Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Akhirnya selesai juga ceritanya, btw ditunggu kelanjutan dari cerita2 terbarunya gan sukses terus
 
Ena bet baca ceritanya dan nutup ceritanya :panlok4:

Ditunggu cerita selanjutnya :pandaduit:
 
Sequel masih belum mulai ngetik sih, hehe. Masih mikir alur ceritanya ntar. Ditunggu aja ya
wkwk bener ya ternyata ada sekuel, tag TAMAT di judulnya ilang soalnya

Nyantai aja hu, atau selingin dengan cerita yang lain dulu juga boleh ;)
 
Loh udah tamat? Mantap. Congrats cerita pertama berhasil di tamatin wkwk semoga cerita selanjutnya greget ye! Duh cinhap...
 
wkwk bener ya ternyata ada sekuel, tag TAMAT di judulnya ilang soalnya

Nyantai aja hu, atau selingin dengan cerita yang lain dulu juga boleh ;)

Okayy siapp

Loh udah tamat? Mantap. Congrats cerita pertama berhasil di tamatin wkwk semoga cerita selanjutnya greget ye! Duh cinhap...

Trimakasih suhu Yoviee, siap deh, masih ngerangkai alur"nya, semoga lebih baik dri ini. Hehe...

Emm...

Gre pantatnya bagus ya, hehe
 
Congratz dah tamat storynya, moga ada sekuelnya lagi hihihi....
Terbaikkkkk....
 
Congratz dah tamat storynya, moga ada sekuelnya lagi hihihi....
Terbaikkkkk....
Wah masih ada yg baca juga ternyata, hehe. Terimakasih suhu, utk cerita lanjutanya masih dibuat. Tpi kyknya masih agak lama nih hehe. Ditunggu ya
 
Lanjut???

Perlahan, kedua mataku terbuka. Poster gitaris Sheila on 7 yang tertempel di dinding kamarku ini samar-samar terlihat, aku tertidur dengan posisi miring ke kiri. Sedikit demi sedikit, nyawaku terkumpul. Aku memandang langit-langit, pemandangan ini, seperti biasanya, aku berada di kamar kontrakanku. Aku merubah posisi tidurku miring ke kanan dengan tubuh masih berbalut selimut hangat. Perempuan berambut panjang itu masih tertidur pulas disebelahku. Hanya kepalanya saja yang tidak tertutup selimut.

Dengan tangan kiriku, aku merogoh kedalam selimut. Kulit halus perempuan itu tersentuh olehku. Dia bergerak sedikit.

“Nnghh... Dim... apasih... capek gue...” Lenguhnya saat merubah posisi tidur miring ke kanan, memunggungiku.

Aku menyibak selimut itu ke kanan hingga jatuh ke lantai, tubuhnya yang mulus tak tertutup sehelai benangpun terlihat.

Sialan!

Tidak seharusnya aku melakukan hal itu. Penisku langsung tegang. Tubuh langsing Jinan ini memang sungguh menggoda. Aku menoleh kearah jam dinding. Ah, masih jam setengah enam pagi. Sepetinya tidak apa-apa jika aku ‘bermain’ satu kali saja dengannya sebelum masuk kuliah pagi ini.

Aku meremas-remas pantatnya, tangan kirinya menepis kedua tanganku. Saat aku menoleh kearahnya, dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya, Jinan sedikit menggeram.

“Iiisshh... Dim... masih pagi...”

“T-tapi Nan...” Tanganku kini bergerak meraba-raba perutnya, naik keatas hingga payudaranya. Sementara aku mulai menciumi lehernya.

“Sshh.. aahh... D-Dim... Mmmhh...” Desahnya dengan suara yang masih berat.

Kedua tangannya kini memegangi tanganku yang sedang bermain-main dengan payudara mungilnya. Posisinya yang semula miring ke kanan kini merebah. Kedua kakinya bergerak-gerak. Spreiku yang semula masih terlihat rapi kini jadi berantakan karenanya.

sDlkuRcc_o.jpg

“Emhh... mmhh... aaahh... lu belum puas apa...”

“B-belum... mmmhhh...”

“Mnghh...” Lenguhan itu semakin membuat nafsu di pagi hariku ini naik.

Oh iya, bicara mengenai kenapa dia bisa ada di kontrakanku, jika kalian ingin tahu, ini karena kemarin malam, ceritanya Jinan mengambil beberapa barang yang ia titipkan di kontrakanku. Dia datang ke kontrakanku dengan bau telur yang menyengat di sekujur tubuhnya. Aku juga tidak tahu bagaimana dia bisa berbau busuk seperti itu. Saat itu juga bukan hari ulang tahunnya. Jinan tidak mau cerita.

Dia pun memutuskan untuk mandi sebentar di kontrakanku. Dan saat itulah, hal yang ‘ajaib’ terjadi. Aku tidak sengaja melihatnya telanjang karena handuk yang ia gunakan untuk menutupi tubuhnya jatuh saat berjalan menuju kamar. Yah, kau tahu apa yang terjadi selanjutnya, aku yang tidak bisa menahan nafsu pun mencium bibirnya lalu melewati malam bersama dengan sebuah ‘permainan’.

Sekarang, kedua tanganku semakin liar meremas payudaranya, bibirku mulai melumat bibir seksinya itu selepas menciumi lehernya. Kedua tangannya kini menahan kepalaku, tidak ingin mengakhiri ciuman ini segera. Jari-jariku kemudian memainkan putingnya yang terasa semakin mengeras, aku cubit-cubit, putar-putar, atau sekedar meraba-rabanya.

Bunyi decak ciuman kami beradu dengan nafas kami yang saling memburu. Dagu kami pun mulai basah karena liarnya ciuman kami. Aku rasa aku berhasil merangsangnya. Beralih ke bagian dadanya setelah aku puas dengan bibirnya. Lidahku mulai nakal menjilati area payudaranya. Jinan menggelinjang. Desahannya kembali terdengar.

“Ahh... mmmhh... Dim... aaahh...”

Mulut dan lidahku kini bermain-main dengan putingnya. Ku jilat lalu hisap satu per satu secara bergantian hingga payudaranya itu juga basah dengan liurku. Rangsangan demi rangasangan terus aku lancarkan disekitar badannya itu. Dada ke pusar, lalu pusar ke dada lagi. Hingga aku beralih ke vaginanya. Sepertinya dia sudah cukup becek. Namun aku memilih untuk memainkan klitorisnya sebentar. Aku sentuh perlahan, mengusap-usapnya, lalu memutarnya perlahan.

“AAAhhHH... MMMHHH...” Desahnya sambil mendongakkan kepala dan menutup matanya. Bibir bawahnya pun ia gigit.

“Ssstt... tahan...”

Setelah beberapa menit aku bermain dengan klitorisnya, aku membalik badannya, lalu membantunya memposisikan diri bertumpu pada lutut dan sikunya. Perlahan aku meraba-raba pantatnya dan menggesek-gesekkan penisku yang sudah keras itu disekitar vaginanya.

“Ahh... P-pelan... aja... mmmhhh...” Pintanya.

“Enggak janji...”

Tak lama, penisku telah siap di posisi, tanpa memperingatkannya, penisku perlahan masuk kedalam lubang hangat itu. Jinan sempat tersentak.

“AaAHH... MmmMHH...”

Aku diamkan penisku didalam sana untuk beberapa saat. Kubiarkan lubang hangat itu memijit-mijit penisku disana. Setelah beberapa saat, badan Jinan mulai bergerak-gerak, sepertinya ia mulai tidak nyaman dengan penisku yang hanya diam disana. Aku mulai menggoyang-goyangkan pinggulku, desahan manja Jinan kembali terdengar.

Tak mau membuatnya menunggu dan aku pun tak mau berlama-lama menahan diri, vagina ini mulai aku genjot. Kedua tanganku memegang erat pinggulnya saat aku memompa penisku. Badannya bergerak maju mundur mengikuti tempo tusukanku.

“Mmmhhh... Sshh... AaHhHH....” Desahnya.

Kedua tangannya mencengkram erat sprei dibawahnya saat tempo genjotanku yang semakin cepat setelah sekitar 10 menit konsisten dalam tempo lambat.

Ctak

Ctak

Ctak

Pahaku dan pantatnya menghasilkan suara ketika saling bertemu. Kulit tubuhnya yang agak mengkilap karena basah dengan keringat semakin membuatku bergairah. Jinan sesekali membenamkan wajahnya di bantal yang ada dibawahnya.

“AaaHhh... P-pelan aj-aahh...! njing...! Mmmhh...!”

“Sssttt... mmhhh... udahh... diem... Mmmhh...”

Aku tetap menggenjotnya secepat yang kubisa. Tempo ini berusaha kutahan beberapa menit hingga aku melihat cengkraman tangan Jinan semakin kuat, dan tubuhnya bergetar hebat.

“AaaHH..! G-gue... K-kmmhhh.. AAAAHHHH....!”

Jinan mendapat orgasmenya pagi ini. Sementara aku masih belum mencapai puncak. Penisku yang basah oleh cairan orgasmenya itu aku cabut, aku masih belum puas menusuk vaginanya itu. Aku membaringkan Jinan. Wajahnya memerah, nafasnya terengah. Rambutnya berantakan dan lepek karena keringat. Kondisinya ini membuatku semakin bergairah. Pensiku yang masih tegang langsung ambles lagi kedalam vaginanya itu. Jinan kembali tersentak saat aku menusukkan batang kemaluan itu kesana.

Tubuh kami yang sudah basah dengan keringat saling bertemu. Keringat ini membuat lengket. Aku memandang matanya dalam, begitupun Jinan. Dia meraih kepalaku lalu menariknya lebih dekat. Kami kembali berciuman. Di posisi ini, kembali aku memompa penisku dengan tempo secepat yang kubisa.

“Aaahhh... Sshh... Mmmhh... Teruss Diimm... Aaahh....” Desahnya saat aku beralih menciumi lehernya.

“Nan... Mmhh... memek lo.... e-enak... Mmmhh...”

“AaaHHH... G-genjott... teruss... MHHH...!”

Kembali Jinan mendongak dan menutup matanya. Bibir bawahnya juga ia gigit, sepertinya lebih kencang dari tadi. Menikmati sensasi rangsangan yang terus aku berikan dan hujaman dari penisku.

Setelah hampir 10 menit menggenjotnya dengan tempo yang berubah-ubah, aku akhirnya sampai diujung. Aliran sperma itu semakin mendekat kearah kepala penisku, siap untuk disemburkan. Segera aku mencabut penisku lalu mengocoknya sesaat di atas wajah Jinan.

CROOT

CROOT

CROOT

CROOT

Aku tumpahkan semuanya di wajahnya yang sudah berantakan. Sperma hangat itu melumuri nyaris seluruh wajahnya. Dahi, pipi, hingga dagu pun terlumuri oleh spermaku. Melihatnya belepotan begini, adalah hal yang sangat memuaskan. Nafasku tidak beraturan, wajahku memerah setelah semua ini. Begitupun Jinan.

“Anj...ir... banyak banget... hhh... hhh...”

Lidahnya kini menjulur ke kanan dan kiri menjilati spermaku yang bisa diraihnya.

“Nih masih... ada dikit... Hhh...”

Jinan mengulum penisku, lidah itu menjilatinya hingga bersih didalam rongga mulutnya yang hangat. Ditutup dengan kecupan di kepala penisku. Dia tersenyum puas dengan mata sayu, gigi kelinci yang menggemaskan itu terlihat. Aku membalasnya dengan senyuman juga.

“Lanjut?”

“Iiihh... enggak dulu Dim. Capek gue. Ntar jam 9 ada kelas juga...” Tolaknya.

Tentu saja aku tidak sungguh-sungguh, aku juga ada kelas pagi ini. Aku tidak mau sampai tidak masuk dan nilai presentasiku nol. Tak lama setelah aku duduk di pinggir kasur ini, kaki ini melangkah keluar menuju kamar mandi. Sementara Jinan masih berbaring di kasur, sibuk dengan smartphonenya.

“Nan, lu ntar langsung mandi ya habis gue. Gue kelas jam tujuh lewat lima belas!” Kataku agak keras agar dia mendengarku yang sudah berdiri didepan kamar mandi.

“Yaaa!” Jawabnya.

Aku melangkah masuk lalu menutup pintu, menyalakan keran air lalu meraih gayung. Eh tunggu dulu, sepertinya aku melupakan sesuatu. Oh iya, handuk...

Aku kembali menuju kamar setelah pipis terlebih dahulu. Aku baru ingat handukku baru saja selesai dicuci dan masih ada di lemari.

Saat aku memasuki kamar, Jinan masih telanjang. Duduk di pinggir kasur. Ya ampun...

Aku langsung membuang pandang dan bergegas mengambil handuk didalam lemari dan melangkah keluar. Aku tidak mau berlama-lama ada disini. Bisa bahaya jika nafsuku ini naik dan aku tidak bisa mengontrolnya kem-

Grep

Tiba-tiba, Jinan merengkuhku dari belakang saat aku sampai di ambang pintu. Tangan kanannya kemudian mengelus-elus penisku, sementara tangan kirinya meraba-raba bagian dadaku. Aku menelan ludah.

“Dim... Lanjut...” Bisiknya di telinga kananku dan lalu meniupnya pelan.

Aku terdiam, menahan nafas. Payudaranya kini menempel dipunggungku. Leherku mulai ia ciumi. Penisku yang semula sudah beristirahat, kini kembali mengacung tegang karena terbelai rangasangan dari halusnya kulit tangan Jinan.

“N-Nan... gue kelas... jam tujuh...”

“Mmhh... Skip aja udah... mmhhh... tadi lu ngajak lanjut kan... mmhh... gue juga mau skip kelas...”

“Aakh... t-tapi Nan... Mmhh...”

Sial, dia mulai memijit-mijit penisku.

“Udah Dim... Lanjuuutt...”

Handuk yang aku sampirkan di bahu kiriku ia lempar. Sekarang ia mulai mengocok pelan penisku. Sementara tangan kirinya masih sibuk meraba-raba dadaku dan leherku masih jadi sasaran ciumannya. Aku bergerak-gerak berusaha melawannya.

Sialan!

Kenapa dia jadi agresif gini?!

“Ayo Dim... gue sange... mmhh...”

Debar jantungku mulai berubah cepat. Keringat dingin mulai mengalir. Aku tidak mungkin ‘bermain’ lagi dengannya. Walau penilaiannya secara individu, namun presentasi kelompokku bisa jadi berantakan bila aku tidak datang dan mempresentasikan bagianku. T-tapi... Aarrgh... dia berhasil membuatku sange juga.

Jinan menarikku kebelakang dan menghempaskanku ke kasur. Aku belum sempat bangkit saat Jinan tiba-tiba mengulum dan menjilati liar penisku yang sudah mengacung tegang itu. Kedua tanganku mencengkeram erat sprei, nafasku mulai tidak beraturan. Sensasi dari mulut Jinan ini sukses membuatku merem-melek.

Dia terus mengulum penisku seperti sebuah permen lolipop. Kadang dia melepas kulumannya lalu mengocok penisku lalu kembali mengulumnya lagi. Aku hanya bisa berbaring, pasrah dengan ‘serangan’ nikmat yang diberikan Jinan. Ya, aku tidak bisa mengelak, rasa ini tidak bisa dibohongi. Kulumannya ini benar-benar nikmat. Beberapa kali tubuhku bergerak-gerak karenanya. Kadang tanganku membelai dan merapikan rambut panjangnya yang kadang berantakan menutupi wajahnya.

Slrrrp...

Slrrp...

Slrrpp...

Dia terus mengulum penisku. Hingga akhirnya setelah beberapa menit, aku tidak bisa menahannya lagi, aliran sperma ini hampir sampai ke ujung penisku.

“Ahh... Nan... g-gue keluarr!”

CROOT

CROOT

Aku muntahkan semuanya didalam mulut Jinan. Dia menahan penisku didalam mulutnya saat aku memperingatkannya tadi. Selepas menelan spermaku yang tidak terlalu banyak tadi, Jinan menindih badanku lalu mulai melumat bibirku.

Damn it!

Kedua tanganku yang tadinya hanya diam kini mulai meraba-raba kulitnya yang sudah basah dengan keringat itu. Nafas kami saling memburu ketika berciuman, desahan pelannya terdengar sesekali. Aku balas dengan mencium dan menjilati lehernya lagi. Keringat kami yang bertemu ini mulai menghasilkan bau yang khas, membuatku malah semakin bergairah.

“Lu juga sange kan? Hhh... Dasar...”

“Hhh... ini yang lu mau kan... Hhh...”

Jinan merangkak mundur sedikit, lalu tanpa aba-aba darinya, dia memasukkan perlahan pensiku yang sudah kembali tegang itu kedalam vaginanya. Sepertinya dia sudah becek juga. Dia mendiamkan penisku itu didalam vaginanya untuk beberapa saat. Dia menatapku.

LTg4blvW_t.jpg


“Lo diem aja...”

Ya ampun, woman on top. Aku menelan ludah. Jinan tersenyum lalu setelah siap di posisinya, ia mulai memompa penisku. Sementara aku hanya bisa diam, berbaring pasrah, menikmati permainan Jinan. Payudaranya bergoyang-goyang saat Jinan begerak menusuk-nusukkan penisku ke vaginanya. Wajahnya yang memerah, mulutnya yang menganga, dan rambutnya yang berantakan juga menjadi pemandangan indahku dari sini.

Tanganku yang semula hanya diam mulai tidak tahan dengan payudaranya, alhasil, kedua payudaranya itu akhirnya aku remas-remas. Putingnya yang imut itu juga turut aku cubit-cubit sedikit hingga akhirnya mengeras.

“Mmhh... Ssshh... Aahh...” Desahnya ketika aku terus meremas-remas dan memutar-mutar payudaranya.

Jinan merem-melek, beberapa kali menggigit bibir bawahnya. Sesekali aku merapikan rambutnya yang berantakan dan menutupi wajahnya. Melihatnya agak kelelahan, kedua tanganku memegangi pinggulnya, membantu mengatur tempo permainannya. Akhirnya setelah beberapa menit, Jinan sampai pada puncaknya. Tubuhnya bergetar, Jinan menutup mata dan mendongak dengan mulut terbuka.

“AaaAAHH...”

Orgasme itu akhirnya ia dapatkan. Penisku kembali terlumuri dengan cairan orgasmenya. Setelah mengeluarkan pensiku dari vaginanya, Jinan berbaring disampingku. Nafas kami tergengah. Kerigat kami yang banyak keluar juga membasahi sprei ini. Sepertinya aku harus benar-benar menggantinya.

Aku memandang jam, sudah setengah delapan lebih. Sepertinya aku memang harus benar-benar skip. Ah, biarlah. Nilai bisa diperbaiki besok. Tinggal bagaimana aku menghadapi teman-teman di kelompokku, sepertinya itu juga bukan masalah yang besar.

“Hehe...” Dia tersenyum saat menoleh kearahku dan kembali aku membalasnya dengan senyum.

Aku menghela nafas sambil memandang langit-langit. Untuk sejenak, aku merasa bersalah dan telah mengkhianati Cindy...

“Dim...”

Sial... jangan bilang dia mau lanjut lagi...

“Kenapa?

“Emm... gue boleh jujur enggak?”

“Soal apa?”

Plis, jangan bilang lu mau lagi...

“Emm... Perasaan gue ke elu, Dim...”



To be Continued...

rCicUVbZ_t.jpg

qmclxHKn_t.jpg


Season 2 Coming Soon
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd