Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Bu Norma, Wanita Berjilbab Yang Disekap! [NO SARA]

Bu Norma kira-kira akan diapakan?


  • Total voters
    660
  • Poll closed .
Widihhh... page 16 ajah nie hehehe
Eng ing eeeenngggg
Baju Bu Norma... ehhh salah. Maksudnya pintu lapak Suhu @zeerowanwan akan segera dibuka. Para reader dan mupenger diharap segera masuk ke kamar masing2. Bu Norma akan segera beraksi. Yang puasa klo batal ditanggung masing2 wkwkwk
Yok Hu yok gaskeeuunnn
Monggo dilanjut
 
sebelumnya...

Lamunan Bu Norma mendadak macet. Lagi. Kali ini, biang keroknya adalah kembali masuknya Pak Pur ke dalam kamar. Mata lelaki itu memindai badannya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Dia biarkan si pria menikmati pemandangan di depan hidungnya.

"Eh. Bu Norma sudah bangun?"​




Pagi Pembawa Petaka 2.3
"Tadi," kata Bu Norma serak-serak haus, "siapa, Pak?"

"Tadi?" Pak Pur tutup pintu kamar meski sudah tidak ada siapa-siapa di depan. "Oh. Cuma temen. Bu Norma dengar, ya?"

Kopral memilin-milin kumisnya. Entah kapan celana komprang pria itu kembali terpasang. Bu Norma sedikit kecewa, si kemaluan perkasa tersembunyi darinya. Belum apa-apa, dia sudah kangen.

Sebagai gantinya, Bu Norma pandangi puting Pak Pur yang kanan dan kiri. Sebelum ronde terakhir tadi, dia sempat tidur-tiduran di pangkuan si lelaki. Tanpa diminta, dia jilati puting-puting itu sebagai balasan puting-putingnya sendiri sudah dikerjai. Digigiti.

"Kayaknya," kata Bu Norma sambil perlahan duduk dan mengurai lilitan seprai pada pinggulnya, "teman Bapak nggak suka saya di sini."

Hari sudah pagi. Dia baiknya pergi. Mas Abi pasti cemas sekali. Di bawah tatapan Pak Pur yang tampak bimbang untuk pertama kali, Bu Norma punguti satu per satu pakaiannya. Dia kenakan mereka tanpa banyak suara. Sebuah umpatan dia tahan ketika bra yang semalam Pak Pur renggut putus gagal dia temukan. Ah, sudahlah.

Masih ada jilbab yang menutup ke dada.

Nggonduk Bu Norma berubah lega manakala dia temukan di kolong ranjang sepasang sepatu kets dan stocking panjangnya. Masih basah. Tapi tidak apa-apa. Pasalnya, dia tidak bisa membayangkan mencari-cari Dokter Abi dengan bertelanjang kaki.

"Ada yang," kata Kopral saat Bu Norma hanya tinggal memakai rompi, "Bu Norma harus tahu."

Belum juga Pak Pur melanjutkan, Bu Norma menyela, "Terima kasih, Pak."

"Eh?"

"Buat... semuanya."

Pipi berlesung Bu Norma merah padam saat mengatakannya. Dia bagai kembali pada tahun-tahun remajanya. Saat dia yang santriwati menerima surat cinta pertamanya. Dan bukan dari Dokter Abi.

"Ehm... sama-sama?"

"Saya ngga bisa lama-lama di sini." Bu Norma mantapkan hati dan beranjak ke arah pintu. "Saya harus cari Mas Abi."

"Mas Ab— Bu, tunggu dulu." Kopral halangi langkah Bu Norma. Segera pintu dia kunci dari dalam. Tanpa harus melukai, dia giring Bu Norma kembali ke tepian ranjang. "Bu Norma lupa? Kan, saya sudah cerita. Rombongan Bu Norma—"

"Bapak pasti salah lihat," ujar Bu Norma yang menolak dipersilakan duduk. Dada dia busungkan. Dagu dia naikkan. Dari balik kacamata, dia menatap tajam. "Mas Abi nggak mungkin mati. Langit bakal runtuh, Pak, kalau suami saya mati. Saya tahu ini kedengaran sinting. Tapi saya nggak bisa tinggal di dunia ini tanpa Mas Abi."

Tidak ada angin tidak ada hujan, Kopral tiba-tiba menampar Bu Norma. Sampai terhuyung ke belakang wanita itu dibuatnya. Andai bukan karena ranjang di belakang, bisa-bisa dia terjengkang. Syok, Bu Norma mendelik sambil memegangi pipi. Kacamatanya miring ke kiri. Di seberangnya, Pak Pur tampak murka.

"Di luar bahaya, Bu. Apa Bu Norma mau," kata Kopral, berjalan mendekati Bu Norma, "ditangkap penyamun, diseret ke pasar, dan dijual sebagai budak? Hm? Atau Bu Norma mau ketemu para kanibal? Mereka bakal cincang-cincang, masak, dan makan Bu Norma tanpa repot-repot nanya dulu Bu Norma siapa. Apa Bu Norma tahu ini kita lagi di mana? Tahu dari sini harus ke mana?"

Berondongan tanya Kopral luput dari perhatian Bu Norma. Dia cuma ingin melabrak. Membentak-bentak. Bisa-bisanya dia kena keplak. Apa-apaan? Dia juga bisa galak!

"Bu Norma aman di sini."

"Aman?" Bu Norma terkekeh. "Bapak perkosa saya semalam!"

Kopral tampak kecewa pada si wanita berkacamata. Bu Norma agaknya perlu lensaa baru. Agar dia lihat dengan utuh kenyataannya. Bahwa dia sedang ditawan. Disekap. Bahwa nasibnya bukan di tangannya sendiri. Pilihan itu sudah lama pergi.

Bu Norma sangat beruntung Kopral-lah yang pertama menyentuhnya. Karena kalau semalam wanita berjilbab itu diumpankan pada Tokek... ceritanya akan sangat lain.

"Ck, tapi Bu Norma suka, to?" ujar Kopral tak kalah sinis.

Bu Norma membuka bibirnya namun lidahnya amnesia. Lupa dia siapa. Lupa berkata-kata. Yang lidah itu ingat justru asin rasa sperma. Yang dia cecap dengan senang hati.

Mengutuk diri sendiri, Bu Norma pun menggertakkan gigi. Sekali lagi, dia menjadi menjangan yang terpojok. Dan di depannya, si pemburu menunggu. Putus asa, Bu Norma berkata, "Minggir, Pak. Saya mau pergi. Titik."

Kopral menggeleng. Semena-mena dia jungkalkan Bu Norma. Sesaat setelah punggungnya terhempas di kasur, wanita itu rasakan pinggulnya dipegangi. Tanpa diberi peluang meloloskan diri, pinggulnya diangkat dan diputar ke kiri. Walhasil, kini dia menelungkup membelakangi si lelaki. Pantatnya menungging tinggi.

"Pak!" Panik melanda Bu Norma. Dia sudah berpakaian rapi. Sudah pamit undur diri. Sekarang bukan saatnya dia kembali ditunggangi. "Stop! Saya—"

Bu Norma menjerit-jerit kecil. Berkali-kali Pak Pur menampari pantatnya. Gonta-ganti. Yang kanan dan kiri. Gara-gara ikut menikmati sakit yang diberi, perempuan alim itu terlambat menyadari.

Tahu-tahu saja roknya sudah disingkap. Celana dalamnya digeser sehingga belahan vaginanya terlihat. Basah mengkilat. Tak mampu Bu Norma pungkiri. Dia senang juga dikasari.

Bu Norma sedang akan menengok ke belakang demi mencari tahu apa yang Pak Pur mau saat tiba-tiba vaginanya dimasuki dua jari. Bibir kemaluannya dikuakkan lebar-lebar. Lipatan-lipatannya dijelajahi.

"Emhpp," desah tertahan sang bidadari.

"Dasar lonte jilbaban," komentar Kopral mendapati Bu Norma merem-melek keenakan. "Pakai sok-sokan semuci."

"Saya bukan lon—"

Bu Norma memekik kaget. Pak Pur kini berjongkok. Lidahnya menelusup ke dalam vaginanya. Kumis laki-laki itu sekasar sikat kawat. Sentuhan rambut-rambut wajah itu membuat Bu Norma menggelinjang. Bulu kuduknya lantas berdiri saat bibir kemaluannya dikokop. Diisap-isap. Disedoti. Klitorisnya pun tak kena ampun. Pak Pur menggigitinya.

Pernah Dokter Abi memuaskannya dengan cara yang sama. Berbekal pengetahuan medisnya, sang suami tahu titik-titik mana sensitif mana saja yang perlu dia rangsang agar istrinya bahagia. Boleh dikata, Bu Norma paling cinta padanya saat pria itu mengoralnya.

Hanya saja, yang kini Bu Norma rasa sangat berbeda. Pak Pur mungkin tidak semetodis Dokter Abi. Kebersihan bagi bandot itu juga bukan utama. Dokter Abi tidak akan pernah menjilati vagina yang masih melelehkan sperma. Akan tetapi, bukan berarti pria berkumis tebal itu kalah piawai.

Ditambah, Pak Pur melakukannya secara paksa. Seakan sedang sudah bertahun-tahun puasa, dia mangsa vagina Bu Norma. Seakan nafsunya hanya bisa dikenyangkan oleh daging mentah si wanita paruh baya.

Pusat gravitasi Bu Norma pun seperti berpindah pada selakangannya. Pahanya bergetar seiring detik demi detik yang berlalu. Lututnya menggigil ngilu. Punggungnya kaku. Putingnya membatu. Malaikat maut seolah sedang ada di situ. Mencabut nyawa dari raganya.

"Ppaaakk... jangan makan vagina sshayaaa..."

"Vagina?" tanya Kopral, menempatkan jarak antara bibirnya dan kemaluan Bu Norma. "Ini memek namane, Bu Norma. Tempik. Turuk."

"Plis, Pak," pinta Bu Norma, kian risih dengan kata-kata jorok yang kini berseliweran di kepala. "Jangan lagiii. Saya mau pergi."

"Halah. Cangkeman. Wis," kata Kopral, meremas bokong Bu Norma. Menancapkan kuku-kukunya pada bongkahan daging kenyal kualitas nomor wahid itu. "Bu Norma nikmati wae."

Nikmati? batin Bu Norma. Bagaimana mungkin dia menikmati? Dia ingin perg—

Kembali Kopral mengoral memek Bu Norma yang kini lebih becek dari jalanan tanah tengah sawah saat musim penghujan sedang pada puncaknya. Keras kepala si pria membuat Bu Norma frustasi. Sebuah catatan wanita itu pegang di benaknya. Apapun yang terjadi, dia tak ingin lagi-lagi bertekuk lutut di hadapannya. Kali ini dia akan melawan. Akan bertahan. Akan dia perjuangkan kehormatannya.

Atau begitu yang Bu Norma kira.

Apa daya, Bu Norma gagal mencegah datangnya tsunami birahi. Dia hanyalah seorang wanita biasa, tak berdaya, di tengah arus yang terus-menerus menggerus akal sehatnya. Mengkorupsi imannya. Memelorotkan moralnya. Menjanjikan dia surga dunia.

Tak terkendali, konak wanita berhijab itu pun kembali meledak. Kali ini yang paling deras. Kepala Kopral ditembak cairan cintanya. Kelojotan badannya sebelum lunglai layu. Mata Bu Norma sendu. Wajahnya ayu.

"Bu Norma belum tahu diperkosa itu kayak apa," ucap Kopral, mengusap wajahnya yang basah kuyup. Kembali dia berdiri. Kelentit Bu Norma dia cari dan jepit di antara telunjuk dan ibu jari. Potongan daging amis itu dia tarik-tarik. Akibatnya, sekujur badan Bu Norma kembali menegang. Mengencang.

Pria berkumis itu cepat saja menyudahi servis jemari yang kedua kali. Sengaja dia cegah Bu Norma terlalu menikmati. Diarahkannya kontol yang sudah tak dikandangi. Kepala jamurnya dia ludahi. Meski tumpul, kepala itu membelah bibir vagina Bu Norma bagai mentega.

Dengan satu hentakan mantap, Bu Norma lagi-lagi Kopral setubuhi.

"Aaaghh, Pakkkk. Lepaskan sayaaa."

Kopral raih ujung jilbab Bu Norma. Dia tarik kain itu bagai kekang kuda. Tangannya yang kiri ikut terjulur ke depan. Leher Bu Norma dia cengkeram. Dia cekik. Yang bersangkutan pun mengembik-ngembik.

"Paaak, udaaah. Sayyah ngghhha mauhhh."

Kontol Koprak menyodok-nyodok mangsa yang terpojok. Untuk pertama kali sejak kelamin mereka silaturahmi, dia ingin Bu Norma kapok. Dia mau betina itu paham. Siapa yang berkuasa di sini. Siapa yang job desk-nya melayani. Siapa bos yang harus dipatuhi.

Sudah dia beri Bu Norma lebih dari yang muslimah itu pantas terima. Sekarang saatnya Kopral kukuhkan piramida hierarki.

Plokkkk plokkkk plokkk plokkk

Plokkkk plokkkk plokkk plokkk

Plokkkk plokkkk plokkk plokkk

Kopral sepak kaki-kaki Bu Norma. Ke kanan dan kiri. Semakin mengangkang wanita itu punya posisi. Memakai tangannya yang nganggur, Pak Pur sambar salah satu dari mereka. Yang kanan, tepatnya. Dia tekuk dan angkat menyamping.

Bu Norma kini terpaksa berdiri di atas satu kaki. Mirip anjing kalau sedang kencing. Tangan Kopral yang lain tak mau kalah sibuk. Kali ini giliran buah dada Bu Norma yang diremas-remas dari balik baju dan hijabnya. Makin kusut saja setelan muslimah itu.

Kopral rasakan puting Bu Norma berdiri. Sekeras kerikil kali. Dirangsang bertubi-tubi, wanita berkacamata itu kian tak berdaya. Lenguh dan desahnya kian membahana.

"Aahh... ohhhh... ahhh Pakk tolonggg lepaskan saya!" pinta Bu Norma. Napasnya tersengal-sengal. Degup jantung hampir membuatnya tuli. Bermili-mili cairan cintanya membasahi kontol si laki-laki. Turun mengguyur stocking pembungkus kaki. Tercecer ke kasur tak berseprai. Air matanya deras melelehi pipi. Meleleh ke dagu dan diklaim bumi.

Bu Norma sadar betul. Tidak ada sayang dalam cara dia sekarang digauli. Tidak ada cinta. Hanya nafsu yang menggebu. Napas yang memburu. Kelamin yang beradu.
74c733a528ca3b1c9fc74745abf38dc1e8a437ef-high.webp

Tak berdaya. Terperdaya.

Memikirkannya, Bu Norma tahu dia seharusnya merasa jijik. Kehormatannya dicederai lagi dan lagi. Dia yang kemarin malam masih suci dinodai lagi dan lagi. Permintaanya tidak digubris sama sekali. Pak Pur menyebadaninya seolah ingin dia mati. Dengan begitu, baik jiwa maupun raganya akan selamanya di sini.

Untuk laki-laki itu kuasai.

Mungkin, batin Bu Norma manakala kedua kakinya dilipat paksa di atas kasur sementara lengan-lengannya dikunci dari belakang, itu jalan yang harus dia pilih.

Zina ini sudah kelewatan. Nikmat yang Bu Norma alami rasanya kurang berharga dibanding apa yang nantinya tersisa. Kejam siksa neraka membayangi benaknya. Walaupun kini raganya menuntut dibelai, harga dirinya—jika masih ada—meronta-ronta minta dibela.

Namun, apa daya. Pak Pur sepertinya ingin Bu Norma memohon sendiri. Untuk dihabisi. Meminta dibebaskan itu satu hal. Meminta hidupnya diambil itu hal lain lagi. Bunuh diri, sepemahaman Bu Norma, adalah dosa yang tak terampuni. Jauh lebih buruk daripada berzina, bahkan.

"Aaah... ahhhh... Pakkkk sudaaahhh," rengek Bu Norma yang kepayahan. Pakaiannya serasa seberat zirah besi. Kusut oleh peluh yang membanjiri. Kepalanya menggeleng ke sana ke mari. "Aku capeeek."

Sudah bermenit-menit dia disiksa. Setiap dia akan meraih nikmat surga, Pak Pur sengaja memelankan pompaan. Menunda-nunda. Beberapa kali kontolnya bahkan dicabut; meninggalkan vagina Bu Norma menganga. Merana. Dibiarkan kosong nan hampa.

Laki-laki itu seperti tidak mengijinkan Bu Norma beroleh lega. Dia hanya dibolehkan mendesah dan mendesah saja. Bagai komidi putar yang tidak akan ke mana-mana. Siapa yang tidak gila dibegitukan lama-lama.

"Camkan omonganku, Bu," kata Kopral. Bu Norma kini dia genjot dan kunci tangan-tangannya. Tak berhenti di sana, Kopral paksa kepala berjilbabnya untuk tetap di udara. Kontras sekali dengan pantatnya yang telanjang dan tengah menungging tinggi. Digagahi.

"Bu Norma milik saya. Properti saya. Kalau saya bilang ndak yo ndak. Ojo ngelunjak. Bu Norma kudu patuh. Kalau ngeyel, yo, tanggung sendiri akibate. Ngerti?"

Dengan muka tertekuk menanggung derita, Bu Norma mengiyakan. Kepalanya mengimitasi gerak balon kembar di dada yang mengangguk-anguk sejak tadi. Sudah tak mungkin lagi Bu Norma bedakan. Mana sakit, mana nikmat. Rasa-rasanya dia perlu kosakata baru guna menggambarkan apa yang saat ini dia alami. Semua atas kesalahannya sendiri. Yang gagal membaca situasi.

Di tengah Bu Norma menyelami sengsara, tiba-tiba Pak Pur berhenti menyodoknya. Kontol laki-laki itu tertancap dalam namun diam.

Jeda singkat itu Bu Norma gunakan sebaik-baiknya. Ludah yang sempat berhamburan ke mana-mana gara-gara mulut yang terbuka kini dia hisapi. Paru-paru yang kembang kempis dia isi dengan udara sebanyak-banyaknya. Dia belum mati. Tapi jiwanya kepngin pensiun dini.

Belum sempat Bu Norma mengira siksaannya akan usai, Pak Pur kembali menjambak jilbabnya. Dengan kepala tengadah dan tangan terlipat terkunci, wanita itu dipaksa turun dari ranjang. Berdiri di atas kedua kaki.

Wajah Bu Norma lalu dihadapkan pada pintu yang masih terkunci. Ke sana dia dibimbing melangkah. Tidak mudah. Terutama karena kontol si pria berkumis kembali menyogok-nyogok dia punya vagina. Digenjot dan dipaksa berjalan.

Baru kali ini Bu Norma tahu ada yang demikian. Anjing saja tahu kalau lagi kawin ya diam. Bukannya jalan-jalan.

"Paakkk?"

Panik Bu Norma makin menjadi saat Pak Pur memutar kunci. Dia ingat pemerkossnya baru bicara dengan seseorang. Gawat kalau orang itu masih di pondok ini. Mau Bu Norma taruh mana mukanya kalau orang lain lihat dia dalam kondisi begini?

"Maauhh ke mhaana ini?"

Plokk ploook plokkkk plookkk

"Ke mana lagi? Bu Norma tadi bilang mau pergi, to? Ini saya antar."​

Plokk ploook plokkkk plookkk

"Paaak, pleeeasee—"

"Ndak elok, Bu, kalau pergi tapi ndak pamit sama semua yang di sini."

Yang lain?!

Jadi benar. Pak Pur sedang menggiringnya menuju lokasi laki-laki lain tadi. Gusti, batin Bu Norma getir dalam pusaran birahi, ampuni hamba-Mu yang nista ini. Kepalanya mustahil berpikir jernih lagi. Rasanya bagai berlayar mengarungi mimpi tanpa tepi.​

~bersambung



Hai. Penulis di sini. Cinta dan benci-nya Bu Norma × Kopral ini menurut suhu-suhu gimana? Pasca episod ini, apa mungkin Bu Norma masih sayang?
 
Terakhir diubah:
dibantu biar geser halamannya
matur suwun :hore:
Widihhh... page 16 ajah nie hehehe
Eng ing eeeenngggg
Baju Bu Norma... ehhh salah. Maksudnya pintu lapak Suhu @zeerowanwan akan segera dibuka. Para reader dan mupenger diharap segera masuk ke kamar masing2. Bu Norma akan segera beraksi. Yang puasa klo batal ditanggung masing2 wkwkwk
Yok Hu yok gaskeeuunnn
Monggo dilanjut
hati-hati muncrat wkkw
Gagah.. ngaji dulu sinih sama bu Norma... Hihihi
ngaji syahwat sambil khalwat
Ayok update yok
sampun huu
nice updetnya hu
suwunn
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd