Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.

BlueTitan

Semprot Addict
Daftar
29 Apr 2018
Post
424
Like diterima
492
Bimabet
Salam kenal suhu-suhu sekalian. Hehe, setelah baca-baca cerita disini, akhirnya saya terinspirasi juga untuk menulis. hehe. Ini cerita pertama yang saya tulis setelah sekian lama tidak lagi menekuni dunia tulis-menulis, jadi saya tahu pasti banyak kekurangannya. Mohon bimbingannya suhu. Selamat menikmati.

fOZ5Eyp5_t.jpg


Disclaimer:
Cerita ini hanya fiktif belaka. Murni imajinasi kepala penulis. Kejadian-kejadian dalam cerita ini tidak benar-benar terjadi.
BlueTitan​


INDEX





Part 1

“Selamat malam, kak Dimas.”

Sebuah notifikasi pesan LINE muncul dilayar smartphoneku. Mataku yang tadinya masih fokus pada layar laptop yang menampilkan halaman tugas kuliahku, kini beralih kearah alat komunikasi itu. Sudah berkali-kali aku melihat notifikasi pesan masuk dari beberapa orang temanku muncul di layar smartphone itu, namun yang satu ini, sepertinya tidak bisa aku abaikan. Tertulis nama yang asing disana. Dari foto profilnya, dia seorang perempuan. Aku melepas headset yang kupakai, lagu Take on Me dari A-ha yang baru saja terputar terpaksa aku hentikan.

Namaku Dimas Putra. Mahasiswa semester 3 di suatu universitas di Jakarta. Suka musik. Asli dari Semarang dan merantau ke Ibukota ini. Mengontrak sebuah rumah yang berada di daerah yang terbilang agak jauh dari keramaian kota. Hmm... apalagi ya? Sepertinya kau akan memahamiku lebih dalam seiring cerita ini berlanjut. Hehe.

“Cindy Hapsari...?” Batinku sembari mengeryitkan dahi setelah membaca nama kontaknya.

“Malam, maaf, ini siapa ya?” Balasku pada perempuan bernama Cindy Hapsari itu. Tak butuh waktu sedetik sampai muncul keterangan ‘read’ disamping pesanku.

“Maaf kak sebelumya, saya Cindy Hapsari, mahasiswa baru angkatan 2016. Kebetulan saya dapat kontak kak Dimas dari kak Jinan. Untuk keperluan tugas LKMPD, saya diminta untuk mewawancarai salah satu kakak tingkat mengenai organisasi kak. Kebetulan saya belum dapat narasumber. Saya mau minta tolong kak Dimas jadi narasumber saya kak.” Balasnya panjang lebar. Dasar mahasiswa baru. Formal sekali. “Bagaimana kak Dimas?” Lanjutnya dalam pesan yang baru 4 detik kemudian.

Ah, ya aku ingat...setiap mahasiswa baru di jurusanku yang berminat masuk organisasi, pasti mendapat tugas saat LKMPD, atau Latihan Kepemimpinan Mahasiswa Pra-Dasar, biasanya dilaksanakan sekitar 1 bulan setelah penerimaan mahasiswa baru. Bisa kau lanjutkan ke LKMD. Katanya, kedua kegiatan ini akan sangat membantumu jika kau mau mendaftar oganisasi-organisasi yang ada di kampus. Sebab disini kau akan diajarkan banyak hal mengenai berorganisasi, pokoknya ilmu-ilmu yang kalian dapatkan tidak akan sia-sia.

Aku membaca pesannya beberapa saat baru kemudian membalasnya.

“Oke, aku bisa. Kapan?”

“Biar saya yang menyesuaikan jadwal kak Dimas.”

“Besok siang gimana? Jam 12 di pelataran gedung C.” Tawarku. Kalau tidak berubah, pasti nanti proses wawancara ini akan direkam dalam format video, jadi memang aku memilih tempat yang relatif sepi. Sehingga audio dalam video pun bisa terdengar jelas. Asal kau tahu, tahun lalu aku juga mewawancarai kakak tingkatku tempat itu, hehe.

Tidak seperti pesan sebelumnya, kali ini dia agak lama membalasku.

“Baik kak, saya bisa.”

“Oke.” Balasku segera.

“Terimakasih ya kak Dimas, maaf ganggu malem-malem gini.”

Aku membalasnya dengan stiker bergambar jempol. Dan setelah muncul ‘read’ lagi, tak ada pesan masuk lagi darinya. Rasa penasaranku membimbing jariku untuk menekan foto profil perempuan ini.

68747470733a2f2f73332e616d617a6f6e6177732e636f6d2f776174747061642d6d656469612d736572766963652f53746f7279496d6167652f72684b534f316b705a6d475850773d3d2d3539323834363133302e313534323836326135333564373533363635363239303131363837332e6a7067


Tak lama, tampil sebuah foto seorang perempuan berambut panjang yang sedang tersenyum manis. Parasnya ayu. Kedua mata belonya itu terlihat indah dimataku. Kulitnya putih mulus, tanpa lecet sedikitpun. Kurasa perempuan ini telah mencuri hatiku. Ya ampun... aku harus berterimakasih kepada Jinan...

“Woe, Dim! Ngapain lo?!”

Tepukan di bahu oleh seorang laki-laki itu mengagetkanku.

“Ha? Apaan sih Har? Ngagetin aja.”

“Lu senyum-senyum sendiri liat layar hape. Lu pasti liat foto cewek bugil kan? Ngaku.”

“Enggak woe. Nih gue liat foto profil maba doang,” Aku menunjukkan layar smartphoneku untuk membantah tuduhannya barusan.

Namanya Hary Daniel. Teman dekatku yang berasal dari Bandung. Satu jurusan denganku di universitas yang sama pula. Dia sering main ke kontrakanku ini untuk numpang wifi dan tidur-tiduran. Tapi kau tahu? dia sering mentraktirku makan di kantin maupun saat kami jajan diluar kampus.

“Dih, ntar pasti lo buat coli tuh.”

“Otak lo ngeres ya.”

“Dih, lo lebih ngeres ya. Gue inget dulu lo cerita pernah pake foto si Jinan buat coli. Parah emang temen sendiri lo pake buat bacolan.” Dia menghempaskan tubuh tingginya itu ke kasur yang ada di belakangku.

“Heh! Kaga! Ngarang! Itu elu! Gue gapernah coli pake Jinan ya!”

“Hehehe, canda. Siapa tuh?”

“Maba, minta interview buat tugas LKMPD.” Aku meletakkan smartphoneku di meja lipat yang ada dihadapanku, memasang headsetku lagi, memutar musik, lalu kembali mengetik beberapa kalimat di draft tugas memuakkan ini.

“Ooohh...”

“Makanya Har, ikutan organisasi. Biar kayak gue nih di-chat cewek cantik.” Kataku agak sombong sambil tidak menoleh kearahnya.

“Dih, lu aja sekarang enggak ikutan apa-apa. Sombong amat dah.”

“Ya... yang penting kan pernah ikut, hehe.”

“Iye iye, serah. Gue balik dulu ye, thanks wifinya.”

“Yo’i Har.”

“Awas jangan coli ye pake maba tadi.” Dia menutup pintu kamarku.

“BACOT!”

Aku meraih smartphoneku dan kembali memandangi foto profil perempuan itu. Entah mengapa aku jadi semakin penasaran dengannya.

Aku tutup aplikasi LINE ini dan membuka aplikasi Instagram yang terletak disampingnya. Aku iseng mengetik nama perempuan ini di kolom pencarian. Dan akun paling atas dengan username CindyHapsari yang aku pilih. Saat kubuka akun yang tidak dikunci itu, terdapat keterangan followed by : jinan_s yang memperkuat asumsiku ini benar-benar akunnya.

“As elegant as Aurora in the night sky, I’ll be a light for you.” Begitulah kalimat yang tertulis di bionya. Entah mengapa aku senyum-senyum sendiri membacanya.

Aku memainkan jariku, men-scroll up dan down di feeds yang berisi 34 foto itu. Perempuan ini sering sekali mem-posting foto aurora. Sepertinya dia sangat menyukai pancaran cahaya indah di langit malam itu.

Tiba-tiba mataku terhenti pada satu fotonya yang sedang tersenyum manis mengenakan kaus lengan panjang dan rok katun hitam.

Perempuan ini terlihat sangat anggun... seperti... aurora!. Dan terlebih lagi, Damn! dia punya tubuh yang bagus! Dadanya terlihat menyembul karena kedua tangannya yang terlipat dibawah dadanya. Aku menghentikan jariku agar layar smartphoneku terus menampilkan foto itu. Kenapa aku baru tahu kalau aku punya adik tingkat seperti ini?!

Aku menelan ludah. Hasratku tiba-tiba muncul... Perlahan, tangan kiriku menyeruak masuk kedalam celana pendekku dan memijit-mijit penisku agar terbangun. Segera fantasiku menjadi liar sembari membayangkan perempuan ini. Dan tak butuh waktu lama untuk kemaluanku berdiri tegang, dengan posisiku yang masih terduduk di pinggir kasur, aku lanjut memijitnya pelan, lalu mengocoknya dengan tempo yang agak cepat, semakin cepat, dan semakin cepat...

“Eh, Dim. sorry k-“ Tiba-tiba manusia kampret itu muncul lagi dari balik pintu kamarku. Aku yang panik langsung menarik tangan kiriku. Bego! Sepertinya dia sempat melihatku menarik tangan kiriku dari dalam celana tadi.

“Kan, ada yang coli nih, hahahaha! Lain kali dikunci dulu, Dim.”

“Enggak anjir, gue gak coli! Tadi gatel do-”

“Tuh lo ngaceng.”

Aku melirik kearah celanaku, dan benar, ternyata tonjolan itu bisa terlihat jelas. Aku buru-buru menutupnya dengan selimut. Wajah Hary terlihat menahan tawa.

“Gak apa-apa Dim, gue juga sering coli kok. Dah lanjut aja, gue ambil kontak gue yang ketinggalan ya. Maaf ganggu. Bye!” Hary berlalu sambil menutup pintu. Aku bisa mendengarnya terkekeh diluar. Segera aku bangkit dari kasur dan mengunci pintu. Sepertinya beberapa hari kedepan aku akan diejek habis-habisan olehnya. Tunggu, bagaimana jika dia menyebarkan hal memalukan ini ke anak-anak tongkrongan?!

Masa bodoh. Aku kembali ke kasur dan membaringkan diriku, mencari posisi ternyaman untuk melampiaskan nafsuku ini. Aku raih smartphone yang tergeletak dan menyalakan layarnya, fotonya kembali tertampil disana. Aku menelan ludah, jantungku serasa berhenti berdetak. Bahkan keringat dingin tiba-tiba mengalir. Mataku terpaku pada ikon hati dibawah fotonya yang kini berwarna merah.

“Kelike...”


To be continued...
 
Terakhir diubah:
Kalo liat yg udah2, biasanya kalo awalnya bagus gini ga dilanjut sama TS nya wkwk semoga ini lanjut sampe tamat deh
 
Wahh cinhap, keliatannya bakal seru nih, ditunggu kelanjutannya suhu ~
 
Part 2

Aku keluar ruang kelas dengan mata yang masih berat. Keputusanku untuk melanjutkan masturbasi kemarin malam adalah kesalahan besar. Sehingga tugas analisa novel yang harusnya aku selesaikan kemarin malam harus aku kebut satu jam sebelum kelas mata kuliah itu di jam 8 pagi ini. Beruntung aku masih sempat mencetaknya tanpa harus terlambat masuk kelas. Aku beritahu ya, jika kau terlambat satu detik saja dari jadwal, atau jika pintu sudah ditutup, itu artinya kau sudah kehilangan satu kolom absenmu. Seperti yang terjadi pada Hary pagi ini, sepertinya nilainya tidak akan aman. ****** emang manusia satu itu.

Emm, Oh iya... tambahan. Jika kau ingin tahu, aku tidak jadi memakai foto Cindy sebagai bahan semalam. Aku langsung badmood saat aku tidak sengaja men-like fotonya. Sehingga aku beralih ke foto Jinan, teman satu jurusanku... Jangan beritahu Hary... aku menyimpan hampir 20 foto Jinan dalam folder khusus dan... sering aku pakai...

“Dimas.” Sapa seorang perempuan dari belakang bahuku. Dari suaranya, aku bisa tahu siapa dia.

“Eh, Jinan. Gimana?” aku berbalik dan menoleh kebawah, sebab Jinan lebih pendek 20 cm dariku yang memiliki tinggi 180 cm. Astaga, dia selalu menawan jika memakai kacamata itu. Parasnya yang cantik berpadu dengan kulit putih mulusnya. Oh iya, kau juga harus melihat gigi kelincinya yang lucu dan bibir tipis seksinya. Huft... aku sering berfantasi memilikinya sepenuhnya dan menjamah tubuh seksi itu... Woe brengsek!

“Lo udah dichat sama Cindy?”

“Udah kok, ini mau interview.” Aku memperbaiki posisi selempang tas dibahu kananku.

“Oh, okedeh, thanks ya. Soalnya udah ga ada orang lagi. Terus gue inget lo kan dulu pernah ikut organisasi juga.” Jelasnya sambil berjalan beriringan denganku menuju lobby.

“Santai, gue yang harusnya terimakasih sama lo. Hehe.”

“Maksudnya?”

“Enggak apa-apa, hehe.”

“Oohh... gue paham, dasar cowok. Emang ya.”

“Apaan sih gajelas.”

“Hahaha, yaudah sono buru. Pasti dia udah nungguin. Goodluck ye! Baik-baik sama dia.” Kami berpisah di pintu keluar lobby. Dia berjalan menuju parkiran motor yang berjarak tak jauh dari tempat kami berpisah. Aku mematung di tempatku sekarang. memandangi tubuhnya dari belakang. Rambut hitam panjangnya itu sesekali menari dihebus angin sepoi-sepoi.

Someday... I will fuck you girl... Yes.. I will fuck you!... YES! YESS!!

Tiba-tiba celana jeansku terasa sempit. Gue sangean banget bangsat!

Aku berjalan perlahan menuju gedung C yang terletak di sebelah timur gedung A ini sambil membayangkan hal lain untuk mengalihkan pikiranku dari Jinan agar ‘adik’ku ini tidur kembali. Aku membuka smartphoneku, ada satu chat masuk dari Cindy.

“Kak, saya di pelataran sayap kiri ya.”

Aku memilih untuk tidak membalasnya dan segera bergegas ke tempat yang dimaksud sebab ternyata sudah lewat 10 menit sejak waktu perjanjian kami.

Aku sampai di pelataran sayap kiri. Seorang gadis terlihat duduk sendirian di sudut kanan sambil memainkan smartphonenya, ada juga sebuah notebook warna merah muda yang tergeletak didepannya. Dari kejauhan, wajah sampingnya itu terlihat sangat indah, dan semakin didekati, aku yakin dialah orangnya.

“Cindy Hapsari, ya? Maaf aku telat, tadi dosennya agak ribet.”

“Eh, kak Dimas. Enggak apa-apa, kak. Hehe...” Dia berdiri menyambutku sambil mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan. Dia tersenyum. Benar, pipinya agak bolong saat dia mengukir senyum manis di wajahnya itu. Kedua mata belonya terlihat lebih menawan saat kau melihatnya langsung. Ketika aku menjabat tangannya, aku merasakan kulit putih halusnya itu di kulitku. Dan.., dadanya itu... Aku menelan ludah.

“Kok sendirian? Enggak sama temen kelompok kamu?” Aku duduk dihadapannya.

“Emm.. ini tugas individu kak, hehe.”

******...

“Oh, iya! haha, maaf lupa. Yaudah yuk mulai aja.” Aku terkekeh menahan malu.

Dan kami pun memulai interviewnya. Berbeda denganku dulu, ternyata kali ini tidak perlu direkam dalam format video, kau hanya perlu merangkumnya dan harus ditandatangani oleh narasumbermu. Kurasa ini jauh lebih simpel daripada tugasku tahun lalu.

Pertanyaan standar, ‘kenapa ikut organisasi?’ ‘gimana cara ngatur waktu?’, tak jauh berbeda dengan pertanyaan-pertanyaanku dulu. Selama proses wawancara, Cindy terlihat gugup dengan memainkan tutup pulpennya saat aku menjawab. Ia juga sering megatakan ‘eee’ disela-sela ia bertanya. Wajar, sih. Aku menjawab semua pertanyaannya dengan jelas.

“Terakhir ya kak, ada pesan buat kami mahasiswa baru?”

“Ya... seperti yang udah aku bilang tadi. Jangan takut buat berorganisasi, soalnya kalian bakal dapet banyak pengalaman yang enggak terlupakan semasa kuliah. Dan aku yakin itu pasti akan berguna buat masa depan.”

Dia mencatat jawabanku barusan dengan cepat di notebook miliknya. Terdapat gambar karakter Hello Kitty di kertasnya. Duh, anak ini ternyata lucuk juga . Aku takjub dengan tulisannya yang masih saja rapi walau ia menuliskannya secepat itu. Percayalah, kalau aku yang melakukannya, aku pun tidak sanggup membaca tulisanku sendiri.

“Oke, terimakasih ya kaakk.” Dia tersenyum puas. Aku mengangguk sambil membalas senyumnya. Dia meletakkan notebook itu lalu meraih smartphone yang tergeletak di sampingnya.

“Kak, satu lagi. Hehe. Foto bareng buat bukti wawancaranya.” Dia mengambil posisi disebelahku dan menyiapkan kamera depannya.

Cekrek!

Dan hasil foto kami pun tertampil di layar smatphonenya. Kenapa mukaku tegang banget?!

“Hehe... terimakasih ya kak sudah membantu saya. Hehe...”

“Ih, kamu jangan kaku-kaku sih. Santai aja sama kakak tingkat mah. Gausah formal-formal banget.”

“Eh, i-iya kak, hehe.” Dia mengangguk cepat.

“Ada kuliah lagi habis ini?”

“Enggak kak, udah selesai kok. Ini mau pesen ojek online mau pulang ke kos, hehe.”

“Kos mu mana sih?”

Dia terlihat agak canggung sebelum mengatakan dimana daerah kosnya.

“Ooohhh, kita searah. Udah bareng aku aja. Enggak apa-apa. Daripada kamu keluar duit kan.”

“Eh... engg... enggak apa-apa nih kak...? ngerepotin... Kakak enggak ada acara lagi emang?” Dia merapikan barang-barangnya.

“Enggak ada kok.” Aku berdiri setelah merapikan barangku. Dalam hatiku terus berharap dia tidak menolak tawaranku.

“Emm... Hehe... udah kak, enggak usah repot-repot... ini aku juga ada promo kok. Jadi gratis. Makasih ya kak Dimas.” Dia berlalu dengan langkah cepat. Ah, penolakan halus.

Aku terdiam sejenak baru kemudian melangkahkan kakiku meninggalkan gedung ini menuju parkiran. Aku menatap langit, matahari bersinar dengan terangnya, terik. Aku memutuskan untuk mencari minuman dingin setelah ini. Dan akhirnya akupun sampai di lahan parkir fakultas. Area ini terbuka. Jika kau memasuki fakultasku ini, kau akan langsung memasuki lahan parkir. Baru kau berjalan sekitar 15 meter dan sampai di gedung-gedung perkuliahan.

Aku menaiki sepeda motor matic warna putihku, memakai helm, memasukkan kontak, dan-

“Kak Dimas.”

“Cindy?!” Aku terperanjat saat ia menepuk bahuku secara tiba-tiba. Kenapa aku tidak menyadari kehadirannya?!. “Ada yang ketinggalan?”

“Eh eh, maaf kak... emm... enggak kok... gini, hape aku baterainya habis... belum sempet pesen ojek... temen-temenku udah pada pulang soalnya selesai kuliah jam 11 tadi...”

“Jadi?” Aku membalikkan badan.

“Ehm... tolong anter ya kak...” Dia menaikkan alis.

“Halah, bilang aja dari tadi kenapa? Hahaha, pake alesan segala.”

“Iiihh... beneran kak...”

“Iya iya, eh, tapi aku mau beli minum dulu, enggak apa-apa?”

“Aku ngikut kak Dimas aja...”

“Oke. Yaudah yuk.” Aku mulai menyalakan mesin motorku.

***​

Tiba-tiba ditengah perjalanan kami setelah membeli minuman dingin, langit Jakarta yang semula cerah, terselimuti oleh awan hitam. Angin pun berhembus sangat kencang. Aku bisa melihat rambut panjang Cindy menari terhempas angin. Tangan kirinya berusaha menahannya. Tak berselang beberapa detik, hujan turun dengan derasnya. Damn! Aku juga lupa membawa jas hujan.

“Cindy! Ke kontrakanku dulu aja ya! Deres banget!” Kataku agak keras agar bisa didengar olehnya.

“I-Iya kak!”

Beruntung kami sudah berada tidak jauh dari kontrakanku, kira-kira 500 meter lagi. Langsung saja aku tancap gas sepeda motor maticku menembus tirai air yang dikirim sang langit.

Dalam sekejap kami sampai di kontrakanku. Setelah menepikan sepeda motor di garasi. Aku mempersilahkan Cindy masuk. Hujan deras ini sukses membuat kami basah kuyup. Aku baru tersadar kemeja putih yang ia kenakan kini sudah menjadi transparan. Bra warna merah muda yang dipakainya bisa aku lihat jelas sebelum dia menyilangkan tangannya didepan dadanya. Walau begitu, belum cukup untuk menutup seluruh dadanya. Sepertinya dia tidak menyadariku yang memandangi dadanya.

“M-masuk dulu Cin.”

“I-iya kak...” Mulutnya bergetar. Ia pun menggigil kedinginan. Sekejap nafsuku yang tadinya naik kini luntur. Aku jadi merasa kasihan padanya.

“Aku ambilin handuk sama baju ganti ya, tunggu. Duduk dulu sini,” aku membimbingnya untuk duduk di sofa. Aku bergegas ke kamar untuk mencari handuk baru dan pakaian ganti. Tunggu, sepertinya aku tidak memiliki baju yang seukuran dengannya... Ah masa bodoh. Yang penting dia enggak kedinginan. Aku kembali dengan handuk, kaos warna hitam dan sebuah celana training.

“Emm.. Cin, maaf aku cuma punya baju ukuran segini. Kamu ganti dulu ya di kamarku. Aku buatin teh panas sama mie rebus ya.”

Dia hanya mengangguk. Lalu menerima handukku dan langsung menyelimuti tubuhnya yang masih menggigil. Setelah menunjukkan kamarku, aku bergegas ke dapur dan menyalakan kompor, merebus air. Aku membuka kotak lemari, ternyata hanya tersisa satu bungkus mie rebus dan satu butir telur. Hmm... ternyata aku lupa berbelanja lagi. Tanpa memikirkan diriku, aku pun memasakkan mie itu untuknya, dengan tubuh yang masih basah kuyup.

Aku kembali ke ruang tengah dengan semangkuk mie rebus dan teh panas. Cindy sudah duduk disana dengan training dan kaos hitam yang kupinjamkan.

“Cindy, ini ya. Aku ganti dulu,” Aku meletakkan hidangan penghangat itu di meja yang ada dihadapannya, “Nyalain aja TV-nya kalo mau nonton, itu remotnya ya,” lanjutku sambil menunjuk remot yang tergeletak tak jauh dari TV.

“Eh, ya ampun... makasih ya kak... maaf ngerepotin lagi...” Dia mengalungkan handuk yang barusan ia gunakan untuk menggeringkan rambutnya, “Kok mienya cuma satu? Kakak enggak makan?” lanjutnya.

“Ah, udah. Kamu aja yang makan. Aku mah gampang.”

Dia hanya tersenyum tipis. Aku pun masuk ke kamar dan berganti baju. Saat aku kembali dengan memakai kaos merah maroon bertuliskan Sheila on 7 dan celana pendek sport warna hitam, mangkuk itu sudah kosong dan teh panas yang aku buatkan tadi pun sudah habis ia minum. Dia terlihat segar lagi. Semoga itu cukup untuk membuatnya hangat. Hujan masih saja deras diluar sana. Bahkan angin pun berhembus kencang.

“Wah, udah habis aja. Mau aku masakin yang lain?”

“U-udah kak gak usah. Udah kenyang kok. Makasih, hehe.... ini juga udah angetan kok.”

“Oh, yaudah. Emm... disini dulu ya Cin. Masih deres banget. Nanti aku anter. Kamu enggak ada acara kan?”

“Iya kak. Enggak kok, aku gak ada acara.”

“Okedeh... Lho? Kok enggak dinyalain? Enggak suka nonton TV ya?” aku menyalakan TV 24 inch itu. Tertayang serial kartun Spongebob Squarepants.

“Wih, Spongebob. Hihi.”

“Kamu suka?”

Cindy mengangguk antusias. Kalau begitu, aku biarkan saja program ini sambil menunggu hujan reda bersamanya. Wah, ternyata perempuan segede gini masih saja suka serial kartun, hehe. Aku duduk disebelahnya setelah menaikkan volume suara TV itu memakai remot. Baju hitam yang kuberikan terlihat agak kekecilan untuknya, kembali aku terpaku pada dadanya yang tercetak. Gambar gitar yang ada di kaos itu terlihat timbul. Err... aku merasakan aliran darah mengalir ke penisku. Enggak... jangan... sekarang...

To be continued...
 
Agak lama nggak apa-apa suhu, asal ada kelanjutannya jangan mandek hehe. Semangat suhu. Saya udah seneng nih soalnya ada jinan sama hapsari.
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd