Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Life and Slavery of Widya

Status
Please reply by conversation.
Ini cerita sepertinya ngawur. Tapi keren juga. Budak, boleh diapa2kan tapi ada chasity belt yang membuat satu tembok yang mudah dijebol tapi resikonya besar. Saya yakin cerita ini bukan karangan biasa tapi penuh intrik dan pemikiran. Semnagta suhu. Terimakasih sudah share di sini
 
Ini cerita sepertinya ngawur. Tapi keren juga. Budak, boleh diapa2kan tapi ada chasity belt yang membuat satu tembok yang mudah dijebol tapi resikonya besar. Saya yakin cerita ini bukan karangan biasa tapi penuh intrik dan pemikiran. Semnagta suhu. Terimakasih sudah share di sini

Terimakasih suhu atas supportnya, hehe semoga cerita ini bisa memenuhi ekspektasi suhu...
 
Part 05

BuugkkkHHH!! Sebuah suara tendangan keras membahana di ujung lorong. Suara tendangan itu adalah tendangan Kusni ke tangan Parjo yang sedang memegang pisau.

“Gobl*k!!” Teriak Kusni.

Pisau yang ada di tangan Parjo pun terlepas.

“Loe mau jadi pembunuh!” Teriak Kusni lagi kepada Parjo. “Ndak ada untungnya kali lo bunuh dia. Dia ini cuman budak, punya duit juga nggak.”

Parjo-pun menghela nafas, ada benarnya kata-kata temannya tadi. Membunuh budak seperti Widya tidak ada untungnya. Belum lagi kalau kerajaan sampai mencari-cari pembunuh budak ini. Bisa-bisa ia harus berurusan dengan Gestapo (polisi militer/polisi politik - part 01).

Widya yang ketakutan bukan main sampai tak sadar mengeluarkan air kencing. Kedua preman itu tahu dan mereka hanya tertawa melihat tingkah Widya.

2102151169377724.jpg

“Ya sudah lah, aku ndak nafsu lagi sama ni cewek. Kalau mau ,loe nikmatin deh.” Kata Parjo. Iapun berlalu keluar dari lorong itu. Mungkin ia mencari air untuk membasuh kemaluannya.

Widya menangis, ia sadar baru saja nyawanya hampir saja melayang.

“Sini” Kata Kusni. Ia membawa Widya ke sudut lorong yang lain. Menjauhi muntahan dan kencing Widya.

“Tolong, jangan sakiti aku. Aku mohon.” rintih Widya.

“Ndak, aku ndak sekasar temanku kok.” Kata Kusni. “Tapi aku tetap minta imbalan ya.”

Widya menggangguk tanda mengerti.

Kusni membuka celananya yang tidak kalah kumal dari milik Parjo. Kemaluan Kusni tidak berukuran sebesar milik Parjo, namun panjangnya lebih darinya. “Kocok aja pakai tanganmu. Pelan aja, jangan kenceng-kenceng.” Ucap Kusni.

Widya yang sudah tak punya pilihan itu menuruti saja permintaan Kusni. Ia pegang batang kemaluan Kusni dan mulai mengocoknya. Bisa dikatakan, ini pertama kali Widya memegang kemaluan pria secara langsung. Tadi memang ia sempat mengulum dan melakukan tit’s job. Namun baru sekarang jari-jemarinya tahu bagaimana keras sekaligus kenyalnya kemaluan pria.

“Ah, ya gitu, bagus, tanganmu halus, lumayan lah buat budak pemula.” ceracau Kusni.

Cukup lama Widya mengocok batang kemaluan Kusni. Tangannya sampai terasa pegal dan panas. Tak terasa, hari perlahan-lahan mulai larut. Cahaya berwarna orange nampak masuk dari sela-sela lorong jalanan.

Widya terus mengocok kemaluan Kusni hingga pria itu akhirnya memuncratkan spermanya. Air mani yang Kusni keluarkan cukup banyak. Sebagian cairan putih kental itu membasahi wajah Widya, sebagian lagi turun hingga ke payudara gadis itu.

“Hufff, enak sekali. Lain kali mungkin aku minta jatah lagi.” Kata Kusni. “Tapi lain kali harus lebih enak dari ini.” tambahnya.

Widya-pun diperbolehkan Kusni untuk pergi. Namun sebelumnya ia meminta Widya untuk meratakan sperma yang menempel di wajah dan dadanya. “Anggap aja krim kecantikan. Katanya peju itu banyak proteinnya, bikin kulit makin alus.” kata Kusni sekenanya.

Dengan berat hati, Widya meratakan sperma itu di wajah dan payudaranya. Cairan itu nampak begitu menjijikan bagi Widya. Cairan yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan akan ia oleskan di tubuhnya bak kosmetik.

“Nah gitu donk. Kamu jadi kelihatan makin cantik.” Kata Kusni.

Jalanan menuju rumah Widya masih cukup ramai di senja itu. Widya kini memilih untuk berjalan di jalanan yang ramai. Ia tak mau bertemu dengan preman-preman seperti Parjo dan Kusni tadi. Walaupun ia harus menahan tatapan sinis dan merendahkan dari orang-orang di sekelilingnya.

Gerbang rumah Widya terbuka lebar. Ia melihat segelintir orang dengan seragam gestapo membawa keluar barang-barang isi rumah. Truk-truk pengangkut juga sudah terparkir di pinggir jalan. Mungkin mereka bermaksud menyita barang-barang milik ayahnya.

“Pak Burhan, Mama, di mana mama?” Tanya Widya ketika ia menemui seorang pria yang keluarga Widya pekerjakan di rumah itu. Pak Burhan sendiri statusnya adalah budak yang dibeli keluarga Widya.

Dengan muka masam, Pak Burhan melihat keadaan nona mudanya. Nona muda yang dahulu sangat ia banggakan dan menjadi idaman itu kini statusnya tak lebih tinggi darinya. Ia bahkan mungkin lebih rendah. Nona mudanya itu hanya mengenakan pakaian minim. Tas sekolah yang ia bawa ia gunakan untuk menutupi sebagian tubuhnya seadaanya. Pak Burhan walaupun budak, namun keluarga Widya memberikannya pakaian yang layak.

“Nyonya ada di ruang makan non.” Kata Pak Burhan.

Pak Burhan selain melihat nona mudanya dengan pakain yang nyaris tak bisa menutupi ketelanjangannya, ia juga melihat bilur-bilur biru di sekujur tubuh nona mudanya. Bilur-bilur itu adalah hasil penyiksaan ketiga teman Widya dan juga dua orang preman ketika ia pulang tadi.

“Non, yang sabar ya.” Kata Pak Burhan mencoba menguatkan nona majikannya.

Widya menggangguk dan sedikit menitikan air mata. Iapun beranjak ke dalam rumah, mencari dimana mama-nya.

Beberapa anggota polisi militer nampak di dalam rumah. Mereka cukup surprise dengan kedatangan Widya. Gadis yang dirumorkan punya kecantikan luar biasa dan hampir menaklukan banyak laki-laki kelas atas itu kini hanya berpakaian layaknya pelacur dan menjadi seorang budak. Tubuh indahnya sama sekali tak bisa tertutupi oleh pakain minim yang ia kenakan.

Bagaimana tidak, Widya nyaris hanya mengenakan kalung kulit di lehernya. Dadanya hanya tertutupi oleh bra yang melingkari kedua payudaranya serta sebuah belt yang menutupi puting serta aorelanya. Selangkangannya hanya tertutupi chasity belt, yang sangat ketat bahkan nyaris membelah dua kemaluan Widya. Satu-satunya pakaian layak yang Widya kenakan hanyalah sepatu kets yang ia gunakan.

“Mama, mama?” panggil Widya.

“Ini ya, Widya yang legendaris itu.” Kata salah satu anggota gestapo.

“Bodi-nya sih lumayan, sayang ayahnya pengkhianat negara.” Kata yang lain.

Widya berusaha mengacuhkan suara-suara sumbang itu. Yang harus ia lakukan sekarang ini adalah mencari di mana mama-nya berada.

Di ruang makan, Widya memang menemukan mamanya. Namun apa yang ada di hadapannya benar-benar membuatnya syok dan lemas. Saking lemasnya, Widya terduduk di lantai melihat pemandangan yang ada di hadapan matanya. Ia benar-benar tak mengira jika mereka sampai berbuat sejauh itu.
 
Terakhir diubah:
Makasih update nya suhu sukses bikin penasaran....!
 
Lanjut Hu...
Widya nya disiksa sama mamah nya, Widya nya ganti disiksa mamahnya ditonton ama gestapo...
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd