Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERPEN Kisah-Kisah Penggugah Qalbu

Blue_Sapphire

Kakak Semprot
Daftar
12 Aug 2018
Post
157
Like diterima
43
Lokasi
Guriang Tujuh
Bimabet
Daftar Isi:


1. Manisnya Cinta Berbuah Dosa.
2. Kisah Dubai Dan Kebenaran Sabda Nabi ﷺ.
4. Suamiku Aku Mencintaimu Apa-adanya Dirimu.

5. ketika Cinta Telah Berlabuh.
6.


5f68d6973981434.jpg

"Manisnya Cinta Berbuah Dosa"
Hidup terlelap di antara dekapan malam yang bisu mencekam. Dunia larut dalam kesunyian yang jauh dari glamour dan keindahan. Kegelapan pun menyelimuti rumah-rumah yang saling berdempetan. Terlelaplah semua apa yang ada di dunia dan cakrawala luas ini. Kecuali, cahaya rembulan yang memintalkan benang-benangnya yang bisa menyinari alam persada, dan angin sepoi-sepoi yang menjalar ke seluruh tubuh untuk menyisakan kehangatan dan kenikmatan.

Di malam yang gelap gulita itu, sedang malam terus berlanjut tanpa putus, dan bahkan sudah lewat paruh malam yang pertama, Adil menyelinap dalam kasurnya yang empuk. Senyuman terpampang pada bibirnya. Kebahagiaan membelalakkan kedua matanya. Dia berharap untuk tertidur tapi tak kunjung bisa!! Hati dan pikirannya sibuk memikirkan Rabab, seorang gadis yang cantik rupawan. Ke manakah hati yang terpikat kepada selain Allah ini menyelami tidur penuh kesenangan dan kenikmatan, melainkan di dalam siksa yang kekal dan kesedihan dan kedukaan yang abadi.

Tahukah kamu, siapakah Adil? Siapakah Rabab?! Dan bagaimana dia mengenalnya?!! Adil adalah seorang remaja yang masih belia dari generasi masa kini yang lalai, membelot dari jalan yang benar dan hidayah dan menapaki jalan kesesatan dan kebinasaan. Layaknya kebanyakan remaja bejat, dia hanya sibuk urusan mejeng dan merayu kaum hawa, dan memburu mereka dalam jerat-jeratnya dengan kata-kata rayuan, ungkapan kerinduan, surat-surat cinta dan ucapan manis, baik melalui telepon, sewaktu di mall, ataupun di pintu-pintu sekolah.

Banyak sudah gadis malang yang tak berdosa telah terperangkap di dalam jerat-jeratnya lewat propaganda cinta dan dengan dalih bahwasanya dia bermaksud menikahinya dan menjadi pendampingnya dalam satu atap rumah yang dilingkupi kebahagiaan, cinta kasih dan keharmonisan; yaitu sebuah bahtera mahligai rumah tangga. Sampai-sampai ketika dia telah menyepi dan bisa merengkuhnya, dia pun langsung menerkamnya bak sepak terjang srigala buas ke arah seekor kambing malang.

Jika dia telah dapat memuaskan nafsunya, merenggut kesucian dan kehormatan gadis itu, dan meneguk sari-sarinya, dia pun pergi meninggalkannya dalam keadaan menangis karena sedih bercampur sesal. Wanita itu hanya bisa mengunyah pedihnya aib, kehinaan dan cela. Dia berharap tangisan darahnya bisa menggantikan tetesan air mata sebagai imbalan agar dikembalikan lagi harga dirinya yang tercabik dan kehormatannya yang ternoda. Akan tetapi, mustahil hal itu akan terjadi !!

Sementara Adil, jika sudah selesai menikmati mangsa yang satu, dia bergegas mencari mangsa yang lain. Dan begitulah seterusnya… Pada hari-hari ini, hatinya sedang gundah memikirkan seekor mangsa cantik, seekor kucing betina jinak yang bernama Rabab, yang dikenalnya melalui pembicaraan via telepon. Rabab adalah seorang gadis mojang yang lugu dan penuh kelembutan. Dengan mudah dan cepat, rayuan-rayuan gombal dan kata-kata cinta langsung menggetarkan hatinya. Untuk sekian waktu, komunikasi dan pembicaraan via telepon antara mereka berdua terus berlanjut, dan Adil mulai memperdayainya lewat kata-kata manis, lembut nan indah, dan dia berjanji kepada Rabab untuk menikahinya dan berumah tangga dengannya.

Begitu cepat mangsa ini masuk ke dalam perangkap. Hati Rabab telah terpikat dan cinta kepadanya. Dia meyakini Adil adalah seorang pemuda impian, suaminya di masa depan dan patner hidupnya. Dia tidak tahu bahwasanya Adil adalah seekor srigala yang suka ingkar janji dan seekor musang yang pemalas. Dia tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menerkamnya.

Awal mulanya, hubungan mereka sebatas ucapan-ucapan cinta kasih melalui telepon. Setelah itu, sedikit meningkat pada senyuman dan saling pandang di depan pintu fakultas di mana Rabab kuliah atau di salah satu mall. Kemudian meningkat saat Rabab ikut naik bersama Adil di dalam mobilnya yang mewah.

Setiap saat, Adil menemui Rabab di depan pintu fakultas, mengingat ayahnya selalu mengantarnya hanya sampai depan pintu fakultas untuk kemudian meninggalkannya tanpa meyakinkan apakah dia masuk ruang kelasnya. Rabab menunggu saat ayahnya pergi, lalu keluar menemui sang kekasih yang telah menunggunya di tempat sepi yang berada tak jauh dari kampus. Dia pun ikut naik dalam satu mobil bersama Adil. Keduanya kemudian saling berbicara dan berbagi tawa. Dengan mengendarai mobil, mereka berkeliling sampai hampir waktu Zhuhur.

Menjelang waktu pulang kuliah, Adil pun membawanya kembali ke tempat kuliah. Jika ayahnya sudah tiba, Rabab segera keluar menghampirinya, dan seolah-olah dia telah menghabiskan sepanjang waktunya untuk belajar!! Sang ayah yang pandir itu tak tahu apa yang terjadi sewaktu dia tiada!!

Untuk sekian waktu lamanya, semua berjalan menurut skenario ini. Akan tetapi, Adil belum merasa puas dengan durasi waktu yang dihabiskannya bersama Rabab di dalam mobil beserta semua canda tawa, bisikan, dan lain-lainnya. Dia ingin berduaan bersamanya di apartemennya untuk bisa memangsanya dan merenggut darinya apa yang diinginkannya. Dia telah jenuh dan bosan dengan berbagai canda tawa, ciuman dan kata-kata lembut. Manakala Adil merasa Rabab telah percaya kepadanya dan merasa yakin bahwa dia serius ingin menikahinya dan tidak berniat jahat terhadapnya, dan hatinya telah begitu kuat terpikat kepadanya, maka suatu ketika, Adil mengajaknya untuk mampir ke apartemen pribadinya yang berjarak 15 Km dari kampus Rabab, dengan dalih agar Rabab menyaksikan sangkar pengantin indah yang akan dihuninya setelah menikah nanti, dan agar dia bisa memberi masukan berkaitan dengan ukuran dan perubahan dekorasi juga perabotan apartemen yang cantik yang akan menjadi miliknya yang sangat menakjubkan. Juga, agar mereka bisa sama-sama membahas tentang rincian waktu peminangan, akad bersama, resepsi pernikahan beserta semua tetek bengeknya.

Akan tetapi, Rabab menolak keras hal itu. Sepanjang hidupnya, dia belum pernah berduaan dengan seorang lelaki asing di dalam rumahnya. Sampai di sini, Adil merasa mangsanya akan bisa lepas dari jeratnya, dan bahwa semua apa yang telah dibangun dan dirancangnya sejak berbulan-bulan hampir gagal dan kandas di dalam pejaman mata. Seketika, keningnya berkerut dan wajahnya pun bermuram durja. Sambil pura-pura marah dan emosi, dia berkata, "Tidakkah kamu mempercayaiku, wahai Rabab?!! Apakah kamu mengiraku termasuk kawanan srigala yang mau menerkam seorang gadis dan merenggut kesuciannya, lalu mereka pergi dan meninggalkannya? Aku bersumpah kepadamu bahwa maksudku baik dan tujuanku mulia!! Aku hanya bermaksud menikahimu, menjadi pendampingmu dan membangun bersama-sama mahligai rumah tangga yang bahagia."

Di bawah tekanan dan desakan Adil yang terus menerus, juga pengaruh kata-katanya yang manis dan sumpahnya yang begitu kuat, akhirnya Rabab yang malang ini pun sepakat untuk pergi bersama Adil ke apartemennya. Dia berjanji melakukannya esok harinya, dan Adil pun menyetujui hal itu.

Malam itu, Adil duduk sambil berpikir, merenung, menyusun strategi dan mengatur apa yang akan diperbuatnya besok bersama Rabab?!! Bagaimana dia perlahan-lahan bisa sampai pada apa yang dikehendaki darinya?!! Inilah kesempatan telah ada di depan matanya, dan bisa jadi tidak akan terulang lagi untuk kedua kalinya!! Kebahagiaan telah membelalakkan kedua matanya, sedang hatinya menari berbunga-bunga menyambut waktu yang dinantikan pada besok pagi.

Lama dia tak kunjung tidur dan berpikir sambil berbaring di atas ranjangnya. Manakala dia ingin tidur, matanya tak mau terpejam dan rasa kantuk pun seketika sirna.

Ketika Adil sudah frustasi dipermainkan rasa kantuk pada kedua kelopak matanya, dia pun melompat dari ranjangnya dan menghampiri jendela kamarnya yang melongok ke jalan. Dia mulai merenungi hamparan langit yang luas dan berkata pada rembulan yang indah. Dengan terbata-bata, dia berkata, "Hei rembulanku yang bercahaya! Kini saatnya kamu bersembunyi dan terbenam. Wajah Rabab memancarkan sinar dan cahaya. Kami tak butuh kamu lagi setelah malam ini!!"

Adil adalah seorang lelaki gegabah dan suka membual. Kobaran syahwat sedang menggelorakannya dan bara nafsu sedang mempermainkannya. Adil tidak berpikir dengan akalnya atau menuruti panggilan kebaikan dan hidayah di dalam hatinya. Dia telah dikendalikan teman-teman jelek dan yang menghanyutkannya bersama mereka di dalam kesesatan. Di tambah lagi pengabaian kedua orang tuanya untuk memberinya pendidikan yang baik, meski keduanya memberi kepadanya semua fasilitas mainan dan kesenangan, bahkan sekalipun hal itu diharamkan.

Kesemua itu membuat pemikirannya hanya terfokus pada syahwat dan kesenangannya yang diobralnya ke hati para wanita yang bodoh dan terpedaya!! Sampai-sampai dia mengabaikan semua yang berbau pendidikan karena tabiatnya yang menyala-nyala dan syahwatnya yang membabi buta….

Malam itu, Adil memperhatikan menit-menit jam, dan seolah-olah itu bak jam-jam dan hari-hari yang menghalang antara dia dan waktu yang dinantikannya bersama Rabab, sang buah hatinya yang sangat cantik. Kemudian dia membisikkan kata-kata ke dalam hatinya, "Aku merasa strategi yang telah kurancang bakal menuai kesuksesan dan aku akan bisa menggait mangsaku yang sangat berharga!! Rabab adalah impianku yang hilang yang kucari-cari selama ini… Amboi…. betapa dia sangat mempesona, dia sungguh cantik sekali!!"

Kemudian sambil tertawa terbahak-bahak, dia berkata lagi, "Meski demikian, dia sangat bodoh sekali!! Sungguh, dia sangat bodoh sewaktu mengira si srigala yang buas ini mencintai dan tergila-gila padanya. Khayalan dan fatamorgana yang dusta itu telah membutakan pandangan dan mata hatinya. Dia tidak bisa mengetahui apa yang tersembunyi dan terselubung dalam hati Adil yang memendam kehinaan dan kekejian. Sebaliknya, dia malah terbuai kata-kata manisnya yang memimpikan kepadanya mahligai rumah tangga semu, layaknya semua lelaki yang memakai busana kemuliaan. Padahal, hakikatnya dia tak lebih seekor musang yang penuh tipu muslihat dan srigala yang pemalas."

Sungguh, dia sangat bodoh sewaktu mengira ada lelaki yang rela menikahi wanita yang dikenalnya lewat pembicaraan telepon. Tidak mungkin seorang lelaki menerima wanita semacam ini untuk menjadi istrinya. Karena, dia tahu bahwa wanita itu sebelumnya –melalui telepon- pasti telah mengenal banyak lelaki selain dirinya. Karena orang yang di waktu mudanya demikian, pastilah juga demikian di waktu tuanya.

Pagi itu, Adil bangun dari tidurnya. Dia bergegas membasuh mukanya untuk mengusir rasa kantuknya dan agar dia tidak terlambat dari waktunya bersama Rabab. Dengan cepat, dia mengenakan pakaiannya yang terlihat perlente, lalu mengendarai mobil mewahnya. Dia langsung pancal gas dan mengemudikan setir hingga mobil pun melaju kencang bak air deras yang membelah arus gelombang membawa Adil untuk menggapai sayap-sayap nafsu dan cinta.

Kini… Adil telah sampai di sebelah kampus sesuai jadwal waktu yang telah dibuat antara dia dan Rabab, sang buah hatinya yang telah menodai kehormatannya dan pamor keluarganya yang terhormat dengan berbagai pertemuan-pertemuan nista ini. Adil mulai memperhatikan santapan pagi dan aroma para gadis dengan pandangan seorang pencuri agar bisa selintas memandang dan melihat Rabab.

Selang beberapa menit lamanya, Rabab muncul menghampirinya. Senyumannya yang lebar mendahului aroma parfumnya yang harum semerbak. Sementara tangannya membawa bunga mawar merah. Rabab membuka pintu mobil dan tanpa canggung langsung naik di samping kekasihnya. Mobil pun melintasi jalan dari arah depannya untuk melalui rambu-rambunya yang telah ditetapkan dengan leluasa. Mobil terus melaju pada jalurnya. Setelah beberapa saat, kedua kekasih itu pun sampai ke lokasi apartemen. Rabab menaiki tangga apartemen dengan langkah mendekat bak seekor kambing betina yang sedang diseret seorang jagal ke tempat penyembelihannya.

Keduanya pun duduk, sedang perasaan cinta bergejolak di hati masing-masing setelah panah asmara telah terpatri kuat di antara keduanya. Rabab bukanlah permata yang terawat yang selalu meneguk sari keimanan, kemuliaan dan kesucian. Bahkan, kemolekannya itu menjadi kemalangan baginya setelah dia menyingkap jilbabnya yang indah yang selama ini menutupi wajahnya.

Sepasang kekasih, Adil dan Rabab duduk di sebuah sofa yang berada dalam apartemen. Keduanya saling membisiki kata-kata cinta dan bergantian menancapkan panah asmara dan lain sebagainya. Pada mulanya, Rabab tampak hati-hati. Dia berusaha semampunya untuk bisa mengendalikan perasaan dan emosinya, karena dia tahu bahwa itu merupakan kerugian terbesar dan miliknya satu-satunya jika dia tidak bisa mengendalikan perasaannya yang meledak-ledak.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan pengaruh kata-kata manis yang disuntikkan Adil ke telinganya, perlawanan menghadapi perasaannya itu pun melemah. Dia benar-benar mulai terbawa perasaannya yang menyalanyala seperti kebanyakan gadis yang bermain api, menghampiri fitnah, dan berduaan dengan lelaki asing. Dia mengira dirinya mampu mengontrol emosi dan perasaannya. Dia merasa yakin akan bisa menjaga dirinya agar tak terperosok dalam lembah nista dan dosa. Tapi, bagaimana mungkin sedang selain dirinya dan kekasihnya masih ada setan sebagai pihak ketiga!

Tak ragu lagi, dia nantinya akan menyadari suatu kenyataan yang begitu menyakitkan dan malapetaka yang sangat pahit. Dia benar-benar telah kehilangan kendali terhadap diri dan perasaannya. Dia telah menyerah kepada gelora nafsu dan syahwatnya. Akibatnya, dia pun kehilangan sesuatu yang paling dibanggakan yang dimilikinya!!

Nyata, Rabab pun mulai merasakan kendali itu telah terlepas dari pegangan tangannya. Dia benar-benar tak kuasa lagi mengontrol emosi dan perasaan hatinya!! Pada saat lengah dan terbuai oleh nafsu dan perasaannya itu, Rabab pun tanpa sadar dan terasa telah menyerahkan dirinya kepada seekor srigala yang buas ini. Adil pun langsung merenggut keperawanan dan kesuciannya dan bisa memetik buah "haram" bersamanya, setelah keduanya tenggelam dalam cengkraman seekor srigala yang hina dan nista.

Kemudian Rabab tersadar dari keterbuaiannya dan tergugah dari mimpi dan tidurnya, akan tetapi dia mendapati di depan matanya sebuah kenyataan yang sangat menyakitkan. "Aku telah kehilangan sesuatu yang paling berharga yang kumiliki". Bahkan, dia sungguh telah kehilangan segalanya… harga diri, kehormatan dan kesuciannya.

Serta merta, dia pun menangis, menjerit dan mengaduh. Namun, Adil segera menenangkan kecemasannya, meringankan kesedihannya dan mempermudah urusannya. Adil berkata kepadanya, "Untuk apa semua tangisan ini?! Apa yang mendorong semua ketakutan dan kesedihan ini?! Kamu adalah kekasihku… istriku… dan patner hidupku… Aku akan meminangmu dalam minggu-minggu ini. Kemudian kita menikah dan hidup bersama, tanpa ada seorang pun yang tahu dengan apa yang telah terjadi di antara kita. Aku bersumpah kepadamu mengenai hal itu!!"

Untuk kesekian kalinya, Rabab terpedaya dengan kata-kata manisnya, janji-janji indahnya dan sumpah-sumpahnya yang begitu meyakinkan. Dia sangat percaya kepadanya dan kata-katanya. Berangsur, kecemasannya mulai reda, dan isak tangisnya pun berhenti. Dia merasa pasrah kepada realitas yang memilukan ini, meski sangat menyesal dan takut terhadap apa yang akan terjadi nanti.

Di sini, Adil berkata kepadanya, "Sekarang, aku akan pergi untuk membeli makanan, sirup dan buah-buahan untuk kita santap sambil mendiskusikan rincian akad nikah, resepsi pernikahan dan perabotan apartemen, duhai ‘istriku’ yang cantik rupawan!!??"

Rabab yang bodoh itu pun menyimpulkan senyuman yang tak mengenal kesucian, senyuman wanita yang rasa malunya telah terampas oleh dosa dan bahkan tampak begitu senang dengan suasana hidupnya yang indah. Dia berkata kepada Adil, "Kamu jangan sampai telat. Aku ingin kembali ke kampus sebelum ayahku tiba tengah siang nanti."

Adil berjanji kepadanya untuk tidak telat waktu. Kemudian dia berpamitan kepadanya, lalu mengunci pintu apartemen dan bergegas pergi. Dengan tergesa-gesa, Adil keluar dari rumah. Dia naik ke dalam mobil mewahnya dan langsung banting setir dan melaju dengan kecepatan yang luar biasa!! Dia sangat bernafsu untuk bisa kembali kepada Rabab dengan cepat agar tidak gelisah dan takut sendirian di dalam apartemennya, dan agar dia bisa berasyik masyuk bersamanya untuk waktu yang lebih lama lagi, juga agar dia mengulangi kesalahan bersamanya untuk kedua kalinya selagi Rabab percaya bahwa dia akan melamarnya dalam minggu-minggu ini.

Di tengah-tengah Adil mengemudikan mobilnya secara gila-gilaan diiringi dentuman alunan musik yang memekakkan telinga, dengan berjoget senang dan mabuk atas apa yang telah diteguk dari mangsanya yang cantik pagi ini, tiba-tiba dia menerobos jalur sempit dan tikungan yang sangat berbahaya yang mengakibatkan mobilnya yang sedang melaju kencang itu menabrak mobil lain yang ada di jalan tersebut. Spontanitas, tubuhnya bergoncang hebat akibat insiden yang mengerikan itu yang sempat menjadi perhatian orang-orang yang lalu lalang. Adil keluar dari mobilnya dalam keadaan kalut dan panik. Polisi lalu lintas pun datang untuk menginvestigasi kejadian. Setelah mereka mendeteksi tempat kejadian, terbuktilah oleh mereka bagaimana yang sebenarnya terjadi. Polisi penyelidik berkata kepada Adil, “Kenapa kamu kemudikan mobilmu dengan kecepatan yang tinggi?! Tanpa ragu lagi, kamulah yang sepenuhnya bertanggung jawab atas insiden yang tragis ini!!”

Kemudian dia menyuruh untuk menahan dan menyekapnya dalam tahanan di balik terali besi hingga tuntas prosesi hukum yang berkaitan dengan insiden tersebut. Seketika, Adil pun langsung kelenger. Betapa hatinya sibuk memikirkan Rabab dan bagaimana dia kembali ke kampus?!! Apalagi dia telah menguncinya di dalam apartemen. Dia mulai membayangkan malapetaka yang bakal menimpa jika saja ayah Rabab tiba di kampus dan tidak mendapati Rabab ada di sana.

Dia pun memelas dan memohon kepada polisi agar melepaskannya meski hanya satu jam untuk menyelesaikan urusannya yang amat penting lalu setelah itu polisi bisa menawannya sesuka hatinya. Namun, kata-kata dan permohonannya itu berhembus bagaikan angin lalu. Polisi itu tetap bersikukuh pada pendiriannya. Dia meminta polisi ronda (patroli) untuk membawa Adil ke tempat tahanan.

Sementara Rabab terpaksa harus menanti kedatangan Adil, akan tetapi Adil ternyata telat sekali. Kegelisahan mulai menghinggapinya dan keragu-raguan mulai menghantuinya. Dia mengawasi jarum-jarum jam dari waktu ke waktu. Terbayang di kedua pelupuk mata dan lamunannya gambar ayahnya yang mulia sedang menunggunya di pintu kampus untuk membawanya pulang ke rumah seperti sediakala.

Dia kebingungan memikirkan masalahnya. Dia tidak tahu apa yang akan diperbuat? Juga bagaimana dia mengambil sikap? Apalagi pintu apartemen dalam keadaan terkunci. Dia tak punya kunci duplikatnya untuk bisa keluar dan mengurai tabir penutup terha-dap dosa dan kejahatannya, yang jika sampai diketahui ayahnya, niscaya dia akan menyayat-nyanyatnya menjadi beberapa potongan dan akan membuangnya ke hutan rimba sebagai mangsa para binatang buas, demi mengubur aib dan cela, juga sebagai solusi dari dosa yang takkan diampuni oleh masyarakat, dan sekaligus menjadi obat terhadap luka yang tak terobati. Ialah luka harga diri, kehormatan dan kemuliaan.

Rabab duduk di atas kursi yang empuk, tapi seolah-olah dia sedang duduk pada tusukan duri dan jarum, karena saking gelisah dan ketakutan yang akan menimpanya. Pada saat itu, dia berharap kalau saja bumi terbelah di bawah kedua telapak kakinya untuk menelannya sepanjang masa!! Rabab berjalan menuju pintu apartemen dan terduduk di sampingnya sambil menunggu kedatangan Adil dengan penuh sabar, namun tak ada gunanya.

Dia memandangi arloji yang menempel di pergelangan tangannya. Dia pun melihat hanya tersisa waktu sedikit dari kedatangan ayahnya untuk menjemputnya dari kampus. Seketika, dia gemetar dan seluruh persendiannya bergetar karena ketakutan yang akan menampar tulang-tulang rusuknya. Hatinya semakin berdegup kencang. Dadanya terasa sesak. Dia merasa tercekik. Kemudian dia mulai memutari ruangan apartemen bak ular yang melingkar di dalam sarangnya dalam kondisi terkepung api dan meng-inginkan jalan keluar.

Dia terus memikirkan nasibnya dan merenungi aibnya di hadapan ayah, keluarga dan teman-temannya sewaktu dosa yang diperbuatnya bersama Adil itu diketahui mereka. Dia tetap tidak menemukan sebuah solusi meskipun telah lama berpikir dan merenung, selain menutupi mukanya dengan kedua telapak ta-ngannya, meneteskan air matanya yang bercucuran, dan menangis tersedu-sedu serta bercampur takut dan cemas…

Adil masih terdampar di balik terali besi penjara yang hampir mencekik nafasnya. Aliran darah panas pun mulai mendidih di kepalanya…. Dia tidak tahu apa yang akan diperbuatnya untuk bisa menyelamatkan Rabab dari dilema yang dialaminya?? Dia duduk dalam keadaan risau. Dia tak tahu apakah dia berada dalam khayalan atau kenyataan!! Dalam dirinya, dia mulai berpikir tentang cara mengatasi kesulitan yang menakutkan ini!!

Setelah berpikir panjang, muncullah sebuah ide yang menyusup ke otaknya setelah menguras semua jerih payah… Yaitu, dia harus menelpon salah seorang temannya yang mempunyai kunci duplikat apartemennya yang membuat Rabab terkurung di dalamnya, dan memintanya untuk menyelamatkannya dari dilemanya dan segera mengantarnya ke kampusnya secepat mungkin.

Akhirnya, dia minta izin kepada polisi lalu lintas, dan mereka pun mengizinkannya untuk menelpon beberapa saat untuk setelah itu kembali ke tempatnya di tahanan.

Adil bergegas ke tempat telepon dan langsung mengangkat gagang telepon. Dia memencet beberapa nomor dan dalam waktu singkat terdengarlah suara di telinganya berkata, “Halo, dengan siapa?!” Dengan suara bergetar, Adil menjawab, “Hai Hamid, aku temanmu Adil. Dengarkan aku baik-baik dan pahamilah apa yang kuucapkan kepadamu..” Kemudian dia menyambung ucapannya, “Aku ingin kamu mengerjakan suatu urusan penting untuk menyelamatkanku dan menyelamatkan seorang gadis yang bersamaku…”

Adil menceritakan tema bahasan kepada saha-batnya, Hamid, secara singkat sekali dan berkata kepadanya, “Saat ini, aku ingin kamu pergi ke apartemen dan mengantarkan gadis itu ke kampusnya dengan segera sebelum ayahnya datang. Aku takut jika ia tidak mendapati putrinya berada di gerbang kampus, maka terbongkar dan tersingkaplah masalah ini.”

Hamid berkata, “Di mana kamu sekarang, wahai Adil?!”
Adil menjawab, “Aku sekarang ditahan di penjara lalu lintas karena mobilku menabrak mobil lain…Aku tidak bisa menceritakan rincian kejadian kepadamu melalui pesawat telepon. Aku berharap kamu segera berangkat dan mengerjakan apa yang kukabarkan pa-damu sebelum terlambat…”

Hamid berkata, “Aku segera berangkat melaksanakan apa yang telah kamu kabarkan kepadaku. Percayalah sepenuhnya dan tenanglah mengenai hal itu.”

Dan, pembicaran pun berakhir sampai di situ. Belum sempat Hamid menutup gagang telepon hingga air liurnya mulai mengalir untuk bisa bersenang-senang dengan gadis itu. Dengan terbata-bata dia berkata dalam ha-tinya, “Selagi Adil telah bersenang-senang dengan gadis itu, kenapa aku tidak ikut bersenang-senang dengannya pula? Dia harus menyepakati hal itu?!! Jika dia menolak itu, maka aku akan mengancamnya untuk tidak akan mengantarnya ke kampusnya. Akibatnya, dia akan telat terhadap ayahnya dan terbongkarlah rahasianya?!! Pada saat itulah, dia akan menyerah dan tunduk kepada perintahku…”

Kemudian dia berkata lagi kepada dirinya, “Amboi, rampasan yang amat berharga dan buruan yang begitu mudah!! Dengan cepat, Hamid mengendarai mobilnya menuju apartemen Adil, sambil memimpikan bisa melakukan hubungan mesum bersama gadis yang cantik itu dan memimpikan dirinya akan menikmati pesonanya. Akan tetapi, mewanti-wanti semua yang akan terjadi. Siapa tahu gadis itu menolak ajakannya, dan ketika itulah dia harus memerkosanya dengan memakai kekuatan!! Yang penting, mangsa yang begitu mudah ini tidak tersia-siakan olehnya baik itu dilakukan suka sama suka ataupun secara paksa. Karena itu, dia membawa di saku dalamnya pisau belati untuk menakut-nakuti mangsanya jika sewaktu-waktu dia menolak untuk memberikan apa yang diinginkannya.”

Hamid melaju menuju apartemen Adil dengan kecepatan tinggi, sementara punggungnya terbakar terik matahari demi nafsunya untuk bisa menggaet gadis yang amat mahal itu!! Ketika dia telah tiba di apartemen, dia mengusap keringat di keningnya dan tersendat-sendat nafasnya yang sedang terengah-engah.

Untuk memberi sinyal kepada gadis yang ada di dalam apartemen, Hamid pun mengetuk pintu apartemen dengan ketukan-ketukan ringan, yang terdengar di kedua gendang telinga Rabab seolah pukulan-pukulan nyaring yang menjauhkan darinya segala ketakutan, kegelisahan dan kecemasan. Karena dia meyakini si pengetuk adalah Adil untuk mengembalikannya ke kampus sebelum ayahnya tiba. Kemudian Hamid membuka pintu dan mendorongnya. Dia begitu terobsesi untuk melihat gadis yang sangat cantik itu dan membayangkan dirinya melakukan kehinaan dan dosa bersamanya.

Akan tetapi, betapa ngeri bercampur kaget dan pedih saat Hamid melihat hal yang bisa menghilangkan akal dan nalar sehatnya dan menerbangkan hati dan pikirannya!! Dan andaikan saja dia tidak pernah melihatnya!! Sungguh, Hamid melihat saudarinya, Rabab sedang duduk di dalam apartemen!! Ternyata, Rabab alias adiknya adalah pacar dan kekasih Adil yang telah mengajaknya berkencan di dalam apartemennya!!

Rabab tersentak karena saking kagetnya. Ternyata Hamid, saudara kandung tertuanya sedang berdiri di hadapannya. Apa yang membuatnya datang kemari saat ini!! Bagaimana Hamid bisa tahu dia ada di dalam apartemen ini?!! Apakah Hamid mengetahui dia telah menjual harga diri dan kehormatannya kepada Adil pada pagi hari ini?!! Seketika, pandangannya tampak redup. Mulutnya terbungkam karena risau dan terkekang oleh rasa takut. Dia merasakan adanya ledakan mengerikan yang menyemburkan hawa panas ke dinding-dinding kepalanya di depan pelototan kedua mata kakaknya yang telah hilang akalnya. Dia bisa merasakan tingginya nada suara Hamid sewaktu berteriak ke mukanya seperti orang kalap setelah api cemburu tersembur dari kedua matanya. Hamid berkata, “Apa yang telah kamu perbuat, hai wanita jalang yang mencoreng kehormatan, kemuliaan dan pamor kami?!”

Rabab pun gemetar bagaikan bulu diterpa angin yang sangat kencang, sementara rasa malu membuat merah raut mukanya! Hamid tak butuh bertanya ke-padanya tentang apa yang membuatnya nyasar ke apartemen ini! Adil telah memberitahu kepadanya melalui telepon bahwa dia adalah pacarnya, dan bahwa Adil telah merenggut kegadisan dan kesuciannya.

Hamid mulai menatapnya dengan pandangan yang berapi-api dan menakutkan seperti pandangan yang mendahului kegilaan. Lalu dia menjambak rambut Rabab yang hitam berombak dan mendorongnya dengan kuat hingga Rabab terjerembab ke tanah. Rabab bangun dan bergelayutan pada rumbai baju kakaknya setelah tersungkur di hadapannya dalam keadaan tertunduk dan memohon, sedang air matanya memba-sahi kedua pipinya. Dia memelas kepada Hamid dengan suara lirih dan sesenggukan, “Berilah kasihan dan ampunan, wahai Hamid. Aku berjanji padamu untuk tidak akan mengulangi perbuatan semacam ini sepanjang hidupku… Sementara darahnya membeku di mukanya, Hamid membalas ucapannya, “Sekarang dan setelah semuanya terjadi, kamu baru mengucapkan kata-kata ini. Sesungguhnya kematianmu lebih baik bagi kami daripada hidupmu. Kamu mencemarkan nama baik kami dan mencoreng muka kami dengan aib dan kehinaanmu di tengah-tengah masyarakat, wahai wanita jalang…”

Sampai sini, Hamid mengeluarkan sebilah pisau yang dibawanya di balik bajunya. Dia mengacungkannya tinggi-tinggi ke atas, lalu menghunjamkannya ke dada saudarinya dan menusuknya dengan tusukan yang menembus ulu hatinya. Rabab mengeluarkan jeritan yang menggema yang membuat dinding apartemen bergoncang. Kemudian dia mengikutinya dengan tusukan-tusukan secara beruntun yang mencabik-cabik isi perutnya, untuk menewaskannya dan mematikan jalinan cinta gelap yang menggelora di hatinya dan menghilangkan aib dan cela bersamanya!! Secara bertubi-tubi, tusukan-tusukan pun dihunjamkan ke tubuh Rabab yang bersimbah dosa. Dia menjerit dan meminta tolong…yaitu jeritan-jeritan yang mencerai beraikan hati. Belum sempat jeritan-jeritan itu merada secara perlahan-lahan, hingga Rabab tersungkur menjadi mayat yang beku dan bersimbah darah segar yang berwarna kemerah-merahan, tanpa mengeluarkan keringat dan mengedipkan mata. Rabab pun telah tewas dibunuh Hamid, kakaknya sendiri sebagai balasan atas harga diri dan kehormatannya yang tercoreng!!

Sampai di sini, Hamid tetap berdiri pada bangkai yang membeku itu, sedang tangannya berlumuran darah. Dia berteriak dan berkata, “Kini… telah mati kehinaan dan aib itu!! Kini… telah terkubur cela itu!” Kemudian dia duduk pada sofa terdekat untuk beris-tirahat dan menghirup nafasnya yang tersengal-sengal… Ketika dia sedang rebahan di atas sofa, tiba-tiba dia mendengar bunyi kunci bergerak di pintu dan mendengar suara sahabatnya, Adil memanggil, “Rabab…. Kekasihku… Ini aku telah kembali kepadamu…”

Kedatangan Adil ke apartemen saat itu adalah suatu hal yang tak terduga, karena semestinya dia masih tertahan di tempat pemarkiran. Akan tetapi, pada seksi lalu lintas itu dia bertemu salah seorang polisi yang mempunyai hubungan erat dengannya. Polisi ini berusaha mengeluarkannya dari tempat tahanan ini dengan jaminan uang. Begitu keluar dari tempat pemarkiran itu, Adil bergegas menuju ke apartemennya untuk memastikan apakah Rabab masih berada di dalamnya. Atau sahabatnya, Hamid telah membawa dan mengantarnya ke kampusnya. Mendengar suara Adil, serentak api cemburu berkobar dalam hati Hamid. Dengan sigap, dia langsung melompat, meraih pisaunya dan bersembunyi di balik pintu. Belum sepenuhnya Adil masuk ke dalam apartemen dan menjulurkan punggungnya ke pintu, hingga Hamid melompat dari belakang dan menghempaskannya ke tanah lalu menduduki dadanya dan menghujamkan pisaunya ke wajah Adil.

Adil terpana dengan pemandangan ini. Dia berteriak memohon dan memelas sambil berkata, “Hamid, apa yang terjadi denganmu?! Apa yang telah menimpamu?! Kenapa kamu menghunjamkan pisau kepadaku sedang aku adalah sahabat, teman dan patner hidupmu?”

Hamid berteriak dan berkata, “Lihatlah mayat itu. Sesungguhnya dia adalah mayat Rabab, kekasihmu. Aku telah membunuhnya dengan kedua tanganku ini. Tahukah kamu siapa Rabab ini, hai Adil? Dia adalah adik dan saudari kandungku dari ibu dan bapakku! Dia adalah saudariku yang telah kamu rampas harga diri, kesucian dan kehormatannya. Aku harus membunuhmu, wahai Adil, seperti aku telah membunuhnya, agar kejahatan dan aib ini sirna seiring kematian kalian!!

Kemudian dia menurunkan pisaunya dan menghunjamkannya secara bertubi-tubi ke dada Adil yang langsung menjerit, meminta tolong dan memelas, tapi sudah tak ada gunanya!! Darah memuncrat dari tubuh Adil, dan dia berusaha melawan sebisanya. Namun, dia tunduk dan menyerah di tangan tukang jagal dan sekaligus sahabatnya, Hamid. Tanpa henti-hentinya tusukan pun dihunjamkan oleh Hamid sampai dia yakin betul bahwa Adil telah tewas dan menjadi mayat yang membeku dan tak bergerak!!

Pada saat itulah, Hamid berdiri pada bangkai Adil yang bermandikan darah segar, lalu dia tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Kini, aku telah membalas harga diri dan kehormatanku darimu, hai orang hina yang biadab…” Kemudian dia membanting tubuhnya yang capek dan letih pada salah satu mebel empuk yang ada di dekatnya dan dia pun berbaring rebahan di atasnya.

Untuk beberapa saat lamanya, Hamid dalam kondisi seperti ini. Lalu dia dikejutkan pintu apar-temen yang didobrak dan dia melihat sekelompok polisi masuk. Polisi langsung berkata, “Jangan bergerak dari posisimu, dan jangan berusaha melawan atau kabur. Rumah ini sudah terkepung oleh polisi.”

Hamid tahu bahwa tak ada gunanya untuk mela-wan dan memungkirinya. Mayat dan darah yang melumuri tanah, juga pakaian dan kedua tangannya yang berlumuran darah sebagai saksi atas apa yang telah terjadi. Hamid menyerah kepada apa yang terjadi. Dia pun diam tak bergerak dan salah seorang polisi menghampirinya lalu memborgol kedua tangannya, tanpa ada perlawanan darinya.

Polisi pun menginterogasinya, lalu mereka berkemas-kemas meninggalkan apartemen dan menuju markas. Pak polisi bertanya, “Apa yang telah terjadi?! Kami menerima informasi dari salah seorang peng-huni gedung apartemen tentang keberadaan seorang lelaki dan wanita di salah satu ruang apartemen dan bunyi suara jeritan dan minta pertolongan dari si wanita. Lalu kami pun datang untuk menyelamatkannya, tapi ternyata kami datang telat dan setelah semuanya terjadi… ”

Hamid menjawabnya dengan sikap dingin dan santai, “Ini sahabatku Adil, dan itu adalah saudariku Rabab. Adil membawanya ke apartemen ini pada pagi ini dan merenggut kehormatannya atas dasar suka sama suka dan kesepakatan bersama, lalu aku pun membu-nuh keduanya untuk menghilangkan kehinaan, cela dan aib bersamanya. Nah, sekarang aku berada di hadapan kalian, maka silahkan kalian memperlakukan aku sesuka hati !!”

Hamid digiring ke markas polisi, dan penyelidikan pun selesai. Dia telah mengakui semua apa yang telah diperbuatnya, dan berkas-berkasnya telah dipindahkan ke Lembaga Pengadilan untuk menjatuhkan vonis yang sebanding dengan tindakannya. Akhirnya, pengadilan menjatuhkan vonis mati terhadapnya.

Pada suatu pagi, terbit koran harian yang memuat pada lembar halaman bagian depan (headline) berita pelaksanaan eksekusi mati terhadap Hamid, dan men-ceritakan semua rincian tragedi berdarah yang memilukan itu…

Demikianlah terurainya tabir penutup terhadap kesedihan yang meresahkan ini. Demikianlah tragedy yang mengerikan itu berkesudahan dengan terbunuhnya tiga nyawa sekaligus: Adil, Rabab dan Hamid. Penyebabnya adalah iseng-iseng lewat telepon, rayuan manis, kata-kata cinta, menuruti ajakan syahwat yang membabi buta, dan penelantaran oleh kedua orang tua untuk memberi putrinya pendidikan yang baik dan sebaliknya malah mempercayainya secara berlebihan. Demikianlah, buah rayuan itu berbuntut hilangnya kehormatan, terbunuhnya nyawa manusia, serta tersingkapnya cela, kehinaan dan aib.

(lihat: Qatilat al-Hatif, karya Abul Qa’qa’ Muhammad bin Shalih bin Ishaq ash-Shai’ari)

Maka, ambillah (kejadian itu) sebagai pelajaran, wahai orang-orang yang memiliki pandangan.

(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN, KARYA MUHAMMAD SHALIH AL-QAHTHANI. PENERBIT DARUL HAQ, TELP.021-4701616)
 
Terakhir diubah:
5de01a980872244.jpg

KISAH DUBAI DAN KEBENARAN SABDA NABI ﷺ

Kehidupan ini adalah nyata. Lebih nyata dari pendapat siapa pun tentang kenyataan. Ia terus bergerak, mengalir, dan berubah. Hari ini, seseorang miskin bertelanjang kaki. Esok hari, tiba-tiba ia menjadi miliyuner yang membangun gedung pencakar langit yang tinggi. Nabi ﷺ pernah bersabda menggambarkan situasi kehidupan akhir zaman,

“Dan bila engkau menyaksikan mereka yang berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian, fakir, dan penggembala kambing, (kemudian) berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi.”

Sabda beliau ini nyata! Lebih nyata dari pendapat siapapun tentang kenyataan.

Kali ini kita bercerita tentang Dubai, sebuah emirat (propinsi) di negara Uni Emirat Arab yang menjadi bukti dari sekian banyak kebenaran sabda Nabi ﷺ.

Suatu hari, bumi menjadi saksi pertemuan dua makhluk agung dan mulia. Malaikat yang terbaik berjumpa dengan manusia termulia.
Malaikat Jibril datang menjumpai Nabi kita Muhammad ﷺ. Jibril datang dengan wujud manusia. Ia datang dengan penampilan indah. Mengenakan baju yang teramat putih ditimpali warna rambut yang hitam kelam. Ia datang berdialog dengan Nabi Muhammad ﷺ untuk memberikan pengajaran kepada para sahabat. Jibril bertanya tentang Islam, iman, dan ihsan. Kemudian ia bertanya tentang tanda kiamat. Di antara jawaban Nabi ﷺ adalah,


“Dan bila engkau menyaksikan mereka yang berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian, fakir, dan penggembala kambing, (kemudian) berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi.” (HR. Muslim).

Inilah di antara tanda-tanda hari kiamat. Tanda hari kiamat ada yang sifatnya baik. Ada pula yang buruk. Ada pula hanya sekedar kabar atau tanda yang aslinya tidak bersifat baik ataupun buruk. Hanya sekadar tanda dan kabar agar manusia sadar bahwa kiamat pasti terjadi. Contohnya seperti berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi ini.

Dalam hadits lain, yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ada keterangan tambahan. Ibnu Abbas bertanya kepada Nabi ﷺ:

“Wahai Rasulullah, dan siapakah para pengembala, orang yang tidak memakai sandal, dalam keadaan lapar dan yang miskin itu?” Beliau menjawab, “Orang Arab.” (Musnad Ahmad, IV/332-334, no. 2926).


Emirat Dubai
Dubai adalah salah satu emirat di wilayah Uni Emirat Arab (UAE). UAE sendiri merupakan sebuah negara federasi yang terdiri dari tujuh emirat yang kaya akan minyak bumi. Tujuh emirat ini adalah: Abu Dhabi, Ajman, Dubai, Fujairah, Ras al-Khaimah, Sharjah, dan Umm al-Qaiwain. Pada tahun 1971, enam dari emirat ini – Abu Dhabi, Ajman, Fujairah, Sharjah, Dubai, dan Umm al-Qaiwain – bergabung untuk mendirikan Uni Emirat Arab. Setahun berikutnya, Ras al-Khaimah menyertai mereka. Dubai adalah ke-emiran yang paling populer.

Ada yang mengatakan, nama kota ini berasal dari bahasa Persia. Karena dulu wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Sasaniyah Persia. Ada pula yang mengatakan kata Dubai berasal dari bahasa Arab dabba (Arab: دَبَّ – يَدُبُّ) yang artinya menjalar atau mengalir. Karena di Dubai terdapat aliran sebuah sungai air garam yang sekarang dikenal dengan Khor Dubai atau Dubai Creek.

Dubai terletak di sepanjang pantai Teluk Arab dipimpin oleh keluarga al-Maktoum sejak 1883. Pemimpinnya saat ini adalah Mohammed bin Rashid al-Maktoum yang juga menjabat sebagai Perdana Menteri dan Wakil Presiden UEA.

Dubai Sebelum Metropolis
Dalam wawancara dengan BBC, Syaikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum menunjukkan rumah kakeknya, tempat bermain di masa kecilnya. Ia mengatakan, “Inilah tempat ayahku, ibuku, dan kami tinggal. Saat aku lahir tidak ada listrik di sini. Hanya bagian itu dan itu (ia menunjuk dua titik tempat lampu menyala di rumah besar itu) dan tidak ada air”.

Pernyataan singkat ini, menggambarkan bagaimana keadaan Dubai sebelum bertransofmasi menjadi kota metropolis. Rumah keluarga al-Maktoum, keluarga Emir Dubai, adalah rumah yang gelap dan kesulitan air. Apalagi rumah rakyat biasa.

Meskipun minyak sudah ditemukan sejak tahun 1966, tahun 1973, hanya ada satu hotel berkelas di sana, Hotel Sheraton. Kalau sekarang malah sangat sulit menemukan hotel yang tidak berbintang lima di Dubai, bahkan ada hotel berbintang tujuh di sana.

Simaklah gambar dan video berikut untuk mengetahui kondisi Dubai sebelum menjadi kota metropolis:

a6ff5f980872264.jpg

Sebuah pasar di pusat Kota Dubai pada tahun 1970

67d09d980872284.jpg

Caravan onta di Dubai. Berlangsung antara tahun 1960an – 1970an.

5a3a00980872304.jpg

Dubai pada tahun 1960an-1970an
Video: Dubai tahun 1969

e5d99a980872334.jpg

Dubai Metropolis


Islam adalah agama yang tidak menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Inovasi dalam hal dunia dibuka selebar-lebarnya selama tidak melanggar syariat. Di zaman dahulu umat Islam terkenal dengan kemajuan arsitekturnya. Oleh karena itu, tanda hari kiamat berupa berlomba-lombanya manusia dalam meninggikan bangunan tidak dikategorikan sebagai permasalahan yang nilai dasarnya jelek. Bahkan bisa jadi pembangunan ini bermanfaat dan maslahat.


Dubai Modern
Sekarang di Dubai, semuanya serba besar, luas, dan tinggi. Megah, mewah, sampai membuat mulut ternganga. Dubai adalah kota dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Gurun yang kosong telah berubah menjadi gedung-gedung pencakar langit. Onta-onta telah berubah menjadi Ferrari, Mercedes, Hummer, dll. Di antara bangunan tinggi di Dubai adalah:

Pertama: Burj Dubai atau yang dikenal Burj Khalifa, Merupakan bangunan tertinggi di dunia. Tingginya 818 m, kurang 182 m lagi jadi 1 Km. di dalamnya ada 30.000 rumah dan 9 hotel mewah.

Kedua: 10 Hotel tertinggi di dunia, 7 di antaranya ada di Dubai. Lima hotel tertinggi; JW Marriott Marquis Dubai (355 m), Rose Rayhaan (333 m), Burj Al Arab (321 m) hotel termewah di dunia, Jumeirah Emirates Towers Hotel (309 m), The Address Downtown Dubai (306 m), semuanya ada di Dubai.

Ketiga: Shopping Mall terbesar di dunia adalah Dubai Mall dengan luas 50 kali luas lapangan sepak bola dan terdapat 1.200 toko. Di dalamnya ada akuarium terbesar di dunia yang isinya 33.000 hewan laut.

Keempat: al-Maktoum International Airport atau Dubai International Airport merupakan bandara terluas ke-3 di dunia.

Kelima: Dubailand. Sekarang Walt Disney World Resort di Orlando memegang rekor taman bermain terluas di dunia. Kalau pembangunan Dubailand rampung, maka taman yang luasnya dua kali lipat Walt Disney ini akan memegang rekor baru.

b8c002980872354.jpg

Aquarium di Dubai Mall

Masih banyak lagi gedung-gedung tinggi dan bangunan-bangunan yang ‘wah’ di Dubai. Ada menara kembar Emirates Tower yang bentuknya seperti dua batang cokelat Toblerone. Hotel bawah laut di kedalam 33 m. Gedung 68 lantai, yang tiap lantainya bisa berputar 360°. Belum lagi pulau buatannya seperti The World terdapat 300 pulau buatan membentuk peta dunia. Kemudian juga Palm Island yang terdapat 2000 vila dan 40 hotel mewah. Belum lagi kendaraan super mewah. Anda masih berpikir orang Arab identik mengendarai onta? Ubah segera perspektif lama itu. Di Dubai, mobil mewah berlapis perak dan emas pun ada. Sampai-sampai polisi Dubai layak disebut World’s Fastest Police karena kendaraan mereka McLaren MP4-12C, Lamborghini, Aston Martin, Bentley, dan Ferrari.

Mereka yang dulu miskin, telanjang kaki, tak berbaju itu telah membuktikan kebenaran sabda Nabi ﷺ.

Pelajaran:
Penulis tidak menginginkan pembaca hanya terpaku dan terhenti dalam khayalan, membayangkan kemegahan Dubai. Bukan itu pesan yang ingin disampaikan.

Cobalah renungkan Sabda Nabi ﷺ. Bernarlah apa yang beliau kabarkan. Hal itu pula menunjukkan mukjizat beliau. Beliau mengabarkan tentang sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang. Orang yang hidup di masa tersebut akan menyaksikannya.

Beliau mengabarkan tentang orang-orang miskin berlomba-lomba meninggikan bangunan. Hal itu telah terjadi. Dan kita telah menjadi saksinya. Beliau mengabarkan tentang turunnya Nabi Isa, keluarnya Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj, hal ini pun pasti terjadi. Orang yang hidup di zamannya akan menjadi saksinya.

Dan beliau ﷺ mengabarkan tentang kenikmatan surga dan kengerian neraka, orang yang percaya sebelum mereka menyaksikannya, merekalah orang yang beruntung dan berbahagia. Orang yang baru percaya ketika menyaksikannya, mereka benar-benar dalam penyesalan dan duka cita yang mendalam.

“Saat ini, dunia itu nyata dan neraka hanyalah cerita. Akan tetapi ketika di akhirat, Neraka adalah nyata dan dunia hanyalah cerita.”

Dikutip dari berbagai sumber..
Semoga bermanfaat......
 
0152a1981753274.jpg

"Suamiku..
Aku Mencintaimu Apa Adanya Dirimu"


Bismillahirrahmaanirrahim...

Masa awal-awal sesudah menikah...

"Mi, masih inget penampilan Abi pas kita ta'aruf kan? tau ga, Abi tuh sengaja nyari baju, celana panjang sama sendal jepit paling butut, supaya Ummi bisa ngeliat abi apa adanya. Bukan Abi yang dibuat-buat, mentang-mentang mau ta'aruf ama akhwat, terus sengaja make yang baru-baru. Hehe!" ucap sang suami tersenyum menatap wajah istrinya.

"Iya Bi, Ummi inget banget. Dulu Ummi malah mikir, nih ikhwan cuek banget sih, Ummi ajah udah make baju rada cakepan dikit. Abi.. abi.. untung Ummi bukan perempuan super matre yg cuman ngeliat penampilan luar." Wanita itu tersenyum simpul kepada suaminya.

"Kan sengaja Mi, biar bisa tau akhwatnya juga. Abi kan ga mau kalo cuman diliat dari penampilan luar. Jadi, bukan sembarang akhwat yang bisa jadi isteri Abi. Klo akhwat abal-abal kan, paling dah illfeel ngeliat penampilan Abi. Makanya Abi bisa dapet Isteri yang luar biasa kayak Ummi." ucap sang suami dengan lirikan mesranya.

"Huuu Abi, bisa ajah ngerayunya." ucap sang istri dengan wajah bersemu merah.

"Iya dong, Abiii..." ucap sang suami sambil mengernyitkan dahinya. Sang isteri pun tersenyum manis menatap suaminya.


Sebulan sesudah menikah...

Suamiku...
Bahkan kaupun tak malu bekerja apapun selama itu halal, demi isterimu.


"Ummi, Abi udah keterima kerja, Alhamdulillah. Jadi tukang sapu di jalan Mi. Ummi ga malu kan punya suami tukang sapu?" ucap sang suami saat mereka sedang berdua.

"Abi.. buat apa malu? yang penting kan halal. Lagi pula, Abi kan ngebantu ngejaga kebersihan juga. Kebersihan kan bagian dari iman." ujar sang isteri menguatkan.

Memulai usaha baru dengan Bismillah..

Suamiku...
Betapa sabarnya dirimu menghadapi ujian yang Alloh berikan.


"Ummi, mulai lusa, Abi jadi jualan mie ayam di ujung jalan komplek kontrakan ini. Gerobaknya udah Abi bikin. Besok temenin Abi belanja peralatan masak sama bahan-bahannya ya Mi.." ucap sang suami bersemangat.

"Wah, Alhamdulillah. Abi kok baru bilang, kalo gerobaknya udah jadi, Ummi jadi gak bantuin Abi deh. Hmm, In Shaa Alloh besok Ummi temenin.." sahut sang istri sambil tersenyum.

"Abis, Abi kasian sama Ummi. Ummi kan udah capek ngajar. Jadi, biar Abi yang ngerjain. Ummi do'ain Abi yah." ucap sang suami sambil menggenggam erat tangan istrinya.

"In Shaa Alloh Abi sayang.. I Will. Klo Abi butuh bantuan, Ummi In Shaa Alloh bersedia, kapanpun selama Ummi bisa." ucap sang istri tersenyum simpul.

Alhamdulillah, terimaksih ummi.. Bismillah, semoga usaha ini berkah ya mi.” ucap sang suami tersenyum penuh harap.

Beberapa bulan kemudian, di sore hari..

Sang Isteri baru saja pulang mengajar dari sekolah SD di desanya. "Abi, gimana hasil jualan Mie Ayam hari ini?" tanya sang istri kepada suaminya.

"Waduh Mi, gerobak Abi dibobol maling. Jadi panci, kompor, sama perabot lainnya udah dibawa kabur sama maling. Padahal kan udah Abi gembok." ujar sang suami lesu.

"Innalillahi, padahal baru jualan dua bulanan ya, Bi." sahut sang istri sedih.

"He'eh Mi, Abi juga udah dapet lumayan banyak pelanggan. Tapi, ya mungkin bukan rezeki kita. Alloh pasti ngasih ujian sesuai sama kemampuan hamba-Nya." ucap sang suami tersenyum ikhlas atas apa yang menimpanya.

"Subhanallah.. In Shaa Alloh Bi, klo rezeki mah gak kemana." ujar sang istri menyemangati.

Usaha membahagiakan keluarga. Dibulan puasa, Dua hari menjelang lebaran.

Suamiku...
Aku tau besarnya upayamu untuk membahagiakanku dan anak-anak kita.


"Ummi, afwan, Abi gak bisa beliin apa-apa buat Ummi di lebaran tahun ini." ujar sang suami dengan wajah yang terlihat amat kelelahan.

"Abi gak usah minta maaf sama Ummi. Ummi tau, Abi udah berusaha keras. Gak apa-apa In Shaa Alloh Bi, esensi makna Idul Fitri kan bukan itu. bukan baju baru dan makanan enak." ujar sang isteri seraya menitikkan air mata, karna terharu suaminya meminta maaf seperti itu.

Keesokan harinya..

"Abi.. Ummi dapet ini nih dari sekolahan." sang isteri menunjukkan kardus dengan ukuran cukup besar. Seorang kurir baru saja mengantar kardus tersebut.

"Wah, apa ini Mi?" tanya sang suami heran.

"Ummi juga belum tau Bi, coba kita buka." ajak sang istri. Kemudian merekapun membuka kardus tersebut.

"Subhanalloh Bi, isinya banyak banget. THR Bi." sang isteri, melihat isi kardus itu dengan pandangan penuh syukur, seraya menunjukkan kartu ucapan Idul Fitri yang diletakkan di bagian atas barang-barang yang ada di dalam kardus tersebut.

"Alhamdulillah.." sang suami mengucap syukur dengan bibir yang kelu, betapa Alloh teramat menyayangi mereka.

Suamiku sangat dermawan, meski kami kekurangan.

Suamiku...
Cintaku padamu makin bertambah besar, saat ku tau bahwa kau sangat mencintai sesama. Saat kau terus berupaya membahagiakan orang-orang di sekitarmu.


Suatu hari seorang bapak datang ke rumah mereka dengan pakaian lusuh dan wajah yang lesu.

"Bang, anak saya sakit. Abang bisa bantu saya? saya udah gak punya duit. Saya bingung harus minta bantuan ke siapa lagi." ucap si bapak penuh harap.

"Alhamdulillah, Bapak dateng tepat waktu. In Shaa Alloh saya bisa bantu." ucap sang suami, seraya tersenyum. Sang suami pun pergi ke kamarnya, mengambil uang yang akan dipinjamkan kepada Bapak tersebut.

"Maaf Pak, saya cuma punya segini." ucap sang suami sambil memberikan uang kepada bapak tersebut.

"Makasih Bang, makasih. Kalo saya udah dapet rezeki, In Shaa Alloh langsung saya kembaliin." ujar si bapak dengan senyum bahagia.

"Sama-sama Pak, Alhamdulillah, kebetulan lagi ada rezeki." ucap sang suami tersenyum.

Setelah si Bapak itu pergi, sang isteri menghampiri suaminya lalu berkata; "Abi, kok uangnya dikasih ke Bapak tadi. uang kita kan tinggal segitu-segitunya Bi."

"Bapak itu lebih butuh ketimbang kita Mi. In Shaa Alloh, Alloh bakalan ngasih rezeki yang lebih besar untuk kita." sahut sang suami tersenyum manis menatap wajah istrinya.

"Abi bener, maafin ummi yah udah meragukan keputusan Abi." ucap sang istri.

"Gak apa-apa Mi." jawab suaminya sambil tersenyum.

Janji Alloh itu nyata..

Suamiku...
Kata-katamu benar, bahwa Alloh pasti akan memberikan rizki yang berlimpah, kepada siapapun yang Dia kehendaki.


"Ummi, Alhamdulillah.. Abi keterima kerja di TELKOM. Berkat do'a Ummi juga." ucap sang suami dengan girang

"Alhamdulillah.. bener kata Abi, kita harus bersabar. Akhirnya ijazah S1 Abi kepake juga ya, hehe." sahut sang istri sambil tersenyum.

"He..he.. bener Mi. Alhamdulillah. Moga-moga bermanfaat untuk dakwah juga ya Mi." ucap sang suami yang di Aamiinkan sang istri.

Firasat buruk....

Suamiku..
Hatiku tiba-tiba sedih..
Entah apa yang akan terjadi, Hanya Alloh yang maha mengetahui.


Sang Isteri menggendong anaknya kemudian dibonceng sang suami dengan menggunakan motor.

"Ummi, hati-hati yah. Selesai tahsin jam brapa? biar nanti Abi jemput." tanya sang suami setelah mengantarkan anak dan istrinya.

"Bukannya Abi mau masang sepanduk bareng ikhwan-ikhwannya?" ucap sang istri balik bertanya.

"Gak apa-apa Mi, ntar Abi izin sebentar untuk ngejemput Ummi. Abi gak tega, kalo Ummi sama Azam naek angkot." jawab sang suami tersenyum.

"Ya uda kalo gitu Bi. Ummi pulang ba'da Ashar, In Shaa Alloh." ucap sang istri sambil menggendong si kecil.

"Siip, Abi pamit ya mi. Assalamu'alaiykum.." ujar sang suami berpamitan sambil mengenakan helm-nya.

"Wa'alaiykumussalam warohmatullohi wabarokatuh." jawab sang istri tersenyum sedih. entah kenapa sang istri merasa tiba-tiba sedih saat itu.


Semua adalah titipan-Nya..

Suamiku..
Sesungguhnya engkau adalah milik-Nya.


Ba'da Ashar sang suami belum datang juga.

"Abi kemana ya, kok tumben telat?" ujar sang isteri di dalam hati.

Sang isteri pun pulang ke rumah dengan menggunakan angkot. Kebetulan, tiap akhir pekan, memang suami isteri tersebut pulang ke rumah orang tua sang suami. Dari kejauhan, sang isteri melihat rumah mertuanya penuh dengan warga sekitar. Dengan azam anak semata wayangnya yang tertidur pulas di dalam gendongannya, sang isteri melangkahkan kaki dengan wajah penuh tanya. Ada sesosok tubuh dibaringkan di ruang tamu. Batinnya menyangkal, tapi matanya tidak salah.

Suaminya telah tergeletak di ruangan itu, bersimbah darah. Ibu mertuanya lari memeluk sang isteri tersebut. Azam diambil dari gendongannya, oleh adik ipar sang isteri. Sang Isteri diam seribu bahasa. Wajahnya terlihat kaget. Sejenak kemudian beristighfar sebanyak-banyaknya.

Banyak ikhwan yang datang untuk ta'ziyah. Akhwat-akhwat memeluk sang isteri seraya menghiburnya, dan berharap bahwa sang isteri bisa bersabar. Tak setetespun air mata, keluar dari mata indahnya. Para pelayat banyak yang berkomentar ;

"Jenazahnya wangi.. Subhanalloh..."

"Wangi apa ini? subhanalloh..."


Yah, dari jenazah sang suami, keluar bau wangi, entah dari mana. Sang akhwat diberi tau, bahwa suaminya meninggal karena tertabrak truk, ketika sedang memasang spanduk dan pamflet untuk acara bakti sosial anak-anak yatim dikotanya.

Allohurobbi... Innalillahi wainna ilaihi rajiun..

Kisah ini adalah “Based on True Story”, yang terjadi di kotanya icha. Diceritakan dari mamah icha beberapa waktu lalu.

Ah ya Allah.. tiap Mamahnya cerita tentang guru tahsinnya yang satu ini, hati icha tersentuh dan haru biru..

Betapa sang isteri ini terus mengenang suaminya. Tiap ketemu Mamah atau selesai ngajar, pasti cerita tentang kebaikan suaminya.
Dalam kesendirian, sang isteri mendidik dan menjaga dua orang anaknya sambil terus berharap bisa berjumpa dengan sang suami di akhirat kelak.

Kisah sebenarnya icha tidak tahu persis. Tapi In Shaa Alloh inti ceritanya sama kayak yang diceritain sama sang isteri. Cuma Icha sampein disini pake bahasa Icha sendiri. Kagak tau ngapa, pas nulis cerita ini Icha malah ikut menitikkan air mata. Tes..tes.. dua butir kristal beningpun jatuh..:((

Barakallohu fikum..
jabat erat dan salam hangat untuk sahabat semua.

Wallahu’alam bishshawab.

Dikutip dari sebuah artikel dengan sedikit perubahan, tapi tidak menghilangkan cerita aslinya.
 
Lanjut lagi atuh dg cerita lainnya. Masih banyak stoknya, kan??

Sedikit demi sedikit, banyak hal buruk yg telah ane tinggalkan sejak dari 2 th lalu. Hanya forum ini yg belum bisa ditinggalkan. Ga nyangka, nemu thread yg semakin menguatkan ane untuk semakin lebih dekat denganNya
Kisah2 laennya nyusul Pelan2 ea kang.. Cz RL lagi lumayan padat.

Jika Alloh sudah memberikan hidayah, sejauh apapun kita menghindar, kita akan selalu dipertemukan dengan orang2 yg berjalan di atas jalan lurus-Nya.

Terus Istiqamah ea kang.. :)
 
b40611992707474.jpg

"Ketika Cinta Telah Berlabuh"


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim…

Awalnya, aku bertemu dengannya di sebuah acara yang diselenggarakan di rumahku sendiri. Gadis itu sangat berbeda dengan cewek-cewek lain yang sibuk berbicara dengan laki-laki dan berpasang-pasangan.

Sedangkan dia dengan pakaian muslimah rapi yang dikenakannya membantu mamahku menyiapkan hidangan dan segala kebutuhan dalam acara tersebut. Sesekali gadis itu bermain di taman bersama anak-anak kecil yang lucu, kulihat betapa lembutnya dia dengan senyuman manis kepada anak-anak.

Dari sikapnya itu aku tertarik untuk mengenalnya. Akhirnya dengan pede-nya kuberanikan diri untuk mendekatinya dan hendak berkenalan dengannya. Namun, kenyataannya dia menolak bersalaman denganku, dan cuma mengatakan, “Maaf…” dan berlalu begitu saja meninggalkanku.

Betapa malunya aku terhadap teman-teman yang berada di sekitarku.
Ini cewek kok jual mahal banget! Padahal begitu banyak cewek yang justru berlomba-lomba mau jadi pacarku. Dia, mau kenalan saja tidak mau!” ujarku dalam hati.

Dari kejadian itu aku menjadi penasaran dengan gadis tersebut. Lalu aku mencari tahu tentangnya. Ternyata dia adalah anak tunggal sahabat rekan bisnis papa. Setiap ada acara pertemuan di rumah gadis itu, aku selalu ikut bersama papa.

Gadis itu bernama Nina, kuliah di Fakultas Kedokteran dan dia anak yang tidak suka berpesta, berfoya-foya, dan keluyuran seperti cewek kebanyakan di kalangan kami.

Aku pun jarang melihatnya jika aku pergi ke rumahnya; dengan berbagai alasan yang kudengar dari pembantunya: sakitlah, lagi mengerjakan tugas, atau kecapaian. Pokoknya, dia tidak pernah mau keluar.

Hingga suatu hari aku dan papa sedang bertamu ke rumahnya. Pada saat itu, Nina baru saja pulang dengan busana muslimahnya yang rapi, terlihat turun dari mobil. Namun belum jauh melangkah dia pun terjatuh pingsan dan mukanya terlihat sangat pucat.

Kami yang berada di ruang tamu bergegas keluar dan papanya pun menggendong ke kamar serta meminta tolong kami untuk menghubungi dokter. Dari hasil pemeriksaan dokter, Nina harus dirawat di rumah sakit.

Keesokan harinya, aku datang ke rumah sakit bermaksud untuk menjenguknya. Betapa kagetnya aku ketika kutahu Nina terkena leukimia (kanker darah). Aku pun bertanya dalam hati, “Kenapa gadis selembut dan sesopan dia harus mengalami hal itu?”.

Perasaan kesalku padanya kini berubah menjadi kasihan dan khawatir. Setiap usai kuliah, kusempatkan untuk datang menjenguknya. Aku mendapatinya sering menangis sendirian. Entah itu karena tidak ada yang menjaganya atau karena penyakit yang diderita.

Beberapa hari di rumah sakit, Nina memintaku keluar setiap kali aku masuk. Aku pun mendatanginya di rumah, tapi dia tidak pernah mau keluar menemuiku dan hanya mengurung diri di dalam kamar.

Aku tidak menyerah begitu saja, kucoba menelpon Nina dan berharap dia mau bicara denganku. Namun, dia tetap tidak mau mengangkat telpon dariku, lalu kukirimkan SMS padanya agar dia mau menjadi pacarku, tetapi tidak ada balasan malah HP-nya dinonaktifkan semalaman.

Keesokan harinya aku nekat datang ke rumahnya untuk meminta maaf atas kelancanganku. Ternyata ia akan berangkat ke Makasar, ke kampung orang tuanya. Karena orang tuanya tak dapat mengantarnya, aku pun menawarkan diri untuk mengantarnya, tapi Nina lebih memilih naik taksi dengan alasan tidak mau merepotkan orang lain. Sebelum naik ke mobil, dia menitipkan kertas untukku kepada mamanya.

Alangkah hancur hatiku ketika membaca sebait kalimat yang berbunyi, “Maaf saat ini aku hanya ingin berkonsentrasi kuliah.” Hatiku remuk dan aku pulang dengan perasaan kesal sekali. Ini pertama kalinya aku ingin pacaran, tapi ditolak.

Sebenarnya, aku tidak begitu suka dengan hubungan seperti pacaran itu karena begitu banyak dampak negatifnya, sampai ada yang rela bunuh diri karena ditinggalkan kekasihnya. na’udzubillahi min dzalik.

Namun entah mengapa ketika aku melihat Nina hatiku pun tergoda untuk menjalin hubungan itu. Sejak perpisahan itu, aku tidak pernah lagi bertemu dengannya sampai gelar sarjana aku raih.

Lalu aku pun bekerja di perusahaan milik keluargaku sebagai satu-satunya ahli waris. Melihat ketekunanku dalam bekerja, papa Nina ,menyukaiku hingga hubungan kami menjadi akrab dan ku utarakanlah maksudku bahwa aku menyukai Nina, anaknya, dan ternyata papa Nina setuju untuk menjadikanku sebagai menantunya.

24 Oktober 2006, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, aku dan orang tuaku bersilaturahmi ke rumah keluarga Nina dengan maksud untuk membicarakan perjodohan antara aku dan Nina.

Tapi pada saat itu Nina baru dirawat di rumah sakit sejak bulan Ramadhan. Saat kutemui, Nina terlihat sangat pucat, lemah, dan senyumannya seakan menghilang dari bibirnya. Hari itu orang tua kami resmi menjodohkan kami. Bahkan aku diminta untuk menjaganya karena orang tuanya akan berangkat ke luar negeri. Tetapi Nina tidak pernah mau meladeniku.

Suatu hari aku mendapati Nina terlihat kesakitan, terlihat darah keluar dari hidung dan mulutnya. Aku bermaksud untuk membantu mengusap darah dan keringat yang ada di wajahnya, tetapi secara spontan dia menamparku pada saat aku menyentuh wajahnya.

Betapa kaget diriku dibuatnya, aku tidak menyangka sama sekali Nina akan manamparku. Sungguh betapa istiqomahnya dia dalam menjaga kehormatan untuk tidak disentuh laki-laki yang bukan mahramnya. Saat itu aku belum mengetahui tentang masalah ini dalam agama.

Kejadian tersebut secara tak sengaja terlihat mama Nina maka Nina pun dimarahi habis-habisan hingga sebuah tamparan mendarat di pipinya. Kulihat Nina segera melepas infusnya dan berlari menuju kamar mandi.

Nina pun mengurung diri di kamar mandi tersebut. Dengan terpaksa kami mendobrak pintu kamar mandi dan kami dapati Nina tergeletak di lantai tak sadarkan diri karena terlalu banyak darah yang keluar.

Setelah sadar, aku berusaha bicara dan meminta maaf kepadanya atas kejadian tadi, namun Nina terus-terusan menangis. Aku pun bertambah bingung apa yang mesti aku lakukan untuk menenangkannya.

Tanpa pikir panjang aku memeluknya, tapi Nina malah mendorongku dengan keras dan berlari keluar dari kamar menuju taman. Ketika kudekati Nina berteriak hingga menjadikan orang-orang memukulku karena menyangka aku mengganggu Nina. Karena itulah, Nina semalaman tidur di taman dan aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan.

Setelah waktu subuh menjelang kulihat Nina beranjak untuk melaksanakan shalat shubuh di masjid, aku pun turut shalat. Namun setelah shalat, tiba-tiba Nina menghilang entah kemana.

Aku mencarinya berkeliling rumah sakit tersebut. Dan lama berselang kulihat banyak kerumunan orang dan ternyata Nina sudah tak sadarkan diri tergeletak dengan HP berada di sampingnya, sepertinya dia baru berbicara dengan seseorang.

Keadaan Nina saat itu sangat kritis sehingga pernafasannya harus dibantu dengan oksigen. Kata dokter, paru-paru Nina basah yang mungkin diakibatkan semalaman tidur di taman.

Nina tak kunjung juga sadar. Dengan perasaan khawatir dan bingung aku berdoa dengan menatap wajahnya yang pucat pasi.

Tiba-tiba ada sebuah SMS yang masuk ke HP Nina, tanpa sadar aku pun membaca dan membalas SMS tersebut. Aku juga membuka beberapa SMS yang masuk ke HP-nya dan aku sangat terharu dengan isinya, tenyata banyak sekali orang yang menyayanginya.

Di antaranya adalah orang yang bernama Ukhti. Dulu sebelum aku mengetahui Ukhti adalah panggilan untuk saudari perempuan, aku sempat cemburu dibuatnya. Aku mengira Ukhti itu adalah pacar Nina yang menjadi alasan dia menolakku.

Setelah Nina tersadar dari pingsannya, aku menunjukkan SMS yang dikirimkan saudari-saudarinya dan dia sangat marah ketika tahu aku sudah membaca dan membalas SMS dari saudari-saudarinya. Dia pun akhirnya melarangku untuk memegang HP-nya apalagi mengangkat atau menghubungi saudari-saudarinya.

Namun, tetap saja aku sering ber-SMS-an dengan saudari-saudarinya untuk mengetahui kenapa sikap Nina begini dan begitu.

Dari sinilah aku mendapat sebuah jawaban bahwa Nina tidak mau bersentuhan apalagi berduaan denganku karena aku bukan mahramnya dan Nina menolak untuk berpacaran serta bertunangan denganku karena di dalam Islam tidak ada hal-hal seperti itu dan hal itu merupakan kebiasaan orang-orang non Muslim.

Aku tahu juga Nina mencari seorang ikhwan yang mencintai karena Alloh bukan atas dasar hawa nafsu. Akhirnya aku tahu kan sikap Nina selama ini semata-mata dia hanya ingin menjalankan syariat Islam secara benar.

Hari berlalu dan aku terus belajar sedikit demi sedikit tentang Islam dari Nina dan saudari-saudarinya, terutama dalam melaksanakan shalat lima waktu tepat pada waktunya.

Saat itu aku merasakan ketenangan dan ketentraman selama menjalankannya dan menimbulkan perasaan rindu kepada Alloh untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.

Niatku pun muncul untuk segera menikahi Nina agar tidak terjadi fitnah, namun kondisi Nina semakin memburuk. Dia selalu mengigau memanggil saudari-saudarinya yang dicintainya karena Alloh.

Melihat hal itu, aku membawanya ke kota Makassar, kampung mama kandung Nina untuk mempertemukannya dengan saudari-saudarinya, Qadarulloh (atas kehendak Alloh), aku tidak berhasil mempertemukan mereka.

Yang ada kondisi Nina semakin parah dan penyakitku juga tiba-tiba kambuh sehingga aku pun haus dirawat di rumah sakit. Orang tua Nina datang dan membawanya kembali ke kota Makassar tanpa sepengetahuanku karena pada saat itu aku juga diopname.

Di kota Makassar, Nina diawasi dengan ketat oleh papanya, karena papa Nina kurang suka dengan akhwat, apalagi yang bercadar. Rumah sakit dan rumah yang ditempati Nina dirahasiakan. Dan Nina pun tak tahu di manakah ia berada.

Karena kondisinya masih lemah, diapun tak bisa berbuat apa-apa, bahkan ia kadang dibius, apalagi ketika akan dipindahkan dari satu tempat ke tempat yag satunya agar tidak tahu di mana keberadaaannya, karena papanya tidak ingin ada akhwat yang menjenguk Nina. Sampai HP-nya pun diambil dari Nina.

Namun, karena Nina masih mempunyai HP yang ia sembunyian dari papanya, sehingga beberapa kali Nina berusaha kabur untuk menemui saudari-saudarinya, akhirnya Nina dikurung di dalam kamar.

Mendengar hal itu, aku langsung menyusul Nina ke Makassar dan aku sempat bicara dengannya dari balik pintu. Nina menyuruhku untuk menemui seorang ustadz di sebuah masjid di kota itu. Dari pertemuanku dengan ustadz tersebut aku pun diajak ta’lim beberapa hari dan aku menginap di sana.

Papa Nina menyangka Nina telah mengusirku sehingga ia pun dimarahi. Setibanya di rumah, aku jelaskan duduk perkaranya kepada papa Nina, bahwa ia tidak bersalah dan aku mengatakan agar pernikahan kami dipercepat.

Hari Kamis, 24 November 2006. Kami melangsungkan pernikahan dengan sangat sederhana. Acara tersebut Cuma dihadiri oleh orangtua kami beserta dua orang rekanan papa. Setelah akad nikah aku langsung mengantar ustadz sekalian shalat dhuhur.

Betapa senangnya hatiku, akkhirnya aku bisa merasakan cinta yang tulus karena Alloh. 'Semoga kami bisa membentuk keluarga sakinah mawaddah, wa rahmah dan senantiasa dalam ketaatan kepada Alloh.' Itulah doaku saat itu.

Sepulang dari mengantar ustadz, perasaan bahagia itu seakan buyar saat mendapati Nina yang baru saja menjadi istriku tergeletak di lantai, dari hidung dan mulutnya kembali berlumuran darah. Dan tangannya terlihat ada goresan. Kami langsung membawanya ke rumah sakit, diperjalanan, kondisi Nina terlihat sangat lemah.

Terdengar suaranya memanggilku dan berkata agar aku harus tetap di jalan yang diridhai-Nya sambil memegang erat tanganku dengan tulus, air mataku tak tertahankan melihat keadaan Nina yang terus berdzikir sambil menangis. Dia juga selalu menanyakan saudari-saudarinya dimana ?

Setibanya di rumah sakit, aku bertanya-tanya kenapa tangan Nina tergores. Aku pun menulis SMS kepada saudari-saudari Nina. Ternyata, tangan Nina tergores ketika hendak menemui saudari-saudarinya dengan keluar dari kamar. Karena pintu kamar terkunci, Nina ingin keluar melalui jendela sehingga menyebabkan tangannya tergores.

Nina tak kunjung sadar hingga larut malam, aku pun tertidur dan tidak menyadari kalau Nina bangkit dari tempat tidurnya. Dia ingin sekali menemui saudari-saudarinya dan dia tidak menyadari kalau hari telah larut malam.

Dia Cuma berkata, “Pengin ketemu saudariku karena sudah tak ada waktu lagi.” Berhubung Nina masih lemah, dia pun jatuh pingsan setelah bebrapa saat melangkah.

Aku benar-benar kaget dan bingung mau memanggil dokter tapi tidak ada yang menemani Nina. Akhirnya, aku menghubungi salah seorang saudarinya untuk menemani.

Setelah aku dan dokter tiba, Nina sudah tidak bernafas dan bergerak lagi. Pertahananku runtuh dan hancurlah harapanku saat melihat Nina tidak lagi berdaya. Dokter menyuruhku keluar. Pada saat itu kukira Nina telah tiada, makanya aku segera menulis SMS kepada saudari Nina untuk memberitahu bahwa Nina telah tiada. Namun begitu dokter keluar, masya Alloh!

Denyut jantung Nina kembali beredetak dan ia dinyatakan koma. Aku hendak memberi kabar kepada saudari Nina tapi baterai HP-ku habis dan tiba-tiba penyakitku pun kambuh lagi sehingga aku harus diinfus juga.

Jam 11.30, perasaanku mengatakan Nina memangilku, maka aku segera bangkit dari tempat tidur dan melepas infus dari tanganku menuju kamar Nina. Kutatap wajah Nina bersamaan dengan kumandang adzan shalat Jum’at. Sembari menjawab adzan, aku terus menatap wajah Nina berharap dia akan membuka matanya.

Begitu lafadz laa ilaaha illallah, suara mesin pendeteksi jantung berbunyi, menandakan bahwa Nina telah tiada. Aku berteriak memanggil dokter, tapi qadarulloh istriku sayang telah pergi untuk selama-lamanya dari dunia ini.

Nina langsung dimandikan dan dishalatkan selepas shalat Jum’at, lalu diterbangkan ke rumah papanya di Malaysia. Untuk terakhir kalinya kubuka kain putih yang menutupi wajah Nina. Wajahnya terlihat berseri.

Aku harus merelakan semua ini, aku harus kuat dan menerima takdir-Nya. Aku pun kembali teringat kata-kata Nina, “Berdoalah jika memang Allah memangilku lebih awal dengan doa; Ya Allah, berilah kesabaran dan pahala dari musibah yang menimpaku dan berilah ganti yang lebih baik.”

Setelah pemakaman, aku langsung balik ke Jakarta karena kondisiku yang kurang stabil. Astaghfirullah!!! aku lupa memberitahu saudari-saudari Nina. Mungkin karena aku terlalu larut dalam kesedihan, hingga secara spontanitas aku menghubungi mereka dan menyampaikan bahwa Nina benar-benar talah tiada.

Aku tahu pasti, mereka pasti sedih dengan kepergian saudari mereka yang mereka cintai karena Alloh. Dari ketiga saudari Nina, ada seorang yang tidak percaya dan sepertinya dia sangat membenciku. Entah, mengapa sikapnya seperti itu ?

Sekiranya mereka tahu, bahwa sebelum kepergiannya, Nina selalu memanggil nama mereka, tentulah mereka semakin sedih. Dalam HP Nina terlihat banyak SMS yang menunjukkan betapa indahnya ukhuwah dengan saudari-saudarinya. Semoga saudari-saudari Nina memaafkan kesalahannya dan kesalahan diriku pribadi.

Salam sayang dari Nina tu kakak Rini, Sakinah, dan Aisyah serta akhwat di Makassar. Teruslah berjuang menegakkan dakwah Ilallah. Syukran atas perhatian kalian.

***
Note; Tak beberapa lama setelah kisah ini dimuat di Media Muslim Muda Elfata, redaksi Elfata menerima SMS dari seorang ukhti, saudari Nina. Isi SMS tersebut adalah, “Afwan, mungkin perlu Elfata sampaikan kepada pembaca mengenai kisah ‘Akhirnya Cintaku Berlabuh karena Allah’ di mana Kak Nina telah meninggal dan kini Kak Adhit pun telah tiada.

Kurang lebih 2 pekan (Kak Adhit–red) dirawat di rumah sakit karena penyakit pada paru-parunya. Sebelum sempat dioperasi, maut telah menjemputnya.

Ana menyampaikan hal ini karena masih banyak yang mengirim salam, memberi dukungan ke Kak Adhit yang kubaca di Elfata dan beberapa orang yang kutemui di jalan juga selalu bertanya, Kak Adhit bagaimana? Ana salah satu ukhti dalam cerita tersebut. Syukran.


***​

PERCIK RENUNGAN..

Subhanallah! Kisah Adhit dan Nina di atas dapat kita jadikan sebuah cermin untuk berkaca. Renungkanlah keteguhan Nina untuk tak meladeni tawaran cinta asmara yang tak terselimuti indahnya syariat.

Padahal Nina adalah seorang yang sedang membutuhkan dukungan, pertolongan, dan sandaran bahu tempat menangis. Nina berprinsip, meski dalam situasi sesulit apapun, kemurnian syariat tetap harus dijaga dan diamalkan.

Gelombang kesulitan tak harus menjadikan kita surut dalam berkonsisten dengan syariat ini. Bahkan bisa jadi kesulitan demi kesulitan yang kita alami menjadi parameter seberapa jauh kita telah mengamalkan ajaran agama ini.

Di lain sisi, ketidaktahuan seseorang akan syariat ini seringkali menjadikan pelakunya bertindak tanpa adanya rambu-rambu yang telah dicanangkan agama.

Namun, bisa jadi ketidaktahuan akan syariat ini menjadi titik awal seseorang merasakan indahnya agama dan manisnya iman sebagaimana yang terjadi pada Adhit, ikhwan yang menceritakan kisahnya ini.

Semoga Alloh merahmati mereka, menerima ruh mereka berdua dan menjadikan mereka berdua termasuk hamba-hamba-Nya yang shalih yang dijanjikan surga-Nya. Aamiin.

SUMBER: Kumpulan KISAH NYATA UNGGULAN Majalah ELFATA ‘Seindah Cinta ketika Berlabuh’, 2008, Penerbit Fatamedia dengan sedikit pengeditan ulang.

Semoga bermanfaat dan bisa kita petik pelajaran dari kisahnya..
 
Rahasiakanlah Ibadahmu,
sebagaimana engkau merahasiakan dosa-dosamu




"Biarlah, Hanya Alloh yang Mengenalku"

Ada sebuah pesan menarik dari seorang ulama salaf. Tu’faruna fi as-sama’ wa tuhfuna fi al ardhi. Berusalah agar kalian lebih dikenal oleh para penghuni langit, walau tak seorang pun penduduk bumi yang mengenal kalian. Rosululloh
saw.png
menyebut tipe manusia seperti ini dengan sebutan al-akhfiya’; manusia-manusia tersembunyi.

Beliau juga mengatakan Alloh
swt.png
sangat mencintai manusia tipe ini. mereka tidak pernah peduli apa kata manusia tentang mereka, sebab –bagi mereka- yang penting adalah apa kata Alloh
swt.png
tentang mereka. Itulah sebabnya, mereka tidak pernah mengalami kegilaan akan kemasyhuran.

Dan ini adalah kisah salah satu dari mereka. Ia hidup di masa tabi’in. namun hingga hari ini tak satu buku sejarahpun yang dapat menyingkap identitas pria ini. salah-satunya informasi tentangnya hanyalah bahwa ia seorang berkulit hitam dan bekerja sebagai tukang sepatu! Shohibul hikayat adalah seorang tabi’in bernama Muhammad bin Al-Munkadir
rahimahu.png
.

Malam itu sudah terlalu malam dan gelap. Namun walaupun malam, udara terasa lebih panas dari biasanya. Tidak aneh memang, sebab hari-hari itu adalah hari-hari kemarau panjang di kota itu. Sudah setahun ini kota Madinah tidak pernah mendapatkan curahan air dari langit. Entah telah berapa kali penduduk kota itu berkumpul untuk melakukan sholat istisqo’ demi meminta hujan. Namun hingga malam itu, tak setetes air hujan pun yang turun menemui mereka.

Dan malam itu, seperti kebiasaannya bila sepertiga akhir malam menjelang, Muhammad bin Al-Munkadir meninggalkan rumahnya dan bergegas ke Masjid Rosululloh
saw.png
. Usai mengerjakan sholatnya malam itu, Ibnu Al-Munkadir bersandar ke salah satu tiang masjid. Tiba-tiba ia melihat sebuah sosok bergerak tidak jauh dari tempatnya bersandar. Ia mencoba untuk mengetahui siapa sosok itu. Agak sulit sebab malam telah begitu gelap. Dengan agak susah payah ia melihat seorang pria berkulit hitam agak kecoklatan. Tapi ia sama sekali tidak mengenalnya. Pria itu membentangkan sebuah kain di lantai masjid itu. Dan pria itu sepertinya benar-benar merasa hanya ia sendiri dalam masjid. Ia tidak menyadari kehadiran Ibnu AL-Munkadir yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Ia berdiri mengerjakan sholat dua rokaat. Usai itu, ia duduk bersimpuh. Begitu khusu’ ia bermunajat. Dan dalam munjat itu, ia mengatakan,

“Duhai Tuhanku, penduduk negeri Harom-Mu ini telah bermunajat dan memohon hujan pada-Mu, namun Engkau tidak kunjung mengaruniakannya pada mereka. Duhai Tuhanku, sungguh aku mohon pada-Mu curahkanlah hujan itu untuk mereka.”

Ibnu Al-Mundakir yang mendengar munajat itu agak sedikit mencibir. “Dia pikir dirinya siapa mengatakan seperti itu,” katanya dalam hati. “Orang-orang sholih seantero Madinah telah keluar untuk berdoa meminta hujan, namun tak kunjung dikabulkan, lalu tiba-tiba, orang ini ingin berdoa pula.” gumamnya.

Namun sungguh di luar dugaan, belum lagi pria hitam itu menurunkan kedua tangannya, tiba-tiba saja suara Guntur bergemuruh dari langit. Tetesan-tetesan air hujan menciumi ke bumi. Sudah lama tidak begitu. Tak terkira betapa gembiranya pria itu. Segala pujian dan sanjungan ia ucapkan kepada Alloh
swt.png
. Namun tidak lama kemudian ia berkata dengan penuh ketawadhuan, “Duhai Tuhanku, siapaku aku ini? Siapakah gerangan aku ini hingga Engkau berkenan mengabulkan doaku?”

Ibnu Al-Munkadir hanya tertegun di tempatnya memandang pria itu. Tidak lama sesudah itu, pria tersebut bangkit kembali dan melanjutkan raka’at-raka’atnya. Hingga ketika saat shubuh menjelang, sebelum kaum muslimin lainnya berdatangan, ia segera menyelesaikan witirnya. Dan ketika sholat shubuh ditegakkan, ia masuk ke dalam shof seolah-olah ia baru saja tiba di masjid itu.

Usai mengerjakan sholat subuh, pria itu bergegas keluar meninggalkan masjid Rosululloh
saw.png
. Jalan-jalan kota Madinah shubuh itu digenangi air. Pria itu berjalan cepat sambil mengangkat kain bajunya. Menghilang. Ibnu Al-Munkadir yang berusaha mengikutinya kehilangan jejak. Ia benar-benar tidak tahu ke mana pria hitam itu pergi.

Dan malam kembali merangkak semakin jauh. Malam ini, Muhammad bin Al-Munkadir kembali mendatangi masjid Nabawi. Dan seperti malam kemarin, ia kembali melihat pria hitam itu. Persis seperti kemarin. Ia mengerjakan sholat malamnya hingga shubuh menjelang. Dan ketika sholat ditegakkan, ia masuk ke dalam shof seperti orang yang baru saja tiba di masjid itu. Dan saat sang imam mengucapkan salam, pria itu tidak menunggu lama.

Persis seperti kemarin, ia bergegas meninggalkan masjid itu. Dan Ibnu Al-Munkadir mengikutinya dari belakang. Ia ingin tahu siapa sebenarnya pria itu. Pria itu menuju ke sebuah lorong, dan setibanya di depan sebuah rumah ia masuk ke dalamnya. “Hmm, rupanya di situ pria ini tinggal. Baiklah sebentar aku akan mengunjunginya.”

Matahari telah naik sepenggalah. Usai menyelesaikan sholat Dhuhanya, Ibnu Al-Munkadir pun bergegas mendatangi rumah pria itu. Ternyata dia sedang sibuk mengerjakan sebuah sepatu. Begitu ia melihat Ibnu Al-Munkadir, dia segera mengenalinya.

“Marhaban wahai Abu ‘Abdulloh –begitulah Ibnu Al-Munkadir dipanggil! Adakah yang bisa kubantu? Mungkin engkau ingin memesan sebuah alas kaki?” ujar pria itu menyambut kedatangan Ibnu Al-Munkadir.

Namun Ibnu Al-Munkadir justru menanyakan hal yang lain. “Bukankah engkau yang bersamaku di masjid kemarin malam?

Dan tanpa diduga, wajah pria itu Nampak sangat marah. Dengan nada suara yang tinggi dia berkata, “Apa urusanmu dengan itu semua, wahai Ibnu Al-Munkadir??!

“Nampaknya dia sangat marah. Aku harus segera pergi dari sini,” ujar Ibnu Al-Munkadir dalam hati. Dan ia pun segera pamit meninggalkan rumah tukang sepatu itu.

Ini adalah malam ketiga sejak peristiwa itu. Seperti malam-malam sebelumnya, malam itu Ibnu Al-Munkadir berjalan menuju masjid Rosululloh
saw.png
. Satu hal yang agak berbeda malam itu. Di hatinya ada harapan yang kuat untuk melihat pria tukang sepatu itu. Setibanya di masjid dan mengerjakan sholat seperti biasanya, ia bersandar sambil berharap pria itu kembali terlihat di depan matanya.

Malam semakin malam, namun pria yang ditunggu-tunggu tidak kunjung kelihatan. Ibnu Al-Munkadir tersadar. Ia telah melakukan suatu kesalahan. “Inna lillahi! Apakah yang telah kulakukan??” itulah gumamnya saat menyadari kesalahan itu.

Dan usai sholat shubuh, ia segera meninggalkan masjid itu dan mendatangi rumah sang tukang sepatu. Namun yang ia temukan hanya pintu rumah yang terbuka dan tidak ada lagi pria itu. Penghuni rumah itu berkata, “Wahai Abu ‘Abdillah! Apa yang terjadi antara engkau dengan dia?”

“Apa yang telah terjadi?” Tanya Ibnu Al-Munkadir.

Ketika engkau keluar dari sini kemarin itu, dia segera mengumpulkan semua barangnya hingga tidak satu pun yang tersisa. Lalu dia pergi dan kami tidak tahu kemana dia pergi hingga kini,” jelas penghuni rumah itu.

Dan sejak hari itu, Ibnu Al-Munkadir mengelilingi semua rumah yang ia ketahui di kota Madinah. Namun sia-sia belaka. Pencariannya tidak pernah membuahkan hasil.

Dan hingga kini abad 14 Hijriyah ini, kita pun tidak pernah tahu siapa pria tukang sepatu itu. Jejak-jejaknya yang terhapus oleh hembusan angin sejarah seolah bergumam, “Biarlah, hanya Alloh yang mengenalku..”



Dikutip dari sebuah artikel...
Semoga bermanfaat dan bisa dipetik hikmahnya..

Wassalamu'alaiykum.....
 
Banyak orang yg gemar memperlihatkan ibadahnya. Ga ada ke-ikhlas-an dalam ibadah. Hanya riya saja.
#mengingatkan kpd diri sendiri
Semoga kita tidak termasuk kedalam golongan orang2 yg riya' dalam beribadah.. :)

Maaf telat :ampun:
Ea gpp neng..
Toh ini jg bkn karya sndiri kok, cma kutipan dari beberapa sumber.. :)
 
Anakku Ranking ke-23

Beragam kisah inspiratif bermunculan di media sosial. Setahun yang lalu muncul sebuah cerita viral di media sosial Facebook.

Bukan dari akun ternama, atau yang konsisten mendapat banyak like.
Akun facebook itu bernama Winardi Abu Faqih.
Postingnya itu diunggah pada Senin (3/7/2017) pukul 08.25 WIB di Kota Bekasi, Jawa Barat.

Hingga kabar ini diturunkan Pos Belitung (Tribunnews.com network), Selasa (4/7/2017), postingan tersebut sudah dibagikan sebanyak lebih dari 38 ribu kali.
Sedangkan yang komentar sudah ada 10.500 lebih dan 59 ribu lebih like.

Postingan Winardi Abu Faqih itu berjudul 'Anakku ranking ke-23'.

Singkat kata, postingan itu berisikan sebuah cerita dan sebuah foto yang menggambarak seorang anak sedang membantu orangtuanya di dapur.
Ceritanya mengisahkan tentang seorang anak yang selalu dapat ranking ke-23 di kelasnya.

Orangtuanya sempat bingung dan heran karena tingkah anaknya dianggap tidak umum.
Pun saat ditanya mengenai cita-cita, si anak malah menjawab tegas ingin menjadi guru TK, kalau tidak Ibu Rumah Tangga.

Tapi kemudian orangtuanya sadar ketika mendapati kenyataan diakhir ujian semester.
Anaknya memang kembali dapat ranking 23, tapi si orangtua mendapat keterangan yang mengejutkan dari wali kelas anaknya.
Dia mengatakan ada satu hal aneh yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan.

Dalam soal itu tertera: SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI DAN APA ALASANNYA?
Dan jawaban dari semua teman sekelasnya sama, tak ada satu pun yang beda. Mereka serentak menuliskan nama anakku.
Mereka bilang karena anakku sangat senang membantu orang,selalu memberi semangat, selalu
menghibur,selalu enak diajak berteman,dan banyak lagi.

Postingan ini membuat banyak netizen terenyuh dan memuji orangtua maupun si anak.

"Terinspirasi bgt...!!! I do like it.....," kata Saifullah dalam komentarnya.

"Ngerasa brada dlm cerita tu," kata Siti Nurhandayani.

"Benar2 cerita yg sngt menginspirasi qta sbg orang tau.. Bner2 salut," kata Anastasya Kusuma Wardhani.

"Kereeennn banget...merinding bacanya..kok jadi melow..karena saya adalah ayah yang gagal..," kata Ade Andri.

Penasaran sama postingan aslinya. baca selengkapnya berikut ini :

"Anakku ranking ke-23"

Di kelasnya ada 25 orang murid,setiap kenaikan kelas,anak perempuanku selalu mendapat ranking ke-23. Lambat laun ia dijuluki dengan panggilan nomor ini. Sebagai orangtua,kami merasa panggilan ini kurang enak didengar,namun anehnya anak kami tidak merasa keberatan dengan panggilan ini.

Pada sebuah acara keluarga besar,kami berkumpul bersama di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang adalah tentang jagoan mereka masing-masing. Anak-anak ditanya apa cita-cita mereka kalau sudah besar? Ada yang menjawab jadi dokter,pilot,arsitek bahkan presiden. Semua orang pun bertepuk tangan. Tapi anak perempuan kami terlihat sangat sibuk membantu anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya.

Didesak orang banyak,akhirnya dia menjawab ,,,
"Saat aku dewasa,cita-citaku yang pertama adalah menjadi seorang guru TK,memandu anak-anak menyanyi,menari lalu bermain-main".

Demi menunjukkan kesopanan,semua orang tetap memberikan pujian,kemudian menanyakan apa cita-citanya yang kedua.
Dia pun menjawab ,,,
"Saya ingin menjadi seorang ibu,mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur,kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang."

Semua sanak keluarga saling pandang tanpa tahu harus berkata apa. Nampak raut muka isteriku pun terlihat canggung sekali.

Sepulangnya kami kembali ke rumah,isteriku mengeluhkan ke padaku,apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak hanya
menjadi seorang guru TK?

Anak kami sangat penurut,dia tidak lagi membaca komik,tidak lagi membuat origami,tidak lagi banyak
bermain. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan,dia ikut les belajar sambung menyambung,buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Sampai akhirnya tubuh kecilnya tidak bisa bertahan
lagi terserang flu berat dan radang paru-paru. Akan tetapi hasil ujian semesternya membuat kami tidak
tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23.
Kami memang sangat sayang pada anak kami ini,namun kami sungguh tidak memahami akan nilai di
sekolahnya.

Pada suatu minggu,teman-teman sekantor mengajak pergi rekreasi bersama. Semua orang membawa serta keluarga mereka. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa,ada anak yang bernyanyi,ada juga yang memperagakan kebolehannya.
Anak kami tidak punya keahlian khusus,hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira. Dia seringkali lari ke belakang untuk mengawasi bahan makanan,merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring,mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang meluap ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.

Ketika makan,ada satu kejadian tak terduga. Dua orang anak lelaki teman kami,satunya si jenius matematika,satunya lagi ahli bahasa Inggris berebut sebuah kue. Tiada seorang pun yang mau melepaskannya,juga tidak mau saling membaginya. Para orang tua membujuk mereka,namun tak berhasil. Terakhir anak kamilah yang berhasil melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai.

Ketika pulang,jalanan macet. Anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku membuat guyonan dan terus membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti,dia mengguntingkan berbagai bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan. Sampai ketika turun dari mobil bus,setiap orang
mendapatkan guntingan kertas berbentuk hewan masing-masing,dan mereka terlihat begitu gembira.

Selepas ujian semester,aku menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar kalau rangking sekolah anakku tetap 23. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan. Dalam soal itu tertera: SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI DAN APA ALASANNYA?
Dan jawaban dari semua teman sekelasnya sama,tak ada satu pun yang beda. Mereka serentak menuliskan nama anakku.

Mereka bilang karena anakku sangat senang membantu orang,selalu memberi semangat,selalu
menghibur,selalu enak diajak berteman,dan banyak lagi.

Si wali kelas memberi pujian ,,,
"Anak bapak ini kalau bertingkah laku terhadap orang,benar-benar nomor satu".

Tak berselang lama aku mencandai anakku dan berkata padanya ,,,
"Suatu saat kamu akan jadi pahlawan".

Anakku yang sedang merajut selendang leher tiba-tiba menjawab ,,,
"Bu guru pernah mengatakan sebuah pepatah,ketika pahlawan lewat,harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan."

Dia lalu melanjutkan ,,,
"Ayah... Aku tidak mau jadi pahlawan. Aku mau jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan saja."

Aku terkejut mendengarnya. Dalam hatiku pun terasa hangat seketika. Seketika hatiku tergugah oleh anak perempuanku. Di dunia ini banyak orang yang bercita-cita ingin
menjadi seorang pahlawan,jadi orang-orang hebat,atau orang terkenal. Namun anakku memilih untuk menjadi orang yang tidak 'terlihat'. Seperti akar sebuah tanaman,tidak terlihat,tapi dialah yang mengokohkan,dialah yang memberi makan dan dialah yang memelihara kehidupan yang lain.

~ ~ ~

Sahabatku,,,
Hidup itu bukan semata-mata untuk menunjukan siapa yang paling penting, siapa yang paling berperan, atau siapa yang paling hebat, tapi sederhana saja, siapa yang paling bermanfaat bagi yang lain.

Sumber: Tribunnews (copas dari pemilik akun)
Semoga bermanfaat.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd