Maaf agan agan and sista cuma mau ngeluarin isi hati aja.
Ibu Seribu Anak
Sering aku bercakap dalam hening,
Tapi ada hening yang lain malam mini.
Dinding putih tak lagi menampakan
ketentraman,
Yang terlihat tinggalah sedih.
Gordyn biru tak mampu perlihatkan
kedamaian,
Yang terasa kegundahan tak terkira.
Andai bisa ku ubah,
Ingin rasanya jaringan kabel peralatan di
ruang ini menjadi untaian akar
Tempat kita bergelantungan penuh ceria.
Andai aku mampu,
Ingin rasanya selang-selang penghantar
makanan itu kuganti menjadi untaian benang
Yang bisa kau rajut menjadi selimut seperti
yang pernah kau berikan waktu aku kecil.
Malam ini aku hadir disampingmu,
Sambil memegang besi pinggiran tempat
tidurmu yang dingin tak terperi.
Aku teringat puluhan tahun yang silam.
Masih kusimpan dalam ingatanku, selimut
putih bergaris biru yg melindungi badanku yg
ringkih dari dinginnya angin malam.
Masih terpatri dalam pikiranku, ejahan
pertama yg kau berikan Sabar.
Masih terpahat dihatiku, ngaji pertama yg
kau ajarkan ..Shalat.
Atap rumah yang tak seberapa luas, kau
sisihkan sebagian untuk diriku agar aku tak
terbuang tertelan jalanan.
Beras dan umbi yang tak seberapa didapat,
kau suapkan ke mulutku dengan kasih tak
bertepi.
Kau putarkan sinema tak berjudul, kau
gambarkan drama tanpa babak, sebuah
pelajaran tentang hidup :
Mun hayang peurah kudu peurih, mun
hayang ngakeul kudu ngakal
Pondok itu menjadi saksi kisah anak-anak
manusia,
Yang datang dan pergi silih berganti.
Bukan hanya aku, banyak yang sebelum dan
sesudahnya.
Mereka datang membawa duka, saat pergi
mereka tersenyum penuh suka.
Karena aku yakin, kau telah taburkan benih
sayang tak terhingga.
Bolehkah aku panggil dirimu Ibu ???
Karena bagiku kau adalah ibukku, ya .. Ibu
seribu anak .
Walau kau terdiam membisu, akau yakin kau
sedang riuh bercakap dan bercengkrama
dengan para malaikat membincangkan seribu
anak-anakmu.
Ibu seribu anak,
Aku dengan seribu anak lainnya ada di
sampingmu,
Berdoa dan bersimpuh pada Yang Kuasa
memohon kasih sayangNya untukmu
Love You Grandma
Ibu Seribu Anak
Sering aku bercakap dalam hening,
Tapi ada hening yang lain malam mini.
Dinding putih tak lagi menampakan
ketentraman,
Yang terlihat tinggalah sedih.
Gordyn biru tak mampu perlihatkan
kedamaian,
Yang terasa kegundahan tak terkira.
Andai bisa ku ubah,
Ingin rasanya jaringan kabel peralatan di
ruang ini menjadi untaian akar
Tempat kita bergelantungan penuh ceria.
Andai aku mampu,
Ingin rasanya selang-selang penghantar
makanan itu kuganti menjadi untaian benang
Yang bisa kau rajut menjadi selimut seperti
yang pernah kau berikan waktu aku kecil.
Malam ini aku hadir disampingmu,
Sambil memegang besi pinggiran tempat
tidurmu yang dingin tak terperi.
Aku teringat puluhan tahun yang silam.
Masih kusimpan dalam ingatanku, selimut
putih bergaris biru yg melindungi badanku yg
ringkih dari dinginnya angin malam.
Masih terpatri dalam pikiranku, ejahan
pertama yg kau berikan Sabar.
Masih terpahat dihatiku, ngaji pertama yg
kau ajarkan ..Shalat.
Atap rumah yang tak seberapa luas, kau
sisihkan sebagian untuk diriku agar aku tak
terbuang tertelan jalanan.
Beras dan umbi yang tak seberapa didapat,
kau suapkan ke mulutku dengan kasih tak
bertepi.
Kau putarkan sinema tak berjudul, kau
gambarkan drama tanpa babak, sebuah
pelajaran tentang hidup :
Mun hayang peurah kudu peurih, mun
hayang ngakeul kudu ngakal
Pondok itu menjadi saksi kisah anak-anak
manusia,
Yang datang dan pergi silih berganti.
Bukan hanya aku, banyak yang sebelum dan
sesudahnya.
Mereka datang membawa duka, saat pergi
mereka tersenyum penuh suka.
Karena aku yakin, kau telah taburkan benih
sayang tak terhingga.
Bolehkah aku panggil dirimu Ibu ???
Karena bagiku kau adalah ibukku, ya .. Ibu
seribu anak .
Walau kau terdiam membisu, akau yakin kau
sedang riuh bercakap dan bercengkrama
dengan para malaikat membincangkan seribu
anak-anakmu.
Ibu seribu anak,
Aku dengan seribu anak lainnya ada di
sampingmu,
Berdoa dan bersimpuh pada Yang Kuasa
memohon kasih sayangNya untukmu
Love You Grandma