Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Interstellar Intercourse

lik_pardi

Suka Semprot
Daftar
2 May 2018
Post
9
Like diterima
0
Bimabet
Mohon izin para suhu...
Nubi hendak melampiaskan cerita yang sudah lama berputar di kepala. Sedari dulu, nubi selalu menikmati melihat gemerlapnya langit dan ingin menulis cerita fiksi tentang petualangan luar angkasa.

Cerita ini banyak terinspirasi dari game Elite: Dangerous dan Kerbal Space Program yang dulu sering nubi mainkan.

Silakan dinikmati. Mohon kritik, saran, cacian, atau makian. :sembah:

Kata mereka, waktu itu relatif. Dalam perasaan senang, waktu berlalu tanpa sadar. Saat bosan, ingin rasanya mencambuk waktu yang malas-malasan berputar.

Aku sependapat dengan relativitas waktu, tetapi bukan seperti apa yang mereka katakan. Mereka bicara tentang subjektivitas persepsi waktu, bukan relativitas. Relativitas waktu terjadi karena ada perbedaan kecepatan, bukan hanya karena perasaan.

Tapi bagaimana dengan saat di mana bahaya datang? Saat bahaya mengancam, waktu akan terasa melambat. Seseorang bisa mengenang seluruh penggalan masa mudanya dalam detik-detik kecelakaan. Apakah itu hanyalah persepsi semata?


WARNING! INCOMING MISSILE! 200 metres!

Ada yang bilang hal tersebut berkaitan dengan adrenalin yang memacu metabolisme tubuh. Tahu binatang lalat? Dia melihat dunia ini dalam slow motion. Metabolisme lalat yang cepat membuat otaknya mampu menerima informasi per detik jauh lebih tinggi daripada manusia.

Ketika ada bahaya, tubuh manusia memompa adrenalin. Adrenalin yang dipompa membuat otak manusia mampu menerima rentetan informasi jauh lebih cepat dari biasanya. Karenanya waktu terasa berjalan lambat dalam keadaan bahaya.


WARNING! INCOMING MISSILE! 100 metres!

Oke, aku bohong. Dalam bahaya, otak sebenarnya hanya memroses, bukan menerima, informasi lebih cepat dari biasanya. Semuanya berasal dari memori yang telah ada di kepala, bukan stimulasi dari keadaan di sekitarnya. Itulah mengapa aku bisa meracau seperti ini ketika ada misil di depan mataku.

Oke, aku bohong lagi. Misil itu tidak kelihatan, aku hanya melihatnya, ralat, melihat indikator misil yang mendekat dalam kecepatan penuh.

Well... Katanya, jaman dahulu misil berbentuk panjang dan runcing di ujung dengan satu mesin pendorong di bagian belakang. Sekarang, misil berbentuk bulat dengan mesin pendorong di banyak titik, minimal ada enam: prograde, retrograde, ventral, dorsal, starboard, dan portboard yang berfungsi mengatur posisi dan kecepatan relatif dari target. Di luar angkasa, mengerem dan berbelok bukanlah perkara gampang. Ingat, Newton I, "An object at rest stays at rest and an object in motion stays in motion with the same speed and in the same direction unless acted upon by an unbalanced force."


WARNING! INCOMING MISSILE! 50 metres!

Hmm... Ngomong apa lagi ya...

Sebenarnya miris juga kalau dipikir. Meskipun lebih dari satu milenium telah berlalu dan manusia telah banyak yang bermigrasi dari bumi yang sesak, ras Homo Sapiens masih saja berusaha saling membunuh. Dulu dengan misil ramping, sekarang dengan misil bulat. Ah, tidak apa-apa. Semua ini adalah bagian dari proses evolusi manusia ke arah yang lebih baik... mudah-mudahan.




Beberapa hari yang lalu, sebuah misil dengan nomor seri NV-7039471H diangkut oleh seorang budak ke dalam ruang penyimpanan pesawat yang bernama Hollow Terror. Tanpa sengaja, budak itu menjatuhkan misil yang dia bawa. Misil itu selamat, tidak meledak, bahkan lecet pun tidak. Akan tetapi, nasib naas menimpa budak yang membawanya. Dalam hitungan detik dia sudah tak bernyawa, ditembak oleh perompak memaksanya bekerja.

Walaupun misil tadi tidak nampak rusak dari luar, namun sensor di bagian depan kanannya mengalami malfungsi. Setiap beberapa detik, sensor itu mereset ulang dirinya sendiri, mengakibatkan "kebutaan" misil selama beberapa milidetik di bagian depan kanan.




Sebuah serpihan besi bergerak hendak memotong lintasan misil NV-7039471H. Target misil itu adalah pesawat bertipe Sparrow Mk2 yang dinamai Agill oleh pemiliknya. Dalam kondisi normal, sensornya akan mendeteksi objek itu dan mengatur ulang lintasannya secara otomatis. Akan tetapi, bersamaan saat serpihan besi itu masuk ke dalam jangkauan radar, sensor di sebelah kanan depan misil itu mati dan melakukan proses reboot. Misil itu terus melaju tanpa sadar dirinya akan menabrak serpihan besi. Begitu "mata" kanan depannya aktif kembali dan mendeteksi besi itu, semuanya sudah terlambat. Impuls yang dihasilkan mesin retrograde di depan tidak cukup untuk menghambat momentum misil itu.

Revo diam sambil menutup mata. Dia sudah mempersiapkan diri untuk dijemput malaikat kematian. Namun yang dia tunggu tak kunjung tiba. Mengapa kau campakkan rinduku wahai malaikatku? Ketika aku ingin bertemu, kau hanya datang menggoda lalu pergi begitu saja.

Matanya melirik radar, melihat simbol misil yang hampir membunuhnya sudah hilang. Satu detik berikutnya, akal sehatnya baru mulai bekerja. Dengan cekatan dia mereset ulang sistem pesawatnya, berharap software dan hardware pesawat itu mau saling bekerja sama kali ini.

Sepuluh detik adalah waktu standar untuk "soft reboot". Akan tetapi, bagi Revo, sepuluh detik terasa seperti berjam-jam. Subjektivitas persepsi waktu... Ini semua subjektif...

Main system: Damaged... 32%
Hull: Critical... 17%
Shield generator: Malfunctioned
Main thrusters: Critical... 12%
Fuel: 20%
FTL Drive: Damaged... 20%
Hyperdrive: Offline
Beam Laser A: Offline
Beam Laser B: Offline
Missile launcher A: Malfunctioned
Missile launcher B: Offline
Flak defense: Offline
ECM: Malfunctioned

Reboot process completed...


Revo bergegas mengaktifkan silent mode dan melakukan inisiasi FTL drive. Dalam silent mode, semua panas yang dihasilkan oleh generator ditahan di dalam pesawat dengan menutup katup pembuangan panas. Menjadikan pesawat lain sulit untuk mendeteksi keberadaan dengan radar.

Akan tetapi, ada harga yang harus dibayar. Menutup katup panas itu rasanya seperti menjadi ayam dalam panci presto, panasnya tak tertahankan. Mode itu juga tidak bisa bertahan lama karena kutukan entropi dalam bentuk radiasi.

ENGAGING FTL DRIVE IN 5...


Keringat Revo mulai keluar. Ayo cepaaaat! Aku sudah terpanggang di sini!


4...


Lama sekali... Revo menghirup napas dalam.


3...

Persepsi. Semua ini hanya persepsi waktu saja.

2... 1...

Revo segera mendorong tuas pengatur kecepatan, memerintahkan Agill, pesawatnya yang pincang, itu untuk berakselerasi secepat yang dia bisa.

ENGAGE!
 
Maaf agak lama updatenya. Karena Bulan Ramadhan, waktu nubi buat ngarang dan ngedit jadi lebih terbatas. Mohon maaf juga di chapter ini belum ada sex scene-nya. :malu:

FTL (Faster Than Light) drive adalah mesin yang mampu mengkompresi ruang. Kenapa harus dikompresi? Karena para fisikawan di abad ke 20 membuat hukum bodoh yang menyatakan "tidak ada objek bermassa yang mampu bergerak sama dengan kecepatan cahaya". Ralat, mereka tidak membuat hukum tersebut, hanya menyimpulkan berdasarkan fenomena yang mereka ketahui.

Bayangkan apabila ruang dengan jarak satu juta kilometer (di mana cahaya butuh 3,3 detik untuk melewatinya) ditekan dan dipadatkan jadi 10 meter, maka sebuah objek akan dapat melewatinya dalam satu detik hanya dengan kecepatan 10 m/s atau 36 km/jam. Viola! Lebih cepat daripada cahaya! Sekali lagi, manusia berhasil menyiasati kehendak alam.


Revo menghela napas, berusaha menenangkan diri. Dia memejamkan mata, mencoba meraba kehidupan seutuhnya, merasakan setiap otot di sekujur tubuhnya, merasakan setiap partikel udara yang masuk dan keluar melalui hidungnya. Sekali lagi, dia berhasil lolos dari maut.

Setelah membuka mata, dia sadar dirinya masih belum aman sepenuhnya. Itulah konsekuensi hidup di luar angkasa, rasa aman hanyalah ilusi. Revo mengutuk para manusia dahulu yang mencoba menjelajah luar angkasa. Setidaknya hidup di bumi lebih aman meskipun harus tinggal berdempet-dempetan.

WARNING! UNSTABLE FTL DRIVE... 20%

Tulisan berwarna merah di panel hologram itu terus berkedip meminta perhatiannya.

Oh, Shit!

Dia membuka peta sistem bintang tempat dia berada sekarang. Bintang itu diberi nama Aeris yang dikelilingi lusinan planet.Tak jauh dari lokasinya sekarang, Ada sebuah planet menyerupai bumi (Earth-Like World atau ELW istilahnya), hanya ratusan detik cahaya. Komputer mengidentifikasinya sebagai Aeris 6.

Betapa menyedihkan nama planet ini, disamakan dengan induknya hanya ditempeli ekor angka sebagai pembeda. Bandingkan dengan sistem tata surya yang dahulu. Setiap planet memiliki nama sendiri, Merkurius, Venus, Bumi, hingga Neptunus. Bahkan bongkahan batu seperti Ceres dan Vesta saja diberi nama unik. Sepertinya, dalam satu milenium ini, umat manusia sudah mengalami degradasi kreativitas yang kronis.

Dia memilih Aeris 6 sebagai target dan mengatur arah pesawatnya. Tiba-tiba dirinya dikejutkan oleh suara di interkom.

"Commander Revo!" suara seorang gadis terdengar. Revo bimbang, tak yakin untuk menjawab. "Commander Revo!" suara itu kini terdengar lebih kencang. "Nona Ava! Anda tidak apa-apa?" akhirnya Revo membalas.

Setelah pertempuran yang sengit tadi, dirinya baru ingat kembali bahwa masih ada tanggungan seorang penumpang serta beberapa ton kargo barang dagangan dari Sirius. Dalam perjalanan menuju Aldebaran, dirinya bertemu dengan pesawat perompak angkasa di sistem bintang Aeris ini. Revo tahu persis Sparrow Mk2 miliknya bukanlah tandingan Anaconda yang jauh lebih besar dan kuat. Dia bisa saja menyerah, membiarkan kapalnya dinaiki, dan barangnya dijarah. Namun dia tidak bisa membiarkan dirinya dan penumpangnya dijadikan budak. Karena itu dia melawan, lebih baik mati daripada ditawan.

"Aku tidak apa-apa. Apa yang baru saja terjadi?" suara di interkom menjawab.

"Kita diserang perompak, tapi berhasil lari. Tolong nona Ava segera ke kokpit. Lebih aman di sini."

"Baik"


Beberapa saat kemudian, seorang gadis melayang masuk ke ruang kokpit. Ia merangkak di atap kokpit, merayap di jajaran besi yang dipasang seperti anak rel di atap pesawat. Gadis itu mendekati Revo yang duduk di satu-satunya kursi di ruang kokpit. Sparrow Mk2 didesain untuk dinahkodai satu orang. Akan tetapi, Revo telah memodifikasi Agill sehingga bisa dinahkodai dua orang.

Gadis itu masih muda, sekitar awal dua puluhan. Rambutnya yang hitam panjang digelung agar praktis bergerak di ruang hampa. Dia mengenakan seragam standar luar angkasa, terusan ketat berwarna abu-abu yang menutupi seluruh badan dari leher hingga ujung kaki. Badannya tidak bisa dibilang seksi, justru cenderung kurus. Andaikan tidak ada dua tonjolan daging di dadanya, gadis itu mungkin akan dikira pria.

"Ah, nona Ava! Sebentar," akhirnya Revo memulai pembicaraan. Dia menekan sebuah tombol digital di layar hologram miliknya. Kursinya bergeser sedikit ke kiri, di sebelah kanannya sebuah kotak besi menyembul dari lantai. Kotak itu terbuka dan melipat-lipat dirinya sendiri, membentuk sebuah kursi pilot lengkap dengan tuas kendali dan panel hologram di depannya.

Revo memberi isyarat kepada gadis di atas kepalanya untuk duduk di kursi yang baru saja terbentuk. Hanya mengangguk diam, Ava segera melayang dan duduk di kursi barunya itu.

"Bagaimana kondisi kita, Commander?" gadis itu memberanikan diri bertanya.

"Well... kabar baiknya, kita masih hidup dan merdeka. Kabar buruknya, kondisi pesawat kritis. Aku ragu pesawat ini bisa bertahan dalam mode FTL hingga stasiun terdekat," Revo menunjuk indikator FTL di layar hologramnya yang berkedip merah dari tadi. "Jadi, aku memutuskan untuk mendarat di tempat aman yang terdekat. Kita akan sampai beberapa saat lagi. Pendaratan ini tidak akan mulus, jadi aku minta Ava pindah ke sini karena tempat ini lebih aman daripada kabin."

"Oke," suara Ava menyiratkan kekhawatiran. Matanya mulai berkaca-kaca. "Aku tidak menyangka perjalanan di luar angkasa akan berbahaya seperti ini."

"Space is always dangerous, my lady. Aku pikir Ava sudah paham sebelum menandatangani kontrak kita."

"Ya, aku tahu luar angkasa itu berbahaya. Tapi..." dia mulai terisak, "aku tidak pernah membayangkan akan seperti ini jadinya."

Di ruang tanpa gravitasi, jangan harapkan tetesan air mata akan melayang cantik bulir demi bulir seperti kristal. Kohesi membuatnya terkumpul dan enggan terpisah menjadi buliran, adhesi membuat ia berpegangan erat pada kulit. Jadilah dia seperti lendir bening yang menggumpal di kantong mata.

Ava berusaha tegar dan segera menyeka air matanya. "Maaf," katanya singkat.

"No worries, I've seen worse." Revo tidak terlalu ambil pusing dengan Ava. Petualangan ke angkasa adalah mimpi bagi beberapa crawler, makhluk merayap—istilah para pilot untuk menyebut para manusia yang enggan meninggalkan planet.

Jelas saja, ruang hampa menawarkan utopia. Hidup bergelimang harta dari perdagangan antar sistem bintang, memburu perompak, atau mengeksplorasi ratusan juta planet yang belum semuanya dipetakan. Semua itu memang tampak berkilau dari bawah sana. Yang jarang disadari para crawler adalah konsekuensinya. Kematian adalah hal yang wajar di ruang tanpa gravitasi.

Revo sadar dari lamunan saat mereka berdua tiba-tiba tersentak. Andaikan tidak terikat di sabuk pengaman di kursi, tentu saja tubuh mereka akan terpental ke depan menghantam kaca depan pesawat.

WARNING: FTL DRIVE CRITICAL! 13%

Fuck!

Mendarat di planet menggunakan FTL jauh lebih cepat dan aman daripada metode klasik seribu tahun lalu. FTL bisa dengan mudah dinonaktifkan pada jarak puluhan kilometer dari permukaan. Tidak perlu melakukan penghitungan astrofisika tentang atmospheric reentry yang rumit seperti zaman manusia pertama kali kembali dari bulan.

Sayangnya... sekarang Revo harus menghitung semuanya secara manual seperti zaman dahulu. Dia harus menentukan lokasi pendaratan, menonaktifkan FTL pada kecepatan yang tepat, membiarkan gravitasi bekerja menarik mereka, dan membiarkan atmosfer memperlambat kecepatan pesawat hingga akhirnya mendarat dengan aman. Teorinya hanya begitu, praktiknya tidak semudah itu.

Revo memilih tempat mendarat di sebuah teluk. Selanjutnya dia melakukan kalkulasi untuk menentukan kecepatan yang pas. Terlalu lambat, pesawat akan jatuh vertikal ditarik gravitasi dan menghantam planet dengan kecepatan tinggi. Terlalu cepat, semua akan sia-sia karena dia akan melewatkan planet tujuannya. Kemudian dia memperhitungkan gaya gesek dan menyesuaikannya dengan kecepatan awal. Terkutuknya wahai para newtonian dan ilmu fisika klasik kalian!

Pesawat itu kembali berguncang. Panel menunjukkan FTL Drive dalam kondisi 9%. Revo tahu bahwa dirinya harus segera mematikan FTL atau mesin itu akan mati dengan sendirinya, menyisakan Agill meluncur dalam kecepatan yang jauh dari optimal untuk pendaratan. Sebagai langkah terakhir, dia mengatur Agill untuk melakukan penyesuaian otomatis apabila terdapat deviasi yang tidak diperkirakan. Akhirnya, dia menonaktifkan FTL, membiarkan Sparrow kesayangannya meluncur bebas menuju Aeris 6 dalam ruang normal yang tidak terkompresi.

"Ava," dia menoleh ke arah gadis di sebelahnya yang sedari tadi diam terkagum melihat dirinya dengan lincah mengutak-atik panel.

"Ya, Commander."

"Jangan muntah ya," ujarnya sambil tersenyum kecut.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Tolong diteruskan ceritanya suhu... Ane suka ide ceritanya, imajinasi ente liar bgt suhu. Pls dilanjut
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd