Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Rape

aaaano

Semprot Baru
Daftar
11 Sep 2012
Post
32
Like diterima
11
Bimabet
Rape​


Sekarang aku sedang berlari menuju kelasku. Sebenarnya aku tahu kalau seharusnya aku tidur lebih awal, tapi aku memutuskan tidak karena terlalu asyik main game. Ya, inilah akibatnya, aku harus cepat-cepat ke kelas karena dosen yang akan kutemui satu ini dikenal sebagai dosen killer.
Begitu aku sampai di kelas, aku hanya bisa melihat satu orang, Dimas. Dia salah satu teman sekelasku, kita sering ngobrol dan sharing satu sama lain, jadi banyak orang yang berpikir kalau kita teman dekat.
"Dimas!"
"Oh kamu toh, to."
"Mana temen yang lain?"
"Dosennya ga berangkat. Kayaknya aku tadi udah ngasihtau kamu lewat sms."
"Masa?"
Aku mangecek HP-ku yang sudah yang sudah kumiliki sejak 2 tahun lalu ini dan baru tahu kalau ada pesan yang tadi disebut Dimas.
"Oh iya. Bener kamu udah ngasihtau, mas."
"Vito, Vito. Makannya sering-sering cek HP-mu."
"Terus kita mau apa sekarang, mas?"
Aku tanya ke Dimas karena aku tidak punya rencana lain selain kuliah sekarang.
"Mau main game di kosku?"
"Boleh."
Aku menerima tawarannya tanpa berpikir panjang dan langsung ke tempat parkir untuk mangambil motorku.

Setibanya di kos Dimas, aku langsung duduk di kasur sambil bermain game sepakbola favorit kita.
"Eh, vit. Pernah merkosa cewek belum?"
Kata-katanya barusan sempat membuatku kaget. Aku tahu kalau kita suka cerita jorok, tapi aku tidak menyangka kalau dia bakal menanyakanku tentang hal ini.
"Hah, belum lah! Kan bisa dipenjara!"
"Kalau gak ketahuan ga bakal dipenjara kan."
"Memang bener, tapi..."
"Boleh aku ngomong jujur ke kamu?"
"Ada apa?"
"Aku pernah merkosa cewek."
Aku tidak menyangka kalau temanku yang satu ini benar-benar sudah memperkosa. Stik yang aku pegang kutaruh di lantai.
"Lho Vit, kok berhenti?"
"Kok bisa kamu merkosa cewek? Aku aja takut kok."
"Tunggu sebentar."
Dimas menunjukkan sebuah foto yang ada di HP-nya.
"Lihat nih."
Di foto itu terlihat seorang perempuan cantik sedang bersama Dimas. Awalnya aku tidak percaya kalau itu Dimas, tapi aku percaya setelah melihat mukanya ditutupi kacamata hitam dan masker motor. Sekarang kacamata hitam dan masker motor yang ada di foto itu ada tepat atas lemari di sebelahku.
"Gila kamu, mas."
"Mau aku kasih tau caranya?"
Sebenarnya aku tidak mau mendengar penjelasannya karena takut, tapi badanku berkata lain. Selama ini aku hanya bisa masturbasi untuk melampiaskan kebutuhan seksualku, dan ini membuatku pingin tahu rasanya bersetubuh sama perempuan. Dan tentu saja aku punya perempuan yang ingin aku jarah badannya, namanya Rina. Harus aku akui perempuan yang satu ini memang menggoda iman. Kulinya berwarna kuning langsat. Menurut perkiraanku, tinggi badannya 160 cm dan berat badannya 47 kg. Rambutnya yang hitam panjang terlihat indah. Mukanya juga cantik. Payudaranya yang kira-kira ukurannya 89cm itu membusung dengan indah. Penampilan fisiknya membuat dia kelihatan seperti model buatku dan tidak jarang si Johnny berdiri tegak waktu aku melihat dia.
Walaupun kita beda kelas, tapi kita sering ngobrol. Jujur saja aku ingin nembak dia, tapi ada kabar kurang bagus yang beredar di kampus. Sudah banyak cowok yang nembak dia, tapi semuanya ditolak dan dia tidak memberi alasan kenapa dia nolak. Kabar yang satu ini membuat aku berpikir ulang buat nembak perempuan ini. Tapi aku akan mencoba memperkosa dia. Aku sudah tidak tahan untuk merasakan liang senggamanya.
"Gimana caranya?"
Aku sudah gak sabar lagi. Aku tahu kalau ini resikonya besar, tapi kalau aku pikir-pikir lagi, aku gak bisa dapat apa yang aku mau kalau aku terus menghindari resiko.
"Oke. Kamu siapin dulu kacamata hitam sama masker motor. Pakai itu biar mukamu gak kelihatan. Kamu boleh pinjem punyaku. Kalau kelihatan kan bisa berabe."
"Oke."
Walaupun ini agak norak, tidak masalah. Tapi masih ada satu hal yang masih membuatku penasaran.
"Terus nasib cewek yang kamu perkosa itu gimana?"
"Aku cuma bilang ke dia kalau dia berani cerita tentang pemerkosaan ini, fotonya bakal aku sebarin. Sampai sekarang gak ada masalah."
"Buset..Oke lah, bisa dicoba ini. Tapi kalau ada apa-apa itu tanggung jawabmu ya, mas."
"Yee, enak aja."

Lima hari kemudian, aku mendapat kabar Rina sedang mengerjakan tugas di kos temannya besok malam. Aku tidak boleh menyia-nyiakan peluang ini, aku harus bisa merasakan lubang kewanitaan Rina. Rencanaku harus segera disusun sekarang.

Malam yang dinanti telah tiba. Aku sedang bersiap-siap menuggu kedatangan Rina di jalan kecil dekat kos dimana dia tinggal. Jam di HP-ku menunjukkan pukul 22.00 dan tidak banyak orang lewat jalan ini. Jadi, begitu ada suara langkah kaki, aku langsung mengecek apakah itu Rina atau bukan. Aku sudah memakai kacamata hitam, masker motor, dan jaket hoodie untuk menyembunyikan identitasku. Lain dengan Dimas, aku memakai jaket hoodie karena aku tidak mau Rina mengenaliku lewat rambutku.
Suara langkah kaki terdengar, dan aku cepat-cepat mengeceknya. Ternyata cuma anak kos yang sedang merokok. Dia sempat melihat ke arahku, tapi kemudian dia tetap berjalan. Untung tidak ada masalah. Setelah beberapa menit, suara langkah kaki terdengar, dan ternyata itu Rina. Aku tidak tinggal diam dan langsung menyeret perempuan cantik itu. Sambil aku menyeretnya memakai tangan kananku, tangan kiriku menutup mulutnya.
"Mmmmmmh!"
Sekarang tidak ada yang bisa mendengar suaranya. Tiba-tiba Johnny sudah berdiri di balik celanaku. Sepertinya dia sudah tidak tahan lagi. Aku pun sampai di tempat eksekusi, sebuah rumah kosong yang kondisinya sudah tidak layak ditinggali. Menurut kabar yang aku dengar dari orang-orang yang tinggal di wilayah ini, rumah ini ditinggalkan pemiliknya sejak musibah gempa tahun lalu karena kondisinya yang sudah tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal, tapi aku tidak tahu kenapa rumah ini tidak dihancurkan.
Begitu aku dan Rina masuk ke dalam, aku menaruh Rina di salah satu kamar disini dengan posisi terbaring. Sekarang aku menali kedua pergelangan tangannya dengan kencang supaya dia tidak bisa memberontak. Setelah itu, aku melepas blouse dan bh-nya. Walaupun tidak begitu jelas, sepasang toket besar dengan puting kecil dapat terlihat di tempat remang-remang ini. Tanpa berpikir panjang aku mulai memegang dan kemudian meremas dada sebelah kiri aku sudah tidak sabar lagi untuk memainkan daging empuk yang ada di depan mataku.
"Aaaah...aaah..."
Rina mulai mendesah saat aku meremas dadanya. Dada yang sedang kupegang ini terasa empuk dan kenyal. Sepertinya aku juga harus memainkan dadanya sebelah kanan. Begitu tangan kananku pindah dada kanannya, tanpa kusadari tangan kananku langsung meremas daging empuk itu seolah-olah tangan kananku punya pikiran sendiri.
"Aaah...nnn...ummm..."
Wajah Rina mulai memerah, sepertinya dia sudah mulai terangsang dengan permainan tanganku.
"Nnnn...aaah...nnn...ampun...geli..."
Desahannya membuatku makin bernafsu. Sepertinya aku harus mencoba memainkan payudaranya yang besar dengan cara yang lain supaya dia tetap terangsang.
Mmmh...jangan di situ..nnnnh...aaaaah...."
Rina mendesah begitu aku memelintir kedua putingnya, kali ini kedua tanganku kupakai.
"Haaaah...nnnnh.....mmmmh....eeeemh....aaah..."
Dia mencoba melepaskan tangannya dari tali yang mengikatnya sambil meronta, tapi hasilnya sia-sia karena dia masih terangsang.
"Eeemh...aaah....aaaah..."
Saat aku sedang asik memelintir, tanpa kusadari ternyata putingnya sudah mengeras. Bagus, aku harap dia tetap terangsang karena aku ingin membuat lubang surganya basah oleh jus cintanya. Aku dengar kalau vagina yang sudah basah itu "lebih enak".
Sekitar lima menit kemudian, tanganku bergerak menuju selangkangannya.
"K...kamu mau ngapain?"
Kali ini aku akan melepas rok dan celana dalamnya. Walaupun agak susah karena kakinya terus bergerak, tapi akhirnya aku berhasil. Aku kaget begitu melihat vaginanya yang sudah becek. Ternyata usahaku tadi tidak sia-sia. Tanpa berpikir ulang, aku memasukkan kedua jariku ke dalam lubang lembab itu dengan hati-hati.
"Nnnnnnnh!"
Aku membiarkan kedua jariku diam sebentar untuk merasakan seperti apa rasanya bagian dalam vagina. Ternyata, lubang ini teras hangat, lembek, dan basah. Setelah itu, aku menggerakkan kedua jariku dengan pelan.
"Mmmmh...aaah...aaah...aaah..."
Desahan yang dia keluarkan dari mulutnya saat aku bermain dengan memeknya membuatku makin bernafsu, dan itu membuat jariku bergerak lebih cepat.
"Nnnnh...aaah...aaah....aaah....aaah....aaaah....aaaah....aaaaaah..."
Jariku bergerak lebih cepat lagi sekarang.
"Mmmmmh!Aaah...aaah...aaaah...aaah....aaaahah...hah....hah...haaaah....haaah...h.aaaah...haah..haaaaa-"
Aku menuptup mulutnya dengan tangan kananku yang menganggur begitu dia ingin berteriak. Aku tidak ingin ada orang yang mengetahui apa yang aku lakukan terhadap perempuan seksi ini. Begitu selesai menutup mulutnya, aku kedua jariku bisa merasakan vaginanya sudah bertambah basah. Kelihatannya tadi dia teriak karena orgasme.
Setelah itu aku menyadari kalau tititku sudah tegang dan secara spontan aku membuka celanaku. Begitu terbuka, tititku yang berdiri dapat terlihat walaupun kurang jelas. Tapi aku tidak boleh buru-buru, aku harus memoto perempuan ini dulu.
Kamera yang ada di saku jaketku kuambil. Begitu kunyalakan, aku mengarahkan kamera ini ke Rina. Selesai memoto, aku langsung melihat hasilnya, dan hasilnya lumayan bagus. Foto ini akan kujadikan senjataku dan kenang-kenanganku.
The real work starts now. Aku memegang paha Rina kulebarkan, tapi perempuan ini masih mencoba merapatkan pahanya. Setelah kupaksa, akhirnya aku behasil membukanya. Kontiku yang sudah menanti dari tadi kuarahkan ke meki Rina yang sudah becek.
"Janga-"
Tangan kananku kembali kupakai untuk menutup mulut Rina. Memang merepotkan, tapi apa boleh buat. Bagian kepala kontiku kugosokkan berulang kali ke mekinya.
"Nnnnnn..."
Rina kembali mengeluarkan desahan seksinya, dan aku mulai memasukkan batang kemaluanku ke lubang kenikmatannya yang tak berbulu.
"Ah!"
Rina merintih begitu aku memasukkan kepala penisku. Kelihatannya dia merasa kesakitan, apa mungkin dia...?
"Uuuuh..."
Rintihannya kembali terdengar begitu aku mencoba mendorong kontiku. Di saat yang bersamaan, aku merasakan ada yang menahan dorongan penisku yang belum sepenuhnya masuk ke vaginanya. Ternyata dugaanku benar, dia masih perawan. Jadi, akulah orang yang akan mengambil keperawanan perempuan cantik ini. Aku merasa bangga, dan langsung menekan batang kejantananku sekali lagi sambil menutup mulutnya.
"Mmmmmmmmmmmh!"
Rina berteriak begitu aku merobek selaput daranya. Darah perawan menetes dari lubang kewanitaannya. Dia sudah memberikan keperawanannya padaku. Bukan, lebih tepatnya aku mengambil keperawanannya.
"Nnngh..."
Rina menjerit kecil sambil menangis dan menggigit bibir bawahnya. Sepertinya dia kesakitan setelah aku merobek selaput daranya, tapi aku harap dia bisa cepat terbiasa. Walaupun aku merasa sedikit kasihan padanya, tapi aku tetap memompa penisku, dengan perlahan.
"Ahhh...ah...ah...ah...ah..."
Perempuan cantik ini kembali mendesah. Dia masih kelihatan kesakitan dan aku sekarang merasa kasihan padanya, tapi entah kenapa batang kemaluanku tidak mau berhenti bergerak. Mungkin nafsuku sudah mengalahkan akal sehatku.
"Mmmmh..ah..ah...ah...ah...ah...ah...ah...."
Desahannya makin keras begitu aku menggerakkan penisku lebih cepat di dalam vaginanya, dan di saat yang bersamaan aku merasakan nikmat yang luar biasa. Bersetubuh ternyata jauh lebih nikmat daripada masturbasi. Rasa nikmat yang aku rasakan ini membuatku menggerakkan batang kemaluanku lebih cepat lagi.
"Ah..nnh...ah...ah...ah...ah...ampun...ah...ah...ah...mmmmmh!"
Begitu Rina berteriak, lubang senggamanya terasa lebih basah dari sebelumnya. Aku senang karena aku bisa membuat dia orgasme lagi, tapi aku harus bisa bertahan lebih lama lagi.
"Mmmmm...hmmm..."
Aku menarik nafas untuk menenangkan diri supaya aku bisa merasakan kenikmatan ini lebih lama. Aku masih belum puas menggumuli perempuan cantik ini.
Sepuluh menit kemudian, aku merasa spermaku mau keluar, tapi aku tetap mencoba menahannya.
"Nnnnh..aah...aah...aah...aaah...aaah...nnnnnh!"
Rina orgasme lagi begitu dia berteriak. Melihat badannya yang berkeringat dan terasa panas itu membuat cairan kentalku makin ingin keluar. Sekarang aku tidak tahan lagi, aku harus cepat-cepat mencabut penisku, tapi aku sudah terlambat. Lahar putihku keluar di dalam vaginanya. Rasanya aku mau melayang begitu aku menyemprotkan spermaku di dalam vagina Rina. Begitu selesai menyemprotkan spermaku, aku melihat ke bawah. Vagina Rina sudah sangat basah karena cairan orgasmenya dan air maniku. Kelihatannya aku akan kesulitan melupakan momen ini.
"Haaaah...vaginamu enak banget..."
"Hah, kamu Vito kan?"
Aku kaget bukan main begitu dia tahu siapa aku. Seharusnya aku tetap diam tadi.
"Maafin aku, rin!"
Aku meminta maaf ke Rina setelah aku mencabut penisku dari vaginanya dan langsung memakai celanaku. Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa.
"Aku takut tahu!"
Aku melepas kacamata dan maskerku. Sekarang hanya rasa bersalah yang mengisi pikiranku, dan ini membuatku tidak bisa membalas kata-katanya.
"Tapi, gak apa-apa kok."
Kalau tadi aku merasa bersalah, sekarang aku merasa bingung setelah mendengar ucapannya tadi. Gak apa-apa? Apa maksudnya?
"Maksudmu apa, rin?"
Aku memberanikan diriku untuk bertanya.
"Aku kasihtau nanti. Mau mampir ke kosku dulu ga? Disini dingin."
"Kosmu kan kos cewek."
"Di kos sepi, cuma ada aku sama dua temen kosku, yang lain masih pada mudik, paling mereka udah pada tidur. Ibu kos juga lagi pergi ke luar kota sama keluarganya."
"Oke. Kita ke kosmu."
Rina kembali memakai pakaiannya dan akupun melepas tali yang mengikatnya. Setelah itu kami keluar dari rumah kosong ini.

Setelah berjalan sekitar lima menit, aku sampai di kos Rina, dan ternyata pintu depannya sudah dikunci.
"Gimana masuknya, rin?"
"Aku pegang kuncinya, kok."
Beberapa saat kemudian aku ada di kamar Rina. Rina mengunci kamar ini, mungkin supaya dia tidak ketahuan bawa laki-laki.
"Jadi, maksudmu tadi apa?"
Kedua tangannya tiba-tiba memegang dua pipiku begitu aku bertanya, dan kemudian bibirnya yang lembut menyentuh bibirku untuk sesaat.
"Aku sayang kamu to. Aku nolak semua cowok yang nembak aku cuma buat kamu."
Aku tidak percaya ini.
"Kenapa kamu milih aku?"
"Kamu cowok yang paling bisa mahamin aku, to. Kamu orangnya juga baik."
"Tapi, aku tadi..."
"Aku maafin kamu kok."
"Makasih udah maafin aku, rin. Aku juga sayang kamu."
Akhirnya kalimat yang aku pendam keluar dari mulutku. Aku merasa lega sekarang. Bibir kami kembali bertemu, kali ini lebih lama dari sebelumnya.
"Mmmmmmh.......haaah..."
Begitu kami selesai berciuman, aku ingat kalau ada yang harus aku cek dulu.
"Rin, hari ini kamu subur ga?"
"Kayaknya enggak."
"Mending kita cek dulu, soalnya kamu ga yakin sama jawabanmu. Ada modem ga?"
Jujur saja aku tidak tahu cara menghitung waktu subur untuk wanita, tapi sekarang akan aku pelajari. Setelah mengecek, ternyata hari ini bukan hari suburnya Rina. Untung saja hari ini bukan hari suburnya Rina, kalau dia sedang subur hari ini aku harus tanggung jawab.
"Mmmmh...cup...cup....nnnh..."
Aku kembali melumat bibir Rina, rasanya lembut dan agak basah. Sekarang aku tidak akan menahan diri lagi. Lidahku kujulurkan ke dalam mulut Rina.
"Nnnnh...ah...cup...nnnh..."
Lidahnya bergulat dengan lidahku. Air liur kami bercampur.
"Mmmmh....aaah...cup...Vito...mulai sekarang...jangan...cup...tinggalin....aku..."
"Aku janji...cup...nggak akan....nnnh...ninggalin...kamu...rin..."
"Mmmmh...nnnh..."
Nafasnya yang hangat terasa di hidungku waktu dia menarik nafas tadi.
"Mmmmh...nnnh....cup...enak banget...cup...rin..."
"Nnnnh...mmmh..."
Sambil menarik nafas, Rina memegang selangkanganku.
"Mmmmh...wah...ternyata adikmu udah keras, to. Boleh aku liat?"
"Cuma dilihat?"
"Aku pingin mainin pakai mulutku..."
"Emangnya...kamu udah pernah?"
"Belum sih..."
"Ya udah, ga apa-apa. Aku juga pingin gimana rasanya kalau adikku dilumat sama kamu."
Begitu aku selesai melumat bibirnya, dia membuka resleting celanaku dan tengkurap di depan selangkanganku.
"Ooo...jadi kayak gini adikmu, to..."
Penisku yang berukuran sedang berdiri tegak di depan mata Rina.
"Aku jilat ya..."
Rasanya geli begitu dia mulai menjilat batang kemaluanku. Dia menggerakkan lidahnya dari atas ke bawah berulang kali.
"Gimana rasanya sayang?"
Dia bertanya sambil melihatku dengan matanya yang sayu.
"Enak sayang, lanjutin."
Dia menjilati kontiku selama kurang lebih tiga menit. Walaupun rasanya nikmat, tapi aku ingin dia merubah gaya mainnya sekarang.
"Sayang?"
"Apa?"
"Masukin adikku ke mulutmu dong."
"Eh?Maksudmu gini?"
Rina langsung memasukkan penisku ke mulutnya.
"Jangan cuma diem. Gerakin mulutmu maju mundur. Disedot juga boleh."
"Nnnnh...hah...mmmh....sssph...nnnnh..."
Dia mulai melakukan perintahku. Rasanya lebih nikmat daripada kalau hanya dijilat.
"Mmmmh....cup...cup...nnnnh....mmmmh..."
Kepala Rina terus bergerak maju mundur. Sekitar lima menit kemudian, aku menyadari kalau dadanya menganggur.
"Udah, cukup sayang."
"Cup...kok udahan?"
"Boleh liat dadamu?"
Rina duduk di lantai sambil membuka blouse dan bh-nya, dan kemudian gunung kembar yang hanya kelihatan kurang jelas di rumah kosong tadi sekarang kelihatan jelas. Putingnya kecil dan berwarna pink.
"Mmmmmh..."
Dia mendesah begitu aku melumat dada kanannya.
"Mmmmh...haaah....aaah..."
Desahannya bertambah panjang begitu tangan kananku meremas dada kirinya.
"Mmmmh....aaaah...aaah...aaaah...terusin sayang..."
Sesuai permintaannya, aku terus memainkan dadanya.
"Haaah...aaah...aaah...aaaah....aaaaaaaah..."
Selesai memainkan dadanya, aku menyuruh Rina untuk melapas semua kain yang menutupi badannya. Begitu dia telanjang bulat, aku juga melapas semua pakaianku. Sekarang tidak ada sehelai benangpun yang menutupi badan kami. Badan Rina kelihatan sangat indah di mataku. Wajahnya yang cantik, dadanya yang besar, perutnya yang langsing, dan vaginanya yang sudah basah benar-benar membuatku bernafsu untuk menggumulinya lagi.
"Sayang, coba kamu nungging."
"Kayak gini?"
Begitu Rina menungging, aku memasukkan penisku ke vaginanya dalam satu dorongan sambil memegang kedua dadanya.
"Aaaaah..."
"Aku mulai ya sayang..."
Aku mulai menggerakkan batang kemaluanku maju mundur.
"Haaah...aaaah...mmmh...ya...enak sayang...terusin..."
Aku mempercepat gerakan penisku sambil meremas kedua dadanya.
"Aaah...aaah...ah...aaaah...aah...ah!
Rasanya waktu menggumuli Rina sekarang beda dari yang di rumah kosong tadi, aku lebih menikmatinya sekarang. Mungkin karena posisi sex yang kita pakai, atau mungkin karena dia sudah rela aku gumuli sekarang. Tunggu, untuk apa aku memikirkan hal seperti itu sekarang? Yang penting, selama rasanya lebih nikmat, bukan masalah.
"Hyah...aaah...nnnh...oh...ya...lebih cepet lagi...sayang..."
As you wish, honey.
"Mmmmh...ah...ah...mmh...ah...ah...aaah!"
Suara yang dihasilkan dari dorongan penisku di vaginanya terdengar lebih keras sekarang.
"Nnnnh...ah...ah...mmmh...aaaah!"
Lubang kemaluannya terasa lebih basah setelah dia berteriak.
"Aku gerakin lebih cepet lagi ya sayang?"
"Iya sayang."
Gerakanku lebih cepat lagi sekarang. Lubang kemaluannya yang sudah bertambah basah membuat penisku bisa begerak lebih lincah lagi sekarang.
"Nnnnh...ah...mmmh...ah...ah...haaa...mmmh...ah!"
Sudah sekitar sepuluh menit aku memompa vaginanya, rasanya lahar putihku mau keluar.
"Sayang, aku mau keluar..."
"Keluarin...di dalem sayang...ah...ah...nnnh....ah...hari ini aman kok...inget kan?"
"Haaah...haaah...haaah...Rina..."
Batang kejantananku lepas kendali. Gerakannya lebih liar dari sebelumnya.
"Haaah,..ah...uuuh...vito...ah...ah...ah...aaaaaaaaah!"
Lubang kemaluannya menyempit, dan itu membuatku menyemburkan semua spermaku di dalam lubang yang barusan menyempit itu. Aku ingin sekali merasakan kenikmatan ini setiap hari.
"Uhhh...spermamu...bener-bener anget...sayang..."
"Rina..."
Dia menengok ke belakang dan aku langsung menciumnya.
"Makasih to..."
Begitu aku mencabut penisku, aku menyadari kalau badan kami berdua sudah basah oleh keringat.
"Kita mandi bareng yuk sayang, orang-orang masih pada tidur kok."
"Kamu perempuan, tapi bisa punya pikiran nakal juga ya..."
Kami berdua terus bersenggama sampai jam 3 pagi, dan sekitar jam setengah 4 aku pulang dari kosnya. Seminggu kemudian, sudah banyak orang yang tahu kalau kami sudah jadian. Banyak orang yang heran sekaligus kagum padaku, termasuk Dimas, karena aku bisa menjadi pasangan perempuan secantik Rina. Kalau tahu bakal begini jadinya, seharusnya aku tidak perlu memperkosa dia dulu dan sekarang foto yang kuambil di rumah kosong itu aku jadikan kenang-kenangan. Tapi ya sudahlah, aku tidak bisa merubah apa yang sudah terjadi.


Ini karya pertama ane. Mohon saran dan pendapatnya :ampun:.
 
Terakhir diubah:
Siiippp ,,,,,,,,,,,\\\\=D/ \\\\=D/ \\\\=D/ \\\\=D/ \\\\=D/ bikin inget jaman kuliah dulu\\\\=D/ \\\\=D/ \\\\=D/
/ I I. \\\\
/__\\\',_ ,\\\'___\\\\
/( __ _)\\\\ /(_ __ )\\\\
I ( __ _ )) ((__ __ )I
I ( __ _) ) ( (_ __ _)I
\\\\(___ _)/ \\\\(___ _)/
\\\\ =D /

_/ \\\\_
 
alur cerita yg manis gan :jempol:
 
Nicely done! :jempol:
Alangkah lebih baiknya jika alur dibuat lebih lambat gan...jadinya pembaca bisa lebih menghayati dan terbawa suasana dalam cerita...
cuma sekedar masukan saja sih :D

ditunggu karya selanjutnya! :Semangat:
 
nice story gan .. , good job .. , di tunggu cerita lain nya gan .. , tetap semangat menulis cerita ..
 
Nicely done! :jempol:
Alangkah lebih baiknya jika alur dibuat lebih lambat gan...jadinya pembaca bisa lebih menghayati dan terbawa suasana dalam cerita...
cuma sekedar masukan saja sih :D

ditunggu karya selanjutnya! :Semangat:

Makasih sarannya gan :D

Makasih juga agan-agan yang lain :beer:. Ane gak menutup kemungkinan untuk nulis cerita baru.
 
Terakhir diubah:
Sequel​

Delapan tahun telah berlalu, dan sekarang aku sudah 28 tahun. Aku sendiri sekarang bekerja sebagai seorang editor di salah satu perusahaan penerbit buku. Aku juga sudah bersusah payah untuk membeli rumah dengan uangku yang sedikit ini, dibantu dengan uang orang tuaku dan beberapa saudara jauhku. Walaupun rumah ini terkesan biasa saja dan tidak mewah, aku senang karena aku bisa memiliki rumah sendiri.

“Gimana mas, kok kalah lagi? Udah tiga kali lho?”
Aku menyindir Dimas yang ada di sebelahku. Kami sedang bermain game sepakbola di rumahku. Bicara soal game, ada senior di kantor yang bilang kalau video game hanya buat anak-anak. Honestly, I donÂ’t care. ItÂ’s my life.
“Ayo, main lagi!”
Dia menantangku, lagi.
“Siap, mau sampai pagi juga ga masalah. Besok hari libur, kok.”
Baru lima menit kami bermain, aku sudah kebobolan dua kali. Wah, sepertinya aku terlalu menganggap remeh dia.
“Ayo to, gimana ini? Udah kebobolan dua gol?”
Aku harus tenang. Aku tidak boleh main-main sekarang.
“Makan tuh!”
Akhirnya aku berhasil mencetak gol.
“An-“
Saat Dimas mau mengumpat, tiba tiba handphonenya berdering. Aku menaruh stikku di lantai.
“Halo, ma? Eh, o iya, papa lupa. Oke, oke, papa pulang sekarang.”
Begitu Dimas selesai menjawab panggilan barusan, aku ingin tahu kenapa dia mau pulang sekarang.
“Ada apa, mas?”
“Itu, si Monika marah gara-gara aku lupa sama janji kita mau ke mall bareng sama temennya dia sebentar lagi.”
“Main sebentar lagi lah. Nanggung ini.”
“Sori, besok lagi kita terusin, to. Gak enak sama istri sendiri. Cabut dulu ya.”
“Oke lah. Hati-hati, mas.”
Begitu Dimas pergi, aku mengunci pintu depan dan kemudian mematikan game dan TV yang tadi dipakai. Setelah itu aku masuk ke kamarku dan kemudian berbaring di tempat tidurku. Harus apa aku sekarang?
“Haaah...”
Aku menarik nafas dan mengambil kameraku di atas meja sebelah tempat tidurku. Foto-foto yang aku simpan kulihat satu persatu, dan kemudian aku melihat sebuah foto dari sebuah momen yang menurutku spesial. Saat aku melihat foto itu, sebuah ide tiba-tiba muncul.
Tiga jam sudah berlalu dan jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul 7 malam. Sepertinya aku harus menunggu lebih lama lagi. Mungkin aku bisa membuat kopi dulu sambil menunggu. Saat aku berjalan ke dapur, tiba–tiba suara ketukan pintu terdengar. Aku acuhkan ketukan itu, sampai akhirnya HP-ku yang sedang aku pegang menerima sebuah sms dari nomor yang tidak asing buatku. Sms itu kubuka, isinya:
“Lagi ngapain sih? Aku ngetok kok ga dibuka pintunya?”
Aku sengaja mengacuhkan ketukan tadi untuk memastikan apakah dia yang mengetuk atau bukan. Sms itu tidak kubalas dan aku segera ke pintu depan untuk membukanya.
“Ngapain a-“
Ucapan perempuan yang mengetuk pintu tadi terpotong begitu aku menutup mulutnya dengan tangan kananku. Aku menyeret perempuan itu sambil menutup mulutnya dan kurebahkan dia di atas tempat tidur. Pergelangan tangannya juga kuikat erat. Sambil menutup mulutnya, aku membuka kemeja dan bh perempuan ini. Begitu aku membukanya, muncullah dua gumpalan daging besar dan empuk yang membuat nafsuku menjadi-jadi. Mulutku segera menyambar gumpalan sebelah kiri dan menyedot bagian putingnya.
“Nnnnnnh...haaah...haaah...haaah...”
Desahan manis mulai keluar dari mulut perempuan ini.
“Haaaah...ah...ah...nnnh...jangan...”
Walaupun dia meminta, aku sudah terlanjur menggeluti perempuan ini.
“Aaaah...ah...mmmh...aku...belum mandi...ah!”
Dia sempat menjerit saat aku menggigit putingnya dengan pelan.
“Entar aja mandinya, nanti kan kotor lagi...”
“Haaaah...ya udah...uuuh...aaah...aaah...”
Aku terus menyedot dan menggigit puting kirinya dengan pelan.
“Uuuuh...aaah...aaah...pake...lidah...sama tangan juga...”
Sesuai dengan apa yang dia minta, aku menjilati putingnya dan tangan kiriku meremas gumpalan sebelah kanan dengan pelan.
“Uuuuh...ya...terus...nnnh... haaa...haaa...aaaaaah...”
Aku terus memainkan gumpalan sebelah kiri. Tanpa kusadari, badan perempuan ini mulai terasa hangat.
“Aku pindah ya...”
“Eh?”
Sekarang aku melepas celana panjang dan celana dalam yang dipakai perempuan ini, dan melihat kemaluannya yang sudah becek. Aku tidak tinggal diam, aku langsung menjilati lubang becek itu layaknya seekor kucing yang sedang meminum susu.
“Hyaaa!?”
Dia berteriak. Sepertinya dia tidak menyangka kalau aku akan melakukan ini.
“Hmmm...nnnh....haaa....geli...”
Lubang ini terasa lembab dan baunya sedikit amis. Walaupun begitu, aku tetap memainkan lidahku di lubang ini.
“Nnnnh...ah...haaa...mmmh...ah!”
Teriakan kecil keluar dari mulut perempuan ini saat aku mencium lubang kenikmatan ini. Setelah menciumnya, aku kembali menjilat.
“Mmmmh...ya...bagus...haaa...haaa...”
Dia memujiku saat aku merubah gerakan lidahku dari atas ke bawah menjadi menyamping.
“Mmmmh...aku...mau keluar....haaa....haaa...haaa....”
“Keluarin aja...”
Aku mempercepat gerakan lidahku begitu mendengar desahannya.
“Haaa...haaa....haaaa...haaaa...haaa...aaaaaaaah!”
Jus cinta keluar dari lubang yang sedang kujilati dan cairan itu menyemprot wajahku. Aku mengelap cairan itu dengan telapak tanganku dan kemudian batang kejantanaku kulapisi dengan cairan itu. Tanpa basa-basi, aku mengarahkan rudalku ke lubang senggamanya.
“Tunggu, gimana kalau Bella bangun gara-gara kita?”
“Oh, dia lagi tidur pulas di kamar sebelah kok.”
Perlahan penisku kudorong ke lubang yang basah itu.
“Aaaah...”
“Aku mulai sekarang ya...”
“Ya...”
Aku mulai menggerakkan penisku maju mundur. Jujur saja nafsu kotorku sudah menginginkan ini dari tadi, dan begitu mendengar ucapan perempuan ini tadi, nafsu ini jadi makin tidak bisa dikendalikan. Sekarang aku menghujam lubang kenikmatan perempuan ini dengan cepat.
“Nnnnh...haa...mmmh...ngh...aaah...haaa...mmmh....kenceng...banget....”
“Haaah...bukannya malah enak gini?”
“Iya sih..haaa....ah...mmmh...haaa...nnnh....nnnh...haaa...”
Aku mencoba mendorong penisku lebih kuat.
“Mmmmh...haaa...nnnh...ah...ah...enak...”
“Haaah...haaah...lubangmu peret banget...”
“Nnnnh...ah...haaa...ah...ah...mmmh...”
Aku tidak mengatakan ini hanya untuk menyanjungnya. Vagina yang sedang kumainkan ini terasa benar-benar sempit dan basah. Rasanya seperti menggumuli seorang perawan. Saat perempuan ini menikmati setiap gerakanku, tiba-tiba aku teringat akan suatu hal.
“Ngomong-ngomong, hari ini hari suburmu bukan?”
“Mmmmh...haaa...iya...”
Gawat. Aku lupa memakai pengaman.
“Aku cabut ya?”
Saat aku hendak mencabut penisku, perempuan itu menggelengkan kepalanya.
“Jangan...”
“Ha, kenapa?”
“Terusin aja...”
“Eh, tapi kan...ya udah, nanti aku keluarin di luar. Lanjut lagi ya...”
Dia mengangguk sambil tersenyum untuk membalasku. Aku pun mulai bergerak lagi.
“Mmmmh..ah...ah...nnnh...aaaaaaah!”
Vagina perempuan ini terasa lebih basah begitu dia berteriak.
“Nnnnh...ah...aah...haa...nnnh...mmmh...mh!”
Aku melumat bibir lembut perempuan ini dan menjulurkan lidahku ke dalam mulutnya sambil menggerakkan penisku.
“Mmmmh..nnnh...mmmmh...nnnnh...aah!”
Begitu aku berhenti menciumnya, aku berhenti bergerak.
“Kamu cantik.”
Begitu kata-kata gombal itu keluar dari mulutku, mukanya memerah. Dia jadi kelihatan lebih manis saat mukanya memerah.
“Ngomong apa sih kamu...ahaah!?”
Dia kaget begitu aku kembali mengerakkan rudalku.
“Haaah....aaaah...yaaa...ayo...terus...mmmh...yang kenceng...”
Kata-katanya barusan membuatku makin bernafsu. Pompaan penisku pun kupercepat.
“Aaah...haaa...haaa...nnnnh....aaaah...”
“Haaah...haaah...haaaah....aku gak tahan lagi...aku keluarin sekarang ya...”
Saat aku mau mencabut batang kejantananku, tiba-tiba batang kemaluanku mengeluarkan lahar putih dalam jumlah banyak di dalam lubang lembab perempuan ini. Aku pun merasakan rasa geli yang luar biasa enak di rudalku. Cairan yang aku keluarkan begitu banyak sampai-sampai aku bisa melihanya keluar dan menetes di tempat dimana badanku dan badan perempuan ini bersatu.
“Haah..aaah...katanya mau keluarin di luar...tapi sekarang malah...jadi kayak gini...rasanya...rahimku penuh...sama spermamu...”
“Maaf...”
“Tapi, kok tanganku ditali gini sih?”
“Mau tahu kenapa?”
Aku menunjukkan dia foto yang aku lihat saat aku berbaring di tempat tidur tadi ke dia dan kemudian melepas tali yang mengikat tangannya.
“Huuuh, kamu...”
“Aw, sakit!”
Dia mencibut lengan kiriku, tapi aku membalasnya dengan kembali mencium bibirnya.
“Mmmh...nnnh....mmmh...aah...”
“Makasih Rina...istriku...Bella bakalan punya adik...”

END​

Sekali lagi ane mohon saran dan pendapatnya :ampun:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd