Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Life and Slavery of Widya

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
sekedar masukan, brad... karena Widya asalnya dari golongan cukup terpandang... jadikan aja dia sebagai "budak eksklusif" milik pangeran kerajaan ato siapapun dari royal family. Tidak boleh ada orang lain yang sentuh Widya, kecuali pemiliknya itu. Jadi, di luaran sana, Widya hanya dipamerin tubuhnya aja. Tinggal di istana, tapi layaknya budak piaraan +pake outfit yang seksi.

Soalnya, kalo bisa dipake ama semua org, jatuhnya diforsir+dibully mulu jd ancur bodi mulusnya. :ugh: biarkan sang owner sendiri yg boleh "menyiksa" dan permainkan/permalukan Widya di depan umum. (suruh masturb di alun-alun kota misalnya, gyahaha)

Kecuali, atas perintah sang tuan pangeran, si Widya bisa jg suruh layani siapalah, satu pengemis jalanan buat amal, misalnya :pandaketawa:

cuma sumbang saran dan fantasi pribadi aja, brad... :pandaketawa: gak dipake jg gapapa :pandapeace:

Wah, masukannya banyak banget. Terimakasih suhu, nanti coba kita kolaborasikan 😁
 
Part 04

Brak, pintu kelas terbuka dengan tiba-tiba. Seorang laki-laki yang memakai seragam sekolah memasuki ruang kelas kosong itu.

“Apa-apaan ini, lepaskan dia!” ujar pria itu.

Eliza, Yulie, dan Anissa nampak terkejut dengan kedatangan si pria tadi. “Apa perlumu dengannya, lagipula di sudah jadi budak.” Sergah Eliza.

“Aku ini ketua liga siswa. Aku berhak mengingatkan tingkah laku menyimpang di sekolah ini.” Kata pria itu.

Pria itu adalah Amran, siswa kelas 3 yang merupakan ketua liga siswa (seperti OSIS di dunia kita). Amran mengusir ketiga siswi penyiksa Widya, merekapun pergi dengan muka geram. Tindakan mereka terhadap Widya tidak bisa dikategorikan tindakan kriminal, karena mereka menyiksa budak. Budak negara seperti Widya memang secara hukum boleh untuk dilecehkan dan diperlakukan semaunya.

Vh7A1UB.jpeg

Amran cukup iba melihat keadaan Widya. Di payudaranya tertancap dua buah jarum. Untung saja jarum itu belum menancap begitu dalam. Amran melepaskan ikatan Widya di tiang dan membantunya melepaskan jarum yang menancap di payudaranya.

“Pakai ini.” Kata Amran sembari memberikan sebuah jaket kepada Widya.

Widya menolak jaket yang diberikan Amran. “Terimakasih, tapi aku tidak bisa.” kata Widya. “Aku dilarang untuk mengenakan ini.”

Amran mengerti, ia mengambilkan bra kulit yang jatuh tak jauh dari sana. Widyapun mengenakan pakaian itu, walaupun bra itu sama sekali tidak menutupi tubuhnya.

“Wid, yang tabah ya. Pasti nanti ada jalan.” Kata Amran mencoba menguatkan Widya.

Widya menggangguk, tak disangka ia kembali menitikan air mata. Amran dan Widya memang selama ini cukup dekat. Bahkan hingga beberapa bulan yang lalu, Widya masih bertugas sebagai sekretaris liga siswa di sekolah itu. Karena kedekatan mereka, tak sedikit yang mengira mereka berpacaran.

“Wid, aku antar kamu pulang ya.” Kata Amran.

Widya kembali menolak tawaran Amran. “Aku baru saja menjadi budak. Atas tuduhan ayahku yang berkhianat kepada negara. Aku tak mau ada apa-apa denganmu karena aku.”

Amran mengerti dengan pernyataan Widya. “Hati-hati di jalan ya Wid.” Kata Amran.

Setelah berbenah secukupnya, Widya meninggalkan sekolahnya. Tubuhnya terasa lelah bukan main. Rasa sakit juga ia rasakan di sekujur tubuhnya. Punggungnya perih karena cambukan ketiga temannya, payudaranya juga sedikit ngilu karena ditusuk oleh jarum, dan kemaluannya juga terasa panas karena gesekan dengan chasity belt. Widya tidak menyangka jika teman-temannya memendam rasa iri kepadanya selama ini. Ini baru hari pertama, entah apa yang akan mereka lakukan di hari-hari berikutnya.

Perlahan, Amran melihat Widya mulai menjauh dari hadapannya. Ia tak menyangka ternyata tubuh Widya seindah itu. Tubuh yang selama ini dijaga dengan begitu hati-hati oleh Widya. Ia tak pernah mengumbarnya, dan ia tak pernah berpakaian sembarangan. Ada perasaan Amran ingin merengkuh kenikmatan dari tubuh Widya. Namun buru-buru ia tepis pikiran itu.

Jarak rumah Widya dari sekolah sebenarnya tidak begitu jauh. Hanya sekitar 30-40 menit dengan berjalan kaki. Biasanya, Widya akan dijemput oleh mobil dinas ayahnya. Namun masa-masa itu sudah berakhir sekarang. Ia harus berjalan kaki ke rumah.

Malu sekali rasanya Widya harus berjalan dengan mengenakan pakaian minim seperti itu. Di tubuhnya nyaris hanya ada kalung kulit, bra yang tidak menutupi payudaranya, dan juga chasity belt. Ia masih diperbolehkan mengenakan sepatu, walaupun tidak dengan kaos kaki. Ia pun akhirnya menggunakan tas jinjing sekolahnya untuk menutupi sebagian tubuhnya. Namun sebenarnya hal itu tidak banyak membantu.

Tatapan sinis dan nyinyir Widya terima dari setiap orang yang ia temui di jalan. Tatapan-tatapan lainnya merupakan tatapan penuh nafsu dari orang-orang. Widya akhirnya memutuskan untuk menghindari jalan ramai dan memilih gang kecil. Setidaknya ia tidak menemui banyak orang.

“Wah ada budak nih, milik siapa kamu.” Kata sebuah suara laki-laki.

“Dia bukan milik siapa-siapa, budak negara ini.” Kata temannya. “Kamu punya salah apa sampai dijadiin budak sama negara?” tananya lagi.

“Haha, peduli amat, aku lagi pengin nih. Kita pakai aja dulu.” Kata si laki-laki pertama.

Widya menjerit ketika dirinya ditarik masuk ke sebuah lorong sempit diantara dua toko. “Ampun, jangan bang. Aku mohon!”

Namun tenaga WIdya tak mampu melawan dua orang pria yang menariknya ke dalam lorong itu. Dari penampilannya, dua pria itu semacam tunawisma semi preman yang memang sering menguasai daerah-daerah pinggir kota. Apalagi daerah gang-gang yang jauh dari jalan utama.

Tas yang Widya gunakan untuk menutupi tubuhnya dilempar begitu saja. Widya lalu diseret ke sebuah tempat di samping tempat sampah besar. Tempat sampah itu akan menyamarkan Widya dari pandangan orang yang lewat.

“Tolong, sudah, lepaskan aku.” pinta Widya sambil mencoba meronta.

“Udah, ndak usah banyak ngomong. Kamu itu kan cuman budak, sudah tugasmu layani kita.” Kata si laki-laki pertama.

Kedua preman itupun mengerjai tubuh Widya. Diremasinya payudara gadis itu dan juga bongkahan pantatnya. Tubuh Widya yang mulus benar-benar menjadikan nafsu mereka memuncak. Hanya saja, mereka sadar jika mereka tidak boleh memperkosa lubang kemaluan dan pantat siswi itu. Kedua lubang itu dilindungi oleh Chasity Belt dengan simbol negara. Kalaupun mereka dapat melepaskan chasity belt itu secara paksa, mereka tak mau resiko melanggar hukum kerajaan. Bisa-bisa mereka sendiri yang akan dicap sebagai budak.

“Ampun, aku mohon, jangan, ampuni aku!” jerit Widya.

Kedua preman itu tak peduli dengan permintaan Widya. Yang mereka inginkan adalah merengkuk kenikmatan dari setiap jengkal tubuh Widya yang bisa mereka dapatkan.

Salah satu preman yang bernama Parjo menjilati puting susu Widya, sedangkan Kusni, preman yang satunya menjilati sekitar selangkangan gadis itu. Widya hanya mampu mengeliat-geliat merasakan rangsangan demi rangsangan yang diberikan dua orang laki-laki yang sama sekali tidak ia kenal itu. Andai saja ia menerima tawaran Amran untuk menemaninya pulang, tentu saja hal ini tidak akan terjadi.

“Kamu diem aja, atau kalau berani-berani melawan, akan kami potong tetekmu ini!” Hentak Parjo sambil menghunuskan sebuah pisau ke payudara Widya.

Widya ketakutan bukan main, ia mau tak mau harus menurut kepada dua orang preman itu.

Widya diperintahkan untuk berlutut. Parjo kemudian membuka celana lusuhnya, kemaluannya yang nampak tak terawat dan bau itu menyembul berdiri tegak. “Bikin tetekmu ini berguna, cepet pijit ini kontolku!” perintah Parjo seenaknya.

Widya nampak binggung, namun ia sebisa mungkin menuruti perintah preman itu. Kemaluan preman itu dijepitkan di antara buah dada Widya. Karena ukuran buah dada Widya memang tidak terlalu besar, maka payudara itu memang tak mampu menjeput secara sempurna.

“Pakai tanganmu buat nampah jepitan tetekmu.” Perintah Parjo lagi.

Sungguh hina rasanya Widya menerima perintah itu. Seorang wanita yang tadinya terhormat dan terpandang kini harus menerima perintah orang rendahan seperti itu. Dalam mimpi terburukpun, Widya tidak pernah membayangkan akan menerima perlakuan seperti ini.

Plakkk! Tamparan Parjo melayang ke payudara Widya. Membuat tubuh siswi yang tergolong mungil itu terjerembab hingga tersungkur di atas air comberan kotor. Sebagian tubuh Widyapun dipenuhi air kotor yang berbau tak sedap.

“Tetekmu kecil ndak enak buat mijit.” Bentak Parjo.

Pria itu kemudian menindih tubuh Widya yang tersungkur diatas jalanan lorong yang kotor. “Buka mulutmu, aku pengin kamu nyepong kontolku!” bentak Parjo lagi.

Widya masih limbung akibat tamparan Parjo tadi. Yang ia tahu, tiba-tiba kepala penis Parjo sudah menempel di bibir mulut yang mungil.

Bau dari penis Parjo benar-benar membuat Widya mual. Ia tidak pernah sebelumnya mencium bau yang sungguh tidak sedap. Tak butuh waktu lama sebelum kepala kemaluan Parjo menembus masuk ke mulut Widya.

Parjo tanpa ampun menghujam-hujamkan kemaluannya di mulut mungil Widya. Ia seolah sedang menyetubuhi mulut itu secara kasar. Widya yang ditindih oleh Parjo sama sekali tak berdaya. Tubuh mungilnya tak mampu bergerak ditindih tubuh Parjo yang jauh lebih besar.

Rasa mual yang Widya rasakan perlahan-lahan memuncak. Ia sama sekali tak bisa menahan bau kemaluan Parjo di mulutnya.

Isi perut Widya rasanya ingin meledak, dan semakin lama ia semakin tak bisa lagi menahannya. Huukkkk, Hooooeeghhhh!!! Widyapun muntah ketika penis Parjo masih menghujam deras di dalam mulutnya.

Hoooeeghhh, huuueekkkk!! Widya muntah hingga beberapa kali.

Parjo yang kemaluannya baru saja dimuntahi tentu saja marah besar. Wajahnya memerah dan emosinya memuncak.

“Dasar budak tak tahu diri!” Kata Parjo sambil menendang perut Widya keras-keras. “Budak tak tahu diuntung, budak tak tahu diri!” Kata Parjo lagi sambil terus menendangi tubuh mungil Widya.

“Ampun, ampun, aku tak sengaja, ampun.” rintih Widya. Ia hanya dapat meringkuk menahan rasa sakit tendangan di tubuhnya.

Parjo kembali mengambil pisau yang tadi ia gunakan untuk mengancam Widya. “Sini aku cincang tubuhmu. Aku potong toketmu, aku buka isi perutmu!” Kata Parjo.

“Tidak, ampuni aku, aku mohon, jangan bunuh aku!” iba Widya.

Namun apa daya Widya melawan pria seperti Parjo. Preman itu menahan tubuh Widya ke tanah dan siap-siap menghujamkan pisaunya. Widya hanya dapat memejamkan mata, tak kuat melihat apa yang akan menimpa dirinya. Ia hanya berharap semua penderitaannya akan segera berakhir.
 
Widya suruh. Ikutan game antar budak suhu. Game buat mindahin barang hanya pakek vagina nya. Atau suruh mgunpulin banyak pejuh. Atau gang lainya yang sadis hu.
 
Widya suruh. Ikutan game antar budak suhu. Game buat mindahin barang hanya pakek vagina nya. Atau suruh mgunpulin banyak pejuh. Atau gang lainya yang sadis hu.

Waduh, haha makasih gan masukannya. Btw, liar juga ya fantasinya 😁
 
Wih, ada thread yg mengangkat genre rare nih..
Mantap suhu.. :beer:
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd