Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kutukan Gunung Kemukus

preman_heuceut

Guru Semprot
Daftar
27 Dec 2017
Post
503
Like diterima
507
Bimabet
2j0gmcy.jpg



Sebuah kisah dari Nubi, semoga bisa menghibur para pembaca di sini.

INDEKS :
BAB SATU : RENCANA KE GUNUNG KEMUKUS
BAB DUA : ERJALANAN KE GUNUNG KEMUKUS halaman 5
 
Terakhir diubah:
BAB SATU : RENCANA KE GUNUNG KEMUKUS







"Bu, kondisi keuangan kita semakin lama semakin morat marit. Semua bisnis kita mengalami masalah, ibu tahu hal itu kan?" tanya Haji Ugan kepada istrinya, Hajjah Lilis saat mereka bercengkrama di teras rumah setelah anak bungsunya berangkat sekolah.


Rumah ini terasa sepi, sejak kedua anak gadis mereka kuliah di luar kota, Sheilla putri sulung mereka sedang kuliah di Jakarta. Sedangkan putri kedua Sinta saat ini kuliah di Yogya di sebuah Universitas Negeri yang terkenal dan putri bungsu mereka Nabila sudah kelas 12 SMK, sebentar lagi Nabila akan mengikuti jejak kakaknya. Otomatis Haji Ugan dan Hajah Lilis hanya tinggal bertiga di rumah yang cukup besar, hanya ditemani oleh dua orang ART.


"Iya Pak, Ibu tahu. Kita harus sabar, Insya Allah akan ada jalan keluarnya." jawab Hajah Lilis berusaha menenangkan hati suaminya. Senyum manis tidak pernah lepas dari bibirnya yang tipis, senyum yang membuat suaminya jatuh hati pada pandangan pertama. Bahkan senyum yang dimilikinya masih tetap menawan dan mampu menundukkan pria yang melihatnya.


Hanya itu yang bisa dilakukannya, menenangkan hati suaminya saat menghadapi kesulitan seperti sekarang. Hajjah Lilis hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa, kesehariannya tidak pernah lepas dari urusan dapur dan rumah, serta rutin mengikuti pengajian.. Dia berbeda dengan ibu ibu lainnya yang sering keluar rumah, ikut arisan dll karena dukungan finansial suaminya. Walau Haji Ugan orang terpandang dan dianggap sebagai orang kaya, tapi hal itu tidak pernah merubah kehidupan Hajjah Lilis yang berasal dari keluarga sederhana, sesederhana pikirannya.


"Kita tidak bisa terus bersabar, Bu. Hutang Bapak sudah semakin banyak, kalau keadaan kita tidak membaik dalam waktu dekat, entah apa yang akan terjadi dalam waktu tiga tahun yang akan datang." jawab Haji Ugan gelisah, tangannya mempermainkan taplak meja.


Haji Ugan menatap istrinya Hajjah Lilis yang tetap cantik di usia 42 tahun, seakan waktu tidak mampu merenggut kecantikan dan kemudaan wajahnya. Atau mungkin itu sebuah kutukan yang menimpa Hajjah Lilis, wajahnya tidak pernah berubah sejak dinikahinya 22 tahun yang lalu. Bahkan apabila di jejerkan dengan anak anaknya, mereka seperti kakak dan adik. Haji Ugan menarik nafas panjang, berusaha mengusir semua ketakutannya. Takut ketika dia jatuh miskin Hajjah Lilis akan pergi meninggalkannya begitu saja bersama pria lain, ya pasti akan banyak pria yang mau menerima bahkan tersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan Hajjah Lilis.


Tapi rasa takut kehilangan Hajjah Lilis tidak seberapa, dibandingkan dia harus jatuh miskin. Ya, itu ketakutan terbesar dalam hidupnya. Masa kecilnya begitu kelam, hidup dari keluarga miskin sehingga sering membuatnya harus menahan lapar karena tidak adanya makanan yang bisa dimakan. Sering kali Haji Ugan mencuri buah buahan, atau makanan dari warung saat pemiliknya lengah. Seiring berjalannya waktu,


Haji Ugan kecil tumbuh menjadi pemuda tegap yang bekerja menjadi kuli bangunan, nasib baik mempertemukannya dengan Hajjah Lilis anak mandornya. Dari situ kehidupannya berubah drastis, perlahan namun pasti dia berhasil menjadi kontraktor yang sukses. Haji Ugan tidak mau semua jerih payahnya lenyap dalam sekejap, kembali menjadi miskin dan itu menjadi momok yang sangat menakutkan buatnya.


"Sudah Pak, kita serahkan semuanya ke Allah. Ibu yakin, pasti akan ada jalan keluarnya." jawab Hajjah Lilis tersenyum, senyum yang akan mampu merontokkan hati setiap pria yang melihatnya. Tapi tidak Haji Ugan, yang masih larut dalam rasa takutnya.


“Bu, bagaimana dengan Gunung Kemukus?” tanya Haji Ugan dengan jantung berdegup kencang menunggu jawaban dari Hajjah Lilis, pertanyaan yang sudah beberapa kali diulangnya dalam seminggu ini. Pertaruhan yang sembrono, bisa saja Hajjah Lilis marah dan meninggalkannya, tapi takut miskin membuatnya nekad menanyakan hal yang sama.


"Bapak, gila. Ibu sudah bilang, tidak mau.!" jawab Hajjah Lilis keras, bagaimana mungkin dia mau melakukan ritual sesat, membiarkan tubuhnya dinikmati pria lain. Itu rencana paling gila yang pernah didengarnya, sungguh tega suami yang dicintainya melakukan hal itu padanya.


"Ini semua demi kita, demi masa depan kita." jawab Haji Ugan pelan, dia sudah berusaha meyakinkan istrinya untuk melakukan ritual itu. Ritual gila yang sebenarnya tidak masuk akal, dengan melakukan zina di Gunung Kemukus, semua masalahnya bisa teratasi. Hati dan pikirannya sudah buntu, rasa takut jatuh miskin terus membayanginya.


"Itu gila, tidak mungkin aku menjual jiwaku ke Iblis untuk melakukan perbuatan terkutuk itu." jawab Hajjah Lilis tegas, ditinggalkannya Haji Ugan tanpa bicara. Dadanya terasa sesak, Hajjah Lilis menggigit bibir menahan tangis yang hampir tidak mampu ditahannya.


"Ibu harus mempertimbangkan usul dari bapak itu, mungkin ini jalan satu satunya yang bisa menyelamatkan semua bisnis Bapak." kata Haji Ugan, dia mengikuti Hajjah Lilis masuk ke dalam rumah hingga langkah kakinya harus terhenti, saat Hajjah Lilis masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamar membiarkan Haji Ugan berdiri mematung menatap daun pintu yang tertutup.


Hajjah Lilis merebahkan tubuhnya di atas spring bed empuk, memejamkan matanya. Perlahan, Hajjah Lilis menarik nafas berusaha mengendalikan kemarahan yang nyaris tidak mampu ditahannya. Gila, setelah mereka hidup berumah tangga selama dua puluh dua tahun, tiba tiba suaminya menyuruh dia melakukan hubungan sex dengan pria lain. Walau dengan kalimat yang diperhalus, melakukan ritual agar kehidupan ekonomi mereka kembali membaik.


Hajjah Lilis memiringkan tubuh saat Haji Ugan masuk, dia tiba tiba merasa muak melihat wajah suaminya.


“Bu, pikirkanlah, semuanya untuk kita dan juga anak anak. Mereka masih butuh biaya besar.” Kata Haji Ugan, dia belum putus asa membujuk istrinya, dia sangat hafal sifat Hajjah Lilis yang akan mudah luluh setiap kali dihadapkan dengan kepentingan anak anak mereka.


Hajjah Lilis hanya diam, menutup wajahnya dengan guling berusaha mengabaikan apa yang sedang didengarnya. Namun kalimat terakhir dari Haji Ugan mampu sedikit mengusik hatinya. Dia tidak bisa mengabaikan kepentingan anak anaknya, dia rela melakukan apa saja demi anak anaknya.


“Bapak benar benar rela, tubuh ibu dinikmati pria lain?” tanya Hajjah Lilis dengan suara tercekat, rasa muak terhadap suaminya berbaur dengan rasa takut anak anaknya gagal meraih cita cita mereka. Ah, apa yang akan terjadi kalau mereka harus berhenti kuliah.


“Bapak tidak rela, tapi kita terpaksa melakukannya.” Jawab Haji Ugan duduk di pinggir ranjang, diusapnya punggung Hajjah Lilis yang tidur memunggunginya.


"Kenapa bukan Bapak yang melakukan ritual, bukankah itu lebih baik?" tanya Hajjah Lilis.


"Karena Bapak tidak mau mengkhianati Ibu, lagi pula menurut cerita yang Bapak dengar, yang kemungkinan berhasil biasanya seorang wanita." jawab Haji Ugan, dia mulai bisa tersenyum. Hajjah Lilis sudah memberi lampu hijau.


"Baik, Ibu setuju. Dengan syarat, Ibu yang menentukan siapa yang akan menjadi pasangan ritual." jawab Hajjah Lilis, dia ingin membalas perlakuan suaminya dengan membiarkan pria lain mencicipi tubuhnya. Sosok pria muda itu melintas di pikirannya, wajahnya cukup tampan dan tubuhnya kekar karena terbiasa bekerja keras.


"Benarkah itu, Bu?" tanya Haji Ugan tertawa senang, dia langsung memeluk Hajjah Lilis dan menciumi lehernya yang tertutup jilbab.


"Ya, Ibu yang akan menentukan siapa yang akan jadi pasangan ritual. Bapak harus setuju dan mengatur orang itu bersedia menjadi pasangan ritual di Gunung Kemukus." jawab Hajjah Lilis, ciuman Haji Ugan mau tidak mau membangkitkan gairahnya yang sudah hampir satu bulan tidak disentuh.


"Katakan siapa orang, itu? Bapak yakin, tidak akan ada lelaki yang menolak ibu." jawab Haji Ugan, tangannya meremas payudara Hajjah Lilis yang sekal, gairahnya bangkit membayangkan pria lain menyentuh tubuh istrinya, gairah yang bercampur rasa cemburu yang asing dan janggal.


Hajjah Lilis tidak menjawab, matanya terpejam menikmati perlakuan Haji Ugan. Sudah lebih dua minggu, Haji Ugan tidak pernah menyentuhnya. Sedangkan sex adalah salah satu yang membuat Hajjah Lilis bahagia, orgasme yang diraih selalu membuatnya tertidur lelap, bermimpi tidur dalam pelukan pria yang jauh lebih muda usianya. Pria yang lebih pantas menjadi anaknya.


Hajjah Lilis terus memejamkan matanya, membiarkan pria muda itu memeluknya dari belakang, meremas payudaranya yang sekal tersembunyi di balik baju syar'inya. Perlahan Hajjah Lilis membalikkan tubuhnya ke hadapan pria itu, matanya terbuka pelan, Hajjah Lilis membuka matanya saat Haji Ugan mencium bibirnya, membuat Hajjah Lilis terkejut karena bukan pria itu yang sedang mencumbunya, melainkan suaminya. Tanpa sadar, Hajjah Lilis mendorong Haji Ugan hingga terjatuh dari ranjang.


"Jangan sentuh aku, sebelum aku pulang dari Gunung Kemukus dengan pria itu." kata Hajjah Lilis, suaranya begitu dingin.


=======≠====


Jaja, seorang pemuda berusia 25 tahun, kerja serabutan dan yang paling sering menjadi kuli bangunan. Apapun pekerjaannya, selama menghasilkan uang, Jaja tidak pernah menolaknya. Dari penghasilan yang tidak tetap, Jaja mampu membiayai ibunya yang seorang janda ditinggal mati suami dan seorang adik perempuannya yang masih sekolah di sebuah SMK Negeri yang tidak jauh dari rumahnya. Walau tidak semua biaya kehidupan Jaja yang menanggung, karena Ibunya Pun masih tetap bekerja sebagai seorang ART paruh waktu. Mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan petak yang terdiri dari empat rumah tepat di belakang rumah pemiliknya.



"Ja, mau ke mana?" tanya Teh Wati wanita berusia 37 tahun yang terlihat awet muda saat Jaja melintas di depan rumahnya yang sepi, semua anak anaknya sudah berangkat sekolah, sementara suaminya yang sopir bus malam sudah dari kemarin tidak pulang, maklum sopir bus malam sangat jarang berada di rumah. Teh Wati tinggal tepat di sebelah rumah yang dikontrak Jaja.


Wajah Teh Wati bisa dikatakan cukup manis,, tubuhnya tetap langsing dan terjaga di usia 37 tahun, bahkan tubuhnya semok dengan payudara lumayan besar. Kulitnya yang hitam manis, justru membuatnya terlihat semakin menarik dan eksotik. Jaja tersenyum memandangnya memandangnya ramah, keramahan yang sudah menjadi ciri khasnya.


"Ke warung, beli rokok." jawab Jaja tersenyum penuh makna, matanya melihat ke bagian dalam. Lalu berkeliling ke sekitarnya untuk memastikan tidak ada orang yang melihat. Beruntung, rumah kontrakan yang mereka tempati berada di gang buntu dan hanya ada 4 rumah yang menghadap tembok tinggi. Jaja tersenyum penuh arti, kesempatan selalu datang pada saat dia sedang tidak ada pekerjaan.


Terlintas oleh Jaja kejadian kemarin saat Jaja sedang merenovasi bagian rumah penginapan melati, dia berpapasan dengan Teh Wati yang keluar dari dalam kamar dengan seorang pria muda, apa lagi yang mereka kerjakan, selain berbuat mesum. Jaja kembali melihat ke dalam, berharap keberuntungan berpihak padanya. Dia bisa mengancam Teh Wati untuk melakukan hal yang mesum.


“Masuk yuk ada yang mau Teteh bicarakan, mumpung sepi.” Kata Mbak Wati menarik tangan Jaja, setelah yakin situasi memungkinkan.


“Aku mau beli rokok dulu, Teh..!” jawab Jaja jual mahal, dia harus bisa menarik ulur sehingga Teh Wati bisa dikuasainya, buat dia ketakutan dan tidak berkutik sehingga dia akan menyerahkan dirinya dengan sukarela tanpa paksaan. Sekarang Teh Wati pasti akan membicarakan kejadian kemarin, ini yang diharapkannya, buat dia semakin kelimpungan, ketakutan sehingga dia yang akan memaksa, menyerahkan tubuhnya dengan suka rela.


“Cerewet...!” seru Teh Wati tidak peduli dengan protes Jaja, dia segera mengunci pintu rumah setelah yakin mereka aman. Dua rumah tetangga mereka semua penghuninya sudah berangkat kerja, kebetulan Jaja sedang tidak kerja. Jadi waktu harus dimanfaatkan sebaik baiknya, sebelum Jaja mengoceh ke orang lain atau yang lebih celaka ke suaminya. Rumah tangganya dipertaruhkan.


"Ada perlu apa, Teh?" tanya Jaja pura pura pilon, jantungnya berdegup kencang membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.


"Duduk, Ja ! Teh Wati mau minta tolong, Jaja mau merahasiakan kejadian kemarin, apapun permintaan Jaja pasti akan Teh Wati turuti, asal Jaja janji tidak akan cerita ke orang lain." kata Teh Wati pelan, matanya menatap penuh harap.


"Och kejadian kemarin, memang Teh Wati mau ngasih aku apa?" tanya Jaja tersenyum licik. Harapannya hampir menjadi kenyataan, melihat tubuh bugil Teh Wati dan menikmati jepitan memeknya. Jaja penasaran, apakah memek Teh Wati seenak memek Lastri anaknya?


“Teh, mau apa?” tanya Jaja kaget, saat Teh Wati menariknya masuk ke dalam. Apa secepat ini, Teh Wati akan menyumpal mulutnya , agar rahasia perselingkuhannya tertutup rapat. Ini terlalu mudah, sangat mudah di luar perkiraannya. Jaja menatapnya heran, semoga ini bukan jebakan yang akan mencelakainya.


Dalam situasi seperti ini, Jaja dibuat tidak berkutik. Semua rencana yang sempat disusunnya buyar, Teh Wati justru mengambil alih semua rencananya. Dia lebih paham harus melakukan apa. Jauh berbeda dengan anak sulungnya Lastri, saat Jaja secara tidak sengaja dan kejadiannya hampir sama dengan saat memergoki Teh Wati, benar benar sama. Namun pelakunya saja yang berbeda.


Ya, sebulan lalu Jaja juga memergoki Lastri keluar dari penginapan dan kamar yang sama dipakai Teh Wati. Lastri keluar dengan seorang pria tua, Jaja melihatnya sedangkan Lastri tidak menyadari kehadirannya. Jaja mendapatkan informasi dari pegawai hotel tersebut, Lastri sering keluar masuk hotel dengan pria yang berbeda atau kata kasarnya, dia seorang PSK.


“Mumpung ada waktu, aku mau menyumpal mulutmu supaya tidak bocor, apa lagi kalau sampai terdengar suamiku..” Jawab Teh Wati tanpa basa basi dia langsung melumat bibir Jaja dengan rakus. Hanya ini cara terbaik menyumpal mulut Jaja, agar semua rahasianya tersimpan rapat. Jaja pasti tidak akan berani bicara tentang kejadian kemarin, kalau dia juga ikut menikmati kehangatan tubuhnya.


Jaja terpaku, tidak menyangka dengan keagresifan Teh Wati, wanita ini seperti wanita lapar yang menerkam dirinya. Tidak ada gunanya berpikir saat ini, jaja membalas dengan lumatan Teh Wati dengan bernafsu, tangannya yang sudah berpengalaman, meremas payudara sekal Teh Wati yang tidak merasa keberatan dengan tindakannya. Bahkan Teh Wati semakin beringas mengulum bibir Jaja, lidahnya menerobos masuk ke dalam mulut, membelit lidah Jaja.


"Ja, ingat. Jangan sampai kejadian ini diketahui orang lain, kamu akan celaka karena sudah berani mencicipi tubuhku." bisik Teh Wati pelan, lidahnya menggelitik belakang telinga Jaja, dia melakukannya dalam posisi berdiri.


"Aku tidak melakukan apa apa, apa lagi mencicipi tubuh Teh Wati.." jawab Jaja, tangannya tidak bosan meremas payudara sekal Teh Wati, dan tidak mungkin ada pria yang bosan meremas payudara Teh Wati yang menurutnya indah.


"Kata siapa kamu tidak melakukan apa apa, tanganmu sekarang sedang apa?" tanya Teh Wati menggoda, lidahnya terus menjilati belakang telinga Jaja yang basah oleh keringat. Rasanya asin, membuat birahi Teh Wati semakin naik. Dia memang wanita yang haus sex, suaminya sangat jarang menyentuh tubuhnya. Tidak heran, selingkuh adalah kegiatan rutinnya saat ada kesempatan.


"Salah Teh Wati, kenapa menggodaku, lelaki mana yang akan tahan” jawab Jaja, dia terpaku saat Teh Wati berjongkok dan menarik celana training dan juga celana dalamnya sekaligus, sehingga kontolnya yang sudah ngaceng melihat Teh Wati terekspos di depan wajah Teh Wati yang ternganga kaget.


"Teh Wati, mau apa?" goda Jaja senang, dia tidak perlu lagi bersusah payah mengancam Teh Wati untuk mengikuti kemauannya, karena wanita ini yang mulai lebih dulu menelanjanginya tanpa disuruh.


"Gila, ini kontol apa pentungan !" seru Teh Wati takjub, matanya melotot melihat kontol Jaja yang sudah mengacung sempurna. Belum pernah dia lihat kontol sebesar ini, sangat menakjubkan dan sekaligus mengerikan. Entah bagaimana rasanya saat kontol itu menerobos memeknya, sakit atau nikmatkah?


"Kenapa, Teh?" tanya Jaja menggoda, setiap wanita yang pertama kali melihat kontolnya pasti akan merasa takjub.
Setelah itu mereka pasti akan ketagihan, itu hal yang selalu dialaminya.


Teh Wati tidak menjawab, seluruh perhatiannya tertuju ke arah kontol Jaja, Jaja tersenyum bangga melihat Teh Wati berjongkok di hadapannya, perlahan memegang kontolnya dengan takjub, matanya terus meneliti bentuk kontolnya, seakan ini pertama kali melihat kontol.


"Mantab, kontol kamu sudah ngaceng aja. Dia tahu, nemekku sudah menunggunya." kata Teh Wati takjub, dia tidak habis pikir ada kontol sebesar ini seperti kontol bintang film porno barat yang sangar. Kontol yang membuatnya ragu untuk meneruskan niatnya, tapi nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada lagi jalan untuk mundur.


Teh Wati terus menggenggam kontol Jaja yang sangat keras, mengumpulkan keberaniannya untuk memulai permainan sesungguhnya. Perlahan, Teh Wati mendekatkan wajahnya ke kontol yang tergenggam olehnya, diciumnya aroma kontol Jaja yang agak bau karena jarang ganti CD, kencing pun jarang cebok. Teh Wati tidak merasa jijik, bahkan bau kontol Jaja sangat disukainya. Aroma kontol yang tercium dan masuk dalam paru parunya, mengalir ke dalam aliran darahnya dan mengusik jiwanya yang paling liar. Rasa takut perlahan sirna, seorang bayi saja bisa ke luar lewat memeknya, apalagi kontol yang jauh lebih kecil.


Jaja memejamkan matanya, hembusan nafas Teh Wati membuat sekujur tubuhnya merinding nikmat, hangat dan menggairahkan. Dan hal inilah yang paling Jaja sukai dari setiap wanita saat ragu ragu menyepong kontolnya, cara wanita memperlakukan kontolnya seperti benda yang luar biasa dan harus diperlakukan dengan cara istimewa. Saat lidahnya yang kasar dan hangat menyentuh kontolnya, membuat pori pori Jaja terbuka semakin lebar dan bulu bulu halus di sekujur tubuhnya bangkit meremang. Jaja mendesis lirih, menikmati setiap momen itu.


Jiwanya menanti tegang, hingga akhirnya Lidah Teh Wati mulai menyentuh kontolnya, menyusuri batang kontol yang menjulang kaku. Och, kenikmatan seperti apa yang bisa diingkarinya saat ini? Ini momen terindah yang membuat Jaja mendesis nikmat, tangannya memegang kepala Teh Wati. Hingga akhirnya Teh Wati mulai mencaplok kontolnya.


Slup srup.... Kepala Teh Wati terus bergerak memompa kontol Jaja yang memegang kepalanya, dia terus menghisap dan mengocok memberikan blow job terbaik, tidak peduli lidahnya membasahi kontol Jaja dan separuhnya membasahi perut dan paha Jaja. Bukankah hal itu membuatnya menjadi semakin seksi, persis seperti adegan di film film porno.


"Kamu suka, Ja?" tanya Teh Wati, matanya tetap tertuju ke kontol Jaja, dia mulai bisa beradaptasi dengan ukuran kontol Jaja bahkan mulai bisa menikmatinya. Ada suatu kebanggaan tersendiri, rasa suka bisa mendapatkan kontol yang berbeda dari kontol para selingkuhannya yang berukuran standar, biasa biasa saja. Ini kontol istimewa, dan harus diperlakukan dengan cara istimewa. Teh Wati membelai kontol Jaja dengan jarinya yang kasar karena terbiasa dengan pekerjaan Ibu Rumah Tangga, membelai kepala kontol yang lunak dengan sepenuh hati.


"Iyya, Tehhhh...!" seru Jaja, matanya menatap Teh Wati yang kembali memulai aktivitasnya, mencaplok kepala kontol Jaja dan menghisapnya dengan bernafsu. Kepalanya bergerak turun naik mengocok kontol Jaja, walau tidak semua batang kontol Jaja yang mampu ditelannya.


"Sudahhhh, Tehhhhh....!"seru Jaja, dia tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. Rasa ngilu dan nikmat, bisa membuatnya KO sebelum ronde yang sesungguhnya. Reputasinya sebagai pejantan tangguh akan ternoda, hal itu tidak boleh terjadi.


Jaja menarik Teh Wati, menjatuhkannya di ranjang. Sebagai seorang guru silat, hal itu sangat mudah dilakukannya dan tidak perlu diceritakan secara detail, adegan biasa terjadi di film action sehingga bukan rahasia umum lagi. Jaja merangkak di atas tubuh Teh Wati, dia sangat ingin mengulum bibir tipis Teh Wati yang sensual. Juga membalas perlakuan Teh Wati tadi. Jaja begitu bernafsu mengulum bibir Teh Wati yang membalas dengan suka cita, sementara tangannya terus meremas payudara Teh Wati dengan kasar, entah kenapa Teh Wati justru sangat menyukainya.


Puas bercumbu, Jaja membuka kaos longgar yang dipakai Teh Wati, yang pasrah saja mendapat perlakuan seperti itu, bibirnya tersenyum genit menggoda Jaja yang sudah terampil membuka baju wanita. Tubuhnya agak terangkat saat Jaja berusaha membuka pengait BH-nya, memberi akses Jaja agar lebih mudah membuka bajunya.


Dan, Jaj menatap takjub tubuh Teh Wati yang yang langsing dan indah, tidak kalah indah dengan tubuh langsing Lastri anaknya. Perlahan Jaja meremas payudara Teh Wati dengan lebih lembut, seakan dia ingin merasakan tekstur kulit payudara yang halus dan hangat.


"Tetek Teh Wati sudah kendur, ya?" goda Teh Wati melihat wajah Jaja yang terpesona melihat keindahan payudaranya.


"Indah, sangat indah." jawab Jaja yang sudah terbiasa merayu wanita, dia sangat tahu bagaimana membuat wanita tersanjung.


"Gombal...!" seru Teh Wati, ucapannya terhenti saat Jaja menjilati puting payudaranya yang mengacung tegak karena rangsangan birahi, lalu menghisapnya dengan rakus diiringi gigitan kecil yang membuat sekujur tubuhnya merinding nikmat.


Jaja begitu rakus menghisap puting payudara Teh Wati, kalau saja payudara Teh Wati mengeluarkan ASI, tentu sudah habis oleh Jaja yang waktu kecil jarang mendapatkan ASI karena ibunya langsung bekerja jadi ART di Jakarta. Sementara tangannya menyusup masuk ke celah celana legging, bergerilya mencari celah CD yang menyembunyikan harta berharga Teh Wati.


"Jaja, kamu kurang ajar. Memek istri orang kamu obok obok. Och, ennnak banget...!" seru Teh Wati saat tangan Jaja berhasil menggapai memeknya, menemukan celah sempit yang selalu tersembunyi.


"Teh, bulunya dicukur ya?" tanya Jaja, saat jari jarinya menyentuh permukaan kulit yang kasar, lalu semakin jauh menyusup masuk ke lobang sempit yang sudah sangat basah. Ya, lobang memek yang menjanjikan kenikmatan surga dunia.



"Ochhhh, nikmat... Iya memang dicukur, kan sering dipakai..!" jawab Teh Wati semakin menambah aura birahi di kamar yang sempit ini.


Bosan dengan payudara dan hanya mencolok memek dengan jari, Jaja segera beranjak ke sisi ranjang dan segera menarik celana legging Teh Wati hingga benar benar bugil. Warna memeknya yang agak merah, sangat kontras dengan kulitnya yang putih khas wanita Sunda. Jaja tidak mau membuang waktu, dengan kasar dia membuka sepasang kaki Teh Wati hingga mengangkang.


"Hihihi, Teteh suka dengan gayamu...!" seru Teh Wati tertawa senang, Jaja pasti akan segera menyeruput cairan memeknya dengan bernafsu, menelan sari madu birahi yang sangat nikmat. Dan lebih dari itu, Teh Wati semakin penasaran bagaimana rasanya, memeknya yang mungil dicoblos kontol Jaja. Sakit atau nikmat, pikiran itu membuatnya semakin terangsang.


Jaja tidak mendengar apa yang dikatakan Teh Wati, konsentrasinya tertuju ke memek yang menyimpan kenikmatan surga duniawi. Dalam sekejap, wajahnya terbenam di selangkangan, lidahnya memburu itil yang mencuat dari belahan memek yang terlihat sudah sangat basah. Diseruputnya cairan yang seperti cairan suplemen, rasanya yang aneh dan khas begitu nikmat.



"Iyaaaaa, awwwww ennnnnakkkk....!" seru Teh Wati takjub, tubuhnya menggelinjang nikmat. Lidah Jaja menggelitik itilnya, lalu menyusup masuk ke lobang memeknya yang menganga lebar karena sudah pernah melahirkan tiga orang anak. Cairan pelumas terus menerus keluar, bercampur dengan ludah Jaja, tanpa rasa jijik, Jaja menghisap dan menelannya.


"Ampunnnnn, Jaaaaa... Teteh sudah nggak kuat, entot Teteh sekarang, sebelum Lastri pulang..!" seru Teh Wati mengingatkan Jaja dengan keadaan mereka, sewaktu waktu Lastri pulang.


"Iyyyya, Tehhh." jawab Jaja, segera bangun dan menarik kaki Teh Wati sehingga pantatnya tepat di pinggir ranjang. Jaja memegang ke dua kaki Teh Wati, dikangkangkan selebar lebarnya untuk mempermudah penetrasi yang akan segera dilakukannya.



Tanpa disuruh, Teh Wati meraih kontol Jaja dan mengarahkannya tepat di lobang memeknya yang terbuka, menanti dengan perasaan was was kontol Jaja menerobos memeknya. Apakah akan senikmat seperti yang dibacanya di cerita cerita cabul dan film BF, atau malah rasa sakit yang harus dialaminya saat Jaja mengentot memeknya dengan beringas.


"Ja, masukin pelan pelan. Kontol kamu kegedean. Jangan kasar ngentotnya..!" seru Teh Wati penuh harap, semoga gaya ngentot Jaja bisa lembut walau sebenarnya Teh Wati menyukai gaya ngentot yang cenderung cepat, tapi kontol para selingkuhannya tidak sebesar kontol Jaja.


"Iya Teh, aku akan santai ngentotnya..!" jawab Jaja, dia sudah biasa melihat ekspresi wajah cewek yang akan dientotnya karena ukuran kontolnya yang besar, tapi setelah itu mereka biasanya ketagihan.


Perlahan Jaja mendorong kontolnya menerobos memek Teh Wati yang walaupun sudah sangat basah, namun masih terasa sangat sempit. Atau mungkin karena Teh Wati tegang, membuat otot otot memeknya mengecil. Sepertinya begitu.


"Aduhhhh, pelan Jak...!" seru Teh Wati, dia berusaha mengabaikan rasa sakit yang dialami memeknya. Berusaha untuk tetap rileks, sehingga otot otot memeknya bisa beradaptasi dengan kontol Jaja.


"Iya Teh, ini juga sudah pelan." jawab Jaja, dia menarik dan kembali menusuk perlahan lahan agar memek Teh Wati terbiasa dengan kontolnya. Dan saat Jaja mulai merasakan memek Teh Wati mulai rileks, secepat kilat Jaja menghujamkan kontolnya hingga tidak ada batangnya yang tersisa.


"Aduhhhh, Jajaaa...!" seru Teh Wati kaget, refleks dia menampar wajah Jaja karena rasa sakit di memeknya.


"Aduh, Teh..!" seru Jaja kaget, dia memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan Teh Wati.


“Eh, maaf Ja, kontol kamu enak banget !” seru Teh Wati, kontol Jaja begitu penuh mengisi rongga memeknya yang seperti ikut membesar menyesuaikan dengan kontol Jaja.


“Iya Teh, Lastri juga bilang gitu.” Jawab Jaja kelepasan, membuatnya kaget sendiri.


“apa? Kamu sudah pernah ngentot Lastri..! “ seru Teh Wati kaget, refleks dia mendorong tubuh Jaja sehingga hampir jatuh ke belakang.


"Eh, itu Teh...!" seru Jaja kaget, dia memaki kebodohan dirinya sendiri.


"Ceritakan, apa yang sebenarnya terjadi..?" bentak Teh Wati marah, dia memang tahu dengan kebinalan Lastri anaknya. Bahkan dia tahu, dari mana Lastri mendapatkan uang sehingga bisa mempunyai HP dan pakaian bagus. Apa Jaja juga tahu, apa pekerjaan Lastri anaknya yang masih kelas 12 SMK itu?


"Itu terjadi sebelum ketemu Teh Wati di penginapan, aku juga ketemu Lastri keluar dari kamar penginapan dengan pria yang usianya jauh lebih tua." jawab Jaja, terpaksa jujur.


"Jadi kamu ngancam Lastri, sehingga kamu bisa ngentotin anakku?" tanya Teh Wati sudah bisa menduga kejadian yang sebenarnya, gila semuanya berasal dari perbuatannya. Lastri mewarisi sifatnya yang hyper sex, bahkan Lastri sudah tahu perbuatannya yang sering selingkuh dan menjadikannya alat untuk berbuat sesuka hatinya.


"Ya sudah, selama kamu bisa tutup mulut, kamu bisa bebas ngentotin aku dan Lastri." kata Teh Wati, dia menarik Jaja untuk rebah di ranjang, sekarang waktunya menikmati kontol Jaja. Masalah Lastri, biarlah itu jadi urusan mereka.


Tanpa menunggu, Teh Wati berjongkok di atas kontol Jaja, meraihnya dan menaruhnya tepat di lobang memeknya. Kalau Lastri yang memeknya pasti lebih sempit dibandingkan dengan memeknya saja bisa menikmati kontol Jaja, dia pasti akan bisa merasakan hal yang sama, memeknya jauh lebih longgar dibandingkan memek Lastri.


Tekadnya kali ini sudah bulat, tanpa ragu Teh Wati menurunkan pinggulnya, menelan kontol Jaja dengan cepat. Blessssss.


"Ochhhhh, kontol kamu mentok memekku, sakit tapi enak...!" seru Teh Wati takjub, dia melihat ke arah memeknya yang sudah berhasil menelan seluruh kontol Jaja dengan sempurna. Rasa sakit dan nikmat bersatu menjadi satu, memeknya berhasil beradaptasi dengan ukuran kontol Jaja.


"Teh Wati memeknya sempit amat...!" seru Jaja sama takjubnya, memek Teh Wati ternyata tidak kalah sempit dibandingkan memek anaknya Lastri.


"Pastilah, Teteh kan rajin merawat memek dengan cara senam, maklum sering dipake, jadi harus tetap terawat." jawab Teh Wati bangga, padahal dia sama sekali jarang senam, tubuhnya terbentuk alami. Kalaupun memeknya terasa lebih sempit, mungkin karena dia merasa tegang melihat kontol Jaja yang besar.


Teh Wati terus menggerakkan pinggulnya naik turun, semakin lama semakin cepat karena lendir memeknya semakin banyak yang keluar, rasa berganti dengan rasa nikmat yang fantastis. Ukuran kontol Jaja ternyata mampu memberikan rasa nikmat yang sangat dahsyat, melebihi ukuran kontol pria lain yang pernah mengobok obok memeknya.


"Aduhhhh, aku kelllluar...!" seru Teh Wati, orgasmenya datang begitu tiba tiba tanpa dapat dicegahnya. Memeknya berkedut, meremas kontol Jaja.


"Ich, aku belum keluar Teh." kata Jaja, dia menggerakkan pinggulnya berusaha memompa memek Teh Wati yang mengeram dan mencengkeram dadanya.


"Capek, gantian ya..!" seru Teh Wati, tanpa meminta persetujuan Jaja, dia turun dari pangkuan Jaja dan .menungging di samping Jaja.


Jaja yang masih belum puas, tidak bisa protes, dia turun berjongkok di belakang Teh Wati dan tanpa aba aba dia menghujamkan kontolnya ke memek Teh Wati.


"Pelan pelan Ja, sakitttt..!" seru Teh Wati, walau memeknya sudah sangat basah, terjangan Jaja yang kasar membuat tubuhnya jatuh tersungkur.


Jaja seperti tidak peduli, dia terus memompa dengan kasar dan bertenaga. Kontolnya menumbu lobang memek Teh Wati yang sudah banjir dan menimbulkan bunyi yang memenuhi ruangan kamar yang sempit, sedang menambah aura birahi.


"Iyaaa, gituuu sayyyy... Uhhhh memekku ennnnak banget...!" seru Teh Wati, matanya mendelik nikmat saat Jaja terus memompanya dengan kasar, membuat tubuhnya berguncang keras menerima sodokan demi sodokan Jaja.


Plok plok plok, suara benturan selangkangan Jaja yang menghantam pantat montok Teh Wati terdengar merdu, menambah nafsu Jaja untuk menaklukkan kuda binal yang selalu haus kontol, sehingga memeknya di obral untuk pria yang bisa membuatnya puas.


"Ja, Teh Wati kelllluar lagiii... Gila, ennnak banget..!" seru Teh Wati, tubuhnya telungkup memeluk bantal yang sudah basah oleh keringat yang menetes dari tubuhnya.


Melihat Teh Wati yang sudah tidak berdaya, Jaja mencabut kontolku. Dengan kasar dia membalikkan tubuh Teh Wati, kakinya dibuka lebar agar. Tanpa memberi waktu Teh Wati beristirahat, Jaja langsung menindih Teh Wati, kontolnya kembali menerobos memek Teh Wati dengan cepat.


"Gila, kamu belum ngecrit juga..!" seru Teh Wati takjub dengan daya tahan Jaja, pria ini pejantan tangguh yang selama ini dia cari. Pejantan yang mampu memberinya kenikmatan maksimal yang belum pernah didapatkannya. Beruntung dia bisa mendapatkan nya, dia tidak lagi perlu bingung mencari kontol lain. Teh Wati tersenyum bahagia, dipeluknya leher Jaja dan diciumnya bibir pemuda itu yang terus memompa memeknya yang semakin lebar lobangnya.


Tidak berselang lama, kembali Teh Wati mendapatkan orgasme yang kesekian kalinya. Tubuhnya melenting seperti cacing kepanasan, staminanya seperti habis terkuras. Untung saja pada saat yang bersamaan, Jaja mendapatkan orgasme pertamanya.


"Teh, akkku kelllluar..!" seru Jaja histeris, kontolnya menghujam keras disertai tembakan pejuh yang banyak membanjiri memek Teh Wati.


"Teteh jugaaa kelllluar..!" seru Teh Wati takjub, pejuh Jaja yang hangat membuat orgasmenya semakin nikmat dan dahsyat sehingga dia lupa sedang memasuki masa subur.


"Astaghfirullah..!" seru Teh Wati kaget, dia baru sadar Jaja ngecrot di memeknya sementara dia dalam keadaan subur. Reflek dia mendorong tubuh Jaja dari atas tubuhnya, sehingga kontol pemuda itu tercabut dari kontolnya.


"Kenapa, Teh...?" tanya Jaja kaget, dia heran dengan perubahan sikap Teh Wati.


"Aku dalam keadaan subur, bagaimana kalau aku nanti hamil..!" seru Teh Wati dengan wajah pucat.


Jaja lebih terkejut lagi mendengar penjelasan Teh, namun dia segera bisa mengendalikan diri. Bukankah Teh Wati sudah bersuami, wajar wanita bersuami hamil dan tidak akan menjadi masalah di kemudian hari.


"Kan Teh Wati sudah punya suami, wajar kalau hamil." jawab Jaja tenang.


"Kang Amar sudah vasektomi, dia tidak mungkin bisa menghamiliku." jawab Teh Wati dengan wajah pucat, bagaimana dia bisa sesembrono ini.


****************


Shinta terpaku menatap tespek yang dipegangnya, dua garis merah menandakan dia hamil. Tespek yang dua bulan lalu digunakannya dan tidak pernah dibuangnya sebagai bukti bahwa dia positif hamil di hadapan pacarnya. Tapi harapannya sirna, begitu tahu dirinya hamil, pria itu langsung menghilang. Ya Tuhan, kenapa ini bisa terjadi dengannya? Lalu, siapa yang akan mau menutup aibnya? Lelaki yang sudah menghamilinya, sekarang entah berada di mana. Dia hilang seperti ditelan hantu.


Tuhan, apa yang harus dilakukannya sekarang? Dia tidak punya keberanian untuk menggugurkan bayi yang berada di rahimnya. Resikonya terlalu besar kalau gagal, nyawa taruhannya atau bayi yang dilahirkan akan menjadi cacat. Dan dia tidak siap menanggung semua resiko itu. Tanpa dapat dicegah, air matanya mengalir membasahi pipinya yang halus.
Ingin rasanya mati, tapi bukankah mati bunuh diri dosanya tidak akan terampuni.


Apa ada cara lain untuk menghilangkan janin yang ada di rahimnya? Mistik, apa ada cara mistik untuk menghilangkan janin tanpa menanggung resiko yang sangat mengerikan, ya sepertinya dia harus mencari informasi di google. Seperti mendapatkan petunjuk yang memberinya sedikit harapan, Shinta mulai membuka hp dan mencari informasi yang diinginkannya. Ada, di google tertulis paranormal yang mampu memindahkan janin ke rahim wanita lain yang ingin hamil, ada nomer WA nya juga.
Dengan memberanikan diri, Shinta memencet nomor yang tertera.


"Hallo, bisa bicara dengan Eyang Guntur Geni?" sapa Shinta dengan suara yang bergetar, dia berusaha memberanikan diri melakukan hal gila dalam hidupnya. Selama ini dia tidak pernah percaya dengan dukun, tapi dalam situasi ini keadaannya menjadi berbeda.


"Ya, saya sendiri, ada yang bisa dibantu?" jawab suara berat dari gagang telepon yang dipegangnya, tangannya gemetar mendengar suara berat yang terdengar berwibawa dan seperti mengandung kharisma yang terasa aneh, membuat hatinya langsung tunduk.


"Saya baca dari internet, benarkah Eyang bisa menggugurkan bayi dengan cara gaib?" tanya Shinta, set3lah dia sempat ragu untuk menanyakan hal yang ingin diketahuinya.


"Masalah itu, tentu saja bisa. Tapi sebelumnya, saya harus tahu nama lengkap, tanggal lahir, wajah dan usia kehamilan. Silahkan anda kirim biodata anda lewat, Wa. Terimakasih." jawab Eyang Guntur Geni, lalu memutuskan sambungan telepon.


Shinta memandang layar HP, lalu membuka WA dan mulai menulis bio data yang diperlukan oleh Eyang Guntur Geni. Setelah komplit bio data yang diinginkan oleh Eyang Guntur Geni berikut photo, Shinta segera mengirimkannya ke Eyang Guntur Geni.


Shinta menunggu gelisah, apa yang akan dikatakan Eyang Guntur Geni, apakah dia akan bersedia membantunya atau tidak. Saat ini Shinta merasa harapan satu satunya adalah Eyang Guntur Geni, harapan yang tidak masuk akal.


Ping, jawaban dari Eyang Guntur Geni sudah diterima, dengan tangan gemetar Shinta membuka balasan dari Eyang Guntur Geni.


"Masalah janin anda sangat berat, janin yang anda kandung adalah titisan Pangeran Samudra, sangat sulit untuk bisa dibuang." jawaban chat dari Eyang Guntur Geni membuat Shinta shock, apakah janin yang dikandungnya akan lahir tanpa seorang ayah, tumbuh besar menjadi anak haram?


"Apakah Eyang tidak mampu mengeluarkan janin dalam kandungan, saya?" tanya Shinta, pesannya dengan cepat terkirim ke Eyang Guntur Geni.


"Sulit, sangat sulit." jawaban singkat Eyang Guntur Geni membuat Shinta putus asa, apakah dia harus mencari dokter ****** dan siap menanggung semua resiko termasuk kehilangan nyawanya.


"Bisa, tapi ritualnya sangat sulit dan sedikit nyeleneh." balasan dari Eyang Guntur Geni membuat Shinta mempunyai sedikit harapan, entah apa yang dimaksud dengan ritual nyeleneh.


"Tolong jelaskan, Eyang. Apapun caranya, saya siap." jawab Shinta, dia semakin percaya dengan kesaktian Eyang Guntur Geni yang belum pernah dilihatnya.


"Pangeran Samudra adalah pepunden Gunung Kemukus, dan anak yang kamu kandung menurut terangan Eyang adalah Pangeran Samudra. Jadi untuk bisa menggugurkan janin Nak Shinta, janjn itu harus dikembalikan ke Gunung Kemukus dengan cara mengikuti ritual di Gunung Kemukus." kata Eyang Guntur Geni.


"Maksudnya ritual di Gunung Kemukus itu seperti apa, Yang?" tanya Shinta, dia semakin yakin bahwa semua masalahnya akan bisa diatasi dengan bantuan Eyang Guntur Geni.


"Eyang tidak mau mengatakan seperti apa ritual itu, Nak Shinta bisa mencarinya di google dan apa bila Nak Shinta masih tetap ingin menggugurkan janin tersebut, Nak Shinta bisa menghubungi saya lagi." jawab Eyang Guntur Geni tegas.


"Kenapa Eyang tidak menjelaskannya langsung ke saya, tanpa perlu saya melihat di google?" tanya Shinta heran, tapi akhirnya dia membuka google setelah Pesannya tidak dibalas setelah sekian lama.


Klik, di kayar hpnya banyak info tentang Gunung Kemukus, Shinta membacanya satu persatu dengan perasaan muak. Ternyata yang dimaksud Gunung Kemukus adalah sebuah tempat ziarah mesum, para peziarah diharuskan berzina sebagai syarat agar semua niatnya berhasil.


Ternyata Eyang Guntur Geni adalah paranormal mesum, itu sebabnya kenapa dia mengatakan bahwa menggugurkan kandungannya harus di Gunung Kemukus. Tapi nanti dulu, Eyang Guntur Geni hanya mengatakan bahwa ritual di menggugurkan janinnya harus di Gunung Kemukus dan dia tidak mau mengatakan tempat apa Gunung Kemukus, tapi menyuruhnya mencari informasi sendiri tentang Gunung Kemukus. Tidak ada ajakan atau paksaan untuk melakukan ritual di Gunung Kemukus, Eyang Guntur Geni hanya memberinya tahu apa yang harus dilakukan dan semuanya kembali kepada dirinya sendiri.


Shinta mulai gamang, entah apa yang akan dilakukannya sekarang. Ah sudahlah, lebih baik sekarang dia tidur, biar pikirannya bisa lebih tenang. Mungkin besok dia bisa menemukan titik terang, apa yang harus dilakukannya.


Ternyata setelah hampir satu jam rebah di ranjang, rasa kantuk belum juga membuatnya tertidur. Akhirnya Shinta mengambil HP, dia mengirim sebuah pesan ke Eyang Guntur Geni, inilah harapan satu satunya untuk mengatasi semua masalah yang sedang dihadapinya. Walaupun dia harus melakukan ritual di Gunung Kemukus, asal semua masalahnya teratasi, dia akan melakukannya.


*************"""""*"*


"Ja, kamu dicari Pak Agus. !" kata Jupri ke Jaja yang muncul dari gang sempit rumah kontrakannya. Dia baru saja keluar dari rumah Teh Wati, untung saja Jupri belum sempat ke rumah kontrakannya, jadi dia tidak tahu kejadian apa yang baru saja terjadi di rumah Teh Wati.


"Iya, Pri. Sekarang Pak Agus ada di mana?" tanya Jaja antusia, ini pasti masalah kerja.


"Di rumahnya, tadi kamu di telpon tapi HP kamu nggak aktif." jawab Jupri.


"HP ku tadi di cas. Ya sudah, aku ke rumah Pak Agus dulu. Makasih, Pru." kata Jaja, dia segera bergegas ke rumah Pak Agus, mandor bangunannya. Akhirnya setelah dua hari luntang kantung, datang juga kerjaan yang ditunggunya sebelum uang simpanannya habis.


Dengan langkah ringan, Jaja berjalan cepat ke rumah Pak Agus yang tidak terlalu jauh, hanya berbeda RT. Tidak berapa lama dia sampai di rumah Pak Agus.


"Assalamualaikum...!" Jaja mengucapkan salam dengan suara keras di depan pintu rumah yang terbuka.


"Wa 'alaikum salam, Ja. Ayo masuk." jawab Pak Agus yang memang sudah menunggunya sejak tadi.


Jaja segera masuk ke dalam rumah, tanpa bersalaman dia duduk di hadapan Pak Agus, mandor yang selalu memberinya pekerjaan. Bahkan bisa dikatakan, Jaja salah satu anak buah kepercayaan Pak Agus, pekerjaannya selalu rapi dan selalu mendapatkan pujian dari Bosnya.


"Gini Ja, kamu bisa nggak ke Solo nyelesain kerja di sana selama seminggu? " tanya Pak Agus, dia tahu Jaja pasti tidak akan menolak pekerjaan, itu yang dia suka dari Jaja.


"Sama siapa, Pak?" tanya Jaja antusias, dia sudah sering kerja di luar kota dengan teman temannya, dia sangat suka kerja di luar kota karena menambah pengalamannya.


"Sendiri, cuma pinising aja. Paling lama dua minggu." jawab Pak Agus, dia lega mendengar kesanggupan Jaja. Kalau saja Jaja menolak karena ada pekerjaan lain, urusannya akan menjadi runyam.


"Och begitu/ kapan saya berangkat, Pak?" tanya Jaja, dia ingin secepatnya pergi dan pulang bawa uang yang cukup banyak. Karena biasanya kalau kerja di luar kota, upahnya lebih besar.


"Hari Rabu, Ja. Ini tiketnya, kamu naik Bus dari Terminal Bubulak dan ini uang makanmu selama di Solo." kata Pak Agus sambil menyerahkan selembar tiket Bus malam yang sudah dipersiapkan sejak tadi dan sebuah amplop berisi uang makan selama di Solo.


"Siap, Pak. Och ya, alamat di Solo nya, Pak?" tanya Jaja, Pak Agus belum memberi alamat yang harus ditujunya.


"Ada di amplop, ya sudah kamu pulang." kata Pak Agus menyuruh Jaja pulang, urusannya sudah selesai.


*****"""""""*
 
teh wati diawal dibilang kulitnya hitam, pas dicoblos kok jd putih khas wanita sunda bossku?
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd