Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

Chapter 16 : Sebuah Janji

Jalu berdiri kokoh seperti tonggak kayu. Tidak diperdulikannya hujan angin yang membasahi sekujur tubuhnya bahkan tatapan heran orang yang melintas tidak dihiraukannya. Tujuannya hanya satu, membuktikan kesungguhan hatinya meminang Lastri. Walau cara yang dilakukannya persis ABG yang sedang dimabuk cinta. Siapa yang perduli.

Semua tidak sebanding dengan apa penderitaan yang dialami Lastri yang terlunta lunta membesarkan anak seorang diri, tidak sebanding dengan hinaan dan cemoohan orang orang karena membesarkan seorang anak haram. Tidak sebanding dengan pengorbanan Lastri.Tanpa disadari air mata Jalu bercampur dengan air hujan. Jalu tidak berusaha menghapus air matanya, toch air hujan sudah menghapusnya.

Satu jam menunggu. Pintu rumah Lastri tetap tertutup, tidak ada tanda tanda Lastri akan membuka pintu bahkan Jalu tidak melihat bayangan Lastri dari balik jendela. Jalu menggigit bibirnya, membulatkan tekadnya untuk tetap berdiri menunggu Lastri keluar menemuinya. Bahkan Jalu mengusir dua orang anak buahnya yang menyusul mengajaknya pulang. Jalu memerintahkan ke dua orang itu pulang.

Jalu mengatur nafasnya perlahan berusaha mengusir rasa dingin yang menusuk kulitnya. Hujan belum juga menunjukan tanda tanda mereda, bahkan sekarang diseling suara petir yang bersahut sahutan. Saat Jalu mulai putus asa, pintu rumah terbuka dan Lastri berdiri memandangnya. Inilah untuk pertama kalinya Lastri berani memandang matanya secara terang terangan.

"Pulanglah, anak istrimu menunggu di rumah.!" kata Lastri, Jalu bisa melihat sisa sisa tangisan di mata Lastri.

"Aku cuma butuh jawabanmu dan aku tidak akan pulang sebelum kamu menjawab pertanyaanku." kata Jalu keras kepala. Selama ini belum ada wanita yang menolaknya. Mereka yang datang mengemis kepadanya. Tapi sekarang Jalu terpaksa mengemis demi Satria dan demi menebus semua kesalahannya terhadap Lastri.

"Untuk apa aku harus menikah denganmu?" tanya Lastri berusaha tegar di hadapan pria yang sangat dicintainya.

"Demi Satria..!" jawab Jalu merasa inilah satu satunya jawaban yang akan bisa .eluluhkan hati Lastri. Perkiraan yang sangat salah.

"Satria sudah terbiasa hidup tanpa seorang ayah. Terahir dia bertanya tentang ayahnya sepuluh tahun yang lalu. Sekarang dia sudah tidak membutuhkan seorang ayah. Aku mohon, pulanglah. Jangan biarkan anak dan istrimu menunggu. Jangan tambah penderitaanku lagi." Lastri berjalan masuk meninggalkan Jalu yang terguncang jiwanya oleh jawaban Lastri.

Tidak ada gunanya terus berdiri di sini, mengemis belas kasihan dari Lastri. Perlahan Jalu meninggalkan rumah Lastri dengan membawa kekalahan terbesar dalam hidupnya. Untuk pertama kali ada seorang wanita yang mencampakkannya begutu saja. Hujan menjadi saksi kekalahan Jalu, hatinya sakit dicampakkan. Mungkin seperti ini yang dirasakan Lastri. Bahkan yang dirasakan Lastri lebih sakit lagi.

Jalu berjalan tanpa menghirukan Angkot yang berhenti menawarinya. Tidak, Jalu hanya ingin berjalan di bawah guyuran hujan sambil mengenang masa lalunya saat dirinya hanyalah seorang penjual Mie Ayam keliling yang sering kali pulang dalam keadaan basah kuyup. Bahkan amarahnya tidak terpancing saat sebuah mobil melaju kencang melindas genangan air yang berada tepat di sampingnya mengakibatkan air yang kitor muncrat mengenai tubuhnya. Tidak ada sumpah serapah yang sering dia ucapkan seperti waktu itu.

Sebuah mobil berwarna hitam berhenti agak menyilang dihadapan Jalu menghalangi jalannya, kewaspadaannya langsung meningkat. Instingnya yang terlatih bersiap menghadapi segala kemungkinan terburuk bahkan yang paling buruk sekalipun. Jendela depan mobil terbuka, seorang Polwan berwajah cantik dan berpangkat Kompol duduk di belakang kemudi menatap tajam ke arah Jalu.

"A Ujang kenapa ujan uajanan, gitu? Seperti anak kecil. Masuk." kata si Polwan tegas, atau mungkin karena seragam yang dipakainya membuatnya terlihat berwibawa.

Jalu ragu untuk masuk ke.dalam mobil dengan baju yang basah kuyup. Tapi tatapan mata Polwan itu memaksanya untuk masuk, ini sebuah perintah yang sulit untuk ditolak. Ahirnya Jalu masuk ke dalam mobil duduk di samping Sang Polwan.

"Ada apa, A? Sepertinya ada masalah berat?" tanya Polwan cantik memulai pembicaraan karena sejak tadi Jalu tidak berkata satu patah katapun.

"Lagi bernostalgia aja, dulu A Ujang sering lewat jalan ini, pulang jualan Mie Ayam sambil ujan ujanan. Dulu di sepanjang jalan ini masih banyak tanah kosong, sekarang sepanjang jalan ini sudah dipenuhi Toko." Jalu menatap kaca mobil yang menjadi buram karena hujan turun dengan sangat deras membuat jarak pandang menjadi semakin pendek.

"Seperti anak kecil saja. Hihihi. Japra besok keluar dari penjara." kata sang Polwan, nada suaranya berubah menjadi tegang, ketegangan yang mampu menyadarkan Jalu dari keterpurukannya.

"Aku tahu..!" jawab Jalu, berusaha terlihat tenang. Setidaknya di hadapan Sang Polwan tidak boleh menunjukan kelemahannya.

"Aku sudah mengirim orang orangku untuk mengawasi gerak gerik Japra, dia pasti akan membawa kita kepada orang yang menjadi otak terbunuhnya Ayah dan Mamah." kata Sang Polwan dingin.

"Bukankah kamu sudah ditarik dari kasus ini sejak 10 tahun yang lalu?" tanya Jalu heran, bagaiman Sang Polwan masih bisa mengirim orang untuk mengawasi gerak gerik Japra.

"Memang kasus ini sudah dianggap selesai oleh pihak kepolisian. Tapi kasus ini masih berlaku buatku sampai aku menemukan otak yang merencakan pembunuhan ayah dan ibuku. Inilah alasannku kenapa aku memilih menjadi seorang polisi. Aku akan membunuh orang itu dengan tanganku." kata Sang Polwan dengan suara dingin.

"Sampai kapan dendammu hilang. Des?" tanya Jalu menatap wajah adik sepupunya iDesy yang memilih menjadi seorang Polwan. Profesi yang sengaja dipilihnya untuk bisa membalas kematian ke dua orang tuanya Mang Karta dan Bi Narsih.

*******

"Berjanjilah, Sat..!" Wulan menatap Satria, wajahnya sendu meminta Satria berjanji. Sebuah janji yang sangat berat.

"Aku berjanji akan menikahimu..!" hanya itu janji yang bisa dia ucapkan. Janji untuk menilahi Wulan, bukan janji untuk menyerahkan hidupnya ke Wulan. Dan ternyata itu sudah, lebih dari kata cukup. Wulan merangkulnya meluapkan perasaannya.

"Besok kita nikah, ya!" kata Wulan merangkul leher Satria. Wajah mereka sangat dekat sehingga mereka bisa merasakan dengus nafas satu sama lain menerpa kulit wajah.

"Besok? Kita kan belum punya persiapan dan aku harus bilang ke ibuku dulu." kata Satria terkejut. Wulan selalu saja membuatnya terkejut dengan semua spontanitasnya.

"Mbah sudah nyuruh orang buat menghubungi penghulu, kalian nikah siri dulu, setelah itu kalian nikah lagi di KUA." kata Si Mbah memperkuat keputusan Wulan. Keputusan yang diambil tanpa mengajak Satria berunding.

"Sudah Sat, semuanya pasti sudah diatur oleh Si Mbah..! Sekarang kita mulai saja ritualnya" kata Ratih yang terlihat tidak sabar.

"Iya, gak sabar amat Mbak..!" kata Wulan sambip mencium pipi Satria. Sebuah anggukan kecil menyuruh Satria masuk kamar Ratih yang terlihat sudah tidam sabar menunggu di depan pintu kamarnya.

Wulan melepas kepergian Satria dengan berat, tangaanya memegang pergelangan tangan Satria hingga ahirnya terlepas. Satria menatapnya, hingga ahirnya Ratih kehilangan kesabaran dan menarik tangannya.

Ratih menutup pintu tanpa merasa sungkan dengan Si.Mbah yang hanya menggeleng gelengkan melihat kelakuannya.

Satria duduk di pinggir ranjang dengan jantung berdegup kencang, birahinya perlahan bangkit mengusik kontolnya yang langsung menggeliat hingga batas maksimal.

Satria terpaku melihat Ratih membuka seluruh pakaiannya hingga tidak ada yang tersisa. Mempertontonkan tubuhnya yang indah tanpa cacat.

Seperti seorang wanita penggoda, Ratih memegang ke dua payudara jumbo miliknya menggoda Satria yang melotot dengan nafas terwngah engah menahan nafsunya.

"Gedean mana sama punya Wulan?" tanya Ratih mendekatkan payudara jumbonya ke wajah Satria yang menelan air liurnya.

"Sama gedenya. Cuma Wulan putih Mbak Ratih bersih..!" jawab Satria. Diraihnya payudara Ratih, kulitnya begitu halus, kenyal dan hangat. Seperti yang dilakukannua pada payudara Wulan, Satria meremas payudara Ratih dan menjilati putingnya yang sudah mengeras.

"Och, nakal...." Ratih mendasah lirih sambil menekan kepala Satria semakin terbenam di payudaranya. Payudara yang belum pernah menyusui bayi karena di tahun ke dua pernikahannya Ratih belum juga dikarunia anak.

Bermain di payudara adalah keasikan tersendiri buat Satria yang rakus menghisap putingnya, seperti berharap air susu keluar dari dalamnya. Pekerjaan yang sia sia karena tidak ada satu tetespun cairan yang keluar dari dalamnya. Tapi tidak mengurangi keasikan Satria untuk terus menghisapnya.

"Kamu pinter amat ngemut susuku...!" Ratih menggelinjang merasakan sensasi geli geli nikmat di payudaranya. Terlebih saat memeknya yang selalu dicukur gundul dimasuki jari Satria.

Satria sudah banyak belajar dari Wulan bagaimana memperlakukan seorang wanita yang sedang dilanda birahi. Tangannya yang bebas bergerak menggesek memek Ratih, bukan hanya sekedar menyentuhnya, tapi juga mempermainkan itilnya yang agak besar, lebih besar dari itil Wulan. Puas bermain dengan itil wulan, Satria memasukkan jari telunjungnya ke dalam memek Ratih yang sudah basah membuat Ratih menggelunjang nikmat dan hampir terjatuh kalau saja Satria telat menarik Ratih ke dalam pelukannya, membuat Satria jatuh tertimdih Ratih.

"Kamu curang, masih pake baju." kata Ratih lalu mencium bibir Satria dengan bernafsu. Nafsu yang membuatnya lupa diri, nafsu yang merendahkan martabatnya.

Satria membalas ciuman Ratih dengan bernafsu. Pantas saja ribuan orang datang ke tempat ini untuk melakukan ritual. Ritual paling nikmat dibandingkan ritual pesugihan lainnya yang cenderung menyeramkan. Satria termasuk beruntung bisa merasakan ritual nikmat tanpa bersusah payah mencari pasangan maupun tempat menginap yang kumuh.

"Buka bajunya..!"kata Ratih turun dari atas tubuh Satria dan membantu Satria membuka pakaiannya dengan tidak sabar, masih terbayang Kontol Satria yang besar membuatnya semakin bernafsu ingin merasakan kontol itu menerobos memeknya.

" Wow, kontol kamu sudah ngaceng aja, Sat..!" Ratih takjub melihat kontol Satria yang sudah tegak sempurna kini terbebas dari kurungannya. Di sekeliling batangnya terlihat urat yang menonjol garang siap memberikan kenikmatan maksimal setiap wanita yang diterobos memeknya.

Ratih berjongkok menghadap selangkangan Satria yang duduk dipinggir ranjang. Tangannya menggenggam kontol Satria, tanpa rasa jijik Ratih melahap kontol Satria hingga basah, perlahan tangan Ratih mengocok kontol Satria sementara mulutnya mengulum kepala kontol.

Satria takjub dengan kemahiran Ratih melakukan blowjob seperti artis porno profesional yang sering dilihatnya di film film porno koleksinya yang berjumlah ratusan tersimpan di hp nya. Saking nikmatnya, Satria menjambak rambut Ratih, jambakan yang cenderung lembut sehingga tidak menyakiti Ratih. Reflek Satria menggerakkan kepala Ratih maju mundul berusaha mendapatkan kenikmatan maksimal.

"Udah, Mbak..!" Satria menyerah, mendorong kepala Ratih menjauh dari kontolnya, lalu Satria menarik Ratih dan menggulingkan tubuh bugil Ratih agar celentang. Satria segera membuka kaki Ratih lebar lebar sehingga memeknya terlihat menantangnya untuk membuktikan kemampuannya memainkan lidah di celah sempit yang menyimpan sejuta kenikmatan.

Satria mulai melakukan aksinya, tangannya membuka belahan memek Ratih sehingga bagian dalamnya yang berwarna merah terlihat berkilat karena basah oleh cairan birahi yang menebarkan aroma khas memek. Aroma yang sangat memabukkan. Satria menjulurkan lidahnya menyapu belahan memek Ratih. Lidah kasarnya bermain menggelitik itil dan juga menyusup masuk ke lobangnya.

"Gilaaaa, kamu pinter amat, Sat... Aku gak tahan... Entot aku...!" Ratih kelimpungan oleh rasa nikmat yang melanda tubuh dan jiwanya. Ratih menjambak rambut Sama agar menjauh dari memeknya dan segera melakukan tugas ahir yang sudah sangat dinantikannya.

Satria merangkak di atas tubuh Ratih, kontolnya yang sekeras kayu mengarah ke lobang memek Ratih tanpa perlu dituntun lagi. Perlahan Satria menekan pinggulnya, mendorong kontolnya yang perkasa masuk ke lembah sempit yang menjepitnya dalan dinding memek Ratih yang hangat dan licin oleh cairan birahi.

"Ochh...kontol gede...!" Ratih merintih dan memeluk Satria saat memeknya tertembus Kontol Satria. Kontol terbesar yang pernah menerobos memeknya. Matanya mendelik merasakan setiap inci kontol Satria yang menerobos memeknya.

Perlahan Satria memompa memek Ratih yang sempit, gesekannya begitu terasa apa lagi Ratih sangat tegang saat memeknya tertembus Kontol Satria sehingga otot otot memeknya ikut menjadi tegang, menjepit semakin keras kontol Satria.

"Mbak, memeknya sempit amat..!" Satria menatap wajah cantik Ratih yang terlihat agak tegang menerima sodokan kontolnya.

Perlahan wajah Ratih semakin rileks setelah kontol Satria mulai lancar bergerak di memek sempit Ratih, ternyata tidak sesakit yang dibayangkan, bahkasn gesekannya begitu terasa. Matanya terbelalak takjub mendapati kenyataan memeknya mampu menampung kontol Satria.

"Edan, ennnak banget kontol kamu, Sat... Wulan beruntung dapat kontol segegr ini..." dengus nafas Ratih terdengar semakin kencang.

Satria semakin bersemangat memompa memek Ratih, rasa sungkannya hilang tidak berbekas. Seperti kuda jantan Satria semakin mempercepat kocokannya berusaha menaklukan Ratih yang terus merintih menerima sodokannya. Memek Ratih semakin banjir cairan pelumas sehingga semakin mempermudah kocokan kontol Satria. Kontol Satria menerobos bagian terdalam yang belum pernah tersentuh kontol manapun.

"Akkku kelllluarrrrr ennnnak banget, Sat...!" tubuh Ratih mengejang menyambut orgasme pertamanya. Badai kenikmatan yang hanya berlangsung beberapa detik mampu membuat Ratih menikmati surga dunia, dunia berselimut lendir birahi yang tidak akan pernah dilupakannya.

Satria terus mengicok kontolnya tanpa memperdulikan Ratih yang terkapar lelah setelah badai birahi berlalu. Satria bangga sudah mulai bisa mengatur ritme persetubuhan sehingga orgasmenya bisa diatur lebih lama. Wulan sudah berhasil menjadikan pejantan tangguh yang mampu bertahan lama.

Benar saja, tidak sampai satu menit, Tubuh Ratih kembali mengejang dilanda orgasme keduanya. Sangat terasa sekali memek Ratih berkedut saat orgasme.

"Akku kelllluarrrrr lagiii..!" jerit Ratih menyambut orgasme ke duanya. Tanpa sadar Ratih menggigit pundak Satria yang berotot.


"Aduh...!" Satria kesakitan. Gigitan Ratih membunyarkan konsentrasinya yang sedang menikmati jepitan memek Ratih.

"Aduh, maaf..!" Ratih tersenyum malu. "Gantian aku di atas..!" Ratih mendorong Satria agar bangun dari atas tubuhnya.

Satria mengerti apa yang diinginkan Ratih sama seperti yang dilakukan Wulan. Posisi WOT, kata orang orang, wanita akan mengambil alih kendali. Satria rebah di samping Ratih yang segera berjongkok tepat di atas kontolnya. Satria bisa melihat Ratih mengarahkan kontolnya ke pintu masuk memeknya yang banjir sehingga sebagian membasahi pantatnya yang montok. Dengan mudah kontol Satria masuk tanpa hambatan. Satria selalu takjub melihat kontolnya tertelan memek, seperti sedang melihat film porno dan dia menjadi aktor utamanya. Aktor yang mampu membawa lawan mainnya sampai puncak tertinggi kenikmatan.

Ratih bergerak lincah memompa kontol Satria yang asik meremas payudara jumbonya. Mereka berpacu dalam kenikmatan yang tidak mau mereka ahiri. Ingin agar kenikmatan itu mereka rasakan dalam waktu yang lama, sangat lama.

"Akku gak tahannn Mbak....!" Satria berusaha sekeras tenaga agar kontolnya tidak memuntahkan pejuhnya. Dia ingin lebih lama lagi menikmati sensasi gesekan memek Ratih yang nikmak. Tapi tubuhnya berkata lain, kontolnya tidak mampu bertahan dan langsung menyemburkan pejuhnya yang sangat banyak ke memek Ratih.

"Ankku ke....kel....luar...!" tubuh Satria mengejang menyambut orgasmenya dan berepatan dengan Ratih yang menjerit lirih menyambut orgasmenya dalam waktu bersamaan.

*******

"Sat, buruan kamu siap siap. Sebentar lagi penghulunya mau datang..!" kata Wulan masuk ke dalam kamar tanpa mengetuknya lebih dulu. Satria terpesona melihat penampilan Wulan yang memakai kebaya warna putih dan rambut yang disanggul. Riasannya terlihat sederhana, tapi membuat Wulan menjadi sangat cantik .

Ya hari ini mereka akan melakukan nikah siri. Pernikahan yang tidak pernah Satria bayangkan akan terjadi. Apa lagi akan dilakukan secepat ini. Tapi Satria tidak mempunyai pilihan lain kecuali menyanggupinya.

"Bagakmana dengan mas kawinnya?" tanya Satria bingung.

"Uang, berapa aja yang kamu punya, yang penting sah secara agama." kata Wulan tidak perduli tentang mas kawin. Bahkan tanpa mas kawinpun dia bersedia menjadi istri Satria.


"Iya, ini sudah selesai.!" kata Satria dari dalam kamar.

Satria sudah selesai memakai kemeja warna putih dan celana hitam. Tidak lupa sebuah peci hitam. Satria membuka dompet mencari uang untuk mas kawin dalam pernikahannya. Wajahnya langsung pucat, hanya ada uang sebesar 7 ribu rupiah, terdiri dari uang logam seribu sebanyak 7 buah. Satrua baru sadar dia mengambil dompet yang salah saat berangkat dari rumah.

"Sat, buruan...!" kembali Wulan memanggilnya dengan nada tidak sabar.

Satria segera membuka pintu denga memegang uang logam Rp. 1000 sebanyak tujuh keping. Inilah uang yang dimilikinya, hanya ini yang bisa digunakannya untuk mas kawin menikah dengan Wulan

Bersambung, gan.....
 
Wah thx banget updatenya, satu persatu tokoh dari season sebelumnya pada muncul, masih menunggu cerita-cerita fladhbacknya baru sedikit yg terungkap, anaknya bi narsih apakah selamat ya yang dari benihnya jalu? Hmm mungkin update selanjutnya bakal dibahas..

Semangat..
Sehat selalu dan lancar RLnya hu..
Biar lancar juga updatenya...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd