendongak dan menatapku sejenak, lalu menyeka mulutnya dengan serbet.

"Eh .... terima kasih, itu kata-kata yang menyenangkan," katanya malu-malu.

Dia bingung oleh komentar tak terduga dan gugup menghirup teh. Aku terus memandangnya.

"Aku bukan pura-pura, sungguh koq Mak," jawab aku sangat tenang.

Dia hanya terus menatapku, mencoba untuk memikirkan bayangan. "Kayaknya, kamu sedang gombal Kamal," katanya sambil tersenyum. "


"Masa sih? Nggak mungkin Mak belum pernah mendengar orang lain memuji kecantikan Mak," kataku sambil meletakkan kedua tangan di meja dan bersandar sedikit ke depan.

Dia tampak terkejut dan aku bisa tahu dari caranya memandang aku bahwa dia takut dia telah menyakiti perasaan aku. "Bukan begitu, hanya saja aku tidak mendengar banyak dari laki-laki, bahkan dari Bapak," katanya.

Aku santai membungkuk sedikit lebih jauh, menempatkan tanganku di atas meja. "Koq Bapak begitu?" kataku.

"Yah, kamu tahu, ketika telah lama menikah yang begitu sudah jarang terdengar," jawabnya.

Aku menatap dalam di matanya dan berkata "Ya biar saja aku yang memuji Mak sepenuh hati. "

"Mak rasa memang Kamal memuji sungguhan," katanya ketika mencari sesuatu di mataku.

Aku membungkuk sedikit lagi sampai kami terpisah beberapa inci saja. "Dekat dengan perempuan seperti Mak seharusnya membuat betah lama-lama ngobrol. Aku betah lama-lama dekat Mak," kataku sangat lembut, menatap ke matanya.

Dia hanya menatap kembali, alis berkerut, seolah-olah ia sedang mencoba memahami apa yang aku katakan. "Mak harus bilang apa ya?" jawabnya.

"Mak nggak perlu bilang apa-apa," aku memotong.

Aku bergeser lagi hingga hidung kami hampir bersentuhan dan berbisik padanya "Lebih baik tidak usah bicara."

Mata miliknya bergeser turun ke mulutku dan dengan kening berkerut memerhatikan saat aku perlahan mendekatkan dua bibir kami. Rasanya seperti itu lama sekali ketika bibirku semakin dekat dengan wajahnya, sampai aku merasa menyentuh dan kemudian merapat ringan lembut, ciuman yang menakjubkan!!

Matanya tertuju pada aku dan menunjukkan keheranan, namun ia membeku di tempat ketika aku menciumnya. Aku tahu aku tidak bisa memainkan tanganku berlebih-lebihan dulu dan aku pikir lebih baik mundur sejenak dan melihat reaksinya. Aku perlahan-lahan mundur dan merasakan bibir kami terpisah secara perlahan, sambil menjaga mataku pada bibirnya. "Kenapa Kamal cium Mak? tanyanya tak percaya, suaranya tepat di atas bisikan.

"Nggak tahu Mak," aku berbohong, "Aku tidak bisa menahan diri."

Matanya berlari dari mulut ke dua mata dan kembali lagi seolah-olah ia sedang mencari penjelasan yang masuk akal. Kami berdiri di sana untuk beberapa saat, hanya memandangi satu sama lain.

Dia menunduk dan berkata "Yah ... Kamal tidak seharusnya begitu.... Ini ... tidak ... benar!"

Aku mengamati sejenak dan berkata "Aku kira ... eh ... eh aku nggak sadar. Mak begitu cantik, sampai aku tidak bisa menahan diri"

Dia menatapku dengan ekspresi kosong di wajahnya. Aku membungkuk lagi dan menutup kesenjangan antara kami.

"Seperti sekarang," kataku

Dia tetap fokus pada bibirku ketika memusatkan perhatian pada bibirnya, menyekanya ringan dan kemudian melekat lembut. Bibirnya lembut dan hangat menyentuh ketika aku menekan lembut. Matanya menatap aku dan bergetar saat dia mengeluarkan desahan kecil. Aku melanjutkan ciuman ketika penisku meluncur di celana, menekan meja, dan aku merasa sulit untuk mengendalikan napas. Nafsu aku semakin naik ketika menekan bibirku sedikit lebih tegas ke bibir Mak Lela.

Dia mengeluarkan suara dengusan dan mencoba menghindari ciuman dengan meletakkan tangannya ke dadaku dan mengerahkan sedikit tekanan, tetapi tidak benar-benar cukup untuk mendorongku. Aku tidak ingin merusak saat ini dengan menjadi terlalu agresif, jadi aku teruskan ciuman lembut dan tidak bergerak, hanya bersentuhan merasakan nyaman di bibirku.

Aku melihat matanya ketika mendelik lagi dan dia mengeluarkan gumaman lembut, "uhhmm."

Kelopak matanya seolah-olah berjuang untuk tetap terbuka, tapi perlahan-lahan kalah dalam pertempuran ketika akhirnya terpejam. Aku merasakan bibirnya melunak sedikit di bawahku sehingga aku memiringkan kepala dan bibir aku tenggelam sedikit lebih ke dalam miliknya, tetapi dia masih berdiri diam. Aku ingin menjelajahi mulutnya, tapi berperang melawan dorongan dan hanya membiarkan bibirku menyentuh miliknya. Kepalaku mulai bergerak perlahan-lahan naik-turun, bibirku membelai miliknya.

Alis Mak Lela terangkat saat ia mengembuskan napas pelan lagi, "uhhm", membiarkan otot-otot lehernya untuk bersantai, menyebabkan kepalanya bergerak seirama dengan aku, menyerah sepenuhnya untuk berciuman denganku!

Ciuman itu tidak berat sama sekali, namun itu adalah ciuman paling bernafsu dalam hidupku! Ruangan itu hening kecuali suara yang lembut bibir kami yang beradu. Dorongan libidoku naik dan penisku berdenyut kencang. Aku merasa sangat ingin mendekapnya dan menekan tubuhnya ke dekatku, tetapi ada penghalang di antara kami. Ciuman berlanjut, hampir dalam gerakan lambat, kepala kami perlahan bergerak naik dan turun bersama-sama ketika lembut bibir kami menyentuh satu sama lain. (Bersambung)


=============

Kalau gak ada tanggapan, gak akan bersambung ya :)
Jd inget ciuman pertama x sm yg di dp...:genit::genit::genit:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd