Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Detak waktu [TAMAT]

marsena

Adik Semprot
Daftar
14 Jan 2018
Post
112
Like diterima
102
Bimabet
Halo suhu suhu semprot ... izinkan nubie disini kembali membuat cerita bersambung setelah cerbung ane yang satunya sudah tamat ... langsung saja dibaca suhu .... jangan lupa kritik dan sarannya buat nubie ya

1. Siswi baru misterius
Waktu adalah salah satu anugerah yang paling berharga di dunia ini. Orang Amerika berpendapat waktu adalah uang. Menurutku berharga atau tidaknya waktu tergantung bagaimana cara kita menggunakannya. Jika di dunia ini kau hanya mempunyai waktu yang terbatas apa yang ingin kau lakukan? Bersenang senang sampai waktumu habis? Atau mencari cinta yang tidak pasti?. Ketika kau berhasil menemukan cinta di saat waktumu hampir habis apakah kamu bisa merelakan cinta yang baru kau dapatkan? Apakah kau bisa membuat sisa waktumu menjadi lebih berharga?
*****
Semilir angin yang masuk kedalam kelas membuatku mengantuk. Teriknya sinar matahari yang masuk kedalam kelas membuat suhu ruangan kelas menjadi lebih hangat. Cuaca siang ini memang sangat cocok untuk tidur siang. Aku berusaha terus terjaga mendengarkan penjelasan bu Siso, guru Biologi di kelasku. Tenagaku benar benar terkuras ketika bermain bola saat istirahat. Beberapa kali aku menguap di sela sela pelajaran. Kulihat Joni, teman sebangkuku ternyata sudah terbuai ke alam mimpi. Beberapa siswa barisan belakang juga terlihat tidak bersemangat mengikuti pelajaran.
“Ah...jam pelajaran terakhir memang sangat membosankan,” gumamku sambil menguap.
Pandanganku tiba tiba terfokus kepada siswi yang masih giat menulis dan mendengarkan penjelasan guru. Dia adalah Raisa, siswi tercantik dan misterius di kelas ini. Dia adalah siswi yang paling membuat aku penasaran sejak kedatangannya 2 bulan lalu ke kelas ini. Ia termasuk siswi yang pintar walaupun kurang aktif ketika tanya jawab dengan guru. Sejak pertama kali kedatangannya ia sangat jarang mengobrol dengan siswa lain. Ketika jam istirahat tiba, ia hanya membaca buku sambil mendengarkan lagu dari headset dan memakan bekalnya sendirian dikelas. Ia tidak pernah mengikuti kegiatan olahraga ketika jam pelajaran olahraga. Ia hanya memandang kami dari pinggir lapangan ketika jam olahraga. Aku juga pernah mendengar gosip tentang Raisa yang terkena suatu penyakit langka sehingga ia tidak boleh mengikuti pelajaran olahraga. Aku sendiri tidak terlalu tertarik dengan gosip penyakit yang di derita Raisa, namun sikapnya yang misterius dan tertutup membuatku penasaran dengan siswi baru ini. Akhirnya bel pulang telah berbunyi. Siswa dikelasku bergegas membereskan buku dan alat tulis di meja sebelum meninggalkan kelas. Setiap pulang sekolah Risa selalu dijemput menggunakan mobil mewah yang terparkir di depan sekolah. “Sebenarnya siapa dia sebenarnya? Mengapa orang kaya seperti Risa memilih belajar di sekolah yang biasa-biasa saja?” gumamku dalam hati.
“Eh..bro udah selesai ya pelajarannya,” ujar Joni yang baru terbangun dari tidurnya.
“Lagian tidur dikelas kok nyenyak banget untung saja tidak kutinggal sendirian dikelas,” candaku sambil menjitak kepala Joni.
“Aduh...cuacanya pas banget sih buat tidur haha..” tawa Joni sambil mengelus kepalanya yang baru saja kujitak.
“Ayo kita ke ruang seni. Adam dan Sandi pasti sudah menunggu kita,” ajakku sambil mengambil tasku diatas meja. Hampir setiap hari sepulang sekolah kami berlatih band di ruang seni. Band yang kubentuk ini terdiri dari 4 orang dan aku menjadi vokalis dan keyboardnya. Suaraku memang tidak terlalu bagus tapi setidaknya suaraku lebih bagus dibandingkan ketiga temanku. Setibanya di ruang seni aku melihat Adam dan Sandi sudah menunggu di depan ruang seni.
“Kalian lama sekali sih!!” ujar Sandi kesal.
“Maaf masbro si Joni ketiduran lagi dikelas, “ jawabku sambil tersenyum.
“Dik, aku punya info bagus nih,” ujar Adam sambil menyerahkan sebuah selebaran kepadaku.
“Kompetisi band tingkat SMA tingkat nasional?” tanyaku sambil membaca selebaran itu.
“Iya, audisi di kota kita diadakan bulan depan,” jawab Sandi antusias.
“Yakin kita mau ikut? Kita belum punya vokalis loh,” ujar Joni.
“Iya juga ya, mana mungkin kita bisa menang kalau suara vokalisnya pas pasan haha..” tawa Sandi. Joni dan Adam ikut tertawa mendengar celotehan Sandi. Aku tersenyum mendengar komentar mereka tentang suaraku.
“Sudahlah..lagipula tujuan kita membentuk band ini hanya untuk hobby dan senang-senang saja bukan untuk kompetisi,” ujarku sambil membuka pintu ruang seni dan memulai latihan.
Setelah satu jam berlatih aku izin pamit pulang duluan. Hari ini aku harus mengajar di komunitas sekolah jalanan di taman kota. Sekolah ini didirikan oleh kakakku yang prihatin melihat banyaknya anak jalanan terlantar di kota ini. Saat aku tiba di taman tiba tiba nafasku mendadak sesak. Badanku tiba tiba lemas dan detak jantungku perlahan mulai melemah. Aku segera mencari obat yang selalu kubawa di dalam tas.
“Sial..kenapa harus sekarang kambuhnya!!” ujarku sambil meminum beberapa pil tablet dan meminum sebotol air. Sejenak aku menyandarkan diriku ke bangku taman untuk mengumpulkan tenaga.
“Kak Dika sedang apa disini? Ayo kita kita kebawah pohon beringin. Teman teman sudah menunggu kakak,” ucap seorang gadis kecil imut berbaju lusuh. Kulihat ia sangat bersemangat sekali untuk belajar. Melihat senyuman manis khas anak kecil yang polos membuat tenagaku pulih kembali.
“Ayo kita belajar” senyumku sambil berdiri dan menggandeng tangan gadis kecil.
Kulihat anak jalanan sudah berkumpul menunggu diriku untuk menyampaikan pelajaran hari ini. Pada pertemuan hari ini aku mengajarkan mereka menulis dan membaca buku. Anak anak yang aku kumpulkan rata rata belum bisa membaca dan menulis. Maklum mereka belum pernah mengenyam bangku pendidikan. Menurut mereka pendidikan tidaklah penting. Berusaha bertahan dari kerasnya lingkungan jalanan lebih berarti bagi mereka dibandingkan pendidikan. Kakakku yang mengumpulkan dan menjelaskan kepada mereka tentang pentingnya pendidikan. Perlahan pemikiran mereka mulai berubah. Setiap hari jumlah anak jalanan yang mengikuti pelajaran terus bertambah. Mengajar mereka menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagiku. Setidaknya mereka bisa sedikit melupakan betapa beratnya hidup mereka dijalanan.
Jarum jam menunjukkan pukul 5 sore saat aku selesai mengajar. Setelah selesai mengajar aku bergegas menuju cafe milik kakakku. Letaknya tidak jauh dari taman hanya 10 menit jika berjalan kaki.
“Assalamualaikum kak,” sapaku kepada kak Reno, kakakku yang tengah sibuk menghitung uang di meja kasir.
“Eh..waalaikumsalam baru pulang ngajar dik? Maaf ya kakak tidak bisa membantumu hari ini cafe sedang ramai pengunjung sih,” ujar kak Reno.
“Santai saja kak jika hanya mengajar aku sendiri juga bisa kok,” ujarku. Kulihat cafe kak Reno ramai oleh pengunjung seperti biasanya. Pelayan dan waiters sibuk berlalu lalang melayani pelanggan.
“Apa aku boleh membantu kakak? Menjadi kasir mungkin,” tawarku.
“kamu itu harus menjaga kesehatanmu. Kamu itu harus ingat kondisi tubuhmu itu berbeda dengan manusia normal. Sebaiknya kau mandi dan beristirahat saja di kamar kakak. Kamu ingin makan apa? Nanti biar pak Restu yang mengantarkannya ke kamar,”.
“Baik kak nanti biar aku memesan sendiri ke Pak Restu,” ujarku sambil pergi meninggalkan ruang kasir.
“Oh..iya band yang tampil malam ini keyboardisnya sedang sakit. Bisakah kau menggantikannya?” tanya kak Reno. Aku sangat senang mendengar kabar itu. Aku memang sering bermain keyboard di cafe kak Reno ketika ada band atau anggota band yang berhalangan hadir.
“Siap kak!!” jawabku semangat.
“Ok stand by habis magrib ya,” ujar kak Reno.
Salah satu yang menjadi daya tarik cafe kak Reno adalah live music dari band dan musisi pinggiran. Terkadang teman teman kak Reno datang dan menampilkan stand up comedy. Selain itu makanan dan minuman yang disajikan koki kak Reno memang sangat enak. Malam hari ini pengunjung yang datang ramai. Beberapa pengunjung bahkan tidak mendapatkan tempat duduk dan terpaksa duduk di ruang lesehan. Aku membawakan beberapa lagu cinta untuk menciptakan suasana romantis untuk pengunjung. Setelah jam 10 malam aku membantu kak Reno membersihkan dan menutup cafe.
“Pengunjung hari ini banyak juga ya kak,” ujarku sambil memakai helm dan menunggu kak Reno menyalakan motornya.
“Siapa dulu yang punya haha..” tawa kak Reno sambil menstarter motornya.
“Siapa dulu yang bikin konsepnya,” senyumku sambil menaiki motor kak Reno.
“Haha...iya iya kamu memang adik kakak yang paling kreatif” puji kak Reno sambil memacu motor koplingnya.
 
2. Perkenalan
Hari ini jam pelajaran pertama di sekolah adalah olahraga. Siswa di kelas sibuk mengganti pakaian di ruang ganti terkecuali Raisa. Ia hanya membaca buku tanpa menghiraukan kesibukan siswa lain. Hari ini kami ada ujian lari estafet. Sebelum memulai ujian aku melakukan pemanasan terlebih dahulu. Aku melihat beberapa teman sekelasku berlatih cara start dan lari sebelum ujian dimulai. Tapi hari ini aku tidak melihat Raisa yang biasanya membaca buku di pinggir lapangan saat kami berolahraga. Tiba tiba aku teringat botol air mineralku yang tertinggal di dalam kelas. Saat aku masuk kedalam ruangan kelas yang sepi aku melihat Raisa seperti tertidur diatas mejanya.
“Kok tumben dia jam segini sudah ketiduran,” gumamku dalam hati. perlahan aku mendekatinya untuk memastikan keadaannya.
“Sa, bangun sa. Masih pagi kok sudah ketiduran,” ujarku sambil sedikit menepuk pundaknya. Kulihat tidak ada reaksi sama sekali. Kembali kucoba mengguncangkan tubuhnya dengan keras.
“Sa, bangun sa. Kamu tidak apa apa kan?” tanyaku. Aku mulai panik melihat Raisa tidak merespon perkataanku. Kuperiksa denyut nadi di tangannya ternyata sangat lemah. Aku bergegas menggendong Raisa menuju ruang UKS. Saat aku mencoba menggendong tubuh kecilnya sebuah benda kecil terjatuh dari sela sela bajunya. Kulihat benda itu tampak tak asing dimataku. Aku mengambil dan menyimpan benda itu di saku bajuku. Setibanya di UKS aku bergegas memberikan pertolongan pertama. Pengalamanku menjadi PMR saat SMP sangat membantuku saat menangani kondisi seperti ini. Setelah memberinya obat aku duduk di samping tempat tidur mengotak atik layar di HP ku sambil menunggu dia sadar. Aku melihat gambar yang mirip dengan benda kecil milik Raisa yang jatuh saat pingsan tadi saat aku browsing. Setelah 20 menit pingsan perlahan Raisa mulai sadar.
“Andika?” ujar Raisa sambil berusaha bangun dari tempat tidur.
“Eh..kamu sudah sadar? Sebaiknya kamu istirahat saja dulu,” ujarku sambil menyerahkan segelas teh manis hangat kepada Raisa.
“Sebaiknya kau minum dulu untuk memulihkan tenagamu,” usulku. Raisa meminum beberapa teguk teh manis hangat yang baru saja kupesan di kantin.
“Maaf ya dik jika aku merepotkanmu. Mungkin karena aku belum sarapan maag-ku kambuh dan membuatku pingsan” ujar Raisa. Hari ini adalah pertama kalinya aku mengobrol dengan Raisa sejak dia pindah kesini. Suaranya saat mengobrol ternyata sangat halus. Kulihat wajahnya masih pucat setelah pingsan tadi.
“Lain kali sebelum berangkat sarapan dulu” nasehatku sambil menawarkan sebungkus roti coklat. Raisa hanya tersenyum mendengar nasihatku sambil mengambil roti coklat yang kuberikan. Kulihat senyumnya manis sekali. Mungkin ini pertama kalinya aku melihatnya tersenyum.
“Bukankah hari ini ada ujian olahraga? Kenapa kamu masih disini? Aku tidak apa apa kok ditinggal sendiri. Sebaiknya kamu ke lapangan sekarang pasti masih sempat,”.
“Itu masalah gampang. Minggu depan masih ada remedial. Aku juga tidak tega meninggalkanmu sendirian,”. Kulihat wajah putih Raisa memerah setelah mendengar ucapanku. Sungguh ekspresinya imut sekali.
“Terima kasih ya sudah mau menolong dan menemaniku,” ujar Risa malu. Ekspresi wajah Raisa membuatku salah tingkah.
“Eh..oh.. iya aku mau tanya kenapa alat ini bisa menempel di tubuhmu?” tanyaku sambil mengeluarkan benda kecil dari saku bajuku. Kulihat Raisa terkejut melihatku menggenggam benda miliknya. Tangan Raisa meraba daerah sekitar dadanya. Kulihat wajahnya semakin memerah.
“Dari mana kau mendapatkan benda itu? Jangan jangan kau...” tanya Raisa sambil menutupi dadanya.
“Eh...jangan salah sangka dulu. Benda ini terjatuh dari sela sela bajumu ketika kau pingsan tadi,”.
“Yang benar? Jangan bohong kamu dik!!” bentak Raisa.
“Iya. Tidak ada untungnya aku berbohong” jawabku. Kulihat Risa mengambil nafas lega dan mengambil benda kecil itu dari tanganku.
“Benda ini sangat berharga untukku. Melalui benda ini aku bisa melihat kondisi jantungku dan memprediksi berapa sisa umurku,” ujar Raisa.
“apa maksudmu, sa? Aku tidak mengerti”.
“Aku adalah seorang penderita penyakit sangat langka yang muncul 1:1 juta kelahiran bayi. Dokter spesialis jantung menyebut penyakit ini “detak waktu”. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan otot jantung yang mengakibatkan terbatasnya jumlah darah yang bisa dipompa oleh otot jantung” jelas Raisa. Aku hanya terdiam menyimak penjelasan Raisa soal penyakitnya.
“Otot jantung orang normal sebenarnya dapat memompa darah selama manusia tersebut masih hidup. Namun berbeda denganku. Aku bisa mati kapan saja jika ototku sudah tidak kuat memompa darah”.
“Jadi berapa sisa umurmu menurut benda itu?” tanyaku penasaran.
“Benda ini dapat mendeteksi jumlah kerusakan yang terjadi pada otot jantungku sehingga bisa memprediksi kapan jantungku berhenti berdetak hanya dengan menempelkannya pada dada orang yang diinginkan. Menurut benda ini waktu yang kumiliki di dunia hanya 4 tahun lagi” ujar Raisa. Aku terkejut melihat sisa umur yang dimiliki Raisa saat ini.
“Setiap kali jantungku berdetak jumlah kerusakan pada otot jantungku pasti bertambah. Oleh karena itu aku dilarang melakukan aktivitas yang membuat jantungku deg degan” jelas Raisa. Sekarang aku mengerti mengapa Raisa tidak pernah bersosialisasi dan masuk pelajaran olahraga. Baginnya membaca dan mendengarkan musik dapat membuat suasana hatinya tenang dan menormalkan detak jantung sehingga dapat meminimalisir kerusakan otot jantung.
“Sebenarnya aku sangat ingin mengobrol dan bermain dengan teman teman, berolahraga, dan mencoba sesuatu hal yang bisa membuatku deg degan” ujar Raisa. Aku bisa melihat gurat gurat kesedihan dari wajahnya. Tampaknya ia sangat terkekang oleh penyakitnya.
“Menurutku kamu ini orang yang bodoh!!”.
“Orang bodoh? Apa maksudmu?” tanya Raisa heran.
“Kematian adalah takdir yang akan dialami semua mahkluk hidup di dunia ini. Tidak ada seorangpun yang dapat menghindari takdir ini. Apabila kau tahu waktumu di dunia ini tinggal sedikit, mengapa kau tidak memanfaatkan sisa waktu yang kau punya untuk menikmati dunia ini,” ujarku. Raisa masih menatapku dengan wajah heran.
“Jika kau ingin mengobrol dan bermain dengan teman bersosialisasilah. Jika kau ingin menambah amalmu berbuat baiklah. Jika kau ingin mencoba sesuatu cobalah. Sisa waktu yang kau miliki terlalu berharga jika hanya kau gunakan untuk menunggu waktu kematianmu,” sambungku. Kulihat mata Raisa berkaca kaca setelah mendengar pendapatku. Perlahan bibirnya memberikan senuman padaku.
“Kau adalah orang pertama yang bisa berkata seperti ini setelah mengetahui penyakitku. Biasanya orang hanya akan mengasihaniku setelah mengetahui penyakitku. Kau itu orang yang unik ya,”.
“Haha.. kamu itu ada ada saja,” tawaku. Sejenak kami tertawa bersama.
“Kudengar ada taman bermain yang baru saja buka di pusat kota. Sebagai ganti kau telah membuatku remedial olahraga hari ini, apakah kau mau melihat lihat taman bermain itu bersamaku hari minggu nanti?” tanyaku. Raisa kembali tersenyum padaku. Kulihat wajahnya sangat sumringah setelah mendengar ajakanku.
“Ya. Aku mau menemanimu pergi kesana. Aku akan memberitahu kedua orangtuaku apa yang sebenarnya kuinginkan. Terima kasih Andika,” senyum Raisa.
 
3. Apakah ini cinta?
Sejak kejadian hari itu kulihat Raisa mengalami perubahan drastis. Ia mulai akrab dengan beberapa teman sekelas. Sifatnya yang ternyata cerewet, periang dan banyak tahu membuatnya cepat akrab dengan orang lain. Menurutku ia terlihat lebih “hidup” dibandingkan 2 bulan yang lalu. Hari ini aku akan menjemputnya untuk pergi ke taman bermain. Aku telah meminjam motor kak Reno untuk menjemputnya. Ini adalah pertama kalinya aku jalan jalan berdua dengan seorang perempuan. Jujur saja aku agak gugup. Raisa sudah mengirimkan lokasi rumahnya melalui line. Setelah sedikit berdandan aku bergegas mengeluarkan motor dari garasi.
“Weh...tumben ganteng banget. Mau kemana sih? Tanya Kak Reno yang sedang ngopi di teras rumah.
“Baru sadar ya punya adik ganteng,” candaku sambil menstarter motor.
“Pasti mau jalan sama gebetan ya? Haha..” tebak kak Reno. Tebakan Kak Reno membuat wajahku memerah menahan malu.
“Apa sih kak...Cuma teman kok lagipula aku juga belum pernah pacaran,”.
“Teman rasa pacar ya...hahaha”.
“Sudah ah...aku pergi dulu ya. Kelamaan disini bisa bisa dibully”. Aku memacu motor keluar rumah. Aku menghentikan motorku di depan gerbang perumahan elit. Kulihat alamat yang dikirim oleh Raisa.
“Nama perumahan dan alamatnya sama. Ternyata ia anak orang kaya!!” gumamku dalam hati. Aku kembali mengarahkan motorku masuk kedalam perumahan. Aku menghentikan motorku di depan sebuah rumah mewah. Aku kembali menggeser layar HP untuk memastikan alamatnya. Setelah aku melihat nomor rumah dan jalannya sesuai dengan alamat yang dikirimkan Raisa. Aku mencari kontak dan menelpon Raisa.
“Assalamualaikum, Sa aku sudah di depan rumah nih,” ujarku.
“waalaikumsalam oh iya tunggu sebentar ya, ka. Sebentar lagi aku keluar”. Setelah menunggu 10 menit gerbang besar yang menutupi rumah mewah ini perlahan terbuka. Seorang gadis cantik berkerudung keluar dari gerbang.
“maaf ya menunggu lama. Ayo kita berangkat” Raisa semangat. Aku terpesona melihat penampilan Raisa hari ini. Pakaian yang ia pakai memang terlihat sederhana hanya kerudung panjang, kaos polos lengan panjang dan rok panjang semata kaki yang semuanya berwarna putih. Wajahnya yang putih hanya dipolesi sedikit bedak tanpa make up berlebihan membuatnya terlihat lebih cantik. Aroma minyak wangi yang dipakainya membuat jantungku berdegub cepat.
“Dik, kok malah ngelamun? Ayo kita pergi nanti keburu siang,” ucapan Raisa menyadarkanku dari lamunanku.
“Oh...maaf, sa. Kamu cantik banget hari ini” pujiku. Kulihat wajah Raisa mendadak merah setelah mendengar pujianku. Ia memalingkan wajahnya berusaha menyembunyikan rasa malunya. Aku tertawa kecil melihat Raisa yang salah tingkah setelah mendengar pujianku.
“Dasar gombal..ayo kita berangkat” ujar Raisa. Aku bergegas menghidupkan motorku dan pergi menuju taman bermain. Setibanya kami disana sudah banyak orang yang mengantri tiket masuk. Taman bermain ini adalah tempat hiburan terbesar di kota ini jadi wajar saja saat weekend selalu ramai oleh pengunjung. Setelah mendapatkan tiket kami bergegas masuk ke dalam taman.
“Wah...luas banget ya...kira kira mau naik yang mana dulu ya?” ujar Raisa. Aku tersenyum melihat Raisa sangat antusias mencoba satu per satu wahana yang ada disini. Beberapa kali ia menarik tanganku untuk menaiki wahana yang ia sukai. Ia bahkan menaiki wahana roller coaster sampai 3 kali. Padahal wahana itu mempunyai ketinggian sampai 100 meter. Aku belum pernah melihat Raisa sebahagia ini. Ia selalu tertawa dan berteriak setiap menaiki wahana. Jarum jam menunjukkan pukul 13:00 saat kami beristirahat sejenak untuk shalat dan makan. Setelah selesai shalat aku merasa rasa sakit di dadaku mulai kambuh. Mungkin karena aku kelelahan setelah berkeliling taman bermain ini seharian. Tanpa sepengetahuan Raisa aku bergegas menuju toilet dan meminum obat yang kubawa. Aku menatap wajahku yang pucat di cermin westafel.
“Aku mohon berikan aku sedikit waktu lagi untuk membuatnya bahagia” gumamku pada diriku sendiri. Tiba tiba HP ku berbunyi tanda sebuah pesan masuk.
“Dik, kamu dimana? Aku sudah ada di kantin nih”
“Ok tunggu ya. Aku segera kesana” ketikku di layar HP.
Sesampainya di kantin aku mengintari kantin dengan pandanganku. Kulihat soeorang gadis cantik berjilbab putih melambaikan tangannya kearahku. Aku berjalan kearah meja yang ditempati gadis itu.
“Dari mana sih? Pergi kok tidak bilang” tanya Raisa.
“Hehe.. maaf ke toilet sebentar. Kamu sudah pesan?” senyumku.
“Pesan? Aku sudah menyiapkan bekal dari rumah” ujar Raisa sambil mengambil sebuah bungkusan dari dalam tasnya.
“Aku membuat nasi goreng tadi pagi untuk sarapan. Tapi karena masih tersisa banyak aku bawa saja untuk makan siang”. Raisa memberikanku sebuah tempat makan yang berisi nasi goreng.
“Wah..nasi goreng adalah makanan favoritku” aku memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulut.
“Ini beneran kamu yang buat kan? Kok enak banget” tanyaku penasaran.
“Beneran enak? Wah.. terima kasih ya. Kalo kamu mau tahu memasak adalah hobiku” jawab Raisa.
“Kamu itu ya...sudah cantik, pintar, rajin, bisa masak lagi benar benar calon istri idaman” godaku. Pipi Raisa kembali memerah setelah mendengar gobalanku.
“Mulai kambuh lagi...sudah ah...ayo cepat habiskan makanannya. Masih banyak wahana yang ingin kucoba” senyum Risa.
“Kok tumben kamu memakai jilbab, sa?” tanyaku sambil mengunyah nasi goreng.
“Aku teringat dengan kata katamu, dik. Aku sadar ketika aku mati hanya amal yang kubawa. Aku tidak mau benyak membawa amal buruk. Jadi langkah pertamaku adalah menutup auratku” jawab Raisa. Aku tersenyum mendengar alasan Raisa berjilbab. Sejenak aku menatap wajahnya yang putih nampak cantik dengan jilbab putih panjangnya.
“Apakah orang tuamu keberatan kau mengambil jalan hidup seperti ini? Bukankah hidup seperti ini akan mendekatkanmu dengan kematian” tanyaku.
“Orang tuaku sudah pasrah dengan jalan yang kuambil. Mereka sudah mengikhlaskanku. Toh jalan manapun yang kuambil tidak bisa merubah takdir kematianku” ujar Raisa sambil mengunyah nasi goreng. Setelah istirahat kami kembali menjelajahi berbagai wahan di taman bermain. Entah kenapa jantungku mulai berdegub lebih cepat saat aku berada didekatnya. Pikiranku selalu kosong saat aku menatap wajahnya. Hatiku selalu bergetar saat tangannya menggenggam tanganku. Apakah ini yang namanya cinta?.
Jarum jam menunjukkan pukul 19:30 saat aku sampai di depan rumah Raisa. Raisa turun dari motorku dan tersenyum padaku.
“Terima kasih ya untuk hari ini. Aku beruntung bisa bertemu denganmu” senyum Raisa.
“Haha..kamu ini bisa saja. Sudah istirahat sana besok kita harus bersekolah” tawaku.
“Oh..iya aku lupa haha...kalau begitu aku masuk dulu ya” tawa Raisa sambil membuka pintu pagar. Aku memantapkan hatiku untuk mengutarakan perasaanku padanya.
“Sa, tunggu ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu”
“Ada apa, dik?” tanya Raisa penasaran. Aku mengambil nafas dalam dalam.
“Aku suka sama kamu. Apakah kamu mau jadi pacarku?” tanyaku. Sejenak kami berdua terdiam. Kulihat wajah Raisa memerah mendengar pernyataan cintaku.
“Kamu itu orangnya tutup point banget ya. Tidak ada romantis romantisnya” senyum Raisa. Jantungku berdegub kencang menunggu keputusan dari Raisa.
“Maaf aku belum bisa menjawab sekarang. Tapi aku senang kita bisa sedekat ini” jawab Raisa. Aku hanya bisa terdiam mendengar jawaban Raisa. Mungkin karena aku mendadak menyatakan perasaanku ia terkejut dan belum siap. Sejenak suasana menjadi hening.
“Baiklah aku akan selalu menunggu jawabanmu. Aku pulang dulu ya sudah malam” ujarku sambil menyalakan motorku.
“Hati hati ya” Raisa melambaikan tangannya. Walaupun ia belum menerimaku kulihat wajahnya tersenyum bahagia. Matanya berkaca kaca setelah aku menyatakan perasaanku. Aku membalas lambaian tangan Raisa dan memacu motorku meninggalkan Raisa.
 
Duh, bakalan sad ending nggak ya? :(
Drama yang bagus gan. Ringan tapi tetap ciamik. :thumbup

Btw, yang benar itu setahu saya "to the point" gan, bukan "tutup point". Mungkin untuk bagian yang itu bisa diperbaiki. Dan paragraf juga mungkin bisa dirapikan lagi. :)

Silakan dilanjutkan lagi gan, ditunggu...:ampun:
 
Duh, bakalan sad ending nggak ya? :(
Drama yang bagus gan. Ringan tapi tetap ciamik. :thumbup

Btw, yang benar itu setahu saya "to the point" gan, bukan "tutup point". Mungkin untuk bagian yang itu bisa diperbaiki. Dan paragraf juga mungkin bisa dirapikan lagi. :)

Silakan dilanjutkan lagi gan, ditunggu...:ampun:
Makasih banyak opininya suhu ... nanti saya perbaiki lagi dah ... kalo paragraf gak tau kenapa langsung ancur soalnya ane copas langsung dari wps ... ntr ane benerin deh
 
4. Pengalaman pertama
Keesokan harinya kelasku tiba tiba heboh melihat perubahan penampilan yang dilakukan Raisa. Biasanya ia hanya memakai baju hem putih lengan panjang dan rok abu abu panjang tanpa make up hari ini ia memakai jilbab dan sedikit make up di wajahnya. Seluruh siswa laki laki terpana melihat kecantikan Raisa. Sementara siswa perempuan langsung mengerubungi Raisa.

“Gila.. Raisa cantik banget ya hari ini” puji Joni.

“Iya dia cocok memakai jilbab. Dandanannya juga tidak berlebihan” ujarku.

“Kata ibuku kalo misalnya wanita jarang memakai make up tiba tiba memakai make up tandanya suasana hatinya sedang bahagia atau jatuh cinta. Kira kira siapa yang membuat Raisa jatuh cinta ya?” Joni penasaran. Perlahan Joni melirikkan matanya padaku sambil tersenyum.

“Apa sih? Mana aku tahu dia jatuh cinta dengan siapa” tukasku.

“Belakangan ini kamu dan Raisa sangat dekat. Coba lihat dia sedang memperhatikanmu” goda Joni. Aku melirikkan mataku kearah Raisa. Tiba tiba tatapan kami saling beradu. Raisa langsung mengalihkan pandangannya dengan wajah memerah.

“Cie cie... yang lagi falling in love haha...” tawa Joni.

“Apa sih.. sudah aku mau lihat PR sejarahmu. Aku lupa mengerjakannya tadi malam” ujarku sambil mengambil buku sejarah Joni.

“haha..sok ngeles lagi makannya jangan mikirin Raisa terus jadi lupa deh kalo ada PR” ejek Joni. Aku hanya menggelengkan kepalaku mendengar ejekan dari sahabatku ini. Waktu menunjukkan pukul 14:00 saat bel pulang sekolah berbunyi. Aku bergegas memasukkan buku dan alat tulis yang tersisa diatas meja. Biasanya sepulang sekolah aku bermain musik di ruang musik bersama sahabatku. Kebetulan kami sudah membentuk sebuah band kecil dan aku yang menjadi keyboardis serta vokalisnya. Meskipun suaraku pas-pasan, setidaknya tidak separah suara sahabatku yang lain.

“Dik, sehabis pulang sekolah mau latihan band ya?” tanya Raisa yang menghampiri mejaku.

“Iya sama si Joni juga” jawabku.

“Aku boleh ikut kalian latihan tidak?” pinta Raisa. Aku terkejut mendengar perkataan Raisa.

“Memang kamu bisa main musik?” tanya Joni.

“Kalau sedang kesepian di rumah aku sering bernyanyi dan bermain gitar di kamar. Aku juga suka membuat lagu saat waktu luang” jawab Raisa.Aku terkejut mendengar pengakuan Raisa.

“Wah...kalau begitu kamu bergabung saja dengan kami. Kebetulan vokalis kami suaranya pas pasan haha..” tawa Joni. Aku hanya tersenyu kecut mendengar ejekan Joni. Setibanya kami di ruang seni Adam Sandi telah menunggu kami.

“kebiasaan telat mulu nih” kesal Sandi.

“Maaf bro. Aku bawa vokalis baru nih buat band kita” ujar Joni. Adam dan Sandi terdiam ketika melihat Raisa. Sandi menarik tanganku dan Joni membawa kami ke sudut ruangan.

“Wah...parah kau bro. Punya temen cantik kok tidak bilang bilang” bisik Adam.

“bener bener memang kalian berdua menyembunyikan informasi sepenting ini ke kita berdua. Dia udah punya pacar belum?” tanya Sandi. Aku dan Joni hanya tersenyum cengengesan mendengar ucapan Sandi dan Adam.

“lagi ngapain sih kok bisik bisik? Perkenalkan namaku Raisa teman sekelas Andika dan Joni. Aku masih jomblo kok” senyum Raisa. Sandi dan Adam hanya tersenyum malu ternyata Raisa mendengar pembicaraan mereka.

“Oh..nggak kok. Selamat bergabung ya Raisa” ujar Adam sambil menahan malu. Aku dan Joni tertawa melihat cara bicara Adam yang gugup.

“Sudah sudah... ayo kita latihan. Raisa kamu bagian vokalis ya biar melodi dan bass dipegang olehku dan Joni” ujar Sandi. Kami bergegas bersiap untuk latihan. Aku terkejut mendengar suara Raisa yang merdu saat bernyanyi. Intonasi dan pengaturan nafasnya sangat baik.

“Suaramu bagus sekali, sa. kalau begini kita harus ikut kejuaraan antar nasional SMA itu” ujar Adam.

“Aku setuju. Kita pasti bisa menang karena vokalis kita keren banget” Joni mengepalkan tangannya. Raisa tersenyum malu melihat teman temanku memujinya. Aku melihat jam tanganku sudah jam 14:50.

“Gawat aku izin dulu ya bro. Aku bisa terlambat mengajar anak anak nih” ujarku.

“Oh.. ok ok bro hati hati” Sandi mengancungkan jempolnya.

“Kamu mau mengajar anak jalanan,dik? Aku boleh ikut?’ tanya Raisa. Aku menganggukkan kepalaku.

“Cie...ngajar yang bener ya jangan pacaran” ejek Joni disambut tawa dari Sandi dan Adam. Aku hanya menggelengkan tersenyum kepalaku dan berjalan keluar ruang seni.

“Kenapa kamu mau ikut? Bukankah lebih baik berlatih dengan mereka? deadlinenya minggu depan loh” tanyaku sambil berjalan menuju taman kota.

“Aku sudah pernah bilang aku ingin beramal sebanyak yang kubisa sebelum aku mati” jawab Raisa tersenyum.

“Kamu pasti kewalahan mengajar anak anak jalanan bukan?” ujar Raisa. Setibanya kami disana anak anak jalanan ternyata sudah berkumpul.

“Adik adik hari ini kita kedatangan teman baru yang akan membantu kalian untuk belajar” aku memperkenalkan Raisa kepada Anak jalanan.

“Halo adik adik nama kakak Raisa. Mulai hari ini kakak akan membantu kak Andika untuk mengajar kalian” sapa Raisa. Mendadak kelas menjadi ribut setelah Raisa memperkenalkan diri.

“Kakak 'kok cantik banget sih aku mau deh cantik seperti kakak” ujar seorang anak perempuan di baris depan. Raisa hanya tersenyum melihat antusiasme anak anak jalanan.

“Kakak pacarnya kak Andika ya? Celoteh seorang anak laki laki di baris belakang. Kulihat wajah Raisa memerah mendengar pertanyaan dari anak itu.

“Cie cie...” Anak jalanan meneriaki aku dan Raisa yang salah tingkah.

“Sudah sudah.. ayo kita belajar lagi kok malah ribut sih” ujarku berusaha menenangkan. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 17:20 ketika kami selesai mengajar. Matahari mulai tenggelam di ufuk barat berganti tugas dengan sang bulan. Lampu taman yang cantik sudah dinyalakan.

“Sa, hari sudah malam sebaiknya kau singgah dulu di cafe kakakku nanti aku yang akan mengantarmu pulang” saranku. Raisa menganggukkan kepalanya dan mengikutiku dari belakang. Kulihat cafe kak Reno ramai seperti biasanya saat aku tiba.

“Kakakmu yang punya cafe ini? Bukankah ini cafe yang paling terkenal di kota ini?” tanya Raisa kaget. Aku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalaku. Aku menghampiri kak Reno yang sedang bermain laptop di samping meja kasir.

“Yang lain pada kerja ini malah enak enakan main laptop” tegurku.

“Eh ... kamu baru pulang? Dia siapa?” tanya kak Reno.
“Kenalkan kak, dia Raisa teman sekelasku. Kami baru saja selesai mengajar anak jalanan” kenalku pada kak Reno. Raisa tersenyum menatap kak Reno.

“Oh.. jadi ini yang namanya Raisa, gebetanmu cantik juga ya kakak “tikung” boleh ya” bisik kak Reno. Aku menjitak kepala kakakku sambil berjalan kedalam cafe. Raisa hanya tersenyum melihat kelakuan kakak beradik ini.
 
5. Sebuah perpisahan
Setelah 2 minggu berlatih akhirnya hari yang kami nantikan datang juga. Hari ini kami akan audisi band tingkat nasional wilayah Jawa Barat. Aku menatap kalender yang terpampang di ruang tamu. Aku baru ingat hari ini ada sesuatu yang lebih penting daripada audisi. Aku bergegas mengirimkan SMS kepada Joni, Sandi, dan Adam.

“Apa kau yakin akan pergi hari ini?” tanya Kak Reno yang tiba tiba muncul.

“Aku harus pergi kak. Kami sudah berlatih dengan keras. Kami juga sering manggung di cafe kakak untuk menguatkan mental kami” jawabku.

“Apa kamu yakin bisa bertahan?” ragu kakakku.

“Setidaknya aku bisa bertahan sampai lolos audisi” ujarku. Kak Reno memelukku dengan erat seakan tidak ingin melepaskanmu. Pundakku perlahan basah oleh air matanya.

“Kakak sayang sama kamu. Kakak ingin kamu bahagia. Maaf jika kakak belum bisa membuatmu bahagia” tangis kak Reno. Perlahan aku melepaskan diri dari pelukan kakakku.

“Kak aku adalah adik yang paling bahagia di dunia karena aku mempunyai kakak yang baik dan perhatian” aku tersenyum dan mengusap air mata kakakku.

“Aduh...ayo sebaiknya kita berangkat ke tempat audisi teman temanmu pasti sudah menunggu” ujar Kak Reno. Sesampainya di tempat audisi aku melihat Joni, Sandi dan Adam sudah berkumpul di pintu masuk.

“beneran hari ini bro?” tanya Joni. Aku hanya membalas dengan anggukkan kepala.tiba tiba mereka bertiga memelukku dengan erat. Mata mereka berkaca kaca saat memelukku. Aku hanya bisa terdiam sambil membalas pelukan mereka. Raisa datang terlambat berlari menghampiri kami yang tengah berpelukan.

“Eh...ada apa ini? Kok kalian pada nangis?” tanya Raisa penasaran.
“Oh..nggak kami Cuma nerveous takut tidak lolos audisi” ujar Adam berbohong.

“Sudahlah ayo kita masuk kita sudah terlambat” ajakku. Ruang tunggu audisi sudah dipenuhi oleh peserta audisi. Kami mendapat antrian no 25. Aku melihat raut wajah Raisa sangat tegang. Perlahan aku menggenggam tangan kanannya erat.

“Rileks saja. kalau kamu tegang jantungmu akan berdegub lebih cepat. Kamu akan mengurangi umurmu dengan sia sia” senyumku. Raisa tersenyum manis kepadaku.

“Setelah audisi aku ingin berbicara denganmu” bisik Raisa sambil menyandarkan kepalanya di bahuku. Tidak lama kemudian nomor kami dipanggil untuk bersiap ke ruang audisi. Kami akan memainkan lagu dari Andra and the backbone “Sempurna”. Lagu ini adalah pilihan Raisa setelah berdiskusi terlebih dahulu dengan kami. Kami melangkahkan kaki kami dengan mantap ke panggung audisi. Kulihat ada 5 juri yang berasal dari ban band ternama negeri ini.

“Kalian afterlife akan memainkan lagu apa?” tanya seorang juri.

“Kami akan memainkan sebuah lagu dari Andra and the backbone “Sempurna” ” jawab Raisa. Kami bergegas menuju posisi kami masing masing. Aku mulai menekan tuts keyboard untuk memulai intro lagu. Aku berusaha fokus mengikuti partitur lagu yang sudah kupelajari. Saat di pertengahan lagu tiba tiba aku merasakan nyeri di dada kiriku. Badanku tiba tiba lemas. Tetapi aku terus berusaha bertahan sampai akhir lagu.

“Sial..aku mohon bertahanlah sedikit lagi” gumamku dalam hati. Beberapa kali aku melakukan kesalahan karena kurang konsentrasi. Akhirnya aku berhasil bertahan sampai akhir lagu. Kulihat 3 juri melakukan standing aplause kepada kami. Menurut juri kemampuan vokal Raisa yang diatas rata rata membuat kami lolos audisi. Setelah keluar dari ruang audisi aku meminta izin untuk pergi ke toilet. Kulihat mata ketiga sahabatku berkaca kaca menatapku pergi sementara Raisa tengah menelpon orang tuanya. Aku melangkahkan kakiku ke lantai paling atas gedung audisi. Aku memasang headset dan menulis sebuah surat ketika sampai di lantai teratas. Aku menyandarkan diriku pada pagar pembatas bangunan. Rasa sakit di dadaku semakin lama semakin menjadi. Detak jantungku perlahan mulai melemah. Aku terus berusaha menulis surat ini dengan sisa tenagaku. Semilir angin menemaniku menulis surat untuk seseorang yang spesial dihatiku. Setelah selesai menulis aku meihat pemandangan dari atas gedung yang sangat cantik sambil menikmati lagu yang tengah diputar dari headset. Beberapa kali aku memejamkan mataku menahan sakit yang luar biasa ini. Tiba tiba seseorang datang menghampiriku ke lantai atas. Seorang gadis berkerudung merah jambu berlari kearahku sambil menenteng sebuah HP. Gadis itu menunjukkan layar HP yang dipegangnya kearahku.

“Sahabatku aku ingin memberi tahu hal penting kepada kalian. Hari ini adalah hari terakhir jantungku akan berdetak. Penyakit detak waktuku sudah mencapai batasnya. Aku minta maaf apabila aku ada salah. Setelah audisi selesai tolong biarkan aku sendiri. Aku tidak akan pernah melupakan kalian” itu adalah kata perpisahan yang aku kirimkan kepada sahabatku tadi pagi. Ternyata Raisa mengambil HP Joni karena ia tidak memberitahukan keberadaanku.
Raisa mencabut alat yang ada di dadanya dan menempelkannya kearah dadaku.

“10 menit lagi? Andika sungguh kau membuatku marah. Mengapa kau tidak memberitahuku kalau kau mempunyai penyakit yang sama” tangis Raisa. Perlahan aku mengusap air mata yang membasahi pipi mulusnya.

“Maafkan aku. Aku tidak ingin membuatmu bersedih. Aku tahu apa yang kau rasakan selama ini. Oleh karena itu aku ingin memberikan waktuku untuk sebuah kebahagiaan yang mungkin belum pernah kau rasakan” senyumku.

“Aku mohon bertahanlah. Kau sudah membuatku merasakan indahnya jatuh cinta. Aku mencintaimu, dik. Aku sayang padamu. Kaulah yang membuat diriku menjadi lebih hidup” Raisa memelukku dengan erat seakan tak ingin melepaskanku. Jika aku bisa berbicara dengan tuhan aku ingin memohon diberikan kesempatan untuk menjagamu dan memelukmu sampai ajal menjemput kita berdua. Air mata Raisa jatuh membasahi baju kemejaku. Badanku terguncang oleh isak tangisnya.

“Maaf aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Tetaplah menjadi Raisa yang kukenal. Raisa yang periang, semangat dan baik kepada orang lain. Manfaatkan waktumu yang tersisa sebaik mungkin. Aku selalu mencintaimu” gumamku. Setelah aku mengucapkan 2 kalimat syahadat perlahan pandanganku menjadi gelap. Seluruh badanku terasa sakit. Sebelum aku memejamkan mataku aku sempat mendengar sepotong lagu yang diputar oleh HP ku.

bila habis sudah waktu ini tak lagi berpijak pada dunia telah aku habiskan sisa hidupku hanya untukmu”.
Surat cinta untuk starla, dipopulerkan oleh Virgoun
 
Tuh kan, sad ending...:((

Cerpennya bagus gan. Bisa dibilang agan cukup teliti dalam memainkan plot cerita. Sesuatunya tetap disimpan rapi hingga akhir, dengan bocoran2 di awal yang pas porsinya agar pembaca tetap tidak gampang menebak kelanjutannya.

Tapi, sedikit kejanggalan sempat saya dapat. Nggak banyak sih, hanya 2 hal:
1. Di awal Raisa mengatakan bahwa penyakit ini akan semakin "mengurangi" umur apabila jantung itu terpakai kan? Nah, Dika sendiri sejak awal tidak pernah mengeluhkan penyakitnya apalagi meniru tingkah Raisa yang sempat "malas-malasan" untuk tidak olahraga, bergaul, dsb. Bukankah dengan begitu seharusnya Dika meninggal lebih cepat karena sudah memakai umur jantungnya sesuka hati? Kenapa dia meninggal di saat yang sudah "ditentukan" (sesuai vonis dokter)?

2. Yang nomor 2 ini nggak terlalu serius sih. Hehe...
Hanya saja saya bertanya-tanya, kenapa harus tiba-tiba lagu virgoun diputar di saat terakhir? Dan anehnya lagu itu diputar dari HP Dika.
Siapa yang memutar lagu itu tiba-tiba? Pandangan Dika mulai gelap, jadi mustahil dia yang memainkannya. Raisa? Dia kan nggak tahu isi playlist lagu Dika di HP-nya?
Kesannya tuh HP main sendiri aja gitu. :D

Dan untuk bagian ini: Biasanya
sepulang sekolah aku bermain musik
di ruang musik bersama sahabatku.
Kebetulan kami sudah membentuk sebuah band kecil dan aku yang
menjadi keyboardis serta vokalisnya.
Meskipun suaraku pas-pasan,
setidaknya tidak separah suara
sahabatku yang lain.


Saya sempat baca bagian itu di bagian awal gan. Jadi, menurut saya nggak perlu diulangi lagi.

Hanya itu sih kejanggalan yang saya dapat. Selebihnya cerita ini apik. Mungkin untuk kelanjutannya agan marsena bisa sedikit lebih teliti lagi.

Dilanjutin aja ke season 2 gan. :)
 
Tuh kan, sad ending...:((

Cerpennya bagus gan. Bisa dibilang agan cukup teliti dalam memainkan plot cerita. Sesuatunya tetap disimpan rapi hingga akhir, dengan bocoran2 di awal yang pas porsinya agar pembaca tetap tidak gampang menebak kelanjutannya.

Tapi, sedikit kejanggalan sempat saya dapat. Nggak banyak sih, hanya 2 hal:
1. Di awal Raisa mengatakan bahwa penyakit ini akan semakin "mengurangi" umur apabila jantung itu terpakai kan? Nah, Dika sendiri sejak awal tidak pernah mengeluhkan penyakitnya apalagi meniru tingkah Raisa yang sempat "malas-malasan" untuk tidak olahraga, bergaul, dsb. Bukankah dengan begitu seharusnya Dika meninggal lebih cepat karena sudah memakai umur jantungnya sesuka hati? Kenapa dia meninggal di saat yang sudah "ditentukan" (sesuai vonis dokter)?

2. Yang nomor 2 ini nggak terlalu serius sih. Hehe...
Hanya saja saya bertanya-tanya, kenapa harus tiba-tiba lagu virgoun diputar di saat terakhir? Dan anehnya lagu itu diputar dari HP Dika.
Siapa yang memutar lagu itu tiba-tiba? Pandangan Dika mulai gelap, jadi mustahil dia yang memainkannya. Raisa? Dia kan nggak tahu isi playlist lagu Dika di HP-nya?
Kesannya tuh HP main sendiri aja gitu. :D

Dan untuk bagian ini: Biasanya
sepulang sekolah aku bermain musik
di ruang musik bersama sahabatku.
Kebetulan kami sudah membentuk sebuah band kecil dan aku yang
menjadi keyboardis serta vokalisnya.
Meskipun suaraku pas-pasan,
setidaknya tidak separah suara
sahabatku yang lain.


Saya sempat baca bagian itu di bagian awal gan. Jadi, menurut saya nggak perlu diulangi lagi.

Hanya itu sih kejanggalan yang saya dapat. Selebihnya cerita ini apik. Mungkin untuk kelanjutannya agan marsena bisa sedikit lebih teliti lagi.

Dilanjutin aja ke season 2 gan. :)
Nah buat pertanyaan pertama sebenernya ane sudah sampaikan secara tersirat kalo umur andika gak bakal lama lagi tentang kenapa dia bisa tau dia bakal mati saat hari audisi itu ane ngarahinnya lebih ke feeling hu soalnya dia udah ngerasa gejala tubuhnya yang makin lemah.
Nah buat pertanyaan kedua kan andika sebelum mati sempat memasang dan memutar headset buat menikmati saat terakhirnya nah kebetulan menjelang detik detik kematiannya hpnya memutar lagunya virgoun. Nah buat yang terakhir ane akuin itu keteledoran ane wkwkwk maaf ya hu atas keteledoran saya wkwkk saya mengucapkan terima kasih banyak buat suhu yang sudah memberikan kritik dan saran dari awal buat cerita saya
:Peace::Peace::Peace:
 
Nah buat pertanyaan pertama sebenernya ane sudah sampaikan secara tersirat kalo umur andika gak bakal lama lagi tentang kenapa dia bisa tau dia bakal mati saat hari audisi itu ane ngarahinnya lebih ke feeling hu soalnya dia udah ngerasa gejala tubuhnya yang makin lemah.
Nah buat pertanyaan kedua kan andika sebelum mati sempat memasang dan memutar headset buat menikmati saat terakhirnya nah kebetulan menjelang detik detik kematiannya hpnya memutar lagunya virgoun. Nah buat yang terakhir ane akuin itu keteledoran ane wkwkwk maaf ya hu atas keteledoran saya wkwkk saya mengucapkan terima kasih banyak buat suhu yang sudah memberikan kritik dan saran dari awal buat cerita saya
:Peace::Peace::Peace:
Nah, justru itu jadinya rada kebetulan banget kesannya. Jika memang si Dika memberitahukan kepada Kakak berikut teman-temannya soal keadaan jantungnya itu sehari sebelumnya, itu artinya si Dika punya kemampuan indra keenam alias bisa ngeramal. :)

Dari sekian banyaknya hari (300 hari lebih) dalam setahun, dia bisa tahu hari itulah hari terakhirnya, tanpa alat dan tanpa rekam medis. Padahal, Dika sudah berkali-kali anfal sebelumnya, tapi kenapa dia tidak curiga dia akan mati saat kapanpun dia mendapatkan jadwal kambuh itu? Kenapa dia baru curiga bakalan akan mati saat konser?

Sebenarnya bukan masalah mungkin atau tidaknya, tapi kebetulannya itu terlalu kebetulan. Jadi, itu yang menyebabkan kesan "settingan" itu terlalu terasa.

Mungkin itu saja pendapat dari saya. Lebih dan kurangnya saya mohon maaf ya. :ampun:

Lanjutkan terus berkarya gan. :semangat:
 
Luar biasa sampe sesek baca cerita ini... Lanjutkan ya
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd