Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Oshi [TAMAT]

Bimabet
Mau spoiler gak?

Spoiler dikit aja ya,..

"Ah,.. Adriaan.. Stop! Stop! Aaahh,....." teriak Shani diselingi sedikit jeritan.

"Bentar, Shan.... Sabar. Dikit lagi nyampe..." balasku sambil mempercepat gerakanku.

"Pelan-pelaan! Aaaahhh...."
Saya mencium aroma plot twist hmmmmm :papi:
 
Mau spoiler gak?

Spoiler dikit aja ya,..

"Ah,.. Adriaan.. Stop! Stop! Aaahh,....." teriak Shani diselingi sedikit jeritan.

"Bentar, Shan.... Sabar. Dikit lagi nyampe..." balasku sambil mempercepat gerakanku.

"Pelan-pelaan! Aaaahhh...."
Kuy lah di update wkwkwkwk jdi penasaran wkwkwkwk
 
Mau spoiler gak?

Spoiler dikit aja ya,..

"Ah,.. Adriaan.. Stop! Stop! Aaahh,....." teriak Shani diselingi sedikit jeritan.

"Bentar, Shan.... Sabar. Dikit lagi nyampe..." balasku sambil mempercepat gerakanku.

"Pelan-pelaan! Aaaahhh...."

Ini shani sama adrian lg main ayunan ya hu?

:cif::cif:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Mau spoiler gak?

Spoiler dikit aja ya,..

"Ah,.. Adriaan.. Stop! Stop! Aaahh,....." teriak Shani diselingi sedikit jeritan.

"Bentar, Shan.... Sabar. Dikit lagi nyampe..." balasku sambil mempercepat gerakanku.

"Pelan-pelaan! Aaaahhh...."
Sundul duluh
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
"Hai Cia, pantesan dipanggil-panggil gak dateng, taunya casting disini."

itu lah alasan Yurei gak dilanjut. Main Heroinenya banting stir jadi idol.



wadow pake bawa2 Main chara Beta bung.
Tapi beneran Beta setuju, cuma bagian atasnya mesti diupgrade.

kalo upgrade, tinggal setting sama babang rossi aja atau beli obat perbesar tetek
 
Kalo di update selanjutnya Shani nya dibikin nangis lagi kira kira gimana? :pandaketawa:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Part 17: Crispy Ring (Apology 2.0)

Sebenarnya ini adalah cerita tentang proses Adrian minta maaf pada Shani.
Tapi kali ini dari sudut pandang Shani. Maka dari itu ada alternatif title nya seperti itu. Sebenarnya gak perlu sih, cuma biar seru aja dan biar saya kesannya update banyak.
Hehehe.
Tapi, nanti ada cerita lagi kok setelah itu. Baca aja.
Kalo nanti ternyata gak ada ya,.. berarti saya salah.
Eits, jangan langsung discrool ke bagian akhir dong.
Emang nonton bokep pake di skip skip segala.

OK. Langsung mulai saja.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
P.O.V Shani
(Apology 2.0)

Screenshot_2018_09_17_22_41_51_1.jpg


Aku melihat Hp-ku. Menunggu.

Apa hari ini dia cuma mau nelfonin aku lagi ya?, batinku.

Aku kembali melihat layar Hp-ku lagi, password nya masih sama, pola 'setengah hati' yang dia dibuat. Aku suka banget sama pola ini. Aku suka sama semua yang dia lakuin buat aku. Kecuali waktu dia bohong.

"Aku sudah tahu, kamu memang lucu
Saat ku lihat kedua matamu.~"

"Nyanyi apa, ci?" tanya Gracia.

"Ah, gak. S-siapa yang nyanyi" balasku

Kenapa aku nyanyiin lagu itu sih?
Lagu yang sering dia nyanyiin buat godain aku.

"Ini, ci. Minum dulu, jangan nangis terus" tawar Gracia sambil meletakkan segelas air di meja didepanku.

"I-iya, Gre. Makasih ya, maaf aku udah ngerepotin kamu. Gara-gara aku nginep disini, kamu gak bisa jalan-jalan sama keluarga kamu"

"Ah, gapapa. Aku juga lagi males keluar kok, capek habis kegiatan kemaren" balasnya.

4.jpg


Sekarang aku sedang berada di rumahnya Gracia, di ruang tengahnya. Duduk di sofa. Aku numpang menginap disini. Menunggu dia menjemputku.

B-bukan berarti aku pengen dia jemput aku ya.
C-cuma,.. itu,... apa,... aku gak enak aja sama Gracia. Udah 2 malem aku nginep disini.

"Gimana, ci? Masih,.. Eh, itu kan-"

Aku langsung mengambil Hp-ku yang tadi sempat kuletakkan di atas meja dengan cepat.

"K-kenapa? Kenapa, Gre?"

Apa tadi Gracia sempet lihat ya?
Apa Gracia lihat wallpaper Hp aku tadi?

Wallpaper Hp ku 'masih' foto dia, foto yang diambil saat kami di Jogja.
Wallpaper Hp-ku terpasang fotonya. Sebaliknya, wallpaper Hp-nya terpasang fotoku. Jika Hp kami ditaruh bersebelahan, akan terlihat seperti kami berdiri bersebelahan. Karena memang foto itu diambil saat kami berdiri bersebelahan. Dia tersenyum lucu di foto ini.

Senyumannya itu lho, gemesin banget sih. Aku pengen liat senyuman itu lagi.

"Ah, itu,.. Gimana, Ci? Masih belum mau pulang? Belum mau maafin kak Adrian?" tanya Gracia sambil tersenyum-senyum kecil.

"Gak usah disebut, Gre! Aku masih sebel sama dia" kataku sebal.

Aku udah ceritain semuanya ke Gracia. Dia sahabat aku, jadi gak perlu ada yang ditutup-tutupin. Meskipun ada beberapa bagian yang aku 'samarkan'.

"Iya iya, ci. Maaf" kata Gracia memelas. "Jadi gimana?" tanyanya lagi.

"Kan dia belum minta maaf, Gre. Lagipula kalo dia emang beneran mau minta maaf, harusnya dia susulin aku kesini dong" kataku.

Sebenernya aku udah pengen pulang, tapi aku masih sebel sama dia. Dia harus minta maaf dulu.

"Emang kak Adrian tau kalo ci Shani ada disini?" tanya Gracia lagi.

"Jangan disebut, Gre!" kataku lagi. Sebal.

"Iya, maaf. Tapi kan, ci, dia gak tau rumah aku. Kalo kak Ad.. Kalo dia tau rumah aku, nanti ci Shani marah lagi. Curiga. Disangkanya aku ada apa-apa sama kak Ad.. sama dia. Mungkin aja dia masih nyari ci Shani ditempat lain" kata Gracia.

Pokoknya aku gak mau tau, aku gak mau nyebut ataupun denger nama Adrian sebelum dia minta maaf. Titik!

"EHH?!" kataku Reflek.

Tuh, kan malah kesebut sendiri. Iiihh.

"Eh??" sahut Gracia bingung.

"Ah, itu,.. apa,... Aku gamau tau, pokoknya dia harus nemuin aku disini, terus jelasin semuanya" kataku.

Lagian aku udah bilang kok ke dia kalo aku bakal kesini sebelum aku pergi dari rumahnya, batinku.

"Tapi kan-"

TOK TOK TOK

Pintu rumah Gracia ada yang mengetuk.
Apa jangan-jangan,..

"Nah, lho. Kalo itu kak Adrian gimana, ci" kata Gracia menggodaku dengan tersenyum.

"Ish, apa sih. Kalo itu Adrian bilang aku gak ada disini" kataku.

"Ih ihh, disebut sendiri" kata Gracia menggodaku.

"Kamu sih. Udah. Pokoknya kalo itu dia, bilang aja aku gak ada" kataku lagi.

"Lho, gimana sih, ci?" tanya Gracia bingung.

Aku pengen ketemu Adrian, tapi aku belum siap. Takutnya aku salah tingkah, soalnya apapun yang dia lakuin pasti selalu bisa buat aku seneng, kecuali saat dia bohong ya.

"Udah, pokoknya bilang aja gitu"

"Gak janji ya, hehe" balas Gracia kemudian tertawa.

TOK TOK TOK

Terdengar lagi suara ketukan pintu.
Gracia lalu menuju pintu untuk menemui orang yang daritadi mengetuk pintu itu. Sedangkan aku, bersembunyi di balik sofa.

Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.

Lama,.. bikin penasaran aja.
Beneran dia apa bukan ya.
Pengen lihat.
Tapi,.. kalo nanti aku ngintip,.. dia bisa lihat aku dong.
Tapi apa emang bener dia?
Duuuhh,.. Bingung.
Gimana ya?, pikirku.

"Ngapain, ci?" tanya Gracia tiba-tiba.

"Ah, gak,.. itu,.. apa,... Siapa tadi?" tanyaku balik.

"Oh, itu,.. Sales panci" jawab Gracia.

"Oh,.." balasku sedikit kecewa.

"Ngarepin kak Adrian yang dateng ya. Ups,.. kesebut lagi deh" kata Gracia dengan sengaja tapi seakan dia buat tidak sengaja.

"GREEE!!"

"Hehehe. Sorry, ci sorry"

Jangan disebut terus dong,.. Kan nanti aku jadi tambah,.. Aaahh,....

Kamu kemana aja sih?
Susulin aku kesini!
Masa kamu cuma nelfon doang kayak kemaren-kemaren?
Sini cepetan!
Susulin aku, Adrian!

Duh, malah kesebut lagi kan.

TOK TOK TOK

Terdengar lagi suara ketukan pintu.

"Duh, mau apa lagi sih. Bentar lagi ya, ci" kata Gracia sambil terlihat sebal.

TOK TOK TOK

"Bentar ya, ci" kata Gracia sambil berjalan kearah pintu depan.

Siapa ya?, pikirku.

"Mau apa lagi sih!!" teriak Gracia sesaat setelah membuka pintu.

Orang itu kelihatan kaget.

Eh, itu kayaknya Ad...

Aku langsung berjongkok dan kembali bersembunyi di balik sofa.

Duh, tadi hampir kesebut lagi kan, batinku.

Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, yang terdengar jelas hanya suara tawa mereka.
Akhirnya karena penasaran, aku mengintip siapa yang berbicara dengan Gracia. Dan ternyata itu memang Adrian.
Tunggu, Gracia mau pergi kemana?
Dan kenapa juga Adrian masih diem di depan pintu?
Apa Gracia ngasih tau Adrian kalo aku disini?
Tapi kenapa Adrian masih diam saja?
Kenapa Adrian gak langsung masuk?

Eh, kesebut berapa kali tadi itu?

Dia liatin apa sih?
Oh, aku tau. Dasar cowok.

"Udah puas ngelihatin pantatnya Gracia" kataku menegurnya.

"Eh, Oh. Hai, Shan" sapanya dengan tersenyum seperti tak punya dosa apapun.

Aku diam saja tanpa menjawab sapaannya, lalu kembali duduk di sofa dan aku juga memasang wajah marah agar dia gugup dan sepertinya itu berhasil.

IMG_20180820_180948.jpg


"Eh, gak. Anu, itu. Siapa yang ngelihatin pantatnya Gracia. Kamu apa kabar? Kok disini?" katanya lalu masuk ke dalam.

"Jadi kamu kesini gak mau nemuin aku?" tanyaku berusaha sejudes mungkin.

"Siapa bilang? Aku kesini mau nyariin kamu kok. Suer" balasnya sambil tersenyum.

Aku tidak menjawabnya, aku terlalu fokus pada senyumannya. Manis sekali sih.
Duh, bukan waktunya buat luluh.

"Aku duduk ya" katanya lalu duduk di depanku.

"Pintunya tutup dulu" kataku.

"Lho, ini kita cuma berduaan lho, Shan. Kalo pintunya ditutup nanti jadi fitnah. Di rumahnya orang lagi" balasnya.

"Ish, apa sih. Jadi kenapa mau nemuin aku?" tanyaku.

"OK. Sekarang serius, Shan" katanya sambil menarik nafas. "Aku nyariin kamu, mau jelasin semuanya sekaligus minta maaf kalo aku punya salah sama kamu" katanya dengan nada serius.

Aku terdiam mendengarnya bicara seperti itu.

"Kamu siap dengerinnya?" tanyanya.

IMG_20180726_231611.jpg


Aku hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaannya itu.

"OK. Aku mulai" katanya.

Dia lalu menceritakan semuanya, mulai dari awal pertemuannya dengan Thacil. Hubungannya dengan Thacil. Kisahnya dengan kak Shania yang bahkan aku tidak pernah menduga sebelumnya kalau hubungan mereka lebih dari sekedar teman. Dan satu lagi, nama yang tak pernah aku duga akan disebut di ceritanya. Okta. Okta juga pernah melakukan hal itu dengan Adrian. Bahkan saat melakukannya dia masih,..
Sampai yang terakhir, yaitu kejadian dua hari lalu saat aku pergi dari rumahnya.

"S-stefi?" tanyaku saat aku selesai bercerita.

"Stefi?"

"Kamu dapet paket apa dari Stefi? Trus,.. trus apa hubungan kamu sama dia?" tanyaku lagi.

Aku penasaran, ada hubungan apa diantara mereka?
Karena itu yang buat aku jadi bener-bener sebel sama dia.
Kenyataan kalo ada lebih dari satu gadis yang dia 'sembunyikan' selama ini.

"Hey!" panggilku. "Kok ngelamun? Kamu ada hubungan apa sama Stefi?" tanyaku sekali lagi.

"Ah. A-aku gak ada hubungan apa-apa sama Stefi, itu yang perlu kamu inget, Shan. Dan soal paket dari Stefi, itu cuma tiket buat HS sama dia. Aku sendiri gak tau kenapa dia ngelakuin hal itu. Tapi yang pasti,.." katanya menggantung. "Kamu mau aku jujur kan?" tanyanya.

Aku kembali mengangguk. Ya, aku pengen dia jujur. Meskipun mungkin itu menyakitkan.

"Aku bingung sama diri aku sendiri. Aku ngerasain sesuatu yang beda waktu kemaren HS sama Stefi"

"M-maksud kamu?" tanyaku bingung.

Tunggu,.. Apa itu artinya dia jatuh cinta sama Stefi?
Gara-gara aku marah padanya?
Terus dia HS sama stefi, Adrian jadi suka sama Stefi?
Semudah itu?

"Tapi, itu bukan cinta, Shan" katanya lagi seakan menjawab pertanyaan dalam pikiranku.

Apa dia bisa tau apa yang aku pikirkan?
Lalu,.. lalu jika bukan cinta, itu apa?

"Jujur. Aku akuin, aku sayang sama Stefi. Tapi, itu cuma perasaan sayang yang ingin melindungi, bukan memiliki. Mungkin sama kayak perasaan aku sama member lain. Tapi,.. yang aku rasain kemaren itu, aku gak tau apa" katanya menjelaskan.

Sekali lagi dia seperti membaca pikiranku.

"Itu.. udah semuanya?" tanyaku.

"Tunggu kayaknya ada yang kelewat deh" katanya sambil menggigit bibirnya.

Tunggu,..
Apa?!! Masih ada lagi?

Duh, jangan gigit-gigit bibir dong.

"Oh iya, aku belum cerita soal aku ini mantan nya Manda ya" katanya kemudian.

Aku hanya bisa terbengong mendengarnya.

"Aku ceritain juga ya. Sekalian lah" katanya.

Akhirnya Adrian juga menceritakan kisahnya dengan Manda, awal pertemuan mereka sampai alasan mereka putus.
Denger ceritanya sama Manda aku jadi agak cemburu. Tapi sekarang aku bisa lega soalnya mereka udah gak sama-sama lagi.

Tapi, tunggu!
Itu gak jamin Manda gak balik lagi kan. Apalagi, dia udah bukan member yang artinya gak ada larangan golden rules yang ngiket dia lagi.
Aduh, aku harus gimana ya?

"Jadi,.. itu udah semuanya. Udah semua yang aku ceritain yang mungkin perlu kamu tau tentang aku, Shan" kata Adrian saat selesai bercerita.

"Jadi,.. Intinya kamu sama Thacil gak pacaran?" tanyaku.

"Hah? Apa? Astaga, enggak, Shan" katanya menegaskan. "Dia bilang ke kamu kalo aku pacarnya? Aku sama dia gak ada hubungan apa-apa, ya cuma hubungan,... ya,.. yang udah aku jelasin tadi"

Aku tidak menjawabnya, aku hanya bisa menundukkan kepalaku memikirkan semuanya. Berusaha mencerna cerita Adrian.

"Oh iya, Shan. Ini juga perlu kamu tahu" katanya lagi. "Mungkin ini cuma alasan aku aja, cuma pembelaan aku aja. Tapi, alasan kenapa aku bisa sampe kayak gitu, mungkin,.. karna waktu itu gak ada orang yang bisa nyemangati aku disaat aku merasa kehilangan. Aku gak punya orang untuk disayang ataupun orang yang sayang sama aku. Aku jauh dari orang tua. Aku kehilangan oshi. 2 kali. Aku juga gak punya pacar, maksud aku gak punya orang yang bisa diajak berbagi kasih. Waktu itu, aku terpuruk banget. Dan saat keadaan aku kayak gitu, aku ketemu Thacil. Dia ngasih aku sedikit 'hiburan' dengan menawarkan 'hubungan tanpa perasaan' itu. Tapi sekarang aku sadar, kalo itu kesalahan terbesar aku"

Adrian pernah ngerasain kesedihan yang kayak gitu?
Dan aku?
Aku udah egois langsung ngejudge dia dan gak mau dengerin penjelasannya dulu waktu itu?
Kok kesannya aku yang jahat ya.
Kalo gitu, habis ini aku harus jadi orang yang berarti buat dia.

"Aku emang gak pantes dapet maaf kamu, Shan. Terutama setelah kamu tau semua itu. Setelah aku pikir, gak mungkin juga kamu mau maafin aku kan. Tapi aku masih pengen ngucapin ini" katanya sambil mengulurkan tangannya di depanku. "Shan, aku minta maaf" lanjutnya.

Jujur, aku emang kecewa waktu dia bohongin aku. Tapi setelah dengerin ceritanya dia barusan, ada sebuah perasaan yang muncul di dadaku. Bukan, aku gak ngerasa sesak, bukan juga rasa sakit.
Tapi perasaan lega. Ya, perasaan lega.
Lega soalnya dia udah berusaha nemuin aku dan udah berani ngomong jujur dengan ceritain semuanya.

Aku ngangkat kepala aku yang daritadi nunduk terus ngelihat dia yang lagi senyum sambil nungguin aku nyambut uluran tangan dia.
Tapi, aku gak nanggepin uluran tangannya itu.
Aku tepis tangannya terus aku langsung menghambur ke arahnya untuk meluk dia.

Yang aku rasa saat ini?
Bahagia.
Aku bener-bener bahagia.
Aku gak pernah sebahagia ini.

"Ngapain sih. Pake ngulurin tangan segala. Ini bukan event HS. Aku lebih nyaman kayak gini. Makasih udah jujur. Aku juga minta maaf udah ngambek kayak anak kecil tanpa ngasih kamu kesempatan buat jelasin dulu., tanpa aku tahu kalo kamu pernah ngalamin hal yang menyedihkan dimasa lalu. Pernah ngerasain kesedihan yang dalem. Aku bakal balik kerumah" kataku sambil mempererat pelukanku.

"Iya, Shan iya. Udah dong, jangan kenceng-kenceng meluknya. Sesek lama-lama" katanya sambil menepuk-nepuk punggungku.

"Eh, iya. Maaf ya maaf" balasku lalu melepaskan pelukanku

Lalu aku duduk disebelahnya.

IMG_20180726_231609.jpg


"Tapi kamu harus janji, gak usah ngelakuin hal-hal kayak gitu lagi ya" kataku lagi.

"Iya, Shan. Aku bakal segera ambil tindakan soal Thacil, kalo Okta gampang lah. Shania... mudah-mudahan bisa deh, kalo Stefi,.. kayak yang aku bilang tadi, aku masih bingung" kata Adrian.

"Ya udah, gak usah buru-buru. Kalo perlu, nanti aku bantu" kata Shani sambil berpindah ke sebelahku. "Yang penting, sekarang kamu gak usah khawatir lagi. Karna kamu udah punya orang untuk berbagi kasih. Yaitu aku. Lagian, mumpung sekarang kita cuma berdua,..." kataku menggantung.

Sekarang kami saling berhadapan, wajah kami begitu dekat. Aku bisa merasakan nafasnya yang hangat didekat wajahku.
Aku lalu memejamkan mataku dan memajukan wajahku hingga,...

"Cek cek e'hem"

3.jpg


Suara Gracia yang baru datang membuyarkan momen romantis ini.

"Kalo mau gituan jangan di rumah orang dong. Pulang dulu sana" kata Gracia.

"Ish, apa sih Gre" kataku gugup.

"Eh, Gracia udah balik?" tanya Adrian.

"Kak Ads ya, disuruh jagain rumah malah mau ena2. Kalo mau ena2 ini pintunya ditutup dulu ish" kata Gracia.

"EHH!!" kataku dan Adrian bersamaan.

"Cia~, kompakan. Jodoh ya, jodoh ya" kata Gracia menggoda kami.

"Ish, apa'an sih Gre" kataku.

"Haha, doain aja ya" kata Adrian.

"Mas, jangan bikin malu ih" kataku sambil memukul pelan pundak Adrian.

"Cia~, punya panggilan kesayangan ya. Ihiw ci Shani kiw kiw" goda Gracia lagi.

Aku hanya bisa menundukkan kepalaku guna menyembunyikan wajahku yang sepertinya memerah.

"Udah baikan ya?" tanya Gracia.

"Alhamdulillah. Makasih ya Gracia. Ehm,.. Gracias. Hehe" balas Adrian.

"Sama-sama kak. Ci Shani jangan lupa janjinya ya. Oh iya mau balik kapan?" tanya Gracia.

"Ngusir nih?" kata Adrian.

"Bukan gitu, kak Ads. Kan mendingan cepet-cepet balik trus lanjutin yang tadi, daripada kentang kan" kata Gracia.

"Graciaaaa!! Iihhhh" kataku menahan malu.

"Terserah Shani sih. Mau langsung balik?" tanya Adrian padaku.

"Iya deh, langsung balik aja. Daripada disini, ada penggangu!" kataku menyindir Gracia dan melotot ke arahnya.

"Cia~, gak sabaran nih. Ngebet banget kayaknya" kata Gracia yang masih saja menggodaku.

"Udah udah. Jangan digodain terus Shani nya, muka nya udah merah banget lho dia" kata Adrian membela Shani.

"Ihiw, dibelain nih ya" kata Gracia lagi.

"Udah udah. Shan beres-beres dulu gih" kata Adrian padaku.

"Gak usah, ci Shani udah beberes daritadi kok. Dia yakin banget kalo hari ini bakalan dijemput sama kakak" kata Gracia.

"Oh ya?" tanya Adrian.

"Iya kak, ci Shani juga-"

"Udah-udah ayok pulang. Gre makasih ya. Aku pamit dulu" kataku memotong perkataan Gracia lalu mendorong Adrian dari belakang.

"Ya udah, hati-hati ya. Awet-awet. Ditunggu undangannya" kata Gracia pada kami.

Aku mendorong Adrian dari belakang untuk keluar dari rumah Gracia, tapi Gracia tiba-tiba mencolekku dan berkata,..

"Barang-barangnya mau ditinggal, ci? Kan masih ada dikamar aku"

"Eh, oh. Y-ya udah, aku ambil dulu" kataku lalu berjalan menaiki tangga. "Jangan ngomong macem-macem ya, Gre" ancamku pada Gracia.
.
.
.
Horee!!
Akhirnya aku bisa serumah lagi sama Adrian.
Oke, sekarang cepet-cepet ambil barang terus kedepan lagi sebelum Gracia ngomong 'aneh-aneh' sama Adrian.

Duh, sekarang malah aku sebut terus namanya.

Tapi, perasaan aku sekarang kok tiba-tiba jadi enggak enak ya?
Apa Adrian masih nyembunyiin sesuatu?
Atau jangan-jangan,.. Gracia,...

Aku langsung buru-buru menuruni tangga, aku lihat pemandangan yang bikin aku cemburu. Adrian dan Gracia liat-liatan
Iya, cuma liat-liatan. Tapi itu aja udah bikin aku cemburu.

"E'hem"
.
.
.
.
.
.
.
.
POV Adrian

Hey, hey, hey!
Balik lagi ke sudut pandangku Adrian si jagoan kalian semua... Hahaha,...
Sebelum membaca tulisan dibawah, aku peringatkan dulu kepada kalian semua karena,..
Dibawah ini adalah cerita tentang kemesraanku dengan Shani setelah kami kembali bersama. Mau pamer aja ya kan.
Jangan iri ya, jangan iri ya.
Tapi sebelum itu,..
Shani nya malah sempat,...
Ah udah lah, langsung mulai,...
.
.
.
.
.
.
.
.
Shani mendorongku dari belakang untuk keluar dari rumah Gracia, tapi dia menghentikan dorongannya setelah Gracia berkata,..

"Barang-barangnya mau ditinggal, ci? Kan masih ada dikamar aku"

"Eh, oh. Y-ya udah, aku ambil dulu" kata Shani seperti salah tingkah lalu berjalan menaiki tangga. "Jangan ngomong macem-macem ya, Gre" ancam Shani pada Gracia.

Aku hanya tersenyum melihat tingkah mereka berdua, tapi sesaat kemudian aku merasakan hal yang aneh.

"Ada apa?" tanyaku yang menyadari sedang ditatap Gracia.

"Gak. Gapapa" jawabnya datar lalu memandang ke arah lain.

7061642d6d656469612d736572766963652f53746f7279496d6167652f.jpg


Aku bisa melihat sesuatu di sudut matanya, seperti ada yang sedang dia sembunyikan.
Tak lama, Gracia kembali menatapku.
Kami saling menatap satu sama lain selama beberapa saat sampai,..

"E'hem"

Suara Shani menyadarkan kami.

IMG_20180721_060135.jpg


"Eh, Shan. Udah ngambil barangnya?" tanyaku basa basi.

"Kamu baru beberapa menit tadi minta maaf, sekarang udah mau selingkuh lagi? Sama sahabat aku sendiri?" kata Shani sewot.

"Eh, enggak, Shan. Tadi aku cuma-"

"Iya, ci. Tadi aku digombalin, dirayu-rayu gitu" kata Gracia memotong perkataanku sambil memeluk tubuhnya sendiri seakan berusaha melindungi dirinya.

Nih, anak kenapa sih?, pikirku.

Aku melihat ke arah Shani, dia melipat tangannya kedepan dan memasang ekspresi marah yang membuatku semakin gemas.

"Shan, aku gak-"

"Bercanda kok, ci" potong Gracia lagi.

Nih anak kayaknya hobi motong omongan orang ya, udah kayak si penulis aja.
Jodoh kali ya. (AMIN)

Lah, dia nyahutin lagi.

"Kak Adrian barusan gak gombalin aku kok, tapi tadi waktu baru dateng. Hehehe" kata Gracia lagi sambil tertawa.
.
.
.
.
.
.
.
"H-helm nya, Shan" kataku sambil menyerahkan helm pada Shani.

Shani memandangku sinis. Seperti curiga akan sesuatu.

"Kamu kenapa, Shan?" tanyaku.

Shani tidak menjawabku dan hanya mengambil helm di tanganku.

"Masa kamu marah lagi? Gracia tadi cuma bercanda doang. Kayak kamu gak kenal dia aja"

Shani masih diam.

"Shan" panggilku.

"Apa sebenernya yang kamu sembunyiin?" tanyanya tiba-tiba.

"Hah?"

"Kamu belum jujur sepenuhnya kan. Kenapa gak mau jujur aja dari awal? Kenapa kamu harus bohong? Buat ngelindungin siapa? Thacil? Stefi? Kak Shania? Okta? Manda? Atau jangan-jangan,.. diri kamu sen-"

"Kamu" potongku. "Kamu alasan aku bohong. Aku ngerasa gak pantes buat kamu, Shan. Maksud aku,.. liat kamu" kataku sambil menggerakkan tanganku menunjuknya.

Shani hanya terdiam.

"Kamu sempurna, Shan"

"Eh?!"

"Sedangkan aku apa?" tanyaku.

"Tapi,.."

"Dan alasan terbesarnya adalah,.. aku gak mau bikin kamu kecewa, Shan"

"Kamu ngelakuin itu buat aku?"

"Aku gak mau bikin kamu kecewa dengan ngerusak impian kamu. Cowok idaman kamu sejak kecil, sosok 'pangeran berkuda putih' impian kamu, sebenernya cuma seorang ba-"

"Stop!" potongnya. "Kamu gak kayak gitu. Kamu,.. kamu lebih baik daripada itu" tambahnya.

"Shan,.."

"Maaf, aku,... Aku gak langsung sadar sama hal sepele kayak gitu. Sebenarnya tadi aku gak marah sama kamu. Karna aku gak bisa. Aku gak mau. Beberapa hari terakhir ini nyiksa banget buat aku karna harus terpaksa marah sama kamu" lanjutnya.

Jadi,.. sebenarnya bukan cuma aku yang merasa tersiksa dan terpuruk selama 2 hari ini.
Shani juga?

"Kamu tadi gak mau ngomong alasan kamu yang sebenernya karna takut buat aku jadi merasa bersalah juga kan"

Aku hanya mengangguk.

"Tapi cara kamu itu-"

"Salah. Memang. Karna jauh dari lubuk hati aku yang terdalam, alasan sebenarnya adalah aku yang gak mau kehilangan kamu"

Shani kemudian maju dan memelukku lagi. Erat. Lebih erat dari yang tadi.
Tapi kali ini aku tidak ingin dia melepaskannya, kali ini aku juga ikut membalas pelukannya dengan tak kalah erat.

"Cek cek e'hem"

Suara ini,..
Aku dan Shani reflek langsung melepaskan pelukan kami.
Disamping pagar ada Gracia yang sedang berkacak pinggang.

"Mau sampe kapan mesra-mesraan di depan rumah orang?"

61642d6d656469612d736572766963652f53746f7279496d6167652f.jpg

.
.
.
.
.
.
.
"Mas" Shani memanggil ku dari belakang saat aku membonceng nya dalam perjalanan pulang dari rumahnya Gracia dan sekarang kami sedang berhenti karna lampu lalu lintas sedang merah.

Aku sengaja tidak menjawabnya dan lebih memilih untuk melihat keadaan sekitar.

"Maass!" panggilnya lagi.

"I-iya, Shan. Apa, Shan?" jawabku akhirnya sebelum dia benar-benar marah karena sikap 'cuek' ku tadi.

"Kamu ngapain sih? Daritadi celingukan gak jelas, lagi nyari apa sih?" tanyanya.

"Itu, aku cuma liat, kira-kira ada polisi gak. Aku takut ditilang soalnya" balasku.

"Kenapa takut? Kita kan pake helm, trus gak ada yang salah juga di motor kamu. Atau,... Kamu gak bawa surat-surat?"

"Bawa kok"

"Trus? Kenapa takut?"

"Aku takut soalnya, kita lagi boncengan bertiga, aku, kamu, dan cinta" jawabku.

"Apa sih. Malah gombal"

"Hehehe"

"Ngomong-ngomong, kamu belum mandi ya" kata Shani.

"Eh. I-iya. Bau ya?" tanyaku.

"Gak sih cuma tadi waktu kita..." katanya menggantung.

"Waktu kita?" tanyaku.

"Itu,.. apa,... kayaknya jumlah parfum yang kamu pake lebih banyak dari biasanya" kata Shani.

Jadi itu alasannya.

"Jadi,.. kamu bukan lagi marah kan" tanyaku.

"Marah? Kenapa aku harus marah? Kan kita udah baikan" tanyanya balik.

"Ya,... Habisnya,.. Kamu gak mau pegangan sama aku, takutnya kamu masih marah gara-gara tadi" kataku lagi.

"Enggak. Aku gak marah kok" jawabnya.

"Kalo gak marah, kok gak pegangan aku?" tanyaku lagi.

"Gamau, ah. Kamu belum mandi" jawabnya dengan suara lucu. "Bau!" ledeknya.

"Kalo udah mandi, mau?"

IMG_20180806_001040.jpg

.
.
.
.
.
.
.
"Mandi yuk!" kataku begitu kami masuk dalam rumah.

Shani langsung memasang wajah kaget kemudian secara tiba-tiba menjewer telingaku.

"Aduh duh, Shan. Maaf. Maksud aku bukan gitu, maksudnya mandinya sendiri-sendiri, Shan. Tempatnya beda, kamar mandinya beda. Waktunya aja yang barengan" kataku.

"Ooohh" jawab Shani singkat.

Tapi ini kok tangannya masih jewer telinga aja ya.

"Iya, kamu juga belum mandi kan" kataku lagi.

"Emang aku kelihatan belum mandi ya?" tanyanya sambil menjewer telingaku lebih keras lagi.

"Tetep cantik kok, Shan. Sempurna" pujiku. "Kamu sempurna Shani" kataku reflek.

"Ish, apa sih" balasnya lalu melepaskan jewerannya.

Aku memegangi telingaku yang baru saja selesai dijewer Shani.

"Ini rumah, kamu apain aja selama aku gak ada?"

Hah?
Maksudnya apa?

"Gak aku apa-apain kok" jawabku jujur.

Tiba-tiba Shani kembali menjewer ku lagi.

IMG_20180506_172235.jpg


"Gak kamu bersihin?" tanyanya.

"E-engak" jawabku.

Shani melepaskan jewerannya kemudian berkata,..

"Sekarang kamu bersihin. Aku mau mandi dulu" perintahnya. "Kamu jangan coba-coba buat-"

"Ya udah iya. Mandi sana" kataku sambil memutar tubuhnya dan mendorongnya. "Bau!" ledekku.
.
.
.
.
.
.
.
Duh, Shani kalo mandi lama ya,..
Aku sudah menyapu rumah, sudah mandi juga.
Tapi dia belum selesai juga mandinya.
Ngapain aja sih di kamar mandi.


(Kalo pengen tau, ya intipin sana)

MATAMU!


"Jadi ini kita?" tanya Shani yang tiba-tiba muncul saat sudah selesai mandi dan berganti baju. "Adriaaann!! Udah dibilangin berapa kali, jangan tiduran di sofa posisi kebalik gitu" bentak Shani yang melihat posisiku saat ini.

"Jadi dong. Yuk!" balasku yang langsung berdiri dan berjalan keluar.
.
.
.
.
.
.
.
"Belanja apa aja?" tanya Shani di tengah perjalanan menuju supermarket.

"Aku udah bikin daftarnya sih. Nih" jawabku dengan tanpa melihat ke arahnya dan menyerahkan Hp-ku. "Kamu periksa, kalo sekiranya ada yang kurang. Aku lupa mungkin, kamu tulis aja" lanjutku.

Ya, aku dan Shani berencana untuk belanja bulanan setelah kami selesai mandi.

"Eh, ini kok yang paling atas 'garem'?" tanyanya.

"Ya, mau gimana lagi, Shan. Tadi waktu aku periksa tempat garem, kosong. Habis. Bersih. Gak ada sisanya sama sekali" jawabku tanpa menoleh ke arahnya.

Padahal terakhir kuingat masih ada sekitar 2 sendok makan. Itu artinya, garam yang tersisa tersebut dimasukkan semuanya ke dalam mangkok ku. Aku saja sedikit bergidik ngeri membayangkan sup yang aku makan waktu itu berisi garam sebanyak itu.

"Kamu habisin semua buat bikin sup ya?" tanyaku.

"Tapi kamu suka kan. Buktinya kamu habisin" kata Shani.

"Kan kamu suruh" jawabku polos dan tetap melihat kearah jalan.

"Tapi,.. aku gak nyangka lho kamu bakal beneran habisin semua" kata Shani. "Itu artinya..." imbuh Shani menggantung.

"Artinya?" tanyaku sedikit melirik ke arahnya.

"Artinya kamu bohong, gak mungkin sup itu rasanya enak. Dasar pembohong!" kata Shani sambil menunjukku.

"Lah kok-"

"Hihi, bercanda. Tapi kamu gapapa kan? Gak sakit gara-gara makan sup itu?" tanyanya khawatir. (Duh, dikhawatirin Shani. Melayang hati ini)

"Ya, kenapa-kenapa lah. Kamu pikir kenapa aku gak langsung ngejar kamu waktu kamu pergi naik gojek waktu itu? Perutku tiba-tiba sakit" kataku.

"Duh, maaf ya. Sekarang masih sakit?" tanyanya lagi.

"Udah enggak kok. Lagian itu bukan salah kamu, aku yang masukin sambel kebanyakan" balasku. "Ya udah, yuk! Udah sampe nih" kataku mengajaknya keluar mobil.

Iya, mobil. Harus pake mobil dong. Kan nanti belanjaannya banyak.
.
.
.
.
.
Saat kami berjalan berdampingan, Shani berkali-kali berusaha menyenggol bahuku. Memberi kode.

"Kenapa sih, Shan?" tanyaku pura-pura tidak mengerti.

Shani tidak menjawabnya, hanya melirik ke arahku, lalu beralih melirik kebawah, kembali melirik ke arahku, lalu kembali melirik kebawah.

Gitu aja terus, Shan. Sampe koruptor di Indonesia dihukum mati, batinku.

Aku langsung menggandeng tangannya dan menyelipkan jari-jariku diantaranya jari-jarinya.

"Mau gini kan" kataku sambil mengangkat tanganku yang menggandeng tangannya. Menunjukkan padanya bagaimana aku menggandengnya.

Shani hanya tersenyum dan mengangguk.

1533060229050.jpg


"Bilang dong. Jangan diem aja" kataku lagi.

"Malu tau" balasnya sambil menunduk malu.

"Pengen banget ya digandeng?" tanyaku.

"Habisnya nanti waktu pulang kan gak bisa gandengan, kan bawa belanjaan" jawabnya sambil tersenyum.

Duh, diabetes lama-lama kalo disenyumin Shani terus.
.
.
.
"Eh, kamu jangan jauh-jauh ya" kata Shani tiba-tiba saat aku sedang mendorong troli.

"Kenapa?" tanyaku balik.

"Nanti kamu ilang lagi. Mama Dian pernah cerita kalo dulu kamu pernah ilang di mall" jawabnya.

"Eh! Itu kan waktu kecil, Shan"

"Ya tapi, kamu ilangnya itu sering"

Wah, gak ngerti ternyata dia, batinku.

"Itu strategi, Shan" balasku.

"Strategi?" tanyanya bingung.

"Ya, biar dibeliin permen sama mbak-mbak bagian informasi nya. Kalo beruntung sih, kadang dibeliin coklat juga" jawabku sambil tersenyum.

Itu namanya memanfaatkan 'anugrah' yang diberikan sejak kecil. Mana ada orang yang tega jika melihat anak kecil yang lugu, polos, imut, dan lucu menangis karena terpisah dari orang tuanya di mall.

"Hahaha. Ada-ada aja kamu" kata Shani sambil tertawa.

Duh, tawanya itu, lho. Bikin bahagia.

"Kamu kenapa? Kok hentak-hentakin kaki ke lantai?" tanyanya heran saat melihatku sedang menghentak-hentakkan kaki ke lantai.

"Ya,.. Mastiin aja, Shan" jawabku.

"Mastiin apa?" tanyanya.

"Mastiin aja kalo aku masih mijak tanah, takutnya aku melayang habis liat kamu ketawa" kataku menggodanya.

"Duh, bisa aja sih"

"Kamu yang bisa aja, pake nyuruh aku biar gak jauh-jauh lagi. Bilang aja kalo kamu gak mau jauh dari aku" kataku sambil memajukan wajahku ke arahnya.

"Emang iya" balasnya sambil ikut memajukan wajahnya juga.

Tunggu,..
Ada yang berubah dari Shani, dia sekarang sudah tidak malu-malu lagi menanggapi 'rayuanku'.
Shani jadi sedikit lebih agresif.

25734391_401228593662505_2500614242225609620_o.jpg


"Oh iya, ngomong-ngomong kamu gak kuliah?" tanyanya lagi.

"Lagi minggu tenang, minggu depan baru UAS" balasku.

"Yah,.. Berarti gak bisa ikut circus nya tim K3 dong" katanya dengan nada kecewa.

"Iya" jawabku singkat.

"Kamu jangan macem-macem ya kalo aku tinggal" kata Shani memperingatkanku.

"Palingan cuma semacem, Shan" jawabku.

"Aku serius!" kata Shani sambil berusaha mencubit ku tapi bisa kuhindari.

"Ya,.. Aku bercanda.. Hehehe" balasku sambil tertawa. "Iya iya. Aku usahain deh" gumamku pelan di kalimat terakhir.

Shani membalasnya dengan tatapan sinis.

Kemudian aku melihat sekeliling dan ternyata supermarket ini cukup sepi. Mungkin karena ini weekdays, jadi masih sedikit yang belanja bulanan.
Melihat keadaan itu aku lalu naik ke troli yang tadi ku dorong dan aku tiduran di dalam troli dengan hanya menyisakan kedua kakiku yang terjuntai di depan troli dan kepala yang masih tegak lurus bisa melihat ke depan karena memang troli nya masih kosong, jadi aku cuek saja melakukannya.
Melihat aku melakukan hal itu, Shani langsung menegurku.

"Ngapain sih, mas. Kayak anak kecil aja" tegurnya.

"Gapapa lah, Shan. Main-main dulu, sepi ini juga" balasku.

Mendengarku mengatakan itu, Shani melihat sekeliling sebentar.

"Ya udah" kata Shani sambil berlari kecil ke arahku dan mulai mendorong troliku.

"Eh, eh, Shan. Jangan ditinggal dong" kataku yang sedikit panik karena setelah Shani mendorong troli ku, dia kemudian melepaskannya.

Dia hanya menanggapinya dengan tertawa.
.
.
.
Akhirnya kami melanjutkan bermain troli ini dan berkeliling ke seluruh penjuru supermarket, beberapa pengunjung lain ada yang heran dan juga ada beberapa pegawai yang menahan tawa melihat tingkah kami. Tapi kami tak perduli, kami merasa seluruh supermarket ini adalah milik kami berdua. Ingat! Bukan seluruh dunia ya, kami mulai dari hal kecil dulu.
Toh, tidak ada yang menegur kami juga kan.

Bahkan, kami mengadakan balapan dengan 2 anak kecil yang kami temui, sepertinya mereka adik kakak.
Kami bermain dengan mereka, sampai-sampai mereka berdua terpisah dari ibunya. Tapi begitu kami bertemu ibunya, ibunya malah berterima kasih pada kami karena sudah menjaga kedua anaknya. Ada-ada saja.

"Kok kamu kelihatan seneng banget sih main sama 2 anak kecil tadi?" tanya Shani saat kami mulai belanja.

"Masa? Emang iya gitu?" tanyaku balik.

Shani hanya mengangguk.

"Gak tau, ya. Mungkin karna aku anak tunggal. Makanya kalo ada kesempatan main sama anak kecil, aku seneng banget. Berasa punya adek" balasku.
.
.
.
Ada sedikit perdebatan yang mewarnai sesi belanja kami. Seperti,

"Beras ini lebih murah"

"Beras itu kualitasnya lebih bagus"

"Gula yang ini lebih manis"

Tapi segera kubantah dengan mengatakan,..

"Gak ada yang bisa ngalahin kemanisan kamu, Shan"

"Gak usah pake ngerayu-rayu segala ya. Gak mempan" balasnya seakan rayuanku tadi tidak berpengaruh padanya, tetapi wajahnya tampak memerah.

"Siapa yang ngerayu, aku ngomong apa adanya kok. Kamu itu hal yang paling manis di seluuruuuuh... situ" lanjutku sambil menunjuk area yang dia pijak.

Dan dibalas dengan wajah cemberut menggemaskan ala Shani.

Screenshot_2018_09_17_23_36_04.jpg

.
.
.
"Ayolah, Shan. Dikit aja, ya" pintaku memelas.

"Sekali enggak tetep enggak" balasnya.

Aku memasang wajah memelas didepannya, berharap keinginanku dikabulkan olehnya.

"Gak usah sok melas gitu ish" katanya.

"Aku gulung-gulung nih" kataku mengancamnya.

"Gulung-gulung aja kalo berani" tantangnya.

"Eh, beneran?" tanyaku ragu karena sebenarnya aku tidak mungkin juga gulung-gulung di supermarket.

Shani tidak menjawab dan memberikan ekspresi yang seperti mengatakan, 'Coba aja kalo berani'.

IMG_20180903_005301.jpg


"Please, Shan" kali ini aku memohon sambil merapatkan kedua telapak tanganku di depan wajahku dan sedikit menutup mata.

Huft~
Aku mendengar Shani sedikit menghela nafas.

"Ya udah, tapi ada syaratnya" katanya.

"Apa? Apa syaratnya?" tanyaku bersemangat.

"Nyanyiin dulu lagu yang biasanya"

"Dari awal? Atau langsung reff-nya?" tanyaku.

"Gak usah dari awal, tapi jangan langsung reff" jawabnya.

Ok. Aku,... Bingung.
Aku sedikit berfikir apa yang dimaksud Shani.

"Oohh,... itu maksudnya" gumamku saat menyadari apa yang dimaksud Shani.

"Ayo, jadi apa gak?" tanyanya.

Akhirnya aku mulai bernyanyi.

"Engkau sangatlah sempurna
Dan tidak ada duanya
Ku ingin hidup denganmu untuk selama-lamanya

Hawanya trasa aneh untukku
Kenapa waktu seperti membeku?
Mungkin kau bukan manusia, kaulah My Aphrodite yeah~"

Aku sudah tahu, kamu memang lucu.."

"..ku ingin cubit kedua pipimu~" Shani menyanyikan sambungan lagu tersebut dengan sedikit mengubah liriknya.

Lucunya, dia bernyanyi sambil mengepalkan tangannya dan menggerakkan kedua lengannya seperti menepuk-nepuk paha sampingnya.

"Kok diganti liriknya, Shan"

Shani tidak menjawab dan malah mencubit pipiku.

"Aduh duh, Shan"

"Duuuhh,... Aku nahan gemes tau daritadi. Lanjutin liriknya" katanya seraya menghentikan cubitannya.

Aku tidak begitu mengerti, tapi akhirnya aku tetap melanjutkan liriknya.

"Jangan cepat berlalu, waktu bersamamu. Oh ooh,...."

"Dan jangan ada yang ganggu~"

Lirik terakhir Shani ikut bernyanyi seakan setuju agar tidak ada mengganggu kebersamaan kami.

"Kalo kamu mohon terus kayak tadi, mana bisa aku nolak sih" kata Shani sambil kembali mencubit pipiku. "Udah sana, jangan banyak-banyak ya" tambahnya mengingatkan.

"Berapa?" tanyaku.

"Dua"

"Ya, masa cuma dua Shan" kataku sedikit protes.

"Emang kamu maunya berapa?"

Aku menjawabnya dengan menunjukkan kedua telapak tanganku atau lebih tepatnya menunjukkan seluruh jari tanganku di depan wajahnya.

"Sepuluh?" tanyanya memastikan.

Aku langsung mengangguk cepat.

"Gak. Gak boleh banyak-banyak, aku udah dikasih amanah sama mama Dian biar kamu gak kebanyakan makan cheetos"

Ya, daritadi aku memohon pada Shani agar aku bisa beli snack.
Kalian mikir apa?
Jangan negatif thinking dulu dong. Kalau sama penulisnya, silahkan kalian negatif thinking. Hehehe.

"Delapan deh, Shan" tawarku.

"Empat. Atau enggak sama sekali" balasnya.

"Ya udah iya" kataku akhirnya.
.
.
.
"Hey! Aku ngijinin ambil empat itu, empat bungkus ya, bukan empat macem" tegur Shani saat aku sedang mengambil beberapa snack.

Yah, ketahuan, batinku.

"Trus kenapa kamu juga ngambil snack lain selain cheetos?"

"Hehehe" aku sedikit tertawa setelah terpergok Shani kemudian tersenyum ke arahnya.

"Balikin semua itu, ambil empat bungkus aja" katanya tegas.

"Eh, Shan" panggilku tiba-tiba.

"Apa? Mau ngerayu lagi?" tanyanya.

"Aku ada hadiah buat kamu"

"Hmm,.."

Shani tidak menjawab dan hanya ber-hmm ria. Mungkin dia mengira ini hanyalah salah satu rayuanku agar boleh membeli snack lebih banyak.

"Cincin" kataku kemudian.

Shani sepertinya terkejut dengan ucapanku barusan.

"Nih" kataku sambil menunjuk salah satu bungkus snack yang ada di rak. "Ada banyak cincin di dalemnya" tambahku.

Shani tidak menjawab lalu mengambil satu bungkus snack itu dan menaruhnya di troli, dia melakukan hal tersebut dengan ekspresi datar seakan sedang marah. Kemudian mendekat kearah ku dan sedikit berjinjit.

"Hari ini, gapapa cuma snack doang. Tapi, aku tetep nunggu cincin asli pemberian dari kamu" bisiknya di dekat telingaku.
.
.
.
.
.
"Oh iya, aku lupa. Aku mau beli bahan buat beli cake" kata Shani saat kami akan menuju kasir. "Gara-gara kamu sih, minta beli cheetos mulu" lanjutnya sambil memukul pelan pundakku.

"Mau bikin cake?" tanyaku.

Dia hanya menganggukan kepalanya.

"Dalam rangka apa?" tanyaku lagi.

"Dalam rangka kita udah baikan" balasnya sambil tersenyum.

"Ya udah, mau bikin cake apa?" tanyaku lagi.

"Gak tau, aku belum pernah bikin cake sebelumnya. Ada saran?" tanyanya balik.

"Aku juga belum pernah bikin cake sih" jawabku.

"Bisa gak, gak usah sambil gigit-gigit bibir segala" kata Shani tiba-tiba saat aku sedang berfikir.

Ternyata benar, saat aku sedang berfikir. Secara tidak sadar, aku menggigit hiburku sendiri.
Dan itu, memberikanku sedikit ide.
Aku kemudian menggigit bibir bagian bawahku dengan sengaja.

25626199_401293576989340_3008710344575405682_o.jpg


"Iiiihhh,... Udah, ah. Gemes tau" kata Shani.

"Hehehe" aku sedikit tertawa dengan reaksinya itu. "Brownis aja, Shan" kataku akhirnya.

"Kenapa? Kamu suka brownis?" tanya Shani.

"Semua yang kamu masak aku suka, buktinya waktu itu meskipun asin aku habisin kan" balasku sambil memeletkan lidahku sedikit.

"Udah, ah. Jangan dibahas yang itu, sekarang temenin aku ambil bahan buat bikin brownies" ajak Shani sambil menarik lenganku.

"Jangan diambil, Shan. Dibeli" balasku.

Yang langsung ditanggapi Shani dengan cubitan gemas di pipi kiriku.
.
.
.
.
.
Aku memperhatikan Shani yang sedang bingung memilih bahan yang akan dipilihnya, aku tidak diperbolehkannya memberikan pendapatku, takutnya kami berdebat lagi dan akan jadi lama.

"Shan, boleh aku kasih saran" kataku.

"Kan udah dibilang, gak usah. Nanti lama" jawabnya.

"Bukan itu,..."

Aku melihat sekitar memastikan tak ada pegawai supermarket di dekat kami.

"Aku kasih saran aja. Kalo milih barang di supermarket, apapun itu. Ambil yang ada di bagian belakang" kataku melanjutkan.

"Eh, kenapa emang?" tanya Shani.

"Soalnya, kalo pegawainya mau nambahin barang yang udah sisa dikit, barang lama yang tersisa itu ditarik kedepan terus barang yang baru itu ditaruh dibelakang. Tujuannya sih mungkin supaya barang lama habis duluan. Tapi itu tadi cuma saran, biar dapet barang yang lebih bagus aja" jelasku.

"Oh, pantes daritadi kamu ngambil yang dibelakang" kata Shani.

"Eh, cie. Merhatiin aku ya" godaku.

"Ish, apa sih" kata Shani malu.
"Tapi kok bisa tau soal penempatan barang di supermarket gitu?" tanya Shani.

"Dulu pernah liat. Dan setelah aku perhatiin barang yang di depan emang lebih cepet kadaluarsa dibanding barang yang ada dibelakang" kataku.

"Oh..." balas Shani.

"Udah belum?" tanyaku kemudian.

"Udah semua kayaknya. Yuk ke kasir" kata Shani.
.
.
.
.
.
.
.
Setelah memastikan semua barang belanjaan kami masuk ke dalam mobil, aku sedikit memperhatikan area parkir yang sedang sepi.
Otak jahil ku pun bekerja. Aku memandang Shani sambil tersenyum seperti tanpa dosa, dan Shani,.. seperti dia bingung dengan arti senyumanku itu.
.
.
.
"Ah,.. Adriaan.. Stop! Stop! Aaahh,....." teriak Shani diselingi sedikit jeritan.

"Bentar, Shan.... Sabar. Dikit lagi nyampe..." balasku sambil mempercepat gerakanku.

"Pelan-pelan! Aaaahhh...."
.
.
.
"Udah, nih. Udah nyampe. Ayo turun" kataku padanya yang masih meringkuk gemetaran dia atas troli.

Shani sedikit membuka matanya. Mengintip. Kemudian dia berdiri dan merentangkan kedua tangannya kearah ku.

"Gendong" pintanya.

Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

Kemudian aku berjongkok untuk memasang penahan roda troli agar tidak bergerak saat aku menurunkan Shani nanti.

Kenapa?
Kalian memikirkan apa tadi?
Itu tadi hanya adegan Shani yang berteriak ketakutan karena aku mendorong troli yang dinaikinya dengan sedikit kencang.
Biar seru aja mengembalikan troli ke tempatnya dengan cara seperti itu.
Gantian dong, kan tadi saat di supermarket aku terus yang naik.

"Sampe mobil" kata Shani tiba-tiba.

"Hah?" tanyaku memastikan pendengaranku.

"Gendong! Sampe mobil!" katanya lagi menegaskan.

Setelah memasang penahan roda troli, aku kembali berdiri. Lalu aku meraih pinggang Shani kearah pundakku dan mengangkat tubuhnya perlahan.

IMG_20180212_115740.jpg


"EH! Kok gini? Emang aku karung" kata Shani memprotes caraku menggendongnya.

Tak lama, aku kembali menurunkan Shani.

"Kok gak sampe mobil?" protesnya lagi.

Aku tidak menjawabnya dan lebih memilih mengembalikan troli ke barisannya setelah sebelumnya aku sudah melepas penahan rodanya.
Saat aku menengok kearah Shani, dia memasang wajah cemberutnya lagi. Itu membuatku sedikit kaget.
Tapi aku langsung mendekat ke arahnya kemudian satu lenganku mengelilingi punggungnya dan lengan lainnya di belakang lututnya. Secara refleks, Shani melingkarkan lengannya di bahuku.

"Maunya digendong gini kan" kataku saat sudah sukses menggendongnya. "Digendong kayak princess-princess gini kan" lanjutku.

Shani tidak menjawab, hanya memberi anggukan kecil dengan wajah memerah.
.
.
.
Sialan!
Kenapa perasaan cepet banget sih, udah sampe deket mobil aja, pikirku saat aku sudah tinggal beberapa langkah lagi dari mobilku.

Aku masih ingin menggendong Shani.

Saat aku ingin menurunkan Shani dari gendonganku, Shani mencegahku.

"Masukin dulu" katanya.

Oke, itu,... sedikit ambigu.

"Masukin aku kedalem mobil dulu" katanya lagi.

"Aku harus ambil kunci dulu, Shan" balasku.

"Ya udah, aku turun dulu, kamu ambil kunci, buka pintu mobil, trus gendong aku lagi, masukin ke dalem mobil" pintanya.

Akhirnya aku menuruti kata-katanya dan melakukan persis seperti yang dia katakan tadi.

Saat aku sudah memasukkannya dalam mobil ditambah sudah ku pastikan posisi duduknya nyaman. Aku menyadari satu hal, wajah kami sekarang begitu dekat.

Apa,.. Apa aku harus menciumnya?
Disini?
Sekarang juga?

Saat pikiranku dipenuhi pertanyaan, Shani tiba-tiba mengangguk seperti mengetahui apa yang sedang kupikirkan dan mengiyakannya. Kemudian dia memejamkan matanya.
Aku pun ikut memejamkan mataku dan perlahan mendekatkan wajahku ke arahnya. Sampai akhirnya,..

TIIINNN!!

Suara klakson mobil yang seperti baru mau parkir mengagetkanku.

Akhirnya aku mengurungkan niatku dan menutup pintu mobil. Lalu aku berjalan menuju pintu supir mobilku sambil garuk-garuk kepala.

Susah banget kayaknya, batinku.
.
.
.
.
.
.
.
Kruyuuuk...

"Ehm, mas. Kamu laper gak?" tanya Shani saat di mobil dalam perjalanan pulang.

"Lho, aku kira itu tadi suara perutku. Hahaha, emang kamu udah laper?" tanyaku karena ini memang belum jam nya makan siang.

"Udah, tadi waktu di rumah Gracia. Tapi aku makannya cuma dikit. Kamu juga udah laper kan" katanya.

"Iya. Tadi aku sarapan cuma pake roti, tapi kayaknya gak nolong deh" kataku.

"Sesekali makan diluar yuk" ajak Shani.

"Boleh, mau makan dimana?" tanyaku.

"Ikutin arahan aku ya" kara Shani.

"OK, nyonya Adrian" kataku yang langsung mendapat balasan berupa cubitan dari Shani.
.
.
.
.
.
.
.
"Disini?" tanyaku memastikan begitu kami sudah duduk di kursi meja makan sebuah restoran jepang.

"Iya. Kenapa?" tanya Shani.

"Aku belum pernah makan sushi" kataku jujur.

"Ya udah, ini pertama kali" kata Shani.

Shani memesankan sushi untuk kami berdua. Begitu pesanan kami tiba, dia langsung menyantapnya dengan lahap. Sedangkan aku masih ragu untuk memakan sushi-ku ini, maksudku,.. yah,... ikannya masih mentah kan.

"Kok gak dimakan?" tanya Shani yang melihatku hanya memandangi sushi-ku.

"I-iya bentar, Shan" balasku.

"Ini, aku yang pesenin lho" kata Shani.

Benar-benar ancaman yang halus.

Lep...
(Sosis kali, ah)

Aku memasukkan sushi tersebut kedalam mulutku dan mulai mengunyahnya.

Rasanya?

Ekh,...
Entahlah, agak aneh di mulut ku.
Mungkin lidah ku tidak terbiasa.
Jadi, aku tidak bisa menelannya. Aku tidak mau.

"Kenapa? Gak suka ya?" tanya Shani dengan senyuman meledekku.

Aku hanya mengangguk dengan mulut masih dipenuhi sushi.

"Ya udah. Nih. Lepehin aja" perintah Shani sambil memberiku beberapa lembar tissu.

Aku langsung menyambar tissu itu dan mengeluarkan sushi yang ada di mulut ku.

Hah, akhirnya. Lega rasanya.

"Gimana sih rasanya di mulut kamu?" tanya Shani.

"Yah, bukannya gak enak sih. Tapi, mungkin karena lidahku gak cocok aja sama ikan mentah. Jadinya agak mual" balasku.

"Hmm... Dasar lidah sok Eropa" kata Shani menyindirku.

"Eh, kok bawa-bawa itu sih" balasku.

"Lah, kamu tadi bilang sendiri, sarapan sama roti" jawabnya.

"Eh, itu kan"

"Kalo gitu, pilih!" potongnya. "Gudeg atau Hutspot ?" tanyanya kemudian.

"Ya,.." aku sedikit ragu untuk menjawabnya.

"Kamu orang Jogja tapi gak doyan gudeg, aneh banget" kata Shani.

"Ya, bukan gitu, Shan. Tapi masalahnya,.."

Shani tiba-tiba berdiri.
Tunggu. Apa dia marah? Lagi?
Ayolah, Shan. Baru beberapa jam yang lalu kita berbaikan.

Eh, ternyata aku salah. Dia hanya ingin pindah tempat duduk, sekarang dia duduk disebelahku.

"Kalo aku yang nyuapin, masih berani kamu muntahin?" tanya Shani dengan tangan memegang sumpit.

Aku menggeleng cepat.

Hey, kenapa kau menggeleng Adrian?

Entahlah. Saat bersama dengan Shani, aku seperti tidak bisa membantahnya. Aku tidak mau.

Akhirnya Shani menyuapi ku. Dan entah kenapa aku bisa menelannya sekarang. Apa karena faktor Shani?
Ah,... bukan. Ini karena faktor lain. Faktor lapar. Hehe.
.
.
.
.
.

"Kau adalah tipeku.
Kaulah tipeku.
Tidak perlu berbuat apapun, kau sudah mencuri hatiku~"

"Seneng banget kayaknya. Pake nyanyi-nyanyi, buat siapa sih lagunya" tanya Shani padaku yang sedang bernyanyi mengikuti lagu yang diputar oleh radio di mobil ku.

Aku tidak menjawabnya dan meneruskan bernyanyi karena beberapa lirik berikut sedikit menggambarkan perasaanku padanya. Aku harap dia menyadarinya.

"Sepatu di kaki kecilmu, sangat cocok dengan celana ketatmu.
Di bawah kerah baju yang besar, rambut panjang dan lurus indah terurai.

Senyum mata yang malu, raut wajah saat termenung.

Engkau terlihat cantik, hatiku bergetar.
Bisakah ku mendapatkanmu?
Kau lah tipeku.

Oh, Ooh,..
Manisnya senyumanmu...
Dan tatapan matamu...
Tak ada kekurangan, denganmu ku takkan pernah bosan. PERFECT!!

Oh, Ooh,..
Suaramu yang lucu...
Membuatku tersenyum...
Mengapa kau tidak sadar?
Jika ku bernyanyi untuk dirimu"

Oke, untuk dua kalimat terakhir aku improvisasi sendiri karena Shani hanya diam saja daritadi.
Mungkin dia lelah.

"Hoamm"

Tuh kan, benar kan. Dia lelah.
Shani baru saja menguap.
Kebetulan sekali, lirik berikutnya kalau tidak salah..

"Aku.. sungguh.. suka.. pada.. dirimu..
Meski.. saat kau menguap, itu gayaku.
Kita semakin dekat, hatiku kewalahan.
Tiap kau panggil namaku, ku tak pernah berhenti tersenyum"

Setelah menyanyikan lirik tadi, aku melihat ke arah Shani dan, kulihat senyuman di sudut bibirnya.

Artinya?
Artinya tadi bukan kebetulan, dia sengaja menguap untuk memancingku menyanyikan lirik tersebut.

"Kenapa harus selalu pake nyanyi sih" celetuknya saat lagu sudah habis.

IMG_20180115_013020.jpg


Aku tidak menanggapinya, aku kini hanya memfokuskan diri menyetir sampai rumah dengan selamat.
.
.
.
.
.
.
.
"Aku bantu ya" kataku saat Shani akan membuat brownies.

"Emang kamu bisa?" tanya Shani.

"Gak sih. Tapi kamu tau gak, kenapa aku nyaranin brownies?" tanyaku.

Shani hanya menggeleng lucu.

"Sejarah brownies itu asalnya dari adonan kue yang gagal ngembang. Nah, karna itu daripada kita bikin cake lain tapi nanti pas bikin adonannya gagal ngembang, sekalian aja bikin cake yang adonannya gak perlu ngembang kan" kataku panjang lebar.

Shani hanya melihatku dengan mulut terbuka seperti sedang bengong.

"Pusing ya dengerinnya" kataku.

Dia hanya mengangguk-angguk pelan tetap dengan mulut terbuka.

"Ya udah, langsung buat aja" kataku lagi.
.
.
.
"Katanya mau bantuin, kok malah makan snack sih" tegur Shani saat aku hendak membuka salah satu bungkus snack yang tadi kubeli.

Aku tidak menjawabnya. Aku berjalan ke arahnya, lalu setelah berada di dekatnya aku meraih tangan kirinya dan berlutut di depannya.

"Aku tahu, waktu itu kamu belum jawab. Tapi, aku orangnya sedikit keras kepala, jadi akan aku coba lagi" kataku.

Shani menutup mulutnya seakan tidak percaya dengan apa yang ku lakukan dan dari sudut matanya sedikit mengalir air mata yang berusaha untuk dia tahan sekuat tenaga.

"Shani Indira Natio, maukah kamu menjadi ibu dari anak-anakmu sendiri ke-"

"Jangan bercanda" potongnya sambil memukul pundakku pelan.

"Maaf maaf. Aku ulangi ya"

Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

"Shani Indira Natio, maukah kamu menjadi ibu dari anak-anak kita kelak?"

Shani mengangguk tanpa ragu.

Aku kemudian mengambil salah satu snack dari bungkusnya yang bertuliskan 'SMAX RING' dan memasangkannya ke jari manis kiri Shani.

CTAK!

Snack nya patah saat aku ingin melingkarkannya ke jari Shani.

"Tenang. Aku masih punya banyak kok, Shan" kataku seraya mengambil satu snack lagi.

Kemudian aku mencoba memasangkan snack itu ke jari manis kiri milik Shani sekali lagi dan,..

"Kayaknya gak bisa, Shan. Lubangnya kekecilan" kataku saat menyadari hanya setengah jari Shani yang bisa masuk.

"Gapapa. Anggep aja ini latihan, yang penting kamu udah tau jawaban aku kan" kata Shani dengan nafas tersengal karena dia sudah tidak bisa membendung air matanya lagi.

Dan,.. sekali lagi, dengan kedua mataku sendiri, aku melihat Shani meneteskan air matanya.
Tapi kali ini berbeda, itu adalah air mata kebahagiaan.
Tangis bahagia dari seorang Shani.

Aku lalu berdiri dan memakan snack yang ada di jari manis Shani yang membuatnya sedikit tertawa. Kemudian aku menempelkan keningku ke keningnya seraya berkata,..

"I Love You, My Aphrodite"

IMG_20180721_060148.jpg






-Bersambung Lho-
 
Catatan Penulis:



Sebenarnya adegan yang didepan rumah Gracia itu gak ada karna harusnya dialog itu masuk kedalam adegan yang Adrian minta maaf, tapi saya kelupaan.
Oh, iya sepertinya cara Adrian nyelesaiin masalah terlalu simple ya.
Habisnya saya bingung, saya gak pernah dapet masalah kayak Adrian sih.
Tapi kalo orang salah ya emang harusnya minta maaf kan, tapi...
Gimana ya? Bingung sendiri saya.
Adrian harus banyak terima kasih sama Gracia yang udah bantu ngebujuk Shani.
Saya juga makasih dong sama Gracia, karna udah gagalin usaha Adrian buat nyium Shani.



Makasih ya, Gre
• TTD H4N53N
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd