Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI ART [LKTCP 2018]

Sadsempak13

Kakak Semprot
Daftar
2 Jan 2017
Post
152
Like diterima
183
Bimabet
ART




“Apa pernah terbersit di dalam kepala kalian..... sekali saja. Kalian membayangkan orang yang paling kalian sayangi MATI dengan kondisi yang mengenaskan?”

Jujur....

Aku pernah... dan selalu saja berpikir bagaimana jadinya jika hal itu terjadi. Mungkin kalian pikir aku ini gila, tapi.... banyak orang di luar sana yang bahkan lebih gila dariku. Dan beginilah cara kerja iblis, mereka membuat bayangan mengerikan dan mengirimkannya ke alam bawah sadar kalian. Lalu saat kalian tertarik dengan hal itu, mereka mulai menggodamu untuk melakukan hal itu dan jika kalian terjatuh. Sebuah karya seni yang indah, Kalian sudah pasti tahu kemana akhir dari cerita itu bukan?



Kevin.


Frank


Nina

Kamis, 30 November 2017.

“HEADLINE NEWS PAGI INI. DI KABARKAN BAHWA PIHAK KEPOLISIAN TELAH MENEMUKAN MAYAT SEORANG GADIS BERUMUR SEKITAR 22 TAHUN DI DALAM RUMAHNYA SENDIRI DENGAN KONDISI YANG MENGENASKAN. DI DUGA BAHWA KORBAN DI BUNUH, NAMUN PIHAK KEPOLISIAN MASIH BELUM MENEMUKAN SIAPA PELAKU PEMBUNUHAN TERSEBUT DAN APA MOTIF YANG MEMICU PELAKU MELAKUKAN HAL KEJI INI. SEKIAN HEADLINE NEWS PAGI INI.”

*****



Ckreeekkk...... ckkreeekkkk......


Suara dari kamera yang di pegang oleh Frank memecah kesunyian di pagi itu. Dan kini ia dan Kevin anaknya yang menjabat sebagai asisten pribadinya sedang berada di rumah kekasih Kevin. Bukan untuk berkunjung, namun mereka di berikan tugas oleh pihak kepolisian untuk menyelidiki kasus pembunuhan.

Nina, seorang gadis berumur 22 tahun yang berkulit putih dan tinggi sekitar 166 cm di temukan tewas di rumahnya sendiri. Ia di temukan dengan kondisi perut yang robek serta area vaginanya yang terlihat hancur dan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Wajahnya membiru dan ada bekas seperti lilitan pada bagian leher korban.

Kevin yang memang merasa tak tenang sejak tadi malam, kini mendapatkan jawaban atas apa yang membuat dirinya tak tenang malam itu. Dan tepat di hari di mana ia mengutarakan perasaannya pada Nina dua tahun yang lalu, ia mendapatkan kado spesial yaitu kematian orang yang paling ia cintai. Kevin langsung terduduk lemas saat tiba dan melihat tubuh kekasihnya yang sudah tak bernyawa, ia tidak bisa mengontrol tubuhnya, bahkan ia hanya bisa menganga sambil terus memandangi tubuh kekasihnya yang terbujur kaku dengan kondisi mengenaskan seperti itu.

Frank yang melihat kondisi anaknya yang begitu terpukul mencoba menangkan Kevin, walaupun ia sendiri merasakan hal yang sama.

“Tenanglah nak.” Frank coba untuk menenangkan Kevin yang terlihat begitu shock.

“Ini semua nggak benarkan?” Kevin bertanya dengan tampang bingung seperti memohon pada Frank bahwa apa yang di lihatnya itu hanyalah mimpi belaka.

Frank yang baru pertama kali melihat ekspresi Kevin yang seperti itu langsung memeluk anaknya.

“Maaf nak! Ini semua nyata.” Jawab Frank sambil sedikit mengencangkan pelukannya.

“A..... apaaaa? Iii.....inniii.... AAARRRRGGGGHHHHHHHHHHH.........” teriak Kevin dan ia langsung memberontak dan berusaha melepaskan pelukan Frank.

Ia mengayunkan tangannya ke sana-kemari dan menendang-nendang layaknya orang yang kesurupan. Frank yang sedikit kewalahan terus berusaha untuk menahan Kevin agar ia tak mencoba untuk mendekati mayat kekasihnya.

“Hei! Sadarlah! Kau itu petugas dan kita sekarang sedang melakukan perkerjaan kita.” Dengan nada yang cukup tinggi dan terus berusaha untuk menahan Kevin yang masih memberontak dari pelukannya.

“TIDDAAKKKKK!!! AKU TAK PEDULI.... DIA KEKASIHKU DAN.... DAN......”

“PLAAAKKKK.....” suara tamparan keras yang di layangkan Frank terdengar cukup jelas di ruangan itu.

Kevin langsung terdiam dan memandang ke arah Frank.

“JANGAN MENJADI LELAKI LEMAH, KITA DI SINI UNTUK MENEMUKAN SIAPA PELAKU PEMBUNUHAN NINA BUKAN UNTUK MENANGISI KEPERGIANNYA. KAU PAHAM?” Frank berteriak cukup keras.

Kata-kata ayahnya barusan membuat Kevin tersadar, ia tetap harus profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang detektif. Ia tidak boleh bersedih hanya karena korban adalah kekasihnya sendiri.

“Terima kasih.” Ucap Kevin sambil menyapu air mata yang mengalir di pipinya.

Setelah memantapkan hatinya Kevin langsung berdiri, ia lalu berjalan menuju mobil dan mengambil dua buah koper yang isinya adalah alat-alat yang sering mereka gunakan untuk melakukan investigasi pada kasus-kasus seperti ini. Frank mengambil sebuah scaner sinar x lalu mulai mengarahkan sensor pada mayat Nina yang masih tergeletak dengan posisi saat ia di temukan. Mesin scaner itu berhasil menangkap beberapa bekas yang tak terlihat oleh mata telanjang, Frank mengcapture beberapa tanda yang terbaca oleh scaner itu di tubuh Nina. Kemudian ia mulai mengarahkan scaner itu pada daerah di sekitar jasad Nina dan ia menemukan jejak sepatu, ia coba mengikuti ke mana langkah jejak sepatu itu pergi hingga ia sampai di kamar Nina yang berjarak sekitar 10 meter dari ruang tamu di mana jasad Nina di temukan.

Sedangkan Kevin mengambil pingset dan plastik klip untuk mengamankan beberapa barang bukti, ia mengambil sampel rambut yang ia temukan di telapak tangan Nina. Kevin juga mengambil sebuah buku yang terletak di samping mayat Nina dan kemudian memasukkannya ke dalam kantong plastik yang khusus untuk menjadi tempat barang-barang yang kemungkinan besar bisa menjadi barang bukti.

Sedangkan Frank yang kini berada di kamar Nina mulai mengambil beberapa foto kondisi kamar Nina yang berantakkan, dengan sangat berhati-hati ia berjalan menuju kasur yang kondisinya sangat berantakkan. Frank untuk sesaat diam sambil mengamati semua benda yang ada di lokasi tersebut hingga akhirnya sesuatu membuatnya tertarik. Frank mengambil sprei yang ada bercak seperti cairan yang mengering. Dan ada satu hal yang juga mengganjal bagi Frank, hanya kasur di dalam kamar ini yang sungguh berantakan, namun barang-barang yang lain masih tersusun rapi. Ia juga mengecek lemari yang ada di kamar itu namun sepertinya tidak ada barang-barang yang hilang dalam lemari itu, sebab ia masih bisa menemukan surat hak kepemilikan tanah dan rumah serta dua buah kotak emas. Jika kasus ini berhubungan dengan perampokkan, maka barang-barang berharga milik korban harusnya hilang, namun saat ia mengecek laci dan lemari barang-barang seperti emas dan sertifikat hak kepemilikan tanah dan rumah masih tersusun rapi. Ia juga tak menemukan adanya kerusakan pada pintu dan jendela kamar korban. Jadi kemungkinan besar, pelaku tidak masuk melalui kamar korban.

Setelah selesai mengamankan semua barang bukti yang ia temukan di sekitar mayat Nina, Kevin yang teringat bahwa rumah ini telah di pasangi cctv mencoba mengecek rekaman cctv tadi malam. Ia berjalan menuju ruang monitoring cctv yang berada di samping kamar Nina dan mencoba membuka rekaman malam tadi dengan komputer. Namun sayang, file rekaman malam tadi tidak bisa ia temukan, sepertinya sang pelaku menyadari rumah ini telah di pasangi cctv dan sang pelaku lalu menghapus rekaman itu dan menonaktifkan kamera pengaman.

“SIAALLLLLL!!!” ucap Kevin sambil menjambak rambutnya sendiri dengan kedua tangannya.

Beberapa menit Kevin terdiam di depan layar komputer yang menyala. Hingga suara Frank yang memanggilnya dari kamar Nina membuatnya tersadar dari lamunannya. Ia bergegas menghampiri Frank.

“Ayah apa kau menemukan sesuatu?” tanya Kevin.

“Aku menemukan sprei dengan noda yang mengering ini, mungkin ini bisa menjadi petunjuk dan juga aku telah memeriksa semua barang-barang berharga milik korban yang masih utuh dan tersusun rapi,” ucap Frank sambil memberikan sprei itu pada Kevin.

Kevin kemudian mendekatkan hidungnya pada noda itu. Dan bau khas yang tak asing pun tercium.

“Apa ini bau sperma?” tanya Kevin sambil sesekali mencium kembali aroma dari noda itu.

“Aku kurang tahu, tapi kita bisa memeriksanya di laboratorium.”

Tanpa banyak bertanya, Kevin langsung memasukkan sprei tersebut ke dalam kantong plastik dan membawanya keluar dari kamar Nina.

“Apa kau sudah berkeliling rumah ini? Sebab aku tak menemukan kerusakan pada jendela kamar Nina dan lagi jendela itu dalam kondisi yang terkunci,” tanya Frank.

“Belum, aku barusan mengecek ruang cctv. Namun sepertinya pelaku sadar bahwa rumah ini telah di pasangi cctv dan ia mengambil kaset rekaman pada malam kejadian,” jawab Kevin.

Frank lalu memutar arah menuju dapur dan sesampainya di dapur ia juga tak menemukan adanya kerusakan pada jendela dan pintu belakang.

“Ini cukup aneh,” ucap Frank dalam hati sambil ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

Setelah meletakkan kantong plastik itu, Kevin yang paham dengan pertanyaan ayahnya tadi mencoba untuk melihat semua jendela dan pintu yang ada di rumah ini dan hasilnya ia juga tak menemukan adanya kerusakan pada jendela dan pintu, ia juga melihat semua jendela itu terkunci. Setelah memeriksa ke sekeliling ruangan di rumah ini. Mereka berdua kembali ke ruang tengah dan mengambil dua buah kursi lipat.

“Apa hanya ini yang bisa kita temukan?” tanya Kevin memandang ke arah koper tempat ia meletakkan barang bukti.

“Sepertinya begitu, kita berurusan dengan orang yang cerdas.” Jawab Frank tersenyum.

Sejenak mereka berdua duduk sambil menikmati segelas kopi dan sebatang rokok, mereka mencoba untuk mereka ulang adegan pembunuhan yang terjadi.

“Jadi bagaimana menurutmu?” tanya Frank, ia sengaja melemparkan pertanyaan itu pada Kevin. Ia ingin melihat sudah sejauh mana perkembangan anaknya itu dalam menganalisis sebuah kasus pembunuhan.

“Menurutku kasus ini tidak berkaitan dengan kasus pencurian dan sebagainya. Dan juga kemungkinan besar pelaku adalah orang yang di kenal oleh korban, sebab kita tidak menemukan adanya kerusakan pada jendela dan pintu di rumah ini,” jawab Kevin sambil memainkan sendok teh yang ia pegang.

“Dan! apa menurutmu ada orang yang bisa kita curigai sebagai tersangka?” tanya Frank lagi sambil menyeruput kopi dari gelasnya.

“Aku tak tahu pasti, kemarin malam ia bilang padaku ingin menemani teman kuliahnya untuk mengurus pesta pernikahan temannya itu.” Jawab Kevin.

“Oke, apa kau tahu alamat rumah temannya itu?”

“Ya aku tahu, rumahnya hanya beberapa blok dari sini.”

“Jadi kita bisa langsung menanyakan pada temannya itu nanti malam.” Ucap Frank.

Mereka berdua lalu menarik nafas dalam-dalam dan asyik dengan pikiran mereka masing-masing, hingga seseorang datang menghampiri mereka berdua.

“Apa hanya ini yang kalian temukan?” tanya Dewa yang baru saja tiba ke lokasi.

Dewa yang baru saja di lantik menjadi kepala kepolisian di daerah ini langsung di mendapatkan sebuah kasus pembunuhan temannya sendiri, Dewa yang tak lain adalah teman kuliah Nina juga cukup terkejut dengan kejadian yang menimpa teman satu jurusannya itu.

“Ya hanya ini yang kami temukan,” ujar Frank.

“Baiklah, kami akan membawa semua barang bukti ini,” ucap Dewa.


Dewa

“Ohh... oke baiklah.”

Dan hari itu akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri penyelidikan di TKP dan membawa mayat Nina ke rumah sakit untuk di autopsi.

****


Astri

Malamnya Kevin dan Frank menuju rumah teman Nina untuk mencari informasi. Dengan mobil mini coopernya mereka melaju di jalanan yang cukup ramai. Setelah melaju di jalanan selama tiga puluh menit, mereka akhirnya sampai di depan rumah teman Nina. Tempat itu terlihat ramai, Kevin dan Frank sebenarnya tak mau merusak kebahagiaan orang-orang yang ada di dalam rumah itu. Tapi mereka tak punya pilihan lain. Mereka berdua masuk dan langsung mengajak Astri untuk berbicara empat mata.

Astri langsung mengajak mereka berdua ke lantai atas, ia tahu apa yang di inginkan oleh Frank dan Kevin. Dan ia langsung mempersilahkan keduanya untuk duduk di sofa yang langsung menghadap ke arah jalan.

“Aku turut berduka atas kematian Nina,” ucap Astri membuka pembicaraan.

“Terima kasih, oke langsung saja. Apa kau tahu ke mana Nina setelah pergi dari rumahmu?” tanya Kevin.

“Apa maksudmu? Nina malam kemarin membatalkan janjinya untuk menemuiku di butik.” Jawab Astri.

Kevin dan Frank saling pandang.

“Apa kau yakin?” tanya Frank.

“Ya, mana mungkin aku berbohong. Apalagi Nina adalah teman baikku dan kau Kevin, adalah kekasih sahabatku sendiri.” Jawab Astri jujur.

“Lalu, apa yang membuat Nina membatalkan janjinya?” tanya Kevin.

“Hah? Bukannya ia bilang akan makan malam bersamamu?” ujar Astri yang kini malam balik bertanya.

“Tidak, dia malah yang membatalkan acara makan malam itu karena ingin membantu persiapan untuk acara pesta pernikahanmu,” jawab Kevin.

Mereka bertiga terdiam, masing-masing dari mereka mencoba berpikir untuk mengaitkan masalah ini. Kevin semakin bingung, tidak biasanya Nina berbohong seperti ini.

“Apa hubungan kalian belakangan ini baik-baik saja?” tanya Astri.

“Ya, tapi aku rasanya sikapnya sedikit berubah. Mungkin semua ini ada sangkut-pautnya dengan kasus pembunuhan ini,” jawab Kevin.

“Kenapa semua ini malah tambah runyam?” ujar Kevin lagi sambil mengusap wajahnya.

“Tenanglah! Oke, terima kasih atas bantuanmu. Kami pamit undur diri.”

Frank lalu mengajak Kevin untuk pergi dari situ, dan kini mereka memilih untuk pulang dan mengistirahatkan badan dan pikiran mereka yang lelah karena terus memikirkan kasus yang sangat rumit ini.

Hari ke-8 ( Seminggu setelah di temukannya jasad Nina )


Sammuel

Setelah cukup lama mereka menunggu hasil dari autopsi mayat Nina, akhirnya mereka berdua mendapat kabar bahwa proses autopsi sudah selesai. Kevin dan Frank yang kini sudah berada di rumah laboratorium forensik sedang berjalan di sebuah lorong, mereka berdua memiliki tujuan yang sama yaitu kantor di mana Sammuel berada. Mereka berdua ingin menanyakan bagaimana hasil dari identifikasi fisik yang sudah berhasil di simpulkan oleh dokter yang tak lain adalah teman akrab Frank. Sesampainya di tempat itu, mereka langsung masuk ke dalam dan menuju ruangan dokter Sammuel.

Sammuel adalah teman masa kecil Frank yang sejak dulu membantunya untuk memecahkan kasus-kasus yang berkaitan dengan identifikasi mayat. Anggap saja Sammuel adalah tangan kanan Frank, dia juga yang tahun lalu meminta Frank untuk pindah ke kota ini saat ia mendapatkan promosi jabatan dari departemen kepolisian.

“Jadi bagaimana hasil dari autopsi yang sudah kalian lakukan dok?” tanya Kevin tak sabar.

“Dari hasil autopsi sebelum meninggal Nina mengalami trauma pada bagian otak akibat ia menahan rasa sakit terlalu lama serta oksigen yang tak berhasil masuk ke jaringan otaknya, serta pecahnya pembuluh arteri dan sinus karotis di bagian leher, pecahnya pembuluh darah otak, bocornya dinding perifier vena, luka sobek pada bagian perut akibat benda tajam dan rusaknya area genital akibat benda keras dan tajam yang sengaja di masukkan dalam vagina korban,” ucap Sammuel.

“Lalu?” tanya Kevin sambil ia membolak-balik hasil kertas laporan hasil autopsi yang sudah di lakukan oleh Sammuel.

“Dapat di simpulkan bahwa Nina meninggal akibat kehabisan nafas bukan begitu Sam?” tanya Frank.

“Yup!! Sebelum korban meninggal karena kehabisan darah akibat luka yang di derita oleh korban sang pelaku terlebih dulu membunuh korban dengan cara mengikat leher korban hingga korban kehabisan nafas, hal itu bisa di lihat dari bekas hitam di leher korban,” ucap Sammuel menjelaskan pada Kevin dan Frank sambil menunjukkan lembar demi lembar dari hasil autopsi yang sudah ia dan timnya kerjakan.

“Lalu, apa kalian bisa menemukan bekas sidik jari pada tubuh korban?” tanya Kevin

“Ahhh.... ya tentang itu! Sayangnya kami tidak bisa mengidentifikasi hal itu, kami tak menemukan sidik jari atau hal yang bisa di jadikan petunjuk pada tubuh korban,” ucap Sammuel.

“Tapi apakah kau menemukan suatu petunjuk dari rambut dan noda di sprei?” tanya Frank.

“Emmmm.... sayangnya rambut yang kalian berikan padaku adalah rambut korban sendiri, sedangkan noda kering yang kalian temukan di sprei tak terlalu membantu. Sebab setelah kami bisa mengambil sample dari bekas noda itu, kami mengujinya dengan alat tes DNA. Hasilnya! Itu adalah DNA korban sendiri. Kau paham maksudku bukan?” jawab Sammuel.

“Maksudmu noda itu adalah cairan yang keluar dari tubuh korban?” tanya Kevin.

“Yup, kau tepat.” Jawab Sammuel.

“Lalu bagaimana dengan bekas luka di area vagina korban? Apa mungkin ada indikasi sebelum di bunuh korban telah di perkosa oleh pelaku?” tanya Kevin

“Mungkin saja, tapi setelah kami coba untuk memeriksa hal itu. Kami tidak menemukan sampel DNA selain milik korban sendiri.” Jawab Sammuel.

“Hemmm... ini semakin runyam saja, kau tak menemukan bekas memar di sekitar pergelangan tangannya atau daerah tubuh yang lain, selain bagian luka perut serta vagina?” tanya Frank.

“Sayangna tidak, entah lah kami juga sedikit bingung dengan hal ini. Seolah-olah korban dengan suka rela menyerahkan tubuhnya,” jawab Sammuel.

“Oh ya, dan lagi kami juga tak menemukan adanya korban menggunakan obat penenang atau obat tidur.” Jawab Sammuel, Sammuel kemudian berdiri dan berjalan menuju dispenser yang ada di samping mejanya. Ia kemudian menyeduh segelas kopi dan kembali lagi duduk di kursinya.

“Tak ada petunjuk lain?” tanya Kevin dalam hatinya, lama ia berpikir hingga akhirnya ia teringat dengan ponsel milik Nina yang ia temukan di dalam kamarnya. Ia sengaja tak memasukkan ponsel yang ia temukan dalam kantong barang bukti, ia berniat untuk menyimpan benda itu.

Kevin mengeluarkan rokok dari kantong celananya dan menyalakan sebatang rokok. Beberapa kali ia menghisap dan menghembuskan asap dari mulutnya hingga tiba-tiba ia memiliki ide untuk menyerahkan ponsel ini pada Aria. Aria teman satu letting nya yang kini bekerja untuk cyber crime mungkin bisa membeda isi ponsel milik Nina ini. Ia lalu mengambil ponsel nya dan menelepon Aria, beberapa saat ia menunggu dan akhirnya teleponnya di angkat.


Aria

“Halo, apa lu bisa bantu gue?” tanya Kevin to the point.

“Bantu apaan sob? Buka link bokep?” tanya Aria sambil tertawa.

“Bangsat! Bukan, tapi apa lu bisa ngembaliin history chat yang udah di hapus?” tanya Kevin.

“Oh... itu gampang, lu bawa aja ketempat gue besok, tapi ada masalah apa nih? Sampe lu minta ngembaliin history chat segala?” ujar Aria.

“Lu sudah denger berita seminggu yang lalu kan? Soal kasus pembunuhan seorang cewek di rumahnya sendiri?” tanya Kevin balik.

“Yup, gue tau! Apa lu yang nyelidikin kasus itu? Gua gak terlalu mengikuti kasus itu sih soalnya gua juga lagi banyak kerjaan minggu ini,” jawab Aria.

“Koerban bernama Nina, dan lu tau alamat rumah korban?” tanya Kevin lagi.

“Nggak! Tapi.... itu bukan Nina pacar lu kan?” tanya Aria.

“Sayangnya, alamat rumah korban terletak di jalan Merak No.23 yang tak lain dan tak bukan adalah alamat rumah Nina pacar gue,” ucap Kevin yang nadanya langsung berubah menjadi sedih.

“Fuck!!! Lu gak bercanda kan?” tanya Aria.

“Ngapain gua bercanda bangsat!” jawab Kevin.

“Shit!!! Bangsat siapa yang ngelakuin itu? Oke-oke gua bakalan bantu lu dan gua ikut berduka atas kejadian ini yang menimpa pacar lu bro,” ucap Aria yang ikut sedih.

“Oke kalo gitu, besok jam 1 gua ke tempat lu buat nyerahin ini hp ya, see you,” ucap Kevin mengakhiri obrolan.

“Oke sip ciao.”

Kevin meletakkan ponselnya di atas meja kerja Sammuel dan menyandarkan tubuhnya pada kursi yang ia duduki saat ini.

“Apa kau merasa ada yang di tutupi oleh Nina beberapa minggu terakhir ini?” tanya Frank.

“Ya, dia sedikit berbeda. Lebih tertutup dari biasanya dan ia tak suka aku melihat-lihat chat di ponselnya belakangan ini dan juga dari keterangan Astri ia berbohong padaku saat malam kejadian itu,” jawab Kevin.

“Mungkin dengan ponsel itu kita bisa mendapatkan petunjuk, tapi apa kalian sekarang tidak memiliki orang yang kalian curigai?” tanya Sammuel.

“Tidak, semuanya terlalu sempurna dan membingungkan. Semoga saja apa yang kau ucapkan itu benar, benda ini bisa menjadi petunjuk untuk kami,” jawab Frank sambil menimang-nimang ponsel milik Nina.

“Baiklah, kami pamit dulu.” Ucap Kevin lalu bersalaman dengan Sammuel dan setelah itu mereka pergi menuju rumah mereka untuk beristirahat, karena besok ada hal yang harus mereka kerjakan.


Hari ke-9

Seperti yang sudah di janjikan oleh Kevin, ia kini sedang mengendarai mobilnya menuju rumah Aria. Sesampainya Kevin di rumah Aria, ia buru-buru masuk ke dalam dan langsung mendatangi kamar Aria. Sedangkan Frank harus memeriksa kesehatannya karena beberapa hari ini ia tidak enak badan, dan terpaksa ia membiarkan anaknya untuk pergi sendiri menuju rumah Aria untuk melakukan penyelidikan pada ponsel milik Nina tersebut.

“Nih HP-nya, coba lu cek dulu,” ucap Kevin. Ia lalu mengeluarkan ponsel milik Nina dari saku jaketnya dan memberikannya pada Aria.

“Bentar ya gua liat dulu.”

Aria pun memulai aksinya, ia langsung menyambungkan HP Nina dengan Komputernya dengan bantuan kabel USB. Aria kemudian membuka aplikasi yang di buatnya sendiri dan juga tak ketinggalan ia mengaktifkan keylogger untuk membantunya mengembalikan history chat yang sudah terhapus. Rumus-rumus pemrograman pun mulai muncul di layar komputer milik Aria, dengan beberapa sentuhan jari-jarinya yang ajaib itu. Dia berhasil membuka data back-up dari pusat aplikasi chat yang di gunakan oleh Nina, walaupun ini tindakan yang termasuk ilegal. Namun demi penyelidikan sebuah kasus pembunuhan biasanya ia tak akan di kenai hukuman karena pembobolan sistem dari perusahaan aplikasi chatting itu.

“Nih sob, gua sudah berhasil ngembaliin chat history di hp Almarhum pacar lu. Tapi gua cuman bisa ngembaliin chat seminggu sebelum kejadian.” Ucap Aria.

“Aku rasa itu juga sudah cukup,” ujar Kevin.

Kevin lalu mengambil kursi yang ia letakkan di depan layar komputer milik Aria, ia langsung mengscroll semua chat yang masuk. Ada beberapa nomor yang tak di kenal dan satu yang paling menarik perhatian Kevin adalah nomor yang ujungnya 23. Dari hasil chat yang di lihat oleh Kevin, sepertinya Nina dan orang yang masih belum diketahui identitasnya itu seakan memiliki hubungan yang lebih dari hanya sekedar teman.

Terlihat dari beberapa chat yang masing-masing dari mereka mengumbar kata sayang, penasaran dengan nomor itu. Kevin pun akhirnya meminta Aria untuk melacak nomor telepon siapakah itu. Dan tak butuh waktu lama bagi Aria yang memang seorang hacker profesional untuk menemukan siapa pemilik dari nomor itu.

“Shit!! Ini..... nomor...... DEWA,” ucap Aria sedikit tak percaya.

“Apa? Lu gak bercanda kan?” ujar Kevin.

“Sumpah, lu bisa buktiin sendiri.”

Kevin lalu mengambil ponselnya lalu mencoba untuk memanggil nomor tersebut. Dan benar saja itu adalah nomor telepon milik Dewa. Sesaat Kevin mencoba mengingat sesuatu, bagaimana mungkin mereka bisa memiliki hubungan spesial seperti itu. Sedangkan ia tahu, bahwa mereka berdua hanya pernah sekali bertemu saat ia tak sengaja mengajak Nina untuk ikut dalam pesta ulang tahun Clara adiknya.

“Apa saat itu aku tak sadar mereka berdua telah saling bertukar nomor telepon?” tanya Kevin dalam hati.

Ia kembali menatap langit-langit rumah Aria, untuk sejenak ia berpikir dan mencoba mengaitkan semuanya. Dan entah mendapat ide dari mana, ia langsung meminjam komputer milik Aria dan masuk ke dalam situs web milik kepolisian daerah. Ia lalu mengetikkan nama Dewa Permana Leksana dan membuka biodata milik dewa.

“Sial! Kenapa aku gak pernah sadar, mereka..... adalah teman kuliah. Pantas saja waktu itu mereka berdua seakan saling mengenal satu sama lain, aku harus menyelidiki ini lebih lanjut.” Ucap Kevin.

Kevin lalu menghubungi ayahnya untuk memberitahukan apa yang sudah ia temukan di dalam ponsel milik Nina. Dari history chat yang berhasil Aria kembalikan, pada malam itu Dewalah yang mengajak Nina untuk keluar dan menyuruhnya untuk membatalkan semua janji.

“Hallo?”

“Kita sudah menemukan petunjuk.”

“Bagus, ayo kita bermain.’’

*******

Ke esokkan harinya, Frank dan Kevin pergi mendatangi kantor Dewa. Mereka ingin menanyakan perihal tentang apa yang di temukan oleh mereka di dalam ponsel Nina.

Tok...tok....tok...

Kevin mengetuk pintu ruangan Dewa.

“Silah kan masuk,” ucap Dewa dari dalam.

Frank dan Kevin langsung membuka pintu dan masuk ke dalam, Kevin kemudian mengunci pintu.

“Ada apa?” tanya Dewa sambil menghisap rokok mentholnya.

“Ada yang ingin kami tanyakan padamu,” jawab Kevin dingin.

Mereka berdua lalu duduk di kursi yang ada di depan meja Dewa.

“Apa yang ingin kalian tanyakan? Apa ini ada hubungannya dengan kasus pembunuhan itu?”

“Ya, di mana kau semalam saat malam pembunuhan itu terjadi?” tanya Frank sambil melipat kedua tangannya di atas meja.

“Tunggu dulu, kalian tak mencurigaiku bukan?” tanya Dewa yang raut wajahnya berubah menjadi kaget dan sedikit grogi.

“Jawab saja,” sergah Kevin tanya menghiraukan pertanyaan Dewa tadi.

“Aku..... ak.... aku.... sedang makan malam bersama pacarku, ya aku sedang makan malam waktu itu,” jawab Dewa.

“Apa kau yakin? Bukan kah kau mengajak korban untuk pergi malam itu?” tanya Kevin, ia sudah emosi waktu mendengar jawab bohong yang di utarakan Dewa.

“Apa? Hei! Jangan konyol, mana mungkin aku mengajak kekasih orang untuk jalan berdua dengan ku” sangkal Dewa dengan nada yang sedikit ia naikkan, ia berharap ke dua orang ini akan takut dan berhenti bertanya pada dirinya.

“Baiklah, terima kasih atas kerja sama mu,” ucap Frank yang kemudian mengajak Kevin untuk pergi dari ruang kerja Dewa.

Setelah mereka keluar, Kevin lalu bertanya pada ayahnya.

“Kenapa kau malah mengajakku keluar?” tanya Kevin yang sedikit tak terima dengan keputusan Frank.

“Sabarlah, yang pasti kita sudah tahu ada yang di sembunyikan oleh Dewa, kita harus mengumpulkan bukti agar ia tidak bisa mengelak,” jawab Frank.

Kevin hanya bisa mengangguk, apa yang di katakan oleh ayahnya itu memang benar. Jika mereka terus memaksa, mungkin saja Dewa akan membuat mereka berdua seolah membuat onar di dalam kantor dan dengan mudah mereka berdua di usir dari kantor itu.

“Apa temanmu Aria bisa melacak ke mana saja Nina pergi malam itu dari GPS di ponselnya?” tanya Frank.

“Aku kurang tahu, tapi mungkin saja dia bisa.” Jawab Kevin.

Kevin mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Aria.

“Hallo, apa kau ada di rumah?” tanya Kevin.

“Ya, ada yang bisa aku bantu?” tanya Aria.

“Begini, aku ingin minta bantuanmu lagi. Apakah kau bisa melacak riwayat dari GPS?” tanya Kevin.

“Ohh.... tentu itu hal yang mudah,” jawab Aria sambil mengunyah coklat.

“Baiklah, sekarang aku dan ayahku akan pergi ke rumahmu.”

“Oke, aku tunggu.”

*****

“Jadi malam itu Nina pergi ke rumah makan jepang yang terkenal itu?” tanya Kevin.

“Hemmm.... ya mungkin kau bisa bertanya pada pelayan di sana,” ucap Aria memberi solusi.

“Baiklah, kami akan langsung ke sana.”

Frank dan Kevin pamit dan mereka langsung menuju rumah makan itu, kira-kira setengah jam kemudian mereka akhirnya sampai di tempat yang cukup ramai itu. Rumah makan yang besar dan terlihat mewah itu sungguh ramai dengan pengunjung.

“Apa mungkin kita bisa mendapatkan petunjuk dari tempat ini?” tanya Kevin.

“Kita coba saja.”

Frank masuk ke dalam rumah makan itu dan langsung menunjukkan lencana penyidiknya pada pihak keamanan yang menjaga tempat itu, Frank meminta untuk bertemu dengan sang pemilik rumah makan tersebut untuk menanyakan beberapa hal. Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, akhirnya mereka di persilahkan masuk dan langsung menuju ke lantai dua di mana ruangan milik Hendra yaitu pemilik dari rumah makan ini berada.

“Jadi apa yang bisa saya bantu?” tanya Hendra setelah ia mempersilahkan Kevin dan Frank untuk duduk.

“Begini, kami ingin menanyakan apakah kedua orang ini datang kemari pada tanggal 30 November pada pukul 19.30 menit?” tanya Frank sambil ia menunjukkan foto Dewa dan Nina pada Hendra.

“Ummm.... aku kurang tahu soal itu, tapi tunggu sebentar aku akan menanyakannya pada anak buahku yang bertugas malam itu. Kebetulan mereka sedang shift pagi hari ini,” jawab Hendra.

Ia lalu menyuruh asistennya untuk memanggil karyawannya untuk naik dan memberikan keterangan pada mereka berdua. Tak butuh waktu lama, satu persatu dari karyawan itu naik dan memberikan keterangan pada Kevin dan Frank.

“Jadi kamu benar melihat mereka datang kemari?” tanya Kevin pada salah satu karyawan yang bernama Anto.

“Iya pak, mereka berdua terlihat sangat mesra malam itu. Mereka berdua juga memesan makanan favorit yang sering mereka pesan di tempat ini,” jawab Anto sedikit grogi.

“Tunggu dulu, katamu mereka memesan makanan favorit yang sering mereka pesan di tempat ini?” tanya Frank sambil memfokuskan pandangannya pada Anto.

“Ya benar pak!” jawab Anto singkat.

“Jadi mereka berdua memang sudah sering ke tempat ini ya? Apakah mereka berdua seperti orang yang memiliki hubungan dekat? Maksudku berpacaran?” tanya Frank lagi.

“Ya, beberapa kali aku tak sengaja mendengar mereka saling memanggil dengan panggilan SAYANG.” Jawab Anto.

“Jadi dugaan kita benar Kevin,” Frank memandang ke arah anaknya.

“Ya, sial! Kenapa aku sampai tak mengetahui hal ini,” ucap Kevin sambil menundukkan kepalanya.

“Lalu apa kau mendengar hal lain selain itu?” tanya Frank lagi.

“Tidak pak! Setelah mendengarkan dan mencatat pesanan mereka, saya langsung pergi untuk menyediakan pesanan itu karena waktu itu kami sedang sibuk melayani pengunjung yang membeludak,” jawab Anto.

Frank mengangguk lalu mengajak Kevin untuk mengakhiri sesi pertanyaan itu.

“Baiklah, terima kasih atas kerja samanya kami undur diri,” ucap Frank sambil membungkukkan badannya dan bersalaman dengan semua orang yang ada di situ.

Mereka berdua lalu berjalan menuju pintu keluar hingga saat mereka sampai di depan pintu keluar, seseorang berlari ke arah mereka sambil memanggil Kevin. Mereka berdua terhenti karena pria asing yang memanggil mereka terlihat seperti memiliki sesuatu yang penting yang harus di sampaikan pada mereka. Dengan nafas yang terputus-putus, pria itu meminta waktu sejenak pada mereka untuk berbicara di tempat yang sedikit privat.

Akhirnya mereka berdua mengajak pria itu untuk masuk ke dalam mobil mereka untuk membicarakan apa yang ingin di sampaikan oleh pria itu.

“Sebelumnya perkenalkan namaku Alan, aku kemari di beri tugas oleh bosku untuk memberitahukan sesuatu mengenai Dewa dan Nina. Pada tanggal 30 November kemarin, aku di beri tugas oleh bosku untuk mengintai Dewa. Bosku curiga jika ada yang di sembunyikan Dewa darinya, secara bosku itu adalah calon istri Dewa itu sendiri.” Terang Alan sambil menghisap rokok yang baru saja ia hidupkan.

“Lalu, apa yang kau temukan?” tanya Kevin.

“Ya seperti yang kalian tahu, memang ada yang di sembunyikan oleh Dewa, yaitu hubungan gelapnya dengan kekasih Anda yaitu Nina.” Jawab Alan.

“Ya itu aku sudah tahu, jadi hal penting apa yang ingin kau sampaikan pada kami,” tanya Kevin sambil menaikkan sebelah alisnya.

“Begini, setelah aku mengikuti mereka. Mereka berdua pergi ke rumah makan ini dan setelah itu mereka berdua pergi lagi menuju rumah Nina, dengan hati-hati aku coba untuk mengintip dari jendela depan rumah Nina. Aku sadar ada cctv yang terpasang di rumah itu, jadi aku mengambil jalan lain agar aku tak ketahuan oleh kamera cctv tersebut. Setelah berkeliling, aku memutuskan untuk mengintai mereka dari belakang rumah dan berjalan ke samping untuk menuju jendela yang ada di depan, berhubung kamera cctv hanya terpasang di depan pintu rumah Nina. Dan saat aku melewati jendela kamar Nina, aku tak sengaja mendengar suara rintihan dari kamar itu. Penasaran, akhirnya aku memilih mengintip dari balik jendela yang kebetulan tirainya tak tertutup sempurna dan mengarah langsung ke kasur di mana Dewa dan Nina saling bercumbu. Mereka berdua tak canggung sama sekali, seakan mereka memang telah sering melakukan hal itu. Aku juga sempat mengabadikan beberapa menit saat mereka mulai bercumbu, ini videonya.” Terang Alan sambil menyerahkan ponselnya pada Kevin.

Dari layar ponsel berukuran enam inci tersebut, Kevin bisa melihat betapa Nina menikmati hubungan gelapnya dengan Dewa. Itu bisa di lihat dari gestur tubuhnya yang seakan pasrah menerima setiap rangsangan dari Dewa. Melihat rekaman itu seketika emosi Kevin memuncak, ia hampir saja membanting ponsel itu dan untungnya Frank berhasil menahan anaknya itu dan mengamankan ponsel milik Alan.

“Jadi, apa boleh kami meminta rekaman ini? Ini bisa sangat membantu,” tanya Frank.

“Oh tentu, aku memang berniat untuk memberikan rekaman itu pada kalian,” jawab Alan.

Kemudian Kevin bertanya dengan penuh rasa curiga pada Alan.

“Bagaimana kami bisa percaya padamu? Bisa saja kau yang melakukan pembunuhan ini bukan?”

“Soal itu, tenang saja! Kalian bisa menanyakannya langsung pada bosku Lina, apa saja yang kulakukan malam itu.” Jawab Alan dengan tenang.

Akhirnya mereka berpisah setelah Frank meyakinkan Kevin bahwa Alan tidak berbohong soal apa yang ia tuduhkan pada Alan, Frank juga meminta nomor telepon Lina sebelum mereka berpisah. Setelahnya Frank mengajak Kevin untuk pergi ke rumah Nina untuk mencari sesuatu yang jika mereka berhasil mendapatkan benda itu, maka mereka akan bisa menuntut Dewa dengan bukti yang valid.

Frank membawa Kevin menuju rumah Nina untuk mencari sesuatu yang terlewatkan oleh mereka. Sesampainya di sana, Frank langsung memarkirkan mobil mereka dan langsung berjalan masuk ke dalam rumah itu.

“Ada apa? Kenapa kau membawaku kemari?” tanya Kevin.

“Lihatlah nanti, kau akan tahu tujuanku membawamu kemari,” ucap Frank sambil berjalan masuk ke dalam kamar Nina.

Tepat saat ia berada di depan ranjang, ia menunduk sambil mengarahkan senter dari ponselnya untuk menerangi kolong ranjang.

“Itu dia!” ucap Frank, ia lalu masuk ke dalam kolong ranjang untuk mengambil barang yang ada di sana.

“Ini dia yang kita perlukan,” ucap Frank sambil mengangkat sebuah kondom bekas pakai.

“Ini kondom?” tanya Kevin.

“Ya, inilah yang akan menjadi petunjuk sekaligus barang bukti yang akan memberatkan Dewa,” jawab Frank sambil tersenyum.

****

Setelah memakan waktu dua minggu untuk menyusun semua hal yang mereka perlukan nanti di persidangan, akhirnya mereka berdua berhasil menyelesaikan dan mengumpulkan bukti serta menerka bagaimana kejadian itu terjadi. Mereka berdua juga tak lupa mengirimkan surat tuduhan pada Dewa dan meminta kerja sama pada pihak kepolisian untuk mengamankan Dewa seminggu sebelum sidang di mulai.

Dan hari ini, mereka berdua sudah duduk di kursi peradilan untuk menyelesaikan kasus pembunuhan ini.

“Baiklah para hadirin semua, saya Nathan Prayoga akan memulai sidang kasus pembunuhan atas saudari Nina Amelia Lestari. Dengan ini saya nyatakan sidang di mulai,” ucap Nathan dan bunyi ketukan palu terdengar di dalam ruangan itu.

Hari itu persidangan di pimpin oleh Hakim Nathan, serta Toni teman lama Frank yang kebetulan bertugas menjadi Jaksa penuntut umum untuk kasus ini. Jaksa penuntut kemudian meminta kepada Hakim untuk menghadirkan tersangka ke dalam ruang persidangan. Hakim lalu memanggil Dewa, Dewa masuk dengan senyum seakan-akan ia tak bersalah dan pasti akan memenangkan persidangan hari ini. Ia berjalan ke depan Hakim dan duduk di kursi yang sudah di sediakan.

“Apakah Anda bisa berbahasa Indonesia? Dan siap mengikuti sidang ini?” tanya Nathan.

“Iya saya bisa berbahasa Indonesia dan saya siap mengikuti persidangan ini,” jawab Dewa.

“Apakah sebelumnya saudara pernah mengalami penahanan?”

“Tidak saya tidak pernah mengalaminya Pak Hakim.”

“Apa di sini saudara di dampingi oleh kuasa hukum saudara?” tanya Nathan sambil mengusap ke dua tangannya.

“Iya saya di damping oleh Kuasa hukum saya.”

“Baiklah, saya persilahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk membacakan tuduhan terhadap terdakwa,” ucap Nathan sambil mempersilahkan waktu dan tempat kepada Toni.

Toni berdiri ia langsung membacakan tuduhan terhadap terdakwa, tuduhan yang sudah di susun dengan baik oleh Frank dan Kevin itu hanya di tanggapi senyuman oleh Dewa. Setelah selesai membacakan tuduhan terhadap terdakwa, Toni lalu meminta kepada Hakim untuk mempersilahkan dirinya bertanya kepada sang terdakwa.

“Baiklah, saya selaku jaksa penuntut ingin menanyakan beberapa hal terhadap terdakwa. Saya harap terdakwa bersedia menjawab semua pertanyaan dengan jujur,” ucap Jaksa Toni.

“Ya, saya berjanji akan menjawab semua pertanyaan dengan jujur,” ucap Dewa sambil bersumpah pada hakim.

“Dari data yang sudah di kumpulkan oleh penyidik, kami dapat menyimpulkan Anda memiliki hubungan khusus terhadap korban. Apa itu benar?” tanya Toni.

“Ya, kami memang memiliki hubungan namun hanya sebatas teman,” jawab Dewa.

“Lalu bagaimana dengan bukti video dan softcopy dari chat pribadi milik korban yang penyidik temukan dalam ponsel korban ini?” tanya Toni.

Toni meminta pada asistennya untuk memutarkan rekaman video yang di jadikan barang bukti oleh Frank dan Kevin. Semua mata tertuju pada video yang menampakkan kemesraan yang terjalin antara Dewa dan Nina, juga kertas hasil softcopy dari chat Dewa dengan Nina yang berhasil Kevin ambil dari ponsel kekasihnya itu. Dewa yang tak mengira hal ini hanya bisa terdiam, sambil beberapa kali ia mengelap dahinya yang kini telah basah oleh keringat.

“Dari mana Anda mendapatkan video itu?” tanya Dewa.

Akhirnya Jaksa memanggil Lina untuk bersaksi.

“Begini yang mulia, saya mendapatkan video ini dari hasil pengintaian saya terhadap terdakwa,” ucap Lina.

“Baiklah, lalu bagaimana pendapat Anda saudara Dewa tentang bukti video ini?” tanya Hakim.

“Saya merasa keberatan yang Mulia, sebab saya tak mengetahui hal ini. Dan juga apa pantas video seperti ini di jadikan barang bukti?” tanya Dewa mencoba untuk menyangkal.

“Dalam persidangan seperti ini, semua hal bisa saja menjadi barang bukti. Dalam video itu juga terdapat tanggal dan jam perekaman video tersebut, apa Anda masih mau menyangkal bukti tersebut?” tanya Jaksa Toni.

“Saya tetap tak menerima tuduhan ini.” Jawab Dewa dengan nada tinggi.

Jaksa pun terus menghujani Dewa dengan pertanyaan-pertanyaan menjebak yang beberapa kali berhasil membuat Dewa gemetar dan tak berkutik. Sang pengacara pun tak bisa banyak berkutik apa lagi saat Jaksa menunjukkan bukti sebuah kondom yang di dalamnya terdapat DNA terdakwa. Namun dengan kerasnya juga Dewa tetap menyangkal semua itu hingga tak terasa persidangan itu berlangsung selama enam jam dan persidangan pun berhasil di menangkan oleh pihak penuntut umum dan Dewa dikenai pasal pembunuhan dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Frank dan Kevin merasa lega berhasil memecahkan kasus ini dan membuat Dewa membusuk di penjara. Namun beberapa hari setelah Dewa di masukkan ke dalam jeruji besi, ia di temukan tewas gantung diri di kamar selnya yang memang khusus untuk satu orang. Kevin yang mengetahui hal itu turut berduka dan menyempatkan diri untuk datang ke pemakaman Dewa.

****

Sebulan setelah meninggalnya Dewa.

Frank, Kevin, Lina, Aria, Toni dan Sammuel sedang berada di sebuah vila yang terletak di pinggiran pantai. Sambil menikmati suasana senja dan sunset yang terlihat jelas mereka berlima sedang membicarakan sesuatu yang sangat penting.

“Jadi kita berhasil menyingkirkan bedebah itu?” tanya Lina.

“Yup, kita berhasil meyakinkan hakim bahwa memang Dewalah yang bersalah,” jawab Kevin.

“Jika kita ulang lagi beberapa minggu ke belakang, rencana buatan Kevin ini sangat lah matang,” ucap Aria sambil meminum milkshake coklat kesukaannya.

“Aku masih terbayang bagaimana ekspresi Kevin saat mengumpulkan kita semua seperti ini untuk rencananya,” ujar Lina lagi.

FLASHBACK.

Kevin yang tak sengaja membaca chat Nina dengan Dewa merasa sakit hati karena beraninya orang yang paling ia cintai ini bermain api di belakangnya, ia tak menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti ini. Di tambah lagi Nina dan Dewa memiliki rencana busuk terhadap dirinya, mereka berdua merencanakan jika saja Nina hamil karena ulah Dewa maka Nina akan meminta pertanggung jawaban pada Kevin. Tak terima dengan hal itu, diam-diam Kevin menyalin pesan itu ke dalam ponselnya dan membawanya kepada kekasih Dewa yang kebetulan adalah teman masa kecilnya.

Dengan penuh emosi Kevin menceritakan semuanya pada Lina, awalnya Lina tak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh Kevin. Hingga suatu malam, Kevin mengajaknya untuk membuntuti mereka berdua dan di situlah mata Lina terbuka. Dengan emosi ia menangis di dalam mobil Kevin, Kevin yang sebenarnya tipe laki-laki yang tidak bisa melihat jika ada wanita yang menangis di sampingnya langsung secara spontan memeluk dan berusaha menenangkan Lina. Ia akhirnya membawa Lina pulang ke rumahnya.

Besoknya Kevin hanya melamun seharian, ia masih belum ingin menanyakan perihal masalah ini pada Nina. Ia juga tak lupa menyampaikan pada Lina agar tetap bersikap biasa pada Dewa karena ia memiliki rencana untuk membalas mereka berdua.

Setelah selesai memikirkan semua hal yang akan ia lakukan, Kevin memulai aksinya untuk membalas dendam kepada Dewa dan Nina. Ia lalu menyuruh Lina untuk menyewa seseorang yang nantinya bertugas untuk memata-matai mereka berdua, ia juga memberikan sebuah handycam untuk mengabadikan kegiatan apa saja yang di lakukan oleh Nina dan Dewa saat mereka jalan bersama.

Hingga di malam terjadinya pembunuhan, Frank dan Kevin yang sudah merencanakan semua itu datang secara diam-diam ke rumah Nina, mereka sengaja masuk ke dalam rumah Nina dan bersembunyi di ruang cctv. Dengan bantuan kunci duplikat yang di buat oleh Kevin beberapa hari yang lalu memudahkan mereka untuk masuk ke dalam rumah itu. Hampir dua jam mereka menunggu hingga akhirnya suara mesin mobil terdengar di depan rumah, merek berdua bersiap dengan alat-alat yang mereka bawa. Frank yang dulunya pernah masuk ke dalam pasukan khusus milik pemerintah bisa dengan mudah mendapatkan barang-barang canggih untuk mempermudah kegiatan mereka pada malam itu.

Mendengar suara pintu kamar yang terbuka dan kemudian tertutup, mereka berdua lalu keluar dari ruang cctv. Dengan mengendap-endap mereka berjalan ke depan pintu kamar Nina, dengan bantuan kamera dan alat khusus seperti kabel sebagai konektor lensa yang Kevin masukkan dari celah yang ada di bawah pintu. Mereka bisa melihat dengan jelas apa saja yang di lakukan oleh Nina dan Dewa.

Dengan nafsu Dewa menghisap bibir Nina sembari sesekali memasukkan lidahnya ke dalam mulut Nina, Nina yang sedikit kewalahan mencoba mengimbangi Dewa yang seperti orang kesurupan. Buah dadanya yang cukup besar dan kencang itu terus di remas dengan kuat oleh Dewa sambil sesekali ia merasakan putingnya di pilin dan di tarik.

“AHhhh.... oouuhhhhh...” Nina mendesah cukup keras hingga Kevin dan Frank pun bisa mendengar desahannya dari luar kamar.

“Apa kau suka pelacurku?” tanya Dewa.

Satu-persatu baju mereka telah terlepas dan kini mereka berdua sudah telanjang bulat, Dewa kini melancarkan serangannya pada buah dada Nina. Ia menjilat memutari buah dada kiri Nina dan menghisap puting yang berwarna pink itu dengan kuat.

“Sluuurrrppttttt....” suara hisapan mulut Dewa pada puting Nina.

“Ahhhh.... geli sayang,” teriak Nina sambil meliukkan badannya kebelakang.

Beberapa menit Dewa melancarkan serangannya itu hingga akhirnya tubuh Nina bergetar karena ia mengalami orgasme, cairan bening keluar cukur deras memancar keluar dari vagina Nina dan membasahi selangkangan Dewa yang berada tepat di depan vagina yang mulus tanpa bulu dan masih berwarna merah.

“Hahahaha.... ternyata kamu sudah keluar duluan ya? Hmmmm.... ayo sekarang hisap kontolku,” ucap Dewa sambil menyodorkan penisnya ke depan mulut Nina.

Dengan lahap Nina menghisap penis yang berukuran 15 cm itu, lidahnya bermain di lubang kencing Dewa dan menghisap kepala penis yang sudah memerah. Ia juga memaju-mundurkan kepalanya sambil sesekali memasukkan penis Dewa sampai seluruh penis Dewa masuk ke dalam mulutnya. Sebenarnya ukuran penis Dewa masih kalah dengan ukuran penis Kevin yang sering ia hisap, penis Kevin yang memiliki panjang 22 cm dan berdiameter 6 cm itu selalu membuatnya kesusahan. Namun entah mengapa, dia merasa lebih nikmat saat berhubungan badan dengan Dewa. Ia merasakan sensasi yang jauh berbeda dan lebih nikmat ketimbang saat ia berhubungan dengan Kevin, mungkin karena faktor Kevin yang selalu memperlakukannya dengan lembut sedangkan Dewa menganggapnya sebagai pelacur dan sering berperilaku kasar itulah yang menambah sensasi kenikmatan yang ia rasakan.

“AHhhhhh..... ini nikmat sekali, ayo lebih cepat.” Ujar Dewa sambil memegang kepala Nina dan memaju-mundurkannya dengan cepat sampai-sampai Nina susah untuk bernafas.

“Uhuuukkk.... uhuuukkkk.....” Nina terbatuk saat Dewa melepaskan penisnya dari mulut Nina.

Kemudian Dewa langsung mendorong tubuh Nina hingga Nina terbaring. Tanpa basa-basi Dewa langsung membuka lebar paha Nina dan memasukkan penisnya dengan kasar ke dalam vagina Nina.

“Akkkhhhhhhh.....” teriak Nina menahan sakit.

Dengan ganas Dewa menusuk-nusukkan penisnya ke dalam vagina Nina, suara benturan dua alat kelamin itu terdengar cukup keras. Kevin yang mendengar suara itu semakin naik pitam dan hampir saja ia mendobrak masuk ke dalam andai saja saat itu tak ada Frank, mungkin rencana mereka malam ini akan gagal.

“Sabarlah! Sebentar lagi kita akan menyelesaikan mereka berdua,” bisik Frank sambil menahan bahu anaknya.

Nina terus berteriak menahan kenikmatan saat penis Dewa terus menghujam vaginanya, hampir sekitar 30 menit mereka berpacu dalam gelora birahi hingga akhirnya Dewa menyemburkan cairan kental putih miliknya ke dalam rahim Nina yang sedang dalam kondisi subur. Tubuh mereka berdua sama-sama mengejang hingga akhirnya lemas.

Dewa langsung ambruk menindih Nina yang juga kelelahan setelah menuntaskan birahinya.

“Hoosshhhh....hosshhhhh.... ini sungguh nikmat sayang,” ucap Dewa dan kemudian menghisap bibir Nina.

Merasa ini waktu yang tepat, Kevin dan Frank langsung masuk ke dalam kamar Nina dan melumpuhkan Dewa dengan cara memukul tengkuknya. Nina yang terkejut berusaha berteriak, namun Kevin telah lebih dulu membungkam mulut Nina. Dengan jarinya Kevin mengorek liang vagina Nina dan mengeluarkan sisa cairan milik Dewa. Sedangkan Frank mengikat Dewa dan menyandarkannya di samping ranjang.

“Apa kau suka hal ini?’ tanya Kevin?

“Apa siapa kalian?” tanya Nina dengan wajah ketakutan.

Kevin kemudian melepaskan topeng miliknya dan betapa terkejutnya Nina melihat hal itu.

“Hahaha... ini akan menyenangkan sayang,” ucap Kevin yang kemudian menyeret Nina ke ruang tamu dan mendorong Nina hingga ia terjatuh ke lantai.

Kevin mengeluarkan besi lancip dan langsung menusuk-nusuk kan benda itu ke dalam lubang vagina milik Nina. Ia juga membekap mulut Nina dan menindih kedua kaki Nina agar gadis itu tak bisa memberontak. Darah keluar dari lubang vagina Nina yang kini menganga lebar, wajahnya menampakkan rasa sakit yang sangat luar biasa, teriakannya tertahan oleh tangan Kevin yang cukup kuat menutup mulutnya dan air mata tak henti-hentinya keluar dari bola matanya yang indah itu.

“Apa sekarang kau menikmatinya? Menikmati rasa sakit yang aku alami dengan kebohongan yang kau sembunyikan selama ini?” tanya Kevin.

Nina tak bisa banyak bergerak sekarang, tubuhnya seolah mati rasa karena rasa sakit yang ia rasakan di area vitalnya.

“Sayang! Kau terlalu munafik, padahal selama ini aku selalu berusaha membuatmu bahagia. Tapi apa? Ternyata ini balasanmu,” ucap Kevin sambil menangis.

Ia kemudian mengambil tali dari saku jaketnya dan melilitkan tali itu ke leher Nina dan mengencangkannya hingga tubuh Nina kejang-kejang dan kemudian lemas tak bergerak. Setelah itu Kevin membelah perut Nina dan membiarkan darah mengalir keluar dari tubuh Nina yang sudah kaku.

Di sisi lain, Frank yang mengurus Dewa kini melepaskan ikatan di tangan Dewa. Tak luap Frank juga melemparkan kondom bekas Dewa yang tadi siang ia pakai untuk bermain bersama Lina. Ia memasukkan sebuah pil yang akan membuat Dewa tak mengingat kejadian saat mereka masuk dan kemudian Frank mensugestikan bahwa Dewalah yang telah melakukan hal ini. Ia kemudian meminta bantuan Kevin untuk mengangkat tubuh Dewa ke ruang tamu dan mendudukkannya di samping jasad Nina. Kemudian mereka pergi meninggalkan rumah Nina.

****

Toni


Lina


“Ya semua berjalan dengan lancar seperti apa yang aku rencanakan,” ujar Kevin.

Mereka semua yang ada di tempat itu tertawa merayakan keberhasilan mereka, namun di sisi lain. Lina mulai merasakan bahwa ada yang aneh pada dirinya, kepalanya terasa pusing dan seakan tubuhnya lemas tak memiliki tenaga. Kevin yang menyadari obat yang sudah ia masukkan ke dalam minuman Lina sudah bereaksi memberikan tanda pada orang-orang yang ada di ruangan itu. Frank dan Sammuel mendekati Lina dan duduk di samping kira dan kanan Lina.

“Apa yang kau rasakan sayang?” tanya Frank yang kemudian meremas pelan payudara sebelah kiri Lina.

“Apa yang kalian masukkan ke dalam minumanku?” tanya Lina.

“Hahahaha... kami hanya ingin bermain dengan tubuh indahmu,” ucap Sammuel.

Sammuel langsung mencium bibir Lina sedangkan Frank mengangkat baju Lina hingga ia bisa melihat buah dada Lina yang indah menggantung. Dengan mulut keriputnya ia menghisap puting kiri Lina dan menggigitnya pelan. Sedangkan Aria yang awalnya hanya duduk diam, kini mendekat dan langsung duduk bersimpuh di depan Lina. Ia mulai mengarahkan tangannya untuk mengusap paha Lina dari balik rok mini yang ia kenakan. Tubuh Lina yang mendapatkan rangsangan dari semua area sensitifnya tak bisa mengontrol tubuhnya dan mulai menikmati aksi tiga orang pria yang sedang menjamah tubuhnya.

“Hei bisakah kalian membuatnya menungging? Aku ingin menikmati pantatnya,” ucap Toni.

Mereka pun langsung mengubah posisi Lina dan melucuti semua pakaian yang ada di tubuh Lina, Aria yang sudah tak sabar ikut melepas seluruh pakaiannya dan ia berbaring di sofa agar ia bisa memasukkan penisnya ke dalam vagina Lina. Sammuel sama saja, ia kini menikmati kuluman Lina yang menurutnya sangat nikmat, sedangkan Toni kini ia mulai memasukkan penisnya ke dalam lubang pantat Lina dan menggenjotnya dengan kasar.

Lina yang baru pertama kali merasakan di anal merintih kesakitan, namun mulutnya yang kini sedang dijejali oleh batang penis Sammuel hanya bisa bergumam. Aria yang sedari tadi menggenjot tubuh Lina dari bawah sudah mencapai batasnya dan menyemprotkan spermanya ke dalam rahim Lina. Melihat Aria yang sudah keluar, kini giliran Sammuel yang mengambil alih peran Aria. Ia menggenjot kasar lubang vagina Lina yang terawat itu sambil sesekali menggigit puting Lina hingga berdarah. Frank yang tadi tak mendapat bagian kini berdiri di hadapan Lina dan menyuruh Lina untuk menjilati batang penisnya.

Begitulah yang mereka lakukan hingga tak terasa empat jam berlalu dan Lina sudah tak sadarkan diri karena ia merasa kelelahan harus digilir oleh empat orang sekaligus. Kevin yang memang tidak bernafsu lalu menyiapkan semua alat yang ia perlukan untuk rencana selanjutnya.

Ia kemudian mencekik Lina, Lina yang sudah kehabisan tenaga tak bisa melawan dan hanya pasrah saat dadanya mulai sesak dan kesadarannya perlahan menghilang. Setelah memastikan bahwa Lina benar-benar sudah meninggal Kevin lalu membawa mayat Lina menuju ruangan rahasia dan mulai membedah perut Lina. Ia mengambil hati, jantung, ginjal dan paru-paru Lina, dan hati juga tak lupa ia memasukkan jasad Lina ke dalam lemari pendingin.

Kevin lalu membawa semua organ itu dan membersihkannya dari darah dengan air bersih, ia kemudian memotong hati dan ginjal menjadi dua bagian dan setelahnya ia menggiling hati dan ginjal itu dan menaburkan garam dan sedikit merica pada hati dan ginjal giling itu. Dia juga menambahkan beberapa iris daun jeruk dan mengaduknya hingga menyatu. Wajan yang tadi sudah ia panas kan, kini menjadi wadah dari hati dan ginjal giling. Tak butuh waktu yang lama, saat ia sudah melihat bahwa apa yang sedang di masaknya itu sudah berubah warna menjadi agak kecoklatan ia lalu mengangkat hati dan ginjal giling itu dan meletakannya di atas roti lapis yang sudah ia olesi dengan margarin, tak lupa ia juga menambahkan saus tomat dan kemudian memanggang roti lapis itu di oven.

Sedangkan jantung yang ia ambil tadi kini ia tumbuk hingga teksturnya agak sedikit halus. Ia menambahkan garam dan lada hitam lalu memijat-mijat jantung tumbuk itu agar bumbu yang ia masukkan meresap sempurna. Kemudian ia memotong jantung tumbuknya menjadi beberapa bagian dan memasukkannya ke dalam air mendidih. Sekitar dua puluh menit ia menunggu ia kemudian memasukkan potongan wortel dan kubis serta memasukkan bumbu penyedap dan kaldu sapi. Setelah semua masakkan yang ia buat matang, ia menyiapkan semua masakannya itu dengan sangat indah dan membawanya ke meja makan untuk di cicipi oleh Frank, Aria, Toni dan Sammuel.

“Bagaimana rasanya?” tanya Kevin.

“Ya, selalu lezat seperti biasanya,”

****

“Uhhuukkk...uhhuuukkk,” Frank terbatuk setelah membaca naskah cerita yang baru saja di serahkan Kevin padanya.

“Kenapa kau memberiku cerita seperti ini?” tanya Frank.

“Hehe.. apa kau sudah lupa? Kau juga memberikan naskah cerita padaku saat delapan tahun yang lalu kita membunuh ibu,” jawab Kevin sambil meminum coklat panasnya.

“Jadi kau akan melakukan pembunuhan terhadap Nina kekasihmu itu dengan cara yang kau tulis dalam cerita ini?” tanya Frank sambil menghisap rokok yang terselip di ke dua jarinya.

“Ya! Jadi aku perlu bantuanmu untuk melancarkan aksiku ini,” ujar Kevin.

“Tapi, mengapa kau memilih Dewa sebagai kambing hitam?” tanya Frank.

“Karena dia adalah selingkuhan Nina dan dia sangatlah cocok untuk hal ini,” jawab Kevin dengan mata yang berbinar.

“Baiklah, tapi benarkan kau akan membiarkan Lina aku nikmati sepuasnya?” tanya Frank lagi sambil tersenyum penuh arti.

“Ya, tentu saja.”

“Aku meminta bantuanmu juga karena kau pasti ingin membantuku menyingkirkan pengkhianat seperti Nina ini bukan? Sebab kasusnya sama seperti ibu. Seorang pengkhianat harus di musnahkan untuk menjaga kedamaian di bumi benar?” ujar Kevin.

“Yah..... Apa boleh buat, ayo kita mulai bekerja. Ini akan menjadi seni yang indah.”


TAMAT.



Terima kasih sebelumnya sudah memperbolehkan nubi yang hina ini ikut dalam event LKTCP yang sakral ini.

Mohon maaf sebelumnya jika cerita ini tidak sesuai dengan ekspektasi para suhu yang membaca dan para juri. Sekali lagi nubi yang hina ini mohon maaf, sekian terima kasih.
 
Terakhir diubah:
Oo jadi begitu....

Btw, napa si lina jadi korban?
:eek:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd