Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Budak nafsu ABG

nero angelo

Guru Semprot
Daftar
8 Apr 2012
Post
626
Like diterima
4.375
Lokasi
Dimensi keterasingan
Bimabet
Aku sedang membanting pantatku di jok belakang taxi, ketika
dering HP-ku memanggil. Kuperhatikan jelas sekali bahwa ini
nomor yang sama dari dua kali panggilan tadi. Tapi karena aku
merasa tidak mengenalnya, aku sama sekali tidak
menanggapinya.

"Kenapa tidak diangkat, Bang..?" tanya sopir taxi yang sekilas
melihatku lewat spionnya.
"Buat apa. Paling-paling wartawan 'bodrek'. Menawarkan berita
kemenanganku ini di koran kelas 'teri'-nya. Bosen aku
berurusan dengan mereka..!" sahutku sambil kuperhatikan
sekali lagi secara kilas dua medali emas dan piala juara
favorit kejuaraan binaraga kelas junior ini.

Taxi meluncur kencang membawaku pulang ke rumah
kontrakanku di daerah Radio Dalam. Taxi masih melenggang di
atas aspalan Sudirman ketika nomor HP itu muncul lagi di
layar HP-ku. Berdering dan berdering minta diangkat. Terpaksa
kali ini aku menerimanya dengan malas.

"Hai Andre, sombong bener sih, nggak mau terima telponku.
Kenapa..?"
"Sori Mbak. Ini siapa, dan ada apa..? Aku merasa nggak kenal
anda."
"Benar. Kita belum pernah saling kenal kok. Tapi aku selalu
memantau kemajuanmu dalam bertanding binaraga. Pokoknya
aku selalu mengikutimu kemana kamu berlaga memamerkan
tubuhmu yang berotot kekar tapi indah dan seksi sekali itu.
Aku senang sekali. Banyak teman-temanku yang mengidolakan
dirimu lho Mas. Kupikir masa depanmu pasti cerah sekali di
dunia binaraga. Gimana nih, kami mau kenalan lebih dekat
lagi, juga foto-foto bersama atlet idola kami. Bagaimana
Mas..?"
Aku sejenak berpikir. Siapa sih mereka? Apa maksudnya?
Kalau aku tolak, aku merasa merendahkan atau menyepelekan
apa yang namanya fans atau penggemar. Fans atau
penggemar, apalagi wartawan itu adalah jalur yang tidak boleh
kulawan. Mereka harus kurangkul dan akrabi. Begitu nasehat
teman-teman seniorku di dunia olahraga yang banyak
penggemarnya.
"Baiklah. Dimana ini kalian semua..?" tanyaku setelah
menghelakan nafasku.

Sebuah daerah pemukiman elite disebutkan suara cewek itu.
Permata Hijau. Aku segera minta sama sopir taxi segera
meluncur ke alamat yang dituju. Kuperhatikan jam tanganku
sudah menunjukkan pukul 23.45 tepat. Waktuku untuk istirahat.
Tapi demi fans, aku rela membagi waktuku dengan mereka.

Rumah mewah itu memang terlihat sepi, gelap, dengan
halamanya yang terlihat teduh. Berlantai tiga dengan gaya
arsitektur spanyol yang unik. Bergegas aku segera turun dan
kuperhatikan sejenak taxi telah menghilang di tikungan jalan.
Kembali aku perhatikan alamat rumah yang kutuju itu. Aku
segera menyelinap masuk ke dalam halamannya setelah
membuka sedikit pintu gerbangnya yang dari besi dicat hitam.
Hujan mendadak turun dengan rintik-rintik. Berburu aku lari
kecil menuju teras yang tinggi, karena aku mesti menaiki anak
tangganya.

Aku dengan tidak sabaran menekan-nekan bel pintunya yang
yang tampak sekali aneh bagiku, sebab tombol bel itu berupa
puting susu dari patung dada wanita. Tidak berapa lama, pintu
model tarung kuku itu terbuka. Aku seketika berdecak kagum
dan 'ngiler' berat melihat figur penggemarku ternyata anak
baru tumbuh yang bertubuh seksi.

"Mas Andre, ya? Ayo Mas, dua temanku sudah tak sabar
nungguin Mas. Biar kubawakan pialanya.. yuk..!" ujar gadis
berusia sekitar 17 tahun itu ramah sekali menyambar piala dan
tas olahragaku.
Aku menyibakkan sebentar rambut gondrongku yang basah
sedikit ini, sambil sejenak kuperhatikan gadis itu menutup dan
mengunci kembali pintunya.

"Ng.., maaf, belum kenalan..," gumamku perlahan membuat
gadis berambut pendek cepak ala tentara cowok itu
menghentikan langkahnya lalu memutar tubuhnya ke arahku
sambil mengumbar senyun manisnya.
"Oh ya, aku Tami..," sahutnya menjabat tanganku erat-erat.
Hm, halus dan empuk sekali jemari ini, seperti tangan bayi.

Tami yang berkulit kuning langsat itu melirik ke sebelah, di
mana dari balik korden muncul dua temannya. Semua seusia
dirinya.

"Ayo pada kenalan..!" sambung Tami.
Malam ini Tami memakai kaos singlet hitam ketat dan celana
pendek kembang-kembang ketat pula, sehingga aku dapat
dengan jelas melihat sepasang pahanya yang mulus halus.
Bahkan aku dapat melihat, bahwa Tami tidak memakai BH.
Jelas sekali itu terlihat pada dua bulatan kecil yang menonjol
di kedua ujung dadanya yang kira-kira berukuran 32.

"Lina..," ujar gadis kecil lencir berambut panjang
sepinggangnya itu menjabat tanganku dengan lembut sekali.
Gadis ini berkulit kuning bersih dengan dadanya yang kecil
tipis. Dia memakai kaos singlet putih ketat dan celana jeans
yang dipotong pendek berumbai-rumbai. Lagi-lagi Lina, gadis
cantik beralis tebal itu sama seperti Tami. Tidak memakai BH.
Begitupun Dian, gadis ketiga yang bertubuh kekar seperti laki-
laki itu dan berambut pendek sebatas bahunya yang kokoh.
Kulitnya kuning langsat dengan kaos ketat kuning dan celana
pendek hitam ketat pula. Hanya saja, dada Dian tampak paling
besar dan kencang sekali. Lebih besar daripada Tami. Cetakan
kedua putingnya tampak menonjol ketat.
Aku dapat melihat pandangan mata mereka sangat tajam ke
arah tubuhku. Aku pikir iru maklum, sebab idola mereka kini
sudah hadir di depan mata mereka.

"Dimana mau foto-foto bersamanya..?" tanyaku yang
digelandang masuk ke ruang tengah.
"Sabar dulu dong Mas, kita kan perlu ngobrol-ngobrol. Kenalan
lebih dalam, duduk bareng.. gitu. Santai saja dulu lah.. ya..?"
sahut Dian menggaet lengan kananku dan mengusap-usap
dadaku setelah ritsluting jaket trainingku diturunkan sebatas
perutku.
"Ouh, kekar sekali. Berotot, dan penuh daging yang hebat.
Hm..," sambungnya sedikit bergumam sembari menggerayangi
putingku dan seluruh dadaku.

Aku jadi geli dan hendak menampik perlakuannya. Tapi
kubatalkan dan membiarkan tangan-tangan ketiga gadis ABG
itu menggerayangi dadaku setelah mereka berhasil melepas
jaketku.

Kuakui, aku sendiri juga menikmati perlakakuan istimewa
mereka ini. Kini aku dibawa ke sebuah kamar yang luas dengan
dinding yang penuh foto-foto hasil klipingan mereka tentang
aku. Aku kagum. Sejenak mereka membiarkanku terkagum dan
menikmati karya mereka di tembok itu.
"Bagaimana..?" tanya Lina mendekati dan merangkul lengan
kiriku.

Lagi-lagi jemari tangan kirinya menggerayangi puting dan
dadaku. Kudengar nafas Lina sudah megap-megap. Lalu Dian
menyusul dan memelukku dari belakang, menggerayangi
dadaku dan menciumi punggungku. Kini aku benar-benar geli
dibuatnya.

"Sudahlah, lebih baik jangan seperti ini caranya. Katanya mau
foto-foto..?" kataku mencoba melepaskan diri dari serbuan
bibir dan jemari mereka.
"Iya, betul sekali. Lihat kemari Mas Andre..!" sahut Tami yang
berdiri di belakangku.

Aku segera membalikkan tubuhku dan seketika aku terkejut.
Mataku melotot tidak percaya dengan penuh ketidaktahuan
dan ngerti semua ini.

"Ada apa ini, apa-apa ini ini..? Kalian mau merampokku..?"
tanyaku protes melihat Tami sudah menodongkan pistol
otomatis yang dilengkapi dengan peredam suara itu ke arah
kepalaku.

"Ya. Merampok dirimu. Jiwa dan ragamu. Semuanya. Ini pistol
beneran. Dan kami tidak main-main..!" sahut Tami dengan
wajah yang kini jadi beringas dan ganas.

Begitupun Lina dan Dian. Sebuah letupan menyalak lembut dan
menghancurkan vas bunga di pojok sana. Aku terhenyak kaget.
Mereka berdua memegangi lengananku dengan kuat sekali.
Aku hampir tidak percaya dengan tenaga mereka.

"Tidak ada foto. Tapi, di ruangan ini, kami memasang beberapa
kamera video yang kami setel secara otomatis. Setiap ruangan
ada kamera dan kamera. Semua berjalan otomatis sesuai
programnya. Copot celananya, Lin..!" ujar Tami membentak.
Aku hendak berontak, tapi dengan kuat Dian memelintir
lenganku.

"Ahkk..!"
"Jangan macem-macem. Menurut adalah kunci selamatmu.
Ngerti..!" bentak Dian tersenyum sinis.
Celana trainingku kini lepas, berikut sepatuku dan kaos
kakinya. Lina sangat cepat melakukannya. Kini aku hanya
memakai cawat hitam kesukaanku yang sangat ketat sekali
dan mengkilap. Bahkan cawat ini tidak lebih seperti secarik
kain lentur yang membungkus zakar dan pelirku saja. Sebab
karetnya sangat tipis dan seperti tali.

"Kamu memang seksi dan kekar..," ucap Tami mendekati dan
menggerayangi zakarku.
"Iya Tam. Sekarang aja ya, aku udah nggak sabar nih..!" sahut
Dian mengelus-elus pantatku.

"Sama dong. Tapi siapa duluan..?" sahut Lina mengambil
sebotol minyak tubuh untuk atlet binaraga.
Kulihat mereknya yang diambil Lina yang paling mahal.
Tampaknya mereka tahu barang yang berkualitas.

"Diam dan diam, oke..?" kata Lina menuangi minyak itu ke
tangannya.
Begitupun Dian dan Tami. Segera saja jemari-jemari tangan
mereka mengolesi seluruh tubuhku dengan minyak. Bergantian
mereka meremas-remas batang zakarku dan buah pelirku yang
masih memakai cawat ini dengan penuh nafsu. Aku kini sadar,
mereka fans yang maniak seks berat. Walau masih ABG.
Dengan buas, Tami merengut cawatku dengan pisau lipatnya,
yang segera disambut tawa ngakak temannya. Zakarku
memang sudah setengah berdiri karena dorongan dan
rangsangan dari stimulasi perbuatan mereka. Bagaimanapun
juga, walau dalam situasi yang tertekan, aku tetap normal. Aku
tetap terangsang atas perlakuan mereka.

"Ouh, sangat besar dan panjang. Gede sekali Lin..," ucap Dian
kagum dan senang sembari menimang-nimnag zakarku.
Sedangkan Tami meremas-remas buah pelirku dengan gemas
sekali, sehingga aku langsung melengking sakit.

"Duh, rambut kemaluannya dicukur indah. Apik ya..!" sahut
Dian mengusap potongan bentuk rambut kemaluanku yang
memang kurawat dengan mencukur rapi.

"Auuhk.., jangan. Jangan.., sakit..!" ucapku yang malah bikin
mereka tertawa senang.
Lina sendiri menciumi daging zakarku dan menjilat-jilat buas
pelirku. Aku tetap berdiri dengan kedua kakiku agak terbuka.
Mereka dengan buasnya menjilati dan menciumi zakar dan
buah pelirku serta pantatku.

"Ouh.. jangan.. aauhk.. ouhhk.. aahkk..!" teriak-teriak mulutku
terangsang hebat.
Hal itu membuat Tami jadi ganas dalam mengocok-ngocok
batang zakarku. Sedangkan Lina gantian meremas-remas buah
pelirku. Sementara Dian menghisap putingku dan
memelintirnya, sehingga putingku jadi keras dan kencang.

Kedua tanganku kini berpegangan pada tubuh mereka, karena
dorongan birahiku yang mendadak itu. Aku kian menjerit-jerit
kecil dan nikmat. Teriakan mereka yang diselingi tawa senang
kian menambah garang perlakuan mereka atas tubuh
telanjangku.

Bergantian mereka mngocok-ngocok zakarku hingga kian
mengeras dan memanjang hebat. Bahkan mereka dengan
buasnya bergantian menyedot-nyedot zakarku dengan
memasukan ke dalam mulut mereka, sampai-sampai mereka
terbatuk-batuk karena zakarku menusuk kerongkongan
mereka.

"Nikmat sekali zakarnya, hmm.., coba diukur Dian. Berapa
panjang dan besarnya, aku kok yakin, ini sangat panjang..!" ujar
Tami sambil terus mengulum-ngulum dan menjilati zakarku.
Dian segera mengukur panjang dan besarnya zakarku.

"Gila, panjangnya 23 sentimeter, dan garis lingkarnya.. hmm..,
18 senti. Apa-apaan ini. Kita pasti terpuaskan. Dia pasti hebat
dan kuat..!" ujar Dian kagum sambil mengikat pangkal batang
zakarku dengan tali sepatu secara kuat.

Begitupun pangkal buah pelirku diikat tali sepatu sendiri.
Sementara Lina gantian kini yang mengocok-ngocok zakarku
sambil mengulum-ngulumnya. Karuan saja, zakarku jadi
tambah keras dan merah panas membengkak hebat. Otot-
ototnya mengencang ganas. Aku kian menjerit-jerit tidak kuat
dan tidak kuasa lagi menahan spermaku yang hendak muncrat
ini.

Mendengar itu, Lina mencopot lagi tali sepatuku di batang
zakarku dan pelirku. Cepat-cepat mereka membuka mulutnya
lebar-lebar di depan moncong zakarku sambil terus
mengocok-ngocok paling ganas dan kuat.

"Creet.. croot.. creet.. srreet.. srroott.. creet..!" menyembur
spermaku yang mereka bagi rata ke mulutnya masing-masing.
Bergantian mereka menjilati sisa-sisa spermaku sambil
mengurut-ngurut batang zakarku agar sisa yang masih di
dalam batang zakarku keluar semua.
"Hmm.. nikmat sekali. Enak..!" ucap Diam senang.

"Iya, spermanya ternyata banyak sekali.. kental..!" sahut Lina.
"Ayo, ikat dia di ruang penyiksaan. Cepat..!" perintah Tami
berdiri, diikuti Lina dan Dian.
Sedangkan aku masih lemas. Rasa-rasanya mau hancur
badanku. Aku nurut saja perintah mereka. Memasuki ruang
penyiksaan.

Apa pula itu? Mereka dengan cepat memasang gelang besi di
kedua tangan dan kakiku. Rantai besi ditarik ke atas. Kini
tubuhku merentang keras membentuk huruf X. Posisi badanku
dibikin sejajar dengan lantai yang kira-kira setinggi satu
meteran itu. Lampu menyorot kuat ke arahku. Keringatku
menetes-netes deras.
"Siapa kalian ini sebenarnya..?" tanyaku memberanikan diri.

"Diam..! Tak ada pertanyaan. Dan tak boleh bertanya. Pokoknya
menurut. Kamu kini budak kami. Ngerti..!" bentak Tami
mencambuk dadaku dan punggungku dengan cambuk yang
berupa lima utas kulit yang ujungnya terdapat bola berduri.
Sakitnya luar biasa.
Mendadak Dian membuka lantai di bawahku. Aku kaget,
rupanya di bawah sana ada liang seukuran kira-kira lebar 50
senti dan panjang dua meteran. Dan di lubang sedalam kira-
kira satu meteran itu terdapat tumpukan batu bara yang
membara panas sekali! Pantas saja, tadi kakiku sempat
merasakan panasnya lantai ubin ini. Walau kini tubuhku
setinggi kurang dari dua meter dari bara, tapi aku masih kuat
merasakan betapa panasnya batu bara itu uapnya membakar
kulit tubuhku bagian belakang.

"Cambuk terus..! Sirami dengan minyak dan jus tomat..!"
perinta Tami mencambuki kakiku.
Sedangkan Lina mencambuki dadaku. Dian mencambuki
punggungku. Panas dan pedih, semua bercampur jadi satu.
Bersamaan mereka juga mencambuki zakar dan pelirku yang
masih setengah tegang ereksinya. Batu bara yang tertimpa
minyak dan jus tomat itu mengeluarkan asap panas yang
segera membakar kulitku. Entah, di menit keberapa aku
bertahan. Yang jelas tidak lama kemudian aku pingsan.

Saat terbangun, ternyata aku sudah terbaring di atas ranjang
luas dan empuk bersprei putih kain satin. Tapi kondisiku tidak
jauh beda dengan disiksa tadi. Kedua tanganku dirantai di
kedua ujung ranjang bawah, sedangkan badanku melipat ke
atas karena kedua kakiku ditarik dan rantainya diikatkan di
kedua ujung ranjang atas kepalaku, sehingga dalam posisi
seperti udang ini, aku dapat melihat anusku sendiri.

Sebuah bantal mengganjal punggungku. Lampu menyorotku.
Tiba-tiba Lina sudah mengakangi wajahku. Dan dia telanjang
bulat. Kulihat vaginanya yang mengarah ke wajahku itu bersih
dari rambut kemaluan. Rupanya telah dipangkas bersih.
"Jilati, nikmati lezatnya kelentitku dan vaginaku ini. Cepat..!"
teriak Lina menampar wajahku dua kali sambil kemudian
membuka bibir vaginanya dan menjejalkannya ke mulutku.
Terpaksa, aku mulai menjilati vagina dan seluruh bagian di
dalamnya sambil menghisap-hisapnya.
Lina mulai menggerinjal-gerinjal geli dan nikmat sambil
meremas-remas sendiri duah dadanya dan puting-puting
susunya yang kecil itu. Kulihat selintas datang Dian dan Tami
yang juga telanjang bulat. Sejenak mereka berdua saling
berpelukan dan berciuman. Mereka ternyata lesbian..! Lina
segera beranjak berdiri.

"Lakukan dulu Lin, kami sedang mood nih..!" ujar Tami
mencimui vagina Dian yang berbaring di sebelahku sambil
menggerinjal-gerinjal geli.
Kedua tangan Dian meremas-remas sendiri buah dadanya.
Lina segera saja mengambil boneka zakar yang besar dan
lentur. Segera saja Lina menuangi anusku dengan madu, serta
merta gadis itu menjilati duburku. Aku jadi geli.
Kini jemari Lina mulai mengocok-ngocok zakarku, setelah
sebelumnya mengikat pangkal buah pelirku secara kuat.

"Ouh.. aduh.., aahhk..," teriakku mengerang sakit dan nikmat.
Lina dengan cepat segera menusukkan boneka zakar plastik
itu ke dalam lobang anusku. Karuan saja aku menjerit sakit.
Tapi Lina tidak perduli. Zakar plastik itu sudah masuk dalam
dan dengan gila, Lina menikam-nikamkan ke anusku. Aku
menjerit-jerit sejadinya. Sementara tangan satunya Lina tetap
mengocok-ngocok zakarku sampai ereksi kembali dengan
kerasnya.

Tiba-tiba Tami mengakangi wajahku dan mengencingi wajahku.
"Diminum. Minum pipisku.. cepat..!" perintah Tami menanpar-
nampar pantatku.
Terpaksa, kutelan pipis Tami yang pesing itu. Rasanya aku mau
muntah. Lebih baik menjilati vaginanya, ketimbang meminum
pipisnya. Tami tertawa ngakak sambil mengambil alih
mengocok zakarku dengan buas.

"Gantian..!"ujar Dian menggantikan posisi Tami.
Pipis lagi. Aku kini kenyang dengan pipis mereka. Tubuhku
basah oleh pipis mereka. Lina masih menusuk-nusuk duburku
dengan zakar plastiknya. Pelan-pelan rantai dilepas, tapi Lina
malah membenamkan zakar plastik itu dalam-dalam di
anusku. Kakiku dibuat mengangkang. Dengan buas, satu
persatu memperkosaku.

"Auhk.. aahk.. ouhkk.. yeaah.. ouh..!" teriak-teriak mulut mereka
menggenjot di atas tubuhnya setelah memasukkan zakarku ke
dalam vaginanya.
"Ouh.. ouhk, tidak.. ahhk.. ahhk..!" menjeritku kesakitan karena
sperma yang mestinya muncrat tertahan oleh tali ikatan itu.
Cambuk kembali melecuti dadaku. Pokoknya tidak ada yang
diam nganggur. Saat Tami menggagahiku, Lina mencambuk.
Dian menetesi puting susuku dengan cairan lilin merah besar.
Atau menyirami lilin panas itu ke anusku. Saking tidak kuatnya
aku, kini aku jatuh pingsan lagi.

Entah berapa lama aku pingsan. Saat terbangun, banyak
spermaku yang tercecer di perutku. Tidak ada rantai. Tidak
ada lilin. Bahkan mereka juga tidak ada di sekitarku. Kemana
mereka? Perlahan aku beranjak berdiri, tertatih-tatih mencari
pakaianku. Tubuhku penuh barut bekas cambuk dan lilin
mengering. Luar biasa sakit dan pedihnya tersisa kurasakan.

Secarik kertas ditinggalkan mereka bertiga untukku. Kubaca
dengan muak dan geram.
Trim atas waktumu. Tapi kami belum puas menikmatimu. Kami
pasti datang lagi untuk kepuasan kami. Kami pergi karena ada
mangsa baru yang lebih lemah tapi kuat seksnya. Kalau kamu
tolak, kami edarkan videonya. Awas, kamu kini adalah 'anjing'
seks kami. Trim. Sampai jumpa.

TAMAT
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd