Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Berbagi Ranjang Dengan Adik Ipar

Bimabet
Wah bngun pos pantau dlu ahh
Bagus ni euyy lanjtkan suhuu
 
Jujur proses penulisan akhir2 ini malah fokus ke POV Rika di thread sebelah. Udah hampir tamat. Nanti akan nubi upload berkala. Tapi bagaimanapun, ini adl short story

Untuk POV adrian, nubi rencanakan tamat dalam sekali update lagi, karena ini dari awal hanyalah nubi rencanakan sbg side story dan one shot

Cerita carut marut keluarga Adrian, akan lebih detail di cerbung Trilogy DedeUniverse (Refrection - Trampoline - End Game)yg akan segera nubi release. Penulisan hampir kelar, tinggal editing

Apabila tdk ada aral melintang, akan nubi release pertengahan tahun ini, bareng sama premiernya Avenger - End Game

Wakakakakaka....

Serius!
 
Mantap suhu. Tp emg jadi bingung sih krna beda2 trit ini.

Nubi malah lebih dulu baca cerita Rika drpd yg ini. Hehehe
 
kalo sekadar saran sih, coba dibangun emosi before exe dan after exe nya.. karna pasti feelnya lbh dapet.. bukan yg skrg ga dapet loh yo
 
Ptolemy Gate

“Jadi, apa keputusanmu?” desakku sekali lagi kepada Hendra, suami Rika, adik ipar-ku yang ku temui hari itu di sebuah rumah di daerah Jalan Irba, Gubeng – Surabaya. Kami duduk bersebrangan disatu meja. Muka hendra kelihatan marah banget, sedangkan aku, kucoba untuk tampil setenang mungkin. Salah satu point terpenting dalam sebuah negoisasi; tetap tenang.

Awalnya aku memang sempat ragu dengan keputusanku untuk ‘nyamperin’ Hendra, suami Rika, apalagi mendengar bahwa dia ‘bermarkas’ di daerah Gubeng, yang sudah terkenal sebagai daerah ruwet di Surabaya. Namun, melihat keadaan Rika yang seperti itu, aku tentunya tidak bisa berpangku tangan. Aku memang bukan Dede, sepupuku yang jagoan, yang dari kecil sudah di gembleng ilmu bela diri tingkat atas oleh pakde ku, kakeknya si Dede, Eyang Sukadi Ponosoemarto.

Tapi, aku sendiri, Adrian Ponosoemarto, juga-lah Trah Ponosoemarto, ayahku, Suhono Ponosoemarto, putera mbah Legono Ponosoemarto adalah adik kandung dari kakek si Dede, pakde Sukadi Ponosoemarto.

Dalam takaran Ilmu kanuragan, ayahku mungkin tidak ‘sehebat’ kakaknya, yang selain menguasai silat keluarga kami, jugalah merupakan murid langsung dari RM. Harimurti yang terkenal itu. Namun, untuk urusan beladiri, keluarga kami memang sudah memiliki warisan tradisi itu turun-temurun.

Itulah kenapa silat-nya Pakde Sukadi disebutnya sebagai Tejokusuman aliran Ponosoemarto, yang beberapa tahun lalu mendadak Hitz, setelah sepupuku, Dede, mengalahkan seorang Pandika Silek Harimau dari Pagarruyung pada pertandingan silat, saat Sarasehan di Siti Hinggil Ler, Jogja.

Si Dede emang udah dari orok dicekoki silat oleh pakdeku, eyang-nya. Entah apa tujuannya. Tapi aku juga sama. Walau latihanku tentunya tidak segila latihan gila pakde. dulu sering Dede nangis dengan tubuh penuh memar kebiruan di rumahku, setelah latihan model apa aku gak tau. Padahal saat itu dia masih berumur 7 tahunan. Adikku yang malang, begitu pikirku saat itu. Yup kami memang dekat. Kalau ada apa-apa dia pasti lari ke aku. Semakin dewasa, kadang berlaku sebaliknya.

Seperti sekarang, aku agak tenang, karena diluar ruangan ini, Dede ‘berjaga’ untuk-ku. Dia berada di seberang ruangan bersama beberapa preman setempat yang dari semenjak kita masuk tadi sudah kelihatan tidak suka dengan kedatangan kami.

“Memangnya kamu siapa, berani-beraninya mencampuri urusanku?” Hendra, suami Rika, mendesis kepadaku dengan mimik muka marah yang tidak sedap dipandang

“Aku kakak Rika!” tegasku

“Bangsat belagu kowe! Kakak ipar aja lagak-mu sok-sok-an!” Intonasi Hendra meninggi

Aku menghela nafas “Denger bro, aku gak mau memperpanjang masalah, kami pihak keluarga Cuma mau kamu menandatangani surat cerai ini, selesai urusan” ujarku kemudian, masih dengan baik-baik, menyodorkan surat cerai yang tinggal ditandatanganinya. Beserta beberapa surat perjanjian sih.

“Kalau aku ora gelem, kowe meh opo?” bentaknya menanyakan kalau dia tidak mau mengikuti apa yang aku sampaikan, aku mau berbuat apa?

“Ayolah bro, gunakan hati nurani sedikit lah, masa kamu tega Rika kamu jadikan seperti itu?” rayuku dengan baik-baik

“Jadi apa? Lonthe? Terserah aku Cuk! Mau kujadikan dia Lonthe, begenggek, pengedar, terserah aku, Rika ki bojoku, laopo hak-mu melok ikut campur?” Hendra masih pekengkengan

Aku garuk-garuk kepala “Bro, gini lho maksud kami, kalian dulu kan memulai hubungan dengan baik-baik, ketemu baik-baik, nembung Rika baik-baik, misal sekarang kalian harus pisah, pisah dengan baik-baik juga, please bro, gunakan hati nuranimu bro, aku mohon dari pihak keluarga Rika, mewakili bapak…”

“Ora Sudi!” Hendra tambah melotot, menggebrak meja, sambil bangkit dari kursi dan menatapku tajam

Aku menghela nafas dan menunduk, kemudian mendongak, menatap mata Hendra lekat-lekat. Dari pancaran matanya, aku hampir yakin, dia masih ada dalam pengaruh obat-obatan

“Pokoknya aku tidak akan pergi sebelum kamu menandatangani berkas-berkas ini” ujarku pendek, sedikit mengancam

“Nek ora laopo? Kowe ngancam aku ta!!?”

Aku menatapnya tajam

“Bajingan plirak-plirik kowe malahan, Asu!” bentaknya sambil nunjuk mukaku, yang kuikuti dengan helaian nafas Panjang, menyabarkan diriku sendiri

“Pokoknya, sebelum berkas ini kamu tanda-tangani, aku gak akan pergi!” tegasku kalem, dengan sedikit ancaman

“Asu, Jancuk! Pancen karep golek perkoro kon, Cuk!” Hendra murka, dia berdiri, emosi dan menendang meja dari samping, menumpahkan semua yang ada diatasnya. Menimbulkan bunyi kelontangan yang heboh

Meja itu terguling, menyisakan aku yang masih duduk di kursi. Aku menghela nafas Panjang dan menatap wajahnya

Bunyi kelontangan juga semerta-merta sayup-sayup terdengar di ruangan seberang, sesaat setelah bunyi ribut diruangan ini

“Please bro, aku gak mau kekerasan, intinya tanda tangani aja berkas ini, trus aku balik. Nek ora, aku gak akan balik dari sini”

“Kowe pancen gak bakalan balik cuk!” seringai Hendra seram “Kancamu mesti wis modar di kamplengi bolo-ku neng njobo! Kowe bagianku!” ancamnya

Sayangnya, ancamannya bersamaan dengan terbukanya pintu ruangan dimana kami berada.

Terlihat Dede, dengan muka cuek khasnya menguap sambil bersandar di ambang pintu

“Hoaaafffttt… Lama men to mas? Sampe ngantuk aku” selorohnya santai

Hendra melotot, lalu dengan bergegas, mencoba pergi

Aku dengan cepat berdiri dan menarik bajunya dari belakang

“Tanda tangan dulu…” ujarku kalem

“Bajingan!!!” teriaknya sambil berbalik badan dan melayangkan tinjunya kea rah wajahku

Tadi sudah kuceritakan kan, kalau aku juga berasal dari Trah Ponosoemarto?

Ah…

---
“Bro, gimana ya caranya buat ngilangin bekas darah dari kertas nih?” tanyaku kepada Dede yang duduk disebelahku, di balik kemudi mobilku.

Yep, kami memang sudah berada didalam mobil, setelah tadi terjadi sedikit ribut-ribut waktu aku masih keukeuh meminta Hendra, suami Rika – yah, anggep aja sekarang udah mantan sih, buat nandatangani berkas-berkas yang sudah kupersiapkan.

Aku memandang dokumen yang berlumuran noda darah di pojokannya dan di beberapa bagian dari kertas-kertas itu. Sambil sesekali melirik buku tanganku sendiri yang sedikit terluka. Kukira aku tadi memperlakukan Hendra sedikit berlebihan, dan kepalanku mungkin membentur giginya, yang dengan terpaksa kubuat lepas dari gusi-nya.

Dede hanya mengangkat bahu

“Ah, kasihan mbak mu Rika…” desahku pendek

Dede kembali melirikku “Mas kalau marah, serem juga ya?” komentarnya gak nyambung, entah apa yang dia pikirkan

“Lebih ngeri kamu lah, berapa tadi? Delapan orang ya? Kamu sikat gitu aja, sekejap… ngeri…” Candaku

Dede kembali hanya mengangkat bahu acuh “Apaan, mereka pada mabok ini, dibiarin juga udah pada tumbang sendiri, gak tak apa-apa-in kok…” jawabnya datar

“Cadas!” Komentarku cengengesan “Gak nyangka, adik-nya mas yang dulu cengeng sekarang udah jadi laki-laki…” candaku sambil mengucel-ucel rambut adik-ku tersayang ini. Kami memang akrab

Kami nggekek-ngekek bercandaan

“Mas butuh obat?” Tanya-nya sambil melirik buku tanganku

“Yep, kalau ada Indomaret mampir bro, beli Betadine ama minum, aus nih…” jawabku

---
“What’s next?” Tanya Dede, saat kami sudah kembali melaju melewati Jalan Gresik - Gadukan, setelah tadi sempet mampir di Indomaret, beli air dan merawat kapalan tanganku, Dede mem-perban-nya dengan baik. Kami memang berniat balik ke Semarang melalui jalur Pantura

“Ya balik lah, ke rumah” jawabku pendek

“Maksudku mba Rika…” desisnya pendek

Aku melirik adikku itu sambil tersenyum “Kamu itu sok cuek, tapi sebenernya orangnya care juga ya bro?”

Dede tidak menjawab, hanya geleng-geleng kepala

“Belum kepikiran, ya paling tak ajak ke Semarang” jawabku kemudian

Dede melirikku sekejap

“Eh, gimana kuliahmu?” tanyaku kemudian tidak nyambung, pengen bicarain hal lain aja

“Gak usah mincing-mancing deh mas” jawabnya ketus

“Hahahaha… sensi iq, lagi M bro? eh, baidewai, mas mendengar banyak kabar. Dan, kalau kamu memang mau rehat, atau cari alternative, kamu bisa bantu-bantu mas di Ambarawa, mas buka unit usaha property di sana, ada pak Ronny yang ngurusin, kalau kamu mau, bisa mas perkenalkan, buat belajar dikit-dikit tentang bangunan, mau?” aku memang sengaja tidak menekannya terlalu keras, hanya menawarkan alternative.

Aku tahu, Dede, adik sepupu-ku ini orangnya cerdas dan bertanggung jawab. Kalau sampai ada apa-apa dengan proses kuliahnya, maka aku yakin ada sesuatu yang cukup besar dan pelik

“Gimana?” Tanya-ku lagi

“Entahlah mas, masih ada hal-hal yang mengganjal…” desisnya lesu

Aku menepuk-nepuk pundaknya dengan sayang

“Yep, whatever you decide, just call me, OK?” kataku kemudian. Dede hanya tersenyum

“Eh mas…” katanya kemudian tiba-tiba

“Apaan?”

“Emangnya ada apa sih antara mas dengan mbak Rika?” tanyanya kemudian mengagetkanku

“Eh?”

“Nah kan?” katanya lagi sambil tersenyum licik

“Maksudnya apa nih? Ya dia Adik Ipar-nya mas, kan?” jawabku diplomatis

Dede melirikku tajam

“Yaudah kalau gak mau cerita” dengusnya pendek, lalu sok fokus ke jalan lagi

Aku mendesah panjang. Mengumpulkan keberanian, lalu mulai bercerita. Aku memang sering curhat sama Dede. Aku memang sering butuh teman cerita, dan Dede ini walau beberapa tahun lebih muda dariku, namun tingkat kedewasaannya luar-biasa. Plong aja kalau cerita…

“Tapi jangan cerita sama siapapun lho ya!” tegasku kemudian, setelah menceritakan semua kisah gilaku dengan Rika

Dede hanya geleng-gelang kepala

“Ediyan njenengan mas…” desisnya

“Khilaf bro…” aku membela diri dengan absurd

“Trus?” Tanya-nya lagi

“Ah, mumpung kamu nanya, gimana kalau untuk sementara Rika tinggal di sarang buluk-mu?” pintaku cengengesan. Yep, aku tau dia punya rumah di Semarang. Hal ini dia rahasiakan dari keluarganya, bahkan dari Bundanya. Tapi tidak dari-ku, soalnya aku yang membantunya membeli rumah itu. Dan sampai sekarangpun sertifikatnya masih atas nama-ku. Hehehe..

“Jangan libat-libatin aku soal ini!” dengusnya males-malesan

“Ya? OK? Deal kalau gitu, sementara Rika tak suruh tinggal sama kamu. Fix, makaciihhh adik-ku yang baikk…” jawabku selebor, sambil kembali mengucel-nguceol rambutnya, dan tanganku ditepisnya dengan lucu

“Gak!” jawabnya pendek

“Halah!” aku sok galak

Dede hanya melirikku tajam

“Ediyan!” dengusnya

Aku cengengesan

“Rumah-ku kan cuman ada satu kamar mas! Mo suruh tidur di mana?” protesnya

“Ya di kamar mu lah! Trus kamu tidur di Dojo, ato di Sofa serah!” candaku ngekek

“Ogah!” protesnya lagi, tapi aku tau, dia pasti akan mau juga. Nolak aku tuh, sulit keles…

“Hehehehe… fix ya?” desakku lagi sambil cengengesan

“Kalau terjadi apa-apa gimana jal?” tanyanya kemudian

“Lah, kan ada kamu yang ngelindungi… Mas percaya pasti Rika aman deh, kalau Hendra masih nekat nyariin ke Semarang, kamu pasti dengan mudah bisa ngatasin lah, ya?” jawabku lagi

Dede malah garuk-garuk kepala dengan heboh. Tu anak emang hobby banget garuk-garuk kepala, kutuan kali…

Eh, enggak ding, sebenernya aku tau banget, Dede selalu garuk-garuk kepala kalau bingung atau bimbang, atau ada sesuatu yang mau diomongin tapi gak nyampe buat ngomongin. Aku tau bener sifat adik-sepupu-ku ini. Sebenernya dia tuh lugu banget, gampang banget ditebak

“Eh… Jangan-jangan maksudmu… Ada apa-apa…” tebakku, sambil membuat isyarat tangan yang rumit, mencoba menjelaskan sesuatu yang penjelasannya tidak bisa keluar dari mulutku

Dede malah cengengesan

“Dasar Bocah Mesuuuuum!!!” teriakku gemes sambil noyor jidatnya. Dede malah semakin cengengesan

---

“Apa yang kita lakukan ini benar-benar salah Rik…” bisik-ku lirih kepada Rika yang sekarang melingkar di pelukanku, berbaring berdua, setaleh tadi barusan kami bertempur dengan penuh gairah

Rika hanya mendengus “Iya mas…”

“Aku bagaimanapun, tidak ingin menyakiti mbak-mu” kataku lagi

“Iya…” desisnya pendek, pasrah

Sudah beberapa minggu ini Rika nginep di rumah Dede, sambil berusaha mencari pekerjaan di Semarang. Tapi karena pendidikannya hanya D3, dan dia tidak mau ku rekomendasikan di kantor temen-temen-ku, maka sampai sekarang dia masih nganggur. Tentang dia yang tinggal di rumah Dede, aku bilang ke istriku kalau Rika memang mau kost. Istriku pun gak tau kalau Dede punya rumah di Semarang.

Dan sesekali Rika main ke kantorku, yang dalam kebanyakan kasus, berakhir seperti ini. Ditempat seperti ini. Siang ini, kami ada di Hanoman Inn

“Eh, kok kamu tumben diem banget sih Rik?” tanyaku menangkap keanehan dari adik Iparku ini

“Enggak…” desisnya pendek

“Ada apa? Cerita aja sama mas…” rayuku sabar

“Enggak owg…” jawabnya

“Haiyah, jujur nggak?”

“Eh, anu, eh…. Eee… kalau Rika lanjutin kuliah aja gimana mas? Pengen gitu S1…” jawabnya

“Wah, bagus itu malah, nanti akan mas obrolin sama mbak-mu, mas yang akan menanggung semua biaya kuliahnya…” jawabku

“Eh… iya, makasih mas…” jawabnya tidak terlalu semangat

“Napa iq? Pasti bukan soal ini deh!” tebakku

“Iya kok, cuman soal kuliah…” desisnya masih menyangkal

“Enggak!” sanggahku tidak percaya

“Iya…”

“Enggak!”

“Bener mas…” jawabnya gemes, sambil menggosok-gosokkan telapak tangannya ke puunggungku

Aku kembali menggeleng, lalu sepintas pikiran terburuk melintas. Jangan-jangan Rika Hamil??

Modiyar kalau sampai gitu!

Hamil anak-ku???

Baru inget, selama ini, aku ngewein Rika emang tanpa kondom, kupikir, karena dia sudah menikah dan belum dikasih anak juga, karena Rika KB.

Mampus gue!!

“Eh, jujur beneran, Rika kenapa?” desakku, yang entah kenapa tiba-tiba aku tegang setengah mati

“Apa sih mas?” Tanya Rika dengan heran

“Enggak, Rika jujur, Rika kenapa?” desakku lagi, sambil sedikit mengguncangnya dengan pelukanku

“Enggak napa-napa masss…” kata Rika aneh, sambil melepaskan diri dari pelukanku. Dan aku melepasnya. Rika bangkit, dan duduk membelakangiku

“Rika… hamil?” tanyaku dalam desisan lirih, dalam keraguan…

“Hah?” Rika sepontan terlonjak, dan memutar badan. Menatapku dengan pandangan aneh

Aku menatapnya balik. Menelan ludah. Lalu sepontan, tekad itu terbuat

“Mas akan bertanggung jawab Rik, Rika tidak usah khawatir, apalagi sedih. Memang kelakuan mas yang busuk. Tapi percayalah mas gak akan lari dari tanggung jawab. Mas akan menjelaskan semua ke-keluarga. Ini semua salah mas, mas pati akan bertanggung jawab!” kataku dengan tekad yang sangat bulat

Apa boleh buat. Dosa sudah dilakukan. Kesalahan sudah terjadi. Aku sebagai pria harus menanggungnya, apapun yang akan terjadi. Aku bukan pengecut. Aku pasti akan bertanggung jawab. Akan kuhadapi, apapun resikonya. Itu tekadku

Dan Rika malah sepontan tertawa terbahak-bahak

“Hahahaha… Mas aneh, Lucu… persis seperti Dede, lucu… hahahaha…. Enggak lah mas, Rika enggak hamil lah! Edan apa, Rika kan KB…” jawabnya

Aku menghembuskan nafas dengan sangat lega, sedikit terlalu kelihatan banget sih, kalau diinget lagi

Lalu tiba-tiba sesuatu terlintas di pikiranku

“Lucu, persis seperti Dede, maksudnya?”

Rika malah mengerutkan dahi “Ya, kalian berdua mirip, lucu…”

“Wait, apanya yang mirip? Apanya yang lucu?” tanyaku, jujur aku merasa aneh sendiri dengan nada pertanyaanku

“Eh?” Rika kembali mengerutkan dahi “Maksudnya?” tanyanya kembali

“Iya, maksudnya lucu apanya?” tanyaku kembali, sedikit mendesak

“Wait… Don’t tell me… mas cemburu sama Dede?” tebak-nya ngawur

“Eh?” jujur aku kaget dengan tebakan Rika. Maksudnya, benar kah? Benarkah aku cemburu? Pada Dede? Adik sepupupu kesayanganku? Karena Rika? Aku cemburu karena adik iparku dekat sama Adik Sepupuku? Shit! Situasi edan macam apa pula ini?

“Iya kah?” Tanya Rika membingungkan

“Apanya?” potongku singkat

“Mas Adri cemburu sama Dede?”

“Eh?”

“Really? Hahahahaha…. Sumpah, ini lucu beneran… hahahaha… ” Rika malah ngakak lagi

“Enggak lah! Ngaco!” jawabku membela diri dengan tengsin

“Bener?” Tanya Rika semakin tengil sambil menatapku dengan menaik-naik-kan alisnya dengan lucu

Aku mengucek-ngucek mataku dengan kalut sambil mengerang. Rika semakin ngakak

“Wait… tapi… benarkah?” tanyaku lagi, sepontan

Rika hanya tersenyum

“Maaf…” desisnya pendek, dengan mimik muka yang tiba-tiba sok memelas gitu

“Maksudnya…” tebakku

Rika dengan songong mengangguk-ngangguk

“Rika sama Dede… terjadi sesuatu?” tanyaku lagi

“Maaf, aku yang khilaf mas, jangan marahin Dede…” jawabnya songong

“Khilaf apa?” tanyaku gak kalah songong

“Ya khilaf…” ulangnya

“Gak, maksudnya… kalian… Eh?” aku masih berusaha mencerna

Rika mengangguk kembali

“Kapan?” tanyaku lemas

“Semalem…” ngakunya pendek

“Eh?”

Rika mengangkat bahu “Abis… khilaf… maafin ya mas…”

“Enggak, maksudnya… Trus? Maksudku…”

“Big-O” desis Rika pendek sambil sedikit melamun, seperti nginget-inget sesuatu

“Bukan itu yang ku maksud, maksudku… Arrrgghh!” aku kembali mengucek-ngucek mataku dengan kalut

“Dasar anak muda mas, ugh, keinget aja merinding aku, liat nih, aku merinding… Dia bener-bener… Ah…” jawabnya super duper songong binti gak nyambung yang disertai dengan desahan absurd sambil ngeliatin tangannya yang beneran merinding. Bulu-bulu halus sedikit tebel di tangannya itu kulihat emang berdiri beneran

Katanya cewe yang punya bulu tangan agak banyak emang hornian ya? Eh? Kok malah mikir apa sih aku nih?

Anjay!

“Ah… dan Barang-nya massss… Ahhhh…” Rika malah kembali sok melamun mengenang sesuatu yang sama-sekali tidak pengen kupikirin…

Shit!

Rika kemabali menatapku, kali ini dengan pandangan yang super duper ekstra ultra aneh!

“Kalau Mas Adri dan Dede menggarapku bersamaan, Three-Some, ah… aku pasti bisa sampai pingsan orgasme… Semalem aja… aku sudah hampir pingsan ke-enakan digenjot sama Dede…” Racaunya kacau

“What???” desisku pasrah…

What the hell happens with my life?

Rika ini…

Ah…

Menjelma jadi Janda muda haus sex?

Atau dari awal memang anak ini Hyper?

“What the Hell Happens with my Fucking LIfeee?????” jeritku pilu didalam hati…

End-Tot?

Or

To Be Conti-crot?

Hadeh…

End of Ptolemy Gates!



Suhu, sekedar mengingatkan lagi, saya juga sedang mengampu Cerbung berjudul Trampoline
Silahkan dicek-cek kalau berminat, suhu dapat klik di link ini kalau berminat

Have fun!
Anciikkk hanoman inn. . . Tempat biasa kami berbagi rasa (ups. . .)
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd